BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk itu. 1 Gejala Gejala terse tersebu butt biasa biasany nyaa diik diikut utii gang ganggu guan an fung fungsi sion onal al saat saat bang bangun un dan dan beraktivitas di siang hari. Sekitar sepertiga orang dewasa mengalami kesulitan kes ulitan memulai memulai tidur dan/atau mempertahankan mempertahankan tidur dalam setahun, setahun, dengan dengan 17% di antaranya antaranya mengakibat mengakibatkan kan gangguan gangguan kualitas kualitas hidup. hidup. 2 Sebany Sebanyak ak 95% orang orang Amerika telah melaporkan sebuah episode dari insomnia pada beberapa waktu selama selama hidup hidup mereka mereka..1 Di Indo Indone nesia sia,, pada pada tahun tahun 2010 2010 terda terdapa patt 11,7 11,7% % penduduk mengalami insomnia. Insomnia umumnya merupakan kondisi sementara atau jangka pendek. Dalam beberapa kasus, insomnia dapat menjadi kronis. Hal ini sering disebut sebagai gangguan penyesuaian tidur karena paling sering terjadi dalam konteks situasional stres akut, seperti pekerjaan baru atau menjelang ujian. Insomnia ini biasanya hilang ketika stressor hilang atau individu telah beradaptasi dengan stressor. Namun, Namun, insomnia insomnia sementara sementara sering berulang ketika tegangan baru atau serupa muncul dalam kehidupan pasien. 3 Inso Insomn mnia ia jangk jangkaa pend pendek ek berla berlang ngsu sung ng selam selamaa 1-6 1-6 bula bulan. n. Hal Hal ini ini biasanya berhubungan dengan faktor-faktor stres yang persisten, dapat situa situasi sion onal al (sepe (sepert rtii kema kematia tian n atau atau peny penyaki akit) t) atau atau ling lingku kung ngan an (sepe (sepert rtii kebisingan). Insomnia kronis adalah setiap insomnia yang berlangsung lebih dari dari 6 bulan. bulan. Hal ini dapat dikait dikaitkan kan dengan dengan berbagai berbagai kondis kondisii medis medis dan psikiatri biasanya pada pasien dengan predisposisi yang mendasari untuk insomnia.3 Meski Meskipu pun n kuran kurang g tidu tidur, r, bany banyak ak pasie pasien n deng dengan an inso insomn mnia ia tida tidak k mengeluh mengantuk di siang hari. Namun, mereka mengeluhkan rasa lelah dan letih, dengan konsentrasi yang buruk. Hal ini mungkin berkaitan dengan keadaan keadaan fisiologis hyperarous hyperarousal. al. Bahkan, Bahkan, meskipun tidak mendapatkan mendapatkan tidur tidur
cukup, pasien dengan insomnia seringkali mengalami kesulitan tidur bahkan untuk tidur siang. Insomnia Insomnia kronis kronis juga memiliki banyak banyak konsekuensi konsekuensi kesehatan seperti berkurangnya
kualitas hidup, sebanding dengan yang dialami oleh pasien
dengan kondisi seperti diabetes, arthritis, dan penyakit jantung. Kualitas hidup mening meningkat kat dengan dengan pengob pengobatan atan tetapi tetapi masih masih tidak tidak mencap mencapai ai tingka tingkatt yang yang terlihat pada populasi umum. Selain itu, insomnia kronis dikaitkan dengan terganggunya kinerja pekerjaan dan sosial. Insomnia merupakan salah satu faktor risiko depresi dan gejala dari sejumlah sejumlah gangguan gangguan medis, medis, psikiatris, psikiatris, dan tidur. tidur. Bahkan, Bahkan, insomnia insomnia tampakny tampaknyaa menj menjad adii
pred predik iksi si
seju sejuml mlah ah
gang ganggu guan an,,
term termas asuk uk
depr depres esi, i,
kece kecem masan asan,,
ketergantungan alkohol, ketergantungan obat, dan bunuh diri. Inso Insomn mnia ia serin sering g menet menetap ap mesk meskip ipun un telah telah dila dilaku kuka kan n peng pengob obat atan an kond kondisi isi medis medis atau atau kejiw kejiwaa aan n yang yang mend mendasa asari, ri, bahk bahkan an inso insomn mnia ia dapa dapatt meningkatkan resiko kekambuhan penyakit primernya. Dalam hal ini, dokter perlu memahami bahwa insomnia adalah suatu kondisi tersendiri yang membutuhk membutuhkan an pengakuan pengakuan dan pengobatan pengobatan untuk mencegah mencegah morbiditas morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi pasien mereka. 3,4
1.2
Tujjuan Tu uan dan dan Manfa anfaat at
1) Tujuan Untuk mengetahui lebih dalam tentang insomnia.
2) Manfaat Manfaat dari pembuatan referat ini adalah untuk membantu memahami pola gangguan tidur insomnia dan sebagai proses proses belajar bagi penulis.
BAB II ISI
2.1. Fisiologi Tidur
Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama yang seiring dengan rotasi bola dunia disebut sebagai irama sirkadian1,4. Tidur tidak dapat diartikan sebagai meanifestasi proses deaktivasi sistem Saraf Pusat. Saat tidur, susunan saraf pusat masih bekerja dimana neuronneuron di substansia retikularis ventral batang otak melakukan sinkronisasi. Bagian susunan saraf pusat yang mengadakan kegiatan sinkronisasi terletak pada substansia ventrikulo retikularis batang otak yang disebut sebagai pusat tidur ( sleep center ) . Bagian susunan saraf pusat yang menghilangkan sinkronisasi/desinkronisasi terdapat pada bagian rostral batang otak disebut sebagai pusat penggugah (arousal center ).
Tidur dibagi menjadi 2 tipe yaitu: 1. Tipe Rapid Eye Movement (REM) 2. Tipe Non Rapid Eye Movement (NREM) Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 stadium, lalu diikuti oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara bergantian antara 4-6 kali siklus semalam. Tidur NREM yang meliputi 75% dari keseluruhan waktu tidur, dibagi dalam empat stadium, antara lain: •
Stadium 1, berlangsung selama 5% dari keseluruhan waktu tidur. Stadium ini dianggap stadium tidur paling ringan. EEG menggambarkan gambaran kumparan tidur yang khas, bervoltase rendah, dengan frekuensi 3 sampai 7 siklus perdetik, yang disebut gelombang teta.
•
Stadium 2, berlangsung paling lama, yaitu 45% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang yang berbentuk pilin ( spindle shaped ) yang sering dengan frekuensi 12 sampai 14 siklus perdetik, lambat, dan trifasik yang dikenal sebagai kompleks K. Pada stadium ini, orang dapat dibangunkan dengan mudah.
•
Stadium 3, berlangsung 12% dari keseluruhan waktu tidur. EEG menggambarkan gelombang bervoltase tinggi dengan frekuensi 0,5 hingga 2,5 siklus perdetik, yaitu gelombang delta. Orang tidur dengan sangat nyenyak, sehingga sukar dibangunkan.
•
Stadium 4, berlangsung 13% dari keseluruhan waktu tidur. Gambaran EEG hampir sama dengan stadium 3 dengan perbedaan kuantitatif pada jumlah gelombang delta. Stadium 3 dan 4 juga dikenal dengan nama tidur dalam, atau delta sleep, atau Slow Wave Sleep (SWS)
Sedangkan tidur REM meliputi 25% dari keseluruhan waktu tidur. Tidak dibagi-bagi dalam stadium seperti dalm tidur NREM. 1,4
Pola siklus tidur dan bangun adalah bangun sepanjang hari saat cahaya terang dan tidur sepanjang malam saat gelap. Jadi faktor kunci adalah adanya perubahan gelap dan terang. Stimulasi cahaya terang akan masuk melalui mata dan mempengaruhi suatu bagian di hipotalamus yang disebut nucleus supra chiasmatic (NSC). NSC akan mengeluarkan neurotransmiter yang mempengaruhi pengeluaran berbagai hormon pengatur temperatur badan, kortisol, growth hormone, dan lain-lain yang memegang peranan untuk bangun tidur. NSC bekerja seperti jam, meregulasi segala kegiatan bangun tidur. Jika pagi hari cahaya terang masuk, NSC segera mengeluarkan hormon yang menstimulasi peningkatan temperatur badan, kortisol dan GH sehingga orang terbangun. Jila malam tiba, NSC merangsang pengeluaran hormon melatonin sehingga orang mengantuk dan tidur. Melatonin adalah hormon yang diproduksi oleh glandula pineal. Saat hari mulai gelap, melatonin dikeluarkan dalam darah dan
akan
mempengaruhi terjadinya relaksasi serta penurunan temperatur badan dan kortisol. Kadar melatonin dalam darah mulai meningkat pada jam 9 malam, terus meningkat sepanjang malam dan menghilang pada jam 9 pagi. 5
Perubahan tidur akibat proses menua
Orang usia lanjut membutuhkan waktu lebih lama untuk masuk tidur ( berbaring lama di tempat tidur sebelum tidur) dan mempunyai lebih sedikit/lebih pendek waktu tidur nyenyaknya. Pada penelitian di laboratorium tidur, orang usia lanjut mengalami waktu tidur yang dalam lebih pendek, sedangkan tidur stadium 1 dan 2 lebih lama. Hasil uji dengan alat polysomnographic didapatkan penurunan yang bermakna dalam slow wave sleep dan rapid eye movement (REM). Orang usia lanjut juga lebih sering terbangun di tengah malam akibat perubahan fisik karena usia dan penyakit yang dideritanya sehingga kualitas tidur secara nyata menurun. Pada usia lanjut juga terjadi perubahan pada irama sirkadian tidur normal yaitu menjadi kurang sensitif dengan perubahan gelap dan terang. Dalam irama sirkadian yang normal terdapat peranan pengeluaran hormon dan perubahan temperatur badan selama siklus 24 jam. Ekskresi kortisol dan GH meningkat pada siang hari dan temperatur badan menurun di waktu malam. Pada usia lanjut, ekskresi kortisol dan GH serta perubahan temperatur tubuh berfluktuasi dan kurang menonjol. Melatonin menurun dengan meningkatnya umur. Penelitian lain menunjukkan kualitas tidur usia lanjut yang sehat, juga tergantung pada bagaimana aktivitasnya pada siang hari. Bila siang hari sibuk dan aktif sepanjang hari, pada malam hari tidak ada gangguan dalam tidurnya, sebaliknya bila siang hari tidak ada kegiatan dan cenderung tidak aktif, malamnya akan sulit tidur. 5
Hypnograms memerlihatkan perbedaan karakter tidur pada orang muda dan orang tua. Dibandingkan dengan orang muda, Orang tua cenderung memiliki onset tidur yang lama, tidur yang terfragmentasi, bangun terlalu dini di pagi hari dan menurunnya tidur tahap 3 dan 4. 5
2.2 Definisi Insomnia
Menurut DSM-IV, Insomnia didefinisikan sebagai keluhan dalam hal kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur atau tidur non-restoratif yang berlangsung setidaknya satu bulan dan menyebabkan gangguan signifikan atau gangguan dalam fungsi individu.
The International
Classification of Diseases mendefinisikan Insomnia sebagai kesulitan memulai atau mempertahankan tidur yang terjadi minimal 3 malam/minggu selama minimal satu bulan. Menurut The International Classification of Sleep
Disorders, insomnia adalah kesulitan tidur yang terjadi hampir setiap malam, disertai rasa tidak nyaman setelah episode tidur tersebut. Jadi, Insomnia adalah gejala kelainan dalam tidur berupa kesulitan berulang untuk tidur atau mempertahankan tidur walaupun ada kesempatan untuk melakukannya. Insomnia bukan suatu penyakit, tetapi merupakan suatu gejala yang memiliki berbagai penyebab, seperti kelainan emosional, kelainan fisik dan pemakaian obat-obatan. Insomnia dapat mempengaruhi tidak hanya tingkat energi dan suasana hati tetapi juga kesehatan, kinerja dan kualitas hidup.
2.3 Klasifikasi Insomnia
Insomnia Primer Insomnia primer ini mempunyai faktor penyebab yang jelas. insomnia atau susah tidur ini dapat mempengaruhi sekitar 3 dari 10 orang yang menderita insomnia. Pola tidur, kebiasaan sebelum tidur dan lingkungan tempat tidur seringkali menjadi penyebab dari jenis insomnia primer ini.
Insomnia Sekunder Insomnia sekunder biasanya terjadi akibat efek dari hal lain, misalnya kondisi medis. Masalah psikologi seperti perasaan bersedih, depresi dan dementia dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini pada 5 dari 10 orang. Selain itu masalah fisik seperti penyakit arthritis, diabetes dan rasa nyeri juga dapat menyebabkan terjadinya insomnia sekunder ini dan biasanya mempengaruhi 1 dari 10 orang yang menderita insomnia atau susah tidur. Insomnia sekunder juga dapat disebabkan oleh efek samping dari obat-obatan yang diminum untuk suatu penyakit
tertentu,
penggunaan
obat-obatan
yang
terlarang
ataupun
penyalahgunaan alkohol. Faktor ini dapat mempengaruhi 1-2 dari 10 orang yang menderita insomnia.
Secara internasional
insomnia masuk dalam
3 sistem diagnostik yaitu
International code of diagnosis (ICD) 10, Diagnostic and Statistical Manual of
Mental Disorders (DSM) IV dan International Classification of Sleep Disorders (ISD).
Dalam ICD 10, insomnia dibagi menjadi 2 yaitu: •
•
Organik Non organik -
Dyssomnias (gangguan pada lama, kualitas dan waktu tidur)
-
Parasomnias (ada episode abnormal yang muncul selama tidur seperti mimpu buruk, berjalan sambil tidur, dll)
Dalam ICD 10 tidak dibedakan antara insomnia primer atau sekunder. Insomnia disini adalah insomnia kronik yang sudah diderita paling sedikit 1 bulan dan sudah menyebabkan gangguan fungsi dan sosial.
Dalam DSM IV, gangguan tidur (insomnia) dibagi menjadi 4 tipe yaitu: 1. Gangguan tidur yang berkorelasi dengan gangguan mental lain 2. Gangguan tidur yang disebabkan oleh kondisi medis umum 3. Gangguan tidur yang diinduksi oleh bahan-bahan atau keadaan tertentu 4. Gangguan tidur primer (gangguan tidur tidak berhubungan sama sekali dengan kondisi mental, penyakit, ataupun obat-obatan.) Gangguan ini menetap dan diderita minimal 1 bulan. Berdasarkan International Classification of Sleep Disordes yang direvisi, insomnia diklasifikasikan menjadi: a. Acute insomnia b. Psychophysiologic insomnia c. Paradoxical insomnia (sleep-state misperception) d. Idiopathic insomnia e. Insomnia due to mental disorder f. Inadequate sleep hygiene g. Behavioral insomnia of childhood
h. Insomnia due to drug or substance i. Insomnia due to medical condition j. Insomnia not due to substance or known physiologic condition, unspecified (nonorganic) k. Physiologic insomnia, unspecified (organic)
10
2.4. Etiologi Insomnia
•
Stres. Kekhawatiran tentang pekerjaan, kesehatan sekolah, atau keluarga dapat membuat pikiran menjadi aktif di malam hari, sehingga sulit untuk tidur. Peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti kematian atau penyakit dari orang yang dicintai, perceraian atau kehilangan pekerjaan, dapat menyebabkan insomnia.
•
Kecemasan dan depresi. Hal ini mungkin disebabkan ketidakseimbangan kimia dalam otak atau karena kekhawatiran yang menyertai depresi.
•
Obat-obatan. Beberapa resep obat dapat mempengaruhi proses tidur, termasuk beberapa antidepresan, obat jantung dan tekanan darah, obat alergi, stimulan (seperti Ritalin) dan kortikosteroid.
•
Kafein, nikotin dan alkohol. Kopi, teh, cola dan minuman yang mengandung kafein adalah stimulan yang terkenal. Nikotin merupakan stimulan yang dapat menyebabkan insomnia. Alkohol adalah obat penenang yang dapat membantu seseorang jatuh tertidur, tetapi mencegah tahap lebih dalam tidur dan sering menyebabkan terbangun di tengah malam.
•
Kondisi Medis. Jika seseorang memiliki gejala nyeri kronis, kesulitan bernapas dan sering buang air kecil, kemungkinan mereka untuk mengalami insomnia lebih besar dibandingkan mereka yang tanpa gejala tersebut. Kondisi ini dikaitkan dengan insomnia akibat artritis, kanker, gagal jantung, penyakit paru-paru, gastroesophageal reflux disease (GERD), stroke, penyakit Parkinson dan penyakit Alzheimer.
•
Perubahan lingkungan atau jadwal kerja. Kelelahan akibat perjalanan jauh atau pergeseran waktu kerja dapat menyebabkan terganggunya irama sirkadian tubuh, sehingga sulit untuk tidur. Ritme sirkadian bertindak sebagai jam internal, mengatur siklus tidur-bangun, metabolisme, dan suhu tubuh.
•
'Belajar' insomnia. Hal ini dapat terjadi ketika Anda khawatir berlebihan tentang tidak bisa tidur dengan baik dan berusaha terlalu keras untuk jatuh tertidur. Kebanyakan orang dengan kondisi ini tidur lebih baik ketika mereka berada jauh dari lingkungan tidur yang biasa atau ketika mereka tidak mencoba untuk tidur, seperti ketika mereka menonton TV atau membaca. 3,10
2.5 Faktor Resiko Insomnia
Hampir setiap orang memiliki kesulitan untuk tidur pada malam hari tetapi resiko insomnia meningkat jika terjadi pada: •
Wanita. Perempuan lebih mungkin mengalami insomnia. Perubahan hormon selama siklus menstruasi dan menopause mungkin memainkan peran. Selama menopause, sering berkeringat pada malam hari dan hot flashes sering mengganggu tidur.
•
Usia lebih dari 60 tahun. Karena terjadi perubahan dalam pola tidur, insomnia meningkat sejalan dengan usia.
•
Memiliki gangguan kesehatan mental. Banyak gangguan, termasuk depresi, kecemasan, gangguan bipolar dan post-traumatic stress disorder, mengganggu tidur.
•
Stres. Stres dapat menyebabkan insomnia sementara, stress jangka panjang seperti kematian orang yang dikasihi atau perceraian, dapat menyebabkan insomnia kronis. Menjadi miskin atau pengangguran juga meningkatkan risiko terjadinya insomnia.
•
Perjalanan jauh (Jet lag) dan Perubahan jadwal kerja. Bekerja di malam hari sering meningkatkan resiko insomnia. 1,4
2.6 Tanda dan Gejala Insomnia •
Kesulitan untuk memulai tidur pada malam hari
•
Sering terbangun pada malam hari
•
Bangun tidur terlalu awal
•
Kelelahan atau mengantuk pada siang hari
•
Iritabilitas, depresi atau kecemasan
•
Konsentrasi dan perhatian berkurang
•
Peningkatan kesalahan dan kecelakaan
•
Ketegangan dan sakit kepala
•
Gejala gastrointestinal 1,3,7
2.7 Diagnosis
Untuk mendiagnosis insomnia, dilakukan penilaian terhadap: •
Pola tidur penderita.
•
Pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang.
•
Tingkatan stres psikis.
•
Riwayat medis.
•
Aktivitas fisik
•
Diagnosis berdasarkan kebutuhan tidur secara individual.
Sebagai tambahannya, dokter akan melengkapi kuisioner untuk menentukan pola tidur dan tingkat kebutuhan tidur selama 1 hari. Jika tidak dilakukan pengisian kuisioner, untuk mencapai tujuan yang sama Anda bisa mencatat waktu tidur Anda selama 2 minggu. Pemeriksaan
fisik
akan
dilakukan
untuk
menemukan
adanya
suatu
permasalahan yang bisa menyebabkan insomnia. Ada kalanya pemeriksaan darah juga dilakukan untuk menemukan masalah pada tyroid atau pada hal lain yang bisa menyebabkan insomnia. Jika penyebab dari insomnia tidak ditemukan, akan dilakukan pemantauan dan pencatatan selama tidur yang mencangkup gelombang otak, pernapasan, nadi, gerakan mata, dan gerakan tubuh. 6
Kriteria Diagnostik Insomnia Non-Organik berdasarkan PPDGJ 7
•
Hal tersebut di bawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti: a. Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur, atau kualitas tidur yang buruk b. Gangguan minimal terjadi 3 kali dalam seminggu selama minimal 1 bulan c. Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari d. Ketidakpuasan terhadap kuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan
•
Adanya
gangguan
jiwa
lain
seperti
depresi
dan
anxietas
tidak
menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. •
Kriteria “lama tidur” (kuantitas) tidak diguankan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual. Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada “transient insomnia”) tidak didiagnosis di sini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau gangguan penyesuaian (F43.2)
2.8 Tatalaksana 1. Non Farmakoterapi
a. Terapi Tingkah Laku Terapi tingkah laku bertujuan untuk mengatur pola tidur yang baru dan mengajarkan cara untuk menyamankan suasana tidur. Terapi tingkah laku ini umumnya direkomendasikan sebagai terapi tahap pertama untuk penderita insomnia. Terapi tingkah laku meliputi - Edukasi tentang kebiasaan tidur yang baik. - Teknik Relaksasi.
Meliputi merelaksasikan otot secara progresif, membuat biofeedback, dan latihan pernapasan. Cara ini dapat membantu mengurangi kecemasan saat tidur. Strategi ini dapat membantu Anda mengontrol pernapasan, nadi, tonus otot, dan mood. - Terapi kognitif. Meliputi merubah pola pikir dari kekhawatiran tidak tidur dengan pemikiran yang positif. Terapi kognitif dapat dilakukan pada konseling tatap muka atau dalam grup. - Restriksi Tidur. Terapi ini dimaksudkan untuk mengurangi waktu yang dihabiskan di tempat tidur yang dapat membuat lelah pada malam berikutnya. 3,6 - Kontrol stimulus Terapi ini dimaksudkan untuk membatasi waktu yang dihabiskan untuk beraktivitas. Instruksi dalam terapi stimulus-kontrol:8 1. Gunakan tempat tidur hanya untuk tidur, tidak untuk membaca, menonton televisi, makan atau bekerja. 2. Pergi ke tempat tidur hanya bila sudah mengantuk. Bila dalam waktu 20 menit di tempat tidur seseorang tidak juga bisa tidur, tinggalkan tempat tidur dan pergi ke ruangan lain dan melakukan halhal yang membuat santai. Hindari menonton televisi. Bila sudah merasa mengantuk kembali ke tempat tidur, namun bila alam 20 menit di tempat tidur tidak juga dapat tidur, kembali lakukan hal yang membuat santai, dapat berulang dilakukan sampat seseorang dapat tidur. 3. Bangun di pagi hari pada jam yang sama tanpa mengindahkan berapa lama tidur pada malam sebelumnya. Hal ini dapat memperbaiki jadwal tidur-bangun (kontrol waktu). 4. Tidur siang harus dihindari.
b. Gaya hidup dan pengobatan di rumah
Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi insomnia : •
Mengatur jadwal tidur yang konsisten termasuk pada hari libur
•
Tidak berada di tempat tidur ketika tidak tidur.
•
Tidak memaksakan diri untuk tidur jika tidak bisa.
•
Hanya menggunakan tempat tidur hanya untuk tidur.
•
Relaksasi sebelum tidur, seperti mandi air hangat, membaca, latihan pernapasan atau beribadah
•
Menghindari atau membatasi tidur siang karena akan menyulitkan tidur pada malam hari.
•
Menyiapkan suasana nyaman pada kamar untuk tidur, seperti menghindari kebisingan
•
Olahraga dan tetap aktif, seperti olahraga selama 20 hingga 30 menit setiap hari sekitar lima hingga enam jam sebelum tidur.
•
Menghindari kafein, alkohol, dan nikotin
•
Menghindari makan besar sebelum tidur
•
Cek kesehatan secara rutin
•
Jika terdapat nyeri dapat digunakan analgesik 1,2,3,6
2. Farmakologi Pengobatan insomnia secara farmakologi dibagi menjadi dua golongan yaitu benzodiazepine dan non-benzodiazepine. a. Benzodiazepine (Nitrazepam,Trizolam, dan Estazolam) b. Non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital)
Pemilihan obat, ditinjau dari sifat gangguan tidur :
-
Initial Insomnia (sulit masuk ke dalam proses tidur) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep inducing anti-insomnia” yaitu golongan benzodiazepine (Short Acting) Misalnya pada gangguan anxietas
-
Delayed Insomnia (proses tidur terlalu cepat berakhir dan sulit masuk kembali ke proses tidur selanjutnya) Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Prolong latent phase AntiInsomnia”, yaitu golongan heterosiklik antidepresan (Trisiklik dan Tetrasiklik) Misalnya pada gangguan depresi
-
Broken Insomnia (siklus proses tidur yang normal tidak utuh dan terpecah-pecah menjadi beberapa bagian (multiple awakening). Obat yang dibutuhkan adalah bersifat “Sleep Maintining AntiInsomnia”,
yaitu
golongan
phenobarbital
atau
golongan
benzodiazepine (Long acting). Misalnya pada gangguan stres psikososial.
Pengaturan Dosis
-
Pemberian tunggal dosis anjuran 15 sampai 30 menit sebelum pergi tidur.
-
Dosis awal dapat dinaikkan sampai mencapai dosis efektif dan dipertahankan sampai 1-2 minggu, kemudian secepatnya tapering off (untuk mencegah timbulnya rebound dan toleransi obat)
-
Pada usia lanjut, dosis harus lebih kecil dan peningkatan dosis lebih perlahan-lahan, untuk menghindari oversedation dan intoksikasi
-
Ada laporan yang menggunakan antidepresan sedatif dosis kecil 2-3 kali seminggu (tidak setiap hari) untuk mengatasi insomnia pada usia lanjut
Lama Pemberian
-
Pemakaian obat antiinsomnia sebaiknya sekitar 1-2 minggu saja, tidak lebih dari 2 minggu, agar resiko ketergantungan kecil. Penggunaan lebih dari 2 minggu dapat menimbulkan perubahan “Sleep EEG” yang menetap sekitar 6 bulan lamanya.
-
Kesulitan pemberhetian obat seringkali oleh karena “Psychological Dependence”
(habiatuasi) sebagai akibat rasa nyaman setelah
gangguan tidur dapat ditanggulangi.
Efek Samping Supresi SSP (susunan saraf pusat) pada saat tidur
Efek samping dapat terjadi sehubungan dengan farmakokinetik obat antiinsomnia (waktu paruh) :
-
Waktu paruh singkat, seperti Triazolam (sekitar 4 jam)
gejala
rebound lebih berat pada pagi harinya dan dapat sampai menjadi panik
-
Waktu paruh sedang, seperti Estazolam
gejala rebound lebih ringan
-
Waktu paruh panjang, seperti Nitrazepam
menimbulkan gejala
“hang over” pada pagi harinya dan juga “intensifying daytime sleepiness”
Penggunaan lama obat anti-insomnia golongan benzodiazepine dapat terjadi “disinhibiting effect” yang menyebabkan “rage reaction”
Interaksi obat
-
Obat anti-insomnia + CNS Depressants (alkohol dll) menimbulkan potensiasi efek supresi SSP yang dapat menyebabkan “oversedation and respiratory failure”
-
Obat golongan benzodiazepine tidak menginduksi hepatic microsomal enzyme atau “produce protein binding displacement” sehingga jarang menimbulkan interaksi obat atau dengan kondisi medik tertentu.
-
Overdosis jarang menimbulkan kematian, tetapi bila disertai alkohol atau “CNS Depressant” lain, resiko kematian akan meningkat.
Perhatian Khusus
-
-
Kontraindikasi : o
Sleep apneu syndrome
o
Congestive Heart Failure
o
Chronic Respiratory Disease
Penggunaan Benzodiazepine pada wanita hamil mempunyai risiko menimbulkan “teratogenic effect” (e.g.cleft-palate abnormalities) khususnya pada trimester pertama. Juga benzodiazepine dieksresikan melalui ASI, berefek pada bayi (penekanan fungsi SSP) 1,3,9
2.9 Komplikasi
Tidur sama pentingnya dengan makanan yang sehat dan olahraga yang teratur. Insomnia dapat mengganggu kesehatan mental dan fisik.
Komplikasi insomnia meliputi •
Gangguan dalam pekerjaan atau di sekolah.
•
Saat berkendara, reaksi reflex akan lebih lambat. Sehingga meningkatkan reaksi kecelakaan.
•
Masalah kejiwaan, seperti kecemasan atau depresi
•
Kelebihan berat badan atau kegemukan
•
Daya tahan tubuh yang rendah
•
Meningkatkan resiko dan keparahan penyakit jangka panjang, contohnya tekanan darah yang tinggi, sakit jantung, dan diabetes.
2.10 Prognosis
Prognosis umumnya baik dengan terapi yang adekuat dan juga terapi pada gangguan lain spt depresi dll. Lebih buruk jika gangguan ini disertai skizophrenia.
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Insomnia merupalan kesulitan untuk masuk tidur, kesulitan dalam mempertahankan tidur, atau tidak cukup tidur. Insomnia merupakan gangguan fisiologis yang cukup serius, dimana apabila tidak ditangani dengan baik dapat mempengaruhi kinerja dan kehidupan sehari-hari. Insomnia dapat disebabkan oleh berbagai faktor seperti stres, kecemasan berlebihan, pengaruh makanan dan obat-obatan, perubahan lingkungan, dan kondisi medis. Insomnia didiagnosis dengan melakukan penilaian terhadap pola tidur penderita, pemakaian obat-obatan, alkohol, atau obat terlarang, tingkatan stres psikis, riwayat medis, aktivitas fisik, dan kebutuhan tidur secara individual. Insomnia
dapat
ditatalaksana
dengan cara farmakologi
dan
non
farmakologi, bergantung pada jenis dan penyebab insomnia. Obat-obatan yang biasanya
digunakan
untuk
mengatasi
insomnia
dapat
berupa
golongan
benzodiazepin (Nitrazepam, Trizolam, dan Estazolam), dan non benzodiazepine (Chloral-hydrate, Phenobarbital). Tatalaksana insomnia secara non farmakologis dapat berupa terapi tingkah laku dan pengaturan gaya hidup dan pengobatan di rumah seperti mengatur jadwal tidur.
3.2. Saran
Karena kurangnya data mengenai epidemiologi insomnia di Indonesia, maka diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai gambaran insomnia di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kaplan, H.I, Sadock BJ. 2010. Kaplan dan Sadock Sinopsis Psikiatri. Ed: Wiguna, I Made. Tangerang: Bina Rupa Aksara Publisher 2. American Academy of Sleep Medicine. ICSD2 - International Classification of Sleep Disorders. American Academy of Sleep Medicine Diagnostic and Coding Manual . Diagnostik dan Coding Manual. 2nd. 2. Westchester, Ill: American Academy of Sleep Medicine; 2005:1-32. 3. Zeidler, M.R. 2011. Insomnia. Editor: Selim R Benbadis. ( http://emedicine.medscape.com/article/1187829-overview Diakses 8 Jan 2013 ) 4. Tomb, David A. 2004. Buku Saku Psikiatri Ed 6 . Jakarta: EGC 5. Sudoyo. 2007. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 6. Insomnia. (http://www.mayoclinic.com/health/insomnia/DS00187/DSECTION=alter native-medicine Diakses tanggal 8 Jan 2013) 7. Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III . Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 8. Hazzard. 2009. Hazzard’s Geriatric Medicine and Gerontology 6th ed . New York: McGraw-Hill. 9. Maslim, Rusdi. 2001. Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik . Jakarta: Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya. 10. Gelder, Michael G, etc. 2003. New Oxford Textbook of Psychiatry. London: Oxford University Press