.Era Pra Kemerdekaan 1. Zaman Pra Sejarah Ahli geologi menyatakan bahwa kepulauan Indonesia terjadi dalam pertengahan zaman tersier, kira-kira 60 juta tahun silam. sila m. Baru pada zaman quarter yang dimulai sekitar 600.000 tahun yang silam Indonesia didiami oleh manusia berdasarkan fosil-fosil yang ditemukan. Berdasarkan artefak yang mereka tinggalkan, mereka mengalami hidup tiga zaman yaitu: Paleolitikum, Mesolitikum, Neolitikum. Pada masa prasejarah tersebut, sebenarnya inti dari kehidupan mereka adalah nilai-nilai Pancasila itu sendiri. Yaitu: 1. Nilai Religious Adanya sistem penguburan mayat diketahui dari ditemukannya kuburan serta kerangka di dalamnya. Selain itu juga ditemukan alat-alat yang digunakan untuk aktivitas religi seperti upacara mendatangkan hujan, dll. Adanya keyakinan terhadap pemujaan roh leluhur juga dan penempatan menhir (kubur batu) di tempat-tempat yang tinggi yang dianggap sebagai tempat roh leluhur, tempat yang penuh keajaiban dan sebagai batas antara dunia manusia dan roh leluhur. 2. Nilai Perikemanusiaan Tampak dalam perilaku kehidupan saat itu misalnya penghargaan terhadap hakikat kemanusiaan yang ditandai dengan penghargaan yang tinggi terhadap manusia meskipun sudah meninggal. Hal ini menggambarkan perilaku berbuat baik terhadap sesama manusia, yang pada hakekatnya merupakan wujud kesadaran akan nilai kemanusiaan. Mereka juga sudah mengenal sistem barter antara kelompok pedalaman dengan pantai dan persebaran kapak. Selain itu mereka juga menjalin hubungan dengan bangsa-bangsa lain. Hal ini menandakan bahwa mereka sudah bisa menjalin hubungan sosial. 3. Nilai Kesatuan Adanya kesamaan bahasa Indonesia sebagai rumpun bahasa Austronesia, sehingga muncul kesamaan dalam kosa kata dan kebudayaan. Hal ini sesuai dengan teori perbandingan bahasa menurut H.Kern dan benda- benda kebudayaan Pra Sejarah Von Heine Gildern. Kecakapan berlayar karena menguasai pengetahuan tentang laut, musim, perahu, dan astronomi, menyebabkan adanya kesamaan karakteristik kebudayaan Indonesia. Oleh karena itu tidak mengherankan jika lautan juga merupakan tempat tinggal selain daratan. Itulah sebabnya mereka menyebut negerinya dengan istilah Tanah Air. 4. Nilai Musyawarah Kehidupan bercocok tanam dilakukan secara bersama-sama. Mereka sudah memiliki aturan untuk kepentingan bercocok tanam, sehingga memungkinkan tumbuh kembangnya adat sosial. Kehidupan mereka berkelompok dalam desa-desa, klan, marga atau suku yang dipimpin oleh seorang kepala suku yang dipilih secara musyawarah berdasarkan Primus Inter Pares (yang pertama diantara yang sama). 5. Nilai Keadilan Sosial Dikenalnya pola kehidupan bercocok tanam secara gotong-royong berarti masyarakat pada saat itu telah berhasil meninggalkan pola hidup foodgathering menuju ke pola hidup foodproducing. Hal ini menunjukkan bahwa pada saat i tu upaya kearah perwujudan kesejahteraan dan kemakmuran bersama sudah ada.
2. Kerajaan Kutai Indonesia memasuki zaman sejarah pada tahun 400 M, dengan ditemukannya prasasti yang berupa 7 yupa (tiang batu). Diyakini Diyakini prasasti tersebut berasal dari kerajaan yang bernama Kutai. Berdasarkan prasasti tersebut dapat diketahui bahwa raja Mulawarman keturunan dari
raja Aswawarman keturunan dari Kudungga. Kudungga. Raja Mulawarman mengadakan kenduri dan memberikan sedekah kepada Brahmana dan para Brahmana membangun Yupa itu sebagai tanda terima kasih kepada Raja yang dermawan. Masyarakat kutai yang membuka zaman sejarah Indonesia pertama kalin ya ini menampilkan nilai-nilai politik, dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para brahmana. 3. Kerajaan Sriwijaya Pada abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatra yaitu kerajaan Wija ya, di bawah kekuasaaan bangsa Syailendra. Hal ini termuat dalam prasasti Kedudukan Bukit di kaki bukit Sguntang dekat Palembang yang bertarikh 605 caka atau 683 M. yang ditulis dalam bahasa melayu kuno huruf Pallawa. Kerajaan itu adalah kerajaan Maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya, kunci-kunci lalu-lintas laut di sebelah barat dikuasain ya seperti selat Sunda (686), kemudian selat Malaka (775). Pada zaman itu kerajaan Sriwija ya merupakan kerajaan besar yang cukup disegani di kawasan Asia Selatan. Perdagangan dilakukan dengan mempersatukan pedagang pengrajin dan pegawai raja yang disebut Tuhan An Vatakvurah sebagai pengawas dan pengumpul semacam koperasi sehingga rakat mudah untuk memasarkan dagangannya. Demikian pula dalam sistem pemerintahaannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda, kerajaan, rokhaniawan rokhaniawan yang menjadi pengawas teknis pembangunan gedung-gedung gedung-gedung dan patung-patung patung-patung suci sehingga pada saat itu kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai Ketuhanan. Agama dan kebudayaan dikembangkan dengan mendirikan suatu universitas agama Budha, yang sangat terkenal di negara lain di Asia. Banyak musafir dari negara lain misalnya dari Cina belajar terlebih dahulu di universitas tersebut terutama tentang agama Budha dan bahasa Sansekerta sebelum melanjutkan studinya ke India. Malahan banyak guru-guru besar tamu dari India yang mengajar di Sriwijaya misalnya Dharmakitri. Cita-ci ta tentang kesejahteraan bersama dalam suatu negara adalah tercemin pada kerajaan Sriwijaya tersebut yaitu berbunyi ‘marvuat vanua criwijaya dhayatra subhiksa’ (suatu cita-cita cita -cita negara yang adil dan makmur). 4. Zaman Kerajaan-kerajaan Sebelum Majapahit Sebelum kerajaan Majapahit muncul sebagai suatu kerajaan yang memancangkan nilai-nilai nasionalisme, telah muncul kerajaan-kerajaan di Jawa Tengah dan Jawa Timur secara silih berganti. Kerajaan Kalingga pada abad ke VII, Sanjaya Sanjaya pada abad ke VIII yang ikut membantu membangun candi Kalasan untuk Dewa Tara dan sebuah wihara untuk pendeta Budha didirikan di Jawa Tengah bersama dengan dinasti Syailendra (abad ke VII dan IX). Refleksi puncak dari Jawa Tengah dalam periode-periode kerajaan-kerajaan tersebut adalah dibangunnya candi Borobudur (candi agama Budha pada abad ke IX), dan candi Prambanan (candi agama Hindhu pada abad ke X). Selain kerajaan-kerajaan di Jawa J awa Tengah tersebut di Jawa Timur muncullah kerajaankerajaan Isana (pada abad ke IX), Darmawangsa ( abad ke X) demikian juga kerajaan Airlanga pada abad ke XI. Raja Airlangga membuat bangunan keagamaan dan asrama, dan raja ini memiliki sikap toleransi dalam beragama. be ragama. Agama yang diakui oleh kerajaan adalah agama Budha , agama Wisnu dan agama Syiwa yang hidup berdampingan secara damai. Menurut prasasti Kelagen, Raja Airlangga telah mengadakan hubungan dagang dan bekerja sama dengan Benggala, Chola dan Champa hal ini menunjukkan nilai-nilai kemanusiaan. Demikian pula Airlangga mengalami penggemblengan lahir dan batin di hutan dan tahun 1019 para pengikutnya, rakyat dan para Brahmana bermusyawarah dan memutuskan untuk memohon Airlangga bersedia menjadi raja, meneruskan tradisi istana, sebagai nilai-nilai sila keempat. Demikian pula menurut prasasti Kelagen, pada tahun 1037, raja Airlangga
memerintahkan untuk membuat tanggul dan waduk demi kesejahteraan rakyat yang merupakan nilai-nilai sila kelima. Di wilayah Kediri Jawa Timur berdiri pula kerajaan Singasari (pada abad ke XIII), yang kemudian sangat erat hubungannya dengan berdirinya kerajaan Majapahit. 5. Kerajaan Majapahit Pada tahun 1293 berdirilah kerajaan Majapahit yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam Wuruk dengan mahapatih mahapatih Gajah Mada yang dibantu oleh Laksamana Nala dalam memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Empu Prapanca menulis Negarakertagama (1365). Dalam kitab tersebut telah terdapat istilah “Pancasila”. Empu Tantular mengarang buku Sutasoma, dan di dalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang bunyi lengkapnya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrua, artinya walaupun berbeda tapi tetap satu jua. Sumpah Palapa yang diucapkan oleh Mahapatih Gajah Mada dalam sidang Ratu dan Menterimenteri di paseban keprabuan Majapahit pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya sebagai berikut : ‘saya baru akan berhenti berpuasa makan pelapa jikalau seluruh nusantara bertakluk di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun, Seram, Tanjung, Haru, Pahang, Dempo, Bali, Sunda, Palembang dan Tumasik telah dikalahkan. Dalam hubungannya dengan negara lain raja Hayam Wuruk mengadakan hubungan bertetangga dengan baik dengan kerajaan Tiongkok, Ayodya, Ayodya, Champa, dan Kamboja. Majapahit menjulang dalam arena sejarah kebangsaan Indonesia dan banyak meninggalkan nilai-nilai yang diangkat dalam nasionalisme negara kebangsaan Indonesia 17Agustus 1945. 6. Zaman Penjajahan Setelah Majapahit rutuh pada permulaan abad XVI maka berkembanglah agama islam dengan pesatnya di Indonesia. Bersama dengan itu berkembang pulalah Kerajaan-kerajaan Islam seperti kerajaan Demak, dan mulailah berdata ngan orang-orang eropa di nusantara, antara lain orang Portugisa portgis yang kemudian di ikuti oleh orang-orang Spanyol yang ingin mencari pusat tanaman rempah-rempah. Bangsa asing yang masuk ke Indonesia yang awalnya berdagang adalah orang-orang bangsa portugis. Namun lama kelamaan bangsa portugis portugis mulai menunjukkan peranannya peranannya dalam bidang perdagangan yang meningkat menjadi praktek penjajahan misalnya Malaka sejak tahun 1511 dikuasai oleh Portugis. Pada akhir abad ke XVI Bangsa Belanda datang juga ke Indonesia. Untuk menghindarkan persaingan diantara mereka sendiri (Belanda) kemudian mereka mendirikan suatu perkumpulan dagang yang yang bernama V.O.C.,(Verenigde Oost Indische Indische Compagnie), yang dikalangan rakyat dikenal dengan istilah ‘Kompeni’. Mataram dibawah pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) berupaya mengadakan perlawanan dan penyerangan ke Bataviapada tahun 1628 1628 dan 1629, 1629, walaupun tidak berhasil meruntuhkan namun Gubernur Jendral J .P. Coen tewas dalam serangan Sultan Agung yang ke dua itu. Beberapa saat setelah sultan Agung mangkat maka mataram menjadi bagian kekuasaan kompeni. Dimakasar yang memiliki kedudukan yang sangat vital berhsil juga dikuasai oleh kompeni tahun (1667) dan timbulah perlawanan dari rak yat makasar dibawah Hasanudin. Menyusul pula wilayah banten (Sultan Agung Tirtoyoso) dapat di tundukkan pula oleh kompeni pada tahun 1684. Perlawanan Trunojoyo, Untung Suropati di Jawa Timur pada akhir abad ke XVII, nampaknya tidak mampu meruntuhkan kekuasaan kompeni pada saat itu. Demikian Belanda pada awalnya menguasai daerah-daerah yang strategis yang kaya akan
hasil rempah-rempah pada abad ke XVII dan nampaknya semakin memperkuat kedudukannya dengan didukung oleh kekuatan militer. Pada abad itu sejarah mencatat bahwa Belanda berusaha dengan keras untuk memperkuat dan mengintensifkan kekuasaan di Indonesia. Melihat praktek-praktek penjajahan Belanda tersebut maka meledaklah perlawanan rakyat di berbagai wilayah nusantara, antara lain : Pattimura di maluku (1817), Baharudin di Palembang Palem bang (1819), Imam Bonjol di Minangkabau (1821-1837). Pangeran Diponegoro di Jawa Tengah (1825-1830), Jlentik, Polim, Teuku Tjik di Tiro, Teuku Umar dalam perang Aceh (1860), anak Agung Made dalam perang Lombok (1894-1895), Sisingamangaraja di tanah Batak (1900) dan masih banyak perlawanan lainnya. Penghisapan mulai memuncak ketika Belanda mulai menerapkan sistem monopoli melalui tanam paksa (1830-1870) dengan memaksakan beban kewajiban terhad ap rakyat yang tidak berdosa. 7. Zaman Kebangkitan Nasional Pada abad XX Di punggung Politik Internasional terjadilah pergolakan kebangkitan dunia Timur dengan suatu kesadaran akan kekuatan sendiri. Partai Kongres di india dengan tokoh Tilak dan Gandhi, adapun di indonesia bergolaklah kebangkitan akan kesadaran berbangsa yaitu kebangkitan nasional (1908) dipelopori oleh dr. Wahidin Sudirohusodo dengan Budi Utomonya. Gerakan ini lah yang merupakan awal gerakan nasional untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki kehormatan akan kemerdekaan dan dan kekuasaannya sendiri. Budi Utomo yang didirikan pada tanggal 20 mei 1908 inilah yang merupakan pergerakan nasional, sehingga segera setelah itu muncullah organisasi-organisasi pergerakan lainnya. Organisasi-organisasi pergerakan nasional itu antara la in : Sarakat Dagang Islam (SDI) (1909), yang kemudian dengan cepat mengubah bentuknya menjadi gerakan politik dengan mengganti namanya menjadi Sarikat Islam (SI) tahun (1911) di bawah H.O.S. Cokroaminoto. Berikutnya muncullah Indische Partij (1913),yang di pimpin oleh tiga serangkai yaitu: Douwes Dekker,Ciptomangunkusumo, Dekker,Ciptomangunkusumo, Suwardi Suryaningrat (yang kemudian lebih di kenal dengan nama Ki Hajar Dewantoro), partai ini tidak tida k menunjukkan keradikalannya, sehingga tidak dapat berumur panjang karena pemimpinnya di buang di luar negeri (1913). Dalam siuasi yang menggoncangkan itu muncullah Partai Nasional Indonesia (PNI) (1927) yang dipelopori oleh Soekarno, Cipto mangunkusumo, Sartono dan tokoh lainnya. Perjuangan Nasional Indonesia di titik beratkan pada kesatuan nasional dengan tujuan Indonesia Merdeka. Tujuan ttu kemudian diikuti dengan tampilnya golongan pemuda yang tokoh-tokohnya antara lain : M. Yamin, Wongsonegoro, Kuncoro Purbo Pranoto, Serta tokoh-tokoh muda lainnya. Perjuangan rintisan kesatuan Nasional kemudian diikuti dengan Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, satu bahasa, satu bangsa dan satu tanah air Indonesia. Lagu Indonesia Raya pada saat ini pertama kali dikumandangkan dan sekaligus sebagai penggerak kebangkitan kesadaran berbangsa. Kemudian PNI oleh para pengikutnya dibubarkan, dan diganti bentuknya dengan partai Indonesia dengan singkatan Partindo (1931). Kemudian golongan Demokrat antara lai : Moh. Hatta, dan St. Syahrir mendirikan PNI baru yaitu Pendidikan Nasional Indonesia (1933), dengan semboyan Kemerdekaan Indonesia harus dicapai dengan kekuatan sendiri. 8. Zaman Sebelum Proklamasi Pada tanggal 29 Mei 1945 dibentuk Suatu badan yang bertugas untuk menyelidiki usahausaha persiapan kemerdekaan Indonesia yaitu Badan Penyelidik Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuriti Zyunbi Tioosakai. Pada hari itu juga di umumkan namanama Ketua, Wakil ketua serta para anggota sebagai berikut : Ketua (Kaicoo) : Dr. K.R.T. Radjiman Wediodiningrat
Ketua Muda : Itibangase ( Seorang anggota luar biasa) (Fuku Kaicoo Tokubetsu Iin ) Ketua Muda : R.P. Soeroso ( merangkap kepala) (Fuku Kaicoo atau Zimukyoku Kucoo ). Nama para anggota Iin menurut nomor nomor tempat duduknya dalam sidang adalah sebagai sebagai berikut : 1. Ir. Soekarno 2. Mr. Muh Yamin 3. Dr. R. Kusuma Atmaja 4. R. AbdulrahimPratalykrama 5. R. Aris 6. K. H. Dewantara dan masih banyak lagi yang lainnya Sidang BPUPKI Pertama dilakukan untuk menentukan dasar Negara Indonesia. Sidang berlangsung selama empat hari, berturut-turut yang tampil untuk berpidato berpidato menyampaikan usulannya adalah sebagai berikut: 1. Mr. Muh Yamin (29 Mei 1945) Dalam pidatonya 29 Mei 1945 Muh. Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara Indonesia sebagai berikut : I. Peri Kebangsaan II. Peri Kemanusiaan, III. Peri Ketuhanan, IV. Peri Kerakyatan (A. Permusyawaratan, B. Perwakilan, C. Kebijaksanaan ) V. Kesejahteraan Rakyat (Keadilan Sosial). 2. Prof.Dr. Soepomo (31 Mei 1945) Prof. Dr. Soepomo Mengemukakan teori-teori sbb: (1). Teori negara perseorangan (individualis). (2). Paham negara kelas (Class Theory) (3). Paham negara Integralistik, yang diajarkan oleh Spinoza, adam muler Hegel (abad 18 dan 19). Selanjutnya dalam kaitannya dengan dasar filsafat negara Indonesia Soepomo mengusulkan mengusulkan hal-hal mengenai: kesatuan, kekeluargaan, keseimbangan lahir dan batin, musyawarah, keadilan rakyat. 3. Ir. Soekarno (1 Juni 1945) Usulan dasar negara dalam sidang BPUPKI Pertama berikutnya adalah pidato dari Ir. Soekarno yang disampaikan lisan tanpa teks, Beliau mengusulkan dasar negara yang terdiri atas lima prinsip yang rumusannya adalah sbb : 1. Nasionalisme (kebangsaan Indonesia) 2. Internasionalisme (peri Kemanusiaan) 3. Mufakat (Demokrasi) 4. Kesejahteraan sosial 5. Ketuhanan Yang Maha Esa (Ketuhanan Yang Berkebudayaan) Beliau juga mengusulkan bahwa pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Soekarno mengemukakan dasar-dasar sebagai berikut: Sekarang banyaknya prinsip: kebangsaan, internasionalisme, mufakat, kesejahteraan, dan ketuhanan, lima bilangannya. Namanya bukan Panca Dharma, tetapi saya namakan ini dengan petunjuk seorang teman kita ahli bahasa – bahasa – namanya namanya ialah Pancasila. Sila artinya azas atau dasar, dan diatas kelima dasar itulah kita mendirikan negara Indonesia, kekal dan abadi. Oleh karena itu, ditetapkan pada tanggal 1 Juni 1945 ditetapkan sebagai hari lahir Pancasila.
Kesimpulan Kajian Pada Era Pra Kemerdekaan a. Kelebihan: 1. Pada zaman prasejarah pun, masyarakatnya sudah mengenal nilai-nilai Pancasila dan sudah diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari meskipun dalam bentuk yang sederhana 2. Pada zaman kerajaan-kerajaan, sudah muncul nilai-nilai luhur, seperti: a. Kekeluargaan b. Kebersamaan c. Keadilan sangat ditegakkan d. Persatuan diutamakan e. Mempertahankan keamanan f. Tidak membedakan kasta untuk mempin kerajaan. Pemilihan dilakukan melalui musyawarah. Dan nilai-nilai luhur ini sudah mengandung asas Pancasila. 3. Setelah merasakan bagaimana rasanya dijajah, munculah keinginan untuk merdeka. Akan tetapi keinginan itu masih belum dapat terwujud sepenuhnya. Meski begitu, kemunculan kesadaran anak bangsa ini menjadi pelopor atas gerakan Sumpah Pemuda dan pertama kalinya mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya, lagu yang nantinya akan menjadi lagu l agu kebangsaan Indonesia. 4. Sewaktu diajajah Jepang pun, tak henti-hentinya para tokoh bangsa memperjuangkan untuk kemerdekaan Indonesia. Dan mereka merumuskan dasar Indonesia dari nilai-nilai yang sudah ada bahkan sejak zaman dulu. Sehingga rasa nasionalisme bangsa sangat tinggi. b. Kekurangan: 1. Pada zaman kerajaan-kerajaan, masih banyak timbul perang saudara yang menyimpang dari nilai-nilai persatuan bangsa. 2. Mulai lunturnya nilai-nilai Pancasila yang luhur di antara mas yarakat Indonesia, khususnya nilai persatuan. Sehingga penjajah pun relative gampang untuk menjajah Indonesia. 3. Indonesia Negara yang sangat luas, sehingga masyarakatnya tidak saling mengenal. Dan saat berjuang mengusir penjajah, mereka hanya berjuang untuk daerahnya. Bukan untuk kemerdekaan Indonesia secara keseluruhan. Sehingga perjuangan mereka dapat ditumpas penjajah. c. Kesimpulan dan solusi Untuk mewujudkan kehidupan suatu Negara yang baik, nilai-nilai luhur Pancasila harus diterapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga rakyat Indonesia tidak ada yang tertinggal dalam perekonomian, pendidikan, teknologi, serta sandang. B. Era Kemerdekaan
Pada tanggal 6 Agustus 1945 bom atom dijatuhkan di kota Hiroshima oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral semangat tentara Jepang. Sehari kemudian BPUPKI berganti nama menjadi PPKI menegaskan keinginan dan tujuan mencapai kemerdekaan Indonesia. Bom atom kedua dijatuhkan di Nagasaki yang membuat Jepang menyerah kepada Amerika dan sekutunya. Peristiwa ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya. Untuk merealisasikan tekad tersebut, maka pada tanggal 16 Agustus 1945 terjadi perundingan antara golongan muda dan golongan tua dalam penyusunan teks proklamasi yang berlangsung singkat, mulai pukul 02.00-04.00 dini hari. Teks proklamasi sendiri disusun oleh Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta dan Mr. Ahmad Soebardjo di ruang makan Laksamana Tadashi Maeda tepatnya di jalan Imam Bonjol No 1. Konsepnya sendiri ditulis oleh Ir. Soekarno. Sukarni (dari golongan muda) mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Kemudian teks proklamasi Indonesia tersebut diketik oleh Sayuti Melik. Isi Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 sesuai dengan semangat yang tertuang dalam Piagam Jakarta tanggal 22 Juni 1945. Piagam ini berisi garis-garis pemberontakan melawan imperialisme-kapitalisme dan fasisme serta memuat dasar pembentukan Negara Republik Indonesia. Piagam Jakarta yang lebih tua dari Pia gam Perjanjian San Francisco (26 Juni J uni 1945) dan Kapitulasi Tokyo (15 Agustus 1945) itu ialah sumber berdaulat yang memancarkan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia (Yamin, 1954: 16). Piagam Jakarta ini kemudian disahkan oleh sidang PPKI pada tanggal 18 Agustus 1945 menjadi pembentukan UUD 1945, setelah terlebih dahulu dihapus 7 (tujuh) kata dari kalimat “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemelukpemeluknya”, diubah menjadi Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada tahun 1950-an muncul inisiatif dari sejumlah tokoh yang hendak melakukan interpretasi ulang terhadap Pancasila. Saat itu muncul perbedaan perspektif yang dikelompokkan dalam dua kubu. Pertama, beberapa tokoh berusaha menempatkan Pancasila lebih dari sekedar kompromi politik atau kontrak sosial. Mereka memandang Pancasila tidak hanya kompromi politik melainkan sebuah filsafat sosial atau weltanschauung bangsa. weltanschauung bangsa. Kedua, mereka yang menempatkan Pancasila sebagai sebuah kompromi politik. Dasar ar gumentasinya adalah fakta yang muncul dalam sidang-sidang BPUPKI dan PPKI. Pancasila pada saat itu benar-benar merupakan kompromi politik di antara golongan nasionalis netral agama (Sidik Djojosukarto dan Sutan takdir Alisyahbana dkk) dan nasionalis Islam (Hamka, Syaifuddin Zuhri sampai Muhammad Natsir dkk) mengenai dasar negara. Era kemerdekaan dimulai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Secara ilmiah proklamasi kemerdekaan dapat mengandung pengertian sebagai berikut: 1. Dari sudut ilmu hukum proklamasi merupakan saat tidak berlakunya tertib hukum kolonial, dan saat mulai berlakunya tertib hukum nasional. 2. Secara politis ideologi proklamasi mengandung arti bahwa bangsa Indonesia terbatas nasib sendiri dalam suatu Negara proklamasi republik Indonesia. Kemudian tanggal 18 Agustus pada rapat PPKI, ditetapkan UUD 1945 dan Presiden serta Wakilnya. Sesudah itu dimulailah pergolakan politik dalam negeri seperti berikut ini: 1. Pembentukan Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) Sebagai hasil dari konferensi meja bundar (KMB) maka ditanda tangani suatu persetujuan (mantel resolusi) Oleh Ratu Belanda Yuliana dan wakil pemerintah RI di Kota Den Hag pada tanggal 27 Desember 1949, maka berlaku pulalah secara otomatis anak-anak persetujuan hasil KMB lainnya dengan konstitusi RIS, antara lain : a) Konstitusi RIS menentukan bentuk negara serikat (federalis) yaitu 16 Negara pasal (1 dan 2) b) Konstitusi RIS menentukan sifat pemerintah berdasarkan asas demokrasi liberal dimana mentri-mentri bertanggung jawab atas seluruh kebijaksanaan pemerintah terhadap parlemen (pasal 118 ayat 2) c) Mukadiamah RIS telah menghapuskan sama sekali jiwa dan semangat maupun isi pembukaan UUD 1945, 1945, proklamasi kemerdekaan sebagai naskah Proklamasi yang terinci. d) Sebelum persetujuan KMB, bangsa Indonesia telah memiliki kedaulatan, oleh karena it u persetujuan 27 Desember 1949 tersebut bukannya bukannya penyerahan kedaulatan melainkan “pemulihan kedaulatan” atau “pengakuan kedaulatan” 2. Terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 Berdirinya negara RIS dalam Sejarah ketatanegaraan Indonesia adalah sebagai suatu taktik
secara politis untuk tetap konsisten terhadap te rhadap deklarasi Proklamasi yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 1945 taitu negara persatuan dan kesatuan sebagaimana termuat dalam alinea IV, bahwa pemerintah negara…….” yang melindungi meli ndungi segenap bangsa Indoneia dan seluruh tumpah darah negara Indonesia …..” yang berdasarkan kepada UUD 1945 dan Pancasila. Maka terjadilah gerakan unitaristis unitaristi s secara spontan dan rakyat untuk membentuk negara kesatuan yaitu menggabungkan diri dengan Negara Proklamasi RI yang berpusat di Yogyakarta, walaupun pada saat itu Negara RI yang berpusat di Yogyakarta itu hanya berstatus sebagai negara bagian RIS saja. Pada suatu ketika negara bagian dalam RIS tinggalah 3 buah negara bagian saja yaitu : 1. Negara Bagian RI Proklamasi 2. Negara Indonesia Timur (NIT) 3. Negara Sumatera Timur (NST) Akhirnya berdasarkan persetujuan RIS dengan negara R I tanggal 19 Mei 1950, maka seluruh negara bersatu dalam negara kesatuan, dengan Konstitusi Sementara yang berlaku sejak 17 Agustus 1950. Walaupun UUDS 1950 telah merupakan tonggak untuk menuju cita-cita Proklamasi, Pancasila dan UUD 1945, namun kenyataannya masih berorientasi kepada Pemerintah yang berasas Demokrasi Liberal sehingga isi maupun jiwanya merupakan penyimpangan penyimpangan terhadap Pancasila. Hal ini disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut : a. Sistem multi partai dan kabinet Parlementer berakibat silih bergantinya kabinet yang ratarata hanya berumur 6 atau 8 tahun. Hal ini berakibat tidak mempunyai Pemerintah yang menyusun program serta tidak mampu menyalurkan dinamika Masyarakat ke arah pembangunan, bahkan menimbulkan pertentangan – pertentangan – pertentangan, pertentangan, gangguan – gangguan – gangguan gangguan keamanan serta penyelewengan – penyelewengan – penyelewengan penyelewengan dalam masyarakat. b. Secara Ideologis Mukadimah Konstitusi Sementara 1950, 1950, tidak berhasil mendekati perumusan otentik Pembukaan UUD UUD 1945, yang dikenal sebagai sebagai Declaration of Independence bangsa Indonesia. Demikian pula perumusan Pancasila dasar negara juga terjadi penyimpangan. Namun bagaimanapun juga RIS yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dari negara Republik Indonesia Serikat. Pada akhir era ini, terjadi pergolakan politik yang tidak berujung. Hal inilah yang mendorong Presiden Soekarno megeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Kajian Kesimpulan Pada Era Kemerdekaan a. Kelebihan: 1. Rakyat Indonesia sudah mengetahui nilai-nilai luhur Pancasila dan berusaha untuk menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. 2. Setelah merdeka, bangsa Indonesia membnuat berbagai penyesuaian yang cocok dan padu dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. b. Kekurangan: 1. Belum stabilnya keadaan di Indonesia. Baik itu dari segi politik, social, ekonomi. 2. Terjadinya penggantian dasar Negara sebanyak 2 kali. Padahal seharusnya Pancasila tidak tergantikan. c. Kesimpulan dan Solusi: Keadaan di Indonesia masih terombang ambing dan tidak stabil. Lalu terjadi mas alah yang alot di konstituante sehingga Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden.
C. Era Orde Lama Era orde lama ditandai dengan dikeluarkannya dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya. Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang terkandung didalamnya dan bahkan terkenal men yimpang. Dimana demokrasi dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetnu. Pada masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang yang bertentangan dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD1945 pada masa i tu belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan lemahnya lemahn ya control yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan. Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanaan dan kehidupan ekonomi makin memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara. Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret 1969 1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi terjaminnya keamanaan, ketertiban dan ketenangan serta kesetabilan jalannya pemerintah. Lahirnya Supersemar t ersebut dianggap sebagai awal masa Orde Baru.
Kajian Kesimpulan Pada Era Orde Lama a. Kelebihan 1. Munculnya aksi-aksi positif dari masyarakat sebagai bentuk demokrasi. b. Kekurangan 1. Munculnya komunisme dan liberalisme. 2. Meletusnya pemberontakkan G 30 S/PKI. 3. Sering jatuhnya kabinet. 4. Penyimpangan terhadap UUD dan Pancasila yang ironisnya dilakukan oleh Presiden Indonesia sendiri. c. Kesimpulan dan solusi Pada masa orde lama ini banyak terjadi penyimpangan pen yimpangan dalam badan UUD dan Pancasila. Juga terjadi hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti munculnya liberlai sme dan komunisme. Puncaknya yaitu yaitu saat G 30 S/PKI dan pemeritah dinilai dinila i tidak mampu mengatasinya sehingga Presiden Soekarno memberikan mandat kepada Jenderal Soeharto untuk mengambil tindakan. Pancasila Era Orde Baru Setelah jatuhnya Ir. Soekarno sebagai presiden, sel anjutnya Jenderal Soeharto yang memegang kendali terhadap negeri ini. Dengan berpindahnya kursi kepresidenan tersebut, arah pemahaman terhadap Pancasila pun mulai diperbaiki. Pada peringatan hari lahir Pancasila, Pancasil a, 1 Juni 1967 Presiden Soeharto mengatakan, “Pancasila makin banyak mengalami ujian zaman dan makin bulat tekad kita mempertahankan Pancasila”. Selain itu, Presiden Soeharto juga mengatakan, “Pancasila sama sekali sekali bukan sekedar semboyan untuk dikumandangkan, Pancasila bukan dasar falsafah negara yang sekedar dikeramatkan dalam naskah UUD, melainkan Pancasila harus diamalkan (Setiardja, 1994: 5).
Pancasila dijadikan sebagai political sebagai political force di samping sebagai kekuatan ritual. Begitu kuatnya Pancasila digunakan sebagai dasar negara, maka pada 1 Juni 1968 Presiden Soeharto mengatakan bahwa Pancasila sebagai pegangan hidup bangsa akan membuat bangsa Indonesia tidak loyo, loyo, bahkan jika ada pihak-pihak tertentu mau mengganti, merubah Pancasila dan menyimpang dari Pancasila pasti digagalkan (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 42). Selanjutnya pada tahun 1968 Presiden Soeharto mengeluarkan Instruksi Presiden Nomor 12 tahun 1968 yang menjadi panduan dalam mengucapkan Pancasila sebagai dasar negara, yaitu: Satu : Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa Dua : Kemanusiaan yang adil dan beradab Tiga : Persatuan Indonesia Empat : Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan Lima : Keadilan sosial bagi seluruh rakyat rak yat Indonesia. Instruksi Presiden tersebut mulai berlaku pada tanggal 13 April 1968. Pada tanggal 22 Maret 1978 dengan Ketetapan MPR Nomor II/MPR/1978 tentang Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( Ekaprasetya Ekaprasetya Pancakarsa) Pancakarsa) Pasal 4 menjelaskan, menjelaskan, “Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila merupakan penuntun dan pegangan hidup dalam kehidupan bermasyarakat berbangsa dan bernegara bagi setiap warga negara Indonesia, setiap penyelenggara Negara serta setiap lembaga kenegaraan dan lembaga kemasyarakatan, baik Pusat maupun di Daerah dan dilaksanakan secara bulat dan utuh”. Nilai dan norma-norma yang terkandung dalam Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila ( Ekaprasetya Ekaprasetya Pancakarsa) Pancakarsa) tersebut meliputi 36 butir, butir, yaitu: yaitu: 1. Sila Ketuhanan Yang Maha Esa a.
Percaya dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaan masingmasing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. b. Hormat-menghormati dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut-penganut kepercayaan yang berbeda-beda, sehingga terbina kerukunan hidup. c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadat sesuai dengan dengan agama dan kepercayaannya. d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan kepada orang lain. 2. Sila Kemanusiaan yang adil dan beradab a. b. c. d. e. f. g. h.
Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia. Saling mencintai sesama manusia. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan teposeliro. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan. Berani membela kebenaran dan keadilan. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia, karena itu dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain. 3. Sila Persatuan Indonesia
a.
Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.
b. c. d. e.
Rela berkorban untuk kepentingan kepentingan bangsa dan negara. Cinta tanah air dan bangsa. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika. 4. Sila Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.
a. b. c. d. e.
Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat. Tidak memaksakan kehendak kepada kepada orang lain. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi olehsemangat kekeluargaan. Dengan itikad baik dan rasa tanggung jawab menerima dan melaksanakan hasil keputusan musyawarah. f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai dengan hati nurani yang luhur. g. Keputusan yang diambil harus dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan h. Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran kebenaran dan keadilan. 5. Sila Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia
a. b. c. d. e. f. g. h. i. j. k. l. m.
Mengembangkan perbuatan-perbuatan yang luhur yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan. kegotong-royongan. Bersikap adil. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban. Menghormati hak-hak orang lain. Suka memberi pertolongan kepada orang lain. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain. Tidak bersifat boros. Tidak bergaya hidup mewah. Tidak melakukan perbuatan yang yang merugikan kepentingan umum. umum. Suka bekerja keras. Menghargai hasil karya orang lain. Bersama-sama mewujudkan kemajuan yang merata dan berkeadilan sosial.
Nilai-nilai Pancasila yang terdiri atas 36 butir tersebut, kemudian pada tahun 1994 disarikan/dijabarkan kembali oleh BP-7 Pusat menjadi 45 butir P4. Perbedaan yang dapat digambarkan yaitu: Sila Kesatu, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Kedua, menjadi 10 (sepuluh) butir; Sila Ketiga, menjadi 7 (tujuh) butir; Sila Keempat, menjadi 10 (sepuluh) butir; dan Sila Sil a Kelima, menjadi 11 (sebelas) butir. Sumber hukum dan tata urutan peraturan perundangundangan di negara Indonesia diatur dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966. XX/MPRS/1966. Ketetapan ini menegaskan, “Amanat penderitaan rakyat hanya dapat diberikan dengan pengamalan Pancasila secara paripurna dalam segala segi kehidupan kenegaraan dan kemasyarakatan dan dengan pelaksanaan secara murni dan konsekuen jiwa serta ketentuanketentuan UUD 1945, untuk menegakkan Republik Indonesia sebagai suatu negara hukum yang konstitusionil sebagaimana yang dinyatakan di nyatakan dalam pembukaan UUS 1945” (Ali, 2009: 37). Ketika itu, sebagian golongan Islam menolak reinforcing oleh pemerintah dengan menyatakan bahwa pemerintah akan mengagamakan Pancasila. Kemarahan Pemerintah tidak dapat dibendung sehingga Presiden Soeharto bicara keras pada Rapim ABRI di Pekanbaru 27
Maret 1980. Intinya Orba tidak akan mengubah Pancasila dan UUD 1945, malahan diperkuat sebagai comparatist ideology. ideology. Jelas sekali bagaimana pemerintah Orde Baru merasa perlu membentengi Pancasila dan TAP itu meski dengan gaya militer. Tak seorang pun warga negara berani keluar keluar dari Pancasila (Pranoto dalam Dodo Dodo dan Endah (ed.), 2010: 2010: 43). 43). Selanjutnya Selanjutnya pada bulan Agustus 1982 Pemerintahan Orde Baru menjalankan “Azas Tunggal” yaitu pengakuan terhadap Pancasila sebagai Azas Tunggal, bahwa setiap partai politik harus mengakui posisi Pancasila sebagai pemersatu bangsa (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed.), 2010: 43-44). Dengan semakin terbukanya informasi dunia, pada akhirnya pengaruh luar masuk Indonesia pada akhir 1990-an yang secara tidak langsung mengancam aplikasi Pancasila yang dilakukan dilakukan oleh pemerintah Orde Baru. Demikian pula demokrasi semakin santer mengkritik praktek pemerintah Orde Baru Baru yang tidak transparan dan otoriter, represif, represif, korup dan manipulasi manipulasi politik yang sekaligus mengkritik praktek Pancasila. Meski demikian kondisi ini bertahan sampai dengan lengsernya Presiden Soeharto pada 21 Mei 1998 (Pranoto dalam Dodo dan Endah (ed), 2010: 45).
Asas Tunggal Pancasila
Dalam pidato kenegaraan di depan DPR-RI tanggal 16 Agustus 1982, Presiden Suharto mengemukakan gagasannya mengenai penerapan asas tunggal Pancasila atas partai-partai politik. Sesungguhnya Sesungguhnya gagasan ini bukan gagasan baru karena tahun 1966-67 sudah terdengar gagasan untuk mengasastunggalkan partai-partai politik. Namun, tampaknya tampaknya keadaan belum memungkinkan. Tujuan menyeragamkan asas partai-partai politik adalah untuk mengurangi seminimal mungkin potensi konflik idiologis yang terkandung dalam partai-partai politik. Berbeda dengan gagasan Bung Karno dalam pidatonya tanggal 1 Juni 1945, bahwa Sukarno mengharapkan agar Pancasila dijadikan dasar filosofis negara Indonesia, tiap golongan hendaknya menerima anjuran filosofis ini dengan catatan bahwa tiap golongan berhak memperjuangkan aspirasinya masing-masing dalam mengisi kemerdekaan (Tim. LIP FISIPUI. 1998. 39-40). Pola seperti ini masih terlihat dalam UU No.3/1975 tentang Partai Politik dan Golongan Karya, dengan tidak adanya keharusan mencantumkan Pancasila sebagai satusatunya asas. Namun dengan adanya pidato Presiden Suharto tersebut ada dorongan dengan menjadikan Pancasila menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya satu -satunya asas. Hal asas. Hal ini berarti pencantuman asas lain yang sesuai dengan aspirasi, ciri khas dan karakteristik partai politik tidak diperkenalkan lagi. Akhirnya keinginan Presiden Suharto itu terpenuhi dengan merubah UU No.3/1975 dengan UU No.3/1985. Dalam penjelasan penjelasa n undang-undang itu disebutkan bahwa pengertian asas meliputi juga pengertian “dasar”, “landasan”. “pedoman pokok”, yang harus dicantumkan dalam anggaran dasar partai politik. Perbedaan partai hanya dalam bentuk program saja. Asas tunggal Pancasila menurut Deliar Noer berarti mengingkari kebhinnekaan masyarakat kebhinnekaan masyarakat yang memang berkembang menurut keyakinan masing-masing. Keyakinan ini biasanya berumber dari agama atau dari fahaman lain. Bahkan asas tunggal Pancasula Pancasula cenderung kearah sistem partai tunggal, meskipun secara formal ada tiga partai, tetapi secara terselubung sebenarnya hanya ada satu partai.
D. Pancasila Era Reformasi Pancasila yang seharusnya sebagai nilai, dasar moral etik bagi negara dan aparat pelaksana Negara, dalam kenyataannya digunakan di gunakan sebagai seba gai alat legitimasi politik. Puncak dari keadaan tersebut ditandai dengan hancurnya ekonomi nasional, maka timbullah berbagai gerakan masyarakat yang dipelopori oleh mahasiswa, cendekiawan dan masyarakat sebagai gerakan
moral politik yang menuntut adanya “reformasi” di segala bidang politik, ekonomi dan hukum (Kaelan, 2000: 245). Saat Orde Baru tumbang, muncul fobia terhadap Pancasila. Dasar Negara itu untuk sementara waktu seolah dilupakan karena hampir selalu identik dengan rezim Orde Baru. Dasar negara itu berubah menjadi ideologi tunggal dan satu-satunya sumber nilai serta kebenaran. Negara menjadi maha tahu mana yang benar dan mana yang salah. Nilai-nilai itu selalu ditanam ke benak masyarakat melalui indoktrinasi (Ali, 2009: 50). Dengan seolah-olah “dikesampingkannya” Pancasila pada Era Reformasi ini, pada awalnya memang tidak nampak suatu dampak negatif yang berarti, namun semakin hari dampaknya makin terasa dan berdampak sangat fatal terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia. Dalam kehidupan sosial, masyarakat kehilangan kendali atas dirinya, akibatnya terjadi konflik-konflik horisontal dan vertikal secara masif dan d an pada akhirnya melemahkan sendi-sendi persatuan dan kesatuan bangsa dan negara Indonesia. Dalam bidang budaya, kesadaran masyarakat atas keluhuran budaya bangsa Indonesia mulai luntur, yang pada akhirnya terjadi disorientasi kepribadian bangsa yang diikuti dengan rusaknya moral generasi muda. Dalam bidang ekonomi, terjadi ketimpangan-ketimpangan di berbagai sektor diperparah lagi dengan cengkeraman modal asing dalam perekonomian Indonesia. Dalam bidang politik, terjadi disorientasi politik kebangsaan, seluruh aktivitas politik se olah-olah hanya tertuju pada kepentingan kelompok dan golongan. Lebih dari itu, aktivitas politik hanya sekedar merupakan libido dominandi atas hasrat untuk berkuasa, bukannya sebagai suatu aktivitas memperjuangkan kepentingan nasional yang pada akhirnya menimbulkan carut marut kehidupan bernegara seperti dewasa ini (Hidayat, 2012). Namun demikian, kesepakatan Pancasila menjadi dasar Negara Republik Indonesia secara normatif, tercantum dalam ketetapan MPR. Ketetapan MPR NomorXVIII/MPR/1998 Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan UUD 1945 adalah dasar negara dari Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan bernegara” (MD, 2011). Ketetapan ini terus dipertah ankan, meskipun ketika itu Indonesia akan menghadapi Amandeman Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1945. Selain kesepakatan Pancasila sebagai dasar negara, Pancasila pun menjadi sumber hukum yang ditetapkan dalam Ketetapan MPR Nomor III/MPR/2000 Pasal 1 Ayat (3) yang menyebutkan, “Sumber hukum dasar nasional adalah Pancasila sebagaimana yang tertulis dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Indonesia, dan Kerakyatan yang yang dipimpin dipimpin oleh oleh hikmat hikmat kebijaksanaan kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh Rakyat Indonesia, dan batang tubuh Undang- Undang Dasar 1945”. Semakin memudarnya Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara membuat khawatir berbagai lapisan elemen masyarakat. Oleh sebab itu, sekitar tahun 2004 Azyumardi Azra menggagas perlunya rejuvenasi Pancasila sebagai faktor integratif dan salah satu fundamen identitas nasional. Seruan demikian tampak signifikan karena proses amandeman UUD 1945 saat itu sempat memunculkan gagasan menghidupkan kembali Piagam Jakarta (Ali, 2009: 51). Selain keadaan di atas, juga terjadi terorisme yang mengatasnamakan agama. Tidak lama kemudian muncul gejala Perda Syariah disejumlah daerah. Rangkaian gejala tersebut seakan melengkapi kegelisahan publik sel ama reformasi yang mempertanyakan arah gerakan reformasi dan demokratisasi. Seruan Azyumardi Azra direspon sejumlah kalangan. Diskursus tentang Pancasila kembali menghangat dan meluas usai Simposium Peringatan Hari Lahir Pancasila yang diselenggarakan FISIP-UI pada tanggal 31 Mei 2006 (Ali, 2009: 52). Sekretariat Wapres Republik Indonesia, pada tahun 2008/2009 secara intensif melakukan diskusi-diskusi untuk merevitalisasi sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Tahun 2009 Dirjen Dikti, juga membentuk Tim Pengkajian Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi.
Sementara itu, beberapa perguruan tinggi telah menyelenggarakan kegiatan sejenis, yaitu antara lain: Kongres Pancasila di Universitas Gadjah Mada, Simposium Nasional Pancasila dan Wawasan Kebangsaan di Universitas Pendidikan Indonesia, dan Kongres Pancasila di Universitas Udayana. Lebih dari itu MPR-RI melakukan kegiatan sosialisasi nilai-nilai Pancasila yang dikenal dengan sebutan “Empat Pilar Kebangsaan”, yang terdiri dari: Pancasila, Undang-Undang Dasar tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika. Akan tetapi, istilah “Empat Pilar Kebangsaan” ini menurut Kaelan (2012: 249 252) mengandung; 1) linguisticmistake (kesalahan linguistik) atau dapat pula dikatakan kesalahan terminologi; 2) ungkapan tersebut tidak mengacu pada realitas empiris sebagaimana terkandung dalam ungkapan bahasa, melainkan mengacu pada suatu pengertian atau ide, ‘berbangsa dan bernegara’ itu dianalogikan bangunan besar (gedung yang besar); 3) kesalahan kategori (category (category mistake), mistake), karena secara epistemologis kategori pengetahuan Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhinneka Tunggal Ika bukanlah merupakan kategori yang sama. Ketidaksamaan itu berkaitan dengan realitas atau hakikat pengetahuannya, wujud pengetahuan, kebenaran pengetahuannya serta koherensi pengetahuannya. Selain TAP MPR dan berbagai aktivitas untuk mensosialisasikan kembali Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Secara tegas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan menyebutkan dalam penjelasan Pasal 2 bahwa: Penempatan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara adalah sesuai dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 alinea keempat yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Menempatkan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara serta sekaligus dasar filosofis negara sehingga setiap materi muatan Peraturan Perundang-undangan tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila. Hal tersebut berkorelasi bahwa Undang-Undang ini penekanannya penekanannya pada kedudukan Pancasila sebagai dasar dasar negara. Sudah barang tentu hal tersebut tidak cukup. Pancasila dalam kedudukannya sebagai pandangan hidup bangsa perlu dihayati dan diamalkan oleh seluruh komponen bangsa. Kesadaran ini mulai tumbuh kembali, sehingga cukup banyak lembaga pemerintah di pusat yang melakukan kegiatan pengkajian sosialisasi nilai-nilai Pancasila. Salah satu kebijakan nasional yang sejalan dengan semangat melestarikan Pancasila di kalangan mahasiswa adalah Pasal 35 Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi yang menyatakan bahwa Kurikulum Pendidikan Tinggi wajib memuat mata kuliah Agama, Pancasila, Kewarganegaraan dan Bahasa Indonesia. Makna penting dari kajian historis Pancasila ini ialah untuk menjaga eksistensi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Karena itu seluruh komponen bangsa harus secara imperatif kategoris menghayati dan melaksanakan Pancasila baik sebagai Dasar Negara maupun sebagai . Pandangan Hidup Bangsa, dengan berpedoman kepada nilai-nilai Pancasila dan Pembukaan UUD 1945 dan secara konsisten menaati ketentuan-ketentuan dalam pasal-pasal UUD 1945.