MAKALAH PENGENDALIAN MUTU HASIL PERIKANAN INDIKATOR MIKROBIOLOGI DALAM PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN
Disusun oleh:
Muhammad Masbukhin
: 14/365171/PN/13713 14/365171/PN/13713
Herfi Listanti
: 15/378295/PN/14101 15/378295/PN/14101
Selviana Br Sitepu
: 15/378295/PN/14111 15/378295/PN/14111
Rika Karunia Laring D.
: 15/379727/PN/14181
Audira Wirifdah A.
: 15/383582/PN/14413
Ratih Rahmalia P
: 15/383598/PN/14429
Hadhi Yuda A.
: 16/394350/PN/14589 16/394350/PN/14589
DEPARTEMEN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2017
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut mikroorganisme at au mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikrobayang sering ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang dimaksud dengan pangan dalam makalah ini merupakan hasil pengolahan ikan, mencakup bahan baku maupun yang sudah diolah. Seperti yang telah kita ketahui bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari bahan pangan, karena demi kelangsungan hidupnya. Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan ikan sebagai pangan yang memiliki nilai nutrisi tinggi semakin digemari oleh m asyarakat. Penelitian mengenai keberadaan mikroba pada olahan ikan telah dilakukan. Ada yang tidak berbahaya bagi manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan makanan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun. Mikroba dapat juga menguntungkan, misalnya dapat mendekomposisi material organik, dapat digunakan untuk fermentasi pada industri pangan, dapat menghasilkan vitamin, mampu menghasilkan antiobiotik, serta berpotensi sebagai makanan potensial atau suplemen. Daging ikan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak. Dalam mengolah ikan harus memperhatikan beberapa aspek meliputi pengendalian mikroba, prinsip pengawetan ikan, metode-metode pengawetan ikan, serta fermentasi dan produk-produk olahan hasil fermentasi. Kandungan mikroba pada olahan ikan dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan pangan tersebut serta keefektifan metode pengawetannya. B. Rumusan Masalah
1. Mikroba apa saja yang berkaitan dengan pengolahan hasil perikanan? 2. Apa peranan mikroba dalam pengolahan hasil perikanan? 3. Bagaimana indikator mikrobiologi yang baik dalam pengolahan hasil perikanan? 4. Bagaimana pengolahan hasil perikanan yang efektif untuk mendapatkan mutu yang ideal?
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Mikrobiologi pangan adalah suatu ilmu yang mempelajari makhluk hidup yang sangat kecil yang hanya dapat dilihat dengan menggunakan lensa pembesar atau mikroskop. Makhluk yang sangat kecil tersebut disebut mikroorganisme at au mikroba, dan ilmu yang mempelajari tentang mikrobayang sering ditemukan pada pangan disebut mikrobiologi pangan. Yang dimaksud dengan pangan dalam makalah ini merupakan hasil pengolahan ikan, mencakup bahan baku maupun yang sudah diolah. Seperti yang telah kita ketahui bahwa manusia tidak dapat dipisahkan dari bahan pangan, karena demi kelangsungan hidupnya. Seiring perkembangan zaman, pemanfaatan ikan sebagai pangan yang memiliki nilai nutrisi tinggi semakin digemari oleh m asyarakat. Penelitian mengenai keberadaan mikroba pada olahan ikan telah dilakukan. Ada yang tidak berbahaya bagi manusia, beberapa mikroba mengakibatkan kerusakan makanan, menimbulkan penyakit, dan menghasilkan racun. Mikroba dapat juga menguntungkan, misalnya dapat mendekomposisi material organik, dapat digunakan untuk fermentasi pada industri pangan, dapat menghasilkan vitamin, mampu menghasilkan antiobiotik, serta berpotensi sebagai makanan potensial atau suplemen. Daging ikan merupakan medium pertumbuhan yang baik bagi bagi berbagai macam mikroba. Mikroba dapat membusukkan protein, memfermentasikan karbohidrat, dan menjadikan lemak atau minyak. Dalam mengolah ikan harus memperhatikan beberapa aspek meliputi pengendalian mikroba, prinsip pengawetan ikan, metode-metode pengawetan ikan, serta fermentasi dan produk-produk olahan hasil fermentasi. Kandungan mikroba pada olahan ikan dapat memberikan keterangan yang mencerminkan mutu bahan mentahnya, keadaan sanitasi pada pengolahan pangan tersebut serta keefektifan metode pengawetannya. B. Rumusan Masalah
1. Mikroba apa saja yang berkaitan dengan pengolahan hasil perikanan? 2. Apa peranan mikroba dalam pengolahan hasil perikanan? 3. Bagaimana indikator mikrobiologi yang baik dalam pengolahan hasil perikanan? 4. Bagaimana pengolahan hasil perikanan yang efektif untuk mendapatkan mutu yang ideal?
C. Tujuan
1. Mengetahui cara pengendalian mutu pengolahan hasil perikanan dengan menggunakan indikator mikrobiologi. 2. Mengetahui standar indikator mikrobiologi pada sanitasi pabrik. D. Manfaat
1.
Bagi Penulis Untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengendalian Mutu Hasil Perikanan.
2.
Bagi Dosen Pengampu Mata Kuliah Untuk menjadi pertimbangan bagi pemberian nilai kepada kelompok mahasiswa yang bersangkutan.
3. Bagi Mahasiswa Perikanan Untuk menambah pengetahuan tentang indikator mikrobiologi yang baik dalam pengolahan hasil perikanan. 4. Bagi pembaca Untuk menambah wawasan tentang pengendalian mutu hasil perikanan terutama mengenai indikator mikrobiologi.
BAB II ISI A. Konsep Umum Mikrobiologi
Mikrobiologi Mikrobiologi dapat didefinisikan sebagai studi tentang mikroorganisme dan berbagai kegiatannya. Contohnya, mikrobiologi mencakup hal-hal berikut:
Studi-Fisiologi dari berbagai proses yang terjadi di organisme hidup.
Studi-Metabolisme dari proses kimia yang terjadi dalam organisme (misalnya, pencernaan).
Studi-Klasifikasi, berupa pengelompokan secara sistematis suatu organisme berdasarkan kesamaan.
Studi-Distribusi, lokasi di mana suatu mikroorganisme dapat ditemukan.
Studi-Ekologi, hubungan organisme dengan lingkungan mereka, baik hidup maupun mati.
Studi-Struktur , suatu organisme tersusun atas apa saja.
Studi-Reproduksi, bagaimana suatu organisme melangsungkan keturunan.
Mikroorganisme
Mikroorganisme merupakan jasad renik hidup (kecuali virus) baik tumbuhan atau hewan dengan dimensi mikroskopis atau submikroskopis. Mereka dapat ditemukan dalam kelompok dan kemudian disebut dimensi makroskopik. Mikroorganisme adalah organisme uniseluler, baik itu tunggal atau dalam agregat, setiap sel membawa berbagai fungsi kehidupan secara independen. Mikroorganisme berbeda satu sama lain dalam penampilan dan aktivitas, atas dasar perbedaan-perbedaan ini terdapat enam kelompok besar mikroorganisme yaitu : 1. Protozoa adalah hewan uniseluler sederhana, dan terdapat banyak spesies yang dikenal. Mereka tinggal di lingkungan berair, seperti kolam atau air selokan, laut, atau air tanah. Mayoritas hidup bebas dan tidak berbahaya untuk manusia. Namun, beberapa spesies cukup penting karena menyebabkan penyakit seperti malaria, penyakit tidur, dan disentri amuba pada manusia dan hewan.
2. Alga adalah sekelompok organisme yang menyerupai tanaman (seperti t anaman). Beberapa alga berukuran besar (misalnya jenis rumput laut), sedangkan yang lain sangat kecil dan hanya terlihat di bawah mikroskop. Semua jenis alga memproduksi makanannya sendiri dengan proses yang dikenal sebagai fotosintesis. Alga mikroskopis biasanya merupakan organisme yang hidup bebas dan dapat ditemukan di mana ada air dan sinar matahari yang cukup. Organisme ini biasa dilihat sebagai lendir hijau di permukaan kolam dan akuarium. 3. Virus adalah mikoorganisme yang terkecil dan hanya dapat dilihat di bawah mikroskop elektron. Virus termasuk metabolik inert, yaitu bisa masuk ke dalam sel-sel hidup dan mengarahkan kegiatan sel-sel serta mereplikasi diri. Proses multtiplikasi menyebabkan kematian sel-sel yang terinfeksi dan menyebabkan penyakit pada organisme inang. Virus adalah host-spesifik, yaitu virus hewan hanya menginfeksi sel-sel hewan, virus tanaman hanya menginfeksi sel-sel tumbuhan, dan virus bakteri hanya menginfeksi sel-sel bakteri. 4. Yeast adalah organisme bersel tunggal yang hanya dapat dilihat s ecara individual dengan menggunakan mikroskop. Yeast sebagian besar merupakan saprofit. Yeast dipindahkan dari satu tanaman ke tanaman lain oleh serangga yang bertindak sebagai vektor. Yeast terdapat di dalam tanah, akan tetapi cenderung tidak berkembang. Air garam mungkin mengandung beberapa spesies. Akan tetapi, hanya sedikit yang diketahui tentang populasinya di air tawar. Kulit dan saluran pencernaan dari hewan berdarah panas dapat membawa yeast saprofit. Ada juga beberapa spesies yeast yang bersifat patogen, karena mereka menyebabkan infeksi kulit pada manusia atau penyakit pada tanaman. Yeast digunakan dalam beberapa proses industri (misalnya : bir, anggur, dan produksi roti) karena kemampuannya untuk dapat memfermentasi gula menjadi produk karbon dioksida dan alkohol. 5. Jamur, berbeda dengan mikroorganisme lain, jamur dapat dilihat dengan mudah dengan mata telanjang. Ciri khasnya yaitu berbulu dan sering dijumpai pada surat kabar yang lembab, kulit berumur tua, dinding yang lembab, buah busuk, dan makanan lain seperti keju, selai, dan roti. Pertumbuhannya bisa hitam, putih, atau berbagai
pigmen
yang lain. Perbedaan
lainnya
antara
jamur dengan
mikroorganisme lain yaitu jamur tergolong multiseluler (terdiri dari banyak sel yang bergabung bersama-sama). Jamur kebanyakan saprofit dan sangat aktif dalam memberikan kontribusi terhadap pembusukan daun dan bahan lainnya di
dalam tanah. Kegiatan yang sama ini memberikan kontribusi untuk pembusukan dari berbagai makanan. Di sisi lain, aktivitas jamur pada beberapa makanan diinginkan, seperti dalam pematangan keju tertentu. Jamur juga sangat berguna untuk beberapa spesies yang memiliki kemampuan untuk menghasilkan antibiotik, terutama kelompok jamur Penicillium. Beberapa jamur bersifat patogen dan dapat menyebabkan penyakit pada tanaman dan manusia. Jamur juga dapat menyebabkan infeksi kulit seperti "kaki atlet" dan "kurap." 6. Bakteri, merupakan mikroorganisme yang sederhana, yaitu bersel tunggal dan dapat dilihat secara individual dengan bantuan mikroskop.
Morfologi
Bakteri terdiri dalam empat bentuk dasar, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1.. Pengetahuan tentang bentuk-bentuk dasar sering berfungsi sebagai bantuan yang berharga dalam pengobatan, teknologi pangan, dan sanitasi, karena bentuk berguna dalam mengidentifikasi bakteri tertentu yang dapat menjadikan masalah.
Reproduksi
Reproduksi bakteri untuk sebagian besar melalui proses yang dikenal sebagai “binary fission”, yaitu proses sederhana dari satu sel membelah menjadi dua bagian, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2. Selama proses ini, sel tumbuh memanjang dan dinding sel juga tumbuh kemudian membagi menjadi dua sel kecil. Masing-mas ing dua sel baru ini tumbuh dan pada saatnya juga akan membagi menjadi 2 sel baru.
Gambar 1. Empat bentuk dasar bakteri
Gambar 2. Binary fission pada bakteri
Multiplikasi sel
Proses pembelahan biner dapat menyebabkan peningkatan pesat jumlah sel bakteri (Gambar 3). Ada dua fakta yang perlu dicatat mengenai jenis multiplikasi sel : 1.
Jumlah organisme ganda ketika semua sel membelah.
2.
Waktu generasi umumnya sekitar 20 menit dan pada beberapa spesies hanya berlangsung sekitar 10 sampai 12 menit.
Gambar 3. Multiplikasi sel pada bakteri
Pertumbuhan dan multiplikasi mikroorganisme Secara umum semua makhluk hidup mempunyai kondisi lingkungan tertentu yang harus dipenuhi untuk tumbuh dan berkembang biak. Kehilangan atau tidak terpenuhinya kondisi tersebut akan menyebabkan pertumbuhan terhambat atau bahkan terhenti, yang dapat diikuti oleh kematian sel. Kondisi lingkungan yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme adalah: 1.
Waktu, beberapa bakteri memiliki selang waktu antara satu pembelahan sel dan pembelahan berikutnya mungkin sedikitnya 10 hingga 12 menit, sehingga jutaan sel dapat dihasilkan dari satu sel dalam waktu 24 jam. Namun, laju pembelahan sel tidak dapat dipertahankan untuk waktu yang lama karena lingkungan sekitar sel berubah.
Misalnya, sumber nutrisi yang digunakan dan produk-produk limbah yang dihasilkan oleh sel dapat meracuni lingkungan. 2. Makanan, semua organisme membutuhkan sumber makanan yang menyediakan unsur-unsur kimia dasar dimana sel protoplasma dibangun dan bertindak sebagai sumber energi. 3. Air, semua makhluk hidup membutuhkan air untuk mempertahankan diri. Air turut serta dalam reaksi di dalam sel, yang merupakan komponen terbesar; memfasilitasi dalam melarutkan suatu makanan, dan untuk mencegah sel dari kekeringan. Semua kegiatan tersebut membutuhkan air dalam bentuk cair. Ketika air mengkristal dalam bentuk es atau terikat secara kimia dalam larutan garam atau gula yang kuat, maka air tersebut tidak dapat digunakan oleh mikroorganisme. Jumlah air cair yang tersedia dalam makanan atau dalam larutan dapat digambarkan dalam aktivitas air (Aw). Air murni memiliki Aw = 1,0. 4.
Suhu, semua mikroorganisme memiliki sejumlah suhu yang khas yaitu: a. Suhu optimum, di mana organisme tumbuh terbaik.
b. Suhu maximum, suhu di atas suhu pertumbuhan dimana multiplikasi tidak akan terjadi. c. Suhu minimum, suhu di bawah suhu pertumhuhan dimana multiplikasi tidak akan terjadi. 5. pH, merupakan istilah ilmiah yang menjelaskan jumlah keasaman atau alkalinitas suatu cairan. Mikroorganisme hanya dapat tumbuh dan berkembang biak dalam kisaran pH tertentu. Sebagian besar mikroorganisme lebih memilih untuk hidup dalam lingkungan yang netral. 6. Oksigen, semua mikroorganisme berrespirasi, yaitu mereka memperoleh energi dengan memecah bahan kimia tertentu, biasanya gula, di dalam sel. Mikroorganisme yang berbeda membutuhkan jumlah oksigen yang berbeda untuk bernafas: a. Aerob, membutuhkan oksigen untuk respirasi. b. Anaerob, bisa respirasi dalam ketiadaan oksigen. c. Faculative, bisa respirasi baik dalam ada atau tidak adanya oksigen. d. Mikroaerofilik, hanya memerlukan sedikit oksigen untuk respirasi.
Pengetahuan tentang berbagai kondisi lingkungan sangat penting dalam rangka untuk memahami hal-hal seperti pembusukan ikan, sanitasi, pengawetan makanan, dan pengendalian penyakit penyebab kebusukan makanan tertentu. Dengan manipulasi berbagai kondisi,
mikroorganisme merugikan dapat dikurangi atau dikontrol, sehingga dapat menghindari penyampahan dan penyakit.
B. Peranan Mikroorganisme Beberapa kerugian yang disebabkan oleh aktivitas mikroorganisme pada umumnya dapat mengakibatkan perubahan susunan makanan atau kerusakan pada makanan yang dapat menurunkan nilai mutu dari suatu bahan pangan ataupun makanan itu s endiri. Selain itu, dapat pula berupa penyakit-penyakit baik yang menular maupun yang tidak menular, serta dapat pula berupa keracunan makanan akibat dari kontaminasi mikroorganisme pada bahan pangan.
Kerusakan makanan dapat terjadi pada makanan yang tidak dikalengkan maupun makanan yang berkaleng. Pelczar & Chan (2012:895-896) menyajikan beberapa contoh kerusakan pada makanan yang tidak berkaleng beserta mikroba yang terlibat didalamnya pada tabel dibawah ini.
Makanan
Roti
Tipe Kerusakan
Bulukan
Beberapa Mikroorganisme yang Terlibat
Rhizopus nigricans Penicillium
Aspergillus niger
Sirop
Menyerabut
Bacillus subtilis
Menyerabut
Enterobacter aerogenes
Rasa Khamir
Saccharomyces
Zygosaccharomyces
Merah muda
Micrococcus roseus
Bulukan
Aspergillus
Penicillium
Buah-buahan dan Busuk lunak
Rhizopus
sayur-mayur Erwinia
segar Busuk berkapang kelabu
Botrytis
Acar, sauerkraut
Busuk berkapang hitam
Aspergillus niger
Daging segar
Lapisan khamir, khamir Rhodotorula merah muda
Pembusukan Alcaligenes
Clostridium
Daging
Proteus vulgaris
yang
diawetkan Pseudomonas fluorescens Bulukan Aspergillus
Rhizopus
Penicillium Rasa asam Pseudomonas
Micrococcus Ikan
Hijau, lendir Lactobacillus
Leuconostoc
Telur
Berubah warna
Pseudomonas
Pembusukan
Alcaligenes
Flavobacterium
Busuk hijau
Pseudomonas fluorescens
Busuk tak berwarna
Pseudomonas
Air jeruk pekat
Alcaligenes
Busuk hitam
Proteus
Rasa tidak enak
Lactobacillus
Daging unggas
Leuconostoc
Acetobacter
Lendir, bau
Pseudomonas
Alcaligenes
Selain kerusakan makanan seperti pada tabel diatas, hal lain yang perlu diperhatikan adalah racun yang diproduksi oleh kelompok mikroorganisme tertentu. Toksin yang mereka hasilkan dapat berupa enterotoksin maupun neurotoksin. Enterotoksin merupakan toksin yang mengganggu alt pencernaan, sedangkan neurotoksin merupakan toksin atau racun yang mengganggu urat saraf. Menurut Budiyanto (2004:19), menyatakan bahwasanya beberapa jamur
yang mengontaminasi makanan mampu memproduksi mikotoksin yang dapat meracuni manusia.
Beberapa
flavus dan Aspergillus
jamur
yang
memproduksi
parasiticusmemproduksi
mikotoksin
adalah Aspergillus
aflatoksin, Penicillium
cyclopium,
Penicillium martensii, Aspergillus ochraceus, dan Aspergillus melleus memproduksi asam penisilat.
Peran Menguntungkan Mikroorganisme
Selain beberapa peran merugikan mikroba diatas, peran men guntungkan mikroorganisme juga merupakan hal penting yang perlu diketahui. Peran mi kroorganisme yang menguntungkan bagi manusia sebagaimana telah disinggung diatas, diantaranya adalah pembuatan produk pangan yang lebih tahan lama, serta menjadikan mikroba sebagai makanan tambahan baik bagi manusia maupun hewan. Produk pangan yang diolah dengan bantuan mikroba dapat dibagi menjadi produk persusuan dan produk makanan fermentasi selain persusuan. Pelczar &Chan (2012:898-900),
menyatakan
beberapa
produk
susu
yang
difermentasikan
mikroorganisme dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Mikroorganisme Produk Fermentasi
Melakukan
Utama
yang
Fermentasi
dan
Perubahanyang Dihasilkan
Rum
masam
mikroorganisme
yang
dibiaki
Sama dengan yang digunakan untuk pembuatan susu mentega yang dibiaki bakteri,
yaitu Streptococcus,
Leuconostoc Asam dan rasa/ aroma
Lactobacillus bulgaricus
Asam dan rasa/ aroma Susu Bulgaria L. acidophilus
oleh
Asam
Susu asidofilus
Streptococcus thermophilus
L.bulgaricus
Yogurt
Asam dan rasa/ aroma
S.lactis
L.bulgaricus
Kefir
Khamir peragi laktose
Asam dan rasa/aroma
Sama dengan yang dijumpai pada kefir
Asam dan rasa/aroma
Kumiss
Selain produk pangan yang berasal dari susu yang difermentasi seperti pada tabel diatas, terdapat pula beberapa produk pangan hasil fermentasi lain. Pelczar & Chan (2012:901), beberapa produk makanan lain yang dihasilkan dari fermentasi mikroorganisme dapat dilihat pada tabel berikut :
Bahan
Makanan
Fermentasi
Sauerkraut
Hasil
Bahan Asal
Mikroorganisme berperan
Tahap awal : Irisan kubis
Enterobacter cloacae
yang
(Sayur asin kubis)
Erwinia herbicola
Tahap intermediat :
Leuconostoc mesenteroides
Tahap akhir :
Lactobacillus plantarum
Fermentasi awal : Leuconostoc mesenteroides
Streptococcus faecalis
Pediococcus cerevisiae
Acar
Ketimun
Fermentasi lanjut :
Lactobacillus brevis
L. plantarum
Tahap awal : Leuconostoc mesenteroides Buah zaitun hijau
Buah zaitun Tahap intermediat :
Lactobacillus plantarum
L. brevis
Tahap akhir :
L. plantarum
Pediococcus cerevisiae Susis
Daging sapi dan babi Micrococcus spp.
3.2. Peran Mikroorganisme dalam Bidang Industri
Mikroorganisme dapat dipandang sebagai pabrik kimia mini oleh karena kemampuannya yang beragam dalam menciptakan perubahan-perubahan kimiawi. Beberapa substansi alamiah dapat diubah oleh beberapa mikroorganisme. Mikroorganisme dapat mengubah bahan mentah menjadi suatu produk baru yang bernilai ekonomis. Pemanfaatan mikroba dalam bidang industri telah banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Berbagai produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia telah banyak diproduksi secara komersial. Pemanfaatan mikroba dalam bidang industri antara lain produksi cuka, pembuatan alkohol, ragi roti, gasohol, produksi penisilin, produksi enzim, pengubahan steroid, hingga pemanfaatan mikroba dalam bidang mikrobiologi perminyakan dan pertambangan.
Produk industri dengan kualitas yang diinginkan dapat dihasilkan dengan dilakukannya koordinasi metabolisme. Peran koordinasi metabolisme merupakan proses yang sangat penting dalam hal mikrobiologi industri. Hal ini dikarenakan dengan adanya koordinasi metabolisme dapat diharapkan kinerja produksi menjadi meningkat, baik dari segi kualitas maupun kuantitas dalam waktu yang relatif cepat. Hal ini sebagaimana pernyataan Budiyanto (2004:25-42),
menyatakan bahwasanya ada 6 cara koordinasi mikroorganisme yang dapat digunakan dalam industri mikrobial, yaitu sebagai berikut :
1. Induksi Induksi enzim didefinisikan sebagai peningkatan relatif kecepatan sintesis sebuah enzim tertentu, yang dihasilkan dari eksposur sel ter hadap suatu bahan kimiawi yaitu suatu penginduksi (induser).
Enzim-enzim
yang dapat menginduksi dibutuhkan jika
mikroorganisme berada dalam medium yang terbatas nutrisinya, misalnya hanya sebuah polisakarida sebuah oligosakarida, aau sebuah asam amino sebagai sumber satu-satunya karbon atau energi.
2. Pengaturan (represi) Katabolit Represi katabolit dapat didefinisikan sebagai penururnan relatif kecepatan sintesis suatu enzim khusus, yang dihasilkan dari ekposur terhadap suatu sumber karbon yang diasimilasi secara cepat. Kasus yang klasik adalah represi katabolit b-galaktosidase oleh pertumbuhan Escherisia coli pada glukosa.
3. Pengaturan Umpan Balik Enzim-enzim degeneratif umumnya diatur oleh proses-proses induksi an pengaturan katabolit, sedangkan enzim-enzim biosintetik yang mengubah senyawaan-senyawaan kompleks makromolekul umumnya dikontrol oleh pengaturan umpan balik. Terdapat dua cara pengaturan umpan balik, yaitu penghambatan umpan balik (inhibition) dan sistem represi umpan balik (represion).
1. Pengaturan pada Jalur Bercabang (Branced Pathway) Suatu masalah akan timbul jika mikroorganisme membentuk lebih dari satu produk akhir dari suatu sekuen metabolik yang umum, yang bercabang di satu atau lebih titik percabanga. Dalam kasus seperti ini sel harus memiliki mekanisme pencegahan suatu produk akhir dari interferensi dengan produksi senyawa lain yang diturunkan dari sekuen metabolik umum. Tanpa mekanise seperti itu situasi akan menjadi kacau.
1. Pengaturan Asam Amino pada Sintesis RNA Pada saat sebuah urutan asam amino kehabisan masukan asam amino pada medium pertumbuhannya, maka bukan hanya sintesis protein yang terhenti, tetapi juaga s intesis RNA. Kontrol sintesis RNA oleh asam amino bersifat ekonomis untuk sel, karena pembentukan RNA pada saat tidak terjadi sintesis protein merupakan suatu pemborosan yang sia-sia.
1. Pengaturan Muatan Energi Banyak reaksi metabolisme antara memberikan masukan energi dalam bentuk ATP, dengan demikian tidak mengherankan menemukan jalur Embden-Meyerhof dan siklus krebs yang diatur oleh keseimbangan antara ATP, ADP, dan AMP di dalam sel. Muatan energi = (ATP + 0,5 ADP) / (ATP + ADP + AMP), tidak hanya mengatur kegiatan enzim-enzim katabolik yang menghasilkan pembentukan ATP, tetapi juga pada enzim-enzim biosintetik yang enggunakan ATP.
1. Kontrol Permeabilitas Salah satu tambahan selain pengontrolan metabolik, sel mikroorganisme ternyata memiliki mekanise selektif yang lain dan penting untuk ekonomi kehidupannya, yaitu kontrol permeabilitas. Penahan permeabilitas utama adalah membran sel. Lapisan tebal sekeliling membran sel memberikan kekuatan, kecuali untuk molekul-molekul besar yang membiarkan sebagian besar aktivitas selektifnya kepada membran. Pengaturan metabolik mencegah sintesis yang berlebihan dari metabolik-metabolik dan makromolekul-makromolekul penting untuk kehidupan sel.
Industri mikrobial dapat menjadi solusi dalam pemecahan masalah ekonomi. Produk-produk yang dihasilkan oleh sel-sel mikroorgamisme sebagaimanan telah disinggung diatas, merupakan produk yang bernilai ekonomis dan bermanfaat bagi kehidupan manusia apabila dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Produk yang baik dihasilkan dari perlakukan yang baik pula. Sebagaimana pernyataan Budiyanto diatas, salah satu faktor yang dapat mempengaruhi hasil produksi koordinasi metabolisme mikroba. Tanpa adanya koordinasi metabolisme mikroba, kemungkinan besar produk yang dihasilkan akan mengalami kerusakan atau memiliki mutu yang rendah. Hal ini juga akan berpengaruh terhadap nilai jual dari produk industri
mikrobial yang dihasilkan. Pelczar & Chan (2012:927), beberapa produk industri mikrobial selain antibiotik dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Produk
Bakteri
Kegunaan
Clostridium Aseton-Butanol
acetobutylicum dan
yang
lain
Pelarut;pembuatan bahan kimia
Bacillus polymyxa Pelarut,
2,3-Butanediol Enterobacter aerogenes
pelembab,
intermediat kimia
Dihidroksiaseton
Gluconobacter suboxydans Bahan kimia halus
Asam-2-ketoglukonat
Pseudomonas spp.
Asam-5-ketoglukonat
G. suboxydans
Intermediat untuk asam D-araboaskorbat Intermediat untuk asam tartarat Produk pangan; tekstil; dan penatu; pembuatan
Asam laktat
Lactobacillus delbrueckii
bahan
kimia;
menghilangan kapur dari kulit binatang. Memodifikasi Amilase bakter
Bacillus subtilis
merekat
pati; kertas;
melepaskan perekat pada tekstil.
Protease bakteri
B. subtilis
Memperhalus struktur dan urat
kulit
binatang;
melepaskan
serat;
penghilang
noda;
pengempuk daging. Stabilisator dalam produk Dekstran
Leuconostoc mesenteroides pangan; pengganti plasma darah.
Sorbose
G. suboxydans
Streptomyces Kobalamin
Pembuatan asam askorbat
alivaceus;
Propionibacterium freudenreichii
Pengobatan
anemia
perniciocus;
pelengkap
makanan dan makanan ternak
Asam glutamat
Brevibacterium spp.
Aditif makanan
Lisin
Micrococcus glutamicus
Aditif makanan ternak Penggunaan
medis
Streptococcus hemolyticus (melarutkan
gumpalan
Streptokinase Streptodornase
darah)
Peran Mikroorganisme dalam Bidang Pertanian
Mikroorganisme memiliki peran menguntungkan maupun peran merugikan dalam bidang pertanian. Beberapa jenis mikroba dapat menyebabkan penyakit pada tanaman budidaya sehingga tidak jarang para petani mengalami kerugian yang cukup besar. Menurut Budiyanto (2004),
“beberapa
adalah Xanthomonas
bakteri
yang
citri penyebab
menyebabkan
penyakit
penyakit
batang
pada
pada
tanaman
jeruk, Agrobacterium
tumefaciens penyebab penyakit batang kopi dan Erwinia trachephila penyebab penyakit busuk daun labu”.
Sementara itu, beberapa jenis mikroba lainnya memiliki peran yang cukup penting dalam siklus mineral dalam tanah. Peran penting lainnya dari mikroorganisme tanah adalah sebagai
biopestisida. Menurut Budiyanto (2004:187), “….secara ekologi, penggunaan biopestisida ini sangat menguntungkan jika dibandingkan dengan penggunaan pestisida. Hal ini dikarenakan adanya efek residu pestisida terhadap manusia termasuk manusia. Bakteri-bakteri tertentu dapat menghasilkan endotoksin yang dapat meracuni serangga hama tanaman tertentu”.
Peran Merugikan Mikroorganisme
Jasad renik yang merugikan merupakan agen penyebab penyakit yang timbul pada tanaman. Selain itu, beberapa mikroorganisme diatas juga mampu menyebabkan kerusakan mikrobiologik pada benda-benda tekstil maupun benda-benda logam. Jenis mikroorganisme yang dapat dianggap sebagai golongan yang paling besa r dan paling penting adalah cendawan. Beberapa
jenis
cendawan
penyebab
penyakit
diantaranya
adalah Plasmodiophora
brassicae penyebab kematian pada akar-akar kubis, Phyptophthora infestans, Aphanomuces laevis, Synchytrium endobioticum, dan lain sebagainya.
Selain cendawan, virus juga merupakan mikroorganisme patogen yang dapat menimbulkan berbagai masalah dan penyakit pada berbagai jenis tanaman. Virus umumnya merupakan parasit yang hanya dapat berkembang biak didalam sel hidup.Ukuran virus jauh lebih kecil jika dibandingkan dengan bakteri maupun cendawan. Beberapa jenis virus yang dapat menebabkan penyakit pada tanaman antara lain virus mosaik, virus tungro, dan masih banyak lagi.
Menurut Waluyo (2009:289), meyatakan bahwasanya virus sebagai mikroorgansime yang dorman dapat
hanya diketahui sedikit pengaruh
secara ekologis dalam tanah, kecuali sebagai partikel
yang tidak memiliki kemampuan parasitik.
Virus tanaman
bertahan hidup dalam tanah, sementara itu virus insekta berkurang infektifnya
selama setahun. Penyakit akibat virus dapat ditularkan
oleh nematoda dan fungi.
Peran Menguntungkan Mikroorganisme
Selain berperan merugikan bagi tanaman, Mikroorganisme tanah juga memiliki peran penting yang bermanfaat bagi tanaman. Salah satu peran myang menguntungkan dari mikroorganisme adalah sebagai penghasil antibiotik Mikroorganisme yang berperan dalam pembuatan antibiotik adalah golongan Actinomycetes yang merupakan salah satu prokariota yang memiliki bentuk menyerupai jamur. Menurut Waluyo (2009:269-270) menyatakan
bahwasanya “antibiotika adalah molekul organik yang mempunyai daya antimikrobial. Antibiotikan biasanya diambil dari metabolit intermediat yang pembentukannya melalui biosintesis yang bertahap. Misalnya, ada lebih 30 tahap biosintesis streptomisin.”
Mikroorganisme lain yang berperan penting dalam mikrobiologi pertanian adalah fungi. Fungi termasuk kedalam eukariota yang biasanya bentuknya berupa filamen dan berukuran lebih besar daripada bakteri. Menurut Waluyo (2009:273), “fungi merupakan agen utama (primer) dalam penguraian bahan-bahan organik. Fungi mendegradasi molekul kompleks seperti selulosa, hemiselulosa, pektin, pati, dan lignin”. Senyawa-senyawa tersebut merupakan jenis jnis senyawa yang sulit diuraikan. Hal ini dikarenakan susunan kompleks senyawa tersebut.
Peran lain dari fungi adalah bertindak sebagai nutrien ke bentuk biomassa mikrobial. Mereka membantu mengikat agregat tanah. Fungi atau jamur dapat mendekomposisi nutrien dalam bentuk senyawa organik, sebagaimana telah disebutkan diatas. Selain dua mikroorganisme diatas mikroba lain yang berperan positif dalam bidang pertanian adalah alga.
Alga merupakan mikroorganisme autotrof. Alga memanfaatkan sinar matahari untuk melakukan proses fotosintesis, seperti halnya tumbuhan berklorofil. Berdasarkan warna pigmennya alga dikelompokkan menjadi empat kelompok, yaitu chloropyta, chrisopyta, paeopyta, dan rodhopyta. Clhoropyta atau alga hijau memiliki pigmen klorofil yang membuatnya berwarna hijau. Chrisopyta merupakan alga yang memiliki pigmen karoten sehingga menyebabkan alga ini berwarna kuning. Paeopyta dan rhodopyta masing-masing berwarna cokelat dan merah.
Peran alga dalam tanah berhubungan langsung dengan tingkat kesuburan pada tanah. Menurut Waluyo (2009), menyatakan bahwa “kesuburan tanah berkaitan langsung dengan kelimpahan alga. Hal ini karena, alga dapat memproduksi karbohidrat sendiri, sehingga nutrien tanah seperti N, P, dan K membantu pertumbuhan alga. Herbisida dapat ju ga dikurangi oleh populasi alga dalam dalam lingkungan tanah”.
Mikroorganisme juga berperan dalam siklus mineral dalam tanah. Peran inilah yang menjadikan mikroba dapat dikatakan sebagai salah satu agen penyubur dalam tanah. Siklussiklus mineral tersebut antara lain siklus sulfur, siklus fosfor, siklus besi dan mangan, siklus
nitrogen, dan siklus karbon. Mineral-mineral diatas merupakan unsur penting yang sangat dibutuhkan oleh makhluk hidup lainnya baik manusia, hewan, maupun tumbuhan.
C. Indikator Mikrobiologi pada Sanitasi Pabrik 1. MPN
Metode yang digunakan untuk numerasi bakteri hidup adalah dengan metode MPN ( Most Probably Number ). MPN didasarkan pada metode statistik (teori kemungkinan). Metode MPN ini umumnya digunakan untuk menghitung jumlah bakteri khususnya untuk mendeteksi adanya bakteri coliform yang merupakan kontaminan. Ciri-ciri utamanya yaitu bakteri gram negatif, batang pendek, tidak membentuk spora, memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas yang dideteksi dalam waktu 24 jam inkubasi pada 37º C. Prinsip pengujian angka paling mungkin (MPN) Coliform menurut Metode Analisis Mikrobiologi (MA PPOM 69/MIK/06) yaitu pertumbuhan bakteri coliform setelah cuplikan diinokulasikan pada media cair yang sesuai, dengan mengamati adanya reaksi fermentasi dan pembentukan gas dalam tabung durham. Pada pengujian MPN Coliform diguanakan PDF (Pepton dilution fluid) sebagai pengencer, Mac Conkey Broth (MCB) dan Briliant Green Lastose Bile 2 % Broth (BGLB) sebagai media cairnya. Terdapat dua langkah untuk penentuan MPN yaitu uji praduga ( Presumtif test ) dan uji penegasan (Arifah, 2010). 2. Metode Standar plate count
Salah satu cara untuk mendeteksi atau menganalisis jumlah mikroba yang ada didalam makanan yaitu dengan cara uji TPC (Total Plate Count) di laboratorium. Pengujian Total Plate Count (TPC) dimaksudkan untuk menunjukkan jumlah mikroba yang terdapat dalam suatu produk dengan cara menghitung koloni bakteri yang ditumbuhkan pada media agar. Produk makanan dapat dikategorikan aman jika total koloni bakteri (Total Plate Count/TPC) tidak melebihi 1x108 coloni forming unit / per ml (CFU /ml) (SNI, 2008). Menurut Fardiaz (2004) Analisis kuantitatif mikrobiologi pada bahan pangan penting dilakukan untuk mengetahui mutu bahan pangan tersebut. Beberapa cara dapat digunakan untuk menghitung atau mengukur jumlah jasad renik didalam suatu suspensi atau bahan, salah satunya yaitu perhitungan jumlah sel dengan metode hitung cawan. Prinsip dari metode ini adalah jika sel mikroba masih hidup ditumbuhkan pada medium agar maka sel tersebut akan berkembang biak dan membentuk koloni yang dapat dilihat langsung tanpa menggunakan mikroskop. Cara pemupukan kultur dalam hitungan cawan yaitu dengan metode tuang ( pour
plate) Jika sudah didapatkan hasil jumlah koloninya, kemudian disesuaikan berdasarkan SPC (Standard Plate Count). Standar plate Count (Total plate count) adalah menentukan jumlah bakteri dalam suatu sampel. Dalam test tersebut diketehui perkembangan banyaknya bakteri dengan mengatur sampel, di mana total bakteri tergantung atas formasi bakteri di dalam media t empat tumbuhnya dan masing-masing bakteri yang dihasilkan akan membentuk koloni yang tunggal (Djide M. Natsir., 2005).
Tabel seleksi bakteri (Sesilia, R.2011) Bakteri
E. coli
Salmonella thypi
Media
Media
Enrichmen
Selektif
BGLBB,
EMBA,Mc
Koloni hijau metalik
LB, BHIB
concey
dengan bintik hitam di
BSA, SCB,
SSA, BSA
tegah
SELENITIF
Hasil positif
Koloni
keruh
atau
bening, tidak berwarna Pseudomonas aeruginosa
bagian tengah mungkin BHIB
MHA, CETA berwarna hitam. Koloni
Staphylococcus aureus
kecil
dan
sedang, jernih, sedikit BHIB
VJA
keruh.
Koloni
hijau
berfluoresen Koloni berukuran kecil dan berwarna hitam, Vibrio cholera
dikelilingi oleh areal APW
TCBSA
berwarna kuning yang enunjukkan terjadinya fermentasi manitol. Koloni
kuning
permukaan agak datar, bagian tengah dan
bagian
keruh pinggir
bening
atau
koloni
kuning
agak
kering
dilingkari zone kuning.
Pengujian Total plate count (TPC)
Total plate count merupakan salah satu metode perhitungan jumlah koloni mikroba baik bakteri maupun jamur yang terdapat pada sampel uji. Untuk mengetahui tingkat pencemaran bakteri, maka diginakan media Nutrient agar, sedangkan untuk mengetahui tingkat pencemaran jamur atau kapang digunakan media PDA. Metode TPC yang digunakan adalah metode s ebar yaitu dengan menyebar secara aseptic 1 ml sampel yang telah diencerkan di atas permukaan media padat kemudian disebarkan secara as eptic dengan menggunakan batang penyebar. Masa inkubasi untuk melihat pertumbuhan bakeri mupun jamur pada media N ataupun PDA adalah 3 x 24 jam. dilakukan pengujian total plate count bakteri sebagai dasar keamanan pangan dengan pembanding SNI olahan ikan (SNI 01-2332.3-2006). 10 g sample ikan dimasukkan secara steril ke dalam 90 ml aquadest lalu dihomogenkan. Dipipet sebanyak 1 ml lalu dimasukkan ke dalam 9 ml aquadest (tabung 1), lalu memipet 1 ml lagi pada tabung pertama dan memasukkan ke dalam tabung ke dua yang berisi 9 ml aquadest steril. Dilakukan proses pengenceran sampai tabung ke tiga. Mempersiapkan NA dan PDA plate dan menyebar 3 pengenceran terakhir ke dalam cawan petri yang berisi NA atau PDA sebanyak 1 ml. menyebar sampel dengan menggunakan batang penyebar dan menginkubasi selama 1 x 24 jam untuk bakteri dan 4 x 24 jam untuk jamur. Melakukan perhitungan koloni dengan menggunakan colony counter dan mencatat hasil pengamatan.
Analisis Data
Analisis Data dilakukan dengan mendiskripsikan hasil Total Plate Count pada sampel makanan. Analisis tersebut akan disajikan suatu Standards Plate Counts (SPC) dan dalam bentuk table untuk mempermudah dalam pembacaan. SPC merupakan metode untuk mendapatkan hasil jumlah mikroba dengan range 30 – 300 CFU (Colony Forming Unit) / ml dari pengenceran 10-2, 10-3, 10-4, Hal ini ditujukan untuk meminimalisir kemungkinankemungkinan kesalahan dalam proses analisa, terutama statisti cal error. Kisaran 30-300 koloni ini dijadikan titik tumpu dalam menentukan semua faktor yang dapat mempengaruhi hasil akhir dan setelah didapatkan hasilnya kemudian disesuaikan dengan standard makanan yang ada pada suatu perusahaan.
Contoh Standard TPC (Total Plate Count) Makanan Penerbangan di Aerofood ACS
Surabaya
Standard TPC sangat diterapkan oleh Aerofood ACS agar menjaga kualitas makanan yang diproduksinya, dan standard yang diterapkan berdasarkan Standard dari Qantas Airlines, Standard dari IFSA 3 rd version, June 2010, SNI 7388 : 2009, Permenkes No. 416 / MENKES / PER / IX / 1990, serta Peraturan BPOM No. HK. 00. 06. 1. S2. 4011, dan tersaji pada tabel 2. Tabel 2 Standard TPC Aerofood ACS Surabaya
Grade
Uji Mikrobiologi (satuan)
TPC (Total Plate Count) (CFU/ ml )
A
B
C
< 105
<105
> 106
(Aerofood ACS , 2014) Keterangan : Grade A
: Good
=
Satisfactory
Result
in
Bacteriological Examination Keep Up This Level. Grade B
: Border Line
=
Countinous
Improvement
In
Required Grade C
: Rejected
= Immediate Corrective Action In Food Safety is Present
Required to
Possible
Food
Porsioning
Maksud dari penjelasan diatas yaitu jika hasil uji bakteriologi menunjukkan pada Grade A maka hasil pemeriksaan bakteriologi memuaskan maka jaga tingkatan ini, pada Grade A jumlah TPC memiliki standard berkisar 1x101- 1x104 cfu/ml ( < 105 cfu/ml). Jika hasil menunjukkan pada Grade B masih dalam batasan bakteriologi maka perbaikan selanjutnya masih diperlukan untuk mendapatkan hasil Grade A, pada Grade B jumlah TPC memiliki standard berkisar 1x101- 1x105 ( < 105 cfu/ml). Bila sample yang diperiksa secara bakteriologis didapat hasil yang mempunyai grade C, berarti jumlah TPC > 10 6 cfu/ml ( jumlah total mikroba di dalam suspensi makanan penerbangan di atas 10 6 cfu/ml ), maka akan langsung dibuatkan surat peringatan, untuk dilakukan tindakan pengoreksian yang menyebabkan sample tersebut mempunyai Grade C, karena akan mengakibatkan keracunan makanan. Berdasarkan (Asosiasi Eropa Airlines, 2006) telah mengeluarkan rekomendasi untuk analisis mikrobiologi dan
standard untuk makanan penerbangan. untuk lebih jelasnya tersaji pada tabel 3 standard TPC dari AEA : Tabel 3. Standard TPC Assosiation Eropa Airlines (AEA)
F ood item
TPC cfu/g
Semua bahan yang belum diproses (raw material)
< 5,0 x 106
Semua bahan yang telah diproses dan diporsi (hot meal)
< 1 X 106
(AEA, 2006) Bahan yang dianalisis pada tabel 3, seperti hot meal (makanan panas) yang sudah mengalami pemorsian dan raw material , berdasarkan tabel AEA standard total palate count (TPC) untuk hot meal tidak boleh melebihi nilai 1,0 x 106 cfu / g dan untuk raw material tidak boleh melebihi nilai 5,0 x 106 cfu / g. 3. Staphylococcus aureus Bakteri Staphylococcus aureus sering ditemukan sebagai flora normal di kulit dan selaput lendir pada manusia. Beberapa jenis bakteri ini dapat membuat enderotoksin yang menyebabkan keracunan. Bakteri Staphylococcus aureus adalah bakteri patogen, penyebab penyakit radang di kulit dan menimbulkan bisul yang bernanah disebut abses (Jawetz, 2010). Bakteri ini sering ditemukan pada makanan-makanan yang mengandung protein. Enterotoksin yang diproduksi oleh Staphylococcus aureus bersifat tahan panas dan masih aktif setelah dipanaskan pada suhu 100°C selama 30 menit (Jawetz, 2010).
Morfologi Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus berbentuk bulat menyerupai bentuk buah anggur yang tersusun rapi dan tidak teratur satu sama lain. Sifat dari bakteri ini umumnya sama dengan bakteri coccus yang lain yaitu: 1)
Berbentuk bulat dengan diameter kira-kira 0,5 – 1,5 µm.
2)
Sel-selnya bersifat gram positif dan tidak aktif melakukan pergerakan (non motil).
3)
Bersifat patogen dan menyebabkan lesi local yang oportunistik.
4)
Bersifat anaerob fakultatif.
5)
Menghasilkan katalase.
6)
Sebagian besar adalah saprofit yang hidup di alam bebas, namun habitat alamiahnya
pada permukaan epitel golongan primate/mamalia.
7)
Bersifat β-hemolitik.
8)
Toleran garam (halodurik).
9)
Menghasilkan pigmen kuning dan mungkin memproduksi eksotoksin.
Fisiologi
Staphylococcus
aureus mudah
tumbuh
pada
berbagai
macam-macam
media,
bermetabolisme aktif dengan meragikan karbohidrat dan menghasilkan pigmen yang bervariasi mulai dari pigmen berwarna putih sampai kuning tua. BakteriStaphylococcus aureus sebagian menjadi anggota flora normal kulit dan selaput lendir pada manusia, sebagian lagi menjadi bakteri patogen yang menyebabkan bermacam-macam penyakit atau gangguan dalam tubuh (Madigan dkk., 2012). Patogenitas
Infeksi Staphylococcus aureus diasosiasikan dengan beberapa kondisi patologi, diantaranya bisul, jerawat, pneumonia, meningitis, dan arthritits. Sebagian besar penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini memproduksi nanah, oleh karena itu bakteri ini disebut piogenik (Madigan dkk., 2012). Penyebaran Staphylococcus aureus
Bakteri Staphylococcus aureus yang dibawa pengidap tidak menimbulkan gejala, tetapi dapat menularkan pada orang lain atau lingkungannya dengan berbagai cara yakni dapat dihembuskan dari saluran pernapasan atas pada waktu bersin, dan dapat menjadi sumber penularan terhadap orang lain. Staphylococcus aureus dapat ditularkan melalui tangan pengidap yang tidak bergejala (Madigan dkk., 2012). Faktor yang dapat mernpengaruhi terjadinya kontaminasi bakteri adalah praktik hygiene dan sanitasi produsen dan penjual. Praktik higiene yang buruk seperti pemakaian alat-alat yang tidak bersih, tangan yang tidak dicuci, kuku yang kotor dan tidak dipotong atau penyimpanan makanan terlalu lama dipengaruhi lingkungan dapat menjadi media yang sangat efektif dalam penyebaran Staphylococcus aureus . Menurut SNI 7338:2009 ikan atau produk ikan yang dikeringkan dengan atau tanpa garam dan diasap dengan atau tanpa garam batas maksimum
Staphylococcus aureus
adalah sebesar > 10.000/gram
4.
Listeria monocytogenes Listeria monocytogenes adalah bakteri psikotropik, fakultatif anaerob, katalase positif, oksidase negatif. Meskipun tidak membentuk spora, Listeria monocytogenes dapat berkembang di berbagai kondisi lingkungan seperti suhu lemari es, pH rendah serta
konsentrasi garam tinggi (Campos et al. 2011). Batas suhu pertumbuhannya adalah antara 1.5 sampai 45 oC, dengan suhu pertumbuhan optimal 30 – 37 oC. L. monocytogenes dapat tumbuh pada rentang pH 4.0 – 9.6, namun akan lebih sensitif terhadap kondisi asam pada suhu yang tinggi (Yousef dan Lado 2007). Beberapa karakteris tik ini menyebabkan adanya peluang keberadaan Listeria monocytogenes pada produk perikanan baik yang berasal dari perairan asin maupun tawar meskipun telah mendapat proses pendinginan dan memiliki konsentrasi NaCl yang tinggi. Pangan dapat terkontaminasi L. monocytogenes selama rantai pangan berlangsung. Biasanya terjadi pada saat produksi, pengolahan, distribusi, dan penyimpanan. Listeria monocytogenes merupakan bakteri patogen yang berperan penting sebagai salah satu penyebab foodborne disease, yaitu penyakit yang ditularkan melalui pangan. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri ini disebut listeriosis (Lomonaco et al. 2009). Penyakit ini berbahaya terutama pada wanita hamil, bayi yang baru lahir, dan orang dewasa yang mempunyai kekebalan tubuh lemah. Penyakit ini mempunyai tingkat mortalitas 25 % dan tingkat rawat inap 92 %. L. monocytogenes menunjukkan angka yang tinggi pada feses orang yang terinfeksi, yaitu lebih dari 104 koloni g-1 (Sanjaya et al. 2009). Di Amerika Serikat, data yang tersedia menunjukkan bahwa 5 ribu orang meninggal dari 76 juta orang yang terinfeksi disebabkan oleh konsumsi pangan yang terkontaminasi L. monocytogenes (Robert 2009), sedangkan di Indonesia belum tersedia data maupun laporan yang mencatat kejadian listeriosis. Hal ini cukup menyulitkan dalam menentukan prevalensi listeriosis di Indonesia. Listeria monocytogenes dapat terdeteksi pada produk hasil perikanan terutama karena buruknya penerapan higiene dan sanitasi. Keberadaan bakteri patogen tersebut pada pangan menjadi cemaran biologis yang dapat mengancam keamanan pangan.
BAB III PENUTUP Kesimpulan
1. Pengendalian mutu pengolahan hasil perikanan dilakukan dengan mengetahui indikator mikrobiologi pada produk dengan mikroorganisme yang berbeda a gar dapat ditetapkan prosedur produksi yang sesuai agar kandungan mikroorganisme tidak melewati batas maksimum 2. Indikator mikrobiologi pada sanitasi pabrik tergantung pada jenis mikroorganisme serta standar negara/pabrik itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA
AEA. 2006. Hygiene Guidelines. The Association of European Airlines, Brussels, Belgium, 2006, pp.1-24 . Andrian, GB, Fatimawali & Novel, SK, 2014, ‘Analisis Cemaran Bakteri Coliform Dan Identifikasi Escherichia Coli Pada Air Isi Ulang Dari Depot Di Kota Manado’, Jurnal Ilmiah Farmasi-Unsrat , vol.3, no.3, hal. 2302-2493 Arifah, I.N. 2010. Analisis Mikrobiologi pada Makanan. Universitas Sebelas Maret. Surakarta. Tugas Akhir. Bonnel, AD 1994. Quality Assurance di Laut Pengolahan: Sebuah Panduan Praktis. Chapman & Hall, Inc. New York. BPOM RI, 2008, “Pengujian Mikrobiologi Makanan. Info POM Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Vol. 9, No. 2. Maret 2008. [cited 2014 Sep Budiyanto, Moch. Agus Krisno. 2004. Mikrobiologi Terapan. Malang : UMM Press. Cappuccino, GJ & Sherman, N, 2014, Microbiology; A Laboratory Manual, 10th ed, Pearson Education, USA Djide, Natsir, (2005), Mikrobiologi Farmasi Dasar , Jurusan Farmasi Universitas Hasanuddin, Makassar. Kartika, E, Khotimah S & Yanti, AH, 2014, ‘Deteksi bakteri indikator keamanan pangan pada sosis daging ayam di pasar tradisional flamboyan Pontianak’, Jurnal Protobiont , vol. 3, no. 2, hal. 111-119
Marlina. 2008. Identifikasi Bakteri Vibrio parahaemolit ycus dengan Metode BIOLOG dan Deteksi Gen ToxR nya Secara PCR. Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi. 13(1):11-17. Pelczar, Michael. J dan E.C.S. Chan. 2012. Dasar-Dasar Mikrobiologi 2. Jakarta : UI Press.
Sesilia. 2009. Analisis Laporan Keuangan Untuk Memprediksi Tingkat Kebangkrutan Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia (Studi Kasus Pada Per usahaan Manufaktur Yang Mengeluarkan Obligasi). Skripsi S1 Program Studi Manajemen Universitas Sebelas Maret: Surakarta. SNI 2897. 2008. Sisni. Bsn .go. id / index. php / SNI_main / SNI / detail_SNI / 7779 Suriaman, E. dan Juwita (2008) Uji Kualitas Air. Jurnal Mikrobiologi Pangan. UIN Malang. Waluyo, Lud. 2009. Mikrobiologi Lingkungan. Malang : UMM Press.