1
PENDAHULUAN Latar Belakang
Kakao merupakan salah satu komoditas andalan perkebunan yang peranannya cukup penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Pada tahun 2002, perkebunan kakao telah menyediakan lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi sekitar 900 ribu kepala keluarga petani yang sebagian besar berada di Kawasan Timur Indonesia ( Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Indonesia juga memiliki potensi kakao sangat besar dan menduduki posisi kedua sebagai produsen kakao dunia. Berdasarkan analisis Departemen Pertanian tahun 2007, proyeksi total ekspor kakao Indonesia akan mencapai 624.241 ton, atau meningkat 27% dari volume ekspor tahun 2006. Hanya saja, industri kita masih mengekspor kakao dalam bentuk biji dan bubuk kakao, sehingga penciptaan nilai tambahnya masih minim (Setiawan, 2009). 2009). Perkecambahan biji selama penyimpanan dapat dihambat dengan menggunakan zat penghambat pertumbuhan diantaranya ialah Polyethylene glycol (PEG) yang bersifat mempertahankan potensi osmotik sel yang dapat digunakan untuk membatasi perubahan kadar air dan O2 pada medium perkecambahan atau penyimpanan sehingga molekul PEG yang berada di luar membran sel benih akan membentuk lapisan tipis yang melindungi benih dan berfungsi sebagai penyangga kadar air benih dan keluar masuknya oksigen (Rahardjo, 1986). Biji kakao merupakan salah satu komoditi perdagangan yang mempunyai peluang untuk dikembangkan dalam rangka usaha memperbesar/meningkatkan devisa negara serta penghasilan petani kakao. Produksi biji kakao Indonesia
2
secara signifikan terus meningkat, namun mutu yang dihasilkan sangat rendah dan beragam, antara lain kurang terfermentasi atau sama sekali tidak melalui proses fermentasi, tidak cukup kering, ukuran biji tidak seragam, kadar kotoran tinggi, keasaman tinggi, citarasa sangat beragam dan tidak konsisten (Zebua, 2012). Pengembangan tanaman kakao di Indonesia akan dilakukan dengan tujuan antara lain untuk memanfaatkan sumber daya alam, memenuhi konsumsi dalam negeri dan memperoleh devisa serta meningkatkan pendapatan petani. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah selalu mengusahakan berbagai
usaha
melalui program intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi tentunya untuk menunjang program tersebut diperlukan bahan tanaman yaitu bibit yang baik dalam jumlah yang memeadai (Sarman, 1994). Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan paper ini adalah untuk membantu mahasiswa untuk mengetahuin hubungan kelembaban udara terhadap perkecambahan benih kakao (Theobrema
kakao
L.).
Kegunaan Penulisan
Adapun kegunaan penulisan paper ini adalah sebagai salah satu syarat unruk dapat mengikuti praktikum di laboratorium Agroklimatologi Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara Medan. Serta sebagai bahan informasi bagi pihak yang membutuhkan.
3
TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Kakao (Theobrema
kakao
L.)
Sistematika tanaman kakao secara lengkap adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae ; Divisio : Spermatophyta ; Subdivisio : Angiospermae ; Ordo
:
Malvales
Spesies : Theobrema
;
Famili
kakao
:
Sterculiaceae
;
Genus
:
Theobrema
;
L. (Poedjiwidodo, 1996).
Pada awal perkecambahan benih, akara tunggang tumbuh cepat dari panjang 1cm pada satu minggu, mencapai 16 – 18 cm pada umur satu bulan, dan 25 cm pada umur tiga bulan. Seteah itu pertumbuhannya menurun dan untuk mencapai panjang 50 cm memerlukan waktu dua tahun. Pada saat berkecambah pula,
hipokotil
memanjang
dan
mengangkat
kotiledon
diikuti
dengan
memanjangnya epikotil (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao, 2004). Pertumbuhan batang kakao bersifat dimurfisme yang berarti memiliki dua macam bentuk pertumbuhan vegetatif. Pertama, kecambah yang membentuk batang utama yang brsifat ortotrop pada umur tertentu akan membentuk perempatan atau jorquette 4 – 6 cabang tumbuh ke samping atau yang disebut plagiotrop (Poedjiwidodo, 1996). Daun kakao memiliki dua persendian atau cartilation yang terikat pada pangkal dan tangkai daun. Tangkai daun bersisik halus dan membentuk sudut 30 – 60 derajatdan berbentuk silinder. Warna daun kemerahan muda sampa merah bergantung pada varietasnya (Siregar dkk, 2000). Jumlah bunga tanaman kakao dalam satu pohon mencapai antara 5000 – 12000 bunga dalam satu tahun. Akan tetapi jumlah bunga matang yang dihasilkan hanya 1% saja. Bunga kakao terdiri dari dari 5 helai daun kelopak dan 10 helai
4
benang sari. Diameter bunga 1,5 cm dan panjang tangkai bunga 2-5 cm (Wood and Lass, 1987). Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika masak berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (oranye). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling. Buah akan masak setelah berumur 6 bulan
dan
akan
berukuran
10-30
cm,
tergantung
kultivarnya
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Kakao berbuah polong. Polongnya terbentuk setelah terjadi pembuahan. Buah kakao berda didalam tanah setelah terjadi pembuahan bakal buah memanjang dan nantinya akan menjadi tangkai polong. Mula-mula, ujung ginofor yang runcing mengarah ke atas, kemudian tumbuh kedalam tanah sedalam sedalam 1 – 5 cm. pada waktu menembus tanah, pertumbuhan memanjang memanjang ginofora masuk kedalam tanah tersebut menjad tempat buah kakao (Deptan, 2006). Biji matang memiliki dormansi singkat atau tidak dorman sama sekali dan penundaan panen dapat berakibat biji berkecambah didalam polong. Biji yang ditanam tidak menunjukkan perkecambahan epigeal atau hipogeal, tetapi kotiledon terdorong ke permukaan tanah oleh hypokotil dan tetap pada permukaan tanah (Rubazky dan Yamaguchi, 1998).
5
Syarat Tumbuh Iklim
Tempat pembibitan mutlak mendapat naungan yang cukup. Naungan yang baik dengan fungsi utama menahan sebagian sinar matahari dan angin kencang. Naungan tambahan berupa atap dengan fungsi mengurangi intensitas penyinaran dan tetesan air hujan (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Keadaan iklim yang sesuai untuk tanaman kakao, antara lain : Curah hujan cukup dan terdistribusi merata, dengan jumlah curah hujan 1500-2500 mm/tahun, dengan bulan kering tidak lebih dari 3 bulan; suhu rata-rata antara 15 – 300 derajat C, dengan suhu optimum 25,50 derajat C; fluktuasi suhu harian tidak lebih dari
90
derajat
C
dan
tidak
ada
angin
bertiup
kencang
(http://agromania.com. 2013). Pada tanaman kakao muda dalam melakukan proses fotosintesis menghendaki intensitas cahaya yang rendah, setelah itu berangsur-angsur memerlukan intensitas cahaya yang lebih tinggi sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Intensitas cahaya matahari bagi tanaman kakao yang berumur antara 12-18 bulan sekitar 30-60% dari sinar penuh, sedangkan untuk tanaman yang menghasilkan menghendaki intensitas cahaya matahari sekitar 50-75% dari sinar matahari penuh (Syamsulbahri, 1996). Kakao tumbuh baik di dataran rendah sampai ketinggian 800 m dpl. Kebutuhan curah hujan sekitar 1100-3000 mm per tahun. Tanaman ini tidak memerlukan penyinaran matahari secara langsung (Pursglove, 1997). Suhu mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan daun flush, pembungaan dan kerusakan daun. Suhu yang ideal bagi pertanaman kakao, untuk
6
suhu maksimum berkisar antara 30-32 derajat C dan suhu minimum berkisar antara 18-21 derajat C Selain itu, faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan daun adalah kelembaban nisbi. Tanaman kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi antara
50-60% mempunyai daun yang lebat dan
berukuran besar, dibandingkan dengan pertanaman kakao yang tumbuh pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi 70-80%. Pada areal yang mempunyai kelembaban nisbi yang tinggi, daun cenderung keriting dan menyempit pada ujung daun. Di samping itu pula dengan kelembaban nisbi yang tinggi, dapat menimbulkan penyakit akibat jamur (Syamsulbahri, 1996). Tanah
Kakao menghendaki jenis tanah lempung berpasir, liat berpasir atau lempung liat berpasir. Kemasaman (pH) optimal adalah sekitar 6,5 – 7,0 apabila pH tanah lebih besar dari 7,0 maka daun akan berwarna kuning akibat kekurangan suatu unsur hara (N, S, Fe, Mn) dan sering kali timbul bercak hitam pada polong. Kakao memberikan hasil terbaik jika ditanam di tanah remah dan berdrainase baik, terutama di tanah berpasir (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998). Tanah yang baik untuk kakao adalah tanah yang bila musim hujan drainase baik dan pada musim kemarau dapat menyimpan air. Hal ini dapat terpenuhi bila tanah memiliki tekstur sebagai berikut: fraksi pasir sekitar 50 %, fraksi debu sekitar 10-20% dan fraksi lempung sekitar 30-40%. Jadi tekstur tanah yang cocok bagi tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Susanto, 1994). Kakao memerlukan pH tanah yang netral atau berkisar 5,6-6,8 agar dapat tumbuh dengan baik. Sifat ini khusus berlaku untuk tanah atas (top soil), sedangkan tanah
7
bawah (subsoil) keasaman tanah sebaiknya netral, agak asam atau agak basa. Tanaman kakao membutuhkan tanah berkadar bahan organik tinggi, yaitu diatas 3%. Kadar bahan organik yang tinggi akan memperbaiki struktur tanah, biologi tanah, kemampuan penyerapan (absorpsi) hara, dan daya simpan lengas tanah (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Tanaman kakao menghendaki tanah yang mudah diterobos oleh air tanah dan tanah harus dapat menyimpan air tanah terutama pada musim kemarau. Aerasi dan drainase yang baik sehingga tekstur tanah yang baik untuk tanaman kakao adalah tanah liat berpasir dan lempung liat berpasir (Wood and Lass, 1987). Kakao pada umumnya ditanam pada ketinggian 0-800 m dpl. Tekstur tanah yang diperlukan adalah lempung liat berpasir dengan komposisi 30-40% fraksi liat, 50% pasir dan 10-20% debu. Tanah yang banyak mengandung humus dan bahan organik dengan pH antara 6,0-7,0, kedalaman air + 3 meter dan berdrainase baik, cocok bagi pertumbuhan kakao (Poedjiwidodo, 1996). Andisol pada umumnya tersusun dari bahan – bahan atau partikel lepas, sehingga andisol mempunyai permeabilitas dan aerasi cukup tinggi serta ketahanan penetrasi cukup rendah. Karena berkembang didaerah bertopografi miring, andisol rawan terhadap erosi air hujan. Adanya sifat irrevesible drying yang menyebabkan tanah sulit dibasahi kembali jika kering (Munir, 1996). Hubungan
Kelembaban
Kakao (Theobrema
kakao
Udara
Terhadap
Perkecambahan
Benih
L.)
Pengertian Kelembaban Udara
Kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban udara absolut, kelembaban nisbi, maupun defisit tekanan uap air. Kelembaban absolut adalah
8
kandungan uap air yang dapat dinyatakan dengan massa uap air atau tekanannya per satuan volume (kg/m3). Kelembaban nisbi adlah perbandingan kandungan (tekanan) uap air actual dengan keadaan jenuhnya (g/kg). Kelembaban merupakan salah satu komponen iklim yang memiliki pengaruh dalam budidaya tanaman terkhusus tanaman pertanian. Setiap tanaman yang dibudidayakan pasti memiliki kisaran kelembaban udara yang berbeda. Dalam hal ini kelembaban udara membantu
tanaman
dalam
menunjang
pertumbuhan
dan
perkembangan
(Hanum, 2013). Kelembaban udara merupakan faktor penting karena unsur cuaca ini akan menentukan jenis tanaman yang sesuai. Misalnya kakao yang ditanam pada daerah yang berkelembaban tinggi, kakao tersebut akan berkembang dan berproduktivitas dengan maksimal, sebaliknya jika ditanam pada daerah yang mempunyai kelembaban yang rendah maka kakao tersebut tidak akan berproduktivitas dan berkembang secara maksimal (Tatang, 2006). Kelembaban udara merupakan komponen iklim yang dapat mempengaruhi produksi tanaman. Oleh karena itu, perlu untuk dipahami dan juga diketahui cara penentuan kelembaban udara suatu tempat. Karena hal ini, akan memperkecil kegagalan dalam budidaya tanaman (Hanum, 2013). Secara sederhana pengukuran kelembaban dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan selisih suhu bola kering dan bola basah. Perbedaan nilai kedua suhu tersebut tergantung pada adanya kandungan uap air, sehingga dapat digunakan untuk mengukur nilai titik embun dan kelembaban relatif (STIPAP, 2013).
9
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kelembaban Udara
Beberapa faktor yang mempengaruhi kelembaban udara antara lain : Ketinggian tempat. Apabila semakin tinggi tempat maka tingkat kelembabannya juga tinggi karena suhunya rendah dan sebaliknya semakin rendah tempat, suhunya juga rendah. Kerapatan udara, kerapatan udara ini berkatan dengan suhu. Apabila kerapatan udara tinggi maka kelembabannya tinggi. Sedangkan apabila kerapatan udaranya rendah maka tingkat kelembaban udaranya pun rendah. Tekanan udara, tekanan udara juga mempengaruhi kelembaban udara. Apabila tekanan udara suatu daerah tinggi maka kelembabannya juga tinggi, hal ini disebabkan oleh kapasitas lapang udaranya yang rendah. Radiasi matahari, dengan adanya radiasi matahari menyebabkan terjadinya penguapan air di udara, sehingga kelembaban udaranya semakin besar. Angin, adanya angin memudahkan proses penguapan yang terjadi pada air laut yang menguap ke udara. Besarnya tingkat kelembaban ini dapat berubah menjadi air dan terjadi pembentukan awan. Suhu. Apabila suhu suatu tempat relatif tinggi maka kelembabannya rendah dan sebaliknya apabila suhu rendah maka kelembabannya tinggi. Kerapatan vegetasi. Jika suatu kawasan kerapatan tumbuhnya tinggi maka kelembabannya juga tinggi hal ini disebabkan oleh adanya kanopi daun menutupi permukaan tanah sangat besar sehingga sinar
matahari tidak dapat masuk
(Hanum, 2013). Perkecambahan Benih Kakao (Theobrema
kakao
L.)
Bagi seorang pengusaha benih, perkembangan benih terjadi ketika radikula muncul dari kulit biji dalam kondisi baku suatu uji perkecambahan. Bagi petani, perkecambahan benih terjadi ketika bibit muncul dari tanah. Tetapi pakar
10
fisiologis memandang perkecambahan sebagai proses yang menyebabkan suatu biji yang tidak aktif mengalami perkembangan sedemikian rupa sehingga akar memunculkan suatu semai (Tohari, 1983). Perkecambahan
merupakan
proses
metabolisme
biji
hingga
dapat
menghasilkan pertumbuhan dari komponen kecambah yaitu plumula dan radikula. Definisi
perkecambahan
adalah
jika
sudah
dapat
dilihat
atribut
perkecambahannya, yaitu plumula dan radikula dan keduanya tumbuh normal dalam jangka waktu tertentu sesuai. Setiap biji yang dikecambahkan ataupun yang diujikan tidak selalu prosentase pertumbuhan kecambahnya sama, hal ini dipengaruhi berbagai macam faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan (Nasrudin, 2009). Kakao memiliki tipe perkecambahan epigeal yakni perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. Dalam proses perkecambahan, setelah radikula menembus kulit benih, hipokotil memanjang melengkung menembus ke atas permukaan tanah. Setelah hipokotil menembus permukaan tanah, kemudian hipokotil meluruskan diri dan dengan cara demikian kotiledon yang masih tertangkup tertarik ke atas permukaan tanah juga. Kulit benih akan tertinggal di permukaan tanah, dan selanjutnya kotiledon membuka dan daun pertama (plumula) muncul ke udara. Beberapa saat kemudian, kotiledon meluruh dan jatuh ke tanah (Pramono, 2009). Perkecambahan benih merupakan proses perkembangan struktur penting embrio benih yang menunjukkan kemampuannya untuk menghasilkan tanaman normal pada keadaan yang menguntungkan (Copeland dan Mc. Donald, 1985).
11
Perkecambahan benih dipengaruhi oleh faktor dalam fisiologis dan faktor luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perkecambahan anatra lain tingkat kemasakan benih dan kult benih. Sedangkan faktor luar yang mempengaruhi pekecamabahan adalah media suhu, air, dan cahaya (Sadjad, 1980). Tingkat kemasakan benih sangat berpengaruh terhadap viabilitas benih. Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai, tidak mempunyai viabilitas yang tinggi. Bahkan pada beberapa jenis tanaman, benih yang demikian tidak akan dapat berkecambah (Sutopo, 1998). Benih kakao termasuk golongan benih rekalsitran, sehingga memerlukan penanganan yang khusus. Arti dari benih rekalsitran sebagai berikut: ketika masak fisiologis kadar airnya tinggi, yakni lebih dari 40 %; viabilitas benih akan hilang di bawah ambang kadar air yang relatif tinggi (lebih dari 25%); sifat benih ini tidak mengikuti kaidah Harrington yang berbunyi “Pada kadar air 4 -15%, peningkatan kadar air 1% dapat menurunkan periode hidup benih setengahnya. Demikian pula halnya dengan suhu, peningkatan 50 derajat C pada kisaran 0-500 derajat C dapat menurunkan umur simpan benih setengahnya; untuk bertahan dalam
penyimpanan
memerlukan
kadar
air
yang
tinggi
(sekitar
30%)
(Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2004). Hubungan
Kelembaban
Kakao (Theobrema
kakao
Udara
Terhadap
Perkecambahan
L.)
Perkecambahan memerlukan temperatur yang optimum, yaitu temperatur yang dapat mengakibatkan persentase perkecambahan yang tinggi dalam waktu yang relatif singkat. Temperatur akan mempengaruhi kelembaban udara. Temperatur rendah maka kelembaban udara akan tinggi. Perlu dikemukakan disini bahwa
12
temperatur minimum, optimum, dan maksimum dikenal dengan temperatur kardinal. Temperatur optimum bagi perkecambahan sekitar 15-30 derajat C, sedangkan untuk temperatur maksimum yaitu 35-40 derajat C (Copeland, 1976). Kelembapan harus memadai yang secara relatif dibutuhkan sebagai tahap awal dari perkecambahan. Air membantu lapisan biji dan memfasilitasi pergerakan oksigen ke dalam biji sehingga air merupakan media dimana material berpindah dari satu bagian biji ke bagian lainnya yang dibutuhkan tumbuhan seperti pencernaan makanan dan pernafasan. Jika kecukupan kuantitas oksigen tidak terpenuhi,
respirasi
akan
dikurangi
dan
energi
yang
diperlukan
untuk
menumbuhkan embrio berkurang. Jarak temperatur untuk perkecambahan 0
bervariasi, namun perkecambahan biji yang terbaik terjadi pada suhu 65 F sampai 0
83 F. (Johnson, 1995). Kelembaban udara merupakan faktor penting karena unsur cuaca ini akan menentukan jenis tanaman yang sesuai. Misalnya kakao yang ditanam pada daerah yang berkelembaban tinggi, kakao tersebut akan berkembang dan berproduktivitas dengan maksimal, sebaliknya jika ditanam pada daerah yang mempunyai kelembaban yang rendah maka kakao tersebut tidak akan berproduktivitas dan berkembang secara maksimal (Tatang, 2006).
13
KESIMPULAN
1. Kelembaban udara dapat dinyatakan sebagai kelembaban udara absolut, kelembaban nisbi, maupun defisit tekanan uap air. 2. Secara sederhana pengukuran kelembaban dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan selisih suhu bola kering dan bola basah. 3. Faktor yang mempengaruhi kelembaban udara adalah ketinggian tempat, kerapatan udara, tekanan udara, radiasi matahari, angin, suhu, dan kerapatan vegetasi. 4. Kakao memiliki tipe perkecambahan epigeal yakni perkecambahan yang menghasilkan kecambah dengan kotiledon terangkat ke atas permukaan tanah. 5. Kelembapan harus memadai yang secara relatif dibutuhkan sebagai tahap awal dari perkecambahan.
14
DAFTAR PUSTAKA
Copeland. 1976. Testing for Seed Viability. Plant Physiology (Biology 327). College of St. Benedict/ St. John's University; Biology Department; Collegeville Copeland and Mc. Donald. 1985. Storage of recalcitrant Seeds; Past, Present dan Future 89-92 p. In : J.W. Trunbull (ed) Tropical Tree Seed Research. IUFRO Seed Problems. Australia Deptan. 2006. Gambaran Sekilas Industri Kakao.2007.http://www.deptan.go.id. Hanum, C. 2013. Klimatologi Pertanian. USU Press. Me dan http://agromania.com. 2013. Budidaya Tanaman Kakao oleh Qitanonq. Diakses tanggal 08 november 2013 Johnson, L. 1995. Prinsip Praktek Penyimpanan Benih. Terjemahan: Rennic. Rajawali Press, Jakarta Munir, K. 1996. Peranan Pengolahan Terhadap Citarasa Cokelat. Warta Pusat Kopi Dan Kakao. Vol 21. Oktober 2005. Jember Nasrudin. 2009. Evaluasi Perkecambahan Biji. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Poedjiwidodo, Y. 1996. Sambung Samping Kakao. Trubus Agriwidya. Ungaran Pramono. 2009. Perkecambahan Benih,2009. http://blog.unila.ac.id/eko_p/files/2009/09/pertemuan4_-perkecambahan benih-oht.pdf Pursglove, J. W. 1997. Tropical Crops Dicotyledones. John Willey and Son Inc.,. New York Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. 2004. Panduan Lengkap Budidaya Kakao. Agromedia Pustaka. Jakarta Rahardjo, P. 1986. Penggunaan Polyethylene Glikol (PEG) Sebagai Medium Penyimpanan Benih Kakao ( Theobroma cacao L.). Pelita Perkebunan II. Rubazky dan Yamaguchi. 1998. Ilmu Produksi Tanaman Buah-Buahan. Sinar Baru. Bandung Sadjad S., 1980. Dari Benih Kepada Benih. Penerbit Grasindo. Jakarta
15
Sarman, K. 1994. Bioteknologi dan Keharaan Tanaman. INNOFARM. Jurnal Inovasi Pertanian, 7 (1) : Hal 66-85 Setiawan, A. 2009. Analisis Ekonomi. Prospek http://www.unisosdem.org/ekopol_detail.php.
Agroindustri
2008.
Siregar, H. S. T., Slamet R dan L. Murayani. 2000. Budidaya Pengolahan dan Pemasaran Cokelat. Bumi Aksara, Jakarta STIPAP. 2013. Materi Kuliah Klimatologi. STIPAP. Medan Sutopo, L., 1998. Teknologi Benih. Rajawali. Jakarta Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanaman Tanaman Perkebunan Tahunan. UGM press, Bandung Tatang, A. R. 2006. Hubungan Kecepatan Angin dengan Kelembaban Udara Terhadap Pemencaran Konidium Carcospora Nicotianae Pada Tembakau. Agritrop, 26 (4) : 160 – 167 Tohari. 1983. Komoditi Kakao Peranannya Dalam Perekonomian Indonesia. Penerbit Kanisius. Yogyakarta Wood, G. A. R. and R. A. Lass. 1987. Cocoa Longman Scientific and Technique. New York Zebua, A. T. 2012. Uji Lama Pencucian dan Lama Pengeringan Biji Kakao Dengan Menggunakan Alat Pencuci Biji Kakao Tipe Sentrifuse Terhadap Mutu Bubuk Kakao. SKRIPSI. FP USU. Medan