BAB I PENDAHULUAN
Opioids telah digunakan sejak ribuan tahun sebagai penghilang rasa nyeri. Opioid menunjukkan semua substansi eksogen, alami atau buatan, yang mengikat secara spesifik reseptor opioid dan menimbulkan beberapa gejala agonis seperti morfin. Opiate adalah istilah yang digunakan untuk obat-obatan yang berasal dari opium. Kata opium berasal dari bahasa Yunani untuk sari buah opium. Opioid disebut juga sebagai analgesik narkotika yang sering digunakan dala dalam m anes aneste tesi si untu untukk meng mengen enda dali lika kann nyeri nyeri saat saat pemb pembed edah ahan an dan dan nyer nyerii pascabedah. pascabedah. Opioid bekerja pada reseptor opioid di presinaps dan postsinaps di sistem saraf pusat (SSP terutama batang otak dan medula spinalis. !erdapat tiga jenis reseptor opioid, yakni reseptor mu, kappa, dan delta. "ontoh preparat opioid adalah morfin, meperidin, fentanil, sulfentanil, kodein, dan tramadol.
#
BAB II PEMBAHASAN
Opioid terikat pada respetor spesifik sepanjang sistim saraf pusat dan jaringan lain. $ tipe reseptor opioid telah dapat diidentifiksi, yaitu mu ( µ-# dan µ%, kappa (κ , delta (δ, dan sigma ( σ. Selain mempunyai efek sedasi, opioid juga dapat memberikan efek analgesik. &fek farmakodinamik yang ditimbulkan tergantung dari reseptor mana yang diikat, kuatnya ikatan dan apa yang timbul dari akti'asi reseptor. kti'asi dari reseptor opioid menghambat neurotransmitter eksitasi (misalnya setilkolin, substansi P pada pre-sinaps maupun post -sinaps serabut saraf nyeri. Secara selular, terjadi gangguan pada aliran ion kalium dan klorida sehingga transmisi dari impuls nyeri terganggu. )ambatan impuls nyeri dapat terjadi pada tingkat kornu posterior bila opioid diberikan secara epidural maupun intratekal. Selain itu terjadi pula penghambatan descending inhibitory pathway melalui nucleus raphe magnus ke kornu posterio medulla spinalis.
Klasifikasi Reseptor Opioid Reseptor
Efek Klinis
Agonis
Mu
nalgesia supraspinal +epresi pernapasan
*orfin *et-enkephalin
Ketergantungan fisik
eta-endorphin
Kekakuan otot
entanyl
Sedasi
*orfin
nalgesia spinal
albuphine utorphanol
Kappa
+ynorphin O/ycodone Delta
nalgesia
0eu-enkephalin
%
!ingkah laku
eta-endorphine
&pileptogenik Siga
+isforia )alusinasi
Penta1osin alorphine
Stimulasi 2espirasi
Ketamin
Struktur dan Akti!itas
Struktur obat-obatan opioid mempunyai gambaran yang umum. Perubahan molekular kecil dapat memberikan perubahan yang besar, bahkan mengubah suatu obat agonis menjadi antagonis.
"arakokinetik
bsorbsi bsorbsi terjadi secara cepat dan lengkap setelah pemberian morfin dan meperidin secara intramuskular dalam %3 4 53 menit. Pemberian fentanyl lollipop (oral transmukosal fentanyl sitrat merupakan salah satu cara yang efektif untuk memberikan efek analgesia dan sedasi dan mempunyai mula kerja yang cepat (#3 menit dengan dosis #6-%3 7g8kg untuk anak-anak dan %33 4 933 7g untuk de:asa. "entan#l epun#ai $erat olekul #ang renda% dan kelarutan leak #ang tinggi se%ingga eungkinkan untuk dia$sor$si se&ara transderal' O$at #ang dia$sor$si $ergantung pada luas perukaan naun dapat dipengaru%i (uga ole% kondisi sirkulasi dara% daera% terse$ut' A$sor$si pada (a)(a pertaa $er(alan la$at* %ingga ak%irn#a en&apai konsentrasi pada plasa dara% #ang sta$il setela% +, - ., (a pe$erian dan dapat $erlan(ut %ingga /. (a' Adan#a reser!oir pada
;
deris $agian atas en#e$a$kan turunn#a konsentrasi plasa #ang &ukup laa 0alupun setela% patch dilepas' Akan tetapi tinggin#a insidensi ual dan kadar dala dara% #ang $er!ariasi e$atasi penggunaan fentan#l patch untuk penanganan n#eri post operatif'
+istribusi
$entuk
$e$as
#ang
$ioa!aila$ilitasn#a dala dara%.
$eredar
se%ingga
eningkatkan
Opioid dapat langsung diserap oleh paru-paru
( first pass uptake dan hal ini bergantung pada akumulasi obat di paru-paru sebelumnya (menurun, ri:ayat merokok (meningkat, dan pemberian obat anestesi (menurun. 2edistribusi mengakhiri efek opioid pada dosis kecil, sementara dosis yang besar membutuhkan biotransformasi.
iotransformasi Opioid bergantung pada hati untuk biotransformasinya dan dipengaruhi aliran darah hati. Alfentanil $an#ak terdapat dala (ula% $e$as se%ingga
$
0aktu paru% eliinasin#a pendek 1+ +2. (a3' *orfin
mengalami konyugasi
dengan asam glukuronat membentuk morfin ;-glukuronat dan morfin 5glukuronat. *eperidin dimetilasi menjadi normeperidin suatu bentuk metabolit aktif yang sering dihubungkan dengan munculnya kejang. Hasil ak%ir eta$olise fentan#l* sufentanil dan alfentanil en(adi $entuk inaktif' Struktur ester dari reifentanil eungkinkan opioid ini engalai %idrolisa dengan esterase non spesifik dala dara% aupun (aringan se%ingga 0aktu para% eliinasin#a sangat singkat* kurang dari +4 enit' Biotransforasi dari reifentanil ter(adi aat &epat se%ingga pe$erian infus reifentanil %an#a $erefek ke&il ter%adap 0aktu puli%' 5idak adan#a akuulasi o$at setela% pe$erian $olus $erulang aupun infus dala 0aktu laa e$edakan reifentanil dari o$at opioid lainn#a' Selain itu dengan adan#a %idrolisis ekstra%epatik pasien dengan disfungsi %ati pun tidak akan engalai efek toksik dari eta$olit'
Karakteristik Opioid #ang Mepengaru%i Distri$usi O$at
"raksi non ionik
Ikatan Protein
Kelarutan Leak
Morfin
==
==
=
Meperidin
=
===
==
"entan#l
6
666
6666
Sufentanil
==
====
====
Alfentanil
==== ===
==== ===
=== ==
Reifentanil
Efek pada Organ 5u$u%
Kardio'askular Secara umum opioid tidak terlalu mengganggu fungsi kardio'askular. *eperidin cenderung meningkatkan denyut jantung, sementara dosis tinggi 6
morfin, fentanyl, sufentanil, remifentanil dan alfentanil menyebabkan bradikardia, kecuali meperidin, opioid tidak menghambat kontraktilitas miokard akan tetapi tekanan darah arteri biasanya turun, sebagai hasil dari bradikardia, 'enodilatasi dan penurunan refleks simpatis yang kadang membutuhkan pemberian 'asopresor (efedrin. 0ebih jauh lagi, morfin dan meperidin menyebabkan pelepasan histamin yang dpat menybebkan penurunan tekanan darah dan resistensi 'ascular yang cukup besar. &fek ini dapat diminmalisasi dengan pemberian opioid dengan infus perlahan, menjaga 'olume intra'askular yang adekuat, dan premedikasi dengan antagonis histamin ) # dan )%. Kenaikan tekanan darah pada pemberian morfin dan meperidin jarang terjadi, dan bila terjadi itu biasanya anestesi yang dangkal dan dapat dikendalikan dengan penambahan 'asodilator atau obat anesetsi inhalasi. Kombinasi opioid dengan obat anestesi lain (misalnya %3 ben1odia1 kedalamanin, barbiturat, dan anestesi inhalasi dapat menyebabkan depresi miokard yang sinifikan.
2espirasi Opioid mendepresi respirasi terutama frekuensi respirasi. "O % meningkat dan respons terhadap "O % menurun. &fek ini terjadi melalui pusat pernapasan di batnag otak, di mana ambang apnea 4Pa"O % di mana pasien menjadi apneameningkat, sedangkan hypoxic drive menurun. &fek depresi pernapasan pada perempuan lebih besar.
5
*orfin dan meperidin dapat menyebabkan bronkospasme yang disebabkan pelepasan histamin pada pasien yang rentan. Opioid 1terutaa fentan#l* sufentanil* dan alfentanil3 dapat eni$ulkan kekakuan dinding dada %ingga ke tingkat dapat eng%a$at !entilasi #ang adekuat' Keadaan ini dise$a$kan ole% ekanise
se&ra
pe$erian
Opioid
pelupu%
otot'
sentraldan dapat dapat
pula
dietesi
digunakan
dengan untuk
enupulkan respons $ronkokonstriktif aki$at stiulasi (alan napas seperti #ang ti$ul saat intu$asi .
Sistem Syaraf Pusat Secara umum opioid mengurangi konsumsi oksigen otak, aliran darah otak, dan tekanan intrakranial tetapi pada potensi yang lebih lemah daripada barbiturat maupun ben1odia1epin yang pada akhirnya mampu menjaga otak tetap dalam keadaan normokarbia. +itemukan juga bah:asetelah pemberian bolus pasien dengan tumor otak ataupun trauma kepala terjadi peningkatan kecepatan aliran darah dan tekanan intrakranial. Selain itu karena opioid memberikan efek penurunan *P, penurunan "PP terjadi secara signifikan pada pasien dengan 'olume intrakranial yang terganggu. "entan#l (arang eni$ulkan ke(ang* 0alaupun perna% diteukan $e$erapa kasus'
2angsangan pada "!> menjadi penyebab tingginya mual dan muntah, dapat terjadi ketergantungan fisik terhadap opioid yang biasanya terjadi pada pasien dengan pembeian opioid berulang. !idak seperti barbiturat dan ben1odia1epin, dibutuhkan dosis besar untuk memberikan efek hipnotik pada pasien. Opioid tidak memberikan efek amnesia. Pembeian secara intra'ena menjadi pilihan sebagai analgesia dan penggunaannya kini semakin meluas ?
dengan penggunaan opioid epidural ataupun subdural yang memberikan perubahan yang besar dalam penanganan nyeri. Sameridine mempunyai struktur yang menyerupai meperidine namun dalam penggunaan klinis tidak menunjukkan efek klasik opioid yang menonjol seperti (mual, muntah, dan gatal-gatal. Pemberian meperidine intra'ena (%6 mg memberikian efek yang paling efektif untuk mengurangi keadaan menggigil.
@astrointestinal Opioid memperlambat :aktu pengosongan lambung dengan mengurangi peristaltik. +apat juga terjadi kolik bilier akibat rangsangan morfin terhadap kontraksi sphincter Oddi. Spasme bilier yang dapat menyamarkan batu duktus koledokus saat kolangiografi dapat ditekan dengan pemberian antagonis morfin murni (nalo/on. Pada pasien dengan pemberian jangka panjang, efek samping pada saluran gastrointestinal biasanya sudah dapat ditolerir kecuali konstipasi akibat berkurangnya motilitas lambung.
&ndokrin 2espons stress terhadap operasi dapat dilihat dengan adanya sekresi hormon-hormon tertentu termasuk katekolamin, antidiuretik hormon, dan kortisol. Opioid menghambat pelepasan hormon lebih menyeuruh dari anestesi inhalasi. &fek ini terutama diperoleh dari opioid yang kuat seprti fentanyl, sufentanil, alfentanil dan remifentanil. Pasien dengan penyakit jantung iskemik akan memperoleh keuntungan dari penghambatan stress respons ini.
Interaksi O$at
9
Kombinasi opioid
dengan *O inhibitor dapat menimbulkan gagal
napas, hipertensi atau hipotensi, koma, dan hiperpireksia dengan mekanisme yang belum diketahui. Opioid mempunyai efek sinergis dengan obat-obatan barbiturat, ben1odia1epin, dan depresan SSP lainnya. iotransformasi
alfentanil
akan
terhambat
dengan
pemberian
erythromycin sehingga menyebabkan efek sedasi yang memanjang hingga gagal napas. &&2P @O0O@ OPAO+
+' Morfin
*orfin adalah bentuk pertama agonis opioid dan pembanding bagi opioid lainnya. Pada manusia, morfin menghasilkan analgesi, euforia, sedasi, dan mengurangi kemampuan untuk berkonsentrasi, nausea, rasa hangat pada tubuh, rasa berat pada ekstrimitas, mulut kering, dan pruritus, terutama di :ilayah kulit sekitar hidung. *orfin tidak menghilangkan penyebab nyeri, tetapi meningkatkan ambang nyeri dan mengubah persepsi berbahaya yang dialami tidak sebagai nyeri. &fek analgesia akan optimal apabila morfin diberikan sebelum stimulus nyeri timbul.
.' "entan#l
entanil dan analognya sulfentanil dan alfentanil saat ini sering digunakan sebagai opioid pada klinis anastesi. entanyl pertama kali disintesis pada tahun #B53, strukturnya berhubungan dengan penilpiperidin. +an mempunyai potensi rasio sebesar 63 sampai #33 kali dibandingkan dengan morfin. entanyl adalah opioid sintetik turunan fenilpiperidine yang secara struktur mirip dengan meperidine. +osis tunggal fentanyl secara AC memiliki onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih pendek daripada morfin. Onset fentanyl yang cepat B
menunjukkan kelarutan lemak yang lebih tinggi dan durasi yang pendek menunjukkan distribusi yang cepat ke jaringan yang tidak aktif dibandingkan dengan morfin. entanyl dimetabolisme oleh -demethylation menjadi norfentanyl, hydro/yproprionil-fentanyl dan hidro/yproprionyl-fentanyl. orfentanyl mirip dengan normeperidine dan merupakan metabolit utama pada tubuh. *etabolit ini diekskresikan melaui ginjal dan dapat dideteksi dalam urin hingga ?% jam pemberian. kti'itas farmakologis metabolit fentanyl sangat minimal.
yang didapat yaitu, (a tidak dapat mencegah respon simpatis terhadap nyeri, (b kemungkinan pasien sadar, (c depresi napas post operasi. entanyl juga diberikan secara transmukosal dengan dosis 6-%3 Gg8kg. !ujuannya untuk mengurangi kecemasan preoperasi dan membantu induksi anestesi teutama pada anak-anak. Sebagai premedikasi, fentanyl juga dapat diberikan secara transdermal sebelum operasi dan dibiarkan hingga %$ jam post operasi untuk mengurangi dosis opioid yang digunakan sebagai analgesia. Pemberian secara transdermal dengan dosis ?6-#33 Gg8jam akan mencapai konsentrasi puncak setelah #9 jam. entanyl dalam dosis besar tidak mendorong terjadinya pelepasan histamin sehingga tidak menimbulkan terjadinya hipotensi. amun efek bradikardi lebih tinggi dibanding morfin yang dapat menurunkan cardiac output dan mengganggu tekanan darah. Kejang Kejang dapat timbul pada pemberian cepat AC fentanil, sufentanil dan alfentanil.
Petidin (meperidin, demerol ada.lah 1at sintetik yang formulanya sangat berbeda dengan morfin, tetapi mempunyai efek klinik dan efeksamping yang mendekati. +osis petidin intramuskular #-% mg8kgbb (morfin #3 kali lebih kuat dapat diulang tiap ;-$ jam. +osis intra'ena 3,%-3,6 mg8kgbb. Petidin subkutan tidak dianjurkan karena iritasi. 2umus bangun menyerupai lidokain, sehingga dapat digunakan untuk analgesik spinal pada pembedahan dengan dosis #-% mg8kgbb.
##
,' 5raadol
!ramadol merupakan analgesik yang bekerja secara sentral dengan berikatan pada reseptor mu dan berikatan lemah pada reseptor kappa dan delta. Potensi analgesik tramadol 6-#3 kali lebih lemah daripada morfin. !ramadol dengan dosis ; mg8kg dapat diberikan secara oral, A* atau AC untuk mengatasi nyeri sedang hingga berat. Keuntungan pemberian tramadol adalah tidak adanya depresi napas, dan tidak menyebabkan ketergantungan pada obat serta memiliki toksisitas organ yang rendah. Selain itu, efek perlambatan pengosongan lambung juga lebih rendah dibanding opioid lain dan efek sedasi yang minimal. Antagonis Opioid Nalokson
alokson adalah antagonis murni opioid dan bekerja padareseptor mu, delta, kappa, dan sigma. Pemberian nalokson pada pasien setelah mendapat morfin akan terlihat laju napas meningkat, kantuk menghilang, pupil mata dilatasi, tekanan darah kalau sebelumnya rendah akan meningkat. alokson biasanya digunakan untuk mela:an depresi napas pada akhir pembedahan dengan dosis dicicil #-% Gg8kgbb i' dapat diulang tiap ;-6 menit, sampai 'entilasi dianggap baik. +osis lebih dari 3,% mg jarang digunakan. +osis intramuskular % kali dosis intra'ena. Padakeracunan opioid nalokson dapat diberikan per-infus dosis ;-#3Gg8kgbb. BAB III "EN5AN8L PENDAHULUAN
Opioid adalah semua 1at baik sintetik atau natural yang dapat berikatan dengan reseptor morfin, misalnya. Opioid disebut juga sebagai analgesia narkotik yang sering digunakan dalam anastesia untuk mengendalikan nyeri saat pembedahan dan nyeri pasca pembedahan. Obat-obat opioid yang biasanya digunakan dalam anastesi antara lain adalah morfin, petidin dan fentanil. # entanil adalah 1at sintetik seperti petidin dengan kekuatan #33 / morfin. entanil merupakan opioid sintetik dari kelompok fenilpiperedin. 0ebih larut dalam lemak dan lebih mudah menembus sa:ar jaringan.
#%
"ARMAKODINAMIK
Opioid berikatan pada reseptor spesifik yang terletak pada system saraf pusat dan jaringan lain. &mpat tipe mayor reseptor opioid yaitu , 7,H,I,J.
entanil dikombinasikan
dengan droperidol untuk
menimbulkan
neureptanalgesia.% Siste kardio!askuler
Sistem kardio'askuler tidak mengalami perubahan baik kontraktilitas otot jantung maupun tonus otot pembuluh darah. !ahanan pembuluh darah biasanya akan menurun karena terjadi penurunan aliran simpatis medulla, tahanan sistemik juga menurun hebat pada pemberian meperidin atau morfin karena adanya pelepasan histamin.; Siste pernafasan
+apat meyebabkan penekanan pusat nafas, ditandai dengan penurunan frekuensi nafas, dengan jumlah 'olume tidal yang menurun. Pa"O% meningkat dan respon terhadap "O% tumpul sehingga kur'e respon "O% menurun dan bergeser ke kanan, selain itu juga mampu menimbulkan depresi pusat nafas akibat depresi pusat nafas atau kelenturan otot nafas, opioid juga bisa merangsang refleks batuk pada dosis tertentu. #;
Siste gastrointestinal
Opioid menyebabkan penurunan peristaltik sehingga pengosongan lambung juga terhambat. Endokrin
entanil mampu menekan respon sistem hormonal dan metabolik akibat stress anesthesia dan pembedahan, sehingga kadar hormon katabolik dalam darah relatif stabil. "ARMAKOKINE5IK
entanil bersifat lipofilik yang memungkinkan obat ini masuk susunan saraf pusat dengan cepat.. Kadar puncak fentanil dalam darah dicapai dalam 64#6 menit, onset secara suntikan intra'ena tercapai dalam ;3 detik, dan diikuti lama kerjanya obat dalam darah selama ;3453 menit. Setelah suntikan intra'ena ambilan dan distribusinya secara kualitatif hampir sama dengan dengan morfin, tetapi fraksi terbesar dirusak paru ketika pertama kali mele:atinya. entanil dimetabolisir oleh hati dengan -dealkilase dan hidrosilasidan, sedangkan sisa metabolismenya dikeluarkan le:at urin.$
INDIKASI
• •
&fek depresinya lebih lama dibandingkan efek analgesinya. nestesi general anestesi durante operasi, induksi anestesia.
E"EK SAMPIN9
&fek yang tidak disukai ialah kekakuan otot punggung yang sebenarnya dapat dicegah dengan pelumpuh otot. +osis besar dapat mencegah peningkatan kadar gula, katekolamin plasma, +), rennin, aldosteron dan kortisol. Obat terbaru dari golongan fentanil adalah remifentanil, yang dimetabolisir oleh
#$
esterase plasma nonspesifik, yang menghasilkan obat dengan :aktu paruh yang singkat, tidak seperti narkotik lain durasi efeknya relatif tidak tergantung dengan durasi infusinya. 6 DOSIS
+osis #-; mg8kg analgesianya hanya berlangsung ;3 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anastesia pembedahan dan tidak untuk pasca bedah. +osis besar 63-#63 mg8kg digunakan untuk induksi anastesia dan pemeliharaan anastesia dengan kombinasi bensodioa1epam dan inhalasi dosis rendah, pada bedah jantung. 5 SEDIAAN
Sediaan yang tersedia adalah cairan injeksi 63 mg8ml.
DA"5AR PUS5AKA
#. Said , Kartini , 2us:an *. !atalaksana yeri nestesiologi. &disi Kedua. Fakarta agian nestesiologi dan !erapi AntensifL %33%, ??-9%. %. arash P@, "ullen , Stoelting 2K. Opioids "linical nasthesia (e-book. 6th &dition. Philadelphia 0ipincott
#6