LAPORAN PRAKTIKUM TUGAS II “IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rakak DC)”
Disusun Oleh: Nama
: Arina Rahayu
NIM
: 201410410311234
Kelompok
: VII (Tujuh)
Kelas
: Farmasi A
PROGRAM STUDI FARMASI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG 2017
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur bagi Allah SWT yang telah memberikan kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan laporan praktikum yang berjudul “Identifikasi Senyawa Golongan Glikosida Saponin, Triterpenoid Dan Steroid (Ekstrak Sapindus rakak DC)” tepat pada waktunya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan laporan ini. Maka dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca. Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.
Malang, 28 Februari 2017
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................................................................. ii DAFTAR ISI................................................................................................................................................ iii I.
TUJUAN ............................................................................................................................................... 1
II.
PRINSIP TEORI ................................................................................................................................... 1 1.
Tanaman Lerak (Sapindus rakak DC) ............................................................................................... 1
2.
Saponin ............................................................................................................................................. 3
3.
Cara mengidentifikasi senyawa saponin ........................................................................................... 5
4.
Kromatografi lapis tipis .................................................................................................................... 6
III. ALAT DAN BAHAN .......................................................................................................................... 9 IV.
SKEMA KERJA ................................................................................................................................ 10
V.
HASIL ................................................................................................................................................ 14
VI. PEMBAHASAN ................................................................................................................................ 18 VII. KESIMPULAN ................................................................................................................................. 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 21
iii
“IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN GLIKOSIDA SAPONIN, TRITERPENOID DAN STEROID (Ekstrak Sapindus rakak DC)”
I.
TUJUAN Mahasiswa mampu melakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponn, triterpenoid, dan steroid dalam tanaman.
II.
PRINSIP TEORI 1. Tanaman Lerak (Sapindus rakak DC) Lerak merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir segala jenis tanah dan keadaan iklim, dari dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m dari permukaan laut. Umumnya perkembangbiakan lerak dilakukan melalui penanaman biji, sedangkan perbanyakan dengan stek tidak menunjukkan hasil yang memuaskan (Afriastini,1990)
Gambar 1. Buah lerak Secara taksonomi, Lerak mempunyai urutan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Divisio
: Spermatophyta
Sub Divisio
: Angiospermae
Kelas
: Eudikotiledon
Sub Kelas
: Rosidae
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae 1
Sub Famili
: Sapindoideae
Genus
: Sapindus
Spesies
: Sapindus rarak DC
Sinonim
: Sapindus delavayi (China, India) Sapindus detergens (syn. var. Soapnut, Ritha) Sapindus emarginatus Vahl (Southern Asia) Sapindus laurifolius Vahl – Ritha (India) Sapindus tomentosus (China) Sapindus vitiensis A.Gray (American Samoa, Samoa, Fiji)
Lerak tergolong dalam famili Sapindaceae yang berbentuk pohon dan merupakan raksasa rimba dengan diameter 1 m dan mampu mencapai tinggi 42 m. Daun lerak bertangkai panjang dan merupakan daun majemuk menyirip yang terdiri atas anak anak daun berbentuk bundar memanjang dengan ukuran panjang 4,5–15,5 cm dan lebar 1,5–4,0 cm. Daun muda umumnya berbulu halus dan bila umurnya meningkat bulu ini gugur dan warna daun menjadi hijau pucat. Ibu tulang daun sebelah bawah agak menonjol dan berwarna coklat. Pada ujung-ujung tangkainya terdapat karangan bunga berupa malai yang bergagang panjang (15-35 cm). Bunga berwarna kuning muda, berkelamin tunggal dan satu rumah, terdiri atas lima helai daun kelopak dengan panjang 2-3,5 mm, empat helai daun mahkota berbentuk lanset memanjang dengan tepi yang berambut rapat dan panjangnya 3,5-5 mm, dan 8 buah benang sari. Bakal buah berlekuk tiga dengan satu bakal biji pada setiap ruang. Buah yang dihasilkan bulat mirip bola dengan diameter 2-2,5 cm, berminyak dan sedikit berkerut. Buah lerak yang masih muda berwarna hijau dan buah yang sudah tua berwarna coklat kehitaman (Heyne, 1987). Daging buah pada lerak banyak mengandung air, mempunyai rasa pahit dan beracun. Tiap buah mempunyai satu biji yang berkulit keras berwarna hitam mengkilat dengan diameter kurang lebih 1 cm. Menurut Heyne (1987) buah lerak terdiri dari 75 persen daging buah dan 25 persen biji, pada bagian daging buah banyak terkandung senyawa saponin yang merupakan racun yang cukup kuat. Kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak mengandung saponin dan flavonoida, disamping itu kulit buah juga mengandung alkaloida dan polifenol, sedangkan kulit batang dan daunnya mengandung tanin. 2
Senyawa aktif yang telah diketahui dari buah lerak adalah senyawa – senyawa dari golongan saponin dan sesquiterpene (Wina et al., 2005a).
Kandungan Buah Lerak Biji lerak mengandung bahan aktif alkaloid, triterpen, ateroid, dan saponin. Saponin pada lerak suatu alkaloid beracun dan bermanfaat, saponin inilah yang menghasilkan busa dan berfungsi sebagai bahan pencuci, dan dapat pula dimanfaatkan sebagai pembersih berbagai peralatan dapur, lantai, bahkan memandikan dan membersihkan binatang peliharaan. Kandungan racun biji lerak juga berpotensi sebagai insektisida. Kulit buah lerak dapat digunakan sebagai wajah untuk mengurangi jerawat dan kudis. Tabel 1. Persentase senyawa aktif pada lerak No.
Senyawa Aktif
Persentase Senyawa Aktif
1
Saponin
12 %
2
Alkaloid
1%
3
Ateroid
0,036 %
4
Triterpen
0,029 %
Sumber : Nevi Yanti, 2009 2. Saponin Saponin adalah suatu glikosida yang terdapat pada beberapa tanaman. Saponin ada pada seluruh tanaman dengan konsentrasi tinggi pada bagian-bagian tertentu, dan dipengaruhi oleh varietas tanaman dan tahap pertumbuhan. Fungsi saponin dalam tanaman untuk melindungi diri dari hama, saponin diketahui sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat, atau merupakan waste product dari metabolisme tumbuh-tumbuhan. Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air, mempunyai sifat detergen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin, mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai 3
kegunaan yang sangat luas, antara lain sebagai detergen, pembentuk busa pada alat pemadam kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam industri farmasi serta dalam bidang fotografi. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba, saponin tertentu menjadi penting karena dapat diperoleh dari beberapa tumbuhan yang digunakan sebagai bahan baku untuk sintesis hormone steroid yang digunakan dalam bidang kesehatan (Robinson, 1995).
Klasifikasi Senyawa Saponin Secara umum saponin merupakan bentuk glikosida yang memiliki aglikon berupa steroid dan triterpen. Triterpen merupakan jenis senyawa bahan alam yang memiliki 6 monoterpen atau memiliki jumlah atom karbon sebanyak 30. Dari aglikonnya saponin dapat bagi menjadi dua yaitu saponin dengan steroid dan saponin dengan triterpen
a. Saponin steroid Tersusun atas inti steroid (C27) dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek antijamur. Pada binatang menunjukan penghambatan aktifitas otot polos. Saponin steroid diekskresikan setelah koagulasi dengan asam glukotonida dan digunakan sebagai bahan baku pada proses biosintetis obat kortikosteroid. Saponin jenis ini memiliki aglikon berupa steroid yang di peroleh dari
metabolisme sekunder
tumbuhan. Jembatan ini juga sering disebut dengan glikosida jantung, hal ini disebabkan karena memiliki efek kuat terhadap jantung
4
b. Saponin triterpenoid Tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat dimurnikan. Tipe saponin ini adalah turunan –amyrine.
3. Cara mengidentifikasi senyawa saponin
Uji Buih Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat seperti sabun sehingga keberadan saponin sangat mudah ditandai dengan pembentukan larutan koloidal dengan air yang apabila dikocok menimbulkan buih yang stabil. Saponin merupakan senyawa berasa pahit menusuk dan dapat menyebabkan bersin dan bersifat racun bagi hewan berdarah dingin, banyak di antaranya digunakan sebagai racun ikan..
Uji Liebermann-Burchard Senyawa saponin dapat diidentifikasi dari warna yang dihasilkannya dengan pereaksi Liebermann-Burchard. Warna biru-hijau menunjukkan saponin steroida, dan warna merah, merah muda, atau ungu menunjukkan saponin triterpenoida
5
Contoh Reaksi Liebermann Burchard pada Steroid
Uji Salkowski Uji salkowski digunakan untuk mengidentifikasi adanya steroid tak jenuh pada ekstrak, uji ini dilakukan dengan penambahan asam sulfat pekat dan jika terdapat gugus steroid tak jenuh pada larutan akan terbentuk cincin berwarna merah terang yang lama kelamaan akan berwarna merah ungu
4.
Kromatografi lapis tipis Kromatografi adalah cara pemisahan zat berkhasiat dan zat lain yang ada dalam sediaan, dengan jalan penyarian berfraksi, atau penyerapan , atau penukaran ion pada zat padat berpori, menggunakan cairan atau gas yang mengalir. Zat yang diperoleh dapat digunakan untuk percobaan identifikasi atau penetapan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 523) Penggunaan umum KLT adalah untuk menentukan banyaknya komponen dalam campuran, identifikasi senyawa, memantau berjalannya suatu reaksi, menentukan efektivitas pemurnian, menentukan kondisi yang sesuai untuk kromatografi kolom, serta memantau kromatografi kolom, melakukan screening sampel untuk obat. Analisa kualitatif dengan KLT dapat dilakukan untuk uji identifikasi senyawa baku. Parameter pada KLT yang digunakan untuk identifikasi adalah nilai Rf. Analisis kuantitatif dilakukan dengan 2 cara, yaitu mengukur bercak langsung pada lengpeng dengan menggunakan ukuran luas atau dengan teknik densitometry dan cara berikutnya dalaha dengan mengerok bercak lalu menetapkan kadar senyawa yang terdapat dalam bercak dengan metode analisis 6
yang lain, misalnya dengan metode spektrofotometri. Dan untuk analisis preparatif, sampel yang ditotolkan dalam lempeng dengan lapisan yang besar lalu dikembangkan dan dideteksi dengan cara yang non- dekstruktif. Bercak yang mengandung analit yang dituju selanjutnya dikerok dan dilakukan analisis lanjutan (Gholib Gandjar, 2007). Nilai Rf didefinisikan sebagi perbandingan jarak yang ditempuh oleh senyawa pada permukaan fase diam dibagi dengan jarak yang ditempuh oleh pelarut sebagai fase gerak. Semakin besar nilai Rf dari sampel maka semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut pada plat kromatografi lapis tipis. Saat membandingkan dua sampel yang berbeda di bawah kondisi kromatografi yang sama, nilai Rf akan besar bila senyawa tersebut kurang polar dan berinteraksi dengan adsorbent polar dari plat kromatografi lapis tipis ( Handayani, 2008) Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam mengidentifikasikan senyawa. Bila identifikasi nilai Rf memiliki nilai yang sama dengan nilai Rf Standart dari senyawa tersebut maka senyawa tersebut dapat dikatakan memilik karateristik yang sama atau mirip. Sedangkan, bila nilai Rfnya berbeda, senyawa tersebut dapat dikatakan merupakan senyawa yang
berbeda. Namun perbedaan perlakuan dalam percobaan
kromatografi lapis tipis juga akan mempengaruhi nilai Rf sampel yang diidentifikasi (Parmeswaran, 2013). Nilai Rf Standart dari piperin adalah 0,42+0,03 (Vyas et all, 2011) Kromatografi Lapisan tipis digunakan pada pemisahan zat secara cepat, dengan menggunakan zat penyerap berupa serbuk halus yang dilapiskan serba rata pada lempeng kaca. Lempeng yang dilapis, dapat dianggap sebagai “kolom kromatografi terbuka” dan pemisahan didasarkan pada penyerapan, pembagian atau gabungannya, tergantung dari jenis zat penyerap dan cara pembuatan lapisan zat penyerap dan jenis pelarut. Harga Rf yang diperoleh pada kromatografi lapis tipis tidak tetap jika dibandingkan dengan kromatografi kertas. Karena itu pada lempeng yang disamping kromatogram dari zat yang diperiksa perlu dibuat kromatogram dari zat pembanding kimia, lenih baik dengan kadar yang berbedabeda.perkiraan identifikasi diperoleh dengan pengamatan 2 bercak dengan harga Rf
7
dan ukuran yang lebih kurang sama. Ukuran dan intensitas bercak dapat digunakan untuk memperkirakan kadar (Materia Medika Jilid V-VI : 528) Fakor yang mempengaruhi harga Rf : 1.
Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan
2.
Sifat dan penyerap, derajat aktifitasnya
3.
Tebal dan kerataannya dari lapisan penyerap
4.
Pelarut fase gerak
5.
Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan
6.
Teknik percobaan
7.
Jumlah campuran yang digunakan
8.
Suhu
9.
Kesetimbangan
Tinjauan eluen
1. Etil Asetat Etil asetat merupakan senyawa aromatik yang bersifat semipolar dengan rumus CH3CH2OC(O)CH3 sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan nonpolar (Snyder, 1997). Hal ini berarti pelarut etil asetat mampu menarik komponen senyawa kimia yang terkandung di dalam ekstrak larak. Etil asetat merupakan pelarut semipolar dengan indeks polaritas 4,4 (Snyder, 1997), sehingga berbagai senyawa baik polar maupun nonpolar dapat tertarik ke dalam pelarut. 2. N-heksana Heksana adalah sebuah senyawa hidrokarbon alkana dengan rumus kimia C6H14 . Awalan heks- merujuk pada enam karbon atom yang terdapat pada heksana dan akhiran -ana berasal dari alkana, yang merujuk pada ikatan tunggal yang menghubungkan atom-atom karbon tersebut. Dalam keadaan standar senyawa ini merupakan cairan tak berwarna yang tidak larut dalam air (Munawaroh,2010). Nheksana memiliki indeks polaritas 0,1 (Synder, 1997).
8
III.
ALAT DAN BAHAN Alat: 1. Hotplate 2. Plat KLT 3. Beaker Glass 4. Corong 5. Tabung Reaksi Bahan: 1. Ekstrak Sapindus rakak DC 2. Etanol 3. Amonia 4. HCl 2N 5. n-heksana 6. H2SO4 pekat 7. Asam asetat anhidrat 8. Etil asetat 9. Anisaldehid asam sulfat 10. Air Suling
9
IV.
SKEMA KERJA
a. Uji buih
Kocok kuatkuat selama 30 detik Tambah air suling 10 ml
Ekstrak Sapindus rakak DC 0,2 g masukkan tabung rekasi
Tes buih positif mengandung saponin bila buih stabil selama lebih dari 30 menit dengan tinggi 3 cm
b. Reaksi warna Preparasi sampel : II A
0,5 gram ekstrak dilarutkan dalam 15 ml etanol
II B
II C
Dibagi menjadi 3 bagian masing-masing 5 ml Larutan II A Larutan II B Larutan II C
10
Uji Liebermann-Burchard II A Larutan II A digunakan sebagai blanko
II B Amati perubahan warna
Larutan II B 5 ml
Tambah 3 tetes asam asetat anhidrat
Tambah 5 tetes H2SO4 pekat
Warna hijau biru = saponin steroid Warna merah ungu = saponin triterpenoid Warna kuning muda = saponin triterpenoid/steroid jenuh
Uji Salkowski II A Larutan II A digunakan sebagai blanko
11
II C Adanya steroid tak jenuh ditandai dengan cincin warna merah
Larutan II C 5 ml
Tambah 1-2 ml H2SO4 pekat melalui dinding tabung reaksi
c. Kromatografi Lapis Tipis Identifikasi sapogenin steroid/triterpenoid
Ekstrak 0,5 g
Setelah dingin, tambahkan ammonia sampai basa
Tambah 5 ml HCL 2N
Ekstraksi dengan 4-5 ml n-heksana sebanyak 2 kali, uapkan sampai tinggal 0,5 ml
Didihkan dan tutup dengan corong berisi kapas basah selama 50 menit uuntuk menghidrolisis saponin
Totolkan pada plat KLT. Fase diam: Kiesel Gel 254 Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1) Penampak noda : anisaldehida asam sulfat Sapogenin ditunjukkan dengan warna merah ungu untuk 12 anisaldehid asam sulfat
Identifikasi terpenoid/steroid bebas secara KLT
Sedikit ekstrak
Ditambah beberapa tetes nheksana 0.5-1 ml, aduk ad larut
Totolkan pada fase diam Fase diam: Kiesel Gel 254 Fase gerak : n-heksana-etil asetat (4:1) Penampak noda : anisaldehida asam sulfat Terpenoid/steroid ditunjukkan dengan warna merah ungu
13
V. HASIL Uji Buih Identifikasi
Tinggi Buih
Kestabilan
Kesimpulan
Saponin
7,2 cm
>30 menit
Positif mengandung saponin
Uji Liebermann-Burchard Identifikasi
Identifikasi warna
Warna yang muncul
Kesimpulan
Saponin steroid
Hijau Biru
-
-
Saponin triterpenoid
Merah Ungu
Merah ungu
Positif mengandung saponin triterpenoid
Saponin
Kuning Muda
-
-
Identifikasi
Ciri
Pengamatan
Kesimpulan
Steroid tak jenuh
Terbentuk cincin
Terbentuk cincin
Positif mengandung
warna merah
merah
steroid tak jenuh
steroid/triterpenoid jenuh Uji Salkowski
Identifikasi Sapogenin steroid/ triterpenoid dengan KLT Identifikasi
Sapogenin
Penampak
Warna
noda
identifikasi
Anisaldehid-
Merah-ungu
steroid/triterpenoid asam sulfat
Pengamatan
Kesimpulan
muncul noda
Positif
warna ungu
mengandung sapogenin steroid/triterpenoid
Identifikasi steroid/ triterpenoid bebas dengan KLT Identifikasi
Penampak
Warna
noda
identifikasi
Steroid/triterpenoid AnisaldehidBebas
asam sulfat
Merah-ungu
Pengamatan
Kesimpulan
muncul noda
positif mengandung
warna ungu
steroid/triterpenoid bebas 14
Pengamatan nilai Rf x ( jarak yang ditempuh solute)
Rf = y(jarak yang ditempuh eluen sampai tanda batas) 1. Rf I = 2. Rf II=
4,9 8 6,2 8
= 0,6125 ~ 0,61 = 0,775 ~ 0,78
HASIL PENGAMATAN
Uji Buih Setelah pengocokan 30’s
Buih stabil selama 30 menit,dgn tinggi 7,2 cm
Uji Warna Larutan dibagi menjadi 3 bagian @ 5ml
Uji Libermann Timbul warna merah ungu
Uji Warna 0,5 gram ekstrak + 15 ml etanol
Uji Salkowski Penambahan 1ml H2SO4 pekat
15
Uji Salkowski Timbul cincin warna merah
Proses pendinginan setelah dihidrolisis 50 menit
Preparasi plat KLT
Ekstrak + 5ml HCl, untuk proses hidrolisis
Penambahan amonia ad suasana basa
Proses hidrolisis saponin, selama 50 menit
Diekstraksi dgn n-heksana 4 ml
Setelah penotolan, noda di lihat di sinar UV 245 sebelum disemprot penampak noda
Setelah penotolan, noda di lihat di sinar UV 365 sebelum disemprot penampak noda
16
Pengeringan di lemari asam, setealah pemberian penampak noda
Proses pemanasan di atas hotplate, setelah diberi penampak noda
Setelah penotolan, noda di lihat di sinar UV365 setelah disemprot penampak noda
17
VI.
PEMBAHASAN Pada praktikum kali ini dilakukan identifikasi senyawa golongan glikosida saponin, triterpenoid, dan steroid menggunakan ekstrak Sapindus rakak DC. Adapun uji yang di lakukan adalah dengan uji buih, uji Liebermann-burchard, uji salkowski dan juga dengan uji KLT. Uji buih dilakukan karena merupakan uji yang spesifik untuk saponin dengan memanfatkan sifatnya yang akan membentuk busa pada permukaan air. Percobaan yang kami lakukan memperoleh buih 7,2 cm yang stabil selama > 30 menit, hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung saponin. Selanjutnya dilakukan uji Lieberman-burchard, dimana uji ini dilakukan dengan penambahan asam asetat anhidrat dan juga asam sulfat pekat. Uji ini didasarkan pada kemampuan senyawa triterpenoid dan steroid untuk membentuk warna oleh adanya H2SO4 pekat. Pada uji liebermann-burchard ini warna yang terbentuk setelah penambahan pereaksi tersebut adalah warna merah ungu, yang mengidentifikasikan bahwa warna merah ungu menunjukkan adanya saponin triterpenoid sehingga dapat diketahui bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung saponin triterpenoid. Seletah itu dilakukan uji Salkowski dengan menambahkan H2SO4 pekat melalui dinding tabung ke dalam sejumlah ekstak yang telah dilarutkan dengan etanol. Hal ini bertujuan untuk memisahkan gugus steroid dengan senyawa lain. Digunakan etanol dikarenakan etanol merupaka pelarut yang universal karena dapat memisahkan senyawa dari yang bersifat polar sampai non polar. Penambahan H2SO4 pekat bertujuan untuk memutuskan ikatan gula pada senyawa. Jika ikatan gula terlepas maka adanya steroid bebas pada sampel akan ditandai dengan adanya cincin yang berwarna merah. Pada percobaan yang dilakukan menujukkan hasil positif pada ekstrak Sapindus rakak DC karena menunjukkan adanya cincin warna merah sehingga ekstrak ini positif terdapat steroid tak jenuh. Identifikasi selanjutnya adalah dengan kromatografi lapis tipis. Pertama adalah melakukan identifikasi sapogenin steroid/triterpenoid dengan ekstrak Sapindus rarak DC yang dihidrolisis dalam suasana asam yaitu ditambah HCl 2 N dan dipanaskan 50 menit. Penambahan HCL bertujuan untuk membebaskan aglikonnya (sapogenin) dari suatu ikatan glikosida, kemudian tujuan pemanasan adalah untuk
18
membantu dan mempercepat hidrolisis sapogenin dari ikatan glikosidanya. Setelah dingin, kemudian dibasakan menggunakan ammonia karena sapogenin bersifat asam sehingga dinetralkan dengan basa. Selanjutnya sapogenin di ektraksi dengan nheksana karena sapogenin cenderung larut dalam n-heksana. Tujuan dari pengekstrakan ini adalah untuk memisahkan sapogenin dengan senyawa lainnya. Kemudian filratnya dipisahkan dan diuapkan sampai tinggal 0,5 ml. Selanjutnya dilakukan penotolan pada plat KLT dengan fasa diam yang digunakan adalah Kiesel Gel 254 yang bersifat polar dan fase geraknya adalah n-heksana-etil asetat (4:1) yang bersifat non polar. Fasa diam yang bersifat polar akan lebih berikatan dengan komponen yang cenderung polar. Setelah di eluasi plat KLT disemprotkan dengan penampak noda anisaldehid asam sulfat. Jika terdapat noda berwarna merah ungu maka mengidentifikasi bahwa sampel mengandung sapogenin. Setelah dilihat dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm dan 365 nm menunjukkan noda berwarna merah ungu dengan tinggi noda 4,9 dan Rf 0,61. Hal ini menunjukkan bahwa ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung sapogenin. Identifikasi dengan kromatografi lapis tipis yang kedua adalah untuk mengidentifikasi senyawa terpenoid/steroid bebas. Dalam identifikasi ini, tidak dilakukan proses hidrolisis karena bentuk terpenoid dan steroidnya adalah bentuk bebas, sehingga tidak memiliki ikatan glikosida seperti pada sapogenin steroid atau triterpenoid yang sebelum diidentifikasi harus diputus terlebih dahulu ikatannya. Selanjutnya uji ini dilakukan dengan mengekstraksi steroid/triterpenoid dengan nhexane untuk menarik senyawa tersebut dari ekstrak. Kemudian identifikasi senyawa melalui proses KLT dilakukan seperti pada proses identifikasi sapogenin. Adanya terpenoid atau steroid bebas ditunjukkan dengan terjadinya warna merah ungu, atau ungu. Noda yang terlihat pada plat adalah merah ungu dengan tinggi noda 6,2 dan nilai Rf 0,78 sehingga ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung terpenoid/steroid bebas.
19
VII.
KESIMPULAN 1. Pada uji buih didapatkan hasil positif mengandung saponin karena ekstrak menghasilkan buih yang stabil selama > 30 menit dengan tinggi 7,2 cm. 2. Berdasarkan uji Liebermann-Burchard, menunjukkan hasil warna merah ungu sehingga dapat diketahui bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung saponin triterpenoid. 3. Pada uji Salkowski terdapat cincin yang berwarna merah sehingga ekstrak ini positif terdapat steroid tak jenuh/bebas. 4. Pada identifikasi sapogenin menggunakan KLT, ekstrak positif mengandung sapogenin steroid/triterpenoid, karena terdapat noda berwarna merah ungu dengan tinggi noda 4,9 dan Rf 0,61 5. Pada identifikasi triterpenoid dan steroid bebas, ekstrak Sapindus rakak DC positif mengandung terpenoid/steroid bebas karena noda yang terlihat pada plat adalah merah ungu dengan tinggi noda 6,2 dan nilai Rf 0,78. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ekstrak Sapindus rarak DC positif mengandung senyawa saponin, triterpenoid dan juga steroid.
20
DAFTAR PUSTAKA Afriastini, J.J. 1990. Daftar Nama Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta. Depkes RI.(1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI . Cetakan Keenam. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasam Obat dan Makanan Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Vol. III. Terjemahan: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Sarana Jaya, Jakarta. Munawaroh, S., Handayani, P.A. 2010. Ekstraksi Minyak Daun Jeruk Purut (Citrus hystrix D.C.) Dengan Pelarut Etanol dan N-Heksana. Jurnal Kompetensi Teknik Vol. 2, No.1. Robinson, T. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. Penerjemah K. Padmawinata. ITB Press, Bandung Wina, E., S. Muezel, E. Hoffman, H.P.S. Makkar, and K. Becker. 2005a. Saponins containing methanol extract of sapindus rarak affect microbial fermentation, microbal activity and microbial comunity structure in vitro. J. Animal Feed Science and Technology 121: 159-174.
21