Case Report Session
FRAKTUR OS NASAL TERTUTUP
Oleh : M. Fik Fikri Afis Afisti tian anto to
07923 79230 084
Hanna Yusrima . D
06120023
Amiruddin Mustaqim
0810311010
Preseptor : Dr. Jacky Munilson, Sp.THT-KL
Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Andalas RSUP DRM Djamil Padang 2012 1
TINJAUAN PUSTAKA
A. Defi Defini nisi si
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan disebabkan oleh rudapaksa, rudapaksa, ditandai oleh rasa nyeri, nyeri, pembengkak pembengkakan, an, deformitas, deformitas, gangguan gangguan fungsi, pemendekan, dan krepitasi. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar daripada yang diabsorpsinya. Fraktur hidung adalah terjadinya diskontinuitas jaringan tulang (patah tulang) yang biasanya disebabkan benturan keras. Fraktur tulang hidung dapat mengakibatkan terhalangnya jalan pernafasan dan deformitas pada hidung. Jenis dan kerusakan yang timbul tergantung pada kekuatan, arah dan mekanismenya.
B.
Anatomi Hidung
Bentuk hidung dari luar seperti piramid yang ditunjang oleh kerangka hidung. Bagian-bagian hidung luar dari atas ke bawah, yaitu: a. Pangka Pangkall hidu hidung ng (bridge) bridge) b. Batang hidung (dorsum nasi) c. Puncak Puncak hidu hidung ng (hip (hip)) d. Ala Ala nas nasii e. Kolu Kolume mela la f. Lubang Lubang hidun hidung g (nares (nares anteri anterior) or)
2
Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari: •
Tulang hidung (os nasal)
•
Prosesus frontalis os maxilla
•
Prosesus nasalis os frontal Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang
terletak di bagian bawah hidung, yaitu:
Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,
Sepasang kartilago lateralis inferior (kartilago alas mayor),
Tepi anterior kartilago septum Rongga hidung dapat digambarkan sebagai ruangan kaku yang tepinya dibatasi oleh
tulang-tulang wajah dan perubahan saluran napasnya disebabkan oleh perubahan ketebalan jaringan mukosa; hal ini karena jaringan mukosa hidung banyak mengandung pembuluh darah yang membentuk sinusoid-sinusoid. Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan kebelakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya menjadi kavum nasi kiri dan kanan. Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi tepat dibelakang nares anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior. Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka, yang terbesar dan lataknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, lebih kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini biasanya rudimenter. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka media dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus
3
medius terdapat muara sinus frontal, sinus maksilla, dan sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan sphenoid. Sebagai saluran napas terdepan, hidung berfungsi menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara sebagai organ penciuman dan konservasi uap air dan panas terhadap udara lingkungan. Fungsi menghangatkan, melembabkan dan menyaring udara ini pada dasarnya untuk melindungi saluran napas bagian bawah terhadap pengaruh udara dingin, kering maupun udara kotor karena polusi. Bila hidung tidak berfungsi karena sesuatu hal, maka saluran napas bagian bawah akan terkena dampaknya.
C. Epidemiologi
Di Amerika Serikat fraktur nasal merupakan fraktur pada wajah yang paling sering dijumpai. Sekitar 39-45% dari seluruh fraktur wajah. Pria dua kali lebih banyak dibanding wanita. Insiden meningkat pada umur 15-30 tahun dan dihubungkan dengan perkelahian dan cedera akibat olahraga.
D. Etiologi
Penyebab utama fraktur nasal ada 4 yaitu: 1.
Mendapat serangan misalnya dipukul.
2.
Cedera karena olah raga
3.
Kecelakaan (personal accident).
4.
Kecelakaan lalu lintas. Fraktur nasal pada dewasa dapat disebabkan oleh karena perkelahian, cedera akibat
olahraga, terjatuh, dan kecelakaan lalu lintas. Sedangkan pada anak-anak disebabkan karena bermain dan olahraga.
E.
Patofisiologi
Tulang hidung dan kartilago rentan untuk mengalami fraktur karena hidung letaknya menonjol dan merupakan bagian sentral dari wajah, sehingga kurang kuat menghadapi tekanan dari luar. Pola fraktur yang diketahui beragam tergantung pada kuatnya objek yang menghantam dan kerasnya tulang. Seperti dengan fraktur wajah yang lain, pasien muda cenderung mengalami fraktur kominunitiva septum nasal dibandingkan dengan pasien dewasa yang kebanyakan frakturnya lebih kompleks. 4
Daerah terlemah dari hidung adalah kerangka kartilago dan pertemuan antara kartilago lateral bagian atas dengan tulang dan kartilago septum pada krista maksilaris. Daerah terlemah merupakan tempat yang tersering mengalami fraktur atau dislokasi pada fraktur nasal. Kekuatan yang besar dari berbagai arah akan menyebabkan tulang hidung remuk yang ditandai dengan deformitas bentuk C pada septum nasal. Deformitas bentuk C biasanya dimulai di bagian bawah dorsum nasal dan meluas ke posterior dan inferior sekitar lamina perpendikularis os ethmoid dan berakhir di lengkung anterior pada kartilago septum kira-kira 1 cm di atas krista maksilaris. Murray melaporkan bahwa kebanyakan deviasi akibat fraktur nasal meliputi juga fraktur pada kartilago septum nasal. Fraktur nasal lateral merupakan yang paling sering dijumpai pada fraktur nasal. Fraktur nasal lateral akan menyebabkan penekanan pada hidung ipsilateral yang biasanya meliputi setengah tulang hidung bagian bawah, prosesus nasi maksilaris dan bagian tepi piriformis. Trauma lain yang sering dihubungkan dengan fraktur nasal adalah fraktur frontalis, ethmoid dan tulang lakrimalis, fraktur nasoorbital ethmoid; fraktur dinding orbita; fraktur lamina kribriformis; fraktur sinus frontalis dan fraktur maksila Le Fort I, II, dan III. Terdapat beberapa jenis fraktur nasal antara lain : 1. Fraktur lateral Adalah kasus yang paling sering terjadi, dimana fraktur hanya terjadi pada salah satu sisi saja, kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah.
2. Fraktur bilateral Merupakan salah satu jenis fraktur yang juga paling sering terjadi selain fraktur lateral, biasanya disertai dislokasi septum nasal atau terputusnya tulang nasal dengan tulang maksilaris. 5
3.
Fraktur direct frontal Yaitu fraktur os nasal dan os frontal sehingga menyebabkan desakan dan pelebaran pada dorsum nasalis. Pada fraktur jenis ini pasien akan terganggu suaranya.
4.
Fraktur comminuted Adalah fraktur kompleks yang terdiri dari beberapa fragmen. Fraktur ini akan menimbulkan deformitas dari hidung yang tampak jelas.
6
F. Diagnosis
a. Anamnesis Rentang waktu antara trauma dan konsultasi dengan dokter bedah sangatlah penting untuk penatalaksanaan pasien. Sangatlah penting untuk menentukan waktu trauma dan menentukan arah dan besarnya kekuatan dari benturan. Sebagai contoh, trauma dari arah frontal bisa menekan dorsum nasal, dan menyebabkan fraktur nasal. Pada kebanyakan pasien yang mengalami trauma akibat olahraga, trauma nasal yang terjadi berulang dan terus menerus, dan deformitas hidung akan menyebabkan sulit menilai antara trauma lama dan trauma baru sehingga akan mempengaruhi terapi yang diberikan. Informasi mengenai keluhan hidung sebelumnya dan bentuk hidung sebelumnya juga sangat berguna. Keluhan utama yang sering dijumpai adalah epistaksis, deformitas hidung, obstruksi hidung dan anosmia.
b. Pemeriksaan fisik Kebanyakan fraktur nasal adalah pelengkap trauma seperti trauma akibat dihantam atau terdorong. Bagaimanapun, manakala manksir suatu pasien dengan fraktur nasal, seorang dokter tidak hanya memusatkan perhatian pada hidung yang mengalami trauma. Ini sangat penting bagi pasien yang telah mengalami suatu kecelakaan lalu lintas atau suatu perkelahian. Pukulan substansial yang mengenai daerah wajah bagian tengah akan mengakibatkan trauma pada tulang belakang dan oleh karena itu dokter harus mempunyai pertimbangan klinis dalam melakukan tindakan dengan mengesampingkan trauma tulang belakang. Sepanjang penilaian awal dokter harus menjamin bahwa jalan napas pasien aman dan ventilasi terbuka dengan sewajarnya. Fraktur nasal sering dihubungkan dengan trauma pada kepala dan leher yang bisa mempengaruhi patennya trakea. Fraktur nasal ditandai dengan laserasi pada hidung, epistaksis akibat robeknya membran mukosa. Jaringan lunak hidung akan nampak ekimosis dan udem yang terjadi dalam waktu singkat beberapa jam setelah trauma dan cenderung nampak di bawah tulang hidung dan kemudian menyebar ke kelopak mata atas dan bawah. Deformitas hidung seperti deviasi septum atau depresi dorsum nasal yang sangat khas, deformitas yang terjadi sebelum trauma sering menyebabkan kekeliruan pada trauma baru. Pemeriksaan yang teliti pada septum nasal sangatlah penting untuk menentukan antara deviasi septum dan hematom septi, yang merupakan indikasi absolut untuk drainase bedah segera. Sangatlah penting untuk memastikan diagnosa pasien dengan fraktur, terutama yang meliputi tulang ethmoid. Fraktur tulang ethmoid biasanya terjadi pada pasien dengan fraktur nasal fragmental berat dengan tulang piramid hidung telah terdorong ke belakang ke dalam 7
labirin ethmoid, disertai remuk dan melebar, menghasilkan telekantus, sering dengan rusaknya ligamen kantus medial, apparatus lakrimalis dan lamina kribriformis, yang menyebabkan rhinorrhea cerebrospinalis. Pada pemeriksaan fisis dengan palpasi ditemukan krepitasi akibat emfisema sukutan, teraba lekukan tulang hidung dan tulang menjadi irregular. Pada pasien dengan hematom septi nampak area berwarna putih mengkilat atau ungu yang nampak berubah-ubah pada satu atau kedua sisi septum nasal. Keterlambatan dalam mengidentifikasi dan penanganan akan menyebabkan deformitas bentuk pelana, yang membutuhkan penanganan bedah segera. Pemeriksaan dalam harus didukung dengan pencahayaan, anestesi, dan semprot hidung vasokonstriktor. Spekulum hidung dan lampu kepala akan memperluas lapangan pandang. Pada pemeriksaan dalam akan nampak bekuan darah dan/atau deformitas septum nasal.
c. Pemeriksaan radiologis 1.
Foto polos kepala tiga posisi Hampir 50% dari fraktur nasal akan terjawab dengan foto polos hidung. Cedera tulang rawan tidak terdeteksi oleh radiografi, oleh karena itu tidak dianggap rutin dilakukan pemeriksaan foto polos hidung hanya jika fraktur nasal diduga terisolasi. Walaupun garis patah kadang tidak jelas dengan membandingan sisi kontralateral, dapat ditemukan diskontinuitas tulang. Perhatikan pengisian sinus oleh darah.
2. CT-Scan Computed tomography (CT) scan menyediakan informasi terbaik mengenai sejauh mana cedera patah tulang di hidung dan wajah, khususnya digital Volume tomography (DVT). CTScan bisa melihat garis patah yang tidak nampak dengan foto polos.
G.
Penatalaksanaan
a.
Konservatif Fraktur nasal merupakan fraktur wajah yang tersering dijumpai. Jika dibiarkan tanpa dikoreksi, akan menyebabkan perubahan struktur hidung dan jaringan lunak sehinggga akan terjadi perubahan bentuk dan fungsi. Karena itu, ketepatan waktu terapi akan menurunkan resiko kematian pasien dengan fraktur nasal. Penatalaksanaan fraktur nasal berdasarkan atas gejala klinis, perubahan fungsional dan bentuk hidung.
8
Pasien
dengan
perdarahan
hebat,
biasanya
dikontrol
dengan
pemberian
vasokonstriktor topikal. Jika tidak berhasil, bebat kasa tipis, kateterisasi balon, atau prosedur lain dibutuhkan tetapi ligasi pembuluh darah jarang dilakukan. Bebat kasa tipis merupakan prosedur untuk mengontrol perdarahan setelah vasokonstriktor topikal. Biasanya diletakkan dihidung selama 2-5 hari sampai perdarahan berhenti. Pada kasus akut, pasien harus diberi es pada hidungnya dan kepala sedikit ditinggikan untuk mengurangi pembengkakan. Antibiotik diberikan untuk mengurangi resiko infeksi, komplikasi dan kematian. Analgetik berperan simptomatis untuk mengurangi nyeri dan memberikan rasa nyaman pada pasien. Dekongestan berguna untuk mengurangi pembengkakan mukosa.
b.
Operatif Untuk fraktur nasal yang tidak disertai dengan perpindahan fragmen tulang, penanganan bedah tidak dibutuhkan karena akan sembuh dengan spontan. Deformitas akibat fraktur nasal sering dijumpai dan membutuhkan reduksi dengan fiksasi adekuat untuk memperbaiki posisi hidung.
1.
Penanganan fraktur nasal sederhana Jika hanya fraktur nasal saja, dapat dilakukan reposisi fraktur tersebut dalam anestesi local. Akan tetapi pada anak–anak atau orang dewasa yang tidak kooperatif tindakan penanggulangan memerlukan anestesi umum. Analgesia local dapat dilakukan dengan pemasangan tampon lidokain 1-2 % yang dicampur dengan epinefrin 1:1000%. Tampon kapas yang berisi obat analgesia lokal ini dipasang masing-masing 3 buah, pada setiap lubang hidung. Tampon pertama diletakkan pada meatus superior tepat dibawah tulang hidung, tampon kedua diletakkan antara konka media dan septum dan bagian distal dari tampon tersebut terletak dekat foramen sfenopalatina, tampon ketiga ditempatkan antara konka inferior dan septum nasi. Ketiga tampon tersebut dipertahankan selama 10 menit. Kadang-kadang diperlukan penambahan penyemprotan oxymethaxolin spray beberapa kali, melalui rinoskopi anterior untuk memperoleh efek anestesi dan efek vasokonstriksi yang baik.
2.
Fraktur nasal kominunitiva Fraktur nasal dengan fragmentasi tulang hidung ditandai dengan batang hidung nampak rata (pesek); tulang hidung mungkin dinaikkan ke posisi yang aman tetapi beberapa fragmen tulang tetap hilang. Bidai digunakan untuk memindahkan fragmen tulang ke posisi yang 9
sebenarnya. Untuk tujuan tersebut beberapa kasa vaselin dimasukkan ke dalam lubang hidung; Metode suspensi; Kawat ini diperkenalkan oleh Kazanjian dan Converse sebagai penyokong bagian dalam hidung untuk mengangkat dan menggerakan fragmen tulang yang terpisah-pisah. Kawat ini berukuran 14, panjang 2 inchi, bentuk U dengan bahannya pelat timah. Kemudian kawat ini dimasukkan ke dalam hidung, yang dengan sendirinya akan mengangkat fragmen tulang tersebut ke atas dan melawanan tekanan yang timbul akibat bergesernya fragmen tulang hidung. Elastis perban kecil dihubungkan untuk menjangkau intranasal dan ekstranasal. Dengan adanya penahan elastis maka cukup kekuatan untuk menahan fragmen tulang agar berada diposisi yang seharusnya.
Teknik reduksi tertutup
Penggunaan analgesia lokal yang baik, dapat memberikan hasil yang sempurna pada tindakan reduksi fraktur nasal. Jika tindakan reduksi tidak sempurna maka fraktur nasal tetap saja pada posisi yang tidak normal. Tindakan reduksi ini dikerjakan 1-2 jam sesudah trauma, dimana pada waktu tersebut edema yang terjadi mungkin sangat sedikit. Namun demikian tindakan reduksi secara lokal masih dapat dilakukan sampai 14 hari sesudah trauma. Sesudah waktu tersebut, tindakan reduksi mungkin sulit dikerjakan karena sudah terjadi kalsifikasi sehingga harus dilakukan tindakan rinoplasti estetomi. Alat-alat yang dipakai pada tindakan reduksi adalah : 1. Elevator tumpul yang lurus (Boies Nasal Fracture Elevator ) 2. Cunam Asch 3. Cunam Walsham 4. Spekulum hidung pendek dan panjang (killian) 5. Pinset bayonet Deformitas hidung yang minimal akibat fraktur, dapat direposisi dengan tindakan yang sederhana. Reposisi dilakukan dengan bantuan cunam walsham. Pada penggunaan cunam walsham ini , satu sisinya dimasukkan ke dalam kavum nasi sedangkan sisi lain di luar hidung di atas kulit yang di proteksi dengan selang karet. Tindakan manipulasi dilakukan dengan control palpasi jari. Jika deviasi piramid hidung karena dislokasi tulang hidung, cunam Asch digunakan dengan cara memasukkan masing – masing sisi (blade) ke dalam kedua rongga hidung sambil menekan septum dengan kedua sisi forsep. Sesudah fraktur nasal dikembalikan pada keadaan
10
semula dilakukan pemasangan tampon didalam rongga hidung. Tampon yang dipasang dapat ditambah dengan antibiotika. Perdarahan yang timbul selama tindakan akan berhenti, sesudah pemasangan tampon pada kedua rongga hidung. Fiksasi luar (gips) dilakukan dengan menggunakan beberapa lapis gips yang dibentuk seperti huruf “T” dan dipertahankan hingga 10 – 14 hari.
Teknik reduksi terbuka
Teknik open reduksi terbuka diindikasikan untuk : •
Ketika operasi telah ditunda selama lebih dari 3 minggu setelah trauma.
•
Fraktur nasal berat yang meluas sampai ethmoid.
•
Reduksi terbuka juga dapat dilakukan pada kasus dimana teknik manipulasi reduksi tertutup telah dilakukan dan gagal. Pada teknik reduksi terbuka harus dilakukan insisi pada interkartilago. Gunting Knapp
disisipkan di antara insisi interkartilago dan lapisan kulit beserta jaringan subkutan yang terpisah dari permukaan luar dari kartilago lateral atas, dengan melalui kombinasi antara gerakan memperluas dan memotong.
H.
PROGNOSIS
Kebanyakan fraktur nasal tanpa disertai dengan perpindahan posisi akan sembuh tanpa adanya kelainan kosmetik dan fungsional. Dengan teknik reduksi terbuka dan tertutup akan mengurangi kelainan kosmetik dan fungsional pada 70 % pasien.
BAGIAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK 11
BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS PADANG
STATUS PASIEN PRESENTASI KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Tn. DR
Umur
: 33 tahun
Tanggal pemeriksaan : 19-09-2012
Jenis Kelamin : Laki-laki Pekerjaan
: Pedagang
Suku Bangsa : Minang Alamat
: Lubuk Basung
MR
: 79.94.77
ANAMNESIS
Seorang pasien laki-laki berumur 33 tahun dirawat di bangsal THT RSUP DR M.Djamil Padang sejak tanggal 18 September 2012 dengan :
Keluhan Utama Hidung kanan terasa tersumbat sejak 9 hari yang lalu
Riwayat Penyakit Sekarang : -
Hidung kanan terasa tersumbat sejak 9 hari yang lalu, terutama saat posisi berbaring
-
Riwayat trauma pada hidung 11 hari yang lalu. Awalnya pasien sedang membuka susunan pintu kayu di warungnya, tiba-tiba salah satu kayu terjatuh dan menghantam batang hidung kiri pasien.
-
Setelah kejadian, keluar darah dari hidung kiri dan berhenti sendiri secara spontan
-
Hidung terlihat bengkok pada batang hidung kiri dan terasa nyeri terutama bila ditekan
-
Timbul bengkak pada bagian kiri hidung 1 hari setelah kejadian kemudian berangsur menghilang selama ± 1 minggu
-
Penurunan penciuman tidak ada
-
Riwayat hidung tersumbat sebelumnya tidak ada 12
-
Riwayat hidung berdarah sebelum trauma tidak ada
-
Riwayat pilek dengan ingus kental serta terasa lendir mengalir di tenggorok tidak ada
-
Nyeri kepala dan terasa berat di wajah tidak ada
-
Riwayat bersin-bersin pagi hari tidak ada
-
Nyeri di telinga tidak ada
-
Rasa penuh di telinga tidak ada
-
Gangguan pendengaran tidak ada
-
Telinga berdenging tidak ada
-
Riwayat keluar cairan dari telinga tidak ada
-
Rasa pusing berputar tidak ada
-
Nyeri menelan tidak ada
-
Sulit menelan tidak ada
-
Tenggorokan kering tidak ada
-
Batuk- batuk tidak ada
-
Setelah kejadian pasien dibawa ke IGD RS Lubuk Basung, dilakukan rontgen pada daerah hidung, dan mendapat obat penghilang nyeri (pasien lupa nama obat). Lima hari kemudian pasien berobat ke dokter spesialis THT dan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Riwayat Penyakit Dahulu : -
Tidak pernah mengalami penyakit seperti ini
Riwayat Penyakit Keluarga : -
Tidak ada yang penting
Riwayat Pekerjaan, Sosial, Ekonomi, dan Kebiasaan: -
Pasien seorang pedagang
PEMERIKSAAN FISIK 13
Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: CMC
Tekanan Darah
: 110 / 80 mmHg
Frekuensi Nadi
: 80x / menit
Frekuensi nafas
: 20x / menit
Suhu
: 36,80C
Pemeriksaan sistemik
Kepala
: Tidak ditemukan kelainan
Muka
: Tidak ditemukan kelainan
Mata
: Konjungtiva : tidak anemis Sklera
: tidak ikterik
Toraks
: Dalam batas normal
Jantung
: Dalam batas normal
Abdomen
: Hepar dan lien tidak teraba
Extremitas
: Akral hangat perfusi baik
STATUS LOKALIS THT Telinga
Pemeriksaan
Daun Telinga
Dinding liang telinga
Sekret /
Kelainan Kel. Kongenital Trauma Radang Kel. Metabolik Nyeri tarik Nyeri tekan Cukup lapang (N) Sempit Hiperemi Edema Massa Bau Warna Jumlah Jenis
Serumen Membran Timpani Utuh Warna Refleks cahaya
14
Dekstra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sinistra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Cukup lapang Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Kuning Sedikit Basah
Tidak ada Kuning Sedikit Basah
Putih Mengkilat +
Putih mengkilat +
Bulging Retraksi Atrofi Jumlah perforasi Jenis Kwadran Pinggir
Perforasi
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Positif Sama dengan
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Positif Sama dengan
Gambar
Mastoid
Tanda radang Fistel Sikatrik Nyeri tekan Nyeri ketok Rinne Schwabach
Tes Garpu tala
pemeriksa pemeriksa Tidak ada lateralisasi AD dan AS normal Tidak dilakukan pemeriksaan
Weber Kesimpulan Audiometri
Hidung
Pemeriksaan
Hidung luar
Kelainan Deformitas Kelainan kongenital Trauma Radang Massa
Dextra Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sinistra Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Sinus Paranasal Inspeksi
Pemeriksaan Nyeri tekan Nyeri ketok
Dextra Tidak ada Tidak ada
Sinistra Tidak ada Tidak ada
Rinoskopi Anterior
Vestibulum
Vibrise
Ada
15
Ada
Kavum nasi
Sekret
Konka inferior
Konka media
Septum
Massa
Radang Cukup lapang (N) Sempit Lapang Lokasi Jenis Jumlah Bau Ukuran Warna Permukaan Edema Ukuran Warna Permukaan Edema Cukup
Tidak ada
Tidak ada Cukup lapang
Sempit _ Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Tidak terlihat
_ Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Eutrofi Merah muda Licin Tidak ada Deviasi ke kanan
lurus/deviasi Permukaan Warna Spina Krista Abses Perforasi Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Warna Konsistensi Mudah digoyang Pengaruh
Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Licin Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Dekstra Cukup lapang Merah muda Tidak ada Tidak ada Sukar dinilai -
Sinistra Cukup lapang Merah muda Tidak ada Tidak ada Sukar dinilai -
vasokonstriktor Rinoskopi Posterior
Pemeriksaan Koana
Mukosa
Konkha superior
Kelainan Cukup lapang (N) Sempit Lapang Warna Edema Jaringan granulasi Ukuran Warna Permukaan Edema
16
Adenoid Muara tuba eustachius Massa
Post Nasal Drip
Ada/tidak Tertutup secret Edema mukosa
Tidak ada Tidak Tidak ada
Tidak ada Tidak Tidak ada
Lokasi Ukuran Bentuk Permukaan Ada/tidak Jenis
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada -
Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada -
Orofaring dan Mulut
Pemeriksaan Palatum mole + Arkus faring Dinding Faring Tonsil
Peritonsil
Tumor
Kelainan Simetris/tidak Warna Edema Bercak/eksudat Warna Permukaan Ukuran Warna Permukaan Muara kripti Detritus Eksudat Perlengketan
Dekstra Sinistra Simetris Simetris Merah muda Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Merah muda Merah muda Licin Licin T1 T1 Merah muda Merah muda Rata Rata Tidak Melebar Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
dengan pilar Warna Edema Abses Lokasi Bentuk Ukuran Permukaan Konsistensi Karies radiks
Merah muda Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Ada pada M2 Tidak ada
Kesan Warna Bentuk Deviasi Massa
Hygiene baik Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada
Hygiene baik Merah muda Normal Tidak ada Tidak ada
Dekstra Seperti kubah
Sinistra Seperti kubah
Gigi Lidah
Laringoskopi Indirek
Pemeriksaan Epiglotis
Kelainan Bentuk
17
Aritenoid
Ventrikular Band
Plika Vokalis
Subglotis/trachea Sinus piriformis Valekule
Warna Edema Pinggir rata/tidak Massa Warna Edema Massa Gerakan Warna Edema Massa Warna Gerakan Pinggir medial Massa Massa Sekret ada/tidak Massa Sekret Massa Sekret (jenisnya)
Merah muda Tidak ada Rata Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Simetris
Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Simetris
Rata Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening Leher •
Pada inspeksi tidak terlihat pembesaran kelenjar getah bening leher.
•
Pada palpasi tidak teraba pembesaran kelenjar getah bening leher.
18
Merah muda Tidak ada Rata Tidak ada Merah muda Tidak ada Tidak ada Simetris Merah muda Tidak ada Tidak ada Merah muda Simetris
Rata Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
RESUME
Anamnesis: -
Hidung kanan terasa tersumbat sejak 9 hari yang lalu, terutama saat posisi berbaring
-
Riwayat trauma pada hidung 11 hari yang lalu. Awalnya pasien sedang membuka susunan pintu kayu di warungnya, tiba-tiba salah satu kayu terjatuh dan menghantam batang hidung kiri pasien.
-
Setelah kejadian, keluar darah dari hidung kiri dan berhenti sendiri secara spontan
-
Hidung terlihat bengkok pada batang hidung kiri dan terasa nyeri terutama bila ditekan
-
Timbul bengkak pada bagian kiri hidung 1 hari setelah kejadian kemudian berangsur menghilang selama ± 1 minggu
-
Setelah kejadian pasien dibawa ke IGD RS Lubuk Basung, dilakukan rontgen pada daerah hidung, dan mendapat obat penghilang nyeri (pasien lupa nama obat). Lima hari kemudian pasien berobat ke dokter spesialis THT dan dirujuk ke RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Pemeriksaan Fisik
:
19
•
Hidung
: Deformitas (+), alingment terdorong ke kanan, krepitasi (+), laserasi (-), edema (-), kavum nasi kanan sempit
Diagnosis Kerja
: Fraktur Os Nasal tertutup
Diagnosis Banding
:
Pemeriksaan Anjuran : Rontgen tulang hidung posisi AP, Lateral, CT Scan
Terapi : Antibiotik : Amoxicillin 3 x 500 mg Analgetik : Asam Mefenamat 3 x 500 mg
Terapi anjuran : Reposisi os nasal + Septoplasti Prognosis :
Quo ad Vitam
: bonam
Quo ad Sanam
: bonam
Quo ad Fuctionam
: dubia ad bonam
Nasehat : •
Menjaga daya tahan tubuh dengan makan makanan yang bergizi
•
Istirahat yang cukup
•
Jangan menekan batang hidung
•
Kontrol ke poli THT RSUP DR.M Djamil
20
DISKUSI
Pada kasus di atas, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan keluhan hidung kanan terasa tersumbat sejak 9 hari yang lalu, terutama saat posisi berbaring. Awalnya pasien sedang membuka susunan pintu kayu di warungnya, tiba-tiba salah satu kayu terjatuh dan menghantam batang hidung kiri pasien. Setelah kejadian, keluar darah dari hidung kiri dan berhenti sendiri secara spontan. Hidung terlihat bengkok pada batang hidung kiri dan terasa nyeri terutama bila ditekan. Timbul bengkak pada bagian kiri hidung 1 hari setelah kejadian kemudian berangsur menghilang selama ± 1 minggu Dari pemeriksaan fisik hidung didapatkan Deformitas (+), alingment terdorong ke kanan, krepitasi (+), laserasi (-), edema (-), kavum nasi kanan sempit. Berdasarkan pemeriksaan diatas ditegakkan diagnosis kerja fraktur os nasal tertutup. Berdasarkan teori, fraktur yang dialami pasien ini adalah jenis fraktur lateral yang hanya terjadi pada salah satu sisi saja, dan kerusakan yang ditimbulkan tidak begitu parah. Pengobatan yang diberikan pada pasien ini adalah analgetik untuk menghilangkan rasa nyeri. Untuk mencegah terjadinya infeksi diberikan antibiotik. Untuk penatalaksanaan lanjutan disarankan menjalani reposisi tertutup. Pada pasien ini diberikan edukasi untuk menghindari menekan batang hidung. 21
22