PT Pembangkitan Jawa Bali Services
HEAT RATE IMPROVEMENT & OPTIMIZATION STEAM POWER PLANT September 2016
Disusun Oleh: Yogo Wijayanto Analyst Operasi Enjiniring Kantor Pusat
Mengetahui Kanapi Subur Dwiyanto Manajer Enjiniring
DAFTAR ISI BAB I
PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1. Tujuan ............................................................................... 1.2. Referensi........................................................................... 1.3. Ruang Lingkup ..................................................................
7 7 7 8
BAB II
PLANT PERFORMANCE ......................................................... 2.1. Coal Analysis .................................................................... 2.2. Parameter Plant Performance .......................................... 2.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Plant Performance ..... 2.4. Plant Losses ..................................................................... 2.5. Heat & Mass Balance ....................................................... 2.6. Formula Perhitungan ........................................................ 2.7. Performance Test ..............................................................
9 9 17 19 24 27 28 37
BAB III
HEAT RATE BASELINE ........................................................... 3.1. Design Heat Rate, Best Achieveable Heat Rate, Operating Heat Rate ......................................................... 3.2. Menentukan Baseline Heat Rate ...................................... 3.3. Beberapa Kesalahan didalam memperkirakan kenaikan Heat Rate ..........................................................
42 42 50
BAB IV
PERFORMANCE MONITORING............................................... 4.1. Trending Data .................................................................. 4.2. Heat Rate Method & Analysis .......................................... 4.3. Equipment Degradation ...................................................
58 58 60 70
BAB V
HEAT RATE OPTIMIZATION..................................................... 79 5.1. Metode Optimisasi Heat Rate .......................................... 79 5.2. Root Causes Heat Rate Losses ....................................... 81 5.3. Cycle Interrelationship ..................................................... 86 5.4. Turbin Performance Optimization ..................................... 90 5.5. Boiler Performance Optimization ...................................... 92 5.6. Stoker Tipe Spreader (Travelling & Chain Grate) ............. 100 5.7. CFBC (Circulation Fluidized Bed Combustion) ................. 102 5.8. Pembuatan Program dan Post Monitoring Program ......... 112
56
BAB VI STUDI KASUS NPHR ................................................................... 114 6.1. NPHR PLTU Luar Jawa ...................................................................... 114 6.2. Studi Kasus PLTU Air Anyir Unit 1 & 2 ................................................ 115 6.3. Studi Kasus PLTU KKA ....................................................................... 120 6.4. Simulasi Gatecycle PLTU KKA ............................................................ 129 LAMPIRAN ............................................................................................... 136 6
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Tujuan Tujuan dari pembuatan buku ini adalah sebagai pedoman untuk
melaksanakan
monitoring,
analisa
heat
rate,
menentukan penyebab losses heat rate, dan membuat rekomendasi, pembuatan program perbaikan heat rate serta post
monitoring
program
yang
pada
akhirnya
dapat
mencapai target NPHR yang diharapkan.
1.2.
Referensi Referensi yang digunakan dalam pembuatan prosedur Heat Rate Analysis & Improvement : 1. Heatrate
Handbook
4th
By
Southern
company
Generating plant performance. 2. ASME PTC 4 – Steam Generator . 3. ASME PTC 6 – Steam Turbine. 4. ASME PTC PM – Performance Monitoring Guidelines for Steam Power Plant . 5. EPRI – Heat Rate Improvement . 6. Boiler for Power and Process; Kumar Rayaprolu 7. Analisis komposisi batubara muturendah terhadap pembentukan slagging dan fouling pada boiler
-
Novriany Amaliyah & Muhammad Fachry – Jurusan mesin fakultas teknik Universitas Hasanuddin. HEAT RATE OPTIMIZATION
7
8. Fuel Ash Effect on Boiler Design & Operation – Babcock Wilcox Steam Generation and Its Use Chapter 21.
1.3.
Ruang Lingkup Ruang lingkup buku ini adalah optimisasi net plant heat rate pada sistem PLTU, dengan beberapa tipe boiler stoker , CFBC ,
pulverizer
coal .
Mengetahui
dimana
posisi
performance unit saat ini, melakukan tahapan baselining heat rate, melakukan trending data operasi, mengidentifikasi serta mencari root cause penyebab kenaikan heat rate, optimisasi dari sisi operasi, pemeliharaan, dan modifikasi enjiniring. Karakteristik dan batasan design yang perlu diamati serta pengoperasian boiler stoker , CFBC , dan pulverizer coal . Pembuatan program dan post monitoring program.
8
BAB II PLANT PERFORMANCE
2.1. Coal Analysis 1. Nilai Kalor (Calorific Value) •
High Heating Value (HHV) Panas yang diperoleh dari proses pembakaran sempurna batubara
pada
volume
konstan
sehingga
semua
kandungan air (H2O) terkondensasi dalam bentuk cairan. •
Low Heating Value (LHV) Panas yang diperoleh dari proses pembakaran sempurna batubara
pada
volume
konstan
sehingga
semua
kandungan air (H2O) terbentuk menjadi uap. Pada batubara kandungan moisture lebih besar daripada jenis bahan bakar minyak dan gas sehingga rentang nilai HHV dan LHV pada batubara lebih lebar. 2. Proximate Analysis Analisa batubara untuk menentukan kandungan moisture, volatile matter, fix carbon, dan ash. •
Moisture Moisture adalah kadar air yang terdapat pada batubara. Nilai moisture ini diperoleh ketika sampel batubara dialiri udara panas pada temperature 104˚C – 110˚C. Bobot yang hilang adalah kadar moisture batubara. Prosedur pengetesannya ada pada ASTM D3173. Terdapat 2 jenis
HEAT RATE OPTIMIZATION
9
moisture yaitu surface moisture yaitu moisture yang terdapat pada permukaan batubara, sedangkan inheren moisture adalah moisture yang terdapat pada ronggarongga kapiler batubara. •
Volatile Matter Volatile matter adalah kandungan batubara yang mudah menguap
jika
dipanaskan
selain
moisture.
Metode
pengetesannya dapat dibaca pada ASTM D3175. •
Fixed Carbon Fixed carbon adalah material padat selain ash pada batubara.
Kandungannya
merupakan
selisih
bobot
batubara dikurangi bobot moisture, volatile matter , dan ash sesuai prosedur ASTM D3172. •
Ash Ash adalah kandungan abu pada batubara, metode pengetesannya sesuai prosedur ASTM D3174.
3. Ultimate Analysis Analisa batubara untuk menentukan kandungan C, H, O, N, S. Kandungan ini cenderung konstan, kecuali moisture yang jika dikurangi atau ditambah maka akan berpengaruh terhadap nilai kalor. Ultimate analysis dan moisture menjadi dasar perhitungan combustion dalam design boiler dan efisiensi yang terkait dengan kebutuhan udara teoritis dan excess air dan estimasi flue gas yang dihasilkan serta batasan emisi yang diijinkan kementrian lingkungan hidup. 10
4. Basis Pengukuran •
As received basis Sampel batubara yang datang ke laboratorium sebelum ada proses pengeringan atau pengondisian tertentu untuk menghilangkan nilai moisturenya. Basis ini merupakan sampel
batubara
apa
adanya
yang
diperoleh
dari
lapangan. Pada perhitungan efisiensi boiler metode heat loss menggunakan basis ini. •
Air dried basis Basis
ini
merupakan
kondisi
batubara
yang
tidak
mengandung surface moisture lagi. •
Dry Basis Kondisi batubara yang sudah tidak mengandung moisture teoritis lagi pada sampel batubara yang di uji.
•
Dry Ash free basis Kondisi batubara yang tidak mengandung moisture dan ash sehingga hanya terdapat volatile matter dan fixed carbon.
Pada boiler PLTU bahan bakar yang masuk adalah dalam kondisi batubara As Receive. Sehingga didalam perhitungan efisiensi boiler metode heat loss menggunakan basis As Received . Sehingga jika data coal analysis (kadar Carbon, Hydrogen, Oksigen, Nitrogen, Sulfur dan yang lainnya) yang ada pada kondisi selain as received maka perlu dikonversi menjadi kondisi as receive menggunakan formula sebagai berikut. HEAT RATE OPTIMIZATION
11
5. Hardgrove Grindability Index (HGI) HGI adalah nilai kekerasan batubara. Semakin rendah nilai HGI maka batubara akan semakin keras, demikian juga sebaliknya. Semakin tinggi nilai kalor (kualitas) batubara maka batubara nya akan semakin keras dan HGI nya akan semakin rendah. Batubara paling keras adalah antrasit HGI mendekati 30 – 40.
Pada boiler tipe pulverizer nilai HGI akan
mempengaruhi design Coal Mill (Pulverizer). 6. Ash Composition Komposisi ash adalah mineral seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, SO3, CaO, MgO. Kandungan ash ini akan mempengaruhi dimensi furnace, susunan dan jarak sootblower , space tube, nilai slagging dan fouling index . Klasifikasi ash sebagai berikut:
12
a. Lignitic ash Ash yang mengandung (CaO+MgO) > Fe2O3. Indeks slagging untuk ash lignit berdasarkan temperature pembentukan
ash
ASTM,
temperature
fusibilitas
mengindikasikan range dimana temperatur saat plastis slag mulai muncul. Indeks ini adalah rata-rata dari temperature
Hemispherical
Maximum
(HT)
dan
temperatur minimum awal pembentukan (IT): =
( ) + 4( ) 5
Dimana: Max HT : Temperature maksimum dari reduksi atau oksidasi hemispherical softening (˚F). Min IT : Temperature pembentukan (initial deformation)
awal dari reduksi atau oksidasi yang terendah (˚F). Klasifikasi potensi slagging dengan Rs adalah: Potensi Slagging Rendah Sedang Tinggi Tinggi sekali
Indeks slagging 2450 < 2250 < < 2450 2100 < < 2250 < 2100
Klasifikasi fouling untuk ash batubara lignit adalah berdasarkan kandungan sodium dalam ash sebagai berikut: Jika + + 2 3 > 20% ℎ
HEAT RATE OPTIMIZATION
13
Rendah Rendah – sedang sedang Tinggi Tinggi sekali
2 < 3 3 < 2 < 6 6 < 2
Jika + + 2 3 < 20% ℎ Rendah Rendah – sedang sedang Tinggi Tinggi sekali
2 < 1,2 1,2 < 2 < 3 2 > 3
b. Bituminous as ash Ash yang mengandung Fe2O3 > (CaO+MgO) •
Indeks slagging Perhitungan
slagging indeks
(Rs)
untuk
ash
bituminous dibawa ke perhitungan base untuk rasio asam dan persen berat pada dry basis dari sulfur dalam batubara. Kandungan sulfur mengindikasikan jumlah besi yang muncul dalam bentuk pyrite. pyrite. Perhitunga Perhitungannya nnya adalah adalah sebagai sebagai berikut: berikut: =
×
Dimana: Seny Senyawa awa basa basa : = + + 2 3 + 2 + 2 (%) 2 + 2 3 + 2 (%) Seny Senyaw awa a asam asam : = = %
Klasifikasi potensi slagging:
14
Potensi Slagging Rendah Sedang Tinggi Tinggi sekali
•
Indeks slagging < 0,6 0,6< <2 2< <2,6 2,6 <
Indeks Fouling Indeks fouling untuk ash bituminous didapatkan dari karakteristik
kekuatan
sintering
menggunakan
kandungan sodium dari ash batubara dan rasio dasar dari asam; =
× 2
Dimana: = + + 2 3 + 2 + 2 (%) = 2 + 2 3 + 2 (%) 2 = % ℎ
Klasifikasi potensi fouling menggunakan Rf adalah: Potensi fouling Rendah
Indeks fouling < 0,2
Sedang
0,2< <0,5
Tinggi
0,5< <1
Tinggi sekali
1 <
7. As Ash h Fus Fusio ion n Te Temp mper erat atu ure
Pengukuran ash fusibility temperature menggunakan prosedur sesuai standar D ASTM 1857 (fusibility ( fusibility of coal HEAT RATE OPTIMIZATION
15
and coke ash). ash). Sampel abu disiapkan dengan membakar batubara dibawah kondisi oksidasi pada temperature 799˚C hingga 899˚C. Abu ditekan pada sebuah cetakan untuk membentuk triangular pyramid (cone) dengan ukuran tinggi 19mm dan 6,35mm lebar dasarnya. Cone kemudian dipanaskan didalam furnac e dengan kenaikan temperature 8˚C/menit. Selama proses pemanasan cone mengalami pelunakan dan berubah bentuk menjadi bentuk yang lebih spesifik seperti pada gambar 5.
Gambar 1. Temperature deformasi
Ada empat temperatur deformasi deformasi yaitu: 1. Initial deformation temperature (IT atau ID) adalah temperatur dimana ujung cone mulai melunak dan menunjukkan tanda deformasi awal. 2. Softening dimana
temperature sampel
(ST)
berdeformasi
adalah
temperatur
menjadi
bentuk
spherical dimana tinggi cone sama dengan lebar dasar cone (height (height = width). width). Secara umum softening temperature sama dengan fusion temperature. temperature. 16
3. Hemispherical temperature (HT) adalah temperature dimana
cone
telah
melebur
membentuk
bulatan/benjolan dimana ukuran tinggi sama dengan setengah lebar dasarnya (Height = 0,5 width). Fluid temperature (FT) adalah temperature dimana ash cone telah meleleh menyerupai lapisan datar dengan maksimum height 1,59mm.
2.2. Parameter Plant Performance Parameter-parameter yang digunakan untuk menentukan performa pembangkit dan peralatannya adalah sebagai berikut: 1. Parameter Plant Performance •
Gross Plant Heat Rate
•
Net Plant Heat Rate
•
Efisiensi termal
•
Turbin Heat Rate
•
Auxiliary Power Consumption
2. Parameter Boiler Performance •
Boiler Efficiency
•
Steam Flow
•
Steam Temperature & Pressure
•
SFC
•
Oksigen content dan excess air
3. Parameter Turbin Performance •
Efisiensi Isentropis turbin
HEAT RATE OPTIMIZATION
17
•
Turbin Cycle Heat Rate
•
Steam Rate
•
Pressure ratio
4. Parameter Condensor •
Condensor vacum
•
Condensor cleanliness factor
•
Condensor TTD
5. Parameter Feedwater Heater •
Terminal temperature difference (TTD)
•
Drain Cooler Approach (DCA)
•
Feedwater Temperature Rise (TR)
•
Feedwater heater effectiveness
6. Parameter Pompa •
Efisiensi Pompa
•
Discharge Pressure
•
•
Ampere Water Flow
7. Parameter Fan •
Efisiensi Fan
•
Discharge Fan
•
Ampere
•
Air Flow
8. Parameter Air Heater •
18
Air Heater Lekage
•
X-Ratio
•
Air Heater Effectiveness Exit flue gas temperature
•
•
Average Cold end dan Hot end Temperature
2.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Plant Performance Faktor-faktor yang mempengaruhi Plant Performance: 1. Properties Bahan Bakar Properties bahan bakar sangat mempengaruhi efisiensi pembangkit. Pengaruh properties bahan bakar berdampak pada kondisi pembakaran pada boiler. Setiap boiler didesign untuk range properties bahan bakar tertentu, pada umumnya range toleransi nilai kalor sebesar 5%, namun ini tergantung dari
design
dari
masing-masing
manufaktur.
Beberapa
properties bahan bakar yang berpengaruh terhadap kondisi pembakaran adalah nilai kalor bahan bakar, kadar moisture bahan bakar, ukuran partikel batubara, viskositas minyak, volatile mater, kadar karbon, ash, hydrogen. Perlu digaris bawahi bahwa efisiensi boiler dan efisiensi pembakaran merupakan hal yang saling mempengaruhi dan berbeda. Bisa jadi efisiensi pembakaran sudah mencapai tahap yang optimal namun jika ditinjau dari efisiensi boiler masih belum optimal atau bahkan cenderung rendah. Sebagai contoh
jika
semakin
besar
excess
air maka
efisiensi
pembakaran akan semakin baik karena semua partikel bahan bakar akan habis terbakar (unburned carbon semakin kecil) HEAT RATE OPTIMIZATION
19
namun jika ditinjau dari efisiensi boiler akan menyebabkan dry gass loss yang akan semakin besar dan konsumsi daya dari fan (FD fan dan ID fan menjadi semakin naik). Efisiensi pembakaran ini sangat dipengaruhi oleh tipe burner . Burner dengan tipe front rear burner, tangensial burner, Circulation fluidized bed, stocker , maupun tipe nozelnya.
2. Pola Operasi Boiler Performa boiler dipengaruhi oleh kondisi pembakaran pada boiler. Masing-masing tipe boiler memiliki karakteristik yang berbeda, tergantung dari tipe dan designnya. Secara umum efisiensi boiler sangat dipengaruhi oleh beban boiler, semakin tinggi beban maka efisiensi boiler akan semakin tinggi. Nilai efisiensi boiler akan mencapai optimum pada kondisi boiler maximum continuous rate (BMCR). Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi efisiensi boiler sebagai berikut: 1. Pulverizer Coal tipe front rear burner Faktor yang mempengaruhi adalah Mill outlet temperature, air fuel ratio, excess air ratio, swirling angle, coal fineness, level burner (layer). 2. Pulverizer Coal tipe tangensial burner Faktor yang mempengaruhi adalah Mill outlet temperature, air fuel ratio, excess ratio, tilting angle, coal size.
20
3. Circulation Fluidized Bed Boiler Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, bed sand size, rasio primary air dan secondary air, bed sand volume, tipe pasir, bed temperature, rasio Ca/S apabila mengaplikasikan penggunaan limestone. 4. Stoker Boiler Faktor yang mempengaruhi adalah coal size, excess air, coal feeding rate. Detail dapat dilihat pada sub bab 5. 5. Pola Operasi Turbin Faktor-faktor
yang
mempengaruhi
adalah
pengoperasin
governor full arc admission dan partial arc admission. •
Full arc admission adalah kondisi control valve terbuka penuh,
kendali
pressure
boiler ,
beban
dilakukkan
keuntungan
oleh
metode
ini
variable adalah
menurunkan throttle enthalpy losses namun memiliki kekurangan yaitu akan meningkatkan probabilitas boiler fatigue life disebabkan karena thermal cyclic , meningkatkan losses energy pompa pada beban rendah dan sistem pengoperasian beban yang kurang responsif. •
Partial arc admission adalah control valve yang di throttle sebagian, memiliki keuntungan untuk respon beban yang lebih efektif, mengurangi fatigue boiler namun akan meningkatkan degradasi turbin berupa solid particle erossion. HEAT RATE OPTIMIZATION
21
6. Pola Pembebanan Operasi Pembangkit (Capacity Factor ) Pengoperasian pembangkit pada beban yang lebih rendah dari design akan meningkatkan losses plant . Hal ini merupakan dampak dari karakteristik efisiensi boiler, semakin rendah beban maka efisiensi boiler akan semakin rendah demikian sebaliknya, untuk peralatan seperti pompa, fan juga memberikan pengaruh dimana pada beban yang lebih rendah maka pompa dan fan akan beroperasi diluar best efficiency point . Selain itu semakin sering start stop pembangkit akan menaikkan heat rate. 7. Degradasi peralatan Semakin lama peralatan dioperasikan maka akan menyebabkan peralatan akan semakin terdegradasi dan kemampuannya menurun. •
Turbin Sudu-sudu maupun
turbin
abrasi,
akan
mengalami
seal akan
deposit,
mengalami
erosi
degradasi
sehingga steam akan mudah bocor keluar. Secara umum efisiensi turbin akan terdegradasi sebesar 3% dalam waktu 10-15 tahun. •
Boiler Tube-tube boiler akan mengalami penurunan performa menghantarkan
panas
disebabkan
karena
fouling,
scaling maupun slagging . Properties batubara akan mempengaruhi slagging index . Sementara kualitas air pengisi
boiler
terjadinya scaling . 22
akan
mempengaruhi
kemungkinan
•
Feedwater Heater Degradasi pada tube heater akibat scaling untuk jangka panjang
serta
kebocoran
tube
pada
sambungan.
Kebanyakan material heater menggunakan carbon steel yang peka terhadap erosi aliran dalam jangka panjang. Erosi pada tube support akan menyebabkan kerusakan tube akibat vibrasi (flow induced vibration). Degradasi yang lain pada komponen valve drain (leakthrough) yang mengakibatkan drain akan mengalir ke heater yang lebih rendah sehingga mengakibatkan level heater tidak pada posisi optimal. Penurunan kemampuan heater ditandai oleh kenaikan nilai TTD (Terminal temperature difference) dan DCA (Drain cooler approach). Kebanyakan plant didesign dengan TTD 2,78C dan DCA 8,33C namun design bisa berbeda untuk masing-masing unit, kenaikan TTD dan DCA menyebabkan kenaikan heat rate dan menurunkan electrical output . •
Condensor Secara umum degradasi pada kondensor terjadi karena pengaruh macrofouling dan microfouling. Penanganan microbiology pada sea water sangat mempengaruhi lifetime tube condensor . Penurunan performa ditandai dengan kenaikan vacum dan TTD.
HEAT RATE OPTIMIZATION
23
•
Fan Secara umum bisa disebabkan karena blade mengalami erosi, shaft rubbing , kerusakan pada damper .
•
Pompa Secara umum disebabkan karena impeller mengalami wear, shaft rubbing, excessive radial clearance dan kebocoran seals.
8. Kondisi Lingkungan Pengoperasian
pembangkit
di
lingkungan
yang
memiliki
kelembaban tinggi akan berbeda dengan didaerah kelembaban rendah, dan temperature air pendingin condensor yang lebih rendah akan berbeda dengan temperature yang lebih hangat.
2.4. Plant Losses Gambar 3 menunjukkan Plant Losses.
Gambar 2. Typical Plant Losses 24
Gambar 3. Typical Boiler Losses
HEAT RATE OPTIMIZATION
25
Gambar 4. Typical Cycle Losses
Gambar 5. Typical Turbine/ Generator Losses 26
2.5. Heat & Mass Balance Heat & mass balance diagram merupakan diagram yang berisi informasi mengenai keseimbangan energy pada siklus turbin. Informasi yang ada berupa pressure, temperature, flow , dan enthalpy di setiap titik peralatan inlet dan outlet . Selain itu terdapat pula informasi mengenai turbin cycle heat rate, NPHR, GPHR, steam rate, specific fuel consumption dan make up water consumption. Heat & mass balance ini terdiri dari beberapa titik pembebanan, biasanya yang tersedia 100%TMCR, 75% TMCR, 50% TMCR, 35% TMCR (beban minimum), HP Heater Cut Off / Top heater cut off , Operating TMCR dengan penambahan pemakaian make up water, VWO (Valve Wide Open)/ BMCR (Boiler Maximum Continuous Rate). Data-data ini berguna sebagai acuan saat komisioning, pembanding saat performance monitoring , acuan didalam melakukan modifikasi cycle, estimasi heat rate saat heater dilakukan pemeliharaan (out off service). 1. TMCR (Turbine Maximum Continuous Rate) TMCR merupakan kondisi turbin dioperasikan pada beban penuh secara kontinyu, dan masih ada span dari kondisi maximumnya (valve wide open). TMCR biasanya dapat digunakan sebagai pembanding saat operasi normal pada beban yang ditentukan. 2. VWO (Valve Wide Open) VWO (Valve wide open) atau kadang juga disebut BMCR (Boiler maximum continuous rate) merupakan kondisi dimana valve turbin terbuka penuh, dan beban yang dibangkitkan HEAT RATE OPTIMIZATION
27
berada pada kapasitas maximumnya dan bebannya berada diatas 100% TMCR. 3. HPH Cut off HPH cut off menunjukkan kondisi heat & mass balance ketika high pressure heater atau top heater tidak dioperasikan (out off service).
Gambar 6. Diagram Heat & Mass Balance PLTU Indramayu Beban TMCR
2.6.
Formula Perhitungan
1. Perhitungan NPHR Metode Input – Output
̇ �ℎ − .
=
=
28
2. Perhitungan NPHR Metode Heat Loss
= . 3. Perhitungan Efisiensi Termal
=
860
4. Perhitungan Turbin Cycle Heat Rate
̇ . �ℎ − ℎ − ̇ �ℎ − ℎ = 5. Perhitungan Efisiensi Boiler Metode Heat Loss
= 100 −
ℎ + ℎ
%
6. Perhitungan Losses Boiler Metode Heat Loss No 1
Tipe Boiler
Jenis Losses
PLTU Gas/
1. Dry Gas Lost
Minyak
2. Moisture in Fuel Lost 3. Moisture form Burning Hydrogen Lost 4. Moisture in Air Lost 5. Radiation Lost
HEAT RATE OPTIMIZATION
29
6. CO Lost 2
Boiler
1. Dry Gas Lost
Pulveriser Coal
2. Moisture in Fuel Lost 3. Moisture form Burning Hydrogen Lost 4. Moisture in Air Lost 5. Radiation Lost 6. CO Lost 7. Unburned Carbon Lost 8. NOx Lost 9. SOx Lost
3
Boiler CFBC
1. Dry Flue Gas Lost 2. Moisture in Fuel Lost 3. Moisture form Burning Hydrogen Lost 4. Moisture in Air Lost 5. Radiation Lost 6. CO Lost 7. Unburned Carbon Lost (Combustible in Bottom Ash & Fly Ash) 8. Moisture in Sorbent (Jika menggunakan aditif atau limestone) 9. Sensible Heat in Bottom Ash 10. Sensible Heat in Fly Ash
30
11. Calcination Lost (Jika menggunakan Limestone) 12. UnCounted Lost (Manufaktur margin) 4
Boiler Stoker
1. Dry Gas Lost 2. Moisture in Fuel Lost 3. Moisture form Burning Hydrogen in fuel Lost 4. Moisture in Air Lost 5. Radiation Lost 6. Sensible Heat in Bottom Ash 7. Sensible Heat in Fly Ash 8. CO Lost 9. Unburned Carbon Lost (Combustible in Bottom Ash & Fly Ash) 10. UnCounted Lost (Manufaktur margin)
HEAT RATE OPTIMIZATION
31
Gambar 7. Kurva Radiation Loss
7. Perhitungan Heat Credits (Panas yang ditambahkan kedalam boiler selain fuel ) (Detil formula pada lampiran).
32
No 1
Tipe Boiler
Jenis Heat Credit
PLTU Gas/
1. Entering Air
Minyak
2. Moisture Entering with Inlet Air 3. Sensible Heat in Fuel 4. Fan Credit
2
Boiler Pulveriser
1. Entering Air
Coal
2. Moisture Entering with Inlet Air 3. Sensible Heat in Fuel 4. Fan Credit
3
Boiler CFBC
1. Entering Air 2. Moisture Entering with Inlet Air 3. Sensible Heat in Fuel 4. Fan 5. Reaksi Sulfation (Jika menggunakan limestone) 6. Sensible heat in sorbent (jika menggunakan aditit atau sorben)
4
Boiler Stoker
1. Entering Air 2. Moisture Entering with Inlet Air 3. Sensible Heat in Fuel 4. Fan Credit
HEAT RATE OPTIMIZATION
33
8. Perhitungan Rasio Ca/S (khusus untuk boiler tipe CFBC)
32,06 . . = 40,08 . . 9. Perhitungan Udara Teoritis
+ 4,335. = 11,51 + 34,3. − 7,937 10. Perhitungan Udara Lebih dari analisa O2 dan bahan bakar
2�100 . (31,32 + 11,528 + 13,443 + 10,331 ) % = . 2,73 − 13,068 . 2�100 11. Perhitungan lbs Dry Gas per lb bahan bakar yang seharusnya terbakar
=
2 + 322 + 28,02(100 − 2 − 2) . + 123201 07 12,01 . 2
44,01
,
,
12. Perhitungan Gas Temperature Outlet Air Heater Corrected for no leakage
15 . . ( − ) = 100 . + = 0,241 = 0,239 34
13. Perhitungan APH Leakage % =
%2 − %2 20,9 − 2
90
Atau bisa juga menggunakan formula berikut ini; % =
% 2 − % 2 20,9 − 2
90
14. Air Heater X – Ratio ℎ =
− −
15. Average Cold End Temperature
=
+
2
16. Perhitungan APH Effectiveness (14 − 15) = × 100% (14 − 8)
17. Perhitungan TTD & DCA pada feedwater heater •
TTD = Ts – To Dimana: Ts
:
Temperature
steam
pada
kondisi
tekanan
saturasinya didalam shell heater yang diperoleh dari tabel uap air, besarnya tekanan ini diperoleh dari pressure indicator didalam shell heater yang terdapat di
HEAT RATE OPTIMIZATION
35
lokal atau di DCS bila ada. To : Temperature water outlet heater. •
DCA = Td – Ti Dimana: TD : temperature drain heater. Ti : Temperature water inlet heater.
18. Perhitungan Efisiensi Turbin
ℎ − ℎ 1 ℎ − ℎ2 1 =
Dimana: h1 : Enthalpy inlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap masuk turbin. h2: Enthalpy outlet turbin yang diperoleh dari tabel uap air berdasarkan kondisi pressure dan temperature uap keluar turbin. hs: Enthalpy uap pada kondisi entropy yang sama, diperoleh berdasarkan pressure yang keluar dari turbin dan entropy yang masuk ke turbin (enthalpy pada kondisi pressure outlet dan entropy inlet turbin).
19. Steam Rate
� =
36
2.7.
Performance Test
2.7.1. Tujuan Performance Test Ada beberapa tujuan dilakukannya performance test yaitu: 1. Untuk mengukur performa pembangkit apakah sesuai dengan kontrak yang telah disepakati antara owner dan kontraktor (Guarantee condition). Ini dilakukan saat komisioning. 2. Untuk melakukan monitoring performa pembangkit apakah masih dalam kondisi optimal atau telah mengalami degradasi secara operasi maupun mekanis. 3. Sebagai
salah
satu
ukuran
keberhasilan
didalam
pelaksanaan overhaul. Untuk kondisi ini performance test dilakukan sebelum dan sesudah overhaul. 4. Untuk mengukur dampak modifikasi peralatan, rehabilitasi, perubahan SOP, perubahan tipe maupun kualitas bahan bakar terhadap performa pembangkit.
2.7.2. Level Test (Kualitas Test) Level test merupakan ukuran kualitas test, level test tertinggi adalah pada tahap komisioning, pada tahap ini metode pengukuran lebih ketat, nilai akurasi alat ukur dimasukkan didalam perhitungan efisiensi sebagai nilai ketidakpastian (uncertain value) untuk satu parameter dapat
menggunakan
beberapa
sensor,
contohnya
pengukuran temperature udara masuk, temperature flue gas, komposisi gas buang. Untuk level test kondisi HEAT RATE OPTIMIZATION
37
performa monitoring tidak seketat saat komisioning. Hanya memperhatikan beberapa parameter pada gap heat rate serta durasi test/observasi data yang lebih singkat sudah cukup untuk mengetahui kondisi performa pembangkit. Untuk level yang lebih rendah adalah performance
monitoring,
alat
ukur
yang
digunakan
merupakan alat ukur operasional yang sudah terpasang, pada kualitas tes untuk performance monitoring ini tidak seketat pada kondisi komisioning, artinya kestabilan data dan akurasi alat ukur dapat memiliki range yang lebih lebar, pada kondisi performance monitoring trending data atau penyimpangan data yang cukup signifikan dari nilai baseline/ best practice nya merupakan petunjuk adanya degradasi performa.
2.7.3. Durasi Test Durasi test bergantung dengan tipe peralatan. Sesuai standar ASME PTC 4 sebagai berikut (Tabel berikut untuk Level test Komisioning, untuk monitoring cukup dilakukan 1 – 2 Jam namun dengan memperhatikan kestabilan parameter operasi).
38
Sebelum dilakukan pengambilan data dilakukan stabilisasi kondisi operasi selama 1 jam atau sesuai kondisi unit pembangkitnya.
2.7.4. Metode Test & Agreement Metode test membutuhkan kesepakatan antar pihak terkait,
pada
kondisi
open/close
cycle,
metode
perhitungan, besarnya margin unaccounted loss dan manufaktur loss margin pada efisiensi boiler, perlu disepakati sebelum performance test dilakukan serta asumsi-asumsi yang digunakan didalam perhitungan.
2.7.5. Observasi Data & Pengambilan Data Hal-hal yang perlu diperhatikan saat pengambilan data adalah: 1. Kestabilan Data dan deviasi data (Steady State Condition) Saat pengambilan data dilakukan harus pada HEAT RATE OPTIMIZATION
39
kondisi steady state (tidak ada manuver operasi/ perubahan operasi).
40
2. Waktu Pengambilan Data Waktu pengambilan data akan mempengaruhi hasil perhitungan efisiensi, temperature udara masuk pada siang hari maupun malam hari akan memberikan dampak sebagai heat credit pada efisiensi boiler metode heat loss, dan juga pada temperature air pendingin masuk condensor.
HEAT RATE OPTIMIZATION
41
BAB III HEAT RATE BASELINE
3.1. Design Heat Rate, Best Achieveable Heat Rate & Operating Heat Rate
Gambar 8. Jenis-jenis Heat Rate
Menurut EPRI Heat Rate Improvement Reference, bahwa terdapat 3 jenis Net Heat Rate (istilah lain Net Plant Heat Rate (NPHR)) yaitu: 1. Expected Design Net Heat Rate (Design Heat Rate) Expected Design Net Heat Rate adalah nilai heat rate net berdasarkan design peralatan. Perhitungan ini berdasarkan properties bahan bakar design, efisiensi boiler design, kondisi lingkungan humidity),
design
(temperature
condensor
air
performance
pendingin,
relative
(condensore
design
pressure, cooling water flowrate design). Nilai heat rate ini tidak akan pernah tercapai pada kondisi aktual disebabkan 42
adanya perbedaan antara kondisi lingkungan aktual dan designnya. 2. Best Achieveable Net Heat Rate (Commisioning) Best Achieveable net heat rate merupakan pencapaian nilai net heat rate terbaik yang bisa dicapai pembangkit. Nilai ini dicapai
pada
saat
acceptance
test
(performance
test
komisioning) atau saat kondisi pembangkit masih baru dan dengan kondisi pengetesan tertentu. Secara umum kondisi tes sesuai ASME PTC (close cycle/ tidak ada penambahan make up water, dan tidak ada pembukaan blowdown dan venting deaerator posisi close). Nilai yang dicapai ini dapat dikatakan sebagai New & Clean. 3. Actual Net Heat Rate Actual Net Heat Rate atau bisa disebut juga Operating Heat Rate merupakan nilai heat rate aktual sesuai dengan kondisi operasi normal. Nilai heat rate ini yang dapat dijadikan acuan baseline untuk memonitor kondisi performa pembangkit. 4. Incremental Heat Rate Merupakan nilai heat rate aktual pada kondisi beban yang berbeda. Incremental heat rate menunjukkan karakter efisiensi suatu pembangkit pada setiap kondisi pembebanan. Nilai ini sering dijadikan acuan untuk nilai kontrak dan juga digunakan sebagai baseline performance monitoring. Karakteristik heat rate secara umum menunjukkan bahwa semakin tinggi beban maka pembangkit akan memiliki efisiensi lebih tinggi demikian sebaliknya. Hal ini diantaranya dapat disebabkan oleh karakter HEAT RATE OPTIMIZATION
43
efisiensi boiler, jenis boiler, dan auxiliary power consumption. Sebagai contoh pada tipe pulverizer coal, excess air merupakan fungsi pembebanan boiler, semakin rendah beban boiler maka excess air yang dibutuhkan akan semakin tinggi, hal ini disebabkan untuk menjaga kestabilan pembakaran. Peningkatan excess air akan meningkatan prosentase dry gas lost, dan fan power consumption. Di sisi turbin cycle, pengoperasian pompa akan berada di luar titik best efficiency point sehingga aux power consumption akan naik secara proporsional.
44
Gambar 9. Incremental Heat Rate
Berikut ini adalah perbedaan antara kondisi Design, komisioning dan operasi yang menyebabkan nilai heat rate berbeda. Kondisi Design
Kondisi
Kondisi Operasi
Komisioning
Normal
(Best Achieveable) Kondisi Ambient sudah
Kondisi ambient
Kondisi ambient
ditentukan. Kondisi
berbeda dengan
dapat berbeda
ambient ini meliputi :
kondisi design dan
dengan kondisi
Temperature
perlu dikoreksi
design dan
pendingin inlet
terhadap kurva faktor
komisioning. Dan
condensor
koreksi saat
biasanya tidak
•
•
Relative Humidity perhitungan
•
Barometric
komisioning.
dimasukkan didalam
HEAT RATE OPTIMIZATION
45
•
pressure
perhitungan heat
Ambient air
rate karena
temperature
menggunakan metode input – output.
Nilai Kalor batubara
Nilai kalor dapat
Nilai kalor berbeda
sudah ditentukan
berbeda dengan
dengan design
kondisi design
dan komisioning
meskipun
karena sangat
menggunakan kelas
terpengaruh
bahan bakar yang
kondisi cuaca
sama (ada koreksi
(moisture).
terhadap deviasi kualitas bahan bakar) Perhitungan efisiensi
Saat komisioning tes
Kondisi open
sesuai siklus
dikondisikan pada
cycle:
termodinamika, tidak
close cycle system
•
memperhitungkan
(siklus tertutup).
(Unaccounted losses):
Contoh: Venting
Blowdown open
•
Ada
•
Heater vents
valve close (termasuk
pemakaian
•
Pump seals &
deaerator venting),
make up water
leakoff flow
drain valve blowdown
Steam traps
closed, dan tidak ada
•
Plant auxiliary steam penambahan make up water. heating usage
•
46
•
Venting deaerator dan blowdown
•
Sootblow
•
Cycle leakage
•
Sootblower steam
aux equipment
usage
(Multi effect
Coal handling power
distilation,
consumption.
desalination
•
Steam coil
plant)
•
Fuel characteristic
•
•
•
•
Aux steam ke unit lainnya
(grindability, HHV, moisture, ash)
Aux steam ke
•
Ejector
Heat loss to condensor (excessive drain)
•
Resirkulasi pada feedwater dan condensate water
•
Excessive Excessiv e turbine shaft seal leakages
•
LP turbin efisiensi
•
Kenaikan radiasi boiler karena degradasi pada insulasi dan perubahan skin temperature.
HEAT RATE OPTIMIZATION
47
Aux power pada
Aux power
Aux power
perhitungan turbine
memperhitungkan
sesuai kondisi
cycle cyc le heat rate ses sesuai uai
selain BFP dan CEP
operasional
siklus termodinamika
sesuai dengan
yaitu hanya
guarantee contract
memperhitungkan
book.
konsumsi power BFP dan CEP.
Perbedaan lainnya antara komsioning dan operasional: Komisioning
Operasional
Beberapa unit saat komisioning
Menggunakan basis perhitungan
menggunakan basis perhitungan
HHV base
LHV base Perhitungan menggunakan
Perhitungan menggunakan
metode heat loss (tida (tidak k
metode input-output
memperhitungkan coal flow)
(memperhitungkan coal flow)
Alat ukur lebih detail dan lengkap
Alat ukur standar operasional
Steady state
Non-steady state
Ada banyak Tapping pengukuran pengukuran
Hanya 1 tapping untuk masing-
udara masuk boiler, flue gas
masing tren.
temperature dan flue gas analysis di masing-masing tren A dan B sesuai ASME PTC 4
48
Perhitungan main steam flow
Penunjukan Penu njukan main steam steam flow flow di
merupakan jumlah dari
DCS
Condensat Conde nsat atau atau feedw feedwater ater flow, flow, spray dan kondensasi dari top heater dan dikurangi dari leakage di boiler dan siklus turbin dihitung dari penurunan level deaerator, steam drum dan hotwel hotwelll sesu sesuai ai ASME PTC 6
Beberapa Bebe rapa contoh contoh alat ukur ukur saat saat komisionin komisioning g dilaksanak dilaksanakan an (PLTU Indramayu). Condensate Flow Orifice
ThermoCouple Posisi : Outlet damper FDF Jumlah point : 3 point (1 point 3 sensor)
HEAT RATE OPTIMIZATION
49
ThermoCouple Posisi : Outlet damper PAF Jumlah point : 2 point (1 point 2 sensor)
FLUEGAS ThermoCouple Posisi : Outlet APH sisi Flue Gas Jumlah point : 7 point (1 point 3 sensor)
Gas Analyser Inlett – Ou Inle Outle tlett APH APH
3.2. Menen Menentukan tukan Basel Baseline ine Heat Rate Rate Untuk menentukan baseline heat rate sebagai nilai acuan heat rate saat monitoring sebagai berikut:
50
1. Baseline berupa kurva NPHR yang diperoleh dari minimal 3 titik beban yang berbeda, secara umum jika memungkinkan besarnya titik beban adalah 100% TMCR, 75% TMCR, 50% TMCR atau menyesuaikan dengan kondisi unit masingmasing. 2. Nilai NPHR tersebut merupakan hasil pengujian (Performance Test) dengan kondisi operasional yang optimum (New & Clean), bukan merupakan hasil uji komisioning. 3. Jika pengujian belum dilakukan pada kondisi operasional maka dapat menggunakan estimasi NPHR menggunakan basis design atau komisioning yang sudah terkoreksi. 4. Tetapkan basis perhitungan apakah menggunakan LHV base atau HHV Base, secara umum HHV base lebih banyak digunakan untuk performance monitoring. Jika menggunakan HHV base untuk monitoring serta baseline data yang ada menggunakan NPHR LHV base, lakukan konversi dari LHV ke HHV base. Berikut adalah cara untuk mengkonversi dari LHV ke HHV base:
× ( ) = + �5,72 × ( ℎ 2 + ℎ 2 ) (
)=
5. Memberi margin 3-5% untuk dari kondisi komisioning ke kondisi
operasional
pada
beban
yang
sama
melalui
HEAT RATE OPTIMIZATION
51
perhitungan incrmental heat rate. Namun jika data komisioning tidak ada dapat menggunakan data design melalui perhitungan incremental heat rate dengan memberi margin 1-2% ke kondisi komisioning, sehingga total margin dari kondisi design ke kondisi operasional 4-7%. Margin estimasi ini dapat diadjust dan dievaluasi kembali setelah dilakukannya performance monitoring untuk memperkirakan gap yang lebih akurat dari kondisi
design
dan
komisioning
ke
kondisi
baseline
operasional. Margin ini merupakan gap antara design condition atau komisioning dengan kondisi aktual operasi seperti dijelaskan pada tabel sub bab 3. Selain estimasi diatas untuk estimasi margin dari kondisi komisioning ke kondisi operasional yang lebih akurat dapat melakukan perhitungan koreksi sebagai berikut: •
Perhitungan koreksi pemakaian make up water
•
Perhitungan koreksi aux power consumption
•
Perhitungan koreksi total moisture dan hydrogen batubara
Untuk estimasi margin dari kondisi design ke kondisi operasional selain 3 item koreksi diatas dapat melakukan penambahan perhitungan koreksi sebagai berikut: •
Perhitungan koreksi ambient air temperature
•
Perhitungan koreksi ambient relative humidity
•
Perhitungan koreksi ambient inlet water ke kondensor
Untuk perhitungan koreksi tersebut dapat mengacu pada tabel 52
bab 4. Untuk pemakaian make up water dapat merefer ke heat & mass balance diagram design, untuk unit tertentu kapasitas 330MW pemakaian make up water pada beban 100%TMCR sebesar 3%. Untuk pemakaian aux power dapat melakukan mapping antara konsumsi saat komisioning dan konsumsi saat operasi normal, peralatan yang dioperasikan saat kondisi normal ditambahkan kedalam perhitungan pemakaian sendiri, atau dapat juga diasumsikan kenaikannya dalam prosentase tertentu. untuk total moisture dan hydrogen dapat mengacu pada rencana penggunaan kualitas batubara saat kondisi operasi normal. Contoh perhitungan sebagai berikut: NPHR Komisioning pada beban 100%
3956,39
kCal/kWh
Persentase Koreksi
Koreksi Penambahan Make Up water Koreksi Pemakaian Sendiri Koreksi Moisture Batubara
Dampak terhadap Heat Rate
Unit
Naik 5%
1,2%
47,5
kCal/kWh
naik 3%
3%
118,7
kCal/kWh
19,8 186,0
kCal/kWh kCal/kWh
naik 5% Total
0,50% 4,7% Gap Koreksi thd Komisioning
4,7%
HEAT RATE OPTIMIZATION
53
6. NPHR yang dijadikan baseline pada kondisi beban yang sama, jika memungkinkan menggunakan kondisi beban 100% TMCR, namun jika tidak tersedia dapat menggunakan incremental heat rate. Incremental NPHR dapat menggunakan data dari performance
test
dengan
kondisi
tes
operasional,
menggunakan data komisioning, menggunakan data design. Namun jika menggunakan data design harap menambahkan margin ±4-7%, jika menggunakan data komisioning harap menambahkan margin ±3-5% seperti pada point no 2 diatas. Beban baseline disesuaikan dengan beban aktual saat ini menggunakan persamaan polynomial orde 2 yang diperoleh dari minimal 3 titik beban baseline yang ada. Berikut ini adalah contoh perhitungan menggunakan incremental NPHR jika data NPHR aktual saat ini tidak dapat mencapai beban 100% TMCR. Diketahui data komisioning NPHR suatu PLTU sebagai berikut:
54
Load
NPHR Design
100% TMCR (14,8 MW Net)
3347 kCal/kWh
75% TMCR (10,5MW Net)
3526,5 kCal/kWh
50% TMCR (6,6 MW Net)
4018 kCal/kWh
Grafik incremental NPHR berdasarkan data diatas adalah :
NPHR 4100 ) 3900 h 3700 W k / l 3500 a C 3300 k y = 1E-05x2 - 0,2975x + 5540,8 ( R² = 1 R3100 H P 2900 N 2700 2500 4000 9000 14000
NPHR Poly. (NPHR) Poly. (NPHR) 19000
Netto Load (kWh)
Jika beban net aktual saat ini adalah 6,78 MW dan tidak tersedia data 100% TMCR maka baseline NPHR komisioning yang dikoreksi dengan margin 3% adalah sebagai berikut: Dari persamaan diatas diinputkan beban aktual saat ini sebesar 6,78 Margin NPHR Baseline pada beban 6,78 MW = 3% * [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540] = 119,58 kCal/kWh. Sehingga NPHR Baseline pada beban 6,78MW adalah sebagai berikut: = 119,58 kCal/kWh + [(0,00001*(6,78^2))-(0,297*6,78)+5540] = 4105,6 kCal/kWh. Misalkan NPHR aktual saat ini adalah 4500 kCal/kWh pada beban net 6,78 MW maka gap antara NPHR aktual saat ini dan baseline adalah sebesar HEAT RATE OPTIMIZATION
55
= 4500 kCal/kWh - 4105,6 kCal/kWh = 394,4 kCal/kWh. Gap inilah yang akan digunakan sebagai target improvement. Sebagai catatan sebaikanya data incremental NPHR yang digunakan sebagai baseline adalah •
Data performance test dengan kondisi operasional (open cycle) terbaik (dalam kondisi New & Clean/ baru dan bersih, setting boiler masih kondisi optimum, setelah komisioning pertama, atau setelah dilakukan overhaul pertama). Namun jika tidak tersedia dapat menggunakan data komisioning yang telah dikoreksi.
•
Alat ukur dan metode pengukuran dan perhitungan antara baseline dan monitoring sama.
• •
Alat ukur telah terkalibrasi Kelas accuracy alat ukur telah diketahui.
3.3. Beberapa Kesalahan Didalam Memperkirakan Kenaikan NPHR
Gambar 10. Beberapa kesaalahan didalam memperkirakan NPHR 56
Beberapa kesalahan yang terjadi berdasarkan pengalaman dilapangan seperti pada gambar diatas, NPHR realisasi operasional sangat tinggi karena langsung membandingkan NPHR akumulasi operasional dengan kondisi komisioning pada beban 100%. Untuk itu diperlukan pembanding yang standard dan pada kondisi yang sama, baseline NPHR komisioning harus dikoreksi terlebih dahulu.
HEAT RATE OPTIMIZATION
57
BAB IV PERFORMANCE MONITORING
4.1. Trending Data Trending data digunakan untuk menentukan kecenderungan penurunan efisiensi pembangkit apakah disebabkan karena perubahan pola operasi, pengaruh kondisi bahan bakar, kesalahan alat ukur, dan degradasi peralatan pembangkit. Trending
analisis
perlu
memperhatikan
tren
penurunan
ataupun kenaikan suatu parameter, apakah terjadi perubahan secara tiba-tiba, bertahap/ gradual. Secara umum degradasi peralatan akan mengalami trending secara bertahap, pada umumnya bertahun-tahun. Sebagai contoh penurunan heat rate akibat penurunan efisiensi turbin merk tertentu akan mengalami penurunan heat rate sebesar 2-3% dalam waktu 15 tahun. Kondisi ini dapat berbeda untuk merk lainnya dan juga tergantung dari maintenance, water quality dan faktor lainnya. Apabila trending data terjadi perubahan secara mendadak berdasarkan pengalaman hal ini dapat disebabkan karena pola operasi, kesalahan SOP, perubahan kualitas bahan bakar, perubahan bahan bakar yang berbeda jenis (fuel switching), maupun kerusakan mekanis yang terjadi secara tiba-tiba. a. Trending Data Harian Trending data harian lebih ditujukan untuk penngendalian controlable losses, loses yang dapat dikendalikan oleh operator. Parameter ini meliputi Main steam temperature, 58
main steam pressure, spray superheater, excess air (O2 content), outlet fluegas temperature, vacum kondensor, pemakaian make up water. Trending data ini dapat dilakukan setiap shift. Operator mengisi logsheet khusus monitoring efisiensi. Trending ini juga dapat digunakan untuk mengoperasikan sootblower sesuai kebutuhan. Sootblower yang berlebihan dapat berakibat kenaikan konsumsi make up water yang juga akan menaikkan konsumsi aux power karena pengoperasian WTP melebihi kebutuhan, mempercepat terjadinya erosi pada tube boiler, serta menaikkan losses moisture pada boiler. Monitoring vacum juga dapat digunakan sebagai acuan untuk mengoperasikan on line cleaning condensor (ball cleaning system/ bola taprog). b. Trending Data Bulanan Trending data bulanan meliputi seluruh aspek efisiensi pembangkit secara keseluruhan. Data diperoleh dengan melakukan performance test secara rutin. Secara umum parameter utama yang digunakan untuk melakukan trending adalah NPHR, Turbin cycle heat rate, efisiensi boiler,
TTD,
DCA,
Vacum
condensor,
Aux
power
consumption, efisiensi turbin, air heater effectiveness, air heater
leakage,
parameter
make
lainnya.
up
water
Trending
data
consumption
dan
bulanan
dapat
menggunakan metode best practice (gap heat rate) yang ada pada EPRI Heat Rate Improvement atau Heatrate HEAT RATE OPTIMIZATION
59
Handbook 4th By Southern company Generating plant performance yang juga ditampilkan pada tabel pada sub bab 4.2. c. Trending Data Tahunan/ Periodik/ Longterm Trending data tahunan dilakukan pada saat sebelum dan setelah dilakukannya PO (Planned Outage). Item ini fokus terhadap performa turbin. Tes dilakukan dengan kondisi valve wide open, parameter yang diambil meliputi steam flow dan pressure ratio. Parameter ini digunakan untuk mengetahui tingkat degradasi nozzle turbin. Kenaikan pressure ratio menandakan adanya erosi pada nozzle turbin sehingga menurunkan efisiensi turbin.
4.2. Heat Rate Method & Analysis Dalam melakukan analisis heat rate, terdapat 3 metode yaitu •
Melakukan perhitungan performance plant secara keseluruhan, performance
peralatan
utama
dan
peralatan penunjang efisiensi (NPHR, turbin cycle heat rate, efisiensi boiler metode heat loss, efisiensi turbin, TTD, DCA, efektifitas heater , cleanliness factor , Air heater effectiveness dan air heater leakage, efisiensi pompa dan fan). Metode ini menghitung semua performance
peralatan
kemudian
mengidentifikasi
parameter yang mengalami penurunan performa untuk kemudian
dibuatkan
rekomendasi
improvement .
Keuntungan metode ini dapat mengetahui performance 60
plant lebih akurat dan terukur dibanding metode gap heat rate. Sedangkan kekurangan metode ini adalah membutuhkan alat ukur yang lebih banyak serta membutuhkan perhitungan yang lebih detail. •
Menggunakan metode Gap Heat Rate, metode ini tidak membutuhkan
banyak
perhitungan,
kenaikan/
penurunan heat rate dapat diestimasi secara langsung dengan cepat menggunakan beberapa parameter yang terdapat pada tabel yang dikutip dari EPRI Heat Rate Improvement atau Heatrate Handbook 4th By Southern company
Generating
plant
performance
yang
mengalami perubahan nilai terhadap nilai referensi/ yang diharapkan (expexted). Keuntungan metode ini tidak memerlukan banyak alat ukur dan perhitungan efisiensi boiler metode heat loss. Sedangkan
kekurangan
metode
ini
kadangkala
terdapat unexplained gap, dan hasil perhitungan masih berupa estimasi dan kurang akurat. •
Metode ketiga adalah menggunakan bantuan software komersial seperti gatecycle, termoflow, cycle tempo. Dengan
menginputkan
parameter
maka
dapat
diperoleh output parameter dan kondisi performa peralatan. Bantuan software dapat dilakukan jika diperlukan optimisasi heat rate dengan melakukan modifikasi cycle, ataupun apabila data-data design, komisioning suatu pembangkit tidak ada. Sehingga HEAT RATE OPTIMIZATION
61
diperlukan prediksi menggunakan bantuan software. Namun penggunaan software juga memerlukan kehatihatian, diperlukan proses validasi dengan kondisi aktual terutama jika NPHR akan dijadikan pegangan didalam pembuatan kontrak O&M. Karena kesalahaan didalam
menentukan
asumsi
pemodelan
maka
perhitungan akan menjadi tidak akurat.
a. Metode Analysis Berdasarkan Perhitungan Performance Plant Langkah-langkah menggunakan metode ini adalah sebagai berikut: 1. Menentukan nilai baseline net plant heat rate (NPHR) seperti pada bab 3. 2. Melakukan perhitungan NPHR actual dengan metode yang sama dengan perhitungan baseline. 3. Menentukan berapa besar selilsih/gap antara NPHR actual dan NPHR baseline. 4. Bandingkan performa/efisiensi peralatan utama yang mengalami penurunan performa. Performa peralatan utama yang diamati adalah: 1. Performa Boiler Performa boiler yang diamati adalah efisiensi boiler metode heat loss. 2. Performa Turbin Performa turbin yang diamati adalah turbin 62
heat rate, efisiensi turbin, pressure ratio. 3. Performa Condensor Performa condensor yang diamati adalah nilai vacuum condensor , TTD, cleanliness factor . 4. Performa Feedwater Heater Parameter
yang
diamati
adalah
heater
effectiveness, TTD dan DCA. 5. Auxiliary Power Consumption Membandingkan power consumption actual dan nilai baseline. 6. Air Heater Air heater leakage, air heater effectiveness, average cold
end temperature,
flue gas
temperature no leakage, x-ratio. 5. Selain melakukan perhitungan diatas juga dapat melakukkan analisa dengan memperhatikan hubungan dan pengaruh suatu parameter terhadap parameter lainnya, atau peralatan yang satu dengan peralaan yang lainnya (dalam ASME PTC PM dikenal dengan sebutan cycle interrelationship). 6. Seringkali analisa juga membutuhkan pengamatan pada parameter-parameter lainnya sebagai alat bantu diagnosa penyebab penurunan efisiensi. 7. Pengamatan
data dapat juga
dilakukan
dengan
melihat trending data parameter dan mengamati perubahan trend apakah terjadi kenaikan/ penurunan HEAT RATE OPTIMIZATION
63
secara tiba-tiba atau secara bertahap. Trending pada suatu parameter yang sama yang terjadi tiba-tiba dengan trending yang terjadi secara bertahap/gradual dapat memiliki penyebab yang berbeda.
b. Metode Gap Heat Rate Analysis Tabel menunjukkan estimasi besarnya pengaruh perubahan beberapa parameter terhadap kenaikan heat rate (Sumber EPRI Heat Rate Improvement ). Parameter
Penyimpangan
Dampak terhadap
Penyimpangan
ΔHR
Dampak terhadap
Kerugian $perDay
ΔHR
Condensor Back Pressure
0,1 Absolut back pressure
0,25%
-
-
$950
Dry Gas Loss
10˚F
0,25%
5,5˚C
0,25%
$513
Aux Power
1MW
0,21%
-
-
$430,92
Aux Steam Effect
0,25% steam flow 1% steam
0,20%
-
-
$410
0,19%
-
-
$379,62
10˚C
0,32%
$369,6/HR
RH Spray
Flow
Throttle Temperature
10˚F
0,18%
HPT Efisiensi
1%
0,18%
Reheat Temperature
10˚F Low
0,15%
10˚C
0,27%
$307,8
IPT Efisiensi
1%
0,13%
-
-
$266,76
Flashtank dump valve 30% open
4% steam flow
0,13%
-
-
$266,78
LPT Efisiensi
1%
0,11%
-
-
$225,72
Make Up water
0,50%
0,12%
-
-
$456
Heater A
5˚F
0,12%
5˚C
0,22%
$456,2
Mill Coal Spillage
0,1% coal flow
64
0,10%
$381
-
-
$205
10 Psi
0,025%
100kPa
0,036%
$49,68
Heater B
5˚F
0,01%
5˚C
0,018%
$38
Heater C
5˚F
0,05%
5˚C
0,09%
$190
Heater D
5˚F
0,03%
5˚C
0,054%
$114
Heater E
5˚F
0,04%
5˚C
0,07%
$152
Heater F
5˚F
0,04%
5˚C
0,07%
$152
Heater G
5˚F
0,025%
5˚C
0,045%
$95
SH Spray
1% steam
0,025%
Throttle Pressure
-
-
$51,3
Flow
15PsiG H2
Generator Efisiensi Excesss drain to condensor Excess steam jet air ejector in service Excess recirculation
0,06%
150kPa
0,09%
$123,12
unaccounted unaccounted
unaccounted
Tabel berikut berdasarkan referensi dari Heatrate Handbook 4th By Southern company Generating plant performance. Operator Controllable Parameter
Penyimpangan
Dampak terhadap ΔHR
Outlet Fluegas Temperature (Coal 12000 Btu/lb)
+10˚F
+0,25%
Outlet Fluegas Temperature (Coal 8000 Btu/lb)
+10˚F
+0,35%
+1%
+0,29%
Main Steam Temperature (Subcritical Unit)
+10˚F
-0,15%
Main Steam Temperature (Supercritical Unit)
+10˚F
-0,20%
Outlet Gas O2
HEAT RATE OPTIMIZATION
65
+10˚F
-0,14%
+10 Psi
-0,04%
Superheat Spray (From discharge BFP)
+1% of MSF
+0,025%
Superheat Spray (From Final Feedwater)
+1% of MSF
+0,008%
Reheat Spray
+1% of MSF
+0,20%
Hot Reheat Temperature Main Steam Pressure (Constant Control Valve)
Plant Controllable
Penyimpangan
Dampak terhadap ΔHR
Condensor Pressure
1"Hg
Thermal Kit
Station Service
+1%
+1,00%
Final Feedwater Temperature
+5˚F
-0,10%
Unburned Carbon
+1%
+1,00%
Steam Coils (From drum)
+1% of MSF
+0,37%
Steam Coils (From Cold Reheat)
+1% of MSF
+0,25%
Parameter
Turbine Cycle Components
Penyimpangan
Dampak terhadap ΔHR
HP Turbine Efficiency (Reheat Unit)
+1%
-0,18%
HP Turbine Efficiency (Non Reheat Unit)
+1%
-0,60%
IP Turbine Efficiency
+1%
-0,17%
LP Turbine Efficiency
+1%
-0,45%
BFP Efficiency
+1%
-0,02%
Parameter
66
BFPT Efficiency
+1%
-0,02%
Top Heater TTD
+5˚F
+0,10%
Others Heater TTD
+5˚F
+0,03%
Boiler Components
Penyimpangan
Parameter
Dampak terhadap ΔHR
Coal Moisture (12000 Btu/lb Coal)
+1%
+0,10%
Coal Moisture (8000 Btu/lb Coal)
+1%
+0,17%
Coal Hydrogen (12000 Btu/lb Coal)
+1%
+0,80%
Coal Hydrogen (8000 Btu/lb Coal)
+1%
+1,20%
Air Heater Leakage
+1%
+0,05%
Air Heater effectivene effectiveness ss
+1%
-0,15%
FD Fan Inlet Air Temperature Mill Outlet Temperature T emperature
+10˚F
-0,05%
+10˚F
-0,04%
Parameter
ΔHR
Heater Teratas tidak beroperasi
1,2%
Heater selanjutnya tidak operasi dengan drain heater teratas ke kondensor
1,4%
Kedua HPH tidak operasi
2,20%
Heater teratas dan heater dibawahnya tidak operasi (Dual paralel Train Design)
1,10%
1 LPH tidak operasi
3 - 5%
HEAT RATE OPTIMIZATION
67
c. Co Con nto toh h Per Perh hit itu ung ngan an Heat Rate Analysis menggunakan metode pertama 2015
Komisioning Average w/o Parameter Satuan MW Load Produksi kW Aux Power kW TURBIN Turbin Heat Rate kCal/kWh Turbin Efisiensi % BOILER Heat Loss due To Wet Gas % Heat Loss due to Dry Gas Heat Loss due to moisture in % Fuel Heat Loss due to moisture from burning H2 % Heat Loss due to moisture in air Heat Loss due to radiation Heat Loss due to CO Total Loss
Efisiensi Boiler before correction Efisiensi Boiler Performance Parameter Main Steam Flow Main Steam Pressure Main Steam Temperature Steam rate SFC O2 Outlet Economiser CO Outlet Economiser Excess Air Ratio Flue Gas Temperature Spray Water Flow % Spraywater Make Up Water Flow Final Feedwater Temp Condensor Vacuum Fuel HHV Oil HHV Gas Specific Weight Specific Gas Consumption Performance Gross Plant Efficiency Net Plant Efficiency GPHR NPHR
68
% % % % % % Ton/Jam Kg/cm2 ˚C Nm 3 / kW h % % ˚C Ton/Jam %
Kg/Jam ˚C m mH g kCal/Kg BTU/Scf kg/nm3 N m 3 / kW h % % kCal/kWh kCal/kWh
1981 103,334 10 4191 2196,2 39,16%
2016
komisioning Januari Februari Oktober November Desember Januari Februari 21-Mar-16 21 85,5 86 85 85 85 85 88 85 85 86014,97 86727 86085 85671 84789 86393 88389 85214 84851,46 3475,25 3469,82 3470,29 34 3 449,7 3519,15 34 3 478,14 35 3 505,58 34 3 465,91 3443,4 2745,38 0,31
9,501 3,53
11,35 2,95
-
0
5,85
277 778, 8,82 82 27 2715 15,6 ,699 30,95% 31,67%
2792,6 2792 ,655 30,80%
2741, 274 1,53 53 31,37%
272 725, 5,18 18 31,56%
2722,8 2722 ,8 31,59%
2761,0 2761 ,0 2725,43 31,15% 31,55%
12,75 2,66
12,61 2,82
14,12 4,09
12,97 2,94
12,69 2,69
12,78 2,75
12,71 2,70
0
0
0
0
0
0
0
-
9,92
10,02
9,71
9,92
9,95
9,92
9,95
9,94
-
0,121 0,24 0 9,97
0,08 0,18 0,00 11,52
0,07 0 ,2 0 12,95
0,08 0 ,2 0 12,81 12
0,11 0,2 0 14,32 14
0,08 0 ,2 0 13,17
0,08 0 ,2 0 12,89
0,08 0 ,2 0 12,98
0,08 0,2 0 12,91
89,55
86,61 86,26
87,05 86,45
87,19 86,6
85,68 85,09
86,83 86,23
87,11 86,53
87,02 86,42
87,09 86,49
397,1 88,0 509,5 4,6 0,27 1,5 0,1
405,553 88 509,53 4,72 0,28 1,35 0
391,72 87,98 509,54 4,61 0 ,2 7 0, 1,9 0
403,23 88,06 509,8 4,74 4, 0,283 5,45 0
390,2 88,04 509,77 4,59 0,261 1 0,01
395,54 87,97 509,49 4,65 0,273 1 0,04
407,32 87,84 509,16 4,63 0,2821 0,05 0,08
395,14 87,99 509,3 4,65 0,2689 0,85 0,03
388,29 88 509,5 4,57 0,274 0,4 0,3
1 19 ,7 85,0 21,41% 426,2 2 29 ,6 685,3
113,17 114,99 89,49 88,516 22,07% 22,60% 20,52 9,64 230,33 22 2 29,93 693,33 691,33
129,95 79,2 19,64% 405 2 29,65 22 691
121,08 85,9 22,01% 656 228,97 6 80
117,03 87,83 22,21% 808 229,47 688
121,74 75,87 18,63% 403,5 230,9 675
117,07 86,39 21,86% 681 228,8 684
122,9 86,56 22,29%
1137,42 0,83 0,27
1041,88 0,848 0,280
1043,44 0 ,719 0, 0,274
1206,29 0 ,884 0, 0,283
1 16 169,42 0,854 0,261
111159,82 0,846 0,273
111164,15 0,851 0,282
111155,37 0,843 0,269
29,58 24,76 2940,01 3100,90 31
31,34 30,09 2743,89 285 858, 8,24 24
31,99 26,78 30,7 25,7 2688,67 3211,35 2801 28 01,6 ,611 3346 3346,0 ,088
29,85 28,62 2880,59 30005, 30 5,33 33
28,88 27,72 2977,85 310 102, 2,77 77
27,84 26,74 3088,6 321 216, 6,13 13
416,40 87,1 512 4,03 0,83 0 1,038 146,3 29,939 7,19% 2800 236,5 693,06 10449
0,34 2533,73
1133,82% -
0,38% 0, 0,9% 15,09%
84,9 -
228,8 680 1159,00 0,274
29,43 30,50 28,23 27,44% 2922,4 3006,77 304 046, 6,331 3133 3133,9 ,955
d. Cont Contoh oh Perh Perhitung itungan an Heat Rate An Analysis alysis meng mengguna gunakan kan metode kedua
HEAT RATE OPTIMIZATION
69
Contoh kalkulasi pada salah satu parameter diatas: Terjadi kenaikan O2 outlet economiser (inlet Air Heater ) sebesar 4,15% dari nilai baselinenya, maka perhitungan lossesnya adalah: Dari tabel pada sub bab 4.2.b setiap kenaikan 1% O2 akan menaikkan heat rate 0,29%. Maka losses akibat kenaikan excess air (O2) 4,15% adalah
4,15 × 0,29% × 3300 � = 39,72 � ℎ ℎ 1
=
4.3. Equipment Degradation Trending data dari peralatan yang mengalami degradasi pada umumnya menunjukkan trending kenaikan/ penurunan secara gradual/bertahap meskipun beberapa kasus dapat terjadi tibatiba, kasus yang terjadi tiba-tiba ini dapat disebabkan peralatan mengalami kerusakan/damage. Berikut ini merupakan modus degradasi peralatan yang menjadi
penyebab
penurunan
efisiensi
plant.
Gejala/
Symptons pada perubahan parameter ditunjukkan secara detail pada bab 5 dan lampiran. a. Boiler
70
Modus Degradasi
Lokasi
Penyebab
Plugged
Burner
Slagging
Waterwall tubes
Scalling
Waterwall
Coal quality
Burner
Flame position
Superheater
Fluegas temp
Reheater
exceed expected
Air Heater
value
Scalling
Waterwall
Water quality
Steam Leakage
Tubes
Erosion, water
Sootblower Tubes
quality, corossion,
Slagging
Fouling
lifetime Air Leakage
Furnace Leakage
Erosi, corossion,
Air Heater
damage, excessive
Leakage
clearance
Ducting Leakage Abrasi
Tubes
Excessive sootblow, bed sand velocity
Economiser tubes Modus : Fouling
HEAT RATE OPTIMIZATION
71
Waterwall Tube Modus: Abrasi
b. Turbin Modus
Lokasi
Penyebab
Degradasi Mechanical
Blade turbin,
Material asing,
Damage
thermal insulation
Improper installation
Mechanical
Blade, Nozel
Material asing, Improper installation
Blokage
72
Deposits
Blade
Water chemistry
Internal leakage
Snout ring
Lifetime
Leakoff
Bushing,
Lifetime, improper
Stopvalve , Gland
installation, part
seal, flange ,
damage, overstressed,
bypass valve, Spill
high temperature,
strip , packing.
thermal cyclic
Erosi
Nozzle
Lifetime
Blade Korosi
All parts
Water chemistry
Blade Turbin Modus: Deposit
HEAT RATE OPTIMIZATION
73
Blade Turbin Modus:
Solid
Particle Erosion
Turbin Modus: Uniform corossion
74
c. Pump Modus
Lokasi
Penyebab
Degradasi Wear
Impeller
Lifetime, cavitation
Rub
Shaft
Vibration
Leakage
Gland Pakcing, mech seal
Lifetime
d. Fan Modus
Lokasi
Penyebab
Degradasi Wear
Blade
Lifetime
Rub
Shaft
Vibration
Erosi
Blade
Lifetime
Leakage
Ducting,
Lifetime
Casing
e. Air Heater Modus
Lokasi
Penyebab
Degradasi Erosi
Elemen
Gas velocity
Corossion
Element (Rotary
Sulfur
type)
condensation
Tube (Tubular type)
Lifetime
HEAT RATE OPTIMIZATION
75
Damage
All Parts
Lifetime, foreign material
Leakage
Casing
Excessive Seal clearance (Rotary type) Broken (tubular type) Lifetime
Rotary Type Air Heater Modus : Fouling Elemen Air Heater
Tubular Type Air Heater Modus: Fouling
76
Tubular
Type
Air
Heater Modus:
Leakage
tube akibat korosi di PLTU Air Anyir
f.
Feedwater Heater
Modus
Lokasi
Penyebab
Leakoff,
Tubes, baffle,
Corrosion, lifetime
leakthrough
venting valve,
Degradasi
drain valve Erosi
Tubes
Water flow dikarenakan tube diplug sehingga kecepatan naik pada flow yang sama
Corossion
All Parts
Lifetime, water chemistry
Scalling
Tubes
Lifetime, water chemistry
HEAT RATE OPTIMIZATION
77
g. Condensor Modus
Lokasi
Penyebab
Degradasi Microfouling
Tubes
Microorganisme, deposit, corossion
Macrofouling Tubes Leakage
Tubes, casing
Biota laut, sampah Corossion, Improper installation, lifetime
Corossion
Damage
78
Tubes & all
Lifetime, cathodic
parts
protection lifetime
Flange,
Lifetime, foreign material,
debris, pipe
improper installation
BAB V HEAT RATE OPTIMIZATION
5.1.
Metode Optimisasi Heat Rate 1. Define Pada tahap ini user menentukan tujuan yang hendak dicapai, target, pembuatan dan penentuan baseline heat rate atau mencari posisi performance unit saat ini. Pada tahap ini user juga mengumpulkan data design, spesifikasi teknis peralatan, heat balance diagram, data performace test
report komisioning,
memberikan batasan-batasan
system, menentukan asumsi, metode test , perhitungan serta pengukuran yang ingin dilakukan. Dapat mengacu pada bab 3 dan 4.
2. Measurement Pada tahap ini user melakukan pengumpulan data (data collection), pengukuran ataupun perhitungan heat rate. Poin penting jika melakukan performance test adalah kondisi
performance
test
harus
sama
pada
setiap
monitoring, hal ini untuk mempermudah pengamatan terhadap deviasi parameter yang terjadi.
HEAT RATE OPTIMIZATION
79
3. Analysis Pada tahapan ini user melakukan identifikasi dengan mengamati
parameter-parameter
yang
mengalami
penyimpangan dari kondisi baseline. Melakukan identifikasi dengan mencari root cause penyebab kenaikan heat rate. Menghitung besarnya loses dari sisi ekonomis. Dapat mengacu pada sub bab 5.
4. Improvement Pada tahapan ini membuat program perbaikan heat rate. Program dapat berupa rekomendasi dari sisi operasi, pemeliharaan maupun perubahan design dan modifikasi serta cost benefit analysis. Dapat mengacu pada sub bab 5.
5. Control Tahap control merupakan monitoring terhadap programprogram yang telah dibuat serta mengukur dampak perubahan terhadap heat rate dari program yang sudah dijalankan. Jika program yang dijalankan tidak memberikan dampak perubahan penurunan heat rate maka perlu dilakukan evaluasi dan kajian ulang. Dapat mengacu pada sub bab 5.
80
5.2.
Root Cause Heat Rate Losses
a. Penyebab Heat Rate Losses
Gambar 11. Heat Rate Losses
HEAT RATE OPTIMIZATION
81
b. Penyebab Boiler Losses
Gambar 12. Boiler Losses
82
c. Penyebab Feedwater Losses
Gambar 13. Condensat/ Feedwater Losses
d. Penyebab Circulating Water System Losses
Gambar 14. Circulating Water System Losses HEAT RATE OPTIMIZATION
83
e. Penyebab Turbine Losses
Gambar 15. Turbine Losses
84
f.
Penyebab Electrical Aux Power Losses
Gambar 16. Electrical Losses HEAT RATE OPTIMIZATION
85
5.3. Cycle
Interrelationship,
Operational
interrelationship,
Mechanical interrelationship Perlu
menjadi
catatan
didalam
asesmen/ performance
monitoring
adalah
memahami
operational dan
hubungan
melakukan untuk
dapat
mechanical suatu
peralatan terhadap peralatan lainnya, mengetahui pengaruh performa
suatu
peralatan
terhadap
peralatan
lainnya,
mengetahui pengaruh performa beberapa peralatan yang berada pada system yang sama yang mempengaruhi beberapa peralatan pada system yang lainnya, dan batasan system peralatan yang mempengaruhi system yang lain. Ada beberapa cara untuk membantu memahami cycle interrelationship, yaitu: •
Monitoring berdasarkan batasan peralatan/ scope/ area peralatan dan hubungannya
Gambar 17. Cycle Interrelationship 86
Sebagai contoh jika akan melakukan analsis pada NPHR maka batasan imaginer yang dibuat meliputi keseluruhan plant dan peralatan. Beberapa contoh pengaruh peralatan terhadap peralatan lainnya dan batasan peralatan yang perlu dibuat agar analisa menjadi tepat dan akurat adalah sebagai berikut:
Water
temperature
mempengaruhi
condensor akan
inlet
performa
kondensor
dan
memilik dampak terhadap kinerja turbin dan NPHR. Semakin rendah water temperature inlet condensor maka panas yang terbuang dari kondensor akan semakin besar.
Kondisi lingkungan/ ambien akan mempengaruhi efisiensi boiler, semakin tinggi temperatur udara masuk maka heat credit /panas yang dimasukkan ke boiler akan semakin besar sehingga efisiensi boiler akan lebih baik.
Fuel
quality akan
mempengaruhi
efisiensi
boiler, kandungan hydrogen yang semakin tinggi akan menaikkan heat lost due to burning hydrogen,
kandungan
total
moisture
yang
semakin tinggi akan menaikkan heat loss due to moisture in fuel .
Low
load
operation
akan
mempengaruhi
efisiensi turbin cycle karena Steam flow akan mempengaruhi exhaust hood lost turbin. HEAT RATE OPTIMIZATION
87
Untuk area turbin cycle maka kondisi steam boiler yang
memasuki
turbin
cycle
akan
mempengaruhi efisiensi turbin, performa heater, dan output generator . Semakin tinggi main steam temperature maka performa turbin akan semakin naik (daya yang dibangkitkan akan semakin besar atau coal flow yang dibutuhkan pada beban yang sama akan semakin sedikit), extraction steam temperature ke heater akan semakin tinggi dan menaikkan feedwater outlet temperature sehingga akan menaikkan efisiensi boiler .
Performa kondensor akan mempengaruhi back pressure turbin,semakin rendah back pressure (vakum
semakin
baik)
maka
daya
turbin
semakin naik dan menurunkan heat rate dan juga akan mempengaruhi konsumsi steam flow dan generator output (steam rate akan semakin kecil).
Penurunan
efisiensi
turbin
maka
akan
menaikkan extraction steam temperature dan menaikkan hotwell temperature.
Penurunan
feedwater
temperature
akan
menaikkan coal flow dan fan power sehingga menaikkan NPHR.
88
•
Operational interrelationship Monitoring
dengan
melihat
pengaruh
operational
parameter terhadap performance. Beberapa contoh interaksi operasional adalah sebagai berikut:
Kenaikan reheat spray flow akan menaikkan output generator , untuk fix throtle flow akan menaikkan NPHR.
Menurunkan condensor pressure akan menaikkan output
generator hingga
pada
kondisi
exhaust
mengalami choking , pada kondisi ini output generator akan menurun disebabkan condensat water yang lebih rendah akan memerlukan steam ekstraksi yang lebih banyak untuk mencapai kondisi upstream.
Menaikkan excess air akan menurunkan unburned carbon namun menaikkan dry gas loss karena dry gas flow akan naik.
Menaikkan coal fineness akan menurunkan unburned carbon
namun
akan
menaikkan
aux
power
consumption mill dan crusher serta akan menaikkan potensi terjadinya wear pada peralatan.
Kondisi absorbsi furnace, slagging dan fouling akan mempengaruhi turbin cycle heat rate karena akan berpengaruh
terhadap
steam
temperature
dan
superheater spray flow.
HEAT RATE OPTIMIZATION
89
Perubahan main steam temperature dan pressure akan
mempengaruhi
temperature
karena
final
feedwater
mempengaruhi
outlet saturasi
temperature steam didalam heater.
•
Mechanical interrelationship Mechanical
interrelationship
menunjukkan
pengaruh
kondisi mekanis suatu peralatan terhadap performa plant. Sebagai contoh:
Fouling pada tube kondensor akan mempengaruhi condensor pressure
Air heater seal degradation akan menyebabkan kebocoran udara yang lebih besar dan masuk ke aliran fluegas sehingga menaikkan fan power.
Mengganti economiser dengan finned tubes akan mempengaruhi efisiensi boiler , fan power , dan heat rate.
Degradasi pada part turbin akan mempengaruhi efisiensi turbin, final feedwater heater, dan heat rate.
5.4. Turbine Performance Optimization a. Cycle isolation Salah satu cara untuk melakukan optimisasi adalah melakukan pemeriksaan terhadap valve-valve yang menyebabkan water dan steam melewati pathline diluar diagram heat & mass balance. Pathline diluar diagram 90
heat & mass balance ini contohnya adalah valve bypass heater , valve resirkulasi, valve emergency drain menuju kondensor, bypass valve turbin, venting yang normally closed .
Pemeriksaan
memeriksa
kondisi
dapat valve
dilakukan
sudah
tertutup
dengan rapat
(tightness), memeriksa suhu pipa setelah valve (suhu akan tinggi jika ada kebocoran dalam), pemeriksaan dapat dilakukan menggunakan termogun, termografi, atau sentuhan tangan namun tetap memperhatikan aspek safety. b. Penambahan Make up water Optimisasi lainnya adalah penambahan make up water hendaknya dilakukan ke bagian peralatan yang memiliki temperature paling rendah pada sistem heat & mass balance, dalam hal ini area yang memiliki temperature paling rendah adalah hotwell. c. Feedwater Heater Pengoperasian
heater
mempengaruhi
TTD
pada dan
level
DCA
normal
dan
sangat
berpengaruh
terhadap performa heater. Level heater rendah dan tinggi akan menaikkan heat rate. d. Condensor Vacum kondensor sangat berpengaruh terhadap heat rate.
Penurunan
vacum
kondensor
memberikan
kontribusi terbesar terhadap kenaikan heat rate dan penurunan daya turbin. HEAT RATE OPTIMIZATION
91
Beberapa tindakan preventive yang dapat dilakukan untuk menjaga kenormalan vacum adalah : • •
• •
• • • • •
Membersihkan pompa vacum Memeriksa Extraction expansion joint pada condensor Cleaning tube condensor jika terjadi fouling Memeriksa nozzle dan difuser ejector udara jika menggunakan sistem ejector Memeriksa packing pompa vacum Memeriksa packing pompa condensat Memeriksa valve isolasi pompa vacum Memeriksa turbin slop drain leakage Memeriksa radial clearance, spill strip dan labyrinth turbin
5.5. Boiler Performance Optimization
Gambar 18. Boiler Loss Optimization Sumber : ASME PTC Performance Monitoring Guidelines 92
Gambar 19. Pengaruh Excess Air terhadap Boiler Losses Sumber: Sumber: ASME PTC Performance Monitoring Guidelines
5.5.1. Stack Loss Reduction •
Exit Gas Temperature Temperature flue gas harus serendah-rendahnya jika memungkinkan namun perlu memperhatikan aspek korosi karena pengembunan sulfur. Secara umum temperature flue gas aman pada kisaran 140˚C untuk boiler yang menggunakan bahan bakar batubara yang HEAT RATE OPTIMIZATION
93
mengandung
kadar
sulfur.
Namun
dew
point
temperature ini tergantung dari kandungan sulfur.
Kisaran normal temperature flue gas adalah 80˚C – 120˚C untuk kandungan sulfur 1,7% hingga maksimum 3,7% seperti pada grafik dibawah ini:
Gambar 20. Sulfur content – Dew Point
•
Excess Air Excess air harus berada pada jumlah yang minimum namun tanpa menghasilkan gas CO dan membatasi unburn carbon. Besaran excess air secara umum dapat mengacu pada tabel berikut ini.
94
HEAT RATE OPTIMIZATION
95
Gambar 21. Sumber The Babcock & Wilcox Company : Steam, its generation & use
96
•
Air Infiltration Kebocoran udara terutama pada boiler dengan sistem balance draft perlu diminimalisir untuk mengurangi berat gas yang dibuang. Panel membran pada furnace, sambungan las pada ducting, casing, dan expansion joint perlu untuk dilakukan pemeriksaan saat outage.
•
Gas Bypassing Gap yang berlebihan pada tube bank menyebabkan gas ter bypass.
•
Gas Leakage Pada design tertentu, ducting bypass untuk melindungi air heater dari korosi pada temperatur rendah selama start up dan beban rendah sangat efektif namun pada saat operasi normal sangat sulit untuk di isolasi secara sempurna. Disarankan untuk menggunakan damper pneumatik.
5.5.2. Unburnt Loss Reduction •
Time, Temperature, Turbulence Faktor 3 – T ini sangat mempengaruhi unburnt carbon, pengaturan rasio udara primer, sekunder, pressure nozzle, adjustable vane, mill outlet temperature, bed temperature, merupakan beberapa variable yang mempengaruhi unburnd carbon. Faktor fisik lainnya berupa tinggi dan luasan furnace. Untuk detail lihat rasio udara pada sub bab 5.6 dan 5.7 untuk tipe boiler stoker dan CFBC. HEAT RATE OPTIMIZATION
97
•
Coal Size Boiler pulverizer coal, CFB dan Boiler stoker sangat peka terhadap coal size, (lihat pada sub bab 5.6).
•
Bed Temperature Control Bed temperature akan mempengaruhi calcination loss dan sulfation heat credit jika proses desulfurisasi pada CFBC digunakan. Lihat Sub bab 5.7.
•
Proper Arches pada boiler Stoker Lihat Sub bab 5.6 boiler stoker.
5.5.3. Fan Power Reduction •
Menurunkan gas velocity akan menurunkan pressure drop namun berdampak pada size boiler yang lebih besar. Laju heat transfer dan pressure drop yang optimum diperlukan pada aspek design. Rekomendasi kecepatan gas dan tube space dapat mengacu sebagai berikut.
98
•
Menurunkan excess air pada titik optimumnya akan menurunkan fan power .
•
Untuk fan kecil hingga 150 kW dapat menggunakan belt drive untuk pengoperasian rpm yang optimum pada duty point yang mengkonsumsi power paling rendah.
•
Penggunaan variable speed coupling terutama pada beban yang lebih rendah akan membantu menurunkan konsumsi daya dibandingkan dengan penggunaan inlet guide vane.
•
Penggunaa variable frequency drive pada variasi kecepatan motor juga menurunkan konsumsi daya namun membutuhkan biaya investasi yang lebih mahal.
•
Jika kapasitas fan yang dibutuhkan besar maka disarankan
menggunakan
fan
axial
flow.
Biaya
investasi lebih mahal namun lebih ekonomis pada kapasitas yang besar berdasarkan life cycle costing .
5.5.4. Boiler Feed Pump Power Reduction •
Penggunaan
variable
speed
drive
menurunkan
konsumsi daya. •
Pengoperasian variable pressure akan menurunkan konsumsi daya yang lebih besar.
HEAT RATE OPTIMIZATION
99
5.6. Stoker Boiler tipe Spreader (Traveling & Chain Grate) 5.6.1. Aspek Design & Limitation Boiler Stoker
Gambar 21. Batasan Ukuran untuk Boiler Stoker 100
1. Coal sizing adalah karakteristik paling penting yang mempengaruhi performance boiler stoker , ukuran yang
sangat
halus
seperti
butiran
pasir
akan
memberikan dampak erosi pada peralatan fuel handling ,
memiliki
potensi
pembentukan
clinker
(pengerasan slaging), meningkatkan unburnt loss sehingga menurunkan efisiensi boiler. Gambar diatas memberikan batasan ukuran batubara untuk boiler stoker . 2. Pada saat pembakaran membebaskan 35-50% (4060% untuk bahan bakar volatile tinggi) dari panas bahan bakar dan sisanya pada grate pada lapisan film dengan ketebalan 50-80 mm. 3. Besarnya heat release 2,37MW/m2 atau 2,03 x 106 kCal/m2/jam untuk bahan bakar batubara. 4. Batasan penting untuk menghindari slagging adalah besarnya heat input per lebar furnace harus lebih kecil dari 14,2 MJ/jam atau 3,4 x 10 6 kCal/jam, 5. Besarnya ash discharge harus lebih kecil dari 530 kg/m/jam untuk membatasi unburnt lost . 6. Excess air pada kondisi full load dapat dibatasi 30% dan meningkat bertahap hingga 50% pada beban sebagian. 7. Primary air pressure dari bawah yang diperlukan 40 mm w.g. (0,3922 kPa) Kecepatan udara melalui bed
HEAT RATE OPTIMIZATION
101
sekitar 1m/s. Area untuk udara adalah 6-10% dari grate area. 8. Secondary air (OFA) pada sisi rear dan front wall digunakan untuk penetrasi pada burner zone, dan merangsang flame. Menciptakan turbulensi untuk pembakaran lebih baik. 9. Estimasi 20% dari total udara adalah secondary air (600 – 750 mm wg). 10. Ash
carry
over pada
fly
ash
sekitar
20-40%
(combustible di fly ash sekitar 20%) tergantung tingkat kehalusan batubara, sekitar 60-70% coarse ash dibuang melalui grate (kandungan combustible sekitar 10%). Unburnt carbon loss meningkat 3-4% dari 20% ash (untuk batubara yang bagus) dan 10-12% dari 4045% ash (batubara dengan kandungan ash tinggi). 11. Resirkulasi fly ash dapat menurunkan 2% carbon loss, manun resirkulasi ini perlu dibatasi untuk jenis batubara dengan kandungan ash tinggi. 5.7. CFBC (Circulation Fluidized Bed Combustion) 5.7.1. Prinsip Dasar Fluidized Bed Combustion Prinsip mendasar design FBC boiler adalah fluidisasi, desulfurisasi dan denitrifikasi. a. Fluidisasi Ketika udara dihembuskan dari bagian bawah bed maka solid material akan terangkat keatas, ketika flow udara
102
dinaikkan maka pressure drop di bed naik secara proporsional. Hingga pada titik dimana material bed melayang-layang dan berperilaku seperti fluida (free flowing fluid ). Dengan meningkatnya gas flow maka gas bubble akan mulai terbentuk, boiler yang bekerja pada area
ini
merupakan
tipe
bubbling
fluidized
bed
combustion. Proses yang sama dengan terbentuknya bubbling pada air yang dipanaskan. Dengan kenaikan gas maka bubbling akan semakin membesar, material yang lebih berat akan tetap berada di area bawah sementara material yang lebih ringan akan terangkat lebih tinggi, jika kecepatan gas dinaikkan maka bubbling gas akan berpusar dan memenuhi seluruh ruangan. Pada fase ini merupakan fase turbulen. Namun pressure drop tetap sama. Pada fase ini campuran material yang ringan dan berat akan bersirkulasi. Ketika aliran gas kecepatannya terus dinaikkan maka aliran akan memasuki fase entrained flow (akhir dari fase fluidisasi) yang merupakan fase solid partikel transport . Ketika partikel tidak beresirkulasi maka pressure drop akan menurun dan solid partikel akan meninggalkan chamber. Propertis fisik dari fluid dan bed material (viscosity, density, particle size seperti pada gambar berikut. Dengan kenaikan gas bed velocity pressure drop akan konstan pada semua range fase fluidisasi akan tetapi tetapi pressure drop akan menurun ketika memasuki fase transport regime. HEAT RATE OPTIMIZATION
103
Gambar 22. Regime Fluidisasi Untuk beberapa Tipe Boiler 104
b. Desulfurization Proses desulfurisasi pada CFB dapat dilakukan jika batubara yang digunakan mengandung kadar sulfur medium dan tinggi. Sehingga CFB dapat dioperasikan tanpa proses desulfurisasi jika batubara yang digunakan menggunakan kadar sulfur rendah. Ada 3 reaksi yang terlibat dalam proses desulfurisasi ini yaitu: •
Reaksi Calcination
Reaksi ini dihasilkan dari dekomposisi kapur (CaCO3)
dengan
melepaskan
CO2
melalui
pemanasan (reaksi eksotermis). •
Reaksi pembakaran pembentukan SOx
•
Reaksi Sulfation
Reaksi
sulfation,
CaO
mengikat
SO2
yang
terbentuk secara oksidasi membentuk gypsum (CaSO4) dan merupakan reaksi endotermis. Baik reaksi sulfation dan calcination reaksi dimulai pada temperatur sekitar 700˚C dan optimum pada temperatur 840850˚C.
Konsumsi
kapur
paling
rendah
pada
range
temperature ini. Pada kondisi aktual 1 mol Ca per mol S (rasio Ca/S = 1) tidak dapat dicapai karena : HEAT RATE OPTIMIZATION
105
Reaksi sulfation terjadi pada permukaan kapur (CaO), pada inti bagian dalam tidak dapat bereaksi.
Adanya ikatan anorganik sulfur dibahan bakar yang tidak teroksidasi membentuk SO2.
SO2 lolos ketika jumlah sorben kurang atau akibat adanya kandungan volatile matter (VM) bahan bakar.
Kemurnian limestone lebih rendah dari kadar optimumnya (secara umum 92%).
Seperti ditunjukkan pada gambar dibawah ini range bed temperature 800-900˚C merupakan range temperature yang optimum untuk proses desulfurisasi karena:
Reaksi
calcination
tidak
sempurna
pada
temperatur dibawah 800˚C
Reaksi sulfation akan turun setelah temperatur
850˚C disebabkan karena CaSO4 yang terbentuk pada permukaan CaO meleleh pada temperatur tinggi dan membentuk lapisan coating yang menghalangi reaksi selanjutnya.
Pada temperature yang tinggi meskipun dengan waktu tinggal yang lebih lama dan intensitas turbulensi lebih tinggi molekul gas SO2 tidak bereaksi dengan CaO.
106
Gambar 23. Kurva Pengaruh rasio Ca/S terhadap Sulfur removal .
Batasan untuk proses desulfurisasi pada CFB adalah Tipe CFB
Bubbling CFB
Rasio
Residence
Desulfurisasi
Ca/S
time
2,5 – 3
2,5 detik
85%
1,8 – 2,5
5 detik
95%
Boiler Circulation CFB Boiler
Sebagai catatan untuk kandungan ash yang tinggi >40% dan sulfur >5%, rasio Ca/S akan naik secara signifikan dan akan menjadi tidak ekonomis.
HEAT RATE OPTIMIZATION
107
c. Denitrification Pada temperature tinggi oksigen akan bereaksi dengan nitrogen membentuk NOx. Ada 2 jenis NOx yang dapat terbentuk dari nitrogen yang terkandung pada bahan bakar disebut fuel NOx dan NOx yang terbentuk dari udara pembakaran pada temperatur >1200˚C disebut termal
NOx.
Dari
hasil
penelitian
laboratorium
menunjukkan hampir semua fuel nitrogen membentuk NOx. Untuk 1% N2 pada bahan bakar, potensial NOx yang terbentuk sekitar 3800 mg/Nm3. Tetapi akan berkurang secara signifikan dengan kehadiran agen pereduksi yang kuat seperti char carbon dan CO pada bed. Pada CFB tipe CFBC karena kondisi substoikiometrik pada bed menaikkan aktif Carbon dan CO sehingga NOx yang terbentuk lebih rendah hampir separuhnya dari CFB tipe bubbling. Kandungan NOx yang terbentuk pada kondisi 6% Oksigen adalah: Tipe CFB BFBC
NOx pada 6% Oksigen <400 mg/Nm3 atau <200 ppm
CFBC
<200 mg/Nm3 atau <100 ppm
Desulfurisasi dan denitrifikasi bekerja dalam cara yang berkebalikan.
Semakin
tinggi
sulfur
rejection
menaikkan rasio Ca/S maka akan menaikkan NOx.
108
dengan
5.7.2. Karakteristik Fluidized Bed Combustion •
Komposisi udara pada CFBC boiler adalah 60% primary air dari bawah combustor (bed nozzle) pada tekanan tinggi untuk proses fluidisasi dan 40% secondary air dari sisi freeboard (diatas bed) untuk kebutuhan pembakaran sempurna. Kecepatan fluidisasi 7-8m/detik dan dapat dikurangi hingga 6m/detik.
•
Ukuran batubara jenis lignite 10mm.
•
Fines coal (<1mm) masih dapat ditoleransi hingga 40% dari total bahan bakar yang masuk furnace,
•
Surface moisture maksimum 15%.
•
Ukuran limestone 1mm tergantung dari kemurnian dan reaktivity
•
Batubara dengan kandungan ash tinggi (>15%) tidak memerlukan tambahan bed material selain ash untuk kestabilan bed. Ash dapat menggantikan fungsi bed material.
•
Penambahan limestone diperlukan hanya jika proses desulfurisasi diperlukan (kandungan sulfur tinggi), dan bed temperature harus dioperasikan pada kisaran 850˚C untuk proses desulfurisasi.
•
Untuk batubara jenis lignite yang memiliki titik leleh kandungan alkaline
dan ash fusion temprature rendah,
bed temperature dibatasi sekitar 800˚C untuk mencegah penggumpalan. Efisiensi desulfurisasi akan menurun pada kondisi ini. HEAT RATE OPTIMIZATION
109
•
Untuk bahan bakar yang memiliki karakteristik volatile rendah (antrasit) dan batubara kandungan ash tinggi maka bed temperature dioperasikan pada kisaran 900˚C untuk
mencapai
pembakaran
yang
sempurna.
Exit
temperature combustor harus lebih rendah 100˚C dibawah fusion temperature ash untuk menyesuaikan ukuran furnace dan mencegah fouling . •
Efisiensi
pembakaran
carbon
mencapai
90-99%
tergantung dari karakteristik bahan bakar dan resirkulasi ash. •
Efisiensi
desulfurisasi
normalnya
mencapai
85-95%
tergantung dari rasio Ca/S dan batasan praktis lainnya (bed temperature). •
Semakin rendah
bed temperature maka tidak ada
pembentukan NOx meskipun dari jenis fuel NOx. •
Jika bed temperature dibawah ash fusion temperature maka tidak akan terbentuk slagging dan fouling.
5.7.3. Limitation Fluidized Bed Combustion •
Kebutuhan primary fan power yang tinggi untuk proses fluidisasi mengurangi net output per unit bahan bakar sebesar 1% jika dibandingkan dengan tipe pulverizer coal dengan asumsi tidak ada proses desulfurisasi dan denitrifikasi.
•
Erosi pada tube dan refraktori merupakan masalah yang tidak dapat dihindari.
110
•
CFBC ekonomis untuk kapasitas 100-150 ton per jam. Sedangkan BFBC <100-150 tph.
5.7.4. Efisiensi Thermal boiler pada FBC Boiler •
Desulfurization Rasio Ca/S > 2 menghasilkan net loss, Rasio Ca/S < 2 menghasilkan
net
gain.
Sehingga
apabila
akan
mengaplikasikan proses desulfurisasi batasan rasio Ca/S < 2 pada bed temperature ±850˚C agar menambah heat credit ke boiler . •
Fan Power Primary air fan membutuhkan daya yang lebih besar untuk proses fluidisasi dibanding boiler tipe lainnya sehingga menaikkan net plant heat rate (mengurangi net output ).
•
Sensible heat loss Untuk batubara dengan kandungan ash tinggi dan penggunaan aplikasi desulfurisasi dengan bed discharge temperature 850˚C akan menghasilkan sensible heat loss sebesar 5%. Jika tidak mengaplikasikan desulfurisasi maka losses akan lebih kecil dari 5%.
•
Fan credit Fan power khususnya Primary air fan membutuhkan daya yang lebih besar untuk proses fluidisasi. Kenaikan daya ini akan menghasilkan panas yang diserap oleh udara masuk ke boiler, panas ini merupakan panas tambahan (heat credit ) yang perlu dikoreksi terhadap perhitungan efisiensi boiler. HEAT RATE OPTIMIZATION
111
•
Cyclone Radiation loss Radiation loss yang diambil dari grafik ABMA ( American Boiler Manufacturer Association) tidak memperhitungkan losses radiasi pada cyclones. Refraktory lining pada sisi dalam cyclone tidak dapat mendinginkan sisi luar hingga
temperature yang diharapkan (50˚C) terutama cyclone tipe hot cyclone. Perlu dilakukan koreksi terhadap perhitungan efisiensi.
5.8. Pembuatan Program dan Post Monitoring Program Membuat rekomendasi improvement untuk bidang terkait (Operasi
dan
Pemeliharaan)
dan
target
waktu
pelaksanaan
improvement yang dilakukan saat MO,atau PO atau saat kondisi lainnya sesuai keadaan unit. Bentuk rekomendasi dapat berupa: 1.
Perubahan atau pengoptimalan pola operasi Contoh: Mengoptimalkan fungsi sootblower, mengoptimalkan pengaturan excess air , rasio primary air dengan secondary air , pengedrainan bottom ash.
2.
Perbaikan peralatan, penggantian sparepart, resetting . Contoh: Melakukan plugging pada tube yang mengalami kebocoran, Penggantian seal , packing, resetting radial seal air preheater , resetting posisi damper, perbaikan isolasi pipa yang rusak atau bocor.
112
3.
Pembersihan/ Cleaning Contoh: Mechanical cleaning, acid cleaning , pengoperasian bola taprog, sand blasting, dry ice cleaning , membersihkan sudu-sudu
turbin,
membersihkan
tube-tube
boiler
yang
mengalami slagging . 4.
Koordinasi dengan PDM untuk memonitor peralatan rotating.
5.
Melakukan inspeksi saat unit masih online Contoh: melakukan pengecekan pada valve drain, venting (pengecekan dapat menggunakan termogun, thermografi atau secara
visual
untuk
area-area
yang
diduga
mengalami
kebocoran). 6.
Melakukan inspeksi peralatan saat Maintenance Outage atau Plan Outage. Contoh: Pengecekan sudu turbin terhadap adanya deposit, erosi, atau keausan. Degradasi impeller , pengecekan clearance stator dan rotor impeller pompa.
7.
Melakukan
modifikasi
atau
penambahan
penggunaan
coal
dryer ,
peralatan
bila
diperlukan. Contoh:
penambahan
Heater ,
penambahan economiser , penambahan air preheater dan lainlain.
Detail corrective action secara operasi dan pemeliharaan dibahas pada lampiran.
HEAT RATE OPTIMIZATION
113
BAB VI STUDI KASUS NPHR PLTU LUAR JAWA
6.1.
NPHR PLTU Luar Jawa Gambar menunjukkan kenaikan NPHR dibandingkan nilai baselinenya. NPHR baseline yang diambil untuk kasus ini adalah menggunakan baseline komisioning kecuali untuk PLTU kendari menggunakan baseline komisioning yang sudah dikoreksi ke kondisi operasional. Perhitungan NPHR aktual menggunakan metode input output, breakdown losses menggunakan metode perhitungan best practice pada EPRI dan Heatrate handbook. Setiap deviasi parameter akan menyebabkan kenaikan ataupun penurunan heat rate. Dari grafik menunjukkan bahwa NPHR dengan tipe boiler CFB memiliki NPHR lebih rendah dibanding NPHR dengan tipe boiler stoker. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi boiler tipe CFB memiliki efisiensi lebih baik dibanding boiler tipe stoker. Efisiensi boiler tipe stoker lebih rendah disebabkan karena sensible heat loss yang lebih besar, besarnya losses ini berbanding lurus dengan volume bottom ash yang dibuang. Panas sensible ini terbuang karena mayoritas panas yang dihasilkan pada stoker boiler terjadi di area lower furnace (grating ) sehingga sebagian panas akan ikut terbuang melalui bottom ash.
114
NPHR PLTU Luar Jawa (Baseline - Aktual) 7000 300 6000
489.64 185
5000 540 4000 484
300 380 423
300
300
562
564
706
203
154
235
50 494
644 170
347
512
3000 5117
4942 4066
2000
3435
3300
3300
PLTU Air Anyir 1
PLTU Air Anyir 2
3500
289
3396
4066
3009
3500
2962
1000 0 PLTu Suge 1 PLTU Kendari PLTU Kendari PLT U Bolok 1 PLT U PLTU Tidore 2PLTU Ropa 1 PLTU 1 2 Banjarsari 2 Amurang 2
NPHR Baseline
Faktor CF
Faktor Operasi & Peralatan
PLTU KK A 1
Losses yang belum teridentifikasi
Gambar 24. Grafik NPHR Losses PLTU Luar Jawa
Trending
lainnya
menunjukkan
bahwa
semakin
besar
kapasitas boiler maka efisiensi akan semakin lebih baik. Khusus untuk PLTU KKA memiliki NPHR yang tinggi karena tipe PLTU ini pada awalnya didesign untuk kebutuhan paper plant yang kemudian dimodifikasi menjadi power plant. Untuk mengetahui penyebab kenaikan NPHR dapat dilihat pada sub bab 6.2 untuk contoh kasus PLTU Air Anyir dan PLTU KKA.
6.2.
Studi Kasus PLTU Air Anyir Unit 1 & 2 Perhitungan Gap Heat Rate menggunakan metode kedua dengan metode best practice. Setiap deviasi parameter memiliki dampak kenaikan maupun penurunan heat rate. Baik untuk unit 1 dan unit 2 mayoritas losses disebabkan
HEAT RATE OPTIMIZATION
115
karena capacity factor, unit tidak dioperasikan pada beban penuh. Kenaikan heat rate lainnya disebabkan karena penurunan vacum kondensor, penurunan efektifitas air heater. Khusus untuk unit 2 terjadi penurunan performa air heater disebabkan adanya kebocoran tube pada air heater oleh korosi. Dari tabel terlihat bahwa kenaikan heat rate akibat kondisi operasi dan peralatan pada unit 1 sebesar 270 kCal/kWh sementara kenaikan heat rate akibat capacity factor (unit tidak beroperasi pada beban penuh) sebesar 753 kCal/kWh, pada unit 2 kenaikan heat rate akibat kondisi operasi dan peralatan sebesar 562 kCal/kWh, sementara kenaikan heat rate akibat capacity factor sebesar 203 kCal/kWh. Tabel. Heat rate losses matriks PLTU Air Anyir Unit 1 No
Parameter
1
Capacity Factor Outlet Flue Gas Temp Outlet O2 Main Steam Temp Main Steam Pressure Spray Desuperheater Condensor Back Pressure Aux Power Consumption Final Feedwater Temp Main Steam Flow HP Turbin Efficiency TTD Top HPH 1 TTD HPH 2 TTD LPH 3 TTD LPH 4 BFP Efficiency Top HPH Out Of Service Next Heater out of service Coal Total Moisture Coal Hydrogen FDF Inlet Temp Unburned Carbon Air Heater Leakage Air Heater Effectiveness Make Up Water Consump Other Losses
2 3
4 5 6
7 8 9
10 11 12
13 14 15
16 17 18
19 20 21
22 23 24
25 26
116
Unit
Faktor Perubah Perubahan % Heat Rate
Baseline Heat Rate
Hasil Test
Deviasi
°C % °C Mpa % "HG % °F % % °C °C °C °C % Y/N Y/N % % °F % % % %
5.5 1 10 0.1 1 0.1 1 5 1 1 5 5 5 5 1 1 1 10 1 1 1 0.5
0.25% 0.29% -0.32% -0.04% 0.025% 0.25% 1.0% -0.10% 0.37% -0.18% 0.22% 0.22% 0.02% 0.02% -0.02% 1.20% 1.40% 0.10% 0.80% -0.05% 1.00% 0.05% -0.15% 0.12%
Gap Heat Rate % HR kCal/kWh 753.78
168.75 3 535 8.77 0 4.15 0 391.23 0 83 10.43 6.71 0 0 0 37.3 5.5 55.134 3 0 70 3
158.27 10.45 525.8 5.8 7.5 7.37 -8.16 376.02 0 83 10.43 6.71 0 0 0 34.8 3.48 57.6 3 0 40.78 4.12
-10.48 7.45 -9.2 -2.97 7.46 3.22 -8.16 -15.21 0 0 0 0 0 0 0 -2.5 -2.02 2.466 0 0 -29.22 1.12
-0.005 -15.72 0.02161 71.30 0.00294 9.72 0.01069 35.28 0.00187 6.15 0.0805 265.65 -0.0816 -269.28 0.00304 10.04 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 1% 0.00 1% 0.00 -0.0025 -8.25 -0.01616 -53.33 -0.00012 -0.41 0 0.00 0 0.00 0.04383 144.64 0.00269 8.87 2% 66.00 Total Loss tanpa faktor CF 270.66
Penyebab Kenaikan HR PLTU Air Anyir Unit 1 Other Losses 6% Air Heater Effectiveness Capacity 14% Factor 45% Condensor Back Pressure 25%
Main Steam Pressure 3%
Outlet O2 7%
Gambar 25. Heat Rate Loss Mapping Unit 1 PLTU Bangka
Tabel. Heat rate losses matriks PLTU Air Anyir Unit 2 No
Parameter
1
Capacity Factor Outlet Flue Gas Temp Outlet O2 Main Steam Temp Main Steam Pressure Spray Desuperheater Condensor Back Pressure Aux Power Consumption Final Feedwater Temp Main Steam Flow HP Turbin Efficiency TTD Top HPH 1 TTD HPH 2 TTD LPH 3 TTD LPH 4 BFP Efficiency Top HPH Out Of Service Next Heater out of service Coal Total Moisture Coal Hydrogen FDF Inlet Temp Unburned Carbon Air Heater Leakage Air Heater Effectiveness Make Up Water Consump Other Losses
2 3
4 5 6
7 8 9
10 11 12
13 14 15
16 17 18
19 20 21
22 23 24
25 26
Unit
Faktor Perubah Perubahan % Heat Rate
Baseline Heat Rate
Hasil Test
Deviasi
Gap Heat Rate % HR kCal/kWh
°C % °C Mpa % "HG % °F % % °C °C °C °C % Y/N Y/N % % °F % % % %
5.5 1 10 0.1 1 0.1 1 5 1 1 5 5 5 5 1 1 1 10 1 1 1 0.5
0.25% 0.29% -0.32% -0.04% 0.025% 0.25% 1.0% -0.10% 0.37% -0.18% 0.22% 0.22% 0.02% 0.02% -0.02% 1.20% 1.40% 0.10% 0.80% -0.05% 1.00% 0.05% -0.15% 0.12%
203.73
168.75 3 535 8.77 0 4.15 0 391.23 0 83 10.43 6.71 0 0 0 37.3 5.5 55.134 3 0 70 3
140.298 7.15 514.1 6.2 1.1 7.52 1.36 342.18 0 83 10.43 6.71 0 0 0 34.8 3.48 57.6 3 30 50.98 4.12
-28.452 -0.013 -42.68 4.15 0.01204 39.72 -20.9 0.00669 22.07 -2.57 0.00925 30.53 1.10749 0.00028 0.91 3.37 0.08425 278.03 1.36 0.0136 44.88 -49.05 0.00981 32.37 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 0 0 0.00 1% 0.00 1% 0.00 -2.5 -0.0025 -8.25 -2.02 -0.01616 -53.33 2.466 -0.00012 -0.41 0 0 0.00 30 0.015 49.50 -19.02 0.02853 94.15 1.12 0.00269 8.87 2% 66.00 Total Loss tanpa faktor CF 562.37
HEAT RATE OPTIMIZATION
117
118
Dari hasil pemeriksaan gas analyser menggunakan MRU Vario Plus pada sisi inlet dan outlet, menunjukkan masih adanya kebocoran di air heater, hal ini ditunjukkan adanya kenaikan kandungan O2 pada sisi outlet meskipun telah dilakukan perbaikan dengan melakukan plugg pada tube yang bocor. Penyebab Kenaikan HR PLTU Air Anyir Unit 2 Other Losses 8%
Air Heater Leakage 6%
Air Heater Effectiveness 11%
Capacity Factor 24%
Final Feedwater Temp 4%
Outlet O2 5%
Aux Power Consumption 5%
Main Steam Temp 2% Condenso r Back Pressure 32%
Main Steam Pressure 3%
Gambar 26. Heat Rate Losses Mapping Unit 2 PLTU Bangka
Gambar 27. Air Heater Leakage Unit 2 yang teridentifikasi saat Performance Test akibat korosi. HEAT RATE OPTIMIZATION
119
6.3.
Studi Kasus PLTU KKA
6.3.1. Kondisi Operasi PLTU KKA Peralatan pada PLTU KKA didesign juga untuk mensuplai kebutuhan pabrik kertas KKA, namun kondisi saat ini pabrik kertas tidak dioperasikan sehingga pabrik KKA murni dioperasikan untuk keperluan power plant . PLTU KKA terdiri dari 2 buah power boiler yang dapat mensuplai 2 buah steam turbin melalui sebuah High Pressure Header (HPS). HPS ini dapat mensuplai baik menuju turbin 1 atau turbin 2 maupun mensuplai
kedua
turbin
secara
bersamaan.
Yang
membedakan antar turbin 1 dan turbin 2 adalah extraction steam pressurenya, untuk turbin 1 memiliki extraction steam pressure 12,7 Kg/cm2 yang mensuplai ke Intermediete Pressure Header (IPS) dimana IPS ini digunakan untuk mensuplai
ke pabrik
kertas
dan
vacuum
ejector
condensor , untuk suplai ke pabrik kertas sudah tidak dilakukan lagi. Untuk turbin 2 extraction steam memiliki tekanan sebesar 5kg/cm2 digunakan untuk mensuplai Low pressure header (LPS), LPS ini digunakan untuk mensuplai sealing system turbin, utility/WTP, deaerator dan ke pabrik kertas. Namun suplai ke pabrik kertas sudah tidak dilakukan lagi. Selain mendapat suplai uap dari extraksi turbin 2, LPS ini mendapat suplai uap dari exhaust BFPT 7 ton/jam. Dari sisi boiler, terjadi perubahan nilai kalor bahan bakar gas yang digunakan. Pada kondisi lama nilai kalor gas yang 120
digunakan sebesar 9062 kCal/Nm3, sedangkan kondisi existing saat ini sebesar 9395.8 kCal/Nm3 dengan batasan pasokan gas dari Pupuk Iskandar Muda (PIM) sebesar 7 MMBTUD. Dengan keterbatasan pasokan gas ini, PLTU KKA hanya bisa dioperasikan pada kondisi beban Gross 8.2MW setiap harinya.
6.3.2. Evaluasi NPHR PLTU KKA Berdasarkan kontrak yang telah dibuat dan disepakati nilai NPHR sebesar 3500 kCal/kWh. Namun realisasi dilapangan menunjukkan bahwa nilai NPHR menunjukkan pada kisaran 4000-6000kCal/kWh. Hal ini menimbulkan gap heat rate yang cukup besar, sehingga menimbulkan kerugian baik pada pihak PT. KKA maupun kepada PT. PJB Services. Karena kelebihan nilai NPHR, biayanya menjadi tanggungan PT.PJBS dan PT.KKA. Pengamatan pada data tanggal 21 dan 22 Juli 2014 menunjukkan nilai NPHR pada beban gross 8,5MW dengan metode input-output sebesar 6990.92 kCal/kWh. Namun bila dibandingkan dengan metode heat loss masih perlu untuk dilakukan klarifikasi kembali, karena data tersebut diambil tidak pada kondisi steady state. Pada tanggal 29 dan 30 April 2015 dilakukan performance test . Dari pengamatan dilapangan menunjukkan bahwa ternyata salah satu penyebab tingginya nilai heat rate disebabkan losses pada boiler yang diakibatkan oleh HEAT RATE OPTIMIZATION
121
tingginya nilai CO pada flue gas. Tingginya nilai CO disebabkan oleh pola operasi dimana setting excess air ratio pada kisaran 0,8-0,9. Setelah excess air ratio dinaikkan menjadi 1,4-1,5 losses boiler akibat CO menunjukkan angka nol. Sehingga efisiensi boiler naik dari 76,8% menjadi 82,2%. Dan menurunkan heat rate sebesar 1300 kCal/kWh sehingga nilai NPHR setelah improve setting excess air menjadi 4631,99 kCal/kWh. Namun masih perlu dilakukan improve untuk menurunkan heat rate. Untuk itu diperlukan simulasi dengan bantuan software. Beberapa peluang lain yang dapat dilakukan adalah dengan menggunakan memindahkan uap extraksi dari HPS header menjadi extraksi dari turbin 1 atau turbin 2, mengganti vakum ejector dengan vacuum pump, menambah additional economiser untuk menurunkan temperature gas buang menjadi 110°C. Serta memberi porsi beban yang lebih besar pada turbin unit 2, hal ini disebabkan turbin unit 2 memiliki efisiensi yang lebih tinggi (uap ekstraksi 4,5 bar) dibanding turbin unit 1 (uap ekstraksi 12 bar). Dengan ketersediaan pasokan gas sebesar 7 MMSCFD dari hasil perhitungan, ekivalen dengan jumlah uap sebesar 94,52 Ton/Jam.
Dari
hasil
simulasi
menunjukkan
bahwa
memindahkan penggunaan uap ekstraksi dari HPS header ke ekstraksi turbin 2 menurunkan heat rate sebesar 114,6 kCal/kWh, mengganti vacuum ejector dengan vacuum pump menurunkan 122
heat
rate
sebesar
8,78
kCal/kWh,
dan
menambahkan economiser akan menurunkan heat rate sebesar 86,56 kCal/kWh. Sehingga total penurunan heat rate sebesar 1509,94 kCal/kWh (termasuk improve setting excess air ratio). Hasil improvement diperkirakan dari 5931,99 kCal turun menjadi 4422,05 kCal/kWh pada beban 14 MW. Tabel berikut ini merupakan hasil Performance Test yang dilakukan pada tanggal 29 dan 30 April 2015. Untuk kasus PLTU KKA metode analisis menggunakan detail perhitungan karena
memerlukan
tingkat
akurasi
yang
lebih
tinggi
dibanding kondisi untuk performance monitoring . Tabel. Hasil dari Performance Test dengan metode input-output Beban MW
Counter Counter Pemakaian Nilai Gas Awal Gas Akhir Gas Kalor Nm3 Nm3 Nm3 kCal/Nm3
Energi Masuk kCal
Netto kWh
Gross GPHR NPHR (I/O) Power kWh kCal/kWh kCal/kWh
6
13626
14180
2770
9328,85 25.840.905,2
4120
6000
4306,8
6272,1
9
12229
13249
5100
9328,85 47.577.117,8
6990
8900
5345,7
6806,5
12
10595
11831
6180
9328,85 57.652.272,2
9800
11800
4885,8
5882,9
14
23602
24702
5500
9328,85 51.308.656,5
11750
13700
3745,2
4366,7
15
21631
22561
6200
9328,85 57.838.849,1
12190
14730
3926,6
4744,8
Tabel. Hasil dari Performance Test dengan metode heat Loss Feedwater Pressure Feedwater Temperature Feedwater Enthalpy
Outlet Boiler Pressure Outlet Boiler Temperature Outlet Boiler Enthalpy Feedwater Flow Main Steam Flow #1 Main Steam Flow #2 HPS Pressure HPS Temperature Deaerator Flow Boiler Spray Flow Turbin #1 Flow Turbin #2 Flow Gross Power Nett Power Effisiensi Boiler Turbin Cycle Heat Rate Gross Turbin Cycle Heat Rate Nett GPHR NPHR Heat Loss
Unit
Remark
6
9
12
14
kg/cm2 C kJ/kg kg/cm2 C kJ/kg
Measured Measured Table Measured Measured Table Measured Measured Measured Measured Measured Measured Measured Measured Measured Measured Measured Calculated Calculated Calculated Calculated Calculated
100,89 119,72 509,5 58,8 438,9 3278,42 38,67 34 58,56 393,2 8,1 1,38 40,05 6000 4120 0,828 4398,81 6406,0 5312,57 7736,76
95,89 119,51 508,3 55,6 445,7 3299,43 52,67 52,11 59,56 411,7 9,1 0,83 53,5 8900 6990 0,714 3993,225 5084,4 5595,10 7123,95
89,89 118,83 504,98 55,8 449,6 3308,44 64,11 70,89 59,44 405,1 10,5 2,49 66,6 11800 9800 0,77 3765,849 4534,4 4901,89 5902,28
89,22 118,92 505,32 59 507,8 3441,64 60,44 69,33 59 476,06 10,78 12,01 72,45 13700 11750 0,82 3695,7161 4309,0 4497,23 5243,58
m3/h
T/h T/h kg/cm2 C T/h T/h T/h T/h MW MW % kCal/kWh kCal/kWh kCal/kWh kCal/kWh
15
86,57 118,63 504 58,29 508,6 3444,31 67,57 87,14 58,29 469,07 11,93 11,89 24,6 54,866 14730 12190 0,825 3775,3991 4562,1 4576,24 5529,78
HEAT RATE OPTIMIZATION
123
Tabel. Perhitungan Efisiensi Boiler Metode Heat Losses. MW
6
9
12
14
15
C
133,83
148,24
185,6
163,2
163,1
1,21
0,94
1,08
1,32
1,25
m3/m3 fuel
9,99
9,99
9,99
9,99
9,99
CO2
%
9,39
8,37
9,53
8,63
9,34
O2
%
4,08
1
2,49
5,55
4,6
CO
%
0,35
4,8
1,745
0
0
Wet Gas Loss
%
15,46%
14,99%
17,20%
17,44%
17,09%
Convection & Radiation Loss
%
0,38%
0,38%
0,38%
0,38%
0,38%
Incomplete Combustion
%
1,27%
13,26%
5,60%
0,00%
0,00%
Total Loss
%
17,11%
28,63%
23,17%
17,82%
17,47%
Efisiensi Boiler
%
82,88%
71,37%
76,82%
82,18%
82,52%
Beban Flue Gas Temperature Excess Air Udara Teoritis
Dari hasil perhitungan efisiensi boiler dengan metode heat loss menunjukkan bahwa efisiensi boiler pada beban 9MW sebesar 71% dan 12 MW sebesar 76% (losses akibat CO sebesar 13,26% dan 5,6%),dengan AFR pada kisaran 1. Kemudian dilakukan setting excess air ratio, sehingga pada beban 14MW dan 15 MW efisiensi boiler mencapai 82% (losses akibat CO 0%) dengan AFR pada kisaran 1,3 dari hasil perhitungan. Dari data yang ada menunjukkan bahwa terdapat keterkaitan antara besaran setting AFR terhadap incomplete combustion loss (losses karena CO). Semakin besar setting AFR maka losses akibat CO semakin kecil dan efisiensi boiler meningkat. Dari data yang ada, incomplete combustion loss menjadi 0% ketika AFR sebesar 1,3 (dari hasil perhitungan). Namun disisi lain terjadi kenaikan main steam temperature meskipun flue gas temperature masih sama dengan kondisi pengetesan pada tahun 1988 yaitu sebesar 163,1°C. Main steam temperature pada beban 9MW dan 12 MW sebesar 445°C dan 449°C 124
(menurut buku manual main steam temperature pada kisaran 443C), sedangkan pada beban 14 MW dan 15 MW, main steam temperature
mencapai
507°C
dan
508°C.
Hal
ini
mengindikasikan over temperature. Tabel. Pemakaian Sendiri Lighting Power Plant & Workshop
54T1 kWh 240 425 585 740 725
6 MW 9 MW 12 MW 15 MW 14 MW
kWh 1700 1755 1800 2213,3 1780
kWh 100 110 105 86,7 90
WTP
Total
kWh 75 15 60 33,3 20
kWh 2115 2305 2550 3073,3 2615
Tabel. Amper Peralatan Bantu pada Fan Cooler Beban
6 MW 9 MW 12 MW 15 MW 14 MW Average
Fan
Fan
Cooler 1
Cooler 2
88 88
88,2 88,9 92 92 88,6 89,9
88
Fan
Fan
Fan
Cooler 3 Cooler 4 Cooler 5
92,1 92 96 96,6
94,2
Fan
Fan
Fan
Cooler 6
Cooler 7
Cooler 8
97 96,6
89,8 89 88
95,5 96,4
89,1 89
89,8 89 88,4 88,4 89 88,9
Tabel. Amper Peralatan Bantu pada Peralatan Lainnya BFPM 6 MW 9 MW 12 MW 14 MW 15 MW
36,4 38 40,72 40,88 42,14
Deaerator Pump 165,7 171,6 175,3 175,9 174,6
FDF
CWP 1
CWP 2
13,5 14,9 15,9 19,25 19,4
39 38 38 38 39
40 39 39 38,6 38,3
CWP 3
HEAT RATE OPTIMIZATION
125
Tabel. Parameter Operasi Saat Performance Test Parameter Boiler Feedwater Pressure HPS Header Pressure Deaerating Tank Pressure Boiler Outlet Steam Temperature #1 Boiler Steam Flow #1 Feedwater Flow #1 (graph) Feedwater Flow #1
Satuan kg/cm2 kg/cm2 kg/cm2 C T/h m3/h m3/h
6 MW 100,9 58,6 1,3 438,9 34 38,67 35,56
Inlet Steam Flow (Turbin) #1 - Red Inlet Steam Flow (Turbin) #2 - Red Extraction Steam Flow #2 - Green Deaerator LPS Flow HPS Header Temperature IPS Header Temperature LPS Header Temperature
T/h T/h T/h T/h C C C
Turbin Inlet Steam Pressure #1 Turbin Inlet Steam Temperature #1 Extraction Steam Pressure #1 Extraction Steam Temperature #1 Turbin Exhaust Steam Pressure #1 Turbin Exhaust Steam Temperature #1 Counter Inlet Steam Flow #1 Counter Extraction Steam Flow #1 Turbin Inlet Steam Pressure #2 Turbin Inlet Steam Temperature #2 Extraction Steam Pressure #2 Extraction Steam Temperature #2 Turbin Exhaust Steam Pressure #2 Turbin Exhaust Steam Temperature #2 Counter Inlet Steam Flow #2 Counter Extraction Steam Flow #2
kg/cm2 C kg/cm2 C mmHg Abs C x0,1 T x0,1 T kg/cm2 56,83 C 411,67 kg/cm2 2,5 C 166,1 mmHg Abs 90 C 50 x0,1 T 14756,44 x0,1 T -
8,1 393,2 215,4 168,0
9 MW 95,9 59,6 1,3 445,7 52,1 52,7 47,9 9,07 411,7 211,7 168,5
12 MW 14 MW 89,9 89,2 59,4 59,0 1,3 1,25 449,6 507,8 70,89 69,33 64,11 60,44 63 57 -
15 MW 86,6 58,3 1,25 508,6 87,14 67,57 68,86
75,56 10,78 476,06 227,09 326,48
25,29 56,43 11,93 469,07 285,66 171,87
52,57 54,72 55,44 425,17 422,89 457,44 3,7 5,3 6 179,8 198,1 241 110 127,9 138,3 55 60,1 64,4 13410 11678,33 24800,78 -
54,64 477,86 4,71 308,86 58,57 60,29 8116 54,64 480 3,97 220,93 127,43 60 22538 -
10,5 405,10 214,92 168,2
Pada beban 12 MW, 14MW, 15 MW temperature exhaust turbin mencapai 60 hingga 64°C, hal ini disebabkan tingginya heat drop (tingginya main steam temperature), besarnya steam temperature 507°C (kondisi operasi normal 443°C) sehingga temperature exhaust turbin masih tinggi sebesar 60 - 64°C. Selain itu juga disebabkan jumlah fan cooler yang running sebanyak 4 buah, berbeda halnya pada beban 6MW, 9MW dan 12MW dimana fan cooler yang running sebanyak 5 buah, 126
sehingga temperature exhaust dapat mencapai 50°C. Namun kondisi baru menunjukkan bahwa temperature exhaust sebesar 45°C. Untuk vacuum kondensor terjadi penurunan performance, kondisi vacuum normal 683mmHg, sedangkan pada kondisi pengetesan berada pada kisaran 622 hingga 670 mmHg. Penurunan kevacuman ini dapat disebabkan tingginya nilai main steam temperature pada beban 14MW dan 15MW, dan juga jumlah fan cooler yang beroperasi lebih sedikit. Dari hasil pengetesan menunjukkan bahwa fan cooler no 3 dan 4 memiliki nilai ampere paling besar 94,2 A dan 96,4 A. Dibandingkan dengan fan cooler yang lain pada kisaran 88 dan 89A. Untuk BFPM bekerja pada daya 216kW (design pada titik best efficiency point 400kW), ini menunjukkan bahwa BFPM bekerja diluar titik efisiensi terbaiknya Kesimpulan dari evaluasi performance test penyebab nilai heat rate yang tinggi pada PLTU KKA disebabkan oleh: a. Penurunan kinerja kondensor akibat tingginya exhaust temperature
turbin
diindikasikan
disebabkan
oleh
tingginya main steam temperature inlet turbin dan jumlah fan cooler yang beroperasi 4 buah. b. Tingginya losses pada boiler yang disebabkan oleh incomplete
combustion,
hal
ini
diindikasikan
oleh
tingginya kandungan Carbon Monoxide (CO) pada flue gas boiler . Tingginya CO ini disebabkan oleh rendahnya excess air ratio (0,8-0,9). HEAT RATE OPTIMIZATION
127
c. Boiler
masih
bisa
dioperasikan
dengan
efisiensi
mendekati pengetesan pada tahun 1988 yaitu sebesar 83% dengan setting excess air 1,4 – 1,5 d. Pemakaian auxiliary steam yang diambil dari HPS Header daripada menggunakan extraction steam dari turbin. Pemakaian uap dari HPS Header menyebabkan losses yang cukup besar disebabkan pressure drop dari 60 bar ke 4,5 bar. e. Temperature gas buang yang masih cukup tinggi yaitu berkisar 160°C. f.
Pola pembebanan pada turbin unit 1 yang lebih tinggi daripada turbin unit 2. Hal ini disebabkan karena secara design turbin unit 1 memiliki efisiensi yang lebih rendah (extraksi pada tekanan 12 bar) daripada turbin unit 2 (extraksi pada tekanan 4,5 bar). Efisiensi turbin unit 2 diperkirakan lebih tinggi 4% dibanding turbin unit 1
Rekomendasi untuk peningkatan efisiensi PLTU KKA adalah sebagai berikut: a. Membuat
SOP
untuk
mengoptimalkan
proses
pembakaran pada boiler dengan setting excess air ratio actual pada kisaran 1,4 dengan mengamati main steam temperature pada kisaran 440°C dan kandungan O2 content pada flue gas yang berkisar 3 – 4% O2. b. Sebisa mungkin tidak mengoperasikan fan cooler no 3 dan 4 dikarenakan memiliki amper paling tinggi.
128
c. Melakukan monitoring heat rate secara berkala setiap shift,
agar
heat
rate
tetap
terjaga
pada
kondisi
optimumnya. d. Menggunakan uap extraksi untuk deaerator dari turbin unit 1. e. Turbin unit 1 diberi beban seminim mungkin (6 MW) jika unit diperlukan untuk beroperasi menggunakan 2 unit. f.
Apabila
unit
hanya
beroperasi
1
unit
maka
direkomendasikan untuk mengoperasikan turbin unit 2.
6.4.
Simulasi Gatecycle PLTU KKA Selain telah dilakukannya tuning boiler untuk peningkatan efisiensi boiler perlu dilakukan upaya peningkatan efisiensi di area turbin cycle dengan melakukan beberapa modifikasi. Untuk keperluan simulasi diperlukan perhitungan jumlah uap berdasarkan ketersediaan pasokan gas 7 MMSCFD. Berikut perhitungan uap yang dihasilkan dari ketersediaan pasokan gas sebesar 7 MMSCFD; Data yang ada : Pasokan gas 7MMSCFD, GHV 1063.69 btu/scf, enthalpy masuk boiler 508.93kJ/Kg, enthalpy keluar boiler 3279.31kJ/Kg, =
7000,000 0.0283
1063.69
=
. 1.055
0.0283
= 198100
. 2.293
3
3
= 2.293
3
= 90918.4103
HEAT RATE OPTIMIZATION
129
=
90918.4103
ℎ = 26.25
. = 2770.38
= 94.52
. 0,8
Sehingga jumlah uap yang diproduksi sesuai dengan jumlah gas
7 MMSCFD sebesar 94.52 Ton/Jam. Input data pada model existing Gatecycle : Kebutuhan steam flow existing : Ejector
0.4Ton/Jam
0.11Kg/s
Turbin 1 outlet flow
47.6Ton/Jam
13.22Kg/s
Turbin 1 total flow
48 Ton/Jam
13.33Kg/s
Sealing
0.02 Ton/Jam
0.01 Kg/s
Ext Deaerator
4.824 Ton/Jam
1.34 Kg/s
Turbin 2 outlet flow
33.526 Ton/Jam
9.31 Kg/s
Turbin 2 total flow
38.37 Ton/Jam
10.66 Kg/s
BFPT
7 Ton/Jam
1.94 Kg/s
WTP
1.15 Ton/Jam
0.32 Kg/s
BFPT inlet flow
8.15 Ton/Jam
2.26 Kg/s
Boiler total flow
94.52 Ton/Jam
26.26Kg/s
Input data : Feedwater Pressure
130
62.5 Kg/cm2
Feedwater Temperature
120’C
Deaerator Pressure
1.4 Kg/cm2
Vacuum Condensor
-660mmHg
Total Aux Power
1780 kW
Steam turbin inlet temperature
430’C
Steam turbin inlet pressure
60 Kg/cm2
Mode simulasi : BFPT beroperasi Steam BFPT berasal dari HPS Header Efisiensi Turbin 1 78%, Efisiensi Turbin 2 82% Suplai uap untuk ejector , WTP, sealing, deaerator, BFPT . Vacuum kondensor normal . • •
• • •
Gambar 28. Simulasi Plant Kertas Kraft Aceh dengan kondisi existing Dari hasil simulasi pada beban 2x10MW menunjukkan bahwa turbin cycle heat rate sebesar 3019,74 kCal/kWh. Jika divalidasi dengan nilai NPHR aktual yang berkisar 7200 kCal/kWH menunjukkan bahwa nilai efisiensi boiler sangat rendah sekali, diperkirakan 42%.
HEAT RATE OPTIMIZATION
131
Beberapa peluang untuk menurunkan heat rate PLTU KKA menggunakan bantuan software gatecycle. Untuk case I, menggunakan bantuan software, plant disimulasikan dengan kondisi : •
Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan motor listrik
•
Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari High Pressure Header (HPS).
Gambar 29. Simulasi Case I
Untuk case II, menggunakan bantuan software, plant disimulasikan dengan kondisi : •
Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan motor listrik.
132
•
Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari ekstraksi Turbin 2.
Gambar 30. Simulasi Case II.
Untuk case III , menggunakan bantuan software, plant disimulasikan dengan kondisi : •
Boiler feed pump yang dioperasikan menggunakan motor listrik.
•
Uap ekstraksi yang digunakan Deaerator berasal dari ekstraksi Turbin 2.
•
Vacuum Condensor diperoleh dengan mengoperasikan Vacuum Pump.
HEAT RATE OPTIMIZATION
133
Gambar 31. Simulasi Case III Dari hasil simulasi menggunakan software diperoleh penurunan gap heat rate sebagai berikut:
Gambar 32. Breakdown Heat Rate Improvement dengan bantuan Gatecycle 134
RIWAYAT PENULIS
YOGO
WIJAYANTO.
Menempuh
pendidikan
tinggi
S-1
di
Universitas Brawijaya Jurusan Teknik Mesin dan lulus pada tahun 2004. Setelah menamatkan pendidikan S-1 nya, penulis bekerja di PT. LG Electronics Indonesia selama 3 tahun di Research & Development Department sebagai mechanical design engineer . Lalu pindah kerja ke PT. PJB Services pada tahun 2009. Penulis melakukan OJT sebagai operator di PLTU Muara Karang Unit 1-3, kemudian pindah ke PLTU Indramayu dengan posisi sebagai staf Rendal Operasi , awal tahun 2013 penulis menempuh pendidikan S2 di ITS Jurusan Teknik Mesin dengan bidang keahlian Rekayasa Energi , dan lulus tahun 2014. Setelah lulus penulis bekerja di kantor pusat PJBS di sidoarjo sebagai Analis Operasi di bidang Enjiniring. Projek pertama yang ditangani oleh penulis adalah upaya perbaikan heat rate PLTU KKA. Bidang lain yang pernah ditangani oleh penulis adalah performance test , tata kelola pembangkitan, root cause failure analysis dan feasibility study untuk beberapa kasus di PLTU luar jawa. Untuk memudahkan kritik dan saran yang membangun dapat mengirim email ke
[email protected].
HEAT RATE OPTIMIZATION
135
LAMPIRAN : Contoh Form Flue Gas Analysis
136
Form Heat Rate Loss Matrix (Metode kedua breakdown losses)
HEAT RATE OPTIMIZATION
137
t n e m p n i o u i t q c E A e v i t c e r r s o e C s o r P
i s n e u k e s n o K
:
y t i l a u q l a o c
k e f E
l a o c l l r a e t s y r n d I n e a r u k t s a i n o u m t g n g r t e n e n e w o o c M l g n e i c g n g a l u n p e t a n k r i u t t a x n E m u
t n s e t a e d i m a p r s i g a u p p a q U k e
g n i r i f
n a k k i a n e e t M a r h i b e l x o S i i s g i g m i n E t
n o i t c u d e r d a o L
a y n h n a e % k r a m 6 b t u w u t > a a m w k a i a e g t r b e r b n e i p l o c t u e i p d o f g n a s y g l i f i p i n g a n r o e m o l a u u l e r i o e S m M p T d n C m
p / r d a n e e d e t s f e a n h e e r o s d e m : e e i t r p a o b s i u m r r r a s t a p e s s o P d a i d e n d o K n i n e n M U l N m e A o m . k o a R I e r k e P l i R a M t . A e 1 L D
138
y t i c a p a c n a F
e r u t a r e d p e m e B t
r e d e e f l a o C
t n e m n i p o i t u c q A E e v i t c e r r s o e C s o r P
l a n d r t a e s f e f b s i n s h i , n n b a i t a i e t t r e s l r s t c a a g a u a f j p n s d e r u a a e A h s k y b
i s n e u k e s n o K
, x , o n N a , n a i r a x o h s k a n a S b e b i s u i r i m s i e f e m O P e p e C
k e f E
n o b r a c d e x i f & / r n r e e t t e t s n a e e s m o p m o a r e r l m i t o a p a K P l o V . b
r e h s u r c l a t s n I
e g n a r n a g n e d
r a b e l h i b e l g n a y
, e e ) t l d d c a e r y e i g z l , c b o i i i g l n s s e t n e r s l g i u v g l a r e t i e n t i f n u ) b i s s l k l i r i r d j t t u d c u b j d r u s r u i a i t e d b d e c o ( b D a A b A ( A l p
d e d e l n e x i i t f a a e k b r n n l n b o a a v a t a h u h g / a r a n n r b a e e u b o t e y b p d u t n u r n b r m r e a e a a e e P k c m m p t
e r u t e r c a e a e l i p n r m f u e o r F t p
t i l p s n o d t r i / a s o u d b e e b b m e n f r o I c
HEAT RATE OPTIMIZATION
139
t n e n o m i p t i c u A q e E v i t c e r r s o e C s o r P i s n e u k e s n o K
k e f E
m e t h s s a y s e l d a a r v g o p m U e r
g n a r u d k a r o e L b
140
h s a e d r a r l e g o p o U c
i s n e u k e s n o K
g n a r u d k a r o e L b
i g g n n h i t a s u a h s a i p i b m b n e a t a l u p g m n e t n e m n m a k e o a y i t t h s c m e n i b y h k e s s i e t l a h n e l r i o m a r v e b c o h e l l e h a g e o s m i s i o e A b r H m c
/ r l n e a e t s v n e e o o m s m p a o e m e r r r t m h o a p h s s s y P A K A s
. c
t n e n o m i p t i c u A q e E v i t c e r r s o e C s o r P
r e l o o c h s A
k e f E
r u f l u S . d
d e d e f e e e f e e . n t d n m d t o m a a e r b t e r s e g r s g e t s p o y p i y m U s s U l s n a k k i n a e n b e e r o t M s a r n i a s k i k i m a e n k e e f M e
i s i m e k e f e n a k k i a n e M
/ r n e e t s n e e n o m s o p a o r i t r u n m r f p l a e o P t u K S e r
t n e n m o p i t i c u A q E e v i t c e r r s o e C s o r P i s n e u k e s n o K
k e f E
l h a s o a c n a l e d d r a m a e v r d e o g e m t p e e s y U f r s n a e k t k i a r a g n n e i r M i f
g n a r u d k a r o e L b
l a v r s o a a m h t s e a i r e d s b a h n s e r p i a a h b
h n e i k a l b n d a e k r g l e n g h u d a y n t a u e y b f e m e l V m a t H e o s y H m c s
/ r n e e t s n e e d o m s e e p a o f r r l V m a p e e H o P u t K H F a r
. e
t n e n m o p i t i c u A q E e v i t c e r r s o e C s o r P i s n e u k e s n o K
k e f E
t a e h e d r e e f a r s c a g n f p a r r u U t s i g n e a r t u a r g g n n e i r M i f n n r e a a f k u s n p n u a r m t r u a t r e n m a l e e e i o M k h b e r u i l t d l a a a r j r w e e r p n t e o n t m i e s a a t u k w f d a r h a d a s e a o a r u b i t p e h a g r n e r i b e i f e p g g a l e m a k i l e J m t s
e r u t a r e p m / e n r t n e r e e t s n n o t i o o e e h u i s p m s s a r o u u e a f f r r p a P h m h m o s P s e A K A t . f
HEAT RATE OPTIMIZATION
141
t n e n m p o i i t u c q A E e v i t c e r r s o e C s o r P
i s n e u k e s n o K
k e f E
g k n u g i t t t n r e n a a s s u r y a / t e n k c h a h e s r i l u e u r k b e S c u l u l a a t a o
e n c l b e h u e s o r c a D s w i i s g i m g n e i t , g h n i i b g l e g a O l S S ) g % n 0 a 2 y - n a 5 k e r i 1 b u g e ( a d t v s b r a g i n a r i s t o e s s e e p h e n y n b i e c e e m b x i e n e r e E f m f t l
/ 0 n r e s e 3 s i e t i s n e e l r c y i o a l s t r d a p m o r a g n m a p n h a o r a p l P s e a a z K o r e
i S . g
142
u
C k m
t n e m p i u q E n o i t c i a g t A u n i e s a x v e y e i s r t s m c a a a a e r e k g t r a a r e s o s d b u u i n l C e f n h n s a a n a a h o l r a m a g , . n k P m b i t e e
i s a r e p o a l o p n a l a m r o b n a e b p e / y n n a e h P a b u r e p p a d a s h e r s e t i r s o s e L a l d i n o e B m . o k a e R . 2
u e a r r j n d u t u r a h t u r a t h m e a r a t u u p r e g u m p e n b i m p t e e p e m m e t e M k o m t
o i t a r l e u f r i a t c e r r o c n I s s o L s a G y r D
l , l i r e m i f , i r r a e l c s u r g h n c i t t i e r s a p e p a e R r g i r a g t e u n i s a x m i e y e r s r s m p a a a a a r k e r g t a a a r s d b e d e u u i n u l d h n n f a i o n a a a n u l h g a m s k a , . a m b n k i r e e e t u e j n d a r r e s u t u r a r a h t u r u r a t h m e a t a r a d a t u u p r e e g u m p p g u n b i m n n e e e t m m e a p e e M k o m t t M d
o i t a r r i a t c e r r o c n I
e s r a o c s s e n e n i f l a o C
e n t o e i t l p s u m b o c m n o I c
HEAT RATE OPTIMIZATION
143
n a k h n a a b r m w a l o n e a p r a k b u t u n t a u b n k a u k t a n y u a r l e e k y r n d a l i j a a o K c
l a o c g n u d n i l e p / m o o d n a h a b m a n e P r e p m a d n a l a m r o n e p n a d g n i t t e s e R
t s u j d a e R
r i a s s e c x e n a k k i a n e M
g n i d e e f l a o c n a t a p e c e k r u t A
r e h s u r c i s i d n o k a s k i r e P
i u l a l e m d e n n t r i u u b r n t u s e d t n e c e r n t r a m o t r i o n f o r e M p
a r a b u t a b e l p m a s n a r u k u k e C
, n n a a t k a a r n h s a a a y h y h s i l a r f d e b a n e p l d r i e a e r a u b p i o s n w e r s n r s o u a r u l b k F b w n a n A u l o u d i t S : n F n r a A a i r k a e k S k k i : k i s s o a C a e t n P n c S e . e x . E 1 m 2 m
l a u s i V
k a d i t r a k a b n a h a b a r a d u i a o i s u a s R e s
k a d i t r / e r l i a o s b e b e p a i r t a b n a u t g a n b e n d i a r a u u k s U e s k i a N n o b r a C d e n r u b n U 6
146
R H P N , C F S r o t i n o M
a d a p a r a b u t a b d n e a i b h i b g l e g r n e i t b , r l a e k u s i o V t s a r e ) r a e l b t i u a r o t B a g g b n r e i k g l n o i e v d a t S e r ( e t t f , a p n n a e a t h i c a b u p e l e l l c r a e e r K b e t
a r a b u t a b n a i l a d n e g n e P
r i a p e R
t s u j d A
k c e h c l o r t a p n a d l a u s i V
k c e h c l o r t a p n a d l a u s i V
a s i l a n a a i r r a a b d u e t r a u b t n s i a o i l m n a l d a i t n o u e c r g n r a r e o a i b p t n P o u t a O S M b
l a u s i v a r a c e s h a s a b a r a b u t a B n a j u h t a b i k a h a s a b l a o c s a t i l a u K
l a u s i v a r a c e s , k i a n e r u t s i o m l h a a s o a C b a p i p n a r o c o b e k a m n a e e r a t k s h n a a s d a r i B a
a r a b u t a b n a i l a d n e g n e P
a s i l a n a i r a d e r u t s i o m n l i a t o u c r r a r o a t i b n u o t a M b
a r a b u t a b n a i l a d n e g n e p P O S
i r n i a a a d k i a h i m b e l e p a l e t m a r m b o t i n k n g a e n t a n e r y o c u t n s o i e r o i s u s t m e s i n r o a p u m k i s l a t a n s o e u C k d
k i a n e r u t s i o m l a o c a s i l a n a l i s a H
t s n u a i d h b w l e o r l f e b a n n e i o r a s k s e h r p a s p a u B s
e r u t s i o M l a t o T l k a i o a C N 7
h a d n e r l a o c s a t i l a u K
g n i n a e l c r e t a e h r i A
r i a p e R
e c a l p e r , r i a p e R
w o l b t o o S
w o l b t o o S
R S t a u B
R S t a u B
t a p e c h i b e s l a n g a e k u i l f a n e n k e ( r t e r r o t ) t u i a n n r a o e l u m p b e m 1 e M t <
e k n g a n g i h n u a c t i d i n k w a j s k h , a r n d a k a g n a n e b e r n n d h i a a r b k n a e i h k a a l k b b n g e n a s n g u i l a o r m a h d n a i e A b h m
k i a N s s o L n e g o r d i H
g n i n a e l c r e t a e h r i A
k O u P t / n O u t M s i t l k a c d e a s n h a e c d r a T t p r a u n o b t i a k n m l o e u M M s . . u i 1 2 d
k O u P t / n O u t M s i t l k a c d e a s n h a e c d r a T t p r a u n o b t i a k n m l o e u M M s . . u i 1 2 d
)
n , a r e t i n u a m h e a a t h l ( a r g l i a n a u s e d a m a t i f n r i t a g a k g r e n a f e u r c n e e d s e n r t n e a n c n a e u k k r u u k n e n e a r L t p
a r k k k a t u u u s s s n a a a a t m k m k m i i n s a a a e g a a t p a p p n n r r r n e r m a a a e e m d o l d u e e d r m r c e e f t t u t u t u u u s s s p p p a s s s n e s a a p e a e e g h g m g m g m r r i m e e e e e e e r s p p u t u t u t l l l k t i l l n a a o n a f n f f n i i t a a a s n n s n n l e n a n n n a u n a u t a n a u u e e k i r i r i r u k i r r k r k a u a u e a u e a u o f f n n r f n n r f n n - n n r i i e e l e e e e e e t e e e i D K P e K P l i K P i D K P l . . o . . . o . . . l . . o 1 2 b 3 1 2 b 3 1 2 n i 1 2 b
a r a a b d u t a a p a b n d a s e g i a t o p i l r r a a d d u i K H i g g n n n a a g t h n i a u h b d i k b a u r n l e e a s y n P K a i . . 1 2 G M
r o t o k r e t a e h r i a e b u t / n e m e l E
g n i l u o F
k i a N s s o L n e g o r d y H
s s e n e v i t c e f f E r e t a e n H u r r i A u t
8
9
e g a k a e l t c u d s a G e u l F
l a i i s r a e t d a a r m g e e b d i u t m / l a n a e g m n e e l E m
r o t k n a a f t n a u b b i k m a e i g d n a e j p r i e t s a a k i k f i i j t n n a e i j i d a k ( i ) r u s u l r o r f l e o u P k s
l a e s t s r i u j a d p a e R y r e a t b o u r t e e p p i i t e t k c k u u t n t n a r n U a U e . . l 1 c 2
R S t a u B
k O u t P n / u O t s M i t l k a a d c s e n h a e c d r a T t p r a u n o b t i a k n m l o e u M M s u . . i 1 2 d
e r r i u a t a t r e l e n k p i i t a m e n e l t t e d u g n o a E k n a d e e l g l i s r o k k e C i e o a t a g h i n e a r s h i r l e r e v n e t i S a A A u . e . . r u 1 h 2 3 t n a h i b e l r e b ) y e r a t i c n s a a a o r n d r r a o e r a e t r l a C c k g e e l r d s a i i o / r c i d t s o o a e B r R i . o . p t 1 k 2 (
e g a k a e L r e t a e H r i A 0 1
e b u t r i a p e R n n a a k r d a s e e r w a r u o d u l r t a t b a e r r t b e e o o n p p s a m m k n h e c u t e a t t i e s u s a m h a g c r b a e e e l R S e k o t p i l u t r o a f s t a g u n i n a u n s e a P B e . . r m 1 P e s t 2 i a u n s e e r t s n w k O o a l u d b t P t n / w o u O o o l t s s M b i t t n l k a o a c a o k d s e s u n h a e c d P k a r O l t a T S e n p r a t m a u n o b a k h t i a u t u k n m l b u t o e u u m a M M s b e t u a e . . i M d k 1 2 d
e r u t s i o m s e s s o l n a g n u t i h r e p l i s a h
n r a e g t n a a w p p a l i u d e k a r a a m u s n i a s k a i k i a d n e n K I . . 1 2
n a h i b e l r e b w o l b t o o S
k a e l e b u t k i a n a r a d u e r u t s i o M 1 1
C 0 5 8 n a r a s i k a d a p p m e t d e B
2 < S d / n a e C r t i o r s o t a r i n r o u t M . A . 1 2
k i a n s s o L e l b i s n e S
a p d m a a e r p t a ) d b e e u n t s o b C a e n 0 s t s b a o h r e d 5 8 s m p i 2 a k l > i n ( t n i S a i a / t a s g a n a a s n C d u i u g r o a u d . i g f s p n i n l a g a k e u s B k g R a P n . d . e F . i 1 d C 2 t 3 i t t a e h e l b i s n e s n a k i a s n s e o K l 2 1
HEAT RATE OPTIMIZATION
147
Notes:
HEAT RATE OPTIMIZATION
153
Notes:
154
HEAT RATE OPTIMIZATION
155