BAB I PENDAHULUAN 1. Latar Belakang Saat ini isu penting dan global dalam Pelayanan Kesehatan adalah Keselamatan Pasien (Patient Safety). Isu ini praktis mulai dibicarakan kembali pada tahun 2000-an, sejak laporan dan Institute of Medicine (IOM) yang menerbitkan laporan: to err is human, building a safer health system. Laporan itu mengemukakan penelitian di rumah sakit di Utah dan Colorado serta New York. Di Utah dan Colorado ditemukan KTD (Adverse Event) sebesar 2.9%, dimana 6.6% diantaranya meninggal. Sedangkan di New York KTD adalah sebesar 3.7% dengan angka kematian 13.6%. Angka kematian akibat KTD pada pasien rawat inap diseluruh Amerika yang berjumlah 33.6 juta pertahun sberkisar 44.000 – 98.000 per tahun. Publikasi WHO pada tahun 2004, mengumpulkan angka-angka penelitian rumah sakit di berbagai Negara : Amerika, Inggis, Denmark dan AuStandardalia, ditemukan KTD dengan rentan 3.2 – 16.6%. dengan data tersebut, berbagai Negara segera melakukan penelitian dan mengembangan Sistem Keselamatan Pasien.Keselamatan pasien adalah suatu disiplin baru dalam pelayanan kesehatan yang mengutamakan pelaporan, analisis, dan pencegahan medical error yang sering menimbulkan Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dalam pelayanan kesehatan. Frekuensi dan besarnya KTD tak diketahui secara pasti sampai era 1990-an, ketika berbagai Negara melaporkan dalam jumlah yang mengejutkan pasien cedera dan meninggal dunia akibat medical error. Menyadari akan dampak error pelayanan kesehatan terhadap 1 dari 10 pasien di seluruh dunia maka World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa perhatian terhadap Keselamatan Pasien sebagai suatu endemis. Organisasi kesehatan dunia WHO juga telah menegaskan pentingnya keselamatan dalam pelayanan kepada pasien: “Safety is a fundamental principle of patient care and a critical component of quality management.” (World Alliance for Patient Safety, Forward Programme WHO, 2004), sehubungan dengan data KTD di Rumah Sakit di berbagai negara menunjukan angka 3 – 16% yang tidak kecil. Sejak berlakunya UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen dan UU No. 29 tentang Praktik Kedokteran, muncullah berbagai tuntutan hukum kepada Dokter dan Rumah Sakit. Hal ini hanya dapat ditangkal apabila Rumah Sakit menerapkan Sistem Keselamatan Pasien. Sehingga Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) membentuk Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) pada tanggal 1 Juni 2005. Selanjutnya Gerakan Keselamatan Pasien Rumah Sakit ini kemudian dicanangkan oleh Menteri Kesehatan RI pada Seminar Nasional PERSI pada tanggal 21 Agustus 2005, di Jakarta Convention Center Jakarta. KKP-RS telah menyusun Panduan Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien bagi staf RS untuk mengimplementasikan Keselamatan Pasien di Rumah Sakit. Di samping itu pula KARS (Komisi Akreditasi Rumah Sakit) Depkes telah menyusun Standard Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang akan menjadi salah satu Standard Akreditasi Rumah Sakit. Pada tahun 2011 Kementerian Kesehatan RI mengeluarkan Permenkes 1691 tahun 2011 tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit sebagai pedoman bagi penerapan Keselamatan Pasien di rumah sakit. Dalam permenkes 1691 tahun 2011 dinyatakan bahwa rumah sakit dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit wajib melaksanakan program 1
2 dengan mengacu pada Kebijakan Nasional Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. (1) Setiap rumah sakit wajib membentuk Tim Keselamatan Pasien Rumah Sakit (TKPRS) yang ditetapkan oleh kepala rumah sakit sebagai pelaksana kegiatan keselamatan pasien. (2) TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab kepada kepala rumah sakit. (3) Keanggotaan TKPRS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari manajemen rumah sakit dan unsur dari profesi kesehatan di rumah sakit. (4) TKPRS melaksanakan tugas: 1. Mengembangkan program keselamatan pasien di rumah sakit sesuai dengan kekhususan rumah sakit tersebut; 2. Menyusun kebijakan dan prosedur terkait dengan program keselamatan pasien rumah sakit; 3. Menjalankan peran untuk melakukan motivasi, edukasi, konsultasi, pemantauan (monitoring) dan penilaian (evaluasi) tentang terapan (implementasi) program keselamatan pasien rumah sakit; 4. Bekerja sama dengan bagian pendidikan dan pelatihan rumah sakit untuk melakukan pelatihan internal keselamatan pasien rumah sakit; 5. Melakukan pencatatan, pelaporan insiden, analisa insiden serta mengembangkan solusi untuk pembelajaran; 6. Memberikan masukan dan pertimbangan kepada kepala rumah sakit dalam rangka pengambilan kebijakan keselamatan pasien rumah sakit; dan 7. Membuat laporan kegiatan kepada kepala rumah sakit. Dalam pelaksanaannya, Keselamatan Pasien akan banyak menggunakan prinsip dan metode manajemen risiko mulai dan identifikasi, asesmen dan pengolahan risiko. Diharapkan, pelaporan & analisis insiden keselamatan pasien akan meningkatkan kemampuan belajar dari insiden yang terjadi untuk mencegah terulangnya kejadian yang sama dikemudian hari. Mengingat keselamatan pasien sudah menjadi tuntutan masyarakat dan berdasarkan atas latar belakang itulah maka pelaksanaan program keselamatan pasien di RSU Sari Mutiara Medan perlu dilakukan. Untuk dapat meningkatkan mutu pelayanan RSU Sari Mutiara Medan terutama didalam melaksanakan keselamatan pasien sangat diperlukan suatu pedoman yang jelas sehingga angka KTD dapat dicegah sedini mungkin.
2. Sturktur Organisasi Komite Keselamatan Pasien RSU Sari Mutiara Medan
3
DIREKTUR
KETUA WKL KETUA
SEKRETARIS
ANGGOTA I PENUNJANG MEDIK & NON MEDIK
ANGGOTA II 1.PELAYANAN MEDIS 2. INSTALASI PELAYANAN
ANGGOTA II PELAYANAN KEPERAWATAN
1. Uraian Tugas Komite Keselamatan Pasien RSU Sari Mutiara Medan A. Unit Organisasi: Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit B. Bertanggung jawab: Kepada Direktur RSU Sari Mutiara Medan C. Bawahan Langsung: Unsur Pelaksana Fungsional (UPF) Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) D. Tugas: Menyusun Standard keselamatan pasien rumah sakit, menyusun dan membuat langkah-langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit, menyusun langkah-langkah kegiatan komite keselamatan pasien rumah sakit, monitoring dan evaluasi. E. Wewenang: 1. Memimpin pelaksanaan tugas komite keselamatan pasien rumah sakit (KPPRS) 2. Menetapkan kebutuhan dalam upaya keselamatan pasien
F.
Uraian Tugas 1. Ketua:
4
Memimpin pelaksanaan tugas komite keselamatan pasien rumah sakit. Mengkordinasikan pelaksanaan tugas dengan unit terkait dalam keselamatan pasien. Menyusun kebijakan dan tata cara pelaporan kejadian tak diharapkan, kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel. Menyusun dan membuat program kerja komite keselamatan pasien rumah sakit. Menyusun dan membuat Standardd keselamatan pasien rumah sakit Menyusun dan membuat langkah-langkah menuju keselamatan pasien rumah sakit. Menyusun langkah-langkah kegiatan komite keselamatan pasien rumah sakit. Melakukan pencatatan dan pelaporan insiden/Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tak Diharapkan (KTD) dan Kejadian Sentinel. Monitoring dan Evaluasi pada unit-unit kerja di lingkungan rumah sakit terkait dengan pelaksanaan keselamatan pasien di unit kerja. Menyusun dan membuat laporan kegiatan Komite keselamatan Pasien Rumah Sakit setiap bulan, triwulan, semester dan tahunan kepada atasan. 2. Wakil Ketua: Membantu tugas-tugas ketua terutama bila berhalangan hadir. Melakukan kordinasi pelaksanaan tugas dengan unit kerja-unit kerja yang ada dilingkungan rumah sakit. Bersama ketua menyusun program komite keselamatan pasien rumah sakit. Bersama ketua melaksanakan tugas-tugas sesuai program yang telah disusun. 3. Sekretaris: Mengatur pelaksanaan adminiStandardasi komite keselamatan pasien rumah sakit. Menyusun dan membuat jadwal pertemuan komite keselamatan pasien rumah sakit. Mengatur pelaksanaan pertemuan komite keselamatan pasien rumah sakit dengan anggota. Membantu ketua dalam menyusun laporan pelaksanaan program keselamatan pasien rumah sakit kepada atasan langsung setiap bulan/triwulan/semester/tahunan. 4. Anggota: Menyusun program keselamatan pasien di lingkungan unit kerja masing-masing bidang. Mencatat setiap kejadian/insiden yang terjadi pada pasien di unit pelayanan pada formulir pencatatan dan pelaporan insiden (Insident Report) Melaporkan setiap kejadian/incident yang terjadi pada pasien pada komite keselamatan pasien. Melakukan pembahasan kasus/kejadian yang tak diharapkan, kejadian nyaris cedera dan kejadian sentinel yang dialami pasien di rumah sakit
5
Monitoring keselamatan pasien selama dirawat di rumah sakit di unit kerja sesuai bidang. Melakukan evaluasi kasus/insiden yang terjadi pada pasien Menyusun dan membuat laporan tugas setiap bulan, triwulan, semester dan tahun kepada atasan. G. Tolok Ukur: 1. Pelayanan yang diberikan setiap unit kerja memuaskan bagi pasien/pelanggan. 2. Berkurangnya insiden/kejadian tak diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris Cedera (KNC) terhadap pasien selama dirawat di rumah sakit. 3. Tujuan Keselamatan Pasien 1. Tujuan Umum Sebagai pedoman bagi manajemen RSU Sari Mutiara Medan untuk dapat melaksanakan program keselamatan pasien dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit. 2. Tujuan Khusus 2.1. Sebagai acuan yang jelas bagi manajemen RSU Sari Mutiara Medan didalam mengambil keputusan terhadap keselamatan pasien. 2.2. Sebagai acuan bagi para dokter untuk dapat meningkatkan keselamatan pasien. 2.3. Terlaksananya program keselamatan pasien secara sistematis dan terarah. 4. Manfaat 1. Dapat meningkatkan mutu pelayanan yang berkualitas dan citra yang baik bagi Rumah Sakit Umum Sari Mutiara Medan. 2. Agar seluruh personil rumah sakit memahami tentang tanggung jawab dan rasa nilai kemanusian terhadap keselamatan pasien di RSU Sari Mutiara medan. 3. Dapat meningkatkan kepercayaan antara dokter dan pasien terhadap tindakan yang akan dilakukan. 4. Mengurangi terjadinya KTD di rumah sakit.
BAB II KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT I. Keselamatan pasien dan manajemen risiko klinis
6 Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil (Kemenkes RI, 2011). Risiko adalah “peristiwa atau keadaan yang mungkin terjadi yang dapat berpengaruh negatif terhadap perusahaan.”. Pengaruhnya dapat berdampak terhadap kondisi : Sumber Daya (human and capital) Produk dan jasa , atau Pelanggan, Dapat juga berdampak eksternal terhadap masyarakat,pasar atau lingkungan. Risiko adalah “fungsi dari probabilitas (chance, likelihood) dari suatu kejadian yang tidak diinginkan, dan tingkat keparahan atau besarnya dampak dari kejadian tersebut. Risk = Probability (of the event) X Consequence Risiko di Rumah Sakit: 1) Risiko klinis adalah semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian pelayanan pasien yang bermutu tinggi, aman dan efektif. 2) Risiko non klinis/corporate risk adalah semua issu yang dapat berdampak terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari rumah sakit sebagai korporasi. Kategori risiko di rumah sakit (Categories of Risk) : 1) Patient care-related risks 2) Medical staff-related risks 3) Employee-related risks 4) Property-related risks 5) Financial risks 6) Other risks Resiko klinis yang didapat oleh pasien dirumah sakit dapat bersumber dari kondisi penyakit pasien itu sendiri (Resiko Medis) atau dapat juga bersumber dari kondisi diluar dari kondisi penyakit yang diderita pasien selama dirawat di Rumah Sakit (Resiko Non Medis). Resiko Medis adalah resiko yang timbul akibat intervensi ataupun akibat tidak melakukan intervensi yang seharusnya dilakukan atau tidak seharusnya dilakukan sehingga menimbulkan keadaan kejadian yang tak diharapkan, kejadian nyaris cedera, kecacatan, atau kematian. Resiko Non Medis adalah resiko yang diakibatkan kondisi sarana dan prasarana rumah sakit yang dapat membahayakan pasien seperti tempat tidur yang tidak punya pelindung untuk pasien anak, dan pasien tidak sadarkan diri, atau akibat dari lantai yang licin dsb. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. Manajemen risiko rumah sakit adalah kegiatan berupa identifikasi dan evaluasi untuk mengurangi risiko cedera dan
7 kerugian pada pasien, karyawan rumah sakit, pengunjung dan organisasinya sendiri (The Joint Commission on Accreditation of Healthcare Organizations/JCAHO). Manajemen Risiko Terintegrasi adalah proses identifikasi, penilaian, analisis dan pengelolaan semua risiko yang potensial dan kejadian keselamatan pasien. Manajemen risiko terintegrasi diterapkan terhadap semua jenis pelayanan dirumah sakit pada setiap level. Jika risiko sudah dinilai dengan tepat, maka proses ini akan membantu rumah sakit, pemilik dan para praktisi untuk menentukan prioritas dan perbaikan dalam pengambilan keputusan untuk mencapai keseimbangan optimal antara risiko, keuntungan dan biaya. Dalam praktek, manajemen risiko terintegrasi berarti: 1) Menjamin bahwa rumah sakit menerapkan sistem yang sama untuk mengelola semua fungsi-fungsi manajemen risikonya, seperti patient safety, kesehatan dan keselamatan kerja, keluhan, tuntutan (litigasi) klinik, litigasi karyawan, serta risiko keuangan dan lingkungan. 2) Jika dipertimbangkan untuk melakukan perbaikan, modernisasi dan clinical governance, manajemen risiko menjadi komponen kunci untuk setiap desain proyek tersebut. 3) Menyatukan semua sumber informasi yang berkaitan dengan risiko dan keselamatan, contoh: “data reaktif” seperti insiden patient safety, tuntutan litigasi klinis, keluhan, dan insiden kesehatan dan keselamatan kerja, “data proaktif” seperti hasil dari penilaian risiko; menggunakan pendekatan yang konsisten untuk pelatihan, manajemen, analisis dan investigasi dari semua risiko yang potensial dan kejadian aktual. 4) Menggunakan pendekatan yang konsisten dan menyatukan semua penilaian risiko dari semua jenis risiko di rumah sakit pada setiap level. 5) Memadukan semua risiko ke dalam program penilaian risiko dan risk register 6) Menggunakan informasi yang diperoleh melalui penilaian risiko dan insiden untuk menyusun kegiatan mendatang dan perencanaan Standardategik. Identifikasi risiko adalah usaha mengidentifikasi situasi yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial. Identifikasi akan membantu langkah-langkah yang akan diambil manajemen terhadap risiko tersebut. InStandardument: 1. Laporan Kejadian-Kejadian(KTD+KNC+Kejadian Sentinel+dan lain-lain) 2. Review Rekam Medik (Penyaringan Kejadian untuk memeriksa dan mencari penyimpangan-penyimpangan pada praktik dan prosedur) 3. Pengaduan (Complaint) pelanggan 4. Survey/Self Assesment, dan lain-lain
Pendekatan terhadap identifikasi risiko meliputi: Brainstorming
8 Mapping out proses dan prosedur perawatan atau jalan keliling dan menanyakan kepada petugas tentang identifikasi risiko pada setiap lokasi. Membuat checklist risiko dan menanyakan kembali sebagai umpan balik Penilaian Resiko (Risk Assesment) merupakan proses untuk membantu organisasi menilai tentang luasnya risiko yang dihadapi, kemampuan mengontrol frekuensi dan dampak risiko. Rumah Sakit harus mempunyai Standard yang berisi Program Risk Assessment tahunan, yakni Risk Register: 1. Risiko yang teridentifikasi dalam 1 tahun 2. Informasi Insiden Keselamatan Pasien, klaim litigasi dan komplain, investigasi eksternal & internal, external assessments dan Akreditasi 3. Informasi potensial risiko maupun risiko aktual (menggunakan RCA&FMEA) Penilaian risiko Harus dilakukan oleh seluruh staf dan semua pihak yang terlibat termasuk Pasien dan Publik dapat terlibat bila memungkinkan. Area yang dinilai: 1. Operasional 2. Finansial 3. Sumber daya manusia 4. Standardategik 5. Hukum/Regulasi 6. Teknologi
Manfaat manajemen risiko terintegrasi untuk rumah sakit 1. Informasi yang lebih baik sekitar risiko sehingga tingkat dan sifat risiko terhadap pasien dapat dinilai dengan tepat. 2. Pembelajaran dari area risiko yang satu, dapat disebarkan di area risiko yang lain. 3. Pendekatan yang konsisten untuk identifikasi, analisis dan investigasi untuk semua risiko, yaitu menggunakan RCA. 4. Membantu rumah sakit dalam memenuhi Standard-Standard terkait, serta kebutuhan clinical governance. 5. Membantu perencanaan Rumah Sakit menghadapi ketidakpastian, penanganan dampak dari kejadian yang tidak diharapkan, dan meningkatkan keyakinan pasien dan masyarakat. Risk Assessment Tools Risk Matrix Grading Root Cause Analysis Failure Mode and Effect Analysis Mengacu kepada Standard keselamatan pasien, maka rumah sakit harus mendisain (merancang) proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitoring dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Proses perancangan tersebut harus mengacu pada visi, misi dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktek bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi resiko bagi pasien dengan “Tujuh Langkah Keselamatan Pasien Rumah Sakit”
9 II. Standard Keselamatan Pasien Rumah Sakit Standard I. Hak pasien Standard: Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Kriteria: 1.1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan. 1.2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana pelayanan. 1.3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien termasuk kemungkinan terjadinya insiden. Standard II. Mendidik pasien dan keluarga Standard: Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Kriteria: Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan. Karena itu, di rumah sakit harus ada sistem dan mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut diharapkan pasien dan keluarga dapat: Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan. Mematuhi inStandarduksi dan menghormati peraturan rumah sakit. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati. Standard III. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan Standard: Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan antar unit pelayanan. Kriteria: 3.1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari rumah sakit 3.2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan dapat berjalan baik dan lancar. 3.3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
10 3.4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman dan efektif. Standard IV. Penggunaan metode-metode peningkatan kinerja untuk melakukan evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien Standard: Rumah sakit harus mendesain proses baru atau memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien. Kriteria: 4.1. Setiap rumah sakit harus melakukan proses perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit”. 4.2. Setiap rumah sakit harus melakukan pengumpulan data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan. 4.3. Setiap rumah sakit harus melakukan evaluasi intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan evaluasi satu proses kasus risiko tinggi. 4.4. Setiap rumah sakit harus menggunakan semua data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien terjamin. Standard V. Peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien Standard: 1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit “. 2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau mengurangi insiden. 3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan tentang keselamatan pasien. 4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan keselamatan pasien. 5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien. Kriteria: 5.1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan pasien.
11 5.2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan program meminimalkan insiden. 5.3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen dari rumah sakit terintegrasi dan berpartisipasi dalam program keselamatan pasien. 5.4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk keperluan analisis. 5.5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program keselamatan pasien mulai dilaksanakan. 5.6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden, misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”. 5.7. Terdapat kolaboratoriumorasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar unit dan antar pengelola pelayanan di dalam rumah sakit dengan pendekatan antar disiplin. 5.8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam kegiatan perbaikan kinerja rumah sakit dan perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap kecukupan sumber daya tersebut. 5.9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja rumah sakit dan keselamatan pasien, termasuk rencana tindak lanjut dan implementasinya. Standard VI. Mendidik staf tentang keselamatan pasien Standard: 1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas. 2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien. Kriteria: 6.1. Setiap rumah sakit harus memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya masing-masing. 6.2. Setiap rumah sakit harus mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan insiden. 6.3. Setiap rumah sakit harus menyelenggarakan pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung pendekatan interdisipliner dan kolaboratoriumoratif dalam rangka melayani pasien. Standard VII. Komunikasi merupakan kunci bagi staff untuk mencapai keselamatan pasien
12 Standard: 1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan informasi internal dan eksternal. 2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat. Kriteria: 7.1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang hal-hal terkait dengan keselamatan pasien. 7.2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi untuk merevisi manajemen informasi yang ada. III.Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien Rumah Sakit Tujuh langkah keselamatan pasien rumah sakit merupakan panduan yang komprehensif untuk menuju keselamatan pasien, sehingga tujuh langkah tersebut secara menyeluruh harus dilaksanakan oleh setiap rumah sakit. Dalam pelaksanaan, tujuh langkah tersebut tidak harus berurutan dan tidak harus serentak. Pilih langkah-langkah yang paling Standardategis dan paling mudah dilaksanakan di rumah sakit.bila langkah-langkah ini berhasil maka kembangkan langkah-langkah yang belum dilaksanakan.Bila tujuh langkah ini dilaksanakan dengan baik rumah sakit dapat menambah penggunaan metodemetode lainnya. 1. BANGUN KESADARAN AKAN NILAI KESELAMATAN PASIEN
Ciptakan kepemimpinan dan budaya yang terbuka dan adil. Langkah penerapan : A. Untuk rumah sakit 1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan apa yang harus dilakukan staff segera setelah terjadi insiden, bagaimana langkah-langkah pengumpulan fakta harus dilakukan dan dukungan apa yang harus diberikan kepada staff, pasien dan keluarga. 2) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang menjabarkan peran dan akuntabilitas individual bilamana ada insiden. 3) Tumbuhkan budaya pelopor dan belajar dari insiden yang terjadi di rumah sakit. 4) Lakukan assesmen dengan menggunakan survey penilaian keselamatan pasien. B. Untuk Unit/Tim 1) Pastikan rekan kerja mampu untuk berbicara mengenai kepedulian mereka dan berani melaporkan bila mana ada insiden. 2) DemonStandardasikan kepada team ukuran-ukuran yang dipakai dirumah sakit untuk memastikan semua laporan dibuat secara terbuka dan terjadi proses pembelajaran serta pelaksanaan tindakan/ solusi yang tepat. 2. PIMPIN DAN DUKUNG STAFF
13 Bangunlah komitmen dan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien di rumah sakit. Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit : 1) Pastikan ada anggota Direksi atau Pimpinan yang tanggung jawab atas keselamatan pasien. 2) Identifikasi setiap bagian rumah sakit, orang-orang yang dapat dilakukan untuk menjadi “penggerakan dalam gerakan keselamatan pasien” 3) Prioritaskan keselamatan pasien dalam agenda rapat direksi/ pimpinan maupun rapat-rapat manajemen rumah sakit. 4) Masukan keselamatan pasien dalam semua program latihan staff rumah sakit dan pastikan latihan ini diikuti dan diukur efektivitasnya. B. Untuk Unit/ Tim : 1) Nominasikan “penggerak” dalam team sendiri untuk memimpin gerakan keselamatan pasien. 2) Jelaskan kepada team relevansi dan pentingnya serta manfaat bagi mereka dengan menjalankan gerakan keselamatan pasien. 3) Tumbuhkan sikap kesatria yang menghargai laporan insiden. 3. INTEGRASIKAN AKTIVITAS PENGELOLAAN RESIKO Kembangkan sistem dan proses pengelolaan resiko serta lakukan identifikasi dan assessmen hal yang potensial bermasalah. Langka penerapan : A. Untuk Rumah Sakit : 1) Telaah kembali Standarduktur dan proses yang ada dalam manajemen resiko klinis dan non klinis, serta pastikan hal tersebut mencakup dan terintegrasi dengan keselamatan pasien dan staff 2) Kembangkan indikator-indikator kerja bagi sistem pengelolaan resiko yang dapat dimonitor oleh direksi/ pimpinan rumah sakit. 3) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem laporan insiden dan assesmen dan assesmen resiko untuk dapat secara proaktif meningkatkan kepedulian terhadap pasien rumah sakit. B. Untuk Unit/ Tim 1) Bentuk forum-forum dalam rumah sakit untuk mendiskusikan isuisu keselamatan pasien guna memberikan umpan balik kepada manajemen yang terkait. 2) Pastikan ada penilaian resiko pada individu pasien dalam proses assesmen resiko rumah sakit. 3) Lakukan proses assesmen resiko secara teratur untuk menentukan askep stabilitas setiap resiko dan ambilah langkah-langkah yang tepat untuk memperkecil resiko tersebut. 4) Pastikan penilaian resiko tersebut disampaikan sebagai masukan keproses assesmen dan pencatatan resiko rumah sakit.
14 4. KEMBANGKAN SISTEM PELAPORAN Pastikan staf agar dengan mudah dapat melaporkan kejadian/ insiden serta rumah sakit mengatur pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit - Lengkapi rencana implementasi sistem pelaporan insiden kedalam maupun keluar, yang harus dilaporkan ke KKP-RS. B. Untuk Unit/Tim - Berikan semangat kepada rekan kerja untuk secara aktif melaporkan setiap insden yang terjadi dan insiden yang telah dicegah. Tetapi tetap terjadi juga karena mengandung bahan pelajaran yang penting. 5. LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN Kembangkanlah cara berkomunikasi yang terbuka dengan pasien Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit 1) Pastikan rumah sakit memiliki kebijakan yang secara jelas menjabarkan cara-cara komunikasi terbuka tentang insiden dengan para pasien dan keluarganya. 2) Pastikan pasien dan keluarga mereka dapat informasi yang benar dan jelas bila mana terjadi insiden. 3) Berikan dukungan, penelitian dan dorongan semangat kepada staff agar selalu terbuka kepada pasien dan keluarga. B. Untuk Unit/ Tim 1) Pastikan team menghargai dan mendukung keterlibatan pasien dan keluarganya bila telah terjadi insiden. 2) Prioritaskan pemberitahuan kepada pasien dan keluarga bila mana terjadi insiden, dan segera berikan kepada mereka informasi yang jelas dan benar secara tepat. 3) Pastikan segera setelah kejadian, team menunjukkan empati kepada pasien dan keluarganya. 6. BELAJAR
DARI BERBAGAI PENGALAMAN TENTANG KESELAMATAN PASIEN Dorong staff untuk melakukan analisis akar masalah untuk belajar bagaimana dan mengapa kejadian itu timbul. Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit : 1) Pastikan staf yang terkait telah terlatih untuk melakukan kajian insiden secara tepat, yang dapat digunakan untuk mengidentifikasikan penyebab. 2) Kembangkan kajian yang menjabarkan dengan jelas kriteria pelaksanaan Analisis Akar Masalah (Root Cause Analysis/ RCA) atau Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) atau metode
15 analisis lain, yang jelas mencakup semua insiden yang telah terjadi dan minimum satu kali pertahun untuk proses resiko tinggi. B. Untuk Unit/ Tim 1) Diskusikan dalam team pengalaman dari hasil analisis insiden. 2) Identifikasi unit atau bagian lain yang mungkin terkena dampak dimasa depan dan beginilah pengalaman tersebut secara lebih luas. 7. CEGAH CEDERA MELALUI IMPLEMENTASI SISTEM KESELAMATAN PASIEN Gunakan informasi yang ada tentang kejadian/ masalah untuk melakukan pertumbuhan pada sistem pelayanan : Langkah penerapan : A. Untuk Rumah Sakit 1) Gunakan informasi yang benar dan jelas yang diperoleh dari sistem pelaporan assesmen resiko, kajian insiden dan audit serta analisis, untuk menentukan solusi setempat. 2) Solusi tersebut dapat mencakup panjabaran ulang sistem (Standarduktur dan proses) penyesuaian pelatihan staf dan atau kegiatan klinis, termasuk penggunaan inStandardument yang menjamin keselamatan. 3) Lakukan assesmen resiko untuk setiap perubahan yang direncenakan, 4) Sosialisasikan solusi yang dikembangkan oleh KKPRS-PERSI 5) Beri umpan balik kepada staf tentang setiap tindakan yang diambil atas insiden yang dilaporkan. B. Untuk Unit Tim 1) Libatkan team dalam mengembangkan berbagai macam cara untuk membuat asuhan pasien menjadi lebih baik dan lebih aman. 2) Telaah kembali perubahan-perubahan yang dibuat team dan pastikan pelaksanaannya. 3) Pastikan team menerima umpan balik atas setiap tindak lanjut tentang insiden yang dilaporkan. IV. Sasaran Keselamatan Pasien Sasaran Keselamatan Pasien merupakan syarat untuk diterapkan di semua rumah sakit yang diakreditasi oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit. Penyusunan sasaran ini mengacu kepada Nine Life-Saving Patient Safety Solutions dari WHO Patient Safety (2007) yang digunakan juga oleh Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit PERSI (KKPRS PERSI), dan dari Joint Commission International (JCI). Maksud dari Sasaran Keselamatan Pasien adalah mendorong perbaikan spesifik dalam keselamatan pasien. Sasaran menyoroti bagian-bagian yang bermasalah dalam pelayanan kesehatan dan menjelaskan bukti serta solusi dari konsensus berbasis bukti dan keahlian atas permasalahan ini. Diakui bahwa desain sistem yang baik secara intrinsik adalah untuk memberikan pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu tinggi, sedapat mungkin sasaran secara umum difokuskan pada solusi-solusi yang menyeluruh. Enam sasaran keselamatan pasien adalah tercapainya hal-hal sebagai berikut:
16
Sasaran I.: Ketepatan Identifikasi Pasien Kesalahan karena keliru pasien terjadi di hampir semua aspek/tahapan diagnosis dan pengobatan. Kesalahan identifikasi pasien bisa terjadi pada pasien yang dalam keadaan terbius/tersedasi, mengalami disorientasi, tidak sadar; bertukar tempat tidur/kamar/lokasi di rumah sakit, adanya kelainan sensori; atau akibat situasi lain. Maksud sasaran ini adalah untuk melakukan dua kali pengecekan: pertama untuk identifikasi pasien sebagai individu yang akan menerima pelayanan atau pengobatan; dan kedua, untuk kesesuaian pelayanan atau pengobatan terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara kolaboratoriumoratif dikembangkan untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya pada proses untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah/produk darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis; memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang pasien, seperti nama pasien, nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang identitas pasien dengan barcode, dan lain-lain. Nomor kamar pasien atau lokasi tidak bisa digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga menjelaskan penggunaan dua identitas yang berbeda pada lokasi yang berbeda di rumah sakit, seperti di pelayanan rawat jalan, unit gawat darurat, atau kamar operasi, termasuk identifikasi pada pasien koma tanpa identitas. Suatu proses kolaboratoriumoratif digunakan untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur agar dapat memastikan semua kemungkinan situasi dapat diidentifikasi. Sasaran II.: Peningkatan Komunikasi yang Efektif Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh pasien, akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat berbentuk elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan kebanyakan terjadi pada saat perintah diberikan secara lisan atau melalui telepon. Komunikasi yang mudah terjadi kesalahan yang lain adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan kritis, seperti melaporkan hasil laboratorium klinik cito melalui telepon ke unit pelayanan. Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk perintah lisan dan telepon termasuk: mencatat/ (memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan oleh penerima perintah; kemudian penerima perintah membacakan kembali (read back) perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang sudah dituliskan dan dibaca ulang adalah akurat. Kebijakan dan/atau prosedur pengidentifikasian juga menjelaskan bahwa diperbolehkan tidak melakukan pembacaan kembali (read back) bila tidak memungkinkan seperti di kamar operasi dan situasi gawat darurat di IGD atau ICU. Sasaran III.: Peningkatan Keamanan Obat yang Perlu Diwaspadai (HighAlert) Bila obat-obatan menjadi bagian dari rencana pengobatan pasien, manajemen harus berperan secara kritis untuk memastikan keselamatan pasien. Obatobatan yang perlu diwaspadai (high-alert medications) adalah obat yang sering
17 menyebabkan terjadi kesalahan/kesalahan serius (sentinel event), obat yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse outcome) seperti obat-obat yang terlihat mirip dan kedengarannya mirip (Nama Obat Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look Alike Sound Alike/LASA). Obat-obatan yang sering disebutkan dalam issue keselamatan pasien adalah pemberian elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium klorida 2meq/ml atau yang lebih pekat, kalium fosfat, natrium klorida lebih pekat dari 0.9%, dan magnesium sulfat =50% atau lebih pekat-). Kesalahan ini bisa terjadi bila perawat tidak mendapatkan orientasi dengan baik di unit pelayanan pasien, atau bila perawat kontrak tidak diorientasikan terlebih dahulu sebelum ditugaskan, atau pada keadaan gawat darurat. Cara yang paling efektif untuk mengurangi atau mengeliminasi kejadian tersebut adalah dengan meningkatkan proses pengelolaan obat-obat yang perlu diwaspadai termasuk memindahkan elektrolit konsentrat dari unit pelayanan pasien ke farmasi. Rumah sakit secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur untuk membuat daftar obat-obat yang perlu diwaspadai berdasarkan data yang ada di rumah sakit. Kebijakan dan/atau prosedur juga mengidentifikasi area mana saja yang membutuhkan elektrolit konsentrat, seperti di IGD atau kamar operasi serta pemberian laboratoriumel secara benar pada elektrolit dan bagaimana penyimpanannya di area tersebut, sehingga membatasi akses untuk mencegah pemberian yang tidak disengaja/kurang hati-hati. Sasaran IV.: Kepastian Tepat-Lokasi, Tepat-Prosedur, Tepat-Pasien Operasi Salah-lokasi, salah-prosedur, salah pasien pada operasi, adalah sesuatu yang mengkhawatirkan dan tidak jarang terjadi di rumah sakit. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/tidak melibatkan pasien di dalam penan lokasi (site marking), dan tidak ada prosedur untuk verifikasi lokasi operasi. Di samping itu pula asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting) dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi yang sering terjadi. Rumah sakit perlu untuk secara kolaboratoriumoratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini. Digunakan juga praktek berbasis bukti, seperti yang digambarkan di Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong Procedure, Wrong Person Surgery. Penan lokasi operasi perlu melibatkan pasien dan dilakukan atas satu pada t yang dapat dikenali. T itu harus digunakan secara konsisten di rumah sakit dan harus dibuat oleh operator/ orang yang akan melakukan tindakan, dilaksanakan saat pasien terjaga dan sadar jika memungkinkan, dan harus terlihat sampai saat akan disayat. Penandaan lokasi operasi dilakukan pada semua kasus termasuk sisi (laterality), multipel Standarduktur (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multipel level (tulang belakang).
18 Maksud proses verifikasi praoperatif adalah untuk: 1) Memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar; 2) Memastikan bahwa semua dokumen, foto (imaging), hasil pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi laboratoriumel dengan baik, dan dipampang; 3) Lakukan verifikasi ketersediaan setiap peralatan khusus dan/atau implantimplant yang dibutuhkan. Tahap “Sebelum insisi” (Time out) memungkinkan semua pertanyaan atau kekeliruan diselesaikan. Time out dilakukan di tempat, dimana tindakan akan dilakukan, tepat sebelum tindakan dimulai, dan melibatkan seluruh tim operasi. Rumah sakit menetapkan bagaimana proses itu didokumentasikan secara ringkas, misalnya menggunakan ceklist. Sasaran V.: Pengurangan Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan terbesar dalam tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para profesional pelayanan kesehatan. Infeksi biasanya dijumpai dalam semua bentuk pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih, infeksi pada aliran darah (blood Standardeam infections) dan pneumonia (sering kali dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok eliminasi infeksi ini maupun infeksi-infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman hand hygiene bisa di baca di kepustakaan WHO, dan berbagai organisasi nasional dan intemasional. Rumah sakit mempunyai proses kolaboratoriumoratif untuk mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau mengadopsi petunjuk hand hygiene yang sudah diterima secara umum untuk implementasi petunjuk itu di rumah sakit. Sasaran VI.: Pengurangan Risiko Pasien Jatuh Jumlah kasus jatuh cukup bermakna sebagai penyebab cedera pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani, pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, rumah sakit perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa termasuk riwayat jatuh, obat dan telaah terhadap konsumsi alkohol, gaya jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang digunakan oleh pasien. Program tersebut harus diterapkan di rumah sakit. V.
Insiden keselamatan pasien Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian yang tidak disengaja dan kondisi yang mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang dapat dicegah pada pasien, terdiri dari: 1. Kejadian Tidak Diharapkan, selanjutnya disingkat KTD adalah insiden yang mengakibatkan cedera pada pasien. 2. Kejadian Nyaris Cedera, selanjutnya disingkat KNC adalah terjadinya insiden yang belum sampai terpapar ke pasien. 3. Kejadian Tidak Cedera, selanjutnya disingkat KTC adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien, tetapi tidak timbul cedera. 4. Kondisi Potensial Cedera, selanjutnya disingkat KPC adalah kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum terjadi insiden.
19 5. Kejadian sentinel adalah suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius. VI. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien, Analisis dan Solusi Pelaporan insiden adalah suatu sistem untuk mendokumentasikan laporan insiden keselamatan pasien, analisis dan solusi untuk pembelajaran. Sistem pelaporan insiden dilakukan secara internal di rumah sakit dan eksternal kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit (KKPRS) Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) sampai terbentuknya Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit. Dalam Pasal 17 permenkes no 1691 tahun 2011 ayat (1) menyatakan “Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit yang telah ada dan dibentuk oleh Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI) masih tetap melaksanakan tugas sepanjang Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit belum terbentuk” Laporan Insiden keselamatan pasien Internal adalah pelaporan secara tertulis setiap kondisi potensial cedera dan insiden yang menimpa pasien, keluarga pengunjung, maupun karyawan yang terjadi di rumah sakit. Laporan insiden keselamatan pasien eksternal KKP-RS. Pelaporan secara anonim dan tertulis ke KKP-RS setiap Kondisi Potensial cedera dan Insiden Keselamatan Pasien yang terjadi pada pasien, dan telah dilakukan analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya. Pelaporan insiden bertujuan untuk menurunkan insiden dan mengoreksi sistem dalam rangka meningkatkan keselamatan pasien dan tidak untuk menyalahkan orang (non blaming). Setiap insiden harus dilaporkan secara internal kepada KKPRS dalam waktu paling lambat 2×24 jam sesuai format laporan. KKPRS melakukan analisis dan memberikan rekomendasi serta solusi atas insiden yang dilaporkan dan melaporkan hasil kegiatannya kepada kepala rumah sakit. Rumah sakit harus melaporkan insiden, analisis, rekomendasi dan solusi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) secara tertulis kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit sesuai format laporan: a. Akses Website KKP-RS: http://www.inapatsafety-persi.or.id b. Klik Banner Laporan Insiden Rumah Sakit di sebelah kanan atas. c. Setelah tampil terdapat 2 isian yang perlu diperhatikan yaitu : d. Bagi Rumah Sakit yang telah mempunyai kode rumah sakit untuk melanjutkan ke form laporan Insiden keselamatan pasien KKP-RS e. Bagi Rumah sakit yang belum mempunyai kode rumah sakit diharapkan mengisi Form data isian RS untuk mendapatkan kode rumah sakit yang dapat digunakan untuk melanjutkan ke form Laporan Insiden, KKP-RS. f. Apabila masih kurang jelas silahkan hubungi : SekretariaT KKPRS PERSI d/a Kantor PERSI : Jl. Boulevard Artha Gading Blok A-7 A No. 28, Kelapa Gading – Jakarta Utara 14240 Telp : (021) 45845303/304 Jakarta. Sistem pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit harus dijamin keamanannya, bersifat rahasia, anonym (tanpa identitas), tidak mudah diakses oleh yang tidak berhak. Pelaporan insiden kepada Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit mencakup KTD, KNC, dan KTC, dilakukan setelah analisis dan mendapatkan rekomendasi dan solusi dari TKPRS. Komite Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit
20 melakukan pengkajian dan memberikan umpan balik (feedback) dan solusi atas laporan yang sampaikan oleh rumah sakit. Empat Prinsip Penting Pelaporan Insiden: 1. Fungsi utama pelaporan Insiden adalah untuk meningkatkan Keselamatan Pasien melalui pembelajaran dari kegagalan/ kesalahan. 2. Pelaporan Insiden harus aman. Staf tidak boleh dihukum karena melapor 3. Pelaporan Insiden hanya akan bermanfaat kalau menghasilkan respons yang konStandarduktif. Minimal memberi umpan balik tentang data KTD & analisisnya. Idealnya, juga menghasilkan rekomendasi untuk perubahan proses/SOP dan sistem. Analisis yang baik & proses pembelajaran yang berharga memerlukan keahlian/keterampilan. Tim KPRS perlu menyebarkan informasi, rekomendasi perubahan, pengembangan solusi. Karakteristik laporan: 1. Bersifat tidak menghukum: Pelapor bebas dari rasa takut dan pembalasan dendam atau hukuman sebagai akibat laporannya 2. Rahasia: Identitas pasien, pelapor dan institusi disembunyikan 3. Independen: sistem pelaporan yang independen bagi pelapor dan organisasi dari hukuman. 4. Expert analysis: laporan di evaluasi oleh ahli yang menguasai masalah klinis dan telah terlatih untuk mengenal penyebab system yang utama. 5. Tepat waktu: Laporan dianalisa segera dan rekomendasinya didesiminasikan secepatnya, khususnya bila terjadi bahaya serius. 6. Orientasi sistem: Rekomendasi lebih berfokus kepada perbaikan dalam system, proses, atau produk daripada terhadap individu 7. Responsif: Lembaga yang menerima laporan merupakan lembaga yang punya kapasitas memberikan rekomendasi. VII.
Pendekatan Komprehensif dalam Pengkajian Keselamatan Pasien Pengkajian pada keselamatan pasien secara garis besar dibagi kepada Standarduktur, lingkungan, peralatan dan teknologi, proses, orang dan budaya. 1. Standarduktur 1) Kebijakan dan prosedur organisasi: Cek telah terdapat kebijakan dan prosedur tetap yang telah dibuat dengan mempertimbangkan keselamatan pasien. 2) Fasilitas: Apakah fasilitas dibangun untuk meningkatkan keamanan 3) Persediaan: Apakah hal-hal yang dibutuhkan sudah tersedia seperti persediaan di ruang emergency, ruang ICU 2. Lingkungan 1) Pencahayaan dan permukaan: berkontribusi terhadap pasien jatuh atau cedera 2) Temperature: pengkondisian temperature dibutuhkan dibeberapa ruangan seperti ruang operasi, hal ini diperlukan misalnya pada saat operasi bedah tulang suhu ruangan akan berpengaruh terhadap cepatnya pengerasan dari semen 3) Kebisingan: lingkungan yang bising dapat menjadi diStandardaksi saat perawat sedang memberikan pengobatan
21 dan tidak terdengarnya sinyal alarm dari perubahan kondisi pasien 4) Ergonomic dan fungsional: ergonomic berpengaruh terhadap penampilan seperti teknik memindahkan pasien, jika terjadi kesalahan dapat menimbulkan pasien jatuh atau cedera. Selain itu penempatan material di ruangan apakah sudah disesuaikan dengan fungsinya seperti pengaturan tempat tidur, jenis, penempatan alat sudah mencerminkan keselamatan pasien. 3. Peralatan dan teknologi 1) Fungsional: perawat harus mengidentifikasi penggunaan alat dan desain dari alat. Perkembangan kecanggihan alat sangat cepat sehingga diperlukan pelatihan untuk mengoperasikan alat secara tepat dan benar. 2) Keamanan: Alat-alat yang digunakan juga harus didesain penggunaannya dapat meningkatkan keselamatan pasien. 4. Proses 1) Desain kerja: Desain proses yang tidak di riset yang adekuat dan kurangnya penjelasan dapat berdampak terhadap tidak konsisten perlakuan pada setiap orang hal ini akan berdampak terhadap kesalahan. Untuk mencegah hal tersebut harus dilakukan research based practice yang diimplementasikan. 2) Karakteristik risiko tinggi: melakukan tindakan keperawatan yang terus-menerus saat praktek akan menimbulkan kelemahan, dan penurunan daya ingat hal ini dapat menjadi risiko tinggi terjadinya kesalahan atau lupa oleh karena itu perlu dibuat suatu system pengingat untuk mengurangi kesalahan 3) Waktu: waktu sangat berdampak pada keselamatan pasien hal ini lebih mudah tergambar ada pasien yang memerlukan resusitasi, yang dilanjutkan oleh beberapa tindakan seperti pemberian obat dan cairan, intubasi dan defibrilasi dan pada pasien-pasien emergency oleh karena itu pada saat-saat tertentu waktu dapat menentukan apakah pasien selamat atau tidak. 4) Perubahan jadwal dinas perawat juga berdampak terhadap keselamatan pasien karena perawat sering tidak siap untuk melakukan aktivitas secara baik dan menyeluruh. 5) Waktu juga sangat berpengaruh pada saat pasien harus dilakukan tindakan diagnostic atau ketepatan pengaturan pemberian obat seperti pada pemberian antibiotic atau tromblolitik, keterlambatan akan mempengaruhi terhadapap diagnosis dan pengobatan. 6) Efisiensi: keterlambatan diagnosis atau pengobatan akan memperpanjang waktu perawatan tentunya akan meningkatkan pembiayaan yang harus di tanggung oleh pasien. 5. Orang 1) Sikap dan motivasi: sikap dan motivasi sangat berdampak kepada kinerja seseorang. Sikap dan motivasi yang negative akan menimbulkan kesalahan-kesalahan.
22 2) Kesehatan fisik: kelelahan, sakit dan kurang tidur akan berdampak kepada kinerja dengan menurunnya kewaspadaan dan waktu bereaksi seseorang. 3) Kesehatan mental dan emosional: hal ini berpengaruh terhadap perhatian akan kebutuhan dan masalah pasien. tanpa perhatian yang penuh akan terjadi kesalahan-kesalahan dalam bertindak. 4) Faktor interaksi manusia dengan teknologi dan lingkungan: perawat memerlukan pendidikan atau pelatihan saat dihadapkan kepada penggunaan alat-alat kesehatan dengan teknologi baru dan perawatan penyakit-penyakit yang sebelumnya belum tren seperti perawatan flu babi (swine flu). 5) Faktor kognitif, komunikasi dan interpretasi: kognitif sangat berpengaruh terhadap pemahaman kenapa terjadinya kesalahan (error). Kognitif seseorang sangat berpengaruh terhadap bagaimana cara membuat keputusan, pemecahan masalah baru mengkomunikasikan hal-hal yang baru. 6. Budaya 1) Faktor budaya sangat bepengaruh besar terhadap pemahaman kesalahan dan keselamatan pasien. 2) Pilosofi tentang keamanan: keselamatan pasien tergantung kepada pilosofi dan nilai yang dibuat oleh para pimpinan pelayanan kesehatan 3) Jalur komunikasi: jalur komunikasi perlu dibuat sehingga ketika terjadi kesalahan dapat segera terlaporkan kepada pimpinan (siapa yang berhak melapor dan siapa yang menerima laporan). 4) Budaya melaporkan: terkadang untuk melaporkan suatu kesalahan mendapat hambatan karena terbentuknya budaya blaming. Budaya menyalahkan (Blaming) merupakan phenomena yang universal. Budaya tersebut harus dikikis dengan membuat protap jalur komunikasi yang jelas. 5) Staff-kelebihan beban kerja, jam dan kebijakan personal. Faktor lainnya yang penting adalah system kepemimpinan dan budaya dalam merencanakan staf, membuat kebijakan dan mengantur personal termasuk jam kerja, beban kerja, manajemen kelelahan, Standardess dan sakit. VIII. Alur Sirkulasi Pasien di Rumah Sakit Alur Sirkulasi Pasien dalam Rumah Sakit adalah sebagai berikut: 1. Pasien masuk rumah sakit melakukan pendaftaran/ admisi pada instalasi rawat jalan (poliklinik) atau pada instalasi gawat darurat apabila pasien dalam kondisi gawat darurat yang membutuhkan pertolongan medis segera/ cito. 2. Pasien yang mendaftar pada instalasi rawat jalan akan diberikan pelayanan medis pada klinik-klinik tertentu sesuai dengan penyakit/ kondisi pasien. 1) Pasien dengan diagnosa penyakit ringan setelah diberikan pelayanan medis selanjutnya dapat langsung pulang. 2) Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Setelah
23 mendapatkan hasil foto radiologi dan atau laboratorium, pasien mendaftar kembali ke instalasi rawat jalan sebagai pasien lama. 3) Selanjutnya apabila harus dirawat inap akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya akan didiagnosa lebih mendetail ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Kemudian jika pasien harus ditindak bedah, maka pasien akan dijadwalkan ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang 4) Pasien kebidanan dan penyakit kandungan tingkat lanjut akan dirujuk ke instalasi kebidanan dan penyakit kandungan. Apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap kebidanan. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah. Setelah pasien sehat dapat pulang. 3. Pasien melalui instalasi gawat darurat akan diberikan pelayanan medis sesuai dengan kondisi kegawat daruratan pasien. 1) Pasien dengan tingkat kegawatdaruratan ringan setelah diberikan pelayanan medis dapat langsung pulang. 2) Pasien dengan kondisi harus didiagnosa lebih mendetail akan dirujuk ke instalasi radiologi dan atau laboratorium. Selanjutnya apabila harus ditindak bedah, maka pasien akan dikirim ke ruang bedah. Pasca bedah, untuk pasien yang kondisinya belum stabil akan dikirim ke ruang Perawatan Intensif, pasien yang kondisinya stabil akan dikirim ke ruang rawat inap. Selanjutnya pasien meninggal akan dikirim ke instalasi pemulasaraan jenazah, pasien sehat dapat pulang. IX. Pendidikan dan Pelatihan Rumah Sakit menyelenggarakan pendidikan & pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta mendukung pendekatan interdisiplin dalam pelayanan pasien. Rumah Sakit mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan in-service training. Rumah Sakit melaksanakan program pengembangan dan pelatihan staf secara konsisten. Rumah Sakit melakukan workshop keselamatan pasien secara in-house training dan melibatkan Tim KKPRS atau mengirim 2-3 orang staf untuk mengikuti workshop keselamatan pasien yang diselenggarakan KKPRS-PERSI. Rumah Sakit mempunyai program orientasi yang memuat topik keselamatan pasien bagi staf yang baru masuk/pindahan/mahasiswa. Staf yang bertugas di unit khusus (ICU, ICCU, IGD, HD, NICU, PICU, OK) harus mendapat pelatihan keselamatan pasien. BAB IV. KEGIATAN KOMITE KESELAMATAN RSU SARI MUTIARA MEDAN
24
A. Laporan Kejadian Tidak Diharapkan (Insident Report) Pelayanan kesehatan pada dasarnya adalah untuk menyelamatkan pasien. Namun dengan semakin berkembangnya ilmu dan teknologi pelayanan kesehatan, khususnya di rumah sakit menjadi semakin kompleks dan berpotensi terjadinya Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) apabila tidak dilakukan dengan hati-hati. Di rumah sakit terdapat ratusan macam obat, ratusan tes dan prosedur, banyak alat dengan teknologinya, bermacam jenis tenaga profesi dan non profesi yang siap memberikan pelayanan pasien 24 jam terus menerus. Keberagaman dan kerutinan pelayanan tersebut apabila tidak dikelola dengan baik dapat terjadi KTD. Dalam pelaksanaan keselamatan pasien, RSU Sari Mutiara Medan perlu dilakukan pencatatan mengenai pelaporan insiden keselamatan pasien (incident report). Insiden keselamatan pasien adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau berpotensi mengakibatkan cedera yang tidak seharusnya terjadi. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) adalah suatu kejadian yang tidak diharapkan yang mengakibatkan cedera pada pasien akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil, dan bukan karena penyakit dasarnya atau kondisi pasien. Cedera dapat diakibatkan oleh kesalahan medis atau bukan kesalahan medis karena tidak dapat dicegah. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) adalah suatu kejadian akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil yang dapat mencederai pasien, tetapi cedera serius tidak terjadi, karena keberuntungan karena pencegahan, atau peringanan. Pelaporan insiden keselamatan pasien atau incident report merupakan pelaporan tertulis setiap KTD atau KNC yang menimpa pasien atau kejadian lain yang menimpa keluarga pengunjung, maupun pegawai yang terjadi di RSU Sari Mutiara Medan. I.
TUJUAN A. Tujuan Umum Menurunnya insiden kejadian tidak diharapkan dan kejadian nyaris cedera pasien (KTD dan KNC) dan meningkatnya mutu pelayanan dan keselamatan pasien B. Tujuan Khusus 1. Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden KTD dan KNC. 2. Diketahui penyebab insiden KTD dan KNC pasien sampai pada akar masalah 3. Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien
II. SASARAN
25 Semua unit kerja di RSU Sari Mutiara Medan. III. METODE PENGUMPULAN DATA Data dikumpulkan melalui pencatatan yang dilakukan pada formulir incident report yang ada pada tiap ruangan. Pencatatan Incident report yang terdapat di RSU Sari Mutiara antara lain: - Ketidaklengkapan pengisian data Informed consent - Kesalahan penulisan identitas pasien - Sample tertukar / salah orang - Sample rusak karena salah penyimpanan - Salah obat dan salah orang - Pasien Dekubitus - Pasien Flebitis (infeksi jarum infus) - Pasien jatuh dari tempat tidur - Pasien terpeleset - Infeksi luka operasi - Kematian bayi dengan berat badan lahir ≤ 2500 Gram - Kematian ibu karena eklamsia / pendarahan - Tindakan bedah obstetri sectio caesaria Cara Pelaksanaan Pencatatan Incident Report adalah sebagai berikut: 1. Setiap unit kerja memiliki formulir incident report untuk mencatat setiap kejadian 2. Apabila ada kejadian dicatat pada formulir incident report oleh petugas yang menemukan kejadian 3. Kepala unit pada masing-masing unit kerja melakukan pemantauan secara adminiStandardatif terhadap pencatatan incident report setiap minggunya untuk mengetahui apakah ada suatu kejadian tidak diharapkan yang terjadi pada unitnya 4. Apabila ada kejadian Kepala unit akan melakukan pelaporan kepada Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit untuk menindaklanjuti kejadian tersebut 5. Setiap bulannya dilakukan rekapitulasi terhadap data incident report untuk mengetahui jumlah kejadian tidak diharapkan yang terjadi di rumah sakit 6. Hasil rekapitulasi incident report dilaporkan kepada Direktur RSU Sari Mutiara melalui Sub Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit IV. KEGIATAN Rekapitulasi kejadian tidak diharapkan (incident report) RSU Sari Mutiara Medan berupa berupa format yang akan diisi setiap hari di unit pelayanan serta dilaporkan setiap hari, mingguan, bulanan sesuai kebutuhan meliputi (Format terlampir): No Jenis Insiden 1 Ketidaklengkapan pengisian informed
Tempat Rekam Medis
Jumlah
26
2 3 4 5 6 7 8 9 10
consent Ketidaklengkapan pengisian catatan Rekam Medis medis Kesalahan penulisan identitas pasien Pendaftaran Sample tertukar Laboratorium Sample rusak Laboratorium Salah obat dan salah orang Inst. Farmasi Pasien dekubitus R. Rawat Inap Pasien phelebitis R. Rawat Inap Pasien jatuh dari tempat tidur R. Rawat Inap Pasien terpeleset Poliklinik dan R. Rawat Inap
B. ANALISIS, EVALUASI DAN TINDAK LANJUT 1. Analisis data akan dilakukan terhadap laporan yang masuk ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Mutiara Medan sesuai kebutuhan. 2. Laporan Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) akan ditindaklanjuti oleh Komite Keselamatan Pasien berdasarkan situasi kasus KTD 3. Hasil tindak lanjut serta analisis data dan Rekomendasi akan dilaporkan ke Direktur Rumah Sakit Sari Mutiara Medan. 4. Langkah-langkah pencegahan KTD menjadi tanggung jawab dari setiap unit kerja dan dengan bekerja sama dengan Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit. 5. Apabila terjadi suatu kejadian atau insiden agar dilakukan penanganan dengan segera, dan apabila tidak dapat ditangani dengan segera dilaporkan kepada Kepala Unit yang bersangkutan dan ke Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit Sari Mutiara Medan.
I. KETEPATAN IDENTIFIKASI PASIEN : Penting!, mengingat nama dan identitas pasien yg lain adalah wajib. Oleh karena itu : 1. Untuk mengidentifikasi nama pasien dengan tepat, RSUD Sari Mutiara Medan memasang gelang pasien yang mencakup minimal 4 (empat) warna a.l : Biru Merah Muda
= pasien laki-laki = pasien perempuan
Merah
= pasien dg alergi
Kuning
= pasien dg risiko cidera
Putih
= Bayi baru lahir dan ibu
27 2. Berikan penjelasan tentang manfaat pemasangan gelang. 3. Pada gelang pasien tertera minimal dua identitas, yaitu nama dan nomor RM. Identitas tidak boleh menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien. 4. Lakukan identifikasi dan klarifikasi kecocokan identitas nama pasien antara yang diucapkan pasien dengan yang tertera pada gelang pasien 5. Identifikasi nama pasien wajib dilakukan pada saat: a. Sebelum memberikan obat b. Sebelum memberikan darah atau produk darah c. Sebelum mengambil specimen darah d. Sebelum melakukan tindakan/prosedur lainnya II. PENINGKATAN KOMUNIKASI EFEKTIF : Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang dipahami oleh resipien/penerima akan mengurangi kesalahan, dan menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan melalui telpon. Komunikasi lain yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan klinis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan untuk melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Untuk 1.
a.
A
Alfa
N
November
B
Bravo
O Oscar
C
Charlie
P
D
Delta
Q Quebec
E
Echo
R
Romeo
F
Foxtrot
S
Sierra
G Golf
T
Tango
H Hotel
U
Uniform
I
India
V
Victor
J
Juliet
W Whiskey
Papa
K Kilo
X
X ray
L
Lima
Y
Yankee
M Mike
Z
Zulu
itu setiap petugas wajib : Lakukan komunikasi, baik lisan maupun tertulis dengan sejelasjelasnya. Jika pesan lisan meragukan, segera Klarifikasi dengan phonetic alfabeth kepada pemberi pesan, sbb :
28
b. Komunikasi tertulis wajib menggunakan tulisan yang mudah dibaca minimal oleh 3 orang. 2. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. 3. Perintah lisan dan melalui telepon atau hasil pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah atau hasil pemeriksaan tersebut. 4. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut III. PENINGKATAN KEAMANAN OBAT YANG PERLU DIWASPADAI : Indikator Peningkatan Keselamatan Penggunaan Obat-Obat yang perlu Kewaspadaan Tinggi : 1. Elektrolit pekat (KCl 7.46%, Meylon 8.4%, MgSO4 20%, NaCl 3%) tidak disimpan dalam unit pasien kecuali dibutuhkan secara klinis, dan tindakan dilakukan untuk mencegah penggunaan yang tidak seharusnya pada area yang diijinkan sesuai kebijakan. 2. Elektrolit pekat yang disimpan dalam unit perawatan pasien memiliki label yang jelas dan disimpan di tempat dengan akses terbatas. 3. Obat-obatan yang memerlukan kewaspadaan tinggi lainnya : Golongan opioid, anti koagulan, trombolitik, anti aritmia, insulin, golongan agonis adrenergic, anestetik umum, kemoterapi, zat kontras, pelemas otot dan larutan kardioplegia. Tips : 1. Pemberian elektorlit pekat harus dengan pengenceran dan menggunakan label khusus. 2. Setiap pemberian obat menerapkan Prinsip 7 Benar. 3. Pastikan pengeceran dan pencampuran obat dilakukan oleh orang yang kompeten. 4. Pisahkan atau beri jarak penyimpanan obat dengan kategori LASA (Look Alike Sound Alike). 5. Tidak menyimpan obat kategori kewaspadaan tinggi dimeja dekat pasien tanpa pengawasan. 6. Biasakan mengeja nama obat dengan kategori LASA, saat memberi / menerima instruksi.
29
IV. KEPASTIAN TEPAT LOKASI/SISI, TEPAT PROSEDUR DAN TEPAT ORANG YANG OPERASI Indikator Keselamatan Operasi : 1. Menggunakan tanda yang mudah dikenali untuk identifikasi lokasi operasi dan mengikutsertakan pasien dalam proses penandaan. 2. Menggunakan checklist atau proses lain untuk verifikasi lokasi yang tepat, prosedur yang tepat, dan pasien yang tepat sebelum operasi, dan seluruh dokumen serta peralatan yang dibutuhkan tersedia, benar dan berfungsi. 3. Seluruh tim operasi membuat dan mendokumentasikan prosedur time out sesaat sebelum prosedur operasi dimulai. Tandai lokasi operasi (Marking), terutama : 1. 2. 3. 4.
Pada organ yang memiliki 2 sisi, kanan dan kiri. Multiple structures (jari tangan, jari kaki) Multiple level (operasi tulang belakang, cervical, thorak, lumbal) Multipel lesi yang pengerjaannya bertahap
Anjuran Penandaan Lokasi Operasi 1. 2. 3. 4.
Gunakan tanda yang telah disepakati Dokter yang akan melakukan operasi yang melakukan pemberian tanda Tandai pada atau dekat daerah insisi Gunakan tanda yang tidak ambigu (contoh : tanda “X” merupakan tanda yang ambigu) 5. Daerah yang tidak dioperasi, jangan ditandai kecuali sangat diperlukan 6. Gunakan penanda yang tidak mudah terhapus (contoh : Gentian Violet) V. PENGURANGAN RISIKO INFEKSI MELALUI 6 LANGKAH CUCI TANGAN Budayakan cuci tangan di RS pada saat : 1. 2. 3. 4. 5.
Sebelum dan sesudah menyentuh pasien Sebelum dan sesudah tindakan / aseptik Setelah terpapar cairan tubuh pasien Sebelum dan setelah melakukan tindakan invasive Setelah menyentuh area sekitar pasien / lingkungan
Adapun 6 langkah cuci tangan standar WHO adalah : -
Buka kran dan basahi kedua telapak tangan
30 - Tuangkan 5 ml handscrub/sabun cair dan gosokkan pada tangan dengan urutan TEPUNG SELACI PUPUT sebagai berikut : 1. Telapak tangan; gosok kedua telapak tangan 2. Punggung tangan; gosok punggung dan sela-sela jari sisi luar tangan kiri dan sebaliknya. 3. Sela-sela jari, gosok telapak tangan dan sela-sela jari sisi dalam 4. KunCi; jari jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci 5. Putar; gosok ibu jari tangan kiri dan berputar dalam genggaman tangan kanan dan lakukan sebaliknya 6. Putar; rapatkan ujungjari tangan kanan dan gosokkan pada telapak tangan kiri dengan cara memutar mutar terbalik arah jarum jam, lakukan pada ujung jari tangan sebaliknya. - Ambil kertas tissue atau kain lap disposable, keringkan kedua tangan - Tutup kran dengan sikut atau bekas kertas tissue yang masih di tangan. VI. PENGURANGAN RISIKO CIDERA KARENA PASIEN JATUH 1. Amati dengan teliti di lingkungan kerja, terhadap fasilitas, alat, sarana dan prasarana yang berpotensi menyebabkan pasien cidera karena jatuh 2. Laporkan pada atasan, atas temuan risiko fasilitas yang dapat menyebabkan pasien cidera 3. Lakukan asesmen risiko jatuh pada setiap pasien dengan menggunakan skala (Skala Humpty Dumpty untuk pasien anak, Skala Risiko Jatuh Morse (MSF) untuk pasien dewasa.
Scoring Resiko Pasien Jatuh No Keterangan 1 Usia
Kriteria 60-70 > 70
Tahun Tahun
Score 2 1
2 Status Mental
Bingung terus menerus Kadang-kadang bingung Penurunan Tingak Koperatif
2 4 2
3 Riwayat jatuh dalam 1 (satu) bulan terakhir
1-2 Kali Berulang
2 3
4 Eliminasi
Pakai Kateter/ostomi
1
31 Kebutuhan eliminasi dibantu Incontinensia/urgency 5 Gangguan penglihatan*
3 5 1
Tidur berbaring di tempat tidur/duduk dikursi Gaya berjalan melangkah lebar Kehilangan keseimbangan bersiri/berjalan* Penurunan koordinasi otot Kesukaran berjalan, sempoyongan Menggunakan alat bantu: kruk, walker
3 1 1 1 1 1
7 Obat beresiko (lihat daftar dibawah)
Menggunakan 1 obat Mengunakan 2 atau lebih
1 2
8 Hospitalisasi
3 hari dirawat sejak masuk/dirujuk 2 hari pembedahan atau melahirkan
2 2
9 Menggunakan alat
IV line Therapy anti embiolitik
6 Mobilisasi
1 1 43
Total Score Daftar Obat Beresiko: Alkohol Psycotropica Benzodiazepine Antihyoertensi
Anti Kejang Anti Histamin Narcotic
Diuretik Sedative Hypoglicemic Agent
Keterangan: Pasien diobsrevasi selama 24 jam jika hasil score > 10 atau yang diberi tanda bintang (*) pasien beresiko jatuh. Lakukan tindakan pencegahan (Patient Safety) Untuk pasien anak digunakan skala Humpty Dumpty dalam table berikut: No 1
Parameter Usia
Kriteria < 3 Tahun 3-7 Tahun 7-13 Tahun ≥ 13 Tahun
Nilai 4 3 2 1
2
Jenis Kelamin
Laki-Laki Perempuan
2 1
3
Diagnosis
Diagnosis Neurologi Perubahan oksigenasi (diagnosis, respiratorik, dehidrasi, anemia, anoreksia, sindop, pusing dsb) Gangguan perilaku/psikiatri
4 3 2
Sko
32 Diagnosis lainnya Gangguan Kognitif Tidan menyadari keterbatasan dirinya Lupa akan adanya keterbatasan Orientasi baik terhadap diri sendiri Faktor Lingkungan Riwayat jatuh/bayi diletakkan ditempat tidur dewasa Pasien menggunakan alat Bantu/bayi diletakkan dalam tempat tidur bayi/perabot rumah Pasien diletakkan di tempat tidur Area diluar rumah sakit Pembedahan/Sedasi/Anastesi Dalam 24 Jam Dalam 48 Jam > 48 Jam atau tidak menjalani pembedahan/sedasi/anestesi Penggunaan Medikamentosa Penggunaan multiple: sedative, obat hypnosis, barbiturate, fenotiazin, antidepresan, pencahar, diuretic, nakose Penggunaan salah satu obat diatas Penggunaan medikasi lainnya/tidak ada medikasi Jumlah Skor Humpty Dumpty Skor asesment resiko jatuh (skor minimum 7, skor maksimum 23 - Skor 7-11 resiko rendah - Skor ≥ 12 Resiko tinggi
PROTOKOL PENCEGAHAN PASIEN JATUH PASIEN ANAK STANDAR RESIKO RENDAH (Skor 7-11) 1. Orientasi ruangan 2. Posisi tempat tidur rendah dan ada remnya 3. Ada pengaman samping tempat tidur dengan 2 atau 4 sisi pengaman. Mempunyai luas tempat tidur yang cukup untuk mencegah tangan dan kaki atau bagian lain terjepit 4. Menggunakan alas kaki yang tidak licin untuk pasien yang dapat berjalan 5. Nilai kemampuan untuk ke kamar mandi & bantu bila dibutuhkan 6. Akses untuk menghubungi petugas kesehatan mudah dijangkau, jelaskan kepada pasien fungsi alat tersebut 7. Lingkungan harus bebas dari peralatan yang mengandung resiko 8. Penerangan lampu harus cukup 9. Penjelasan pada pasien dan keluarga harus tersedia 10. Dokumen pencegahan pasien jatuh ini harus berada pada tempatnya
1 3 2 1 4 3 2 1 3 2 1 3 2 1
33
STANDAR RESIKO TINGGI (Skor>12) 1. Pakailah gelang resiko jatuh berwarna kuning 2. Terdapat tanda peringatan pasien resiko jatuh 3. Penjelasan pada pasien atau orangtuanya tentang protokol pencegahan pasien jatuh 4. Cek pasien minimal setiap satu jam 5. Temani pasien pada saat mobilisasi 6. Tempat tidur pasien harus disesuaikan dengan perkembangan tubuh pasien 7. Pertimbangkan penempatan pasien, yang perlu diperhatikan diletakan di dekat nurse station 8. Perbandingan pasien dengan perawat 1:3, libatkan keluarga pasien sementara perbandingan belum memadai 9. Evaluasi terapi sesuai. Pindahkan semua peralatan yang tidak dibutuhkan keluar ruangan. 10. Pencegahan pengamanan yang cukup, batasi di tempat tidur 11. Biarkan pintu terbuka setiap saat kecuali pada pasien yang membutuhkan ruang isolasi 12. Tempatkan pasien pada posisi tempat tidur yang rendah kecuali pada pasien yang ditunggu keluarga 13. Semua kegiatan yang dilakukan pada pasien harus didokumentasikan. INTERVENSI JATUH STANDART: 1. Tingkatkan observasi bantuan yang sesuai saat ambulasi. 2. Keselamatan lingkungan: hindari ruangan yang kacau balau, dekatkan bel dan telepon, biarkan pintu terbuka, gunakan lampu malam hari serta pagar tempat tidur. 3. Monitor kebutuhan pasien secara berkala (minimalnya tiap 2 jam): tawarkan ke belakang(kamar kecil) secara teratur. 4. Edukasi perilaku yang lebih aman saat jatuh atau transfer
SKALA BRADEN UNTUK MENILAI RISIKO DEKUBITUS No
Faktor
1
Persepsi sensori
2
Kelembaban
3
Aktivitas
Deskripsi 1. Keterbatasan penuh 2. Sangat terbatas 3. Keterbatasan ringan 4. Tidak ada gangguan 1. Selalu lembab 2. Umumnya lembab 3. Kadang-kadang lembab 4. Jarang lembab 1. Total di tempat tidur 2. Dapat duduk
Score
Jlh
34
4
Mobilitas
5
Nutrisi
6
Pergeseran dan pergerakan
3. Berjalan kadang-kadang 4. Dapat berjalan 1. Tidak mampu bergerak sama sekali 2. Sangat terbatas 3. Tidak ada masalah 4. Tanpa keterbatasan 1. Sangat buruk 2. Kurang mencukupi 3. Mencukupi 4. Sangat baik 1. Bermasalah 2. Potensial bermasalah 3. Keterbatasan ringan 4. Tanpa keterbatasan Jumlah Score
Keterangan: Score : 20-23 point: risiko rendah terjadi dekubitus Score : 15-19 point: risiko sedang terjadi dekubitus Score : 11-14 point: risiko tinggi terjadi dekubitus Score : 6-10 point: risiko sangat tinggi terjadi dekubitus
BAB IV. PENUTUP Keamanan adalah prinsip yang paling fundamental dalam pemberian pelayanan kesehatan maupun keperawatan, dan sekaligus aspek yang paling kritis dari manajemen kualitas. Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman, mencegah terjadinya cidera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Sistem tersebut meliputi pengenalan risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden, tindak lanjut dan implementasi solusi untuk meminimalkan risiko. Sebenarnya petugas kesehatan tidak bermaksud menyebabkan cedera pasien, tetapi fakta tampak bahwa di bumi ini setiap hari ada pasien yang
35 mengalami KTD (Kejadian Tidak Diharapkan). KTD, baik yang tidak dapat dicegah (non error) maupun yang dapat dicegah (error), berasal dari berbagai proses asuhan pasien. Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang penting dalam sebuah rumah sakit, maka diperlukan Standard keselamatan pasien rumah sakit yang dapat digunakan sebagai acuan bagi rumah sakit di Indonesia. Standard keselamatan pasien rumah sakit yang saat ini digunakan mengacu pada “Hospital Patient Safety Standardds” yang dikeluarkan oleh Join Commision on Accreditation of Health Organization di Illinois pada tahun 2002 yang kemudian disesuaikan dengan situasi dan kondisi di Indonesia. Pada akhirnya untuk mewujudkan keselamatan pasien butuh upaya dan kerjasama berbagai pihak dari seluruh komponen pelayanan kesehatan.
MEDAN, JULI 2014
DISETUJUI OLEH: DIREKTUR RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN
KOMITE KESELAMATAN PASIEN RUMAH SAKIT SARI MUTIARA MEDAN KETUA
Dr. TAHIM SOLIN, MMR.
Dr. SAHAT H. PASARIBU, MKes.
DAFTAR PUSTAKA 1. Depkes RI. 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit (Patient Safety), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta. 2. _____. 2008, Pedoman Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien (IKP) (Patient Safety Incident Report), 2 edn, Bakti Husada, Jakarta. 3. IOM, 2000. To Err Is Human: Building a Safer Health System http://www.nap.edu/catalog/9728.html 4. ___, 2004. Patient Safety: Achieving a New Standardd for Care http://www.nap.edu/catalog/10863.html
36 5. Kemkes RI. 2010. Pedoman Teknis Fasilitas Rumah Sakit Kelas B. Pusat Sarana, Prasarana dan Peralatan Kesehatan, Sekretariat Jenderal, KEMKES-RI 6. Manojlovich, M, et al 2007, ‘Healthy Work Environment, Nurse-Phycisian Communication, and Patient’s Outcomes’, American Journal of Critical Care vol. 16, pp. 536-43. 7. Millar, J, et al 2004, ‘Selecting Indicators for Patient Safety at the Health Systems Level in OECD Countries’. DELSA/ELSA/WD/HTP, Paris, OECD Health Technical Paper. 8. Pallas, LOB, et al 2005, Nurse-Physician Relationship Solutions and Recomendation for Change, Nursing Health Services Research Unit, Ontario. database. 9. Parwijanto, H 2008, ‘Kajian Komunikasi Dalam Organisasi’, in Perilaku Organisasi. uns.ac.id, Jakarta, 10 Desember 2009. 10. Robbins, SP 2003, Perilaku Organisasi, 10 edn, PT. Indeks Gramedia, Jakarta. 11.
Vazirani, S, et al 2005, ‘Effect of A Multidicpinary Intervention on Communication and Collaboratoriumoration’, American Journal of Critical Care, Proquest Science Journal, vol. 14, p. 71.
12. Wakefield, JG & Jorm, CM 2009, ‘Patient Safety – a balanced measurements framework’, AuStandardalian Health Review, vol. 33, no. 3. 13. Yahya, A. 2009 Integrasikan Kegiatan Manajemen Risiko. Workshop Keselamatan Pasien & Manajemen Risiko Klinis. PERSI: KKP-RS