Pengantar Dalam menganalisa Balance of power dalam konteks Hub. Internasional antar actor.Hubungan Internasional Dalam dunia yang didorong oleh kepentingan nasional yang beragam dan ideologi, sistem internasional anarkis dirasakan. Sehingga kadang kondisi Perang yang terjadi antar Negara sama sekali tidak bisa dihindarkan. Sehingga yang muncul kemudian adalah ketidak percayaan pandangan realis bahwasanya mempercayakan keamanan dan kelangsungan hidup pada actor lain adalah opsi yang relevan. Sehingga seragam dengan pandangan bahwa dalam situasi yang diperlukan ketika sebuah Negara kecil merasa terancam oleh Negara lainnya yang lebih besar, pembentukan aliansi yang terdiri dari Negara-negara kecil lainnya yang merasa terancam adalah
perlu.bagaimanapun “actor Negara perlu bertanggung jawab untuk bisa memastikan
sendiri
kesejahteraan dan kelangsungan hidupnya” (Waltz,1979) . Kemunculan Realisme Berawal dari sejarah studi Hubungan Internasional yang muncul antara Perang Dunia I dan II, realisme hadir sebagai arus utama pendekatan hubungan internasional akibat ketidaksempurnaan pendekatan
idealis.
Pandangan-pandangan
yang
menjadi
fondasi
aliran
ini
posisinya
berseberangan dengan pemikiran para penganut idealisme. Adapun pandangan atau asumsi dasar dari prespektif realisme, antara lain (1) memandang secara pesimistis terhadap sifat dasar manusia yang cenderung berbuat baik. Prespektif ini berkeyakinan bahwa manusia itu bersifat jahat, berambisi untuk berkuasa, bereperang, dan tidak mau bekerjasama.(2) bersikap skeptis terhadap kemajuan politik internasional dan politik domestik; (3) meyakini bahwa hubungan internasional bersifat konfliktual atau berpotensi menghasilkan konflik. Dan konflik-konflik internasional yang terjadi hanya bisa diselesaikan dengan jalan perang;(4) menjunjung tinggi nilai-nilai
keamanan
nasional
dan
eksistensi
atau
kelangsungan
hidup
negara.
Kaum realis memandang bahwa sistem internasional adalah sebuah sistem yang bersifat anarki. Pandangan ini muncul karena tidak adanya government above the states. Oleh karena itu, elemen-elemen yang ada di dalamnya harus berjuang sedemikian rupa untuk membangun kekuatan, sehingga dapat menciptakan balance of power. Dalam sistem anarki seperti ini, tidak ada satu aturan pun yang mengatur hubungan antarnegara. Setiap negara berhubungan tanpa adanya aturan yang jelas. Sehingga, kemungkinan terjadinya konflik antarnegara sangatlah besar. Dalam sistem yang anarki, negara juga tidak bisa menggantungkan keamanan nasional dan
kelangsungan hidupnya pada negara atau institusi lain, selain pada kemampuannya sendiri. Bagi kaum realis, negara merupakan aktor utama dalam panggung internasional. Sebagai aktor utama, negara
berkewajiban
mempertahankan
kepentingan
nasionalnya
dalam
kancah
politik
internasional. . Negara dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal dan rasional. Maksudnya adalah dalam tataran negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara. Sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil yang maksimal Dari pandangan ini. Konsep Balance of power menjadi salah satu solusi untuk menghadapi perang itu sendiri. Paradigma Realis menekankan keamanan negara atas kerjasama, dan menunjukkan bahwa tidak seperti kepentingan nasional yang ditandai oleh otoritas dan hukum, politik internasional sangat rentan terhadap situasi konflik potensial di antara Negara.
Balance of Power Konsep Balance of power adalah salah satu teori tertua dalam studi hubungan internasional. Konsep yang menjelaskan pola perang dan damai yang telah berlaku di antara negara-bangsa selama ini. Perlakuan secara hati-hati perimbangan kekuasaan dipercaya para ahli akan mampu menciptakan suatu peradaban. Para ahli berpendapat bahwa dalam balance of power tidak hanya mengandung ungkapan yang mengarah kepada kemampuan militer dan penangkalan sajatetapi juga terhadap seluruh struktur yang mengatur hubungan antar Negara. (walter S jones,1988) Namun, meskipun begitu konsep ini telah mendapat kritik yang cukup besar, sebagian karena kurangnya defenisi yang relevan. "sejarawan, ilmuwan politik, dan negarawan telah menggunakan konsep tersebut dalam cara yang berbeda dan seringkali dengan perbedaan penting dalam arti." dan yang terjadi kemudian adalah sering terjadinya kontradiksi antara pandangan satu dan yang lainnya. defenisi yang biasanya muncul sering berarti penerapan kekuatan militer, tapi kadang-kadang juga lebih merujuk keunggulan ekonomi atau persuasi diplomatik untuk menghasilkan sesuatu yang diinginkan oleh negara tertentu, atau dalam hal ini kelompok Negara
– Negara tertentu. Di beberapa kesempatan Balance of power sendiri sering diartikan sebagai kemampuan dari entitas politik tertentu untuk memaksakan kehendaknya pada pihak yang lain.Perimbangan yang terjadi kemudian di pahami dalam kerangka Unipolar, Bipolar dan multipolar.
Pendekatan Realis adalah memang pendekatan yang memungkinkan dominan berkembang pada masa perang dingin. Realis konstant menggambarkan hubungan internasional sebagai pergumulan untuk meraih kekuasaan di antara kepentingan nasional negara-negara dan digeneralisasikan sebagai pendekatan yang pesimistik dalam menghapuskan konflik dan perang. Pendekatan ini mendominasi pada masa perang dingin karena realis memberikan penjelasan yang simple dan sangat mudah di terjemahkan tetapi tetap memiliki
penjelasan yang
padat dan
powerful tentang perang, aliansi yang terjadi, imperalisme, rintangan dalam berkerjasama dan fenomena masalah internasional lainnya. Dan dikarenakan untuk memberikan penekanan terhadap kompetisi yang terjadi kala itu. Pemikiran kaum Realis secara konsisten terus menyoroti beragam konflik yang terus menerus terjadi kala itu antara AS dan Uni Soviet yang baik secara langsung melibatkan banyak kepentingan dari Negara lain, baik itu ekonomi politik maupun ideology. Realis klasik yang dipelopori oleh Hans Morgenthau dan Reinhold Niebuhr, percaya bahwa negara seperti halnya manusia, memiliki sifat dasar untuk mendominasi satu sama lain, yang akhirnya berujung pada perang. Morgenthau menarik kesimpulan bahwa sistem dunia multipolar merupakan bentuk terbaik dari balance of power suatu sistem, sedangkan rivalitas antar
dua
kekuatan
(bipolar)
merupakan
suatu
sistem
yang
berbahaya.
Realisme klasik memandang sifat negara tak ubahnya sifat dasar manusia yang pada dasarnya mau menang sendiri (selfish) dan serakah. Realisme klasik melihat individu (pria dan wanita) secara alami adalah binatang politik. Mereka dilahirkan untuk mengejar kekuasaan dan untuk memperoleh hasil dari kekuasaan. Manusia adalah animus dominandi (haus akan kekuasan), demikian kata Morgenthau . Bagi kaum realis, negara (state) adalah aktor utama dalam hubungan internasional, sekaligus menekankan pada hubungan antarnegara (interstate relations). Negara dalam konteks ini diasumsikan sebagai entitas yang bersifat tunggal (unitary) dan rasional. Maksudnya adalah bahwa dalam tataran negara, perbedaan pandangan politis telah diselesaikan hingga menghasilkan satu suara, sedangkan negara dianggap rasional karena mampu mengkalkulasikan bagaimana cara mencapai kepentingan agar mendapat hasil yang maksimal . .
Unipolar, Ada dua definisi terkait unipolaritas, salah satunya menyatakan bahwa Unipolaritas adalah sistem di mana satu negara memiliki kemampuan secara signifikan lebih daripada Negara
– negara lainnya
defenisi yang lain adalah sistem dimana keamanan dan nilai-nilai lainnya
Negara unipolar ini tidak dapat terancam oleh orang negara lain
Morgenthou menemukan bahwa konsep perimbangan kekuasaan tidak sempurna dalam beberapa hal. Morgenthou menyebutkan bahwa konsep ini 1) tidak jelas karena tidak memiliki takaran, evaluasi dan perbandingan keberadaan kekuasaan yang dapat dipercaya. 2) tidak nyata karena para negarawan mencoba untuk mengkompensasikan ketidakjelasan konsep tersebut dengan membidik superioritas. 3) tidak mencukupi dalam menjelaskan pembatasan nasional pada tahun 1648 sampai 1914.