EKUITAS DAN DISTRIBUSI LAYANAN SOSIAL DASAR
OLEH KELOMPOK 6: KURNIAWAN DWI ANTONO
165030401111028 165030401111 028
ANUGERAH PUTRA UTAMA
165030401111000 165030401111000
RIA IKA NOVITASARI
165030401111019 165030401111019
PROGRAM STUDI PERPAJAKAN JURUSAN ADMINISTRASI BISNIS FAKUTAS ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya karena telah memberikan kesempatan sehingga makalah yang berjudul " EKUITAS DAN DISTRIBUSI LAYANAN SOSIAL DASAR ” ini dapat tersusun hingga selesai. Makalah ini merupakan tugas mata kuliah Ekonomi Publik di program studi Perpajakan, Fakultas Ilmu Administrasi pada Universitas Brawijaya. Tidak lupa penulis ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini. Harapannya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa makalah yang disusun ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca untuk kesempurnaan makalah ini.
Malang, 5 Oktober 2017
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dengan berkembang pesatnya instrumen keuangan, berkembang pula standar akuntansikompleks dan perusahaan-perusahaan di Indonesia dituntut untuk segera mengimplementasikan, bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari 1 Januari 2010, sedangkan non-bank diwajibkan untuk mulai mengimplementasikannya dari tahun 2012. Pelayanan publik merupakan tanggungjawab pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik itu di pusat, di Daerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara. Pelayanan publik berbentuk pelayanan barang publik maupun pelayanan jasa.Dewasa ini Masyarakat semakin terbuka dalam memberikan kritik bagi pelayanan publik. Oleh sebab itu substansi administrasi sangat berperan dalam mengatur dan mengarahkan seluruh kegiatan organisasi pelayanan dalam mencapai tujuan. Salah satu bentuk pelayanan publik yang dilaksanakan oleh pemerintah adalah pemenuhan kebutuhan kesehatan masyarakat. Reformasi dibidang kesehatan dilaksanakan untuk meningkatkan pelayanan kesehatan dan menjadikannya lebih efisien, efektif serta dapat dijangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Seperti yang tertuang dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 951/Menkes/SK/VI/2000 yaitu bahwa “tujuan pembangunan kesehatan adalah untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan dan keadaan sosial dalam masyarakat maka, meningkat pula kesadaran akan arti hidup sehat dan keadaaan ters ebut menyebabkan tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang bermutu, nyaman dan berorientasi pada kepuasan konsumen semakin mendesak dimana diperlukan kinerja pelayanan yang tinggi. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah pada Bab IV pasal 11 a yat (2) ditetapkan bahwa bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten dan Daerah Kota adalah pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industry dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi, dan tenaga kerja. Berdasarkan undang-undang tersebut, bidang
kesehatan menempati urutan kedua (setelah bidang pekerjaan umum) dari bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah daerah kabupaten dan kota. Ini berarti bahwa dalam rangka Otonomi Daerah, Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Kota bertanggung jawab sepenuhnya dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat di wilayahnya, dengan memberikan pelayanan yang memuaskan. 1.2 Rumusan Masalah
1. Apa saja jenis layanan sosial dasar ? 2. Bagaimana konsep kesejahteraan sosial? 3. Apa saja permasalahan distribusi layanan sosial dasar? 4. Apa itu Ketimpangan dan kemiskinan? 5. Bagimana Ukuran Ketimpangan ? 6. Bagaimana cara mengukur penghasilan ? 7. Bagaimana Strategi Pemerintah mengurangi ketimpangan dan kemiskinan ?
1.3 Tujuan
1. Agar kita mengetahui apa saja jenis layanan sosial dasar 2. Supaya kita mengetahui konsep kesejahteraan sosial? 3. Supaya kita tau permasalahan distribusi layanan sosial dasar. 4. Agar kita mengetahui apa itu Ketimpangan dan kemiskinan. 5. Agar kita mengetahui mengenai Ukuran Ketimpangan . 6. Agar kita mengetahui cara mengukur penghasilan. 7. Agar kita tahu Bagaimana Strategi Pemerintah mengurangi ketimpangan dan kemiskinan .
BAB II PEMBAHASAN
Pengertian Layanan Sosial
Pelayanan sosial merupakan suatu bentuk aktivitas yang bertujuan untuk membantu individu, kelompok, ataupun kesatuan masyarakat agar mereka mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, yang pada akhirnya mereka diharapkan dapat memecahkan permasalahan yang ada melalui tindakan-tindakan kerjasama ataupun melalui pemanfaatan sumber-sumber yang ada di masyarakat untuk memperbaiki kondisi kehidupannya. Menurut Alfred J. Khan, Pelayanan Sosial dibedakan dalam dua golongan, yakni : 1.Pelayanan – pelayanan sosial yang sangat rumit dan komprehensif sehingga sulit ditentukan identitasnya. Pelayanan ini antara lain pendidikan, bantuan sosial dalam bentuk uang oleh pemerintah, perawatan medis dan perumahan rakyat. 2.Pelayanan sosial yang jelas ruang lingkupnya dan pelayanan-pelayanannya walaupun selalu mengalami perubahan. Pelayanan ini dapat berdiri sendiri, misalnya kesejahteraan anak dan kesejahteraan keluarga, tetapi juga dapat merupakan suatu bagian dari lembaga-lembaga lainnya, misalnya pekerjaan sosial di sekolah, pekerjaan sosial medis, pekerjaan sosial dalam perumahan rakyat dan pekerjaan sosial dalam industri. 2.1 Jenis Layanan Sosial
1. Jaminan Sosial Jaminan sosial (social security) adalah sistem atau skema pemberian tunjangan yang menyangkut pemeliharaan penghasilan (income maintenance).contohnya tunjangan uang yang diberikan kepada seseorang sesuai kontribusinya yang biasanya berupa pembayaran premi. Asuransi kesehatan, pensiun, kecelakaan kerja, dan kematian adalah beberapa contoh asuransi sosial.
2. Perumahan Negara memiliki kewajiban azasi untuk menyediakan perumahan bagi warganya, khususnya mereka yang tergolong keluarga kurang mampu. Pelayanan perumahan yang disediakan pemerintah adalah perumahan publik atau perumahan sosial. Selain menyediakan Rusunawa atau RSS, perumahan sosial
3. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan dapat dipandang sebagai aspek penting dalam kebijakan sosial. Kesehatan merupakan faktor penentu bagi kesejahteraan sosial. Orang yang sejahtera bukan saja orang yang memiliki pendapatan atau rumah memadai. Melainkan pula orang yang sehat, baik jasmani maupun rohani. Contohnya : Jamkesmas. 4. Pendidikan Negara memiliki tiga kewajiban penting dalam bidang pendidikan. Pertama sebagai penyedia utama lembaga-lembaga pendidikan, seperti sekolah, akademi dan universitas. Kedua sebagai regulator atau pengatur penyelenggaraan pendidikan, baik pendidikan negeri, swasta maupun lembaga-lembaga non-formal. Ketiga fasilitator dalam penyediaan infrastruktur pendidikan, termasuk di dalamnya penyedia skemaskema beasiswa dan tunjangan-tunjangan pendidikan bagi siswa-siswa yang berprestasi dan atau tidak mampu. 5. Pelayanan Personal Sosial Pelayanan sosial personal merupakan salah satu bidang kebijakan sosial yang populer sejak tahun 1960an. Pelayanan ini menunjuk pada berbagai bentuk perawatan sosial (social care) di luar pelayanan kesehatan, pendidikan dan jaminan sosial. Dalam garis besar, pelayanan ini mencakup tiga jenis: a. Perawatan anak (child care) Perawatan anak diberikan terhadap anak-anak dan keluarganya, terutama anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus, seperti anak yang mengalami cacat fisik dan mental yang tidak bisa menjalankan kehidupan sehari-hari tanpa pertolongan pihak lain. a. Perawatan masyarakat (community care) Merupakan alternatif terhadap pelayanan yang diberikan di dalam lembaga (institution-based care). Pelayanan rehabilitasi berbasis masyarakat (community based rehabilitation) dan rehabilitasi keliling (mobile rehabilitation), misalnya, merupakan salah satu bentuk community care yang umum diberikan oleh Dinas atau Kantor Sosial di Indonesia. b. Peradilan kriminal (criminal justice) Di Indonesia, pekerja sosial semakin banyak yang bekerja di Bapas (Badan Pemasyarakatan) dan Lapas (Lembaga Pemasyarakatan) di bawah Departemen Humum dan HAM.
2.2 Konsep Kesejahteraan Sosial
Walter A. Fridlander mendefenisikan Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari usaha-usaha dan lembaga-lembaga sosial yang ditujukan untuk membantu individu maupun kelompok dalam mencapai standart hidup dan kesehatan yang memuaskan serta untuk mencapai relasi perseorangan dan sosial yang dapat memungkinkan mereka mengembangkan kemampuan -kemampuannya secara penuh untuk mempertinggi kesejahteraan mereka selaras dengan kebutuhan-kebutuhan keluarga dan masyarakat (Fauzik, 2007: 119). Pertama Konsep kesejahteraan sosial sebagai suatu sistem atau “organized system” yang berintikan lembaga-lembaga dan pelayanan sosial. Kedua, Tujuan sistem tersebut adalah untuk mencapai tingkat kehidupan yang sejahtera dalam arti tingkat kebutuhan pokok seperti sandang,pangan,papan,kesehatan dan relasi-relasi sosial dengan
lingkungannya.Ketiga
tujuan
tersebut
dapat
dicapai
dengan
cara,
meningkatkan kemampuan individu baik dalam memecahkan masalahnya maupun dalam memenuhi kebutuhannya. 2.3 Permasalahan Distribusi Layanan Sosial Dasar
Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) mencatat banyak hal yang perlu dilakukan dalam rangka mempercepat pembangunan kawasan perbatasan negara. Salah satunya adalah meningkatkan pelayanan sosial dasar bagi masyarakat di kawasan perbatasan. Berdasarkan isu-isu strategis yang harus ditangani, sasaran peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan ke depan diharapkan dapat memenuhi lima hal. Pertama, terpenuhinya kebutuhan infrastruktur dasar permukiman yang memadai bagi masyarakat perbatasan. Kedua, terpenuhinya kebutuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai bagi masyarakat perbatasan. Ketiga, meningkatnya kualitas sumberdaya manusia (SDM) masyarakat perbatasan. Keempat, tertatanya sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan. Kelima, meningkatnya kualitas pelayanan serta sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan di kawasan perbatasan. Untuk mencapai sasaran tersebut, maka arah kebijakan peningkatan pelayanan sosial dasar kawasan perbatasan ke depan meliputi peningkatan infrastruktur dasar permukiman, peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, serta
peningkatan sistem tata kelola pemerintahan kawasan perbatasan dan kualitas sarana dan prasarana pelayanan pemerintahan. Kondisi infrastruktur dasar permukiman di kawasan perbatasan, seperti pelayanan air bersih, distribusi energi listrik, kapasitas sinyal telekomunikasi, kemampuan pengaliran drainase, pengolahan air limbah, infrastruktur antisipasi bencana teridentifikasi masih dalam keterbatasan. Masyarakat harus mengatur pemakaian energi atau pun mengeluarkan biaya lebih mahal agar mendapatkan infrastruktur dasar di lingkungan permukiman. Kebijakan peningkatan infrastruktur dasar permukiman dipilih sebagai peningkatan taraf hidup masyarakat di kawasan perbatasan agar mendapatkan prasarana sarana dasar sesuai dengan amanat UUD RI Tahun 1945, Pasal 28 H ayat 1, "Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat". Sementara itu, pelayanan pendidikan dan kesehatan yang memadai merupakan barang mewah bagi masyarakat di pulau kecil dan terluar. Berdasarkan pantauan BNPP saat melakukan kunjungan ke sejumlah lokasi (lokpri) pada 2011-2013, sebagian besar anak-anak di kawasan perbatasan paling tinggi mendapatkan pendidikan di tingkat pertama, dan harus pergi ke kecamatan tetangga atau pun ke pulau utama untuk mendapatkan pelayanan pendidikan tingkat lanjutan. Sedangkan, pelayanan kesehatan yang tersedia masih banyak berupa puskesmas. Masyarakat harus mencapai kabupaten tetangga, bahkan negara tetangga untuk mendapatkan rumah sakit, sebagai pelayanan kesehatan yang lebih tanggap, lebih dekat, dan lebih lengkap. Oleh sebab itu, perlu kebijakan peningkatan kualitas pelayanan pendidikan dan kesehatan, sebagai upaya untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kondisi keterbatasan pelayanan pendidikan dan kesehatan di kawasan perbatasan. Di sisi lain, pemenuhan pelayanan pendidikan dan kesehatan merupakan upaya terhadap pencapaian target Millenium Development Goals (MDG's). 2.4 Kemiskinan dan Kesenjangan
Untuk mengidentifikasi kemiskinan digunakan beberapa kriteria antara lain kriteria Bank Dunia, Asian Development Bank , Badan Pusat Statistik serta perhitungan indeks FGT yaitu Headcount Index,Poverty Gap Index, dan Poverty Severity Index.
a. Kriteria Bank Dunia Garis kemiskinan yang ditetapkan Bank Dunia adalah sebesar USD 2 per kapita/hari.Rumah tangga dengan pendapatan per kapita/hari kurang dari tetapan tersebut digolongkan miskin. b. Kriteria Asian Development Bank Garis kemiskinan yang ditetapkan Asian Development Bank adalah sebesar USD 1,25 per kapita/hari. Rumah tangga dengan pendapatan per kapita/hari kurang dari tetapan tersebut digolongkan miskin. c. Kriteria BPS Garis kemiskinan yang dipakai adalah nominal yang ditetapkan oleh BPS Kabupaten. Rumah tangga dengan pendapatan per kapita/bulan kurang dari tetapan tersebut digolongkan miskin. d. Headcount Index, Poverty Gap Index dan Poverty Severity Index (indeks FGT) Untuk mengukur tingkat kemiskinan diantara rumah tangga digunakan indeks FGT yang meliputi Headcount Index, Poverty Gap Index dan Poverty Severity Index (Haughton and Khandker, 2009) Kesenjangan (inequality) merupakan isu lain yang sering dikaitkan dengan kemiskinan.Menurut Sen (1976) dan Forster et al. (1984) dalam Annim et al. (2012), hubungan yang erat antara kesenjangan dan kemiskinan adalah bahwa kesenjangan merupakan bagian dari kemiskinan. Sedangkan Barber (2008) dalam Annim et al. (2012) memandang hubungan antara kesenjangan dan kemiskinan sebagai hubungan yang pragmatis,yaitu bahwa kesenjangan menyebabkan kemiskinan semaki n parah atau kesenjangan adalah bentuk dari kemiskinan.
2.5 Ukuran Ketimpangan
Ketimpangan pendapatan adalah suatu kondisi dimana distribusi pendapatan yang diterima masyarakat tidak merata. Ketimpangan ditentukan oleh tingkat pembangunan, heterogenitas etnis, ketimpangan juga berkaitan dengan kediktatoran dan pemerintah yang gagal menghargai property rights
Ada beberapa indikator untuk mengukur tingkat ketimpangan dist ribusi pendapatan. Berikut beberapa contohnya.
1. Koefisien Gini (Gini Ratio) Koefisien Gini adalah koefisien atau angka yang digunakan untuk menunjukkan tingkat ketimpangan distribusi pendapatan. Besar koefisien gini dimulai dari 0 sampai dengan 1. Jika koefisien gini sama dengan 0, berarti distribusi pendapatan sudah merata dengan sempurna (dengan kata lain tidak terjadi ketimpangan distribusi pendapatan). Sebaliknya, jika koefisien gini sama dengan 1, berarti distribusi pendapatan tidak merata secara sempurna, karena hanya satu pihak yang menerima keseluruhan dari pendapatan nasional. Selanjutnya, jika nilai koefisien gini mendekati 0, berarti distribusi pendapatan semakin merata. Akan tetapi, jika mendekati angka 1 berarti distribusi pendapatan semakin tidak merata.
2. Menurut Bank Dunia Bank Dunia mengukur ketimpangan distribusi pendapatan suatu negara dengan melihat besarnya kontribusi 40% penduduk termiskin. Kriterianya dapat dilihat pada tabel berikut
No.
1.
Distribusi Pendapatan
Tingkat Ketimpangan
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya <12% dari keseluruhan
Tinggi
pengeluaran 2.
Kelompok 40% termisikin pengeluarannya 12%-17% dari
Sedang
keseluruhan pengeluaran 3.
Kelompok 40% termiskin pengeluarannya >17% dari keseluruhan
Rendah
pengeluaran
Distribusi pendapatan merupakan salah satu aspek kemiskinan yang perlu dilihat karena pada dasarnya merupakan ukuran kemiskinan relatif. Oleh karena data pendapatan sulit diperoleh, pengukuran distribusi pendapatan selama ini didekati dengan menggunakan data pengeluaran. Dalam hal ini,
analisis distribusi pendapatan dilakukan dengan menggunakan data total pengeluaran rumah tangga sebagai proksi pendapatan yang bersumber dari Susenas. Dalam analisis, dapat menggunakan dua ukuran untuk merefleksikan ketimpangan pendapatan yaitu Koefisien Gini (Gini Ratio) dan Ukuran Bank Dunia.
2.6 Mengukur Penghasilan
Tujuan pokok konsep ini adalah mengidentifikasi berbagai atribut penghasilan dari sudut pandang perpajakan. Istilah penghasilan memang sudah dikenal oleh masyarakat luas, bahkan oleh mereka yang tidak berpenghasilan sekalipun. Dua masalah pokok yang menyangkut penentuan jumlah penghasilan, yaitu : 1. pengertian atau definisi penghasilan itu sendiri 2. metode-metode pengukurannya Konsep Ekonomik
Para ekonom mendefinisikan penghasilan sebagai jumlah (barang dan jasa) yang dalam jangka waktu tertentu bisa dikonsumsikan oleh suatu entitas, tanpa mengakibatkan berkurangnya modal. Para ekonom menggunakan menggunakan pendekatan pemeliharaan capital (equity atau capital maintenance approach) didalam menentukan penghasilan suatu entitas dalam suatu periode. Penghasilan = (Modal Akhir) – (Modal Awal), atau Penghasilan = (Nilai Konsumsi Barang/Jasa) +/- (Perubahan Modal) Dengan pendekatan ekuitas, besar kecilnya penghasilan dalam suatu periode ditentukan dengan cara membandingkan total nilai atau harga pasar (f air market value) dari modal atau aktiva bersih pada akhir dan awal periode terkait (selain yang berasal dari setoran dan penarikan kembali modal). Penghasilan diukur berdasar kenaikan (atau penurunan) nilai kekayaan atau modal yang dimiliki oleh suatu entit as ditambah dengan nilai (harga pasar) dari barang atau j asa yang dikonsumsi dalam suatu periode. Dengan demikian, menurut konsep ekonomik penghasilan adalah sama dengan jumlah dari nilai (harga pasar) barang atau jasa yang sesungguhnya dikonsumsikan oleh suatu entitas ditambah kenaikan dan/atau dikurangi penurunan nilai barang atau jasa yang dapat atau bersedia untuk dikonsumsikan di kemudian hari atau dalam periode-periode berikutnya.
Konsep ekonomi tentang penghasilan menekankan pada nilai barang dan/atau jasa yang dapat dikonsumsikan atau kemampuan konsumsi dari suatu entitas. Penghasilan diukur berdasar kemampuan dari suatu entitas untuk mengkonsumsikan barang dan jasa, yang seringkali juga disebut sebagai daya beli (purchasing power) atau pendapatan riil (real income). Tiga aspek fundamental di dalam konsep ekonomik tentang penghasilan tersebut : 1. Konsep ekonomik tentang penghasilan merupakan suatu konsep yang sangat luas cakupannya. 2. Konsep ekonomik tentang penghasilan meliputi keuntungan dan keru gian, baik yang sudah maupun yang belum direalisasikan (realized and unrealized gains and losses). 3. Konsep ekonomik tentang penghasilan mengharuskan untuk dipertimbangkannya efek atau pengaruh perubahan tingkat harga, penurunan daya beli uang atau inflasi. Di dalam mengukur perubahan nilai, para ekonom menggunakan pendekatan atau sudut pandang yang di sebut current perspective, dan oleh karena itu menekankan pada nilai sekarang. Sementara itu, nilai atau harga historis dianggap kurang relevan. Problem utama penggunaan nilai sekarang sebagai dasar pengukuran adalah karena nilai sekarang bersifat subyektif, terutama apabila tidak ada atau tidak tersedia pasar dari barang atau jasa yang diperlukan untuk mengkonfirmasikan harga-harga tersebut. Perubahan (kenaikan atau penurunan nilai) dari suatu barang atau jasa yang diukur tidak berdasar pada transaksi yang sesungguhnya terjadi disebut keuntungan atau laba yang belum direalisasikan (unrealized gains) atau kerugian yang belum sesungguhnya terjadi (unrealized loss), dan oleh karena itu pantas diragukan obyektivitasnya. Konsep Akuntansi
Para akuntan menggunakan pendekatan transaksi (transaction approach) dan konsep harga pertukaran (exchange price) sebagai dasar pengukuran penghasilan. Alasan utama digunakannya pendekatan dan harga demikian adalah karena transaksi yang sesungguhnya terjadi dan harga pertukaran bersifat obyektif dan dapat diverifikasi kebenarannya. Pendekatan transaksi dan harga pertukaran sebagai dasar pengukuran penghasilan bukan tanpa kelemahan atau keterbatasan. Salah satu kelemahan dari penggunaan konsep harga pertukaran adalah karena penghasilan diukur hanya berdasar jumlah rupiah absolut, tanpa mempetimbangkan kemungkinan adanya perubahan tingkat harga atau penurunan daya beli/inflasi.
Suatu penghasilan, termasuk keuntungan dianggap belum diperoleh ata u belum direalisasikan sampai dengan penghasilan dan/atau keuntungan dapat diasosiasikan dengan transaksi atau peristiwa tertentu yang bisa mengakibatkan timbulnya penghasilan dan/atau keuntungan tersebut. Artinya, jasa sudah harus diberikan atau barang sudah harus dijual, diserahkan, ditukarkan, atau dikonversikan menjadi barang atau jasa yang lain terlebih dahulu; s ebelum sejumlah penghasilan dan/atau keuntungan dianggap telah diperoleh (earned), direalisasikan (realized), atau dapat direalisasikan (realizable). Konsep yang berkaitan dengan saat pengakuan penghasilan dan/atau keuntungan semacam itu oleh para akuntan atau didalam akuntansi seringkali disebut sebagai konsep atau prinsip realisasi pendapatan. Pada hakekatnya, penghasilan adalah sama dengan jumlah nilai barang dan jasa yang dikonsumsikan dalam suatu periode ditambah kenaikan nilai kekayaan atau modal dalam periode terkait. Hanya saja, didalam mengukur perubahan nilai kekayaan atau modal; konsep akuntansi menggunakan harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan dan bukan nilai at au harga yang sekarang berlaku atau current value). Oleh karena harga pertukaran (harga historis atau nilai perolehan) tidak berubah sebagai akibat perjalanan waktu; maka ti dak ada perubahan nilai yang perlu diakui atau dicatat sampai dengan terjadinya suatu transaksi di kemudian hari. Sebagai akibatnya, menurut konsep akuntansi tidak mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai suatu komponen penghasilan. Namun sebaliknya, menurut konsep akuntansi; kerugian yang kemungkinan besar akan terjadi dan sudah dapat ditentukan jumlahnya dalam banyak hal harus diakui. Pengalaman tingkat inflasi yang relatif tinggi dibeberapa negara maju, telah membuat sebagian akuntan untuk memikirkan kembali kemungkinan diaplikasikannya model-model akuntansi dengan mempertimbangkan perubahan tingkat harga (current cost accounting model, general price level accounting model, replacement cost accounting model); yang sebagai konsekuensinya harus mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan. Namun pada umumnya, para akuntan tetap bersikukuh untuk tidak beranjak dari model akuntansi berdasar harga historis (historis cost accounting model), yang tidak mengakui keuntungan yang belum direalisasikan sebagai komponen penghasilan. Secara garis besar, perbedaan antara konsep akuntansi dengan konsep ekonomik menyangkut penghasilan dapat diakui sebagai beri kut. Menurut konsep ekonomik, penghasilan meliputi semua keuntungan dan kerugian; dari manapun sumbernya,
yang didalam pengukuran atau penentuan jumlahnya harus mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga. Sedang menurut konsep akuntansi, penghasilan hanya meliputi keuntungan yang direalisasikan dan semua kerugian (termasuk yang belum sesungguhnya terjadi namun besar kemungkinannya akan terjadi); yang di dalam pengukuran atau penentuan jumlahnya tidak perlu mempertimbangkan efek perubahan tingkat harga.
2.7 Strategi Pemerintah Mengurangi Ketimpangan dan Kemiskinan
Kebijakan-kebijakan umum yang harus diambil pemerintah untuk mengurangi atau mengatasi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan adalah: a.
Mengubah distribusi pendapatan fungsional melalui kebijakan yang ditujukan untuk mengubah harga relatif faktor. Hal ini terutama dimaksudkan untuk mengurangi/ menghilangkan distorsi harga faktor yang merugikan kelompok miskin.
b.
Memperbaiki distribusi pendapatan melalui redistribusi pemilikan aset secara progresif, yang antara lain dilakukan melalui land reform, dan pemberian kredit lunak bagi usaha kecil.
c.
Mengurangi bagian pendapatan penduduk golongan atas (kaya) melalui pajak pendapatan dan pajak kekayaan yang progresif. Dengan demikian, peningkatan penerimaan negara hasil pajak itu akan dapat ditujukan pada perbaikan kesejahteraan kelompok miskin.
d.
Meningkatkan bagian pendapatan penduduk golongan bawah (melarat) melalui pembayaran transfer secara langsung serta penyediaan barang dan jasa publik atas tanggungan pemerintah. Hal ini antara lain dilakukan melalui pembebasan/keringanan pajak bagi kelompok miskin, tunjangan atau subsidi pangan, bantuan pelayanan kesehatan, bantuan pelayanan umum lainnya.
BAB III KESIMPULAN
Definisi penghasilan menurut UU PPh adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun adalah objek pajak. Atas dasar penyederhanaan, keadilan dan untuk meningkatkan kepatuhan wajib pajak maka atas beberapa hal diberlakukan pajak final, diantaranya ialah pajak penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan. Cara mengukur Penghasilan dengan melakukan 2 metode yaitu 1. Konsep Ekonmik 2. Konsep Akuntansi
Kemiskinan di Indonesia semakin meningkat oleh karena itu pemerintah melakukan strategi untuk mengatasinya , namun strategi itu akan berhasil ketika pemerintah dan rakyat dan pejabat-pejabat di luar sana mau bekerja sama untuk menuntaskan kemiskinan.
DAFTAR PUSTAKA
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/39240/Chapter%20II.pdf;jsess ionid=3F075478FBD0F930D3A3E9825A5F90A9?sequence=3 http://www.policy.hu/suharto/Naskah%20PDF/UGMPelayananSosial.pdf http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/55003/Chapter%20II.pdf;jsess ionid=6B6DF10944B6924CD140E6C930885524?sequence=3 Agro Ekonomi, KEMISKINAN DAN KETIMPANGAN PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI KABUPATEN BOJONEGORO, Vol. 26/No. 2. http://web-suplemen.ut.ac.id/espa4314/espa4314a/materi_3_3.htm http://digilib.unila.ac.id/6644/15/BAB%20II.pdf