9
Bulk density : 1,79 g/cm3 Carrier : Alumina Silikat dengan ratio
Produk Utama Paraxylene
Fasa : cair Kenampakan : jernih Kemurnian : min 99,5 %wt Impuritas - m-xylene : max 0,30 % wt - o-xylene : max 0,15 % wt - toluene : max 0,05 % wt
Produk Samping Benzene
Fasa : Cair Kenampakan : jernih kekuningan Kemurnian : min 98,0 % wt Impuritas - Toluene : max 2,0 % wt
Tabel 2.1 Data Fisik C8 Aromatis
Universitas Indonesia
10
Tabel 2.2 Thermodinamika C8 Aromatis
Proses pembuatan p-xylene melalui reaksi disproporsionasi toluene dengan katalis ZSM-5 pada prinsipnya adalah pemindahan gugus metyl dari suatu molekul toluene ke molekul toluene lainnya. Dengan jalan 2 mol toluene masuk berdifusi ke dalam permukaan katalis melalui pori-porinya, difusi dapat berjalan dengan cepat. Senyawa toluene yang kehilangan gugus metilnya akan menjadi benzene dan senyawa toluene yang lain akan menerima gugus metylnya membentuk mixed xylenes (orto, meta dan para-xylene). Orto dan metaxylene yang terbentuk kemudian akan berisomerisasi dengan cepat dalam pori-pori katalis ZSM-5 membentuk p-xylene. Benzene yang terbentuk dari reaksi disproporsionasi toluene dapat dengan cepat meninggalkan permukaan katalis, kemudian diikuti dengan paraxylene yang terbentuk sedangkan o-xylene dan mxylene lebih lama waktu tinggalnya dalam katalis (difusivitasnya lebih rendah daripada difusivitas p-xylene) dan lebih jauh akan mengalami reaksi isomerisasi menjadi p-xylene sebelum keduanya meninggalkan permukaan katalis dengan gerakan difusi yang lambat. Jadi dalam reaksi dengan proses disproposionasi toluene ini, 2 mol toluene akan pecah menjadi 1 mol benzene da n 1 mol xylene.
Universitas Indonesia
11
2.5. Produsen Xylene
Di Indonesia, jenis xylene yang diproduksi adalah paraxylene dan orthoxylene. Industri yang memproduksinya adalah PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap dan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPP I). 1. PT Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap
Gambar 2.6. . Skema Produk Pertamina
(Sumber: http://www.cmtevents.com/eventdatas/070523/pdf/Pertamina.pdf )
Pada perusahan ini hanya memproduksi jenis paraxylene saja. Paraxylene diproduksi di kilang Paraxylene. Kilang ini dibangun pada tahun 1988
dan
sebagai
kontraktor
pelaksananya
adalah Japan
Gasoline
Coorporation (JGC). Kilang ini mulai beroperasi pada 20 Desember 1990 dengan mengolah naptha 590.000 ton/tahun menjadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya yaitu LPG, raffinate, heavy aromate dan fuel oil/excess. Tabel 2.3. Kapasitas Terapasang Kilang Paraxylene
Unit Proses
Kapasitas (ton/hari)
Naphta Hydrotreater
1.791
CCR Platformer
1.791
Sulfolane
1.100
Tatoray
1.730
Xylene Fractionator
4.985
Universitas Indonesia
12
Parex
4.440
Isomar
3.590
Untuk paraxylene sendiri berada pada xylene Fractionator dengan kapasitas produksi sebesar 270.000 ton/tahun. Produk paraxylene sebagian untuk memenuhi kebutuhsn ke pusat aromat di Plaju sebagai bahan baku Purified Terepthalic Acid (PTA) dan sebagian lagi diekspor. Langkah-Langkah Proses Pembuatan xylene di Pertamina a. Proses Persiapan Umpan Dimaksudkan untuk: 1.) Mencampurkan umpan yang berupa toluene dan trimethyl benzene dengan perbandingan 1:1 dalam alat Feed Surge Drum (86-V-201) 2.) Menguapkan campuran toluene dan trimethyl benzene dalam alat Combined Feed Exchanger (86-E-201) 3.) Memanaskan uap campuran toluene dan trimethyl benzene sampai mencapai suhu reaksi (482 oC) dalam alat Charge Heater (86-F-201) Umpan masuk ke dalam Feed surge drum, alat ini berfungsi sebagai tempat pencampuran umpan untuk unit tatoray. Tekanan surge
drum diatur oleh “push pull” control system. Pada tekanan rend ah, gas dari stripper accumulator akan masuk. Pada tekanan tinggi,gas keluar ke flare. Campuran umpan ini kemudian dipompa dan diatur jumlah alirannya oleh flow control masuk ke combined feed exchanger (86-E-201) bersama campuran recycle gas dan make up hydrogen pada sisi tube nya. Combined feed akan diuapkan oleh effluent reactor. Temperatur o
combined feed sebesar 438 C pada outlet combined feed exchanger diatur oleh (86-TIC-215) dengan jalan mengatur jumlah aliran feed yang lewat by pass exchanger. Temperatur combined feed akan dinaikkan oleh charge o
heater (86-F-201) sampai mencapai suhu reaksi yaitu 482 C. b. Proses Pembentukan Produk Dimaksudkan untuk mereaksikan toluene dan trimethyl benzene hingga dihasilkan xylene dan benzene sebanyak mungkin dengan proses transalkylasi dalam reaktor (86-R-201). Combined feed dari heater masuk
Universitas Indonesia
13
ke reaktor (86-R-201) pada suhu 482 oC dan tekanan 34,12 Kg/Cm 2.G.
Reaktor ini merupakan fixed catalyst bed reactor dengan type “Down Flow”. Reaktor dioperasikan pada tekanan 31 -32 Kg/Cm2 dan temperatur 482 oC. Di dalam reaktor ini, dalam bentuk sederhananya, toluene dan campuran C9 aromat (tri methyl benzene) akan dikonversi menjadi C 6, C 8, dan C10 aromat dengan mendasarkan pada reaksi trans alkylasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut
CH3 (CH3)3
H2
+ (g)
(CH3)2 2
Katalis
(g)
(g)
atau
CH3 (CH3)3 + (g)
(g)
H2
+
Katalis
Heavier Aromatic
(g)
(g)
c. Proses Pemisahan Produk Dimaksudkan untuk: Memisahkan benzene (pure benzene) dari toluene dan aromatik berat (heavier aromatic) lainnya dalam alat Tatoray Benzene Column (86-C-202). C8 + dari reaktor pada proses pembentukan produk dikirim ke unit xylene fractionation. Disini akan dipisahkan menjadi fraksi C8, C 9, dan C10 + . C9 dialirkan ke surge drum unit Tatoray bersama Overhead kolom toluene. Hasil yang didapatkan memiliki karateristik sebagai berikut Tabel 2.4. Spesifikasi Paraxylene
Spesifikasi
Keterangan
Wujud
Cair
Kenampakan
Jernih dan terang tanpa sedimen
Bau
Berbau khas aromatik
Purity
99,65% berat
Bromine index
200 (max)
Universitas Indonesia
14
Kilang Paraxylene Cilacap Berdasarkan pertimbangan adanya bahan baku naphtha dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga dan utilities maka pada tahun 1988 dibangunlah Kilang Paraxylene Cilacap (KPC) guna memenuhi kebutuhan bahan baku Pusat Aromatik di Plaju, sekaligus sebagai usaha meningkatkan nilai tambah produk kilang BBM. Kilang paraxylene dibangun pada tahun 1988 dan sebagai kontraktornya ialah Japan Gasoline Corporation (JGC). Kilang mulai beroperasi, setelah diresmikan oleh presiden RI tanggal 20 Desember 1990. Kilang ini dibangun berdasarkan adanya pertimbangan bahan baku naphtha dan sarana pendukung seperti tangki, dermaga dan utilitas. Pertamina RU IV Cilacap semakin penting dengan adanya kilang paraxylene, karena dengan mengolah 590.000 ton/tahun naphta menkadi produk utama paraxylene, benzene, dan produk samping lainnya. Jenis produk kilang paraxylene; paraxylene, benzene, LPG, raffinate, heavy aromate dan fuel gas/excess. Produksi kilang paraxylene Cilacap selain untuk memnuhi kebutuhan pusat aromatik dari RU III Plaju dan sebagian lagi diekspor. Sedangkan produk benzene keseluruhannya diekspor, produk – produk lainnya dimanfaatkan untuk keperluan dalam negeri serta kebutuhan sendiri. Berikut tabel yang menjelaskan kapasitas unit di kilang KPC
Tabel 2.5. Kapasitas Disain tiap Unit di Kilang Paraxylene
Universitas Indonesia
15
Kilang Paraxylene pada Gambar 1.7 yang terletak di area 80 terdiri dari unit – unit proses sebagai berikut :
Gambar 2.7. Blok Diagram KPC
Unit 82 : Naptha Hydrotreater Fungsi utama unit ini adalah mempersiapkan heavy naptha yang terbebas dari
kontaminasi berbagai impurities seperti sulfur,
oksigen, nitrogen, logamlogam organik dan sebagainya, oleh karena senyawa tersebut dapat meracuni katalis pada Unit Platforming. Pemurnian ini dilakukan dengan menginjeksikan gas hidrogen dalam suatu rektor katalis yaitu Ni-Mo Alumina.
Unit 84 : CCR Platforming Unit Unit ini mengolah senyawa parafinik dan naphtenik yang terdapat pada Treated Naptha menjadi senyawa aromatik untuk dijadikan paraxylene dan benzene pada unit berikutnya. Untuk
CCR
platforming catalist, umpan naptha harus kurang dari 0,5 weight ppm,
untuk
mengoptimalkan
selektivitas
dan stabilitas
karakteristik katalis. Untuk tipikal kandungan sulfur dalam umpan pada deaktivasi, suhu reaktor perlu dinaikkan untuk mencapai tingkat removal yang sama. H 2S yang dihasilkan kemudian dipisahkan pada stripper column,
dan dikeluarkan sebagai
overhead off gas.
Universitas Indonesia
16
Hasil utama dari unit ini kemudian akan dipisahkan antara light platformate
dan heavy platformate. Light
banyak mengandung benzene
dan
toluene
platformate
yang kemudian
dikirim ke Sulfolane Unit.
Unit 85 : Sulfolane Unit Umpan untuk unit ini adalah light platformate. Unit ini berfungsi untuk memisahkan gugus aromat dari gugus non aromat secara ekstraksi
dengan menggunakan pelarut
sulfolane. Rafinat
mengandung komponen-komponen non aromat (parafin, olefin dan naphta) yang disebut mogas dan ekstrak mengandung komponen aromat. Selanjutnya senyawa-senyawa tersebut dipisahkan di Sulfonate Benzene Column (SBC). Hasil atas berupa benzene dan produk bawahnya adalah toluene dan C8-+. Produk bawah ini kemudian dipisahkan
pada
Sulfolane Toluene Column (STC).
Produk toluene kemudian diumpankan ke Tatoray Unit dan produk bawah ke Xylene Fractionation Unit.
Unit 86 : Tarotoray Process Unit Proses tatoray adalah suatu proses katalitik untuk trans-alkilasi aromat. Dalam bentuk sederhananya, toluene dikonversi menjadi benzene dan campuran xylene.
Toluene
dan campuran C9
aromatik dikonversi menjadi C6, dan C8 aromat. Katalis yang digunakan adalah TA-4 dengan basis silika alumina. Benzene yang dihasilkan direcycle ke unit sulfolane, sedangkan xylene dan toluene ke toluene column untuk memisahkan toluene dan xylene.
Unit 87 : Xylene Fractionation Unit Suatu aspek unik dari unit ini adalah pada desain splitter column. Dengan mengoperasikan splitter column pada tekanan yang tinggi, suhu uap overhead menjadi
begitu
tinggi,
sehingga
dapat
dimanfaatkan sebagai pemanas untuk reboiler di beberapa kolom pada Parex Unit dan Isomar Unit. Hal ini merupakan suatu penghematan biaya operasi dan biaya pokok yang tidak kecil.
Universitas Indonesia
17
Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara xylene dengan C9 aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke Parex Unit dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk atasnya berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy aromat.
Unit 88 : Paraxylene Extraction (Parex) Process Unit Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk adsorbsi selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho dan meta xylene), ethyl benzene dan hidrocarbon non aromatik. Unit ini menggunakan solid adsorbent (zeolit), desorbent, Para Diethyl Benzene (PDB) dan suatu flow directing device yang disebut rotary valve. Produk rafinat menjadi umpan Isomar Unit sedangkan ekstrak berupa campuran paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi. Produk paraxylene yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu sebesar 99,65%.
Unit 89 : Isomar Process Unit Isomar yaitu proses isomerisasi katalis yang mengubah C8 aromat menjadi campuran yang seimbang dengan menggunakan noble metal catalyst dwifungsi. Umpan rafinat dari parex dicampur dengan recycled gas yang kaya hidrogen, diuapkan dan dialirkan melalui
fixed
bed
radial
flow
reactor.
Effluentnya
dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya. Hasil atas berupa komponen hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84 untuk memisahkan LPG sedangkan hasil bawah berupa campuran ortho, meta, para xylene sebagai umpan Xylene Fractionation Unit.
Unit Nitrogen Plant Nitrogen pada kilang ini diperlukan untuk CCR sistem dan tangki tailing. Kapasitas Nitrogen plant ini adalah : 3
N2 gas : 800 Nm /jam 3
N2 liquid : 130 Nm /jam
Universitas Indonesia
18
Udara dilewatkan melalui suction filter untuk menghilangkan debu-debu, selanjutnya ditekan dan dimasukkan ke dalam absorber, kemudian didinginkan sampai kira-kira 5°C pada chiller unit.
2. PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
Gambar 2.8 Skema Produk PT. TPPI
(Sumber: http://www.cmtevents.com/eventdatas/070523/pdf/Pertamina.pdf )
PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama memiliki tujuan untuk memproduksi produk-produk petrokimia aromatik hulu dan antara. TPPI berdiri pada tahun 1996 dan mendirikan pabriknya di Tuban. PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama merupakan perusahan asing yang berdiri di Indonesia. TPPI merupakan pabrik yang mempunyai core business yang menghasilkan produksi Chemical
seperti benzena, toluena dan xylen dan
memiliki produk samping seperti Light Naptha, Kerosene, Reformate dan Gas Oil. Oleh karena itu TPPI dapat disebut sebagai Refinery Plant . Kapasitas Produksi dari TPPI adalah sebagai berikut
Universitas Indonesia
19
Tabel 2.6. Kapasitas Produksi di TPPI
Produk
Kapasitas (ton/tahun)
Light Naptha
1.065.000
Paraxylene
500.000
Benzene
207.000
Toluene
100.000
Orthoxylene
120.000
Reformate
335.000
Kerosene
1.100.000
Diesel Oil
189.000
Produk yang dihasilkan seperti Light Naphta dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk proses Olefin, produk yang dihasilkan antara lain adalah polypropelene. Produk Kerosene digunakan sebagai bahan bakar minyak, mengingat nilai oktan dari Kerosene itu sendiri cukup tinggi. Produk Diesel Oil atau yang dikenal dengan solar digunakan sebagai bahan bakar untuk proses seperti Boiler. Yang terakhir produk Reformate juga digunakan sebagai bahan bakar minyak, yaitu sebagai campuran untuk bensin. Orthoxylene
dapat
dimanfaatkan
dalam
industri
plastik
dan
glass
reinforcement. Paraxylene dimanfaatkan dalam industri plastik, botol dan elektronika. Benzene dimanfaatkan untuk pembuatan phenol/aceton, nylon, fibers, mainan, industri pengepakan dan elektronik. Toluene dimanfaatkan sebagai pelarut dan Gasoline.
Sejak 1998, Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia ada lima fasilitas produksi PTA yang beroperasi, yakni: Pertamina Plaju Aromatic (225.000 ton/tahun), Bakrie Kasei PTA (640.000 ton/tahun), Amoco Mitsui PTA Indonesia (420,000 ton/tahun), Polysindo Eka Perkasa (340,000 ton/tahun) dan Polyprima Karya Reksa (350,000 ton/tahun). Total produksi kelima produsen PTA ini mencapai 1,98 juta ton/tahun. PTA sendiri diproduksi dari paraxylene sebagai bahan baku. (SNI Penguat Daya Saing Bangsa, hal.101)
Universitas Indonesia
20
Perkembangan industri PTA ini berdampak pada tingkat konsumsi paraxylene yang juga meningkat. Saat ini kebutuhan paraxylene nasional mencapai 1.5 juta ton per tahunnya, dimana hanya terdapat 2 produsen paraxylene di Indonesia, yaitu PT. TPPI (kapasitas 550.000 ton/tahun) dan PT. Pertamina (kapasitas 270.000 ton/tahun), dengan total kapasitas 820.000 ton/tahun. Sehingga, Indonesia masih mengandalkan impor untuk menutupi kekurangan suplai paraxylene dalam negeri. Biaya impor sangat dipengaruhi oleh kurs nilai rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar amerika sehingga diharapkan dapat mengurangi impor paraxylene dari luar negeri dengan dibangunnya pabrik paraxylene baru di Indonesia. Paraxylene dengan struktur C8H10 atau yang disebut 1,4 dimetilbenzene adalah senyawa aromatik dengan kenampakan cairan jernih yang banyak digunakan dalam industri kimia bila dibandingkan dengan isomer-ismoer lainnya (ortho dan meta), dimana bahan ini dapat diolah menjadi beberapa produk akhir diantaranya Purified Terephtalic Acid (PTA), Dimethyl Terephthalate (DMT), dan polyester yang digunakan sebagai bahan industri plastik dan tekstil. Bentuk fisik PTA ialah bubuk/kristal putih yang tidak larut dalam
air, chloroform, ether, dan asam
asetat. PTA larut dalam alkohol dan alkali (NaOH, KOH),memiiki berat molekul 166.10, dan mudah terbakar.
KegunaanPTA antara lain ialah
sebagai bahan baku utama pembuatan serat benang polyester untuk industri tekstil, bahan baku polyester chip, dan bahan baku polyester fibre yang kemudiandigunakan sebagai bahan baku tekstil, ban, seatbelts, reinforcement, dan jaket tahan panas.PTA dapat juga digunakan untuk pembuatan botol PET ( polyethylene terephthalate), PETfilm, dan juga polyester filament untuk bahan baku benang polyester.
2.6 Kebutuhan Xylene
Xylene memiliki banyak macam ada paraxylene, othoxylene dan metaxylene. Saat ini paraxylene lebih dominan dibandingkan dengan yang lain hal ini dikarenakan paraxylene merupakan kunci untuk sintesis PTA ( Purified Tetraphthalic acid ) dan DMT ( Dimethyl Terephthalate). Keduanya digunakan
Universitas Indonesia
21
dalam industri plastik dan polyester untuk baju. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut
(1%)
7% 10 %
82%
Gambar 2.9. Kebutuhan Dunia akan xylene
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa di tahun 2009, paraxylene memiliki konsumsi terbesar di dunia sekitar 82% dibandingkan dengan orthoxylene, metaxylene dan campuran dari jenis xylene. Jika dibandingkan dengan produk lain, konsumsi paraxylene (xylene) berada pada peringkat kedua setelah benzena yaitu sekitar 27,6%
Gambar 2.10. Kebutuhan Xylene dibandingkan dengan yang lain
Universitas Indonesia
22
Sejak tahun 1999, kebutuhan adakan paraxylene meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan akan PTA dan DMT. Peningkatan kebutuhan akan paraxylene akan ditunjukan pada grafik berikut.
Gambar 2.11. Kebutuhan paraxylene di Dunia pada tahun 1999-2010
Kebutuhan akan paraxylene di dunia semakin tahun semakin bertambah. Dapat dilihat pada tahun 2010 kebutuhan paraxylene mencapai 30.000 kilometric tons. Di Indonesia sendiri kebutuhan akan paraxylene semakin lama semakin meningkat pula. Pertumbuhan permintaan lokal akan paraxylene mencapai 32,43 % per tahun antara tahun 2004 sampai pada tahun 2009. Permintaan lokal pada tahun 2004 mencapai 1.013.000 ton sedangkan pada tahun 2009 permintaan lokal mencapai 1.455.000 ton. Sedangkan pertumbuhan kapasitas lokal untuk paraxylene sendiri mencapai 31,84% per tahun antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Produksi lokal pada tahun 2004 mencapai 235.00 ton sedangkan pada tahun 2009 mencapai 609.000 ton. Dapat dilihat kebutuhan jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil produksinya. Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia melakukan impor ke negara-negara penghasil paraxylene. Pertumbuhan impor juga mengalami peningkatan pada tahun 2004, Indonesia
Universitas Indonesia
23
mengimpor sebanyak 778.000 ton dan untuk ditahun 2009 meningkat menjadi 845.000 ton. Produk lokal dihasilkan dari dua perusahan di Indonesia, yaitu perusahan PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap dan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
KEBUTUHAN NASIONAL Tabel 2.7. Supply dan Demand Produk Petrokima Aromatik
Pasar potensial untuk industri petrokimia masih cukup besar baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Investasi industri petrokimia di Indonesia membutuhkan dana sekitar 1 – 2 milyar dollar US, sedangkan industri turunan petrokimia
mencapai
100
– 400
juta
dollar
US
per
pabrik.
Universitas Indonesia
24
BAB III PROSES PEMBUATAN XYLENE 3.1. Skema Proses 3.1.1 Skema Proses Untuk Bahan Baku Nafta
1. Hydrotreating Dari semua p-xylena yang diproduksi di seluruh dunia, 95% nya diproduksi dengan bahan baku nafta. Sebelum memproduksi xylene, feed akan memasuki proses hydrotreating terlebih dahulu. Hydrotreating adalah proses untuk menghilangkan zat-zat pengotor (impurities) pada feed yang berpotensi menganggu jalannya proses, reaksi kimia, dan akan mengurangi konversi xylene. Cara menghilangkan impurities tersebut adalah dengan mereaksikan feed dengan gas hidrogen. Gas hidrogen mempunyai kemampuan bereaksi dengan gugusgugus pengotor pada feed sehingga dihasilkan feed yang bersih yang siap untuk direaksikan menghasilkan xylene. Tujuan utama proses hydrotreating adalah menjenuhkan senyawa olefin yang terdapat dalam nafta, karena nafta tidak diinginkan mengingat sifatnya yang menyebabkan coke. Coke (pembentukan karbon) akan menurunkan keaktifan katalis, karena deposit karbon akan mengisi permukaan katalis sehingga mengurangi ruang untuk terjadinya reaksi. Berikut adalah reaksi dalam proses hydrotreating :
Universitas Indonesia
25
Gambar 3.1. Reaksi Hydrotreating Gugus-Gugus Tertentu
Gambar 3.2. Process Flow Diagram Hydrotreating
Proses hydrotreating melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemanasan awal campuran feed (nafta + H2). Nafta adalah campuran senyawa hidrokarbon C6 – C12. Pemanasan dibutuhkan karena reaksi antara nafta dan H 2 adalah reaksi endotermis. Tahap kedua adalah pemanasan tahap lanjutan di furnace. Furnace adalah tempat menampung panas. Tahap ketiga adalah campuran tersebut akan masuk ke dalam reaktor berisi katalis bed dan berlangsunglah reaksi hidrogenasi pada reaktor tersebut. Tahap keempat adalah pendinginan produk dengan menggunakan cooler , lalu masuk ke separator untuk
Universitas Indonesia
26
memisahkan H2 sisa dan feed berupa cairan. Tahap kelima, feed akan masuk ke dalam stripper untuk menghilangkan pengotor H 2S, ammonia, H 2, dan uap air. Berikut adalah detail yang terjadi pada proses hydrotreating mulai dari jenis reaktor, katalis, dan kondisi operasi. Jenis Reaktor : Fixed Bed Temperatur
: 260 – 425oC
Tekanan
: 100 – 3000 psi
Katalis
: Ni-Mo disupport Alumina
Feed yang telah melalui proses hydrotreating akan masuk ke tahap kedua yaitu produksi xylene menggunakan reaksi catalytic reforming. 2. Catalytic Reforming Catalytic
reforming adalah
reaksi
yang
menjadi
sumber
utama
memproduksi xylene, dengan presentase mencapai 95% dari produksi xylene. Pada catalytic reforming terjadi proses dehidrogenasi katalitik nafta ringan rantai lurus yang memiliki hidrogen sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon aromatik (benzena, toluena, xylene). Reaksi sederhana pada catalytic reforming (untuk C8 saja) : C6H10(CH3)2 (g) Dimetilsikloheksane (Naphta)
C6H4(CH3)2 (g) + Xylene
3H2 (g)
Hidrogen
Universitas Indonesia
27
Gambar 3.3. Unit Catalytic Reforming
Proses katalitik reforming ini berlangsung pada fase gas dan terjadi pada reformer ( fixed-bed reaktor ). Reaksi ini terjadi pada suhu 500-525 oC, dan pada tekanan 100-300 psig. Katalis yang digunakan adalah katalis bimetal seperti Pt sehingga menghasilkan konversi 80%. Reaksi yang keluar dari reformer ini diperoleh campuran xylene yang mengandung etil benzene, p- , m-, dan o- xylene. Campuran xylene yang diperoleh ini mengandung p-xylene sebanyak 17-20,3%. Hal ini disebabkan keterbatasan termodinamika karena reaksi catalytic reforming yang berlangsung merupakan reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendapatkan p-xylene dengan kemurnian diatas 90% di perlukan proses lagi, yaitu tahap ketiga yang merupakan tahap pemisahan. 3. Separation (Pemisahan) Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, output tahap catalytic reforming adalah campuran senyawa non-aromatik dan senyawa aromatik (benzena, toluena, dan xylena). Untuk memisahkan senyawa non-aromatik dan senyawa aromatik, kita dapat menggunakan mekanisme ekstraksi. Solven yang digunakan akan mengekstrak/melarutkan senyawa aromatik namun tidak dapat melarutkan senyawa non-aromatik. Kriteria solven yang dipilih untuk proses ekstraksi ini diantaranya adalah mempunyai titik didih tinggi, non korosif, non reaktif, dan stabil secara termal. Solven yang paling banyak dipakai untuk
Universitas Indonesia
28
ekstraksi senyawa aromatik adalah tetraetilen glikol dan sulfolan. Berikut adalah solven-solven yang bisa digunakan untuk ekstraksi senyawa aromatik.
Gambar 3.4. Solven Ekstraksi Senyawa Aromatik
Berikutnya kita harus memisahkan senyawa-senyawa yang ada dalam senyawa aromatik itu sendiri yaitu benzena, toluena, dan xylena. Benzena dan Toluena dapat dipisahkan dari Xylena menggunakan metode distilasi ekstraktif. Awalnya campuran senyawa aromatik akan dicampurkan dengan solven tertentu yang akan meningkatkan volatilitas dari benzena dan toluena, selanjutnya dilakukan proses distilasi sehingga benzena dan toluena terpisah dari xylena. Solven yang biasa digunakan yaitu fenol (untuk distilasi ekstraktif benzena) dan dimetilformaldid (untuk distilasi ekstraktif toluena).
Universitas Indonesia
29
Gambar 3.5. Pemisahan Senyawa Aromatik Lain Dari Xylena
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memisahkan p-xylena dari m-xylena dan o-xylena, karena p-xylena lah yang paling banyak dibutuhkan dan paling banyak demand-nya untuk menghasilkan pakaian. Secara sederhana, pemisahan yang dapat digunakan adalah menggunakan distilasi namun karena titik didih o-, m-, dan p-xylena sangat dekat proses pemisahan distilasi tidak mungkin dilakukan. Maka ada dua cara lain yang dapat dilakukan untuk pemisahan p-xylena yaitu kristalisasi dan adsorpsi selektif. Kristalisasi Campuran
xylene
yang
didapat
awalnya
dikeringkan
dengan
menggunakan alumina aktif kemudian didinginkan dalam dua stage dengan menggunakan heat exchanger dan pendingin. Pada pendinginan pertama digunakan ethylene (C2H4). Slurry yang terbentuk dari proses pendinginan ini mengandung kristal p-xylene. Kemudian kristal dan larutan yang tidak mengkristal ini dipisahkan dalam unit centrifuge yang pertama. Pada pemisahan yang pertama ini diperoleh cairan yang kaya akan o- dan m- xylene, sedangkan kristal yang sudah dipisahkan ini dikirim ke unit melter . Kemudian dari unit melter , akan dikirim ke unit pendinginan kedua. Unit pendingin ini menggunakan propane (C3H8) sebagai pendinginnya. Dari pendinginan yang kedua diperoleh slurry, kemudian dipisahkan dalam unit sentrifuge yang kedua, sehingga diproleh p-xylene dengan kemurnian yang lebih tinggi yaitu 95% (Faith, 1975).
Universitas Indonesia
30
Namun
teknik
pemisahan
melalui
kristalisasi
memiliki
beberapa
kekurangan yaitu yang utama selektivitasnya tidak begitu tinggi yaitu 60-75%. Kekurangan lain yaitu hanya dapat dilakukan pada skala yang kecil dan reliabilitas alat-alat yang digunakan rendah. Teknik pemisahan lain yang berkembang ialah adsorpsi selektif . Adsorpsi selektif Pada proses adsorpsi, p-xylene dan isomer-isomernya dialirkan ke bejana unggun
tetap
yang
berisi
molecular
sieves yang secara
selektif
hanya
mengadsorpsi p-xylene, sedangkan isomer-isomer lainnya tidak teradsorp dan dialirkan keluar dari bejana adsorpsi. Mekanisme molecular sieves ini menggunakan adsorbent zeolit HZSM-5. Zeolit tipe ini mempunyai distribusi ukuran yang sangat seragam sehingga cocok untuk mekanisme molecular sieves. P-xylena yang mempunyai struktur lurus (tidak seperti m- dan o-xylena yang strukturnya tidak lurus dan besar) akan mudah masuk ke pori permukaan zeolit sehingga dapat diadsorb. Selanjutnya Pelarut yang dapat diregenerasi dialirkan ke bejana adsorpsi dan berfungsi untuk melarutkan p-xylene yang telah teradsorp pada molecular sieves. Setelah proses adsorpsi, pelarut dipisahkan dari p-xylene dengan cara distilasi. Rafinat yang terdiri dari m-xylene dan o-xylene diisomerisasi untuk menghasilkan lebih banyak p-xylene. 3.1.2 Skema Proses Untuk Bahan Baku Gasoline
Secondary Hydrogenation (Untuk Gasoline pirolisis) Gasoline pirolisis, produk samping dari proses produksi etilena dan propilena, mempunyai presentase 4% menghasilkan xylene. Gasoline pirolisis adalah bahan bakar yang rentangnya sesuai rentang nafta (C 6-C12, boiling point range: 97°-450°F) diperoleh baik sebagai produk maupun produk sampingan dari proses perengkahan termal petroleum Karena gasoline pirolisis mengandung komponen reaktif (seperti diolefin dan stirena) yang akan terpolimerisasi jika masuk ke reaktor dengan kondisi tertentu yang dapat menjenuhkan olefin dan menghilangkan komponen senyawa sulfur, maka ia harus masuk ke tahap hidrogenasi awal untuk menghilangkan senyawa reaktif tersebut. Katalis yang
Universitas Indonesia
31
digunakan adalah cobalt, nickel, palladium tunggal atau dikombinasikan dengan molybdenum atau tungsten dengan support
alumina, silica-alumina, titania-
zirconia. Setelah hidrogenasi awal, gasoline pirolisis akan masuk ke hidrogenasi tahap dua dimana olefin sudah jenuh, organik sulfur membentuk H 2S, nitrogen diubah menjadi ammonia, dan senyawa-senyawa teroksigenasi akan direduksi menjadi hidrokarbon dan air. Setelah reaksi paralel tersebut selesai, fase gas dan cair akan dipisahkan. Cairan selanjutnya masuk ke stripper untuk menghilangkan impurities gas, seperti hidrogen sulfida, dan hidrokarbon ringan tersisa sebelum dipindahkan ke unit recovery xylene.
Gambar 3.6. Block flow diagram dari integrated pyrolysis gasoline treatment process
Universitas Indonesia
32
Gambar 3.7. Proses hidrogenasi dan ekstraksi
Universitas Indonesia
33
Gambar 3.7 adalah block flow diagram dari integrated pyrolysis gasoline treatment
process.
Langkah
pertama
raw
gas
masuk
pada
unit
depentanizer/hydrogenation dimana pada unit ini pemisahan fraksi komponen dan reaksi hidrogenasi dilakukan dalam satu kolom seperti pada gambar 5. Kemudian produk berupa C 5 dan fraksi yang lebih ringan di ambil di kolom bagian atas sedangkan fraksi yang lebih berat masuk ke unit dehexanizer atau deoctanizer yang bertujuan untuk memisahkan gasoline ( C9) yang berguna, dengan komponen fraksi yang lebih rendah (C 6-C8). Komponen fraksi ( C9) kemudian masuk ke tower yang terintegrasi dengan unit hidrogenasi untuk dihilangkan kandungan mercaptannya. Di sisi lain, komponen C 6-C8 masuk ke unit aromatic extraction yang terintegrasi dengan proses hidrodesulfurisasi. Dalam unit ini kandungan H 2S dan komponen fraksi yang lebih ringan (C 4-C5) dihilangkan dari bagian atas kolom, sedangkan bagian bawah merupakan aliran BTX yang terkonsentrasi. Selanjutnya BTX yang terkonsentrasi ini masuk ke unit benzene tower/treated. Di unit ini terjadi reaksi hidrogenasi pada bagian atas kolom yang berisi bed katalis dan pemisahan juga terjadi di bawahnya seperti pada gambar 6. Benzena kemudian diperoleh dari bagian atas kolom, sedangkan xylene dan toluen dari bawah.
3.1.3 Skema Proses Untuk Bahan Baku Toluena
Produksi Xylena Menggunakan Disproporsionasi atau Trans-alkilasi Toluena Kurang dari 1% xylene yang diproduksi berasal dari disproporsionasi atau trans-alkilasi toluena. Pada proses disproporsionasi, toluena dikonversi menjadi benzena dan xylene, sesuai reaksi berikut.
Gambar 3.8. Reaksi Disproporsionasi Toluena
Universitas Indonesia
34
Dalam trans-alkilasi, reaksinya sebagai berikut.
Gambar 3.9. Reaksi Trans-Alkilasi Toluena
Pada proses ini tidak hanya dihasilkan xylene sebagai produk utama tetapi juga benzena sebagai produk sampingan. Berdasarkan Plancard 1964, reaksi ini berlangsung pada fase gas dan terjadi pada suhu 350 oC dan tekanan 20 atm , dengan waktu reaksi 15 detik, konversi 40 % dalam suatu reaktor fixed bed. Selain itu, reaksi ini juga memerlukan penambahan hidrogen untuk mengurangi terbentuknya deposit coke yang biasa disebut reaksi dealkilasi t oluene. Dari reaksi yang terjadi lalu dipisahkan dalam separator, yang mana di separator ini dipisahkan methan dan sisa hidrogen dan sebagian benzene yang terikut ke hasil atas separator dan sebagian benezene, toluene serta xylene.Setelah itu, hasil bawah separator dimurnikan dua kali di dalam menara destilasi.Menara destilasi yang pertama menghasilkan benzene sebagai hasil atasnya dan sekaligus sebagai hasil samping yang laku dijual, sedangkan hasil bawah dari menara destilasi pertma ini yaitu xylene dan toluene.Selanjutnya xylene dan toluene ini masuk ke menara destilasi ke dua, yang mana xylene sebagai hasil bawahnya dengan kemurnian 99,8 % ,sedangkan hasil atas menara destilasi kedua yaitu berupa toluene yang mana akan dijadikan recycle feed. Proses pembuatan p-xylene melalui reaksi disproporsionasi toluene biasanya mensggunakan katalis ZSM dengan prinsip berupa pemindahan gugus metil dari suatu molekul toluene ke molekul toluene lainnya. Dua mol toluena berdifusi ke dalam permukaan katalis melalui pori-porinya dengan kecepatan reaksi yang cepat. Senyawa toluene yang kehilangan gugus metilnya akan menjadi benzene dan senyawa toluene yang lain akan menerima gugus metilnya membentuk mixed xylene (orto, meta, dan para-xylene). Orto dan meta-xylene yang terbentuk
Universitas Indonesia
35
kemudian akan berisomerisasi dengan cepat dalam pori-pori katalis ZSM-5 untuk membentuk p-xylene. Benzena yang terbentuk dari reaksi diproporsional toluena dapat dengan cepat meninggalkan permukaan katalis, kemudian diikuti dengan para-xylene yang terbentuk, sedangkan o-xylene dan m-xylene lebih lama waktu tinggalnya dalam katalis (difusivitasnya lebih rendah dari difusivitas p-xylene) dan lebih jauh lagi, akan mengalami reaksi isomerisasi menjadi p-xylene sebelum keduanya meninggalkan permukaan katalis dengan gerakan difusi yang lambat, sebagaimana digambarkan pada reaksi di atas. Proses disproposionasi toluene secara teoritis campuran yang terjadi adalah equimolar yaitu berupa 50% benzene dan 50% xylene. Tetapi pada kenyataannya, yang diperoleh dari hasil reaksi adalah 37% benzene dan 55% xylene (Mc Ketta). Xylene yang terjadi pada reaksi ini adalah merupakan campuran antara isomerisomer xylene (mixed xylenes). Paraselectivity merupakan jumlah proporsi pxylene dalam campuran total xylene yang terbentuk dari reaksi. Kenaikannya disebabkan oleh adanay kontrol difusi secara selektif dari pori-pori katalis. Dalam proses ini, juga terjadi reaksi sekunder yaitu reaksi isomerisasi o-xylene dan mxylene hingga menghasilkan p-xylene.
Gambar 4.0. Proses produksi xylene dari disproposionasi toluena
Universitas Indonesia
36
Coal Derived Mixed Xylena Kurang dari 1% xylene yang diproduksi berasal dari turunan batubara. Ketika batubara dikarbonasi pada oven, untuk setiap 1 ton batubara, akan dihasilkan 2-3 gallon minyak mentah ringan dimana 3-6%volume-nya adalah xylene campuran. Minyak ringan dapat dapat dijual ke pengilangan minyak sebagai sumber senyawa aromatik, atau digunakan sebagai bahan bakar langsung. Xylene campuran yang terdapat dalam minyak ringan biasanya dalam jumlah sedikit. Prosesnya adalah sebagai berikut :
Gambar 4.1. Proses produksi xylene dari coal-derived
3.2. Parameter Proses dan Reaksi Terkait Kondisi Operasi dan Reaktor
Untuk bahan baku nafta dan gasoline, kondisi operasi, reaktor, dan katalis yang digunakan sudah dijelaskan secara jelas di bagian skema proses. Untuk bahan baku toluena, reaksi disproporsionasi toluene berlangsung pada suhu 390 – 4000C, tekanan 28 – 30 atm, dan 0,5 H 2/HC. Sedangkan dalam perancangan ini dipilih suhu reaktan masuk reaktor adalah 400 0C dan tekanan 30 atm. Reaktor yang dipilih adalah fixed bed (multitube) katalitik.
Tinjauan Kinetik dan Termodinamika a. Tinjauan Kinetika
Reaksi disproporsionasi toluene merupakan reaksi orde dua dengan persamaan kecepatan reaksi sebagai berikut : 2
-rA = k CA .......... (1)
Universitas Indonesia
37
dimana : CA
: konsentrasi reaktan
k
: konstanta kecepatan reaksi
Menurut persamaan Arhennius : k=Ae
– E / RT
.........(2)
Keterangan: k
: konstanta kecepatan reaksi
A
: faktor frekuensi tumbukan
E
: energi aktifasi (kal/gmol)
R
: konstanta gas ideal (kal/gmol K)
T
: temperatur mutlak (K)
Berdasarkan persamaan Arrhenius diatas, maka akan didapatkan rumus sebagai berikut : k = 2,51887 . e
17 (-30928.16/T)
.........(3)
Dari persamaan Arhennius diatas, konstanta kecepatan reaksi (k) merupakan fungsi suhu ( T ), sehingga semakin besar temperatur maka harga k akan semakin besar. Oleh karena itu dari tinjauan kinetika, reaksi dipilih pada suhu yang tinggi. Tetapi pemakaian suhu yang tinggi harus dibatasi, tidak boleh terlalu tinggi, sebab bila suhu reaksi terlalu tinggi, maka akan terjadi reaksi samping yang merugikan yaitu, reaksi hydrodealkilasi toluene menjadi benzene dan metana, seperti dapat ditunjukkan pada reaksi berikut : C6H5CH3 + H2 C6H6 + CH4
b. Tinjauan Termodinamika
Tujuan tinjauan termodinamika untuk mengetahui sifat reaksi yang terjadi
ditinjau dari panas pembentukan (ΔH f0) serta untuk mengetahui apakah reaksi yang terjadi searah atau tidak ditinjau dari energi bebas Gibbs
(ΔGf0). Reaksi yang terjadi yaitu : 2 C6H5CH3 C6H6 + C6H4(CH3)2
ditinjau dari panas pembentukan ( Δ Hf o ) :
Universitas Indonesia
38
∆H
fo
∆
∆
= Hfo produk - Hfo reaktan = ( 65,723 + ( - 9,4343 )) - 2 ( 28,6896 ) = - 1,0902 KJ / mol
Dari perhitungan diatas tampak bahwa reaksi tersebut tergolong reaksi eksotermis (mengeluarkan panas). Reaksi bersifat dapat balik (reversible) atau searah (irreversible) dapat ditentukan secara thermodinamika, yaitu berdasarkan persamaan Van’t Hoff :
∆ ( ) = − ∆ Dengan ∆ = − ln
( )
0
Sehingga didapatkan rumus sebagai berikut:
∆ 0
∆ − =−
( )
diatas merupakan entalpi standar (panas reaksi) dan dapat
diasumsikan
konstan
terhadap
temperatur.
Jika
harga
konstanta
kesetimbangan yang didapatkan kecil, berarti reaksi berlangsung secara reversible.
3.3 Limbah Proses
Limbah proses yang dihasilkan dari xylene dapat berupa limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Limbah tersebut dapat dikelola melalui rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi, penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Limbah B3 yang dihasilkan oleh setiap proses produksi yang dihasilkan, dikumpulkan di tempat penyimpanan limbah sementara di Liquid Waste Storage (LWS). Kemudian setelah disimpan selama kurang dari sama dengan 90 hari di Liquid Waste Storage, limbah tersebut dikirim ke tempat pengumpul atau pengolahan limbah yang berizin. Limbah cair yang dihasilkan unit-unit proses dan buangan air dari area tangki mengandung minyak olahan dan akan dipisahkan pada effluent water treatment Plant (EWTP). Terdapat dua proses pengolahan limbah di EWTP yaitu Refinery Process Waste Treatment dan Storm Water.
Universitas Indonesia
39
Gambar 4.2. Skema Proses Pengolahan Limbah Industri Xylena
Refinery Process Waste Treatment
•
Air buangan yang mengandung minyak dari kilang dipompakan masuk ke Refinery Waste Stilling Zone (RWSZ)
•
Air keluaran RWSZ dimasukkan ke dalam Gravity Separator (GS). Sludge akan berada pada bagian bawah GS dan minyak pada bagian atas
•
Minyak akan dibawa ke Oil Skimmer sedangkan sludge akan ditampung pada Sludge Hopper Bottom
•
Skimmed oil akan dialirkan ke Recovered Slop Sump. Air dari GS dialirkan ke dalam Equalization Basin (EB)
•
Keluaran dari EB akan masuk ke Coagulation Tank (CG)
•
Selanjutnya adalah Dissolved Air Flotator (DAF). Keluaran akan dialirkan secara gravitasi ke Bio-Aeration Basin (BAB) dimana terjadi proses pengolahan limbah secara biologis
•
Air limbah kemudian masuk ke Biological Sludge Clarifier dimana lumpur yang terbentuk selama proses Bio-Aeration diendapkan dan kemudian dapat diambil untuk dialirkan ke BAB
•
Air jernih yang dihasilkan kemudian secara over flow dialirkan ke Gravity Head Discharge Chamber
Universitas Indonesia
40
Storm Water
•
Air hujan dimasukkan ke Storm Water Stilling Zone (SWSZ) untuk memisahkan minyak dengan lumpurnya, lalu airnya dialirkan ke Storm Water Basin (SWB)
•
Setelah itu, air dialirkan ke Tilted Plate Interceptor Separator untuk memisahk an minyak yang biasanya berdiameter
•
cukup kecil (<60μ)
Butiran-butiran minyak yang sudah terpisahkan ditangkap oleh skimmer dan dimasukkan ke Recovered Slop Sump II, dan dipompakan
•
Air dialirkan menuju Gravity Head Discharge Chamber dan bergabung dengan air dari Clarifier
•
Sludge akan dialirkan ke Sludge Coagulator untuk mengendapkan sludge. Pada unit ini, sludge mengalir gravitasi ke Sludge Dewatering Centrifuges. Pada SDC, sludge yang tak berair akan berada pada bagian bawah dan dialirkan ke Centrifuge Cake Hooper
Universitas Indonesia
41
BAB IV KESIMPULAN
Xylene merupakan cairan tak berwarna, mudah terbakar, dan beracun,
berguna sebagai bahan lanjutan untuk menghasilkan produk
– produk
petrokimia sepert i serat – serat sintetik (pakaian) dengan presentase 65% dan sisanya sebagai solven industri kimia Reformasi katalitik naphta menghasilkan campuran xylene yang terdiri
dari paraxylene (p-xylene), ortoxylene (o-xylene), metaxylene (m-xylene), dan ethyl benzene. Produsen yang memproduksi xylene di Indonesia antara lain PT. Trans
Pacific Petrochemical Indotama dan PT. Pertamina UP VI Cilacap. Proses pembuatan xylene dapat melalui proses catalytic reforming,
pirolisis gasoline, atau reaksi disproporsionasi toluena Pada proses catalytic reforming bahan baku yang digunakan adalah nafta
dan tahapan proses yang dilakukan yaitu hydrotreating, catalytic reforming, separasi, dan isomerisasi. Proses katalitik reforming berlangsung pada fase gas dan terjadi pada
reformer ( fixed-bed reaktor ), berlangsung pada suhu 500-525 oC, dan pada tekanan 100-300 psig. Katalis yang digunakan adalah katalis bimetal seperti Pt dengan konversi 80%. Proses pemisahan (separasi) yang dilakukan dapat menggunakan dua cara
yaitu kristalisasi atau adsorpsi selektif. Adsorpsi selektif mempunyai selektivitas lebih tinggi yaitu 95% dibandingkan kristalisasi yang hanya 75%. Dalam produksi isomerisasi xylene, bahan baku yang digunakan adalah
toluena dan hidrogen menggunakan katalis zeolite ZSM-5, menghasilkan produk utama berupa p-xylene dan produk sampingan berupa benzena. 0
Proses disproporsianasi toluena berlangsung pada suhu 350 C dan tekanan
20 atm, merupakan reaksi yang menghasilkan benzena dan xylene dan memerlukan penambahan hidrogen untuk mengurangi terbentuknya deposit coke.
Universitas Indonesia
17
Unit ini berfungsi untuk memisahkan campuran antara xylene dengan C9 aromat dan lainnya. Produk atas berupa xylene yang diumpankan ke Parex Unit dan hasil bawah dipisahkan dalam Heavy Aromatic Column. Produk atasnya berupa C9 aromat diumpankan ke Tatoray Unit dan hasil bawah adalah heavy aromat.
Unit 88 : Paraxylene Extraction (Parex) Process Unit Proses Parex adalah suatu proses pemisahan yang kontinyu untuk adsorbsi selektif paraxylene dari campuran isomernya (ortho dan meta xylene), ethyl benzene dan hidrocarbon non aromatik. Unit ini menggunakan solid adsorbent (zeolit), desorbent, Para Diethyl Benzene (PDB) dan suatu flow directing device yang disebut rotary valve. Produk rafinat menjadi umpan Isomar Unit sedangkan ekstrak berupa campuran paraxylene dan desorbent dipisahkan lagi. Produk paraxylene yang dihasilkan mempunyai kemurnian yang tinggi yaitu sebesar 99,65%.
Unit 89 : Isomar Process Unit Isomar yaitu proses isomerisasi katalis yang mengubah C8 aromat menjadi campuran yang seimbang dengan menggunakan noble metal catalyst dwifungsi. Umpan rafinat dari parex dicampur dengan recycled gas yang kaya hidrogen, diuapkan dan dialirkan melalui
fixed
bed
radial
flow
reactor.
Effluentnya
dikondensasikan untuk memisahkan liquid dan gasnya. Hasil atas berupa komponen hasil cracking yang diumpankan ke Unit 84 untuk memisahkan LPG sedangkan hasil bawah berupa campuran ortho, meta, para xylene sebagai umpan Xylene Fractionation Unit.
Unit Nitrogen Plant Nitrogen pada kilang ini diperlukan untuk CCR sistem dan tangki tailing. Kapasitas Nitrogen plant ini adalah : 3
N2 gas : 800 Nm /jam 3
N2 liquid : 130 Nm /jam
Universitas Indonesia
18
Udara dilewatkan melalui suction filter untuk menghilangkan debu-debu, selanjutnya ditekan dan dimasukkan ke dalam absorber, kemudian didinginkan sampai kira-kira 5°C pada chiller unit.
2. PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI)
Gambar 2.8 Skema Produk PT. TPPI
(Sumber: http://www.cmtevents.com/eventdatas/070523/pdf/Pertamina.pdf )
PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama memiliki tujuan untuk memproduksi produk-produk petrokimia aromatik hulu dan antara. TPPI berdiri pada tahun 1996 dan mendirikan pabriknya di Tuban. PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama merupakan perusahan asing yang berdiri di Indonesia. TPPI merupakan pabrik yang mempunyai core business yang menghasilkan produksi Chemical
seperti benzena, toluena dan xylen dan
memiliki produk samping seperti Light Naptha, Kerosene, Reformate dan Gas Oil. Oleh karena itu TPPI dapat disebut sebagai Refinery Plant . Kapasitas Produksi dari TPPI adalah sebagai berikut
Universitas Indonesia
19
Tabel 2.6. Kapasitas Produksi di TPPI
Produk
Kapasitas (ton/tahun)
Light Naptha
1.065.000
Paraxylene
500.000
Benzene
207.000
Toluene
100.000
Orthoxylene
120.000
Reformate
335.000
Kerosene
1.100.000
Diesel Oil
189.000
Produk yang dihasilkan seperti Light Naphta dapat dijadikan sebagai bahan baku untuk proses Olefin, produk yang dihasilkan antara lain adalah polypropelene. Produk Kerosene digunakan sebagai bahan bakar minyak, mengingat nilai oktan dari Kerosene itu sendiri cukup tinggi. Produk Diesel Oil atau yang dikenal dengan solar digunakan sebagai bahan bakar untuk proses seperti Boiler. Yang terakhir produk Reformate juga digunakan sebagai bahan bakar minyak, yaitu sebagai campuran untuk bensin. Orthoxylene
dapat
dimanfaatkan
dalam
industri
plastik
dan
glass
reinforcement. Paraxylene dimanfaatkan dalam industri plastik, botol dan elektronika. Benzene dimanfaatkan untuk pembuatan phenol/aceton, nylon, fibers, mainan, industri pengepakan dan elektronik. Toluene dimanfaatkan sebagai pelarut dan Gasoline.
Sejak 1998, Industri Purified Terephthalic Acid (PTA) mengalami perkembangan yang sangat pesat. Di Indonesia ada lima fasilitas produksi PTA yang beroperasi, yakni: Pertamina Plaju Aromatic (225.000 ton/tahun), Bakrie Kasei PTA (640.000 ton/tahun), Amoco Mitsui PTA Indonesia (420,000 ton/tahun), Polysindo Eka Perkasa (340,000 ton/tahun) dan Polyprima Karya Reksa (350,000 ton/tahun). Total produksi kelima produsen PTA ini mencapai 1,98 juta ton/tahun. PTA sendiri diproduksi dari paraxylene sebagai bahan baku. (SNI Penguat Daya Saing Bangsa, hal.101)
Universitas Indonesia
20
Perkembangan industri PTA ini berdampak pada tingkat konsumsi paraxylene yang juga meningkat. Saat ini kebutuhan paraxylene nasional mencapai 1.5 juta ton per tahunnya, dimana hanya terdapat 2 produsen paraxylene di Indonesia, yaitu PT. TPPI (kapasitas 550.000 ton/tahun) dan PT. Pertamina (kapasitas 270.000 ton/tahun), dengan total kapasitas 820.000 ton/tahun. Sehingga, Indonesia masih mengandalkan impor untuk menutupi kekurangan suplai paraxylene dalam negeri. Biaya impor sangat dipengaruhi oleh kurs nilai rupiah terhadap mata uang asing terutama dollar amerika sehingga diharapkan dapat mengurangi impor paraxylene dari luar negeri dengan dibangunnya pabrik paraxylene baru di Indonesia. Paraxylene dengan struktur C8H10 atau yang disebut 1,4 dimetilbenzene adalah senyawa aromatik dengan kenampakan cairan jernih yang banyak digunakan dalam industri kimia bila dibandingkan dengan isomer-ismoer lainnya (ortho dan meta), dimana bahan ini dapat diolah menjadi beberapa produk akhir diantaranya Purified Terephtalic Acid (PTA), Dimethyl Terephthalate (DMT), dan polyester yang digunakan sebagai bahan industri plastik dan tekstil. Bentuk fisik PTA ialah bubuk/kristal putih yang tidak larut dalam
air, chloroform, ether, dan asam
asetat. PTA larut dalam alkohol dan alkali (NaOH, KOH),memiiki berat molekul 166.10, dan mudah terbakar.
KegunaanPTA antara lain ialah
sebagai bahan baku utama pembuatan serat benang polyester untuk industri tekstil, bahan baku polyester chip, dan bahan baku polyester fibre yang kemudiandigunakan sebagai bahan baku tekstil, ban, seatbelts, reinforcement, dan jaket tahan panas.PTA dapat juga digunakan untuk pembuatan botol PET ( polyethylene terephthalate), PETfilm, dan juga polyester filament untuk bahan baku benang polyester.
2.6 Kebutuhan Xylene
Xylene memiliki banyak macam ada paraxylene, othoxylene dan metaxylene. Saat ini paraxylene lebih dominan dibandingkan dengan yang lain hal ini dikarenakan paraxylene merupakan kunci untuk sintesis PTA ( Purified Tetraphthalic acid ) dan DMT ( Dimethyl Terephthalate). Keduanya digunakan
Universitas Indonesia
21
dalam industri plastik dan polyester untuk baju. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut
(1%)
7% 10 %
82%
Gambar 2.9. Kebutuhan Dunia akan xylene
Pada gambar tersebut dapat dilihat bahwa di tahun 2009, paraxylene memiliki konsumsi terbesar di dunia sekitar 82% dibandingkan dengan orthoxylene, metaxylene dan campuran dari jenis xylene. Jika dibandingkan dengan produk lain, konsumsi paraxylene (xylene) berada pada peringkat kedua setelah benzena yaitu sekitar 27,6%
Gambar 2.10. Kebutuhan Xylene dibandingkan dengan yang lain
Universitas Indonesia
22
Sejak tahun 1999, kebutuhan adakan paraxylene meningkat. Hal ini disebabkan karena meningkatnya kebutuhan akan PTA dan DMT. Peningkatan kebutuhan akan paraxylene akan ditunjukan pada grafik berikut.
Gambar 2.11. Kebutuhan paraxylene di Dunia pada tahun 1999-2010
Kebutuhan akan paraxylene di dunia semakin tahun semakin bertambah. Dapat dilihat pada tahun 2010 kebutuhan paraxylene mencapai 30.000 kilometric tons. Di Indonesia sendiri kebutuhan akan paraxylene semakin lama semakin meningkat pula. Pertumbuhan permintaan lokal akan paraxylene mencapai 32,43 % per tahun antara tahun 2004 sampai pada tahun 2009. Permintaan lokal pada tahun 2004 mencapai 1.013.000 ton sedangkan pada tahun 2009 permintaan lokal mencapai 1.455.000 ton. Sedangkan pertumbuhan kapasitas lokal untuk paraxylene sendiri mencapai 31,84% per tahun antara tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Produksi lokal pada tahun 2004 mencapai 235.00 ton sedangkan pada tahun 2009 mencapai 609.000 ton. Dapat dilihat kebutuhan jauh lebih besar dibandingkan dengan hasil produksinya. Maka dari itu untuk memenuhi kebutuhan, Indonesia melakukan impor ke negara-negara penghasil paraxylene. Pertumbuhan impor juga mengalami peningkatan pada tahun 2004, Indonesia
Universitas Indonesia
23
mengimpor sebanyak 778.000 ton dan untuk ditahun 2009 meningkat menjadi 845.000 ton. Produk lokal dihasilkan dari dua perusahan di Indonesia, yaitu perusahan PT. Pertamina (Persero) Unit Pengolahan VI Cilacap dan PT. Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI).
KEBUTUHAN NASIONAL Tabel 2.7. Supply dan Demand Produk Petrokima Aromatik
Pasar potensial untuk industri petrokimia masih cukup besar baik untuk pasar domestik maupun ekspor. Investasi industri petrokimia di Indonesia membutuhkan dana sekitar 1 – 2 milyar dollar US, sedangkan industri turunan petrokimia
mencapai
100
– 400
juta
dollar
US
per
pabrik.
Universitas Indonesia
24
BAB III PROSES PEMBUATAN XYLENE 3.1. Skema Proses 3.1.1 Skema Proses Untuk Bahan Baku Nafta
1. Hydrotreating Dari semua p-xylena yang diproduksi di seluruh dunia, 95% nya diproduksi dengan bahan baku nafta. Sebelum memproduksi xylene, feed akan memasuki proses hydrotreating terlebih dahulu. Hydrotreating adalah proses untuk menghilangkan zat-zat pengotor (impurities) pada feed yang berpotensi menganggu jalannya proses, reaksi kimia, dan akan mengurangi konversi xylene. Cara menghilangkan impurities tersebut adalah dengan mereaksikan feed dengan gas hidrogen. Gas hidrogen mempunyai kemampuan bereaksi dengan gugusgugus pengotor pada feed sehingga dihasilkan feed yang bersih yang siap untuk direaksikan menghasilkan xylene. Tujuan utama proses hydrotreating adalah menjenuhkan senyawa olefin yang terdapat dalam nafta, karena nafta tidak diinginkan mengingat sifatnya yang menyebabkan coke. Coke (pembentukan karbon) akan menurunkan keaktifan katalis, karena deposit karbon akan mengisi permukaan katalis sehingga mengurangi ruang untuk terjadinya reaksi. Berikut adalah reaksi dalam proses hydrotreating :
Universitas Indonesia
25
Gambar 3.1. Reaksi Hydrotreating Gugus-Gugus Tertentu
Gambar 3.2. Process Flow Diagram Hydrotreating
Proses hydrotreating melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pemanasan awal campuran feed (nafta + H2). Nafta adalah campuran senyawa hidrokarbon C6 – C12. Pemanasan dibutuhkan karena reaksi antara nafta dan H 2 adalah reaksi endotermis. Tahap kedua adalah pemanasan tahap lanjutan di furnace. Furnace adalah tempat menampung panas. Tahap ketiga adalah campuran tersebut akan masuk ke dalam reaktor berisi katalis bed dan berlangsunglah reaksi hidrogenasi pada reaktor tersebut. Tahap keempat adalah pendinginan produk dengan menggunakan cooler , lalu masuk ke separator untuk
Universitas Indonesia
26
memisahkan H2 sisa dan feed berupa cairan. Tahap kelima, feed akan masuk ke dalam stripper untuk menghilangkan pengotor H 2S, ammonia, H 2, dan uap air. Berikut adalah detail yang terjadi pada proses hydrotreating mulai dari jenis reaktor, katalis, dan kondisi operasi. Jenis Reaktor : Fixed Bed Temperatur
: 260 – 425oC
Tekanan
: 100 – 3000 psi
Katalis
: Ni-Mo disupport Alumina
Feed yang telah melalui proses hydrotreating akan masuk ke tahap kedua yaitu produksi xylene menggunakan reaksi catalytic reforming. 2. Catalytic Reforming Catalytic
reforming adalah
reaksi
yang
menjadi
sumber
utama
memproduksi xylene, dengan presentase mencapai 95% dari produksi xylene. Pada catalytic reforming terjadi proses dehidrogenasi katalitik nafta ringan rantai lurus yang memiliki hidrogen sehingga dapat menghasilkan hidrokarbon aromatik (benzena, toluena, xylene). Reaksi sederhana pada catalytic reforming (untuk C8 saja) : C6H10(CH3)2 (g) Dimetilsikloheksane (Naphta)
C6H4(CH3)2 (g) + Xylene
3H2 (g)
Hidrogen
Universitas Indonesia
27
Gambar 3.3. Unit Catalytic Reforming
Proses katalitik reforming ini berlangsung pada fase gas dan terjadi pada reformer ( fixed-bed reaktor ). Reaksi ini terjadi pada suhu 500-525 oC, dan pada tekanan 100-300 psig. Katalis yang digunakan adalah katalis bimetal seperti Pt sehingga menghasilkan konversi 80%. Reaksi yang keluar dari reformer ini diperoleh campuran xylene yang mengandung etil benzene, p- , m-, dan o- xylene. Campuran xylene yang diperoleh ini mengandung p-xylene sebanyak 17-20,3%. Hal ini disebabkan keterbatasan termodinamika karena reaksi catalytic reforming yang berlangsung merupakan reaksi kesetimbangan. Sehingga untuk mendapatkan p-xylene dengan kemurnian diatas 90% di perlukan proses lagi, yaitu tahap ketiga yang merupakan tahap pemisahan. 3. Separation (Pemisahan) Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, output tahap catalytic reforming adalah campuran senyawa non-aromatik dan senyawa aromatik (benzena, toluena, dan xylena). Untuk memisahkan senyawa non-aromatik dan senyawa aromatik, kita dapat menggunakan mekanisme ekstraksi. Solven yang digunakan akan mengekstrak/melarutkan senyawa aromatik namun tidak dapat melarutkan senyawa non-aromatik. Kriteria solven yang dipilih untuk proses ekstraksi ini diantaranya adalah mempunyai titik didih tinggi, non korosif, non reaktif, dan stabil secara termal. Solven yang paling banyak dipakai untuk
Universitas Indonesia
28
ekstraksi senyawa aromatik adalah tetraetilen glikol dan sulfolan. Berikut adalah solven-solven yang bisa digunakan untuk ekstraksi senyawa aromatik.
Gambar 3.4. Solven Ekstraksi Senyawa Aromatik
Berikutnya kita harus memisahkan senyawa-senyawa yang ada dalam senyawa aromatik itu sendiri yaitu benzena, toluena, dan xylena. Benzena dan Toluena dapat dipisahkan dari Xylena menggunakan metode distilasi ekstraktif. Awalnya campuran senyawa aromatik akan dicampurkan dengan solven tertentu yang akan meningkatkan volatilitas dari benzena dan toluena, selanjutnya dilakukan proses distilasi sehingga benzena dan toluena terpisah dari xylena. Solven yang biasa digunakan yaitu fenol (untuk distilasi ekstraktif benzena) dan dimetilformaldid (untuk distilasi ekstraktif toluena).
Universitas Indonesia
29
Gambar 3.5. Pemisahan Senyawa Aromatik Lain Dari Xylena
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan adalah memisahkan p-xylena dari m-xylena dan o-xylena, karena p-xylena lah yang paling banyak dibutuhkan dan paling banyak demand-nya untuk menghasilkan pakaian. Secara sederhana, pemisahan yang dapat digunakan adalah menggunakan distilasi namun karena titik didih o-, m-, dan p-xylena sangat dekat proses pemisahan distilasi tidak mungkin dilakukan. Maka ada dua cara lain yang dapat dilakukan untuk pemisahan p-xylena yaitu kristalisasi dan adsorpsi selektif. Kristalisasi Campuran
xylene
yang
didapat
awalnya
dikeringkan
dengan
menggunakan alumina aktif kemudian didinginkan dalam dua stage dengan menggunakan heat exchanger dan pendingin. Pada pendinginan pertama digunakan ethylene (C2H4). Slurry yang terbentuk dari proses pendinginan ini mengandung kristal p-xylene. Kemudian kristal dan larutan yang tidak mengkristal ini dipisahkan dalam unit centrifuge yang pertama. Pada pemisahan yang pertama ini diperoleh cairan yang kaya akan o- dan m- xylene, sedangkan kristal yang sudah dipisahkan ini dikirim ke unit melter . Kemudian dari unit melter , akan dikirim ke unit pendinginan kedua. Unit pendingin ini menggunakan propane (C3H8) sebagai pendinginnya. Dari pendinginan yang kedua diperoleh slurry, kemudian dipisahkan dalam unit sentrifuge yang kedua, sehingga diproleh p-xylene dengan kemurnian yang lebih tinggi yaitu 95% (Faith, 1975).
Universitas Indonesia