Makalah
EFEKTIFITAS GETAH PELEPAH PISANG (Musa spp) TERHADAP PERTUMBUHAN Pseudomonas aeruginosa SECARA IN VITRO O L E H
Nama: Suyadi Nim: 821412051 Kelas: B_1 Prog. Studi: S1-Farmasi
Jurusan Farmasi Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan dan Keolahragaan
Universitas Negeri Gorontalo 2012
1 Created By: Suyadi
Kata Pengantar
Assalamu’alaikum Wr. Wb Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia, hidayah serta petunjuk yang telah dilimpahkan-Nya. Sehingga Kami dapat menyelesaikan tugas makalah dengan judul “ Efektifitas Getah Pelepah Pisang (Musa spp) Terhadap Pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa” . Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini, masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna untuk memperbaiki dan menyempurnakan penulisan makalah selanjutnya. Ucapan rasa terima kasih yang tidak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu kami kami dalam penyelesaian penyelesaian penyusunan penyusunan makalah ini. Akhir kata semoga dengan disusunnya karya ilmiah ini, dapat memberikan manfaat kepada penulis khususnya, dan pembacapada umumnya. Wassalamualaikum Wassalamualaikum Wr. Wb.
Gorontalo, 24 November 2012
Penulis
2
Created By: Suyadi
Daftar Isi
Kata Pengantar……………………….…………………… Pengantar ……………………….……………………
i
Daftar Isi …………………………………….…………..
ii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………….
1
1.1 Latar Belakang ………………………………… 1.2 Rumusan Masalah ……………………………… 1.3 Tujuan Penulisan ………………………………..
1 1 1
BAB II PEMBAHASAN………………………………… PEMBAHASAN…………………………………..
2
2.1 Tanaman Pisang ………………………………. 2.1.1 Klasifikasi Ilmiah ……………………….. 2.1.2 Morfologi Tanaman Pisang …………….. 2.1.3 Kandungan Dalam Getah Pisang ……….. 2.2 Luka …………………………………………… 2.2.1 Pengertian Luka ………………………… 2.2.2 Proses Penyembuhan Luka ……………… 2.3 Ekstak Getah Pisang ........................................... ........................................... 2.4 Bakteri Pseudomonas …………………………...
2 2 2 3 3 3 4 4 4
BAB III ANALISIS ………………………………………
5
3.1 Hasil Berdasarkan Penelitian ………………….. 3.2 Pembahasan Pembahasan Hasil Penelitian ……………………
5 5
…………………………... …… BAB IV KESIMPULAN ………………………… ...……
8
………………………………………….
9
Daftar Pustaka
3
Created By: Suyadi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Permasalahan kesehatan di masyarakat yang tidak pernah dapat diatasi secara tuntas salah satunya adalah infeksi. Infeksi masih merupakan penyakit teratas penyebab kesakitan dan kematian di negara berkembang termasuk Indonesia ( Anonymous, 2004). Walaupun infeksi sendiri saat ini diatasi dengan berbagai antibiotik, namun muncul permasalahan baru yaitu resistensi bakteri terhadap antibiotik yang ada. Resistensi bakteri terhadap antibiotik yang ada saat ini disebabkan penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga menimbulkan infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial adalah infeksi yang diperoleh di RS (Rumah Sakit) dan penyebabnya penyebabnya adalah bakteri RS. Bakteri di RS umumnya sudah resisten terhadap berbagai antibiotik. Pusat penyakit menular di Atlanta, Amerika Serikat, menyatakan bahwa setiap tahunnya sampai dengan 2.000.000 pasien mengalami infeksi nosokomial saat dirawat di RS dan menyebabkan sejumlah 90.000 kematian ( Anonymous, 2005). Bakteri yang paling banyak ditemukan di rumah sakit adalah Klebsiella sp, E.coli,
Pseudomonas
sp,
Staphylococcus
sp,
dan
Streptococcus
sp
(Soebandrio, 2004). 1.2 Rumusan Masalah 1. Apa pengaruh kandungan getah pelepah pisang terhadap Pseudomonas aeruginosa? 2. Bagaimana cara mengatasi infeksi bakter Pseudomonas aeruginosa? 1.3 Tujuan 1. Mengetahui pengaruh kandungan getah pelepah pisang terhadap Pseudomonas aeruginosa 2. Mengetahui cara mengatasi infeksi bakteri Pseudomonas aeruginosa
4
Created By: Suyadi
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Tanaman Pisang Pisang adalah nama umum yang diberikan pada tumbuhan terna raksasa berdaun besa besarr memanjang dari d ari suku suk u Musaceae. Beberapa jenisnya j enisnya ( Musa acuminata, M. balbisiana, dan M. paradisiaca) menghasilkan buah konsumsi yang dinamakan sama. Buah ini tersusun t ersusun dalamtandan dengan kelompok-kelompok kelompok-kelompok tersusun menjari, yang disebut sisir. Hampir semua buahpisang memiliki kulit berwarna kuning ketika matang, meskipun ada beberapa yang berwarna jingga, merah, ungu, atau bahkan hampir hitam. Buah pisang sebagai bahan panganmerupakan sumber energi (karbohidrat) dan mineral, terutama kalium. 2.1.1
2.1.2
Klasifikasi ilmiah Kerajaan Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies
: Plantae : Magnoliophyta Magnoliophyta : Liliopsida : Zingiberales : Musaceae : Musa. : Musa sp
Morfologi Tanaman Pisang a. Akar Pohon pisang berakar rimpang dan tidak mempunyai akar tunggang. Akar ini berpangkal pada umbi batang. Akar terbanyak berada pada bagian bawah tanah. Akar ini menuju bawah sampai kedalaman 75-150 cm. sedang akar yang ada di bagian samping umbi batang tumbuh kesamping atau mendatar. Dalam perkembanganya perkembanganya akar samping bias mencapai 4-5 meter. b. Batang Batang pisang sebenarnya terletak dalam tanah berupa umbi batang. Di bagian atas umbi batang terdapat. Tumbuh yang menghasilkan daun dan pada suatu saat akan tumbuh bunga pisang (jantung). Sedang yang berdiri tegak di dalam tanah yang biasanya dianggap batang itu adalah batang semu. Batang semu ini terbentuk dari pelepah daun panjang yang saling menelengkup dan meutupi dengan kuat dan kompak sehingga bias berdciri tegak seperti
5
Created By: Suyadi
batang tanaman. Tinggi batang semu ini berkisar 3,5-7,5 meter tergantung jenisnya.
Daun Daun pisang letaknya tersebar, helaian daun berbentuk lanset memanjang. Pada bagian bawahnya berlilin. Daun ini diperkuat oleh tangkai daun yang panjangnya antara 30-40 cm. daun pisang mudah sekali robek atau terkoyak oleh hembusan angina yang keras karena tidak mempunyai tulang-tulang pinggir yang menguatkan lembaran daun. d. Bunga Bunga berkelamin satu, berumah satu dalam tandan. Daun penumpu bunga berjejal rapat dan tersusun secara spiral. Daun pelindung berwarna merah tua, berlilin, dan mudah rontok dengan panjang 1-25 cm. bunga tersusun dalam 2 baris melintang. Bunga betina berada dibawah bunga jantan (jika ada). lima daun tenda bunga melekat sampai tinggi, panjangnya 6-7 cm. benang sari 5 buah pada betina tidak sempurna, bakal buah persegi, sedang pada bunga jantan tidak ada. e. Buah Sesudah bunga keluar, akan terbantuk sisir pertama, kemudian memanjang lagi dan terbentu sisir kedu, ketiga dan seterusnya. Jantungnya perlu di potong sebab sudah tidak menghasilkan sisir lagi. c.
2.1.3
Kandungan Kandungan Dalam Getah Pisang Pada pohon pisang terdapat berbagai kandungan yang dapat member manfaat bagi kita. Di dalam getahnya terdapat kandungan “saponin, antrakuinon, dan kuinon yang dapat berfungsi sebagai antibiotik danpenghilang rasa sakit (Budi, 2008). Getah batang pohon pisang mengandung beberapa jenis fitokimia yaitu saponindengan kandungan yang paling banyak, kemudian flavonoid dan tanin dan tidak mengandungalkaloid, steroid dan triterpenoid. Polifenol dan flavono merupakan golongan fenol yang telah diketahui memilikiaktivitas antiseptik. Senyawa flavonoid menurut strukturnya merupakan turunan senyawaflavon golongan flavonoid dapat digambarkan sebagai deretan C6 - C3 - C6 (cincin benzentersubstitusi) disambung oleh rantai alifatik 3 karbon, senyawa 6
Created By: Suyadi
ini merupakan senyawaflavonoid larut dalam air serta dapat diekskresikan menggunakan etanol 70 %(Harborne, 1987).
2.2 Luka 2.2.1
2.2.2
Pengertian Luka Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit ( Taylor, 1997). Luka adalah kerusakan kontinyuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain (Kozier,1995). Ketika luka timbul, beberapa efek akan muncul: 1. Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ 2. Respon stres simpatis 3. Perdarahan dan pembekuan darah 4. Kontaminasi bakteri 5. Kematian sel
Proses Penyembuhan Luka Tubuh secara normal akan memberikan respon terhadap cedera dengan jalan “proses peradangan”, “proses peradangan”, yang dikarakteristikkan dengan lima tanda utama: bengkak (swelling),kemerahan (redness), panas (heat), nyeri (pain) dan kerusakan fungsi (impaired function). Proses penyembuhannya mencakup beberapa fase 1. Fase Inflamasi Fase inflamasi adalah adanya respon vaskuler dan seluler yang terjadi akibat perlukaan yangterjadi pada jaringan lunak. 2. Fase Proliferatif Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki dan menyembuhkanluka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran fibroblas sangat besar pada proses perbaikanyaitu bertanggung jawab pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan selama proses reonstruksi jari jaring ngaan.3. .3. Fas Fase Matu Matura rassiTujuan iTujuan dari fase maturasi adalah menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan penyembuhan yang kuat dan bermutu.
2.3 Ekstrak Getah Pisang Ekstraksiadalah Ekstraksiadalah suatu suatu proses pemisahan pemisahan dari bahan bahan padat maupun maupun ca cai r denganbantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat 7
Created By: Suyadi
mengekstrak substansi yangdiinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Ekstraksi merupakan proses pemisahan suatubahan dari campurannya, ekstraksi dapat dilakukan dengan berbagai cara. Ekstraksimenggunakan pelarut didasarkan pada kelarutan komponen terhadap komponen lain dalamcampuran (Suyitno, 1989).Ekstraksi padat cair atau leaching adalah transfer difusi komponen terlarut daripadatan inert ke dalam pelarutnya. Proses ini merupakan proses yang bersifat fisik karenakomponen terlarut kemudian dikembalikan lagi ke keadaan semula tanpa mengalamiperubahan kimiawi. Ekstraksi dari bahan padat dapat dilakukan jika bahan yang diinginkandapat larut dalam solven pengekstraksi. Ekstraksi berkelanjutan diperlukan apabila pada tanhanya sedikit larut dalam pelarut. Namun sering juga digunakan pada padatan yang larutkarena efektivitasnya. [Lucas, Howard J, David Pressman. Principles and Practice In OrganicChemistry} Ekstraksi merupakan kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Simplisia yangdiekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan senyawa yang tidak dapat larutseperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-lain (Anonim, 2000). 2.4 Bakteri Pseudomonas Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu spesies dari genus Pseudomonas yang dapat menimbulkan penyakit infeksi pada manusia. Pseudomonas aeruginosa dalam jumlah kecil seringkali merupakan flora
normal pada intestin (saluran cerna) dan kulit manusia, di samping dapat ditemukan pada tanah dan air. Infeksi pada manusia biasanya bersifat oportunistik dan merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial (Dzen dkk , 2003). Pseudomonas aeruginosa merupakan bakteri yang multiresisten
terhadap berbagai golongan antibiotik. Luka yang terjadi di kulit jika tidak ditangani dengan benar sering menimbulkan infeksi. Hal ini terjadi karena di kulit banyak hidup flora normal diantaranya Pseudomonas aeruginosa (Dzen dkk , 2003). Sebelum gel penutup luka dan cairan antiseptik dengan berbagai
merek beredar di pasaran, secara tradisional sejumlah tanaman dan hewan telah digunakan untuk mencegah peradangan dan menyembuhkan luka. Di antaranya adalah getah pelepah pisang ( Anonymous, 2005). Menurut penelitian dari Laboratorium Patologi Veteriner, Bagian Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor bahwa luka 8
Created By: Suyadi
pada mencit yang diolesi getah pelepah pisang menutup dua kali lebih cepat daripada luka pada mencit yang tidak diobati dan tidak meninggalkan jaringan parut. Kemampuan getah pelepah pisang menyembuhkan luka diduga akibat kandungan saponin, antrakuinon dan kuinon yang berfungsi sebagai antibiotik dan
analgetik.
Sementara
kandungan
lektin
berfungsi
menstimulasi
pertumbuhan sel kulit (Priosoeryanto, ( Priosoeryanto, 2003). Dari uraian di atas diduga bahwa keempat kandungan getah pelepah pisang memiliki efek antimikroba terhadap Pseudomonas aeruginosa yang merupakan salah satu penyebab infeksi nosokomial. Oleh karena itu, perlu dilakukan suatu penelitian ilmiah tentang efek antimikroba getah pelepah pisang terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa sebagai alternatif untuk pengobatan terhadap infeksi oleh Pseudomonas aeruginosa mengingat sifat bakteri tersebut yang multiresisten terhadap banyak antibiotik.
9
Created By: Suyadi
BAB III ANALISIS
3.1 Hasil Berdasarkan Penelitian Pengamatan tingkat kekeruhan tabung pada penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang yang digunakan, maka campuran di dalam tabung semakin keruh dan terdapat perbadaan warna antara tabung yang berisi biakan Pseudomonas aeruginosa tanpa getah pelepah pisang
(kelompok perlakuan getah pelepah pelepah pisang 0%) dengan dengan
biakan yang dicampur getah pelepah pisang dimana biakan tanpa getah pelepah pisang berwarna kehijauan dan biakan dengan getah pelepah pisang berwarna coklat (warna dasa
getah pelepah pisang adalah coklat).
Peningkatan kekeruhan getah pelepah pisang ini menyebabkan KHM tidak dapat ditentukan. Tingkat Kekeruhan pada
Tube
Dilution
Methode
(konsentrasi getah pelepah pisang dari kiri ke kanan 0%, 20%, 40%, 60%, 80%, dan 100%)
3.2 Pembahasan Pembahasan Hasil Penelitian Pada penelitian, KHM tidak dapat ditentukan karena semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka semakin keruh pula campuran dalam tabung. Secara teoritis, KHM adalah konsentrasi terendah obat pada tabung yang ditunjukkan dengan hasil biakan yang mulai tampak jernih atau tidak ada pertumbuhan mikroba (Dzen dkk , 2003). Peningkatan kekeruhan isi tabung pada penelitian ini mungkin karena wujud dasar getah pelepah pisang adalah keruh sehingga semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka semakin tingg tingg pula kekeruhannya. kekeruhannya. Metode Metode dilusi agar agar tidak dipilih dipilih dalam penelitian ini karena metode dilusi agar hanya dapat digunakan untuk mencari KHM sedangkan tujuan dari penelitian ini adalah mencari KHM dan KBM. Selain itu, metode ini tidak dipilih peneliti karena getah pelepah pisang yang digunakan sebagai bahan antimikroba berwarna coklat dan keruh sehingga menyulitkan pengamatan pada metode ini.
10
Created By: Suyadi
Selain KHM, KBM getah pelepah pisang terhadap Pseudomonas aeruginosa juga tidak dapat dapat ditentukan karena karena dari semua kelompok kelompok perlakuan
pada isolat A, B, C, dan D tidak ditemukan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa yang < 0,1% dari jumlah original inoculate. KBM adalah kadar
agens antimikroba terendah yang menunjukkan pertumbuhan bakteri < 0,1% dari inokulum asal (Finegold and Baron, 1986). Namun demikian, secara umum terlihat adanya penurunan jumlah koloni. Data rata-rata jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa (isolat A, B, C, dan D) pada tiap kelompok perlakuan konsentrasi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka semakin sedikit jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa pada NAP, kecuali pada konsentrasi 60%. Hasil
perlakuan pada isolat A, B, C, dan D menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka jumlah koloni bakteri relatif semakin berkurang, tetapi pada konsentrasi 40% (isolat A dan C), 60% (isolat B dan C), 80% (isolat A), dan 100% (isolat D) terjadi ketidak-konsistenan penurunan penurunan jumlah koloni bakteri. Hal ini mungkin terjadi karena faktor homogenitas isolat dan resistensi bakteri Hasil penelitian di atas diperkuat oleh hasil pengamatan diameter zona hambatan getah pelepah pisang terhadap Pseudomonas aeruginosa yang dilakukan dengan menggunakan modifikasi
metode difusi agar. Data rata-rata diameter zona hambatan pertumbuhan Pseudomonas
aeruginosa pada tiap kelompok perlakuan konsentrasi
menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka semakin
besar
diameter
zona
hambatan
pertumbuhan
Pseudomonas
aeruginosa. Hasil analisis data jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa
dengan menggunakan korelasi regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi getah pelepah pisang maka jumlah koloni
Pseudomonas
aeruginosa semakin berkurang dan konsentrasi getah pelepah pisang
mempengaruhi jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa sebesar 34,3%. Analisis korelasi regresi data diameter zona hambatan pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa menunjukkan bahwa semakin tinggi konsentrasi
getah pelepah pisang maka semakin besar diameter zona hambatan 11
Created By: Suyadi
pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa dan konsentrasi getah pelepah pisang mempengaruhi
diameter
zona
hambatan
pertumbuhan
Pseudomonas
aeruginosa sebesar 85,1%. Hasil analisis data jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa
dan diameter zona hambatan pertumbuhan
Pseudomonas
aeruginosa menunjukkan bahwa getah pelepah pisang memiliki efek
antimikroba terhadap Pseudomonas aeruginosa. Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan kemungkinan getah pelepah pisang hanya bersifat bakteriostatik terhadap Pseudomonas aeruginosa. Efek antimikroba getah pelepah pisang terhadap Pseudomonas aeruginosa disebabkan kandungan kandungan aktifnya yaitu saponin, kuinon, antrakuinon, dan lektin (Priosoeryanto, 2005). Keempat bahan aktif tersebut bekerja pada permukaan membran sitoplasma. Kerja saponin, kuinon, antrakuinon, dan lektin yang terdapat dalam getah pelepah pisang menyebabkan rusaknya membran sitoplasma Pseudomonas
aeruginosa sehingga
menyebabkan gangguan
metabolisme energy dan pertumbuhan bakteri tersebut.
12
Created By: Suyadi
BAB IV KESIMPULAN
Getah pelepah pisang yang digunakan masyarakat tradisional sebagai obat luka bakar terbukti memiliki efek menghambat pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa. Peningkatan konsentrasi 60% dan 80%, getah pelepah pisang
cenderung menyebabkan penurunan jumlah koloni Pseudomonas aeruginosa dan peningkatan diameter zona hambatan Pseudomonas aeruginosa. Kadar Hambat Minimal (KHM) dan Kadar Bunuh Minimal (KBM) getah pelepah pisang terhadap pertumbuhan Pseudomonas aeruginosa tidak dapat ditentukan dengan menggunakan menggunakan metode uji dilusi tabung
13
Created By: Suyadi
DAFTAR PUSTAKA
Albert B, Bray D, Lewis J, Raff M, Roberts K, Watson JD, 1994. Biologi Molekuler Sel Edisi II Jilid 1. PT Gramedia Pustaka Utama. Utama. Jakarta. Hal: 27 Anonymous, Anonymous, 2004. Konsumen. Suara Merdeka, 09 Juni 2004 , 2005. Penyembuh Luka di Sekitar Kita. Kompas, 24 Juli 2003 Dorland, 1996. Kamus Kedokteran. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal: 116, 1002 Dzen SM, Santoso S, Roekistiningsih, Winarsih S, 2003. Bakteriologi Medik. Edisi I. Bayumedia Publishing. Malang. Hal: 16-22, 122-123, 247-251 Finegold, MS dan Baron J.E. 1986. Bailey and Scott s Diagnostic Microbiology 7th Edition. Mosby Company. Toronto. Hal: 182 Ganishwarna SG, Setiabudy R, Suyatna FD, Purwantyastuti, Nafrialdi, 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi 4. Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 571 Gunawan, D dan Mulyani, 2004. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) (Farmakognosi) Jilid 1. Penebar Swadaya. Jakarta. Hal: 77-82, 87-92 Jawetz, Melnick, and Adelberg, 1996. Mikrobiologi Kedokteran Edisi 20. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Hal: 249-251 Lukito, H. 1998. Rancangan Penelitian Suatu Pengantar. FKIP. Malang. Hal: 2527 Mashuri. 2004. Tannin: The Antimicrobial Coumpounds of Plants. Biology Laboratory of UMM. Malang Murray, PR; Patrick Ellien JO Baron; Fred C Tenover; and Robert H Yolken. 1999. Manual of Clinical Microbiology 7th Edition. American Society for Microbiology, ASM Press. Washington DC. Hal: 1527-1536 Pelczar, MJ and E.C.S. Chan. 1986. Dasar-dasar Mikrobiologi Jilid 2. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. Hal: 452 Prabu, BDR. 1996. Penyakit-penyakit Infeksi Umum Jilid 1. Penerbit Widya
14
Created By: Suyadi
Medika. Jakarta. Hal: 1-2
15
Created By: Suyadi