Apa itu khittah? Khittah secara bahasa berarti langkah atau jalan. Dalam dunia gerakan Muhammadiyah, Khittah dipakai untuk menyebut panduan langkah-langkah dalam berjuang atau garis besar perjuangan. Khittah adalah pedoman yang dipegang oleh Muhammadiyah yang sangat berguna ketika menghadapi kenyataan yang sebenarnya di masyarakat. Singkatnya khittah adalah garis-garis garis haluan perjuangan Muhammadiyah. Khittah itu mengandung konsepsi (pemikiran) perjuangan yang merupakan tuntunan, pedoman, dan arah perjuangan. Hal tersebut mempunyai arti penting karena menjadi landasan berpikir dan amal usaha bagi semua pimpinan dan anggota muhammadiyah.
Salah satu Khittah Perjuangan Muhammadiyah berisi pernyataan tentang Muhammadiyah dan Politik. Adapun pola dasar perjuangan Muhammadiyah dalam berpolitik, dengan penjelasan sebagai berikut : 1. Menegaskan bahwa Muhammadiyah berjuang untuk mencapai keyakinan yang bersumber pada ajaran islam. 2. Menegaskan bahwa untuk mencapai suatu keyakinan yang bersumber pada ajaran islam tersebut dilaksanakan dengan dakwah amar ma’ruf nahi munkar. 3. Menegaskan bahwa kegiatan dakwah amar ma’ruf nahi munkar dilaksanakan melalui dua saluran yaitu : saluran politik kenegaraan dan saluran masyarakat. 4. Menegaskan bahwa alat yang digunakan untuk dakwah amar ma’ruf nahi munkar bidang politik dengan mendirikan partai politik, sementara organanisasi kemasyarakatan dengan organisasi non partai. 5. Menegaskan bahwa Muhammadiyah memilih dan menetapkan dirinya sebagai gerakan amar ma’ruf nahi munkar, sedangkan alat perjuangannya di bidang politik Muhammadiyah membentuk partai politik. 6. Menyebutkan peraturan yang mengatur hubungan Muhammadiyah dan partai politik 7. Partai politik merupakan objek binaan Muhammadiyah. 8. Antara Muhammadiyah dan partai politik tidak ada hubungan organisatoris tetapi memiliki hubungan ideologis. 9. Muhammadiyah dan partai politik berjalan menurut caranya masing-masing yang penting tujuannya sama. 10. Tidak di ijinkan rangkap jaabatan di Muhammadiyah dan partai politik. Dengan dakwah amar ma ma’ruf nahi mungkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepsionil, secara operasionil dan secara kongkrit riil, bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berdasar Pancasila dan Undang Undang Dasar 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur serta sejahtera, bahagia, materiil dan spirituil yang diridlai Allah SWT. Dalam melaksanakan usaha itu, Muhammadiyah tetap berpegang teguh pada kepribadiannya.
Adapun Khittah Denpasar tahun 2002 atau Khittah Muhammadiyah dalam Berbangsa dan Bernegara yang bersifat lengkap itu berisi sembilan butir pernyataan pokok, yaitu sebagai berikut: 1. Muhammadiyah meyakini bahwa politik dalam kehidupan bangsa dan negara merupakan salah satu aspek dari ajaran Islam dalam urusan keduniawian (al-umur ad-dunyawiyat) yang harus selalu dimotivasi, dijiwai, dan dibingkai oleh nilai-nilai luhur agama dan moral yang utama.
2. Muhammadiyah meyakini bahwa negara dan usaha-usaha membangun kehidupan berbangsa dan bernegara, baik melalui perjuangan politik maupun melalui pengembangan masyarakat, pada dasarnya merupakan wahana yang mutlak diperlukan untuk membangun kehidupan di mana nilai-nilai Ilahiah melandasi dan tumbuh subur bersamaan dengan tegaknya nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, perdamaian, ketertiban, kebersamaan, dan keadaban untuk terwujudnya “Baldatun Thayyibatun Wa Rabbun Ghafur”. 3. Muhammadiyah memilih perjuangan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara melalui usahausaha pembinaan atau pemberdayaan masyarakat guna terwujudnya masyarakat madani (civil society) yang kuat sebagaimana tujuan Muhammadiyah untuk mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. 4. Muhammadiyah mendorong secara kritis atas perjuangan politik yang bersifat praktis atau berorientasi pada kekuasaan (real politics) untuk dijalankan oleh partai-partai politik dan lembaga-lembaga formal kenegaraan dengan sebaik-baiknya menuju terciptanya sistem politik yang demokratis dan berkeadaban sesuai dengan cita-cita luhur bangsa dan negara. 5. Muhammadiyah senantiasa memainkan peranan politiknya sebagai wujud dari dakwah amar ma’ruf nahi munkar dengan jalan mempengaruhi proses dan kebijakan negara agar tetap berjalan sesuai dengan konstitusi dan cita-cita luhur bangsa. Muhammadiyah secara aktif menjadi kekuatan perekat bangsa dan berfungsi sebagai wahana pendidikan politik yang sehat menuju kehidupan nasional yang damai dan berkeadaban. 6. Muhammadiyah tidak berafiliasi dan tidak mempunyai hubungan organisatoris dengan kekuatan-kekuatan politik atau organisasi manapun. Muhammadiyah senantiasa mengembangkan sikap positif dalam memandang perjuangan politik dan menjalankan fungsi kritik sesuai dengan prinsip amar ma’ruf nahi munkar demi tegaknya sistem politik kenegaraan yang demokratis dan berkeadaban. 7. Muhammadiyah memberikan kebebasan kepada setiap anggota Persyarikatan untuk menggunakan hak pilihnya dalam kehidupan politik sesuai hati nurani masing-masing. Penggunaan hak pilih tersebut harus merupakan tanggungjawab sebagai warga negara yang dilaksanakan secara rasional dan kritis, sejalan dengan misi dan kepentingan Muhammadiyah, demi kemaslahatan bangsa dan negara. 8. 1. Faktor Internal a. Kelemahan dan praktek ajaran Islam. Kelemahan praktek ajaran agama Islam dapat dijelaskan melalui dua bentuk. Tradisionalisme Pemahaman dan praktek Islam tradisionalisme ini ditandai dengan pengukuhan yang kuat terhadap khasanah intelektual Islam masa lalu dan menutup kemungkinan untuk melakukan ijtihad dan pembaharuan – pembaharuan dalam bidang agama. Paham dan praktek agama seperti ini mempersulit agenda umat untuk dapat beradaptasi dengan perkembangan baru yang banyak datang dari luar(barat). Tidak jarang, kegagalan dalam melakukan adaptasi itu termanifestasikan dalam bentuk – bentuk sikap penolakan terhadap perubahan dan kemudian berapologi terhadap kebenaran tradisional yang telah menjadi pengalaman hidup selama ini. Sinkretisme Pertemuan Islam dengan budaya lokal disanping telah memperkaya khasanah budaya Islam, pada sisi lainnya telah melahirkan format – format sinkretik, percampuradukkan antara sistem kepercayaan asli masyarakat – masyarakat budaya setempat. Sebagai proses budaya, percampuradukkan budaya ini tidak dapat dihindari, namun kadang – kadang menimbulkan
persoalan ketika percampuradukkan itu menyimpang dan tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam tinjauan aqidah Islam. Orang Jawa misalnya, meski secara formal mengaku sebagai muslim, namun kepercayaan terhadap agama asli mereka yang animistik tidak berubah. Kepercayaan terhadap roh – roh halus, pemujaan arwah nenek moyang, takut pada yang angker, kuwalat dan sebagainya menyertai kepercayaan orang Jawa. Islam, Hindu, Budha, dan animisme hadir secara bersama – sama dalam sistem kepercayaan mereka, yang dalam aqidah Islam banyak yang tidak dapat dipertanggung jawabkan secara Tauhid. b. Kelemahan Lembaga Pendidikan Islam Lembaga pendidikan tradisional Islam, Pesantren, merupakan siste pendidikan Islam yang khas Indonesia. Transformasi nilai – nilai keIslamaan ke dalam pemahaman dan kesadran umat secara institusional sangat berhutang budi pada lembaga ini. Namun terdapat kelemahan dalam sistem pendidikan Pesantren yang menjadi kendala untuk mempersiapkan kader – kader umat Islam yang dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan zaman. Salah satu kelemahan itu terletak pada mmateri pelajaran yang hanya mengajarkan pelajaran agama, seperti Bahasa Arab, Tafsir, Hadist, Ilmu Kalam, Tasawuf dan ilmu falak. Pesantren tidak mengajarkan materi – materi pendidikan umum seperti ilmu hitung, biologi, kimia, fisika, ekonomi dan lain sebagainya, yang justru sangat diperlukan bagi umat Islam untuk memahami perkembangan zaman dan dalam rangka menunaikan tugas sebagai khalikfah di muka bumi. Ketiadaan lembaga pendidikan yang mengajarkan kedua materi inilah yang menjadi salah satu latar belakang dan sebab kenapa K.H. Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah, yakni untuk melayani kebutuhan umat terhadap ilmu pengetahuan yang seimbang antara ilmu agama dan ilmu duniawi. 2. Faktor Eksternal a. Kristenisasi Faktor eksternal yang paling banyak mempengaruhi kelahiran Muhammadiyah adalah Kristenisasi, yakni kegiatan – kegiatan yang terprogram dan sistematis untuk mengubah agama penduduk asli, baik yang muslim maupun bukan, menjadi Kristen. Kristenisasi ini mendapatkan peluang bahkan didukung sepenuhnya oleh pemerintah Kolonialisme Belanda. Misi Kristen, baik Katholik maupun Protestan di Indonesia, memiliki dasar hukum yang kuat dalam Konstitusi Belanda. Bahkan kegiatan – kegiatan Kristenisasi ini didukung dan dibantu dana – dana negara Belanda. Efektifitas penyebaran agama Kristenisasi inilah yang terutama menggugah K.H. Ahmad Dahlan untuk membentengi umat Islam dari pemurtadan. b. Kolonialisme Belanda Penjajahan Belanda telah membawa pengaruh yang sangat buruk bagi perkembangan Islam di wilayah Nusantara ini, baik secara sosial politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ditambah dengan praktek politik Islam Pemerintah Hindia Belanda yang secara sadar dan terencana ingin menjinakkan kekuatan Islam, semakin menyadarkan umat Islam untuk melakukan perlawanan. Menyikapi hal ini, K.H. Ahmad Dahlan dengan mendirikan Muhammadiyah berupaya melakukan perlawanan terhadap kekuatan penjajahan melalui pendekatan kultural, terutama upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui jalur pendidikan. c. Gerakan Pembaharuan Timur Tengah Gerakan Muhammadiyah di Indonesia pada dasarnya merupakan salah satu mata rantai dari sejarah panjang gerakan pebaharuan yang dipelopori oleh Ibnu Taymiyah, Ibnu Qayyim,
Muhammad bin Abdul Wahhab, Jamaluddin al - Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridha dan lain sebagainya. Persentuhan itu terutama diperoleh melalui tulisan – tulisan Jamaluddin al – Afgani yang dimuat dala majalah al-Urwatul Wutsqa yang dibaca oleh K.H. Ahmad Dahlan. Tulisan – tulisan yang membawa angin segar pembaharuan itu, ternyata sangat mempengaruhi K.H. Ahmad Dahlan, dan merealisasikan gagasan – gagasan pembaharuan ke dalam tindakan amal yang riil secara terlembaga. Aktifitas politik tersebut harus sejalan dengan upaya memperjuangkan misi Persyarikatan dalam melaksanakan da’wah amar ma’ruf nahi munkar. 9. Muhammadiyah senantiasa bekerjasama dengan pihak atau golongan mana pun berdasarkan prinsip kebajikan dan kemaslahatan, menjauhi kemudharatan, dan bertujuan untuk membangun kehidupan berbangsa dan bernegara ke arah yang lebih baik, maju, demokratis dan berkeadaban.
DITAMBAH DARI PPT 1.
Ta’lim secara bahasa berarti pengajaran (masdar dari ‘alama-yu’alimu-ta’liman), secara istilah berarti pengajaran yang bersifat pemberian atau penyampian pengertian, pengetahuan dan ketrampilan. Menurut Abdul Fattah Jalal, ta’lim merupakan proses pemberian pengatahuan, pemahaman, pengertian, tanggung jawab, sehingga diri manusia itu menjadi suci atau bersih dari segala kotoran sehingga siap menerima hikmah dan mampu mempelajari hal-hal yang bermanfaat bagi dirinya ( ketrampilan). Mengacu pada definisi ini, ta’lim, berarti adalah usaha terus menerus manusia sejak lahir hingga mati untuk menuju dari posisi ‘tidak tahu’ ke posisi ‘tahu’ seperti yang digambarkan dalam surat An Nahl ayat 78, “dan Allah mengeluarkan dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu apapun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan hati agar kamu bersyukur”.
2. Ta’dib, merupakan bentuk masdar dari kata addaba-yuaddibu-ta’diban, yang berarti mengajarkan sopan santun. Sedangkan menurut istilah ta’dib diartikan sebagai proses mendidik yang di fokuskan kepada pembinaan dan penyempurnaan akhlak atau budi pekerti pelajar. Menurut Sayed Muhammad An-Nuquib Al-Attas, kata ta’dib adalah pengenalan dan pengakuan yang secara berangsur-angsur ditanamkan kepada manusia tentang tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu dalam tatanan penciptaan sedemikian rupa, sehingga membimbing ke arah pengenalan dan pengakuan kekuasaan dan keagungan Tuhan dalam tatanan wujud keberadaanNya. Definisi ini, ta’dib mencakup unsur-unsur pengetahuan (ilmu), pengajaran (ta’lim), pengasuhan (tarbiyah). Oleh sebab itu menurut Sayed An-Nuquib Al Attas, tidak perlu mengacu pada konsep pendidikan dalam Islam sebagai tarbiyah, ta’lim, dan ta’dib sekaligus. Karena ta’dib adalah istilah yang paling tepat dan cermat untuk menunjukkan dalam arti Islam. 3.Tarbiyah, Tarbiyah berasal dari bahasa Arab yang berarti pendidikan, sedangkan orang yang mendidik dinamakan Murobi. Secara umum, tarbiyah dapat dikembalikan kepada 3 kata kerja yg berbeda, yakni: 1. Rabaa-yarbuu yg bermakna namaa-yanmuu, artinya berkembang. 2. Rabiya-yarbaa yg bermakna nasya-a, tara’ra-a, artinya tumbuh. 3. Rabba-yarubbu yg bermakna aslahahu, tawallaa amrahu, sasa-ahuu, wa qaama ‘alaihi, wa ra’aahu, yang artinya masing memperbaiki, mengurus, memimpin, menjaga dan memeliharanya (atau mendidik). Makna tarbiyah adalah sebagai berikut:
1. proses pengembangan dan bimbingan, meliputi jasad, akal, dan jiwa, yang dilakukan secara berkelanjutan, dengan tujuan akhir si anak didik tumbuh dewasa dan hidup mandiri di tengah masyarakat. 2. kegiatan yg disertai dengan penuh kasih sayang, kelembutan hati, perhatian, bijak, dan menyenangkan (tidak membosankan). 3. menyempurnakan fitrah kemanusiaan, memberi kesenangan dan kemuliaan tanpa batas sesuai syariat Allah SWT. 4. proses yg dilakukan dengan pengaturan yg bijak dan dilaksanakan secara bertahap dari yg mudah kepada yg sulit. 5. mendidik anak melalui penyampaian ilmu, menggunakan metode yg mudah diterima sehingga ia dapat mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. 6. kegiatan yg mencakup pengembangan, pemeliharaan, penjagaan, pengurusan, penyampaian ilmu, pemberian petunjuk, bimbingan, penyempurnaan, dan perasaan memiliki terhadap anak. 7. Tarbiyah terdiri atas (1) Tarbiyah Khalqiyyat, yakni pembinaan dan pengembangan jasad, akal, jiwa, potensi, perasaan dengan berbagai petunjuk, dan (2) tarbiyah diiniyyat tahdzibiyyat, pembinaan jiwa dengan wahyu untuk kesempurnaan akal dan kesucian jiwa menurut pandangan Allah SWT. merupakan bentuk masdar dari kata robba-yurabbi-tarbiyyatan, yang berarti pendidikan. Sedangkan menurut istilah merupakan tindakan mangasuh, mendididk dan memelihara. Muhammad Jamaludi al- Qosimi memberikan pengertian bahwa tarbiyah merupakan proses penyampian sesuatu batas kesempurnaan yang dilakukan secara setahap demi setahap. Sedangkan Al-Asfahani mengartikan tarbiyah sebagai proses menumbuhkan sesuatu secara setahap dan dilakukan sesuai pada batas kemampuan. Menurut pengertian di atas, tarbiyah diperuntukkan khusus bagi manusia yang mempunyai potensi rohani, sedangkan pengertian tarbiyah yang dikaitkan dengan alam raya mempunyai arti pemeliharaan dan memenuhi segala yang dibutuhkan serta menjaga sebab-sebab eksistensinya. Analisis perbandingan antara konsep ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah Istilah ta’lim’, ta’dib dan tarbiyah dapatlah diambil suatu analisa. Jika ditinjau dari segi penekanannya terdapat titik perbedaan antara satu dengan lainnya, namun apabila dilihat dari unsur kandungannya, terdapat keterkaitan yang saling mengikat satu sama lain, yakni dalam hal memelihara dan mendidik anak. Dalam ta’lim, titik tekannya adalah penyampain ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggung jawab dan penanaman amanah kepada anak. Oleh karena itu ta’lim di sini mencakup aspek-aspek pengetahuan dan ketrampilan yang di butuhkan seseorang dalam hidupnya dan pedoman perilaku yang baik. Sedangkan pada tarbiyah, titik tekannya difokuskan pada bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. Yaitu pengembangan ilmu dalam diri manusia dan pemupukan akhlak yakni pengalaman ilmu yang benar dalam mendidik pribadi. Adapun ta’dib, titik tekannya adalah pada penguasaan ilmu yang benar dalam diri seseorang agar menghasilkan kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. Denga pemaparan ketiga konsep di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa ketiganya mempunyai satu tujuan dalam dunia pendidikan yaitu menghantarkan anak didik menjadi yang “seutuhnya”, perfect man, sehingga mampu mengarungi kehidupan ini dengan baik. waAllahu ‘alam.
1. Tarbiyah a. Bimbingan anak supaya berdaya (punya potensi) dan tumbuh kelengkapan dasarnya serta dapat berkembang secara sempurna. b. Memelihara c. Mendidik
d. 2. a. b. c. d. e.
Mengembangkan ilmu dan pemumukan akhlaq. Ta’lim Pengamalan ilmu yang benar dalam mendidik pribadi. Kemauan untuk mengetahui. Menimba pengetahuan. Ketrampilan yang dibutuhkan Mencari pedoman perilaku yang baik.
3. Ta’dib a. Penguasaan ilmu pengetahuan yang benar, pemahaman, pengertian, tanggungjawab dan penanaman amanah kepada anak. b. Kemantapan amal dan tingkah laku yang baik. c. Pengetahuan ( unsur- unsur ilmu) d. Instruksi ( ta’lim ) e. Pembinaan yang berpola secara terus menerus ( tarbiyah ) Tarjih berasal dari kata " rojjaha – yurajjihu- tarjihan ", yang berarti mengambil sesuatu yang lebih kuat.[1] Jadi secara bahasa tajrih merupakan cartaa pengambilan sesuatu dengan membandingkan antara dua hal yang saling bertentangan dan mengambil sesuatu yang lebih kuat. Ppt Jadi majlis tarjih dapat didefinisikan sebagai suatu lembaga hukum dalam persyarikatan Muhammadiyah yang mempunyai peranan sebagai lembaga yang membidangi masalah-masalah keagamaan, khususnya hukum fiqh. Majlis tarjih mempunyai peranan yang sangat penting bagi pengembangan pemikiran Muhammadiyah terutama yang berkaitan dengan masalah hukum. Dengan adanya lembaga Tarjih ini, maka perpecahan antar warga Muhammadiyah yang diakibatkan perbedaan pendapat dapat dihindarkan dan majlis ini juga menetapkan pendapat mana yang lebih kuat untuk diamalkan oleh warga Muhammadiyah. Selain itu, majlis tarjih dalam perkembanganya tidak hanya sekedar menjatrjih masalah-masalah khilafiyah, akan tetapi mengarah pada penyelesaian masalah-masalah baru atau kontemporer. Adapun tugas-tugas Majlis Tarjih, sebagaimana yang tertulis dalam Qa’idah Majlis Tarjih 1961 dan diperbaharuhi lewat keputusan Pimpinan Pusat Muhammdiyah No. 08/SKPP/I.A/8.c/2000, Bab II pasal 4 , adalah sebagai berikut : 1. Mempergiat pengkajian dan penelitian ajaran Islam dalam rangka pelaksanaan tajdid dan antisipasi perkembangan masyarakat. 2. Menyampaikan fatwa dan pertimbangan kepada Pimpinan Persyarikatan guna menentukan kebijaksanaan dalam menjalankan kepemimpinan serta membimbing umat , khususnya anggota dan keluarga Muhammadiyah.
3. Mendampingi dan membantu Pimpinan Persyarikatan dalam membimbing anggota melaksanakan ajaran Islam 4. Membantu Pimpinan Persyarikatan dalam mempersiapkan dan meningkatkan kualitas ulama. 5. Mengarahkan perbedaan pendapat/faham dalam bidang keagamaan ke arah yang lebih maslahat.
Sedangkan beberapa keputusan yang dihasilkan oleh majlis tarjih, anatar lain: a. Penetapan awal Ramadhan dan syawal. b. Tuntunan idul adha. Memperbanyak takbir, mandi, berhias berpakaian terbaik, makan seteah solat, tidak ada azan maupun iqomah c. Keputusan pengharaman rokok, dll.
Dari feeding maka lahirlah panti asuhan. Dari schooling maka lahirlah sekolah-sekolah. Dari healing maka lahirlah rumah sakit dan balai pengobatan
D. Amal Usaha Muhammadiyah dalam Bidang Sosial Amal usaha muhammadiyah dalam bidang social meliputi 1. Panti Asuhan Yatim 2. Panti Jompo 3. Balai Kesehatan Sosial 4. Panti Wreda/ Manula 5. Panti Cacat Netra 6. Santunan (Keluarga, Wreda/ Manula, Kematian) 7. BPKM (Balai Pendidikan dan Keterampilan Muhammadiyah) 8. Rehabilitasi Cacat 9. Sekolah Luar Biasa 10. Pondok Pesantren Selain itu amal usaha lainnya diantaranya -PKO (Penolong Kesengsaraan Oemoem) PKO merupakan amal usaha yang bergerak di bidang sosial, seperti pendirian rumah sakit, poliklinik, balai kesehatan, panti asuhan, panti jompo, serta pemberian pertolongan kepada kaum fakir miskin. Dalam amal usaha bidang kesehatan, Muhammadiyah telah dan terus mengembangkan layanan kesehatan masyarakat, sebagai bentuk kepedulian. Balai-balai pengobatan seperti rumah sakit PKU (Pembina Kesejahteraan Umat) Muhammadiyah, yang pada masa berdirinya Muhammadiyah bernama PKO (Penolong Kesengsaraan Oemat), kini mulai
meningkat baik kuantitas maupun kualitasnya. Berdasarkan buku Profil dan Direktori Amal Usaha Muhammadiyah & ‘Aisyiyah Bidang Kesehatan pada tahun 1997, sebagai berikut: 1. Rumah sakit berjumlah 34 2. Rumah bersalin berjumlah 88 3. Balai Kesehatan Ibu dan Anak berjumlah 50 4. Balai Kesehatan Masyarakat berjumlah 11 5. Balai Pengobatan berjumlah 84 6. Apotek dan KB berjumlah 4 7. Institusi Pendidikan berjumlah 54 Pada tahun 2009 diperkiran jumlah fisik balai pengobatan Muhammaiyah lebih banyak lagi seiring dengan makin berkembangnya usaha-usaha yang diselenggarakan oleh persyarikatan Muhammadiyah. Adapun Muhammadiyah sebagai organisasi yang bergerak di bidang sosial, telah mendirikan lembaga amal usaha sosial dalam bentuk panti sosial Muhammadiyah, sebagai wujud kepedulian persyarikatan Muhammadiyah dalam menghadapi permasalahan kemiskinan, pembodohan dan meningkatnya jumlah anak yatim piatu dan anak terlantar. Dalam hal ini Muhammdiyah terinspirasi dan berpijak pada QS Al-Ma’un. Panti sosial Muhammadiyah sebagai lembaga pelayanan di masyarakat, memiliki perangkat dan sistem serta mekanisme pelayanan yang diharapkan akan lebih menjamin efektifitas pelayanan. Selanjutnya dalam bidang kesejahteraan sosial ini, hingga tahun 2000 Muhammadiyah telah memiliki 228 panti asuhan yatim, 18 panti jompo, 22 balai kesehatan sosial, 161 santunan keluarga, 5 panti wreda/manula, 13 santunan wreda/manula, 1 panti cacat netra, 38 santunan kematian, serta 15 BPKM (Balai Pendidikan Dan Keterampilan Muhammadiyah). Forum Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Forpama) yang dibentuk untuk Periode 2007 s.d 2010, sejak diberikan tanggungjawab, terus melakukan berbagai macam terobosan dan langkah-langkah strategis untuk menjadikan panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah sebagai lembaga profesionalisme, prima dalam kualitas pelayanan dan memiliki keteguhan komitmen dalam pembinaan anak-anak asuh panti sosial Muhammadiyah-Aisyiyah yang berjumlah lebih dari 22.000 anak se-Indonesia dari 351 kelembagaan Panti Sosial Muhammadiyah-Aisyiyah (Direktori Forpama, 2008). Dengan demikian anak asuh Panti Sosial Muhammadiyah-‘Aisyiyah menjadi labor kader utama guna membangun sumber daya insani yang berkualitas di Persyarikatan Muhammadiyah. Sisanya di ppt