GEJALA SOSIAL
A. Ke Kemi misk skin inan an
Gejala sosial yang ada adalah masalah kemiskinan. Dalam masalah ini saya melakukan penelitian dan mengambil salah satu contoh dari banyaknya masyarakat di Kecama Kecamatan tan Tugumu Tugumuly lyo o tepatn tepatnya ya di Desa Desa M. Sitih Sitiharj arjo o Dusun Dusun II. Saya Saya melakuk melakukan an peneltian kepada keluarga Bpk. Sarimin, kurangnya lapangan pekerjaan dan skill pada zaman teknologi seperti sekarang ini dan pendidikan yang tinggi sangat sulit untuk mendapatkan pekerjaan yang layak. Setelah saya melakukan wawancara dan terjun langsung untuk melihat keadaan sari sari keluar keluarga ga Bpk. Bpk. Sarimi Sarimin, n, dapat dapat disimp disimpulk ulkan an bahwa bahwa ada beberap beberapaa faktor faktor yang yang menyeb menyebabka abkan n kemisk kemiskina inan. n. Adapun Adapun beebra beebrapa pa faktor faktor pnyebab pnyebabnya nya adalah adalah sebagai sebagai berikut: 1. Kurangn Kurangnya ya lapang lapangan an pekerja pekerjaan an 2. Tingka Tingkatt pendi pendidik dikan an yang yang renda rendah h 3. Kura Kurang ngny nyaa moda modall 4. Tidak Tidak memi memili liki ki skil skilll 5. Banyakn Banyaknya ya juml jumlah ah anggo anggota ta kelu keluarg arga. a. Bpk. Sarimin bertempat tinggal di Dusun II Desa M. Sitiharjo Kecamatan Tugumulyo. Kemiskinan pada keluarga ini sudah cukup lama, hampir lebih dari 10 tahun mereka menjalani hidup dalam kemiskinan. Kurang Kurangnya nya perhat perhatian ian dari dari pemeri pemerintah ntah setemp setempat at memebua memebuatt keluar keluarga ga Bpk. Sarimi Sarimin n semakin menderita.
B. Tinjaua Tinjauan n dari dari IlmuIlmu-ilm ilmu u Sosial Sosial
1. Dari Dari Ilmu Ilmu Eko Ekono nomi mi.. Dilihat Dilihat dari keadaan ekonomi memang wajar keluarga Bpk. Sarimin Sarimin digolongkan sebagai kelauraga miskin, karena materi yang didapat oleh Bpk. Sarimin dalam kehidupan sehari-hari memang belum bisa mencukupi kebutuhan atau biaya hidup[ keluarganya. Bpk. Sarimin yang hanya bekerja sebagai kuli bangunan dan istrinya yang hanya sebagai buruh buruh tani. tani. Materi yang didapat didapat hanya cukup untuk biaya biaya makan perhari saja dan unutk membuat rumah yang layak pun tak cukup. 2. Dari Dari ilmu ilmu sosi sosiol ologi ogi Dari keadaana ekonomi dan kurangya skill dari keluarga ini hubunganya dengan masyarakt lainpun tidak harmonis. Karena sangat berpengaruh pada pola pikir dari kelaurga Bpk. Sarimin karena kelaurganya tidak sepadan dengan masyarakat lain,
contohnya yang membuat keluarga ini merasa minder seperti dalam hal pakaian yang sering menjadi bahan ejekan. 3. Dari Ilmu Antropologi Kebudayaan yang ada pada masyarakat dalam lingkungan tempat tinggal Bpk. Sarimin membuat keluarga ini bertambah menderita. Karena kurangnya rasa peduli dari pada tetangga.
C. Dampak dari Kemiskinan
Banyak dampak yang terjadi yang disebabkan oleh kemiskinan diantaranya adalah sebagai berikut : -
Kesejahteraan masyarakat sangat jauh dan sangat rendah Ini berarti dengan adanya tingkat kemiskinan yang tinggi banyak masyarakat indonesia yang tidak memiliki pendapatan yang mencukupi kebutuhan hidup.
-
Tingkat kematian meningkat, Banayak yang mengalami kematian akibat kelaparan atau melakukan tindakan bunuh diri karena tidak kuat dalam menjalani kemiskinan yang dialami.
-
Banyak keluarga yang kelaparan karena tidak mampu untuk membeli kebutuhan akan makanan mereka makan sehari-jari.
-
Tidak bersekolah (tingkat pendidikan rendah) ini menyebabkan tidak mempunyai ilmu yang cukup untuk memperoleh pekerjaan dan tidak memiliki keterampilan yang cukup utnuk memperoleh pendapatan.
-
Tingkat kriminalitas meningkat, karena terdesak untuk memperoleh pendapatan, tindakan kejahatan sering dipakai untuk memperolehnya, akrena dengan cara yang baik mereka tidak mempunyai keterampilan dan modal yang cukup.
D. Intensitaas dan Kompleksi Masalah
Ada tiga aspek di dalam intensitas dan kompleksi masalah yaitu: 1. Aspek psikologis, terutama berkaitan dengan; Faktor internal datang dari dalam diri si miskin itu sendiri, seperti rendahnya pendidikan atau adanya hambatan budaya. Teori “kemiskinan budaya” (cultural poverty) yang dikemukakan Oscar Lewis, misalnya,
menyatakan
bahwa
kemiskinan dapat muncul sebagai akibat adanya nilai-nilai atau kebudayaan yang dianut oleh orang-orang miskin, seperti malas, mudah menyerah pada nasib, kurang memiliki etos kerja dsb. 2.
Aspek sosiologi,terutama berkaitan dengan,
Rendahnya akses pelayanan sosial
Rendahnya kualitas pendidikan yang disebabkan oleh kurangnya tenaga pendidik dan sarana pendidikan di daerah miskin/terpencil, serta sulitnya mengakses layanan pendidikan karena hambatan geografis. a.
Rendahnya akses pelayanan kesehatan termasuk pelayanan keluarga berencana (KB) dan kesehatan reproduksi, diantaranya meliputi pula masih belum memadainya tenaga medis, dana dan peralatan medis di daerah miskin serta hambatan geografis/fisik dalam mengakses pelayanan kesehatan sehingga mengakibatkan antara lain rendahnya usia harapan hidup dan gizi buruk anak dan balita.
b. Rendahnya akses masyarakat miskin kepada layanan air minum. c. Keterbatasan terhadap akses sumber-sumber pendanaan dan masih rendahnya kapasitas serta produktivitas usaha. d. Masih lemahnya kelembagaan pengarusutamaan gender dan anak terutama di tingkat kabupaten/kota. e. Masih biasnya peraturan perundang-undangan mengenai gender dan/atau diskriminatif terhadap perempuan dan kepedulian terhadap anak sehingga mengakibatkan rendahnya angka gender-related development index (GDI). 3. Aspek Politis Secara politik, kemiskinan dilihat dari tingkat akses terhadap kekuasaan (power). Kekuasaan dalam pengertian ini mencakup tatanan sistem politik yang dapat menentukan kemampuan sekelompok orang dalam menjangkau dan menggunakan sumberdaya. Ada tiga pertanyaan mendasar yang bekaitan dengan akses terhadap kekuasaan ini, yaitu (a) bagaimana orang dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada dalam masyarakat, (b) bagaimana orang dapat turut ambil bagian dalam pembuatan keputusan penggunaan sumberdaya yang tersedia, dan (c)
bagaimana
kemampuan
untuk
berpartisipasi
dalam
kegiatan-kegiatan
kemasyarakatan.
E. Penanganan masalah Berbasis Masyarakat
Pemberdayaan
masyarakat
adalah
instrumen
pokok
dalam
mengatasi
permasalahan kemiskinan. Pemberdayaan masyarakat mengandung dimensi yang kompleks, secara metodologis dalam praktiknya harus dilakukan secara intergral, organik bukan parsial dan mekanis. Karena permasalahan kemiskinan adalah permasalahan struktural dan kultural maka pendekatan pemberdayaan masyarakat harus bisa memadukan dan memecahkan dua masalah utama tadi. Penanganan masalah kemiskinan dapat di lakukan dengan beberapa cara: 1. Mengembangkan Sistem Sosial Yang Reponsif
Departemen Sosial tidak pernah absen dalam mengkaji masalah kemiskinan ini, termasuk melaksanakan program-program kesejahteraan sosial – yang dikenal PROKESOS – yang dilaksanakan baik secara intra-departemen maupun antardepartemen bekerjasama dengan departemen-departemen lain secara lintas sektoral. Dalam garis besar, pendekatan Depsos dalam menelaah dan menangani kemiskinan sangat dipengaruhi oleh perspektif pekerjaan sosial (social work). Pekerjaan sosial dimaksud, bukanlah kegiatan-kegiatan sukarela atau pekerjaan pekerjaan
amal
begitu
saja,
melainkan
merupakan
profesi
pertolongan
kemanusiaan yang memiliki dasar-dasar keilmuan (body of knowledge), nilai-nilai (body of value) dan keterampilan (body of skils) profesional yang umumnya diperoleh melalui pendidikan tinggi pekerjaan sosial (S1, S2 dan S3). 2. Pemanfaatan modal Sosial Kebijakan ekonomi dengan tujuan mengendalikan kebijakan ekonomi fiskal dan moneter, (i) kebijakan fiskal (fiscal) diarahkan untuk dapat menanggulangi kemiskinan dengan anggaran APBN-nya; dan kebijakan keuangan (moneter) yang diarahkan untuk terciptanya suasana kondusif bagi penciptaan lapangan usaha dan berkembangnya usaha kecil dan menengah; (ii) kebijakan di bidang investasi dan ketenagakerjaan (investment and employment) yang diarahkan untuk menarik investasi yang dapat berdampak pada peningkatan lapangan kerja bagi masyarakat luas sehingga dapat meningkatkan pendapatan masyarakat bawah (distribusi pendapatan). 3. Pemanfaatan Institusi Sosial: Dalam
tulisan
ini
sedikit
diulas kebijakan
pemerintah untuk
upaya
penanggulangan kemiskinan. Tujuan kebijakan penanggulangan kemiskinan yang diluncurkan Pemerintah pada tahun 2004 (sebagaimana tertuang dalam Perpres 7/2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009) adalah mempercepat kemandirian dan kesejahteraan masyarakat miskin yang diupayakan melalui kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah (working together to reduce poverty). Upaya tersebut dilakukan melalui cara-cara berikut: (1) peluasan kesempatan (promoting opportunity) yaitu strategi yang secara tidak langsung mengarah pada kelompok sasaran, tetapi menciptakan suasana dan lingkungan yan mendukung penanggulangan kemiskinan; (2) pemberdayaan masyarakat (community empowerment) sebagai strategi yang secara langsung mengarah pada kelompok masyarakat miskin, (3) perlindungan sosial (social protection) bagi keluarga miskin yang berada di wilayah terpencil melalui upaya khusus; dan (4) penguatan jaringan kerja daerah (regional networking) guna mengoptimalkan kemitraan antara pemerintah, swasta, masyarakat madani dalam membantu masyarakat miskin.
Selama kurun waktu 5 tahun ke belakang, kebijakan penanggulangan kemiskinan di Indonesia sudah termuat dalam kerangka RPJMN 2004-2009. Namun seperti yang diungkapkan Ichsanudin Noorsy (2007)(4) bahwa program program yang terdapat dalam RPJMN ini akan dipastikan gagal jika didasari konsepsi
kebijakan
ala
neoliberal.
Meski
berbagai
kebijakan,
penataan
kelembagaan dibentuk dan telah dikeluarkan beragam program seperti PKPS BBM yang terdiri dari program bagi-bagi uang atau BLT, P2KP yang kemudian diganti menjadi PNPM dengan aneka ragam jenis PNPM, program BOS, RASKIN, Askeskin, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dll namun belum mampu menyelesaikan permasalahan pemiskinan yang dialami oleh masyarakat. Ada bebarapa catatan yang bisa direkam dari praktik pemberdayaan yang dilakukan oleh pelbagai pihak yang baik pengurus negara maupun pelaku pemberdayaan masyarakat seperti kelompok masyarakat sipil, kelembagaan koperasi, organisasi masyarakat atau organisasi sektoral (tani, miskin kota dan miskin desa) di antaranya adalah : 1. Pengurus negara cenderung menempatkan dan memposisikan masyarakat (kaum miskin) sebagai objek kebijakan dan pembangunan. Implikasinya adalah penguatan
dan
pemberdayaan
masyarakat
berjalan
setengah-setengah,
meminggirkan peranan komunitas yang relatif potensial dan telah berinisiatif melakukan
upaya-upaya
pemecahan
masalah
pemiskinan
itu
sendiri,
pemberdayaan yang dilakukan tidak berbasis pada sistem pengetahuan yang tumbuh di masyarakat. Contoh program PNPM yang dilakukan di perdesaan telah membunuh institusi-institusi lokal yang berhasil bertahan seperti keberadaan koperasi-koperasi perdesaan yang telah diinisiasi oleh masyarakat setempat. Program PNPM justru sebaliknya, membuat kelembagaan seperti BKM dan KSM yang selama 5 tahun terbukti mengalami kegagalan. 2. Pengurus negara terjebak pada pola-pola pemberdayaan yang linier, mekanis dan parsial. Pemberdayaan seringkali terjebak pada pendekatan-pendekatan formal dan sektoral sehingga menimbulkan konflik kepentingan, terutama program-program yang dijalankan oleh SKPD yang bisa rutin dilakukan. Pemberdayaan masyarakat tidak hanya cukup dengan pendekatan-pendekatan karikatif atau charity seperti pemberian modal usaha, atau intevensi penyediaan anggaran belaka. Di beberapa kasus menunjukkan bahwa perlu adanya terobosan solusi dan kebijakan yang mendukung pada penjaminan akses terhadap sumber-sumber produksi seperti tanah, air dan ene rgi. 3. Pemberdayaan masyarakat belum mendukung kerja-kerja pemberdayaan komunitas miskin yang selama ini tumbuh atas inisiatif-inisiatif (modal sosial) komunitas itu sendiri seringkali membunuh ruang-ruang dan inisiatif
lokal(komunitas) yang selama ini bermunculan. Kasus PNPM di perdesaan misalnya,
pembangunan
kelembagaan
pemberdayaan
masyarakat
yang
dilakukan ala PNPM berjalan kurang ”sebangun”, beberapa kasus di perdesaan di
Kabupaten
Bandung
misalnya,
pelaku
program
PNPM
membuat
perencanaan desa secara sendiri tanpa dikoordinasikan dan dintergrasikan dengan perencanaan pembangunan yang telah disusun oleh pemerintahan desa. 4. Pengurus negara atau publik kurang mendukung pada penyediaan sumbersumber daya bagi pemberdayaan masyarakat yang relatif sudah berhasil untuk berkembang seperti penyediaan akses informasi, akses modal sehingaa bisa diperbanyak secara adaptif dan diperluas ruangnya. Program KUR misalnya, persyaratan yang rumit dan birokratis menghambat kelompok masyarakat yang akan berusaha atau mengembangkan usaha-usaha ekonomi potensial.
F. Upaya Penanganan Masalah
Penanggulangan kemiskinan dapat dilakukan melalui: a. Program penyelamatan. Program penyelamatan yang selama ini dilakukan oleh pemerintah seperti JPS (di bidang pendidikan, pangan, kesehatan dan sosial) tetap diperlukan untuk mengatasi kemiskinan pada tahap awal,tetapi hal itu hanya bersifat temporer. b.
Program penciptaan lapangan kerja. Usaha penciptaan lapangan kerja di segala bidang yang dapat membantu masyarakat keluar dari kemiskinan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah tetapi juga perusahaan swasta, organisasi sosial (LSM) dan masyarakat sendiri. Perusahaan misalnya, melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) melakukan mitra usaha dengan pengusaha kecil sehingga dapat berkembang dan membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat.
c. Program pemberdayaan. Program
pemberdayaan
dalam
jangka
pendek
untuk
mengatasi
krisis,
pembangunan prasarana, penanggulangan kemiskinan di perkotaan, program kemandirian ekonomi rakyat, program kredit usaha keluarga sejahtera, dan sebagainya yang selama ini dilakukan pemerintah harus tetap dilanjutkan untuk menanggulangi kemiskinan. Pemberdayaan harus meliputi semua aspek kehidupan masyarakat (ekonomi, sosial, budaya dan politik), karena persoalan kemiskinan adalah persoalan multidimensional. Pemberdayaan yang dimaksud bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat lokal dalam memenuhi kebutuhannya tanpa menghambat pemenuhan kebutuhan generasi masa depan, di dalam konteks sosial-budaya, di antara
keluarga bangsa dan bangsa-bangsa yang bermartabat, sehingga dapat terlepas dari empat dimensi kemiskinan. Pemberdayaan ini tidak hanya ditujukan pada faktor fisik yang nampak tetapi juga pada faktor moral yang tidak nampak, seperti modal sosial (hubungan antar masyarakat), modal spiritual intelligence (nilai-nilai agama), pembentukan perilaku yang kesemuanya harus dilakukan sejak usia dini. Sikap keberpihakan pada sesama yang kekurangan yang diwujudkan dalam tindakan nyata adalah buah dari nilai (moral dan agama) yang dianut dan kesetiaan manusia untuk mendengar suara hati yang mampu melihat sesuatu hal dengan mata, hati dan semangat orang lain. Penanggulangan kemiskinan adalah tanggung jawab semua pihak, pemerintah, organisasi sosial dan swasta, masyarakat dengan peningkatan
taraf
hidup
ekonomi,
peningkatan
mutu
pendidikan
serta
pemberdayaan masyarakat. Langkah pemerintah dalam mengatasi masalah kemiskinan yang selama ini bersifat top-down sudah saatnya dirubah karena terbukti
menemui
kegagalan
dalam
implementasinya.
Perumusan
strategi
penanggulangan kemiskinan harus mengakomodasi suara rakyat yang menderita kemiskinan (bottom-up) agar program yang dijalankan tepat sasaran dan berkelanjutan.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur selalu kita panjatkan kehadirat Allah SWT, dengan limpahan rahmat dan karunia-Nya Tugas Penelitian Gejala dan Masalah Sosial diwilayah M. Sitiharjo Kecamatan Tugumulyo tahun 2010 dapat diselesaikan dengan baik.
DAFTAR ISI
1. GEJALA SOSIAL
A. Kemiskinan B. Tinjauan Dari Ilmu – Ilmu Sosial C. Dampak Dari Kemiskinan D. Intensitas Dan Kompleksi Masalah E. Penanganan Berbasis Masyarakat F. Upaya Penanganan Masalah
MASALAH DAN GEJALA SOSIAL
“ KEMISKINAN “ M. SITIHARJO KEC. TUGUMULYO
NAMA
: WAHYU A. TRIYANTI
KELAS
: I. E
NPM
: 3010194
PRODI
: SEJARAH
STKIP PGRI LUBUKLINGGAU TAHUN 2010