GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat dan karuniaNya sehingga buku "Gastronomi Upaboga Indonesia" edisi ke-II dapat diselesaikan. Buku edisi ke-II ini untuk memperbaiki, melengkapi dan menambah konten dari substansi buku edisi ke-I. Seperti diutarakan, istilah Gastronomi saat ini belum terlalu populer di kalangan awam. Dengan terbitnya buku edisi ke-II diharapkan dapat lebih utuh memandu dan memberi petunjuk praktis bagi anggota Indonesian Gastronomy Association (IGA). Buku ini diperuntukan hanya untuk anggota IGA sebagai panduan wajib organisasi dalam upaya mendapatkan gambaran mengenai gastronomi. Substansi daripada buku ini merupakan kompilasi dan resensi dari berbagai sumber yang selama 4 (empat) tahun terakhir dibaca dan dianalisa oleh penulis sehingga menjadi buah pemikiran tersendiri. Buku ini terbagi dalam 3 (tiga) bagian yakni : 1. Bagian I (pertama) (pertama) menjelaskan tentang gastronomi secara umum, baik mengenai pengetahuan dan aplikasinya serta penerapan organisasinya. 2. Bagian II (kedua) menjelaskan menjelaskan tentang upaboga (gastronomi) (gastronomi) di Indonesia, baik baik mengenai perbedaan antara makanan (boga) dan gastronomi (upaboga) maupun aplikasinya serta penerapannya di Indonesia, termasuk di dalamnya kaitannya terhadap diplomasi, ekonomi kreatif dan pariwisata. 3. Bagian III (ketiga) (ketiga) menjelaskan tentang tentang beberapa makanan Nusantara dan ciri khasnya, yang merupakan aplikasi dari gastronomi Indonesia. Terus terang, penulis bukan ahli gastronomi, apalagi mempunyai latar belakang akademis dan karier dalam dunia itu. Tulisan ini lebih difokuskan membedah sisi praktek gastronomi dari kaca mata awam penulis selama sekian tahun menelusuri sejarah dan budaya seni masakan Indonesia. Mudah-mudahan penjelasannya dapat memberikan yang terbaik bagi kemajuan gastronomi di Indonesia, meskipun dirasakan masih banyak kekurangan didalamnya dan jauh dari kata sempurna. Kedepannya kami mengharapkan kritik dan saran terhadap penyempurnaan buku ini, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa masukan yang membangun. Disamping itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu selama pembuatan buku ini, teristimewa buat Cynthia Juono, istri penulis yang telah memberikan dukungan, keleluasaan dan waktu untuk menyelesaikannya. Semoga buku ini dapat diterima dan bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan. Mengenai legalitasnya content substansi buku ada di ranah penulis berdasarkan UU Hak Cipta Tahun 2002 .
Jakarta, 9 Desember 2017 Indrakarona Ketaren
Edisi II
Indrakarona Ketaren
1
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
DAFTAR ISI
Kata Pengantar (Halaman 1) Daftar Isi (Halaman 2) BAGIAN I : GASTRONOMI Bab I : Gastronomi
1. Pendahuluan (Halaman 9) a. Gastronomi Praktis b. Gastronomi Teoritis c. Gastronomi Teknis d. Gastronomi Molekuler e. Gastronomi Makanan 2. Sepintas Sejarah Tentang Memasak (Halaman 11) 3. Peradaban Makanan Manusia (Halaman 12) a. Agrobiodiversity b. Bahan Pangan Menjadi Makanan c. Konsumsi Pangan & Makanan 4. Kodifikasi Memasak (Halaman 14) 5. Pemahaman Tentang Gastronomi (Halaman 15) a. Pengertian Kuliner b. Pengertian Gastronomi c. Aspek Kesamaan d. Pakar Komponen Gastronomi 6. Pelaku Dunia Makanan (Halaman 22) a. Epicure b. Foodie c. Gluttony d. Gastronom e. Gastrosof f. Gourmets 7. Sejarah Gastronomi (Halaman 23) 8. Ciri Kajian Gastronomi 9. Interdisipliner Interdisipliner Kajian Gastronomi (Halaman 24) 10. Siapakah Gastronom 11. Identitas Gastronomi Gastronomi (Halaman 25) 12. Bagaimana Gastronomi Mempengaruhi Kehidupan Masyarakat Masyarakat (Halaman 26) a. Pola Hidup b. Budaya c. Geografi d. Keberlangsungan 13. Perbedaan Gastronomi Barat & Timur Timur (Halaman 28) 14. Perbedaan Budaya Dalam Gastronomi Barat & Timur (Halaman 32) a. Kebudayaan b. Perbedaan Budaya Barat dan Timur b.1. Kebudayaan Barat b.2. Kebudayaan Timur c. Budaya Gastronomi Indonesia 15. Perjamuan Makan Bersama Bersama (Halaman 34) 16. Penilaian Dalam Gastronomi Gastronomi 17. Presentasi Makanan (Halaman 35) 18. Seni, Gaya & Ciri Masakan a. Cuisine Bourgeoise b. Fusion Cuisine c. Cuisine du Terroir d. Nouvelle Cuisine Edisi II
Indrakarona Ketaren
2
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
e. Haute Cuisine f. Avant Garde Cuisine g. Localized Global Cuisine 19. Fine Dining Dining (Halaman 38) Bab II : Keterpautan Gastronomi 1. Interpretatif Interpretatif Gelar Chef (Halaman 41) 2. Science & Cooking (Halaman 42) 3. Panduan Michelin (Halaman 42) 4. Organisasi Gastronomi (Halaman 44)
5. Lembaga Kajian Seni Memasak 6. Gastronomi Di Mata Dunia (Halaman 45) 7. Gelaran Gastronomi Manca Negara a. Madrid Fusion b. Gastro Festival c. Internationale Tourismus-Börse Berlin d. Les Etoiles de Mougins e. Fête de la Gastronomie f. Gastronomie Jaarbeurs g. World Expo Milano h. Salon de Gourmets 8. Gelaran Gastronomi Bangsa (Halaman 46) BAGIAN II : UPABOGA INDONESIA Bab III : Upaboga Indonesia 1. Sadar Gastronomi (Halaman 48) 2. Perkembangan Upaboga (Halaman 49)
3. 4. 5. 6.
Batasan Upaboga PenelahaanUpaboga Konstruksi Upaboga (Halaman 50) Corak Upaboga (Halaman 51)
Bab IV : Boga Indonesia
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
8. 9. 10. 11.
Peta Boga Indonesia (Halaman 53) Garis Seni Boga Indonesia (Halaman 54) Ihwal Profil Boga Indonesia (Halaman 55) Tangible & Intangible (Halaman 58) Kearifan Lokal (Halaman 58) Artisanal Resepi Boga Indonesia (Halaman 59) Jenis Boga Indonesia (Halaman 60) a. BogaTradisional i. Pedesaan ii. Perkotaan b. Boga Non Tradisional i. Akulturasi ii. Mimikri iii. Local Globalized Cuisine Perkembangan Seni Dapur Bangsa Indonesia (Halaman 61) Catatan Boga Indonesia (Halaman 62) Data Profil Boga Boga Indonesia (Halaman 63) Tradisi Peranti Saji Saji Indonesia
Bab V : Rampai Permasalahan Makanan Di Tanah Air 1. Makanan Lokal (Halaman 67)
2. Legalitas Makanan 3. Hak Kekayan Intelektual (Halaman 69) 4. Pahlawan (Halaman 70) Edisi II
Indrakarona Ketaren
3
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
5. 6. 7. 8. 9. 10.
Makanan Jalanan (Halaman 72) Kenapa Disebut Kaki Lima (halaman 73) Gelaran Gastronomi Indonesia (Halaman 74) Instrumen Kebijakan Budaya (Halaman 76) Makanan Indonesia & Michelin (Halaman 77) Mustika Rasa
Bab VI : Praktikan Gastronomi
1. Gastronomi & Diplomasi (Halaman 78) a. Kekuatan Prestise b. Diplomasi c. Makanan Sebagai Instrumen Diplomasi d. Gastro-Diplomasi e. Tahapan Gastro-Diplomasi f. Nation Branding i. Thailand ii. Korea Selatan iii. Taiwan iv. Malaysia v. Australia vi. Jerman vii. Indonesia g. Gastro-Diplomasi Pemerintah Amerika Serikat h. Gastro-Diplomasi Indonesia i. Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional 2. Gastronomi & Kreatifitas Kreatifitas (Halaman 87) a. Kreatifitas b. Industri Kreatif c. Ekonomi Kreatif d. Kelas Kreatif e. Gastronomi Dalam Industri Kreatif f. Gastronomi Dalam Ekonomi Kreatif g. Gastronomi & Pemangku Kepentingan h. Pemimpin Kreatif Gastronomi i. Ruang Lingkup Boga Dalam Ekonomi Kreatif 3. Gastronomi & Pariwisata (Halaman 96) a. Wisata Kreatif b. Gastronomi Sebagai Identitas Dalam Mengembangkan Pariwisata Pariwisata c. Wisata Gastronomi d. Kepentingan Wisata Makan Ala Gastronomi e. Wisata Gastronomi & Wisata Boga f. Pertumbuhan Wisata Boga Di Benua Barat g. Wisata Gastronomi Indonesia BAGIAN III : MAKANAN NUSANTARA Bab VII : Beberapa Naskah Kuna Nusantara Tentang Makanan 1. Naskah Jawa (Halaman 106)
a. Serat Centhini i. Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini ii. Peranti Saji Serat Centhini iii. Wedhang Soklat b. Serat Goenadrija c. Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran d. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna e. Jenis Makanan Naskah Kuna Jawa 2. Naskah Bali : Lontar Dharma Caruban (Halaman 114)
Edisi II
Indrakarona Ketaren
4
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
3. Naskah Banyumas : Babab Pasir & Babad Banyumas (Halaman 117) 4. Naskah Sunda : Sanghyang Swawar Cinta & Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian (Halaman 118)
Bab VIII : Gastronomi Jawa Pada Prasasti Penetapan Sima Abad 9 – 10 Masehi (M) 1. Prasasti Taji 901 M (Halaman 119)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12.
Prasasti Pangumulan 902 M Prasasti Watukura I 902 M (Halaman 120) Prasasti Mantyasih I 907 M Prasasti Mantyasih III Prasasti Rukam 907 M Prasasti Lintakan 919 M Prasasti Sa!guran 928 M Prasasti Linggasuntan 929 M (Halaman 121) Prasasti Jeru jeru 930 M Prasasti Alasantan 939 M Prasasti Paradah 943 M
Bab IX : Naskah Kuna Tentang Makanan 1. Catatan Kuna Makanan (Halaman 121)
2. Makanan Tradisional Bagi Masyarakat Jawa (Halaman 123) Bab X : Makanan Dan Minuman Yang Sudah Ada Jaman Jawa Kuno 1. Dendeng (Halaman 124)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Urap Lalapan Dodol Tape Ketan Pecel (Halaman 125) Agar-Agar Dawet Kerupuk Rawon Ikan Asin Wajik Jadah (Halaman 126) Serbat
Bab XI : Beberapa Masakan Indonesia 1. Masakan Indonesia (Halaman 126) 2. Masakan Bali (Halaman 128)
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Masakan Batak & Karo Masakan Betawi (Halaman 129) Masakan Jawa Masakan Minahasa (Halaman 130) Masakan Minangkabau Masakan Sumatera (Halaman 131) Masakan Sunda (Halaman 132) Masakan Tionghoa (Halaman 133) Lauk-Pauk Ritual Jawa Untuk Sesaji (Halaman 135) Lauk Pauk Ritual Persembahan Masyarakat Hindu-Bali (Halaman 136) Makanan Pelambang Bagi Masyarakat Tionghoa (Halaman 138)
Bab XII : Beberapa Gaya Mak anan Indonesia 1. Kegemaran Makan Sambal (Halaman 138) 2. Gulai, Gule & Kari (Halaman 139) 3. Aneka Nasi Di Indonesia (Halaman 141) Edisi II
Indrakarona Ketaren
5
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
4. 5. 6. 7. 8. 9.
10. 11. 12. 13.
Makanan Nasional Indonesia (Halaman 151) Soto - Bhineka Tunggal Ika Makanan Indonesia (Halaman 153) Rijsttafel (Halaman 156) Gado-Gado, Karedok, Ketoprak, Lotek & Pecel (Halaman 158) Singkong dan Ubi (Halaman 159) Tradisi Makan Bersama (Halaman 161) a. Babancakan Tradisi Makan Bersama Ala Banten b. Bancakan Tradisi Makan Bersama Ala Sunda c. Bajamba Tradisi Makan Bersama Ala Minang d. Baseprah Tradisi Makan Bersama Ala Kutai e. Bagawa Tradisi Makan Bersama Ala Belitung f. Begibung Tradisi Makan Bersama Ala Pulau Lombok g. Besurong Saprah Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Sambas h. Botram Tradisi Makan Bersama ala Sunda i. Megibung Tradisi Makan Bersama Ala Bali j. Ngaliwet Tradisi Makan Bersama Ala Sunda k. Patita Tradisi Makan Bersama Ala Maluku l. Saprahan Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Pontianak Tradisi Makanan Karo (Halaman 168) Tungku Masak Masyarakat Karo Kenduri (Halaman 169) Selamatan (Halaman 170)
Bab XIII : Beberapa Filosofi Makanan Indonesia 1. Arsik (Dekke na Niarsik) (Halaman 171) 2. Bancakan (Halaman 173)
3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31.
Bubur Ayam Bubur Sumsum Cipera Manuk (Halaman 175) Gudeg Hidangan Imlek (Halaman 176) Jenang (Halaman 177) Jong Labar (Halaman 179) Kaspe Ketan Panca Warna Ketan, Kolak dan Apem (Halaman 180) Ketupat (Halaman 181) a. Arti Kata Ketupat b. Makna Filosofi Ketupat Kue Apem (Halaman 185) Kue Bacot (Halaman 186) Kue Gethuk (Halaman 187) Kue Lemper (Halaman 188) Kue Nagasari Kue Pasung, Gedang dan Apem Lawar (Halaman 189) Lupis (Halaman 190) Nasi Golong (Halaman 191) Nasi Kebuli Nasi Urap (Halaman 192) Polo Pendem Rendang (Halaman 193) Rujak Bebek (Halaman 194) Rujakan Semar Mendem (Halaman 195) Sesate Bali Sijamba Langkok
Edisi II
Indrakarona Ketaren
6
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
32. 33. 34. 35. 36.
Soto (Halaman 196) Telo (Halaman 198) Terites (Halaman 199) Tiwul (Halaman 200) Tumpeng a. Makna Cabai Merah Di Nasi Tumpeng b. Lauk Pauk Pelengkap Nasi Tumpeng c. Jenis Nasi Tumpeng Tumpeng Robyong Tumpeng Pernikahanan Tumpeng Tumbuk Tumpeng Megono Tumpeng Nujuh Bulan Tumpeng Putih Tumpeng Kuning Tumpeng Nasi Uduk Tumpeng Pungkur Tumpeng Seremonial / Modifikasi d. Warna Nasi Tumpeng e. Prosesi Nasi Tumpeng • • • • • • • • • •
Bab XIV : Beberapa Makanan Langka Di Indonesia 1. Awug – Jawa Barat (Halaman 207)
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35.
Babanci – Betawi Brambang Asem – Jawa Bubur Ase – Betawi (Halaman 208) Cabuk Rambak – Jawa Cimpa Tuang – Karo Colenak – Jawa Barat (Halaman 209) Es Goyang – Betawi Es Potong – Betawi Es Selendang Mayang – Betawi (Halaman 210) Es Serut Cetak – Jawa Barat Gabus Pucung – Betawi Gandus – Palembang Gudeg Manggar – Jawa (Halaman 211) Gulai Balak – Lampung Gulai Gajebo – Sumatera Barat Gulai Tutut – Jawa Barat Gulo Puan – Palembang Gatot – Jawa (Halaman 212) Gomak – Palembang Grondol – Jawa Horok – Horok – Jawa Ikan Cuka - Sumatera Barat (Halaman 213) Iwak Wader Sambel Cobek – Jawa Jaha – Sulawesi Katimus – Sunda Kerak Telur – Betawi Ketan Bintul – Banten (Halaman 214) Kicak – Jawa Kidu – Karo Kue Dongkal – Betawi Kue Kembang Goyang – Betawi (Halaman 215) Kue Rangi – Betawi Keumamah – Aceh Lahang – Jawa Barat
Edisi II
Indrakarona Ketaren
7
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60.
Laksa Betawi – Betawi (Halaman 216) Leumeung – Jawa Barat Limun Sarsaparilla – Jawa Lodeh Kluwih – Jawa Lompong Sagu - Sumatera Barat (Halaman 217) Lompong Sagu – Tapanuli Mie Lethek – Jawa Nasi Sambel Tumpang – Jawa Paniki – Manado (Halaman 218) Pelas (Bongko) – Jawa Peler Kambing – Palembang Pencok – Jawa Barat Pliek Ue – Aceh Puding Kabinet – Jawa Putri No’ong – Jawa Barat Rabeg – Banten (Halaman 219) Ragit – Palembang Reuceuh Bonteng – Jawa Barat Sambal Lado Pado – Sumatera Barat Sayur Besan – Betawi Semanggi – Jawa (Halaman 220) Sengkulun – Betawi Tempe Busuk (Bosok) – Jawa Tumis Kerang Lurjuk – Jawa Ulukutek Leunca – Jawa Barat (Halaman 221)
Pustaka & Referensi (Halaman 222) Tentang Penulis (Halaman 227)
Edisi II
Indrakarona Ketaren
8
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
BAGIAN I : GASTRONOMI “.. A greatest pleasure in life is doing what peo ple say you canno t do ..” (Walter Bagehot) BAB I GASTRONOMI 1. PENDAHULUAN
Gastronomi, istilah ini masih terdengar asing bagi banyak orang. Sebelum membahas gastronomi lebih jauh, sebaiknya mengetahui lebih dulu berbagai bidang dalam lingkup gastronomi agar dapat mengambil posisi dari berbagai sudut pandang yang ada. Disamping itu jika nanti ditemukan kata makanan maka penjelasannya termasuk juga minuman. Aspek, bidang atau sudut pandang gastronomi ada 5 (lima) yakni : a. Gastronomi Praktis b. Gastronomi Teoritis c. Gastronomi Teknis d. Gastronomi Molekuler e. Gastronomi Makanan a. Gastronomi Praktis
Praktek yang berhubungan dengan aplikasi, preparasi, produksi, dan keramahtamahan dalam penyajian makanan. Pekerjaan ini meliputi teknik dan standar mengubah (mengkonversi) bahan mentah menjadi makanan untuk disajikan. Pelakunya adalah para ahli masak (artis kuliner) yakni para chef profesional atau ahli masak otodidak ("pemasak" atau"koki" atau "juru masak”) yang aktivitasnya berhubungan dengan proses masak – memasak atau dalam bahasa antar bangsa disebut sebagai “the art of good cooking” dan dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “tukang masak”. Termasuk sebagai pelaku dalam gastronomi praktis adalah semua orang yang aktivitasnya berhubungan dengan hospitality (keramahtamahan), yakni pemilik restoran, , butler (kepala pelayan) dan waiter (pramusaji). Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan anggotanya terdiri dari para ahli masak, pemilik hotel dan restoran.
profesional
yang
b. Gastronomi Teoritis
Pelaku yang mendukung gastronomi praktis dengan cara mempelajari pendekatan teoritis, proses, sistem dari resep masakan yang diimplementasikan ke dalam bentuk tulisan akademis atau ilmiah. Caranya dengan mendokumentasikan maupun memformulasikan berbagai macam prosedur yang harus dilakukan untuk memaksimalkan pembelajaran dan efisiensi mengolah bahan pangan maupun meningkatkan kesuksesan dalam mengolah suatu hidangan makanan. Pelakunya adalah para konsultan profesional dan lembaga pendidikan makanan. Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para konsultan profesional dan sekolah tinggi / universitas pendidikan makanan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
9
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
c. Gastronomi Teknis
Pelaku yang memberi penilaian, pengukuran dan evaluasi sistematis terhadap gastronomi. Pelaku ini adalah penghubung antara industri makanan skala kecil sampai industri massal. Kegiatannya mencakup keahlian memberi penilaian dan evaluasi terhadap makanan instan, instalasi metode produksi dan peralatan yang dibutuhkan untuk memulai produksi industri makanan. Pelakunya adalah para teknisi, ilmuwan makanan, konsultan profesional dan spesialis operasional yang bekerja di area ini. Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan perusahan makanan dan minuman yang anggotanya terdiri dari konsultan masakan, industriawan perusahaan makanan, pemilik hotel & restauran, ilmuwan, profesional dan ahli masak. Termasuk dalam organisasi adalah kelembagaan Pemerintah yang terkait dengan ketahanan pangan, promosi dan kesehatan makanan. d. Gastronomi Molekuler
Pelaku yang mempelajari transformasi fisio-kimiawi dari bahan pangan selama proses memasak dan fenomena sensori saat dikonsumsi. Ilmu ini dicirikan dengan penggunaan metode ilmiah untuk memahami dan mengendalikan perubahan molekuler, fisio-kimiawi dan struktural yang terjadi pada makanan, tahap pembuatan hingga konsumsi. Metode ilmiah yang digunakan meliputi pengamatan mendalam, pembuatan dan pengujian hipotesis, ekperimen terkontrol, objektivitas sains, dan reproduksibilitas eksperimen. Pelakunya adalah ahli kuliner molekuler yang menguasai seni memasak molekuler (molecular cooking). Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya adalah ahli kuliner molekuler dan pemilik hotel & restoran. e. Gastronomi Makanan
Pelaku yang menikmati dan mengkaji makanan dari proses dan peran sejarah, budaya, lansekap geografis dan metode memasak untuk kepentingan inventarisasi kekayaan akal budi makanan. Caranya dengan menginventarisasi kekayaan makanan tradisional dengan menggali warisan leluhur, tulisan ilmiah dan catatan kitab kuno, termasuk mencakup inovasi terhadap resep baru maupun modifikasi dari resep tradisional. Dalam pengertian bahasa antar bangsa gastronomi makanan adalah “the art of good eating” atau dalam bahasa sehari-hari disebut sebagai “tukang m akan”. Pelakunya adalah para penikmat, pemerhati dan pecinta makan an (food connoisseur). Contoh organisasinya adalah perhimpunan atau perkumpulan yang anggotanya dari kalangan food connoisseur. Dengan memahami ke 5 (lima) sudut pandang gastronomi di atas, maka dapat dijelaskan bahwa buku ini mencoba membahas dari aspek nomor 5 (lima) yakni gastronomi makanan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
10
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
2.
SEPINTAS SEJARAH TENTANG MEMASAK
Secara sederhana, memasak dapat digambarkan sebagai proses dari hasil persiapan dan mengolah bahan mentah menjadi makanan. Menurut beberapa ilmuwan, memasak adalah revolusi kreatifitas manusia yang pertama dilakukan di bumi ini ketika ditemukan cara untuk mengendalikan api (Dahl 2009). Richard W. Wrangham, seorang profesor antropologi di Harvard University, mengatakan : "Memasak merupakan kunci yang membuat kita menjadi manusia. Sejak lahir, memasak ada dalam gen manusia dan berkembang secara alami menjadikan manusia modern". Ia menyatakan : "Memasak adalah proses evolusi manusia. Hanya manusia satu-satunya spesies di dunia yang memasak makanan mereka di atas perapian". Bagi Wrangham, seni membuat api merupakan penemuan terbesar yang pernah dibuat manusia yang menjadi dasar seni keahlian memasak. "Evolusi peradaban manusia datang dengan penemuan api dan memasak" kata Wrangham. "Manusia mengembangkan keterampilan membuat api dan mengendalikan api untuk memasak. Keahlian memasak mengubah desain biologis manusia. Peradabannya mendorong menuju modernisasi serta merupakan dasar paleo-keahlian seni memasak, "tambahnya. Manusia dilahirkan suka makanan yang panas. Sejak dua juta tahun lebih manusia setiap hari berkumpul di sekitar api dan kehidupan manusia disesuaikan untuk api. Wajar manusia dikatakan sebagai omnivora yang senang mengkonsumsi makanan nabati hangat untuk berbagai citarasa dan aneka rasa manis. Seni memasak telah menjadikan salah satu alasan manusia berkelompok dalam suatu kerumunan kesukuan. Seni memasak menjadikan manusia beradab dengan wujud kearifan lokal yang mereka miliki. Oleh karena itu, kata Wrangham, manusia pada intinya adalah mahluk "cookivores" (memasak makanan diatas perapian) Tidak mudah untuk mengatakan kapan memasak diciptakan, karena sulit untuk menentukan kapan manusia menemukan api dan belajar bagaimana mengendalikannya. Memasak adalah bagian penting dari evolusi sejarah kehidupan manusia yang berasal dari kemampuan mengontrol api yang kemudian munculnya makanan yang dimasak. Memasak meningkatkan nilai dan mutu makanan manusia, yang telah mengubah perkembangan organisme tubuh maupun pemikiran intelektualnya, yang tercipta akibat dari hasil proses kehidupan sosial (adat istiadat, kearifan lokal, komunikasi, budaya dan lain sebagainya). Makanan yang dimasak membuat makanan manusia lebih aman, menciptakan citarasa yang kaya dan yang paling penting memberi kelezatan serta mengurangi pembusukan. Esensi dasar memasak dan makan ditentukan dari ketersediaan makanan (buffer stock) dan cadangan bahan baku (stockpile) yang keduanya ditentukan oleh faktor iklim dan kekayaan alam wilayah bersangkutan yang dikembangkan menggunakan teknologi pertanian dan teknik memasak, bahkan melalui ilmu pengetahuan. Buffer stock & stockpile ini yang disebut dengan kedaulatan pangan (bukan ketahanan pangan) yang merupakan implementasi dari agrobiodiversity sistem pangan nabati. Makanan adalah bahan bakar dari kehidupan manusia, seperti juga udara dan air. Manusia tidak bisa hidup tanpa makanan. Namun, selain menjadi kebutuhan dasar, makanan dan memasak telah berkembang dari lebih sekedar kebutuhan dasar untuk bertahan hidup. Memasak telah berkembang sedemikian rupa selama ribuan tahun menjadi sebuah pengaturan sosial kemasyarakatan, yang dikenal kemudian menjadi gastronomi (Bober 1999). Rekaman perjamuan makan gastronomi ditemukan dalam teks-teks dan dari citra kehidupan abad pertengahan masyarakat Mesir kuno, Mesopotamia, Yunani dan Roma. Edisi II
Indrakarona Ketaren
11
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sebagai contoh di Yunani kuno, seorang Archimageiros ' ' (chef de cuisine) menyiapkan perjamuan makan gastronomi untuk tuannya. Demikian juga di Romawi saat terbentuknya Collegium Coquourum, seorang ‘Vuc !tar-Sef’ (koki profesional) menyiapkan perjamuan yang serupa. Dari sejak saat itu dunia mem asak dikenal menjadi profesi bergengsi (Montagne 1977). Makanan tidak hanya prestisius bagi yang memasak (chef) tetapi juga memberi reputasi 'gengsi' bagi mereka yang bertindak sebagai tuan rumah (hosting) dari perjamuan yang diselenggarakan. Dunia keahlian memasak dapat ditelusuri kembali ribuan tahun lalu sebagai sebuah fenomena budaya dan sosial, dimana kemudian gastronomi menjadi landasan dari kecerdasan pengetahuan manusia terhadap seni keahlian memasak dan makan yang baik (good eating ) (Civitello 2004: 174). Selama perjalanan sejarah, memasak menjadi sebuah seni, kreasi dan keahlian khusus manusia, bahkan menjadi sebuah ladang mata pencaharian yang memberi pengalaman sensorik bagi penikmatnya yang bersedia membayar mahal untuk kelezatannya. 3.
PERADABAN MAKANAN MANUSIA
Pertama-tama makan itu adalah kegiatan yang tidak dapat ditunda oleh manusia dalam melangsungkan keberlanjutan hidupnya. Manusia menggunakan bahan-bahan yang ada di sekeliling lingkungan kehidupannya untuk makan. Disini makan merupakan pengalaman panjang semua manusia dalam memanfaatkan bahanbahan yang ada di sekitar hidupnya. Seiring berjalannya waktu, manusia mendapatkan kesimpulan untuk memilih makanannya, yakni yang dapat dimakan atau tidak menimbulkan rasa sakit dan dapat mengenyangkan perut. Kemudian manusia akan memilah makanan itu,mana yang harus dimakan hari ini, mana yang bisa disimpan dengan berbagai macam jangka waktu. Setelah memilih dan memilah, manusia berusaha membuat kombinasi makanan. Disini manusia mengenal bagaimana menyimpan makanan dengan cara mengeringkan memeram dan sebagainya. Kemudian pengenalan kaitan air, api dan makanan menimbulkan ide dan pengalaman untuk berbagai macam teknik memasak. Demikian proses itu terjadi dari generasi ke generasi. Pengalaman itu teruji dalam jangka panjang sebagai suatu kearifan lokal (local wisdom atau nama kerennya indigenous knowledge) dalam memilih, memilah, mencampur dan memasak secara primitif. Disinilah manusia menggabungkan makanan terpilih yang telah dipilah dengan aneka macam bumbu dan kemudian mewadahinya untuk diolah dengan berbagai teknik masak yang dikenal dengan aneka macam makanan alami yang dipercaya dapat melanjutkan kehidupan manusianya. Demikianlah awal mula peradaban manusia yang terbentuk sesuai dengan perkembangan alam di sekitarnya. Manusia belajar dengan memperhatikan gejala-gejala alam seperti bagaimana burung memilih buah ranum. Demikian juga keluwang / kalong, codot memilih makanan lezat berupa buah ranum, dan manusia mencoba melanjutkan sisa makanan itu dengan merasakan kelezatan dari buah ranum tersebut.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
12
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Manusia mengumpulkan makanan untuk diri sendiri dan keluarganya. Bila berlebih baru mereka memikirkan kelompoknya. Manusia kemudian mempelajari budi daya sehingga hasilnya bisa dilihat setelah berabadabad berlalu terciptanya suatu lingkungan masyarakat beserta agrobiodiversity alias sistem budidaya aneka tanaman yang diperlukan manusia dalam kehidupan mereka. Manusia mendapatkan pengalaman di setiap lokasi dengan kondisi topografi agrobiodiversity yang berbeda sehingga dihasilkan ragam jenis makanan yang berbeda. Kemudian timbulah ide saling tukar bahan pangan. Demikianlah dari waktu ke waktu pengalaman makan menjadi lebih beragam dan tersebar secara meluas tanpa arahan (komando). Lalu terciptalah makanan kelompok masyarakat yang selalu tersedia, terjadi dan dinikmati manusia. Ini adalah cikal bakal dari ethnic food . Disinilah kebiasaan makan dan pola makan terjadi dan terbentuk. Pengalaman makan selalu bergerak dan berubah karena faktor-faktor alam, ekonomi dan kemajuan berbagai bidang dalam kehidupan. Di bawah ini dicoba diuraikan secara singkat kebiasaan dan pengalaman tersebut : d. Agrobiodiversity
Merupakan sistem pangan nabati yang dibentuk berdasar pengalaman manusia atau masyarakat dalam hidupnya. Analogi terjadi pada bahan pangan hewani yaitu diawali dari kebiasaan mendapatkan pangan hewani dengan cara berburu, menjinakkan, menternakkan (ternak besar & kecil unggas) dan menangkap serta membudidayakan ikan (air tawar dan air laut) serta mengunduh hasil laut lain. Demikian secara sangat ekstrak diceritakan tentang bahan pangan yang merupakan keseluruhan bahan yang dimakan oleh manusia. Peristiwa makan ini berkembang karena berbagai perkembangan dan perubahan, termasuk ekosistem serta budaya dalam kehidupan. e.
Bahan Pangan Menjadi Makanan
Adalah pengalaman yang terbentuk dalam memanfaatkan bahan-bahan tersebut menjadi makanan telah mengajari manusia memilah bahan pangan menjadi beberapa kelompok : Dunia barat yaitu serealia, sayuran, buah, biji dan polong, bahan penyegar (teh, kopi coklat), gula dan madu, bumbu penyedap rasa, ikan dan hasil laut, serta bahan pangan hewani (susu, telur, daging, dll). Orang Indonesia (badan ketahanaan pangan) mengelompokkan bahan pangan menjadi beras dan serealia lain,umbi dan ubi, sayuran, buah, kacang-kacangan, legum dan kelapa,bahan pangan hewani (daging, ikan, telur), gula (tebu, kelapa madu dll), bumbu dan penyedap rasa. Sedangkan masyarakat Jawa memiliki kearifan lokal membedakannya menjadi padi, palawija, pala kependem, pala gemantung, dan pala kesimpar. Daerah lain punya juga kearifan lokal seperti masyarakat Jawa. •
•
Masing-masing kelompok menunjukkan perlakuan penanganan dan cara pengolahan yang harus dilakukan manusia agar mendapatkan hidangan untuk disantap. Melalui ragam makanan yang ada , manusia dapat memperoleh manfaat yang sangat besar bagi kehidupannya. Tidak sekedar hidup dan kenyang, tetapi mendapatkan manfaat, khasiat, kenikmatan, kepuasan bahkan kebajikan dari apa yang disantap melalui berbahai ragam hidangan. f.
Konsumsi Pangan & Makanan
Melalui pengalaman yang diperoleh dan cara mendapat makanan yang diinginkan, manusia mendapatkan beragam teknik peralatan, budaya serta tata-cara dalam menyantap makanan. Ragam kondisi saat menyantap makanan (sehari-hari dalam jamuan, dalam ritual maupun
Edisi II
Indrakarona Ketaren
13
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
persembahan), manusia dapat menerima hidangan yang berisi bahan pangan untuk memenuhi kebutuhan gizi seimbang sehingga terjamin keberlanjutan dalam hidup yang selamat dan sejahtera dari aspek makanan. Modernisasi dan kemajuan teknologi yang mestinya diciptakan untuk membangun peningkatan kesejahteraan dalam kehidupan telah berdampak terjadinya penggerusan Agrobiodiversity Ekosistem sehingga mengurangi ragam makanan yang disantap oleh masyarakat. Ini hampir terjadi di seluruh dunia. Di negara-negara berkembang masyarakat tertimpa pula dengan 'ketergantungan' impor bahan pangan (penghasil produk pangan modern). Apa yg terjadi? Menurunnya kualitas hidup manusia di dunia barat lebih cepat terjadi daripada di dunia timur, karena di belahan dunia timur didapati tradisi menyantap makanan sehat yang masih lebih kuat tertanam pada masyarakatnya. 4.
KODIFIKASI MEMASAK
Sulit untuk menelusuri apa buku masak pertama, tetapi beberapa kodifikasi pertama seni memasak adalah kumpulan resep “La Fleur de Toute Cuisine” oleh Pidoux di tahun 1543 dan “Le Viandier” oleh Taillevent di tahun 1570 (Montagne, 1977). Kedua buku itu berfungsi sebagai buku manual yang memberikan pengetahuan yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas kuliner, namun pada saat yang sama mengirimkan sinyal yang jelas tentang praktek yang benar dan salah dalam memasak (Trubek 2000). Tradisi, teknik, aturan dan resep makanan Perancis telah ditulis turun – menurun dari master chef dan diajarkan sebagai patokan dasar kodifikasi seni memasak di sekolah-sekolah kuliner di berbagai negara di dunia. Menurut Trubek, salah satu buku haute cuisine Perancis yang terkenal adalah “Le Cuisinier Fran" ais” oleh La Varenne yang diterbitkan tahun 1651, yang merupakan sebuah buku kodifikasi yang sistematis tentang teknik memasak. Buku lain yang berpengaruh adalah “La Guide Culinaire” yang diterbitkan pada tahun 1903 oleh Auguste Escoffier, tentang teori dan petunjuk masakan Perancis klasik (Montagne 1977 ). Instruksi Escoffier masih diajarkan sampai saat ini di sekolah-sekolah kuliner di berbagai negara sebagai komponen yang dianggap paling penting dalam keahlian seni memasak. Escoffier memberi 5 (lima) komponen dari haute cuisine masakan Perancis klasik yakni stocks, sauce, knife skills, metode memasak, dan pastry (Trubek 2000: 13). Auguste Escoffier juga dikenal dengan tulisan kodifikasi buku masakan lainnya yakni "Ma Cuisine" (1934) yang menjadi karya dan panutan seni memasak abab ke-20. Selain itu ada buku yang paling penting bagi dunia ilmu memasak yakni buku "On Food and Cooking" (1984), karangan Harold McGee's. Buku kodifikasi seni masakan di abad ke-21 yang dikatakan sebagai kitab dan tolok ukur teknik keahlian memasak modern (gastronomi) adalah yang diprakarsai dan ditulis oleh Nathan Myhrvold, Chris Young, dan Maxime Bilet berjudul “Modernist Cuisine: The Art and Science of Cooking”.
Buku karya Nathan Cs ini merupakan revolusi terbaru dalam seni memasak modern yang mengungkapkan teknik dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan makanan. Dalam keseharian seni memasak, modernis cuisine adalah dunia avant garde cuisine yang bentuk kiasannya dikenal dengan sebutan gastronomi. Buku tersebut merupakan ensiklopedia dan panduan untuk ilmu memasak kontemporer yang menjelaskan tentang sejarah & fundamental memasak (dari era tradisional masa lalu sampai ke gerakan modernis yang dimulai pada tahun 1980an, termasuk tentang mikrobiologi, keamanan pangan, pangan dan kesehatan, panas dan energi, serta fisika dari makanan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
14
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
maupun air); teknik & peralatan memasak, hewan dan tumbuhan dalam memasak, bahan dan persiapan memasak, berlapis hidangan resep dan manual dapur yang berisi informasi singkat tentang topik yang berguna. Buku satu set yang terdiri dari enam jilid dengan 2.438 halaman ini, diprakarsai oleh Nathan Myhrvold, Chris Young, dan Maxime Bilet, yang melakukan riset di sebuah laboratorium dengan peralatan teknik terbaru, yang mana kemudian model penggunaan laboratorium ini menjadi dasar penggunaan alat memasak bagi hampir semua pemasak profesional di dunia. Ini adalah buku kedua yang paling penting bagi dunia ilmu memasak setelah buku Harold McGee's, yang mencakup topik metoda memasak mulai dari yang tradisional (klasik) sampai yang terbaru dengan menggunakan perangkat alat modern, seperti sous-vide equipment dan cream siphons. Menciptakan cita rasa baru dan tekstur yang menggunakan alat-alat seperti water baths, homogen izers, centrifuges, ingredients (hydrocolloids, emulsifiers, dan enzymes). Metoda ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi memasak yang ditemukan, memberi kesempurnaan bagi kalangan pemasak manca negara mengingat teknik dan peralatan yang digunakan seolah ditakdirkan menemukan kembali gairah m emasak. Bisa dikatakan, buku Modernist Cuisine merupakan manifesto sebuah gerakan budaya baru dalam seni memasak yang telah mengubah cara memahami dapur. Modernist Cuisine merupakan kontribusi penting dalam memahami prinsip-prinsip dasar mengenai memasak yang tidak tertandingi oleh buku-buku lain. Bahkan buku ini dikatakan sebagai "sebuah buku yang mengakhiri semua buku memasak lainnya". Melihat begitu sistematisnya kodifikasi seni teknik masakan dunia barat, bagaimana dengan Indonesia ? Apa Indonesia sudah punya ? Apa ada yang berikhtiar membuatnya ? Kemana dunia seni teknik Indonesia mau dibawa ? Itu selalu menjadi pertanyaan banyak kalangan. Sudah 72 tahun negara ini merdeka tidak ada satu halaman pun cerita tentang kodifikasi seni teknik masakannya, walau tidak dinafikan ada terbitan terbatas untuk kalangan tertentu, tetapi bukan dipublikasikan secara nasional menjadi sebuah manual bagi semua kalangan. Indonesia punya begitu banyak buku-buku resep & teknik masakan nusantara, termasuk peralatannya. Bisa dikatakan ribuan tersebar di toko-toko buku. Kenapa tidak dikompilasi, disortir, dikurasi dan diklasifikasi semua buku-buku itu menjadi sebuah kodifikasi standard teknik memasak Indonesia, sehingga negeri ini punya buku manual yg tersusun resmi menjadi patokan bagi semuanya. 5.
PEMAHAMAN TENTANG GASTRONOMI
Gastronomi adalah studi interdisipliner yang didefinisikan dalam berbagai pengertian dan kerap susah untuk dipahami oleh masyarakat awam. Dalam beberapa konotasi, gastronomi dianggap sangat esoteris (khusus dan terbatas) dimana hal-hal yang diajarkan hanya dapat dimengerti dan dinikmati oleh sekelompok orang yang berstatus sosial tertentu dan dijadikan gaya hidup bertaraf khusus. Pendapat lainnya mengatakan gastronomi cenderung bicara mengenai hidangan fusion dan atau gourmet yang terbaik dan berkelas melalui jamuan “fine dining” (adiboga) sehingga terkesan barang mahal. Keawaman itu oleh masyarakat kerap menyamakan gastronomi dengan kuliner karena secara kasat mata kuliner lebih nyata dibanding gastronomi. Padahal hakekatnya, gastronomi dan kuliner punya perbedaan walaupun fokusnya sama yaitu makanan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
15
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Oleh karena itu untuk mengetahui lebih jauh mengenai gastronomi, perlu di pahami terlebih dahulu pengertian mengenai gastronomi dan kuliner. a.
Pengertian Kuliner
Istilah kuliner di Indonesia baru terdengar sejak tahun 2005 berkat slogan “Wisata Kuliner ”, dari sebuah tayangan televisi yang meliput tempat-tempat makan unik atau sudah memiliki reputasi yang baik. Sejak saat itu, kosa kata kuliner menjadi semakin populer dan menjadi sesuatu yang identik dengan mencicipi berbagai jenis makanan dan minuman. Di Indonesia belum ada sumber resmi yang menyatakan definisi dari kuliner, baik secara umum maupun dalam kontekstualnya. Secara bahasa, kuliner diserap dari bahasa Inggris: culinary –memiliki arti sebagai sesuatu yang digunakan dalam memasak atau berkaitan dengan memasak. Dalam praktiknya dikenal istilah culinary arts, yaitu teknik dalam menyiapkan makanan sehingga siap dihidangkan. Menurut kamus Merriam-Webster & Dictionary-Cambridge, kata kuliner berasal dari bahasa Latin ‘culina’ atau ‘culinarius’ yang berarti dapur atau yang ada hubungannya dengan atau digunakan dalam memasak atau dapur. Dalam penjelasan lain, kuliner adalah kegiatan masak-memasak, sedangkan pelaku atau orang yang melakukan kegiatan memasak itu disebut pemasak. Berdasarkan kamus bahasa Indonesia dan ensiklopedia, kuliner berhubungan dengan urusan masak-memasak atau teknis memasak di dapur. Subyek (pelakunya) adalah artisan kuliner yang obyeknya (atau sasarannya) adalah resep masakan dan kegiatannya adalah memasak. Disebut artisan karena subyek adalah seniman yang berkreatif dalam teknik dan proses masak – memasak. Para artis ini disebut juga ahli kuliner yakni para chef profesional atau ahli masak otodidak (pemasak atau koki atau juru masak). Konklusi kata kuliner di atas menggambarkan kepada kita bahwa : i. Subyek-nya adalah artis kuliner ii. Obyek-nya adalah resep masakan iii. Predikat dari subyek terhadap obyek adalah kegiatan (pekerjaan) memasak iv. Keterangannya adalah mengenai tempat dari pekerjaan itu, yakni di dapur atau tempat lain terkait kegiatan memasak itu. Oleh karena itu pengertian kuliner adalah seni persiapan, hasil olahan dan penyajian masakan berupa lauk-pauk, panganan maupu n minuman yang dilakukan artis kuliner. Kuliner disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut : i. Resep (susunan resepi masakan) ii. Bahan baku (memilih bahan baku masakan) iii. Persiapan memasak di dapur iv. Teknik & proses memasak v. Estetika (keseimbangan yang prima terhadap mutu makanan) vi. Presentasi dan penyajian makanan Ke 6 (enam) tahapan seni keahlian ini disebut sebagai 'teknik & proses' memasak, yang setelah dilalui akan memasuki ke tahap mencicipi makanan. Dalam pengertian gastronomi antar bangsa kuliner adalah ‘The Art of Good Cooking’ atau suatu pengetahuan dan ketrampilan tentang seni memasak yang baik. Sebagai pengetahuan bersama, dalam dunia masakan selalu ada kecenderungan ke arah reformasi tradisional (klasik) menjadi sesuatu yang baru (fusion, nouvele, haute dan avant
Edisi II
Indrakarona Ketaren
16
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
garde). Hal ini disebabkan tidak semua masyarakat memiliki masakan original tradisionalnya tetapi masyarakat harus memiliki masakan untuk dimakan dan dinikmati. Dengan demikian bisa dikatakan seni keahlian memasak (kuliner) adalah gaya dan teknik dalam mengolah dan memasak sedangkan makanan itu sendiri adalah gaya masakan yang mengacu kepada suatu daerah atau negara tertentu (contohnya seperti masakan Perancis, Itali, Spoanyol, Cina atau Mediteranian). Disamping itu untuk diketahui, kuliner dibagi dalam lima kategori panca indera yakni aroma, sentuhan, pendengaran, penglihatan dan rasa (Dahl 2009). Aroma akan membangkitkan rasa dan tekstur sedangkan temperatur akan membangkitkan sentuhan dan suara (pendengaran). Rasa ditimbulkan oleh lima rasa (manis, garam, asam, pahit dan umami) dan akhirnya visual (penglihatan) dirangsang melalui presentasi dan posisi warna dmaupun estetika (Dahl 2009). Flavour, estetika dan etika adalah unsur-unsur yang dipertimbangkan saat membuat makanan dengan teknik-teknik dasar yang diajarkan, antara lain keterampilan memakai pisau dan teknik pemotongan ( julienne, chiffonade, brunoise dan parisienne). Membersihkan, mengupas, menguliti, ukiran, de-boning , filleting termasuk dalam teknik ini adalah blanching , mengukus, poching , mendidih, braising maupun menggoreng anglaise atau meuniere, fond , kaldu, consommé, glace serta saus. Banyak lagi teknik-teknik lainnya yang di ajarkan yang tidak bisa disebutkan satu persatu, namun pada prinsipnya proses kerja di dapur professional dijalankan seperti operasi militer (Brigade de Cuisine atau The Kitchen Brigade) dengan struktur yang jelas dan rantai komando top-down dari perintah dimana di bagian atas dari sistem ini adalah head chef atau chef executive. Kembali kepada penggunaan kata “kuliner”, jauh sebelum kata itu masuk dalam bahasa Indonesia, sebenarnya sudah ada padanan kosa kata lain yakni "boga" yang dipakai di Nusantara pada masa kuna. Merujuk pada Zoetmulder dan Robson (1997) dalam Kamus Jawa Kuna – Indonesia (bagian 1 A – O), "boga" diambil dari bahasa Sansekerta, "bhoga" atau "bhogi", yang artinya kenikmatan, hal makan; segala obyek kenikmatan, makanan, dan kesenangan. Istilah "boga" (di Nusantara) dan "coquina" atau "cuisine" (dalam bahasa Latin) adalah perihal mulai munculnya hubungan makanan dengan b udaya aksara sebagai penanda zaman sejarah umat manusia. Misal, bisa lihat kata boga mulai banyak muncul dalam prasasti- prasasti kuno di Jawa sejak abad ke-8 M, yang artinya seni memasak dan kenikmatan makan lezat telah terasa jejaknya dalam tradisi leluhur saat itu. Menilik makna boga, maka dapat dipahami bahwa pada masa kuna, makanan merupakan obyek kenikmatan dan kesenangan manusia di Jawa. Untuk mencapai kenikmatan dan kesenangan dalam aktivitas makan, perlu ada bakat dan seni mengolahnya. Artinya, pada masa kuna sudah didapati adanya budaya dan seni mengolah bahan-bahan makanan menjadi aneka sajian yang menggugah selera makan. Melalui naskah kuna bahkan bisa dilihat, khazanah seni memasak nenek moyang bangsa Indonesia sudah ada jejaknya berabad-abad lampau jauh sebelum praktik gastronomi sendiri mulai populer di dunia sejak abad ke-19.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
17
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Mempopulerkan kembali kosa kata “boga” untuk merujuk kepada makanan (dan bukan kuliner), artinya melestarikan jejak pengetahuan citarasa warisan para leluhur. b. Pengertian Gastronomi
Dalam pengertian bahasa antar bangsa gastronomi adalah ‘The Art of Good Eating’ atau dalam kata lain adalah suatu pengetahuan dan ketrampilan tentang seni makan yang baik. Oxford Advanced Learner's Dictionary mendefinisikan gastronomi sebagai 'seni dan praktek memasak dan makanan yang baik’ (Wehmeier 2000).
Dalam bahasa Indonesia, gastronomi diterjemahkan sebagai ‘upaboga”, sedangkan makanan sebagai ‘boga’. Subyek (pelakunya) gastronomi adalah masyarakat yang disebut sebagai gastronom, yakni para pecinta, penikmat & pemerhati makanan (food connoisseur). Obyek-nya (atau sasarannya) adalah makanan dan predikatnya adalah kegiatan makan bersama, sedangkan keterangannya adalah mengenai tempat atau lokasi makan bersama itu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa gastronomi adalah seseorang yang mempunyai pengetahuan ‘keahlian memasak’ dan memahami 'seni dan praktek memasak dan makanan yang baik’.
Selain ahli mengenai makanan yang baik, kepakaran gastronom juga mencakup dalam mengkaji, dan memberi penilaian terhadap makanan yang dilakukan dengan berbagai pendekatan interdisipliner pengetahuan, baik mengenai budaya, sejarah, lansekap lingkungan dan metoda memasaknya. Seorang gastronom tidak harus bisa memasak atau pandai memasak, namun yang penting adalah yang bersangkutan adalah seorang yang paham mengenai keahlian memasak (cookery ) dan atau mengetahui tentang seni makanan yang b aik. Oleh karena itu gastronomi disusun sesuai tahapan seni keahlian sebagai berikut : i. Sejarah antara lain asal usul bahan baku masakan, cara budi dayanya bahan baku, teknik dan presentasi dan lain-lain. ii. Budaya antara lain faktor etnis lokal ( termasuk agama, kepercayaan, tradisi adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal) yang mempengaruhi m asyarakat mengkonsumsi makanan tersebut, bagaimana budaya makan masyarakat setempat, mengapa masakan itu penting bagi masyarakat setempat, kemampuan berinovasi terhadap komponen, tekstur dan rasa dalam makanan maupun lainlain. iii. Lansekap Geografis antara lain faktor lingkungan dan iklim yang mempengaruhi masyarakat memasak makanan tersebut, produk pertanian yang tersedia, tingkat keragaman suku lokal dan etnis pendatang yang mempengaruhi masakan setempat. iv. Metode memasak antara lain teknik dan proses memasak secara umum, peralatan dapur yang digunakan, rasa makanan yang berlaku dan lain-lain. Danhi R (What is your country’s culinary identity - 2003) mengemukakan ada enam unsur utama menggambarkan karakteristik "identitas gastronomi" suatu negara yakni : i. Lansekap Lingkungan (geografis), mencakup antara lain : Peralatan dapur asli yang digunakan masyarakat setempat Produk makanan pokok masyarakat setempat Produk pertanian yang tersedia ii. Peristiwa sejarah, mencakup antara lain : Teknik memasak Metode tradisional memasak Asal usul bahan baku masakan • • •
• • •
Edisi II
Indrakarona Ketaren
18
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
iii.
Keragaman etnis, mencakup evolusi dari waktu ke waktu antara lain : Pelestarian masakan tradisional Perpaduan masakan yang tercipta Penciptaan masakan baru Etiket kuliner, mencakup antara lain : Bagaimana budaya makan masyarakat setempat Mengapa masakan itu penting bagi masyarakat setempat Rasa yang berlaku : Rasa dasar manis Rasa dasar asam Rasa dasar pahit Rasa dasar asin Rasa dasar umami (gurih) Resep, mencakup antara lain : Penggunaan dominan bahan Teknik dan presentasi • • •
iv.
• •
v.
• • • • •
vi.
• •
Konsep identitas gastronomi telah digunakan dengan sukses di semua negara barat, namun sejak 2 atau 3 dekade terakhir telah terjadi perubahan dari waktu ke waktu secara evolusi menyangkut proses memasaknya (Rao et al. - 2003), yakni : i. Retorika makanan : Karakteristiknya adalah perubahan dalam nama hidangan dari metode klasik (cuisine) menjadi fusion cuisine yang kemudian berkembang menjadi nouvelle dan haute cuisine, serta terakhir modernist cuisine (avant garde). ii. Aturan memasak : Abad ke-20 yakni menggunakan aturan memasak selama periode klasik berfokus pada kesesuaian prinsip-prinsip seni memasak Auguste Escoffier, berupa aturan memasak dalam gerakan masakan nouvelle dan haute cuisine dengan memanfaatkan bahan baru, menggunakan teknik memasak yang baru dan menyajikannya dengan cara-cara baru. Abad ke-21 yakni menggunakan aturan seni memasak dengan memakai prinsip-prinsip seni memasak modernist cuisine dari Nathan Myhrvold, Chris Young, dan Maxime Bilet dalam bukunya berjudul "Modernist Cuisine: The Art and Science of Cooking " yang merupakan revolusi terbaru dalam seni memasak modern mengenai teknik dan ilmu pengetahuan dalam menyiapkan makanan. iii. Bahan pola dasar : Bahan pola dasar klasik (cuisine) dan fine cuisine menggunakan fitur bahan baku tradisional dalam penampilan yang beragam. Sementara nouvelle dan haute cuisine menggunakan fitur bahan baku eksotis, herbal aromatik dengan menggunakan sayuran dan buah dalam kombinasinya dengan penampilan yang sederhana. Sedangkan modernist cuisine merupakan penggabungan dari metoda klasik, fine, nouvelle dan haute cuisine dengan menggunakanalat modern untuk menciptakan cita rasa dan tekstur baru serta komponen bahan yang dipergunakan dalam memasak. iv. Peran koki : Lebih rumit dan spesifik terutama dalam menampilkan masakan beretorika nouvelle dan haute cuisine, apalagi avant garde yang menggunakan perangkat peralatan teknik modern. v. Organisasi menu : Menampilkan menu lebih sedikit dan fokus pada masakan musiman (trendy ) untuk memaksimalkan penekanan pada kesegaran dan persiapan tepat waktu secara langsung. •
•
Pendapat kebanyakan orang saat ini, terutama dari kalangan praktisi makanan, bahwa ketika membicarakan gastronomi selalu mengarah kepada makanan yang ditata dengan konsep fusion dan avant garde atau gourmet . Hal itu dikarenakan gastronomi menawarkan sesuatu yang terbaik dan berkelas dalam hal makanan sehingga terkesan barang mahal.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
19
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sebenarnya pendapat ini tidaklah 100% benar, walaupun kebanyakan gastronom berasal dari kalangan profesional dan non profesional yang secara ekonomi mandiri dengan status sosial yang cukup baik. Mengapa, karena ada tiga hal utama yang harus diterapkan dalam hidangan gastronomi, dan ketiganya tidak dapat dipisahkan dan merupakan keharusan untuk sebuah konsep sajian gastronomi. Ketiga hal tersebut adalah : i. Menu ii. Pelayanan iii. Suasana yang penampilan dan penyajiannya dilakukan dalam jamuan fine dine (adiboga). c.
Aspek Kesamaan
Gastronomi didefinisikan sebagai keseluruhan proses dari memasak dan bagaimana menikmati makanan. Kuliner didefinisikan sebagai seni memasak makanan (Bober 1999) yang berkaitan dengan persiapan bahan baku dan proses menciptakan makanan. Disamping itu yang membedakan gastronomi dari kuliner adalah adanya unsur "budaya, sejarah & lansekap geografis". Dalam dunia kuliner (dan ini sebenarnya) tidak wajib membicarakan tiga unsur tersebut, meskipun banyak orang suka "latah & genit" mencampur-adukan ke dalam kuliner, sehingga mengakibatkan garis tegas perbuatan mereka berada di wilayah "abu-abu". Karenya gastronomi tidak boleh disamakan dengan kuliner walaupun obyeknya sama yakni makanan. Begitu seorang ahli kuliner mengetengahkan sisi sejarah, budaya & lansekap geografis, maka yang bersangkutan sudah masuk ke dalam ranah gastronomi dan orang yang melakukan tindakan itu disebut sebagai gastronom. Dengan demikian ruang lingkup seni kuliner sempit, karena hanya berkaitan dengan persiapan dan pengolahan makanan. Sedangkan gastronomi (keahlian memasak) selain bicara soal kenikmatan makanan, menawarkan ruang lingkup yang lebih luas, karena tidak hanya meliputi proses memasak dan presentasinya, tetapi juga aspek sosial, sejarah, budaya, geografis dan psikologis dari memasak. Ini tidak hanya mencakup keahlian memasak sebagai seni kuliner, tetapi juga aspek sosial dari makanan. Gastronomi menempatkan fokus yang sama pada pengalaman dan aspek sensorik memasak dan menikmati makanan. Walaupun tidak sama, gastronomi dan kuliner tetap punya alur alir yang searah karena pertemuan keduanya ada dalam suatu perjamuan makan bersama. Dalam perjamuan makan bersama, praktik dan teknik memasak dalam gastronomi dilakukan oleh ahli masak, sedangkan praktik, penikmat dan penilai makanan adalah kalangan gastronom. Oleh karena itu para artisan kuliner atau ahli masak ini dalam sudut pandang dunia cookery masuk dalam bidang “gastronomi praktik” sedangkan penikmat dan penilai makanan masuk dalam bidang “gastronomi makanan”.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
20
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
d. Pakar Komponen Gastronomi
Seperti dijelaskan di awal butir paragraph sebelumnya, pada intinya gastronomi itu adalah tukang makan yang paham mengenai the art of good eating . Sebutan terhadap orangnya adalah gastronom. Seorang gastronom harus punya passion terhadap seni makanan karena yang bersangkutan adalah food connoisseur ( pecinta, pemerha ti & penikmat makanan). Makanan (atau disebut juga boga) bagi gastronom bukan sekedar kenyang sebatas perut. Ada cerita & kajian dibalik makanan itu mengenai : sejarah, budaya, lanskap geografis dan metoda memasaknya.
Disini letak kepentingan menjelaskan mengenai cerita & kajian itu ... Seorang gastronom tidak wajib mengetahui secara terperinci mengenai sejarah, budaya, lanskap geografis dan metoda memasak dari makanan, karena yang bersangkutan adalah tukang makan. Seorang gastronom bukan pakar yang mempunyai keahlian mengenai cerita & kajian dari makanan. Namun yang pasti seorang gastronom wajib mengetahui ada cerita & kajian dibalik makanan, tapi cukup diketahui sebatas umum saja. Gastronom ibarat seorang diplomat yang bisa bicara apa saja (hukum, politik, ekonomi, budaya, kesenian, militer dll ), tetapi sebatas umum bukan secara terperinci, karena diplomat pada intinya adalah seorang lobbi & negosiator dengan tugas utamanya intelligence gathering . Pertanyaannya sekarang dari mana dan siapa yang bisa menjelaskan cerita & kajian itu ? Karena komponen gastronomi terkait sejarah, budaya, lanskap geografis dan metoda memasak , maka yang bisa menjelaskan cerita & kajian itu adalah pakarnya sendiri yakni : - a. Komponen sejarah, budaya & lanskap geografis dari pakar akademis seperti : antropologi, arkeologi, budaya, sejarah, sosiologi, kesehatan, pangan dan lain sebagainya. Selain pakar-pakar akademis di atas, ada kalangan food & travel writers yang punya pengalaman lapangan dalam soal makanan (boga). Food & travel writers ini belajar secara otodidak dengan menuturkan kisah-kisah tentang masakan dalam bentuk folklor atau cerita kesejarahannya. Ibaratnya food & travel writers ini seperti penutur tradisiona l di masa lalu: Pelipur Lara (Sumatera), PM Toh (Aceh), Nyahibul Hikayat (Betawi), Tukang Kentrung (Jawa) dengan alatnya tambur. Mereka berkelana dari satu kampung ke kampung lain sambil membawa berita kehidupan sosial budaya para leluhur, termasuk seni budaya masakan yang disampaikan tanpa catatan tertulis melalui cerita ke cerita dan dari mulut ke mulut. Artinya tanpa ada satu keseragaman catatan bagi semua. - b. Komponen metoda memasak yang biasa disebut dengan kuliner dikenal dengan orang yang menguasai the art of good cooking . Mereka adalah tukang masak (chef atau pemasak) yang menguasai teknis memasak mengolah & memproses resep masakan menjadi makanan. Seorang gastronom tidak harus pandai memasak. Cukup diketahui secara umum metoda memasaknya saja bukan praktek dari teknik memasak. Dengan demikian kalau ada yang bertanya kepada seorang gastronom apa itu cerita & kajian sejarah maupun budaya dari suatu masakan (umpamanya dendeng ) .. belum tentu yang bersangkutan bisa menjawab secara detail karena (sekali lagi ) yang bersangkutan adalah food
Edisi II
Indrakarona Ketaren
21
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
connoisseur . Jadi bahagialah jika mengenal pakar akademis, food & travel writers serta chef atau pemasak, karena ketiganya bisa memperkaya khazanah pengetahuan cerita & kajian gastronomi. 6.
PELAKU DUNIA MAKANAN
Untuk memahami lebih jauh mengenai dunia makanan, selain gastronomi dan kuliner, perlu diketahui pelaku – pelaku yang selalu berada dalam lingkup dunia makanan, antara lain : a.
Epicure : seorang food connoisseur yang memiliki kesensitifan selera tinggi dan
berkelas terhadap kualitas dan kenikmatan makanan. "Kerewelan" mereka dalam soal selera tidak terletak pada ke rumitnya cara memasak atau meracik kombinasi bumbu dan sebagainya, namun pada kualitas sejati si bahan makanan. Bagi epicurus, makan adalah untuk menjaga kenikmatan dan kualitas makanan. Mungkin di sini asal kemunculan pembedaan antara epicurus dan gourmets yang sejatinya, keduanya adalah bon vivant (terlahir untuk hidup enak dan berkelas, dengan selera tinggi /bagus). b. Foodie : seorang food connoisseur yang mempunyai gairah dan selera tinggi
terhadap seni cita-rasa dan kelezatan makanan dengan mengkaji secara mendalam bahan-bahan makanan, persiapan yang tepat dari proses pembuatan makanan. c. Gluttony : seorang pakar food connoisseur yang kritis terhadap kualitas dan kenikmatan makanan. Mereka disebut juga sebagai "bon vivant" (terlahir untuk hidup
enak dan berkelas, dengan selera tinggi dan bagus). d. Gourmand : seorang food connoisseur yang memiliki kesukaan yang berlebihan
terhadap makanan atau bisa dikatakan menyukai makan enak dalam jumlah banyak (bukan berarti tidak terbatas). Mereka kadangkala disebut juga sebagai gluttony (seorang pelahap / penikmat makanan). Gourmandism kurang memperhatikan detail elegan dari perjamuan dan gaya makan, tetapi selau menekanan kualitas dan kuantitas makanan. Para Gourmand sangat fleksibel soal bagaimana makanan itu di sajikan, bagaimana makanan di proses, bagaimana makanan di makan dan dengan cara seperti apa. e.
Gastronom : seorang food connoisseur yang memahami tentang keahlian memasak
dengan memberi penilaian kenikmatan sensual terhadap makanan berikut kisah mengenai sejarah, budaya, lansekap geografi dan metoda memasaknya. Seorang Gastronom mempunyai keahlian menilai (assesor) secara keseluruhan (totalitas) mengenai cita rasa (etis) kenikmatan sensual dari makanan dan minuman. Dalam nomenklatur Gastronom disebut juga sebagai seorang ‘hakim’ yang produk assesornya berupa Sertifikasi Gastronomi. f.
Gastrosof : seorang food connoisseur yang ahli dalam mengkonsepsi bentukan dan
memperdalam paham “masak-memasak” dari sekadar seni keahlian menjadi etis kebijaksanaan dari suatu cita rasa. Gastrosof layaknya seorang filsuf yang menyelidiki kebenaran (keadilan, dan keindahan) serta menemukan kebijaksanaan hidup latar belakang budaya hidangan makanan tersebut. Dalam arti teknis, Gastrosof adalah proses yang panjang dari mengolah bahan baku menjadi sebuah makanan sehingga menimbulkan sugesti intelektual tentang politik “rasa lapar”. Prosesnya mulai dari melihat dan menelusuri cara dan sejarah menanam, menjaring, berburu atau membeli di pasar, kemudian dilanjutkan dengan proses teknis pengolahannya mulai dari membersihkan, memotong atau mengupas dan metoda memasaknya dengan caracara tertentu sampai masakan disajikan di meja makan. g. Gourmets : seorang food connoisseur yang senang akan sensual makanan dan yang
membutuhkan cara tertentu, standar tertentu, kualitas tertentu bahkan ritual tertentu dalam kesenangan makannya. Mereka kadangkala dikenal sebagai para 'snob' yang
Edisi II
Indrakarona Ketaren
22
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
disebut juga sebagai epicure atau bahasa latinnya epicurus karena kerap memperhatikan detail elegan perjamuan dan gaya makan. Para Gourmets sangat kritis memperhatikan soal bagaimana makanan itu di sajikan, bagaimana makanan di proses, bagaimana makanan di makan dan den gan cara seperti apa. William Saffire menggambarkan Gluttony adalah pribadi yang menjilati piringnya sendiri setelah selesai makan hingga tandas (act of overeating who the person overeats), sementara para Gourmand sibuk bersendawa, sedangkan para gourmets sibuk menganalisa makanan yang baru saja di makannya dan akhirnya para Epicure hanya tersenyum tipis untuk menghargai kenikmatan tersebut. Sedangkan membedakan Gastronof dengan Gastronom adalah para Gastronom menelusuri sejarah, budaya, lingkungan dan metoda memasaknya secara umum, sedangkan Gastrosof melihat proses keseluruhannya secara lebih mendalam dan mendetail bagaimana, kenapa dan mengapa konsep makan an itu dihidangkan. 7.
SEJARAH GASTRONOMI
Kata gastronomi pertama kali di kemukakan oleh Jacques Berchoux 200 tahun lalu di benua barat yakni di Perancis (1804) yang kemudian diinterpretasikan banyak kalangan, antara lain Samuel V. Chamberlain, Jean-Antheleme Brillat-Savarin, Marie-Antoine Carême, Charles Pierre Monselet, dan lain sebagainya. Sebenarnya ada dua pusat awal kelahiran gastronomi dunia yakni di wilayah timur dan barat, yaitu di China dan Roma pada abad ke-5 SM. Negara Roma dicatat sebagai pionir kelahiran perjamuan “fine dine” yang merupakan fondasi gastronomi barat modern meskipun eksperimennya diletakkan secara eksplisit semasa Renaissance, terutama di Italia dan Perancis. Sedangkan China mempunyai kekayaan gastronomi tersendiri yang tidak begitu mengglobal saat itu, karena kebijakan ketertutupan ngaranya terhadap dunia luar. Sebagai contoh, masakan nouvelle dan avant grande sangat berpengaruh di Perancis maupun di masyarakat barat dan mencapai puncaknya dalam karya Marie-Antoine Carême dan Auguste Escoffier. Perkembangan perangkat memasak dalam gastronomi telah menyebabkan makanan bukan sekedar untuk memuaskan rasa lapar. Seni keahlian memasak telah berkembang menjadi profesi yang membutuhkan ketrampilan. Terlepas dari perbedaan regional timur dan barat, kekayaan gastronomi terletak dalam seni masakan. Pertimbangan utamanya adalah dalam persiapan kesegaran makanan dan seni keahlian akan makan yang baik (the art of good eating ) untuk diberikan suatu penilaian. Lainnya termasuk saling melengkapi atau oposisi rasa, kontras tekstur, dan penampilan secara keseluruhan, termasuk harmoni warna dan aksen. Kendati popularitasnya sangat meningkat, sampai sekarang, gastronomi belum memiliki satu kesepakatan definisi akibat beragam dideskripsikan orang cerdik pandai. Namun yang pasti bagi masyarakat di benua barat, gastronomi sudah menjadi tren kehidupan dalam keseharian mereka. 8.
CIRI KAJIAN GASTRONOMI
Secara umumnya kajian gastronomi terdiri dari 4 (empat) komponen, yakni : a. Budaya : faktor etnis lokal termasuk agama, kepercayaan, tradisi adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
23
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
b. Sejarah : asal usul budi-daya bahan baku masakan dan kemampuan berinovasi terhadap komponen, tekstur dan rasa dalam makanan. c. Lansekap geografis : faktor geografi & iklim serta tingkat keragaman suku lokal dan etnis pendatang. d. Metoda memasak : teknik dan proses memasak secara umum. 9.
INTERDISIPLINER KAJIAN GASTRONOMI
Dalam kajian-kajiannya, memahami gastronomi menggunakan bantuan berbagai disiplin ilmu, antara lain: a. Antropologi (ilmu yang mempelajari tentang sejarah manusia di masa lalu dan kini) dengan orientasi yang holistik dalam bidang orientasi kajian : i. Budaya (kajian antropologis tentang lintas-budaya dalam menekankan dan menjelaskan perbedaan antara kelompok-kelompok manusia dalam perspektif material budaya, perilaku sosial, bahasa, dan pandangan hidup). ii. Arkeologi (kajian antropologis tentang sejarah kebudayaan serta perilaku manusia di masa lalu atas material bendawi yang ditinggalkan untuk mengerti proses perubahan budaya yang terjadi yakni berupa artefak, danekofak maupun fitur). iii. Semiologi (kajian antropologis tentang makna keputusan, tanda-tanda dan proses tanda, indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, dan komunikasi). iv. Semantik (kajian antropologis linguistik tentang makna sebagai obyek yang berhubungan dengan sejarahnya). b. Tata Boga (pengetahuan tentang seni keahlian memasak & mengolah masakan). c. Pangan (kajian tentang bumbu dan rempah dalam pengolahan makanan untuk menata rasa, aroma, tekstur, warna, antimikroba dan antioksidan). d. Kesehatan Masyarakat (kajian tentang gizi, immune system food concept , dietary nutrition dan food combining ). Penelitian lain menunjukkan warisan sejarah dan budaya dari keahlian memasak (gastronomi) berakar dalam ilmu pengetahuan antropologi, ekonomi, sosial dan bahkan linguistik konteks (Civitello 2004). Sebuah perspektif sejarah menunjukkan bahwa implikasi budaya keahlian memasak dikodifikasikan oleh chef - chef Perancis dengan munculnya French Haute Cuisine (Trubek 2000). Bahkan masakan itu bukan sekedar makanan. Makan telah mengubah alam menjadi produk sosial, sebuah artefak estetika, ciptaan linguistik dan tradisi budaya (Priscilla Clark - 1975). Literatur yang ada tentang keahlian memasak itu sendiri memang masih agak terbatas, yakni yang mendefinisikan proses dan implikasi sejarah, budaya dan sosial maupun aspek-aspek fisiologis, psikologis yang terlibat dalam produksi. Wajar hingga kini, pemahaman terhadap keahlian memasak itu masih belum mendalam secara scientific . 10. SIAPAKAH GASTRONOM
Pada prinsipnya bagi gastronom (orang yang ahli mengolah & menilai masakan), makanan itu adalah ilmu pengetahuan, di samping sebuah bentuk seni artistik. Seseorang gastronom memahami bagaimana semua panca indra manusia berkontribusi terhadap pengalaman makan, dan mereka lebih memahami apa yang terjadi ketika seorang konsumen mengaku tidak menyukai atau menikmati menu makan an tertentu. Seorang gastronom mengkaji implikasi sosiologis terhadap makanan, bersamaan juga mengintegrasikan disiplin ilmu sosial lainnya seperti antropologi, psikologi, dan filsafat maupun lainnya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
24
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pada dasarnya seorang gastronom adalah pakar yang me mpunyai keahlian tentang makanan. Seorang yang melihat latar belakang makanan (dari sisi sejarah, budaya, lansekap geografis dan metoda memasak) dan mengada kan penilaian. Seorang gastronom harus bisa melihat kesegaran suatu hidangan makanan. Bagaimana makanan itu dipersiapkan, apa aneka rasa (bumbu / rempah) yang digunakan, bagaimana presentai dan performanya ketika disajikan, bagaimana warna yang terjadi dalam campuran hidangan makanan, dan apa pesan secara keseluruhan terhadap makanan yang dilihatnya. Namun, gastronom juga mempelajari lebih mendalam mengenai makanan itu sendiri, memeriksa pengaruh kontribusi budaya terhadap makanan tertentu, ilmu pengetahuan yang ada di balik makanan, dan sejarah yang melatar-belakangi makanan tersebut. Dalam nomenklatur lain gastronom disebut sebagai seorang ‘hakim’ yang baik yang memperhatikan, mencintai, menikmati dan menilai sesuatu hidangan makanan. Studi yang sangat ilmiah mengenai makanan disebut gastronomi molekuler, juga memainkan peran yang penting dalam kajian gastronomi. Misalnya, gastronom molekuler dapat menjelaskan interaksi fisik dan kimia yang terjadi dalam proses gorengan masakan; potensi yang menyebabkan hidangan yang digoreng lebih ringan dan kurang berminyak, karena mekanisme yang dipahaminya itu memun gkinkan kendala yang tidak diinginkan bisa dihindari. Contohnya, nasi goreng tidak hanya sekedar makanan bagi seorang gastronom, banyak kajian yang harus diketahui terhadap makanan nasi goreng itu. Gastronom ingin mengetahui apa jenis nasi yang digunakan (bibit padi, kualitas beras, asal usul beras, penyimpanan dimana, cara pencuciannya, cara memasaknya dll), profil sejarah dan rasa klasik nasi itu, minyak goreng yang digunakan, asal minyak goreng, jenis perasa yang digunakan (garam, kecap, bawang, daun-daunan dll), dan bumbu rempah-rempah yang dicampurkan ke d alamnya. Selain itu, penyajian keseluruhan dari nasi goreng juga diperiksa dengan meneliti bagaimana nasi goreng itu dibuat (suasana dapur, sirkulasi dapur, kebersihan dapur, perlengkapan memasak, alat memasak dengan tungku atau gas, temperatur panas saat di goreng, dll). Bagaimana pengaruhnya terhadap rasa campuran makanan lain (seperti kerupuk, jenis daging, jenis telur, sambel dan minuman yang akan disajikan bersama nasi goreng). Bagaimana seni presentasi nasi goreng disajikan di atas meja; di samping secara spesifik mengetahui apa kandungan gizi (protein & karbohidrat) dibaliknya dan profil rasa khas dari nasi goreng itu sendiri. Gastronomi memberi informasi kepada dunia seni makanan dan seorang gastronom bisa saja seorang pemasak atau bukan seorang pemasak. Tetapi yang pasti seorang gastronom mempunyai keahlian tentang masakan atau yang mengetahui tentang makanan. Namun tidak semua pemasak atau juru masak (profesional atau non profesional) adalah seorang gastronom. Kebanyakan mereka yang disebut juru masak lebih memilih fokus hanya pada aspek kulinernya saja yakni memproduksi makanan yang berkualitas tinggi dengan rasa dan cita rasa yang bermutu enak. Mereka tidak menggali implikasi ilmiah, sejarah, budaya, lansekap geografis dari makanan yang mereka buat. Mereka berkreasi dengan jenis masakan fusion dengan modifikasinya. Mereka berani menyajikan rasa komb inasi makanan yang dibuatnya dalam cara yang tidak lazim, yang dirancang untuk menantang konvensi (kebiasaan) untuk mendapat peluang baru. Juru masak profesional seperti ini bukan gastronom karena tidak dapat menjelaskan dasar interaksi ilmiah di dapur, apalagi menguraikan asal usul sejarah bahan makanan yang digunakan. 11. IDENTITAS GASTRONOMI
Sejak awal kelahirannya 200 tahun lalu di Eropa, gastronomi telah menjadi identitas gaya hidup kaum aristokrat dan borjuis yang menyadari dibalik kenikmatan sebuah makanan yang
Edisi II
Indrakarona Ketaren
25
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
baik ada kisah yang mempengaruhinya, yakni sejarah, budaya, lansekap geografis dan metoda memasak. Saat itu bagi mereka, gastronomi adalah “genesis” tampilan baru cipta karya dan cipta karsa dari substratum lama dalam menilai makanan yang baik dimana ciri-cirinya tidak bisa disamakan dengan kuliner walaupun fokus keduanya sama yakni makanan. Di era itu gastronomi tercipta sebagai kitab ajaran baru tentang seluruh aspek makanan bagi umat manusia, sehingga kadangkala diplesetkan dengan sebutan ‘Gastronomy Above Theology’.
Plesetan ini bukan mengartikan gastronomi adalah kitab baru di atas semua ajaran agama, tetapi sebenarnya gastronomi diartikan bisa mempersatukan segala perbedaan pandangan manusia dalam suatu perhelatan hidangan makan bersama. Pada intinya gastronomi adalah karya sekelompok manusia yang berkumpul dalam suatu perjamuan untuk melakukan kreasi budaya dan menikmati gaya makan yang baik (the art of good eating).
Walaupun kelahirannya gastronomi menjadi gaya hidup kaum bangsawan Eropa, bisa dikatakan sekarang ini sudah berkembang sedemikian rupa ke dalam kehidupan masyarakat barat. Malahan di beberapa negara aktifitas gastronomi tidak hanya menampilkan budaya makan yang baik (the art of good eating) tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman artistik seni lainnya. Gastronomi memainkan peran penting dalam mempersatukan perbedaan identitas nasional, budaya dan komunikasi. Beberapa negara di benua barat, telah mengembangkan gastronomi menjadi arsenal instrumen kebijakan dalam mengatasi perselisihan dan kemelut politik internasional melalui perundingan di meja makan. Oleh karena itu gastronomi bisa mempersatukan perbedaan pandangan manusia dalam suatu perjamuan makan bersama, terlepas dari kepercayaan agama, politik, status sosial, asal usul latar belakang, pandangan social atau apapu n cerita dibelakangnya. Dengan demikian jika kita memiliki perbedaan pandangan, marilah kita lakukan walimah makan yang baik (the art of good eating) melalui perhelatan bersama, karena jamuan makan bisa mempersatukan perbedaan yang ada .. “dan makan bersama itu ada di gastronomi”. 12. BAGAIMANA GASTRONOMI MEMPENGARUHI KEHIDUPAN MASYARAKAT
Gastronomi secara sederhana adalah "seni memilih, menyiapkan, menyajikan, dan menikmati makanan enak". Kemahiran terhadapnya menggambarkan gaya dan kemungkinankemungkinan baru dari seni masakan tradisional (otentik) yang dieksplorasi oleh ahli masak (chef). Bahasa lain yang sering digunakan beberapa chef terkenal di dunia, gastronomi dikatakan sebagai " Avant Garde" atau "Modernist Cuisine". Perancis dan Inggris adalah pionir dalam avant garde atau modernist cuisine. Sebagai negara melting-pot bangsa-bangsa di dunia, segala rupa resepi masakan antar bangsa dieksplorasi, dimodifikasi dan diintegrasikan ke dalam struktur gastronomi cuisine di ke dua negara. Bagi kalangan lain, gaya dan pola seni memasak gastronomi dikatakan menggunakan reaksi fisik dan kimia selama proses memasaknya; dan jika sebagian dari metoda eksperimental itu dilakukan seperti ini, maka seni memasak tersebut adalah gastronomi molekuler. Namun bagi sebagian besar chef-chef terkenal di dunia menolak mengatakan teknik gaya memasak mereka adalah molekuler, mengingat tidak semua prosesnya menggunakan reaksi fisik dan kimia.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
26
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Avant garde atau modernist cuisine yang ditampilkan bukan hanya sebatas memberi makan
orang dengan memperkenalkan keindahan reaksi fisik dan kimia, tetapi mempunyai nilai pengalaman sensorik terhadap bahan-bahan baku yang digunakan, presentasi dan hospitality yang sengaja dirangsang penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak; yang jika orang melihat, seakan-akan seluruh panca - indra mereka ikut makan. Avant garde adalah makanan istimewa, dimana bahan bakunya dipilih dari kualitas terbaik yang diolah dengan kajian gizi berdasarkan immune system food concept , dietary nutrition
maupun komposisi food combining yang tidak berlebihan. Modern cuisine, begitulah sebutan populer lainnya, adalah seni memasak yang ditelusuri
secara khusus dengan menata bumbu dan rempah dalam pengolahan makanan untuk mendapatkan rasa, aroma, tekstur, warna, antimikroba dan antioksidan yang se imbang. Presentasinya menggunakan teknik plating yang mutakhir dengan susunan table setting menggunakan peranti saji yang terbaik. Disamping itu, dan ini yang paling penting, gastronomi (apakah bergaya ala avant garde atau ala modernist cuisine), selalu menampilkan makanan (yang sebelum dinikmati) mengutarakan sebuah cerita dari kisah sejarah, budaya, lansekap geografis dan metoda memasaknya. Kelanjutannya bagaimana gastronomi mempengaruhi kehidupan masyarakat ? a. Pola Hidup
Jika membandingkan perjalanan hidup sekarang dengan beberapa tahun lalu, banyak perbedaan yang terjadi terkait makanan, karena seni keahlian memasak telah berkembang sedemikian rupa, serta mengalami perubahan teknik dan modifikasi. Umpamanya, kehadiran makanan cepat saji telah mengubah gaya makan dan cara memasak masyarakat dunia. Selain itu makanan diet mengubah persepsi masyarakat terhadap kandungan makanan untuk menurunkan berat badan dengan mengurangi lemak dan dampak kolesterol. Itu baru dua sisi yang bicara, belum lagi karena pengaruh modernisasi dan tekhnologi membawa implikasi yang besar terhadap pola hidup masyarakat dalam mengkonsumsi makanan. Perubahan pola hidup ini membawa masyarakat kepada tuntutan akan masakan yang sehat yang berarti kualitas bahan baku dan cara memasaknya harus memenuhi standard gizi dan nutrisi yang baik. Akibatnya masyarakat semakin kritis memilih makanan yang dengan sendirinya bicara tentang kualitas dan kesehatan. b. Budaya
Pertukaran akan budaya memiliki dampak mengubah cara orang makan, apa yang orang makan, bahkan bagaimana orang makan makanan. Dari budaya, orang belajar seni masakan bangsa lain dan mengakulturasikannya ke dalam kearifan lokal setempat. Contoh-contoh bagaimana pola makan orang barat banyak ditiru masyarakat Asia, bahkan sebaliknya, sehingga melahirkan budaya makan baru. Gastronomi memang lahir dari budaya Perancis yang melebar ke negara Eropa dan Amerika. Tetapi jarang orang mengetahui bahwa di masa lalu gastronomi juga lahir di daratan Tiongkok yang budaya masakannya saling berinteraksi dengan budaya masakan masyarakat barat. Menu dan seni keahlian Perancis dan Tiongkok saling bertukar dan saling dieksplorasi, dimodifikasi dan diintegrasikan ke dalam struktur gastronomi cuisine dunia. Tidak heran
Edisi II
Indrakarona Ketaren
27
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
sekarang dan dimana saja orang makan di suatu restoran, ada saja aneka ragam masakan barat dan oriental saling bersanding dalam menu makanan rumah makan mereka. c. Geografi
Dengan banyaknya citarasa makanan yang berbeda di seluruh dunia, masyarakat terdorong mencoba menu makanan bangsa lain untuk mendapat pengalaman baru. Perjalanan wisata manca negara adalah bentuk dari dorongan keinginan tersebut yang berakibat makanan itu suatu saat harus diimport untuk memenuhi permintaan konsumen di dalam negeri. Selain akibat dari perjalanan wisata, banyak juga yang mendorong permintaan itu akibat dari perjalanan bisnis, pertukaran budaya maupun akibat sekolah di luar negeri. Namun yang pasti peran media komunikasi pemasaran dan media sosial cukup besar memberi sumbangan akan keinginan mendapatkan makanan tersebut. Iklan-iklan dari seluruh dunia mendorong orang untuk mencoba makanan baru, apalagi chef-chef terkenal mempengaruhi orang untuk mencoba makanan yang berbeda. Dengan adanya pertukaran makanan antar negara ini membawa dengan sendirinya budaya pola hidup baru itu ke dalam p ermintaan terhadap makanan, yakni penampilan, presentasi dan kualitasnya harus sesuai dengan standard yang berlaku. d. Keberlangsungan
Fakta perubahan pola hidup, pertukaran budaya dan perbedaan geografis bukan faktor utama yang menyebabkan masyarakat mudah berdaptasi dan mengubah gaya makan mereka. Faktor menjaga keberlanjutan terhadap keseimbangan alam dan ketersediaan pangan menjadi perhatian mereka, mengingat pasokan dan produksi dunia yang terbatas saat ini. Makan yang berkualitas dan enak bukan berarti boros dalam menggunakan bahan baku atau membuang yang tidak terstandard baik. Justru produksi pangan harus dijaga dan dikontrol secara ketat sehingga tidak ada pembuangan yang percuma. Masyarakat barat lebih mengutamakan langkah keberlangsungan (sustainability ) ini mengingat pertambahan penduduk yang semakin meningkat tajam. Untuk itu di masa depan, makanan tidak akan disajikan dalam porsi kuantitas tetapi lebih kepada kualitas dengan porsi yang kecil asalkan kandungan gizi dan nutrisinya memenuhi standard kehidupan manusia. 13. PERBEDAAN GASTRONOMI BARAT & TIMUR
Seperti dijelaskan di butir sebelumnya, gastronomi adalah seni, atau ilmu akan makanan yang baik (the art of good eating). Gastronomi dalam bahasa Indonesia disebut upaboga (almarhum anton moelyono) sedangkan makanan sebagai boga. Penjelasan yang lebih singkat menyebutkan gastronomi sebagai segala sesuatu yang berhubungan dengan kenikmatan dari makan dan minuman. Sumber lain menyebutkan gastronomi sebagai studi mengenai hubungan antara budaya dan makanan, di mana gastronomi mempelajari berbagai komponen sejarah & budaya dengan makanan sebagai pusatnya. Gastronomi meliputi studi dan apresiasi dari semua makanan dan minuman. Selain itu, gastronomi juga mencakup pengetahuan mendetail mengenai makanan dan minuman dari berbagai negara besar di seluruh dunia. Peran gastronomi adalah sebagai landasan untuk memahami bagaimana makanan dan minuman digunakan dalam situasi-situasi tertentu. Melalui gastronomi dimungkinkan untuk membangun sebuah gambaran dari persamaan atau perbedaan pendekatan atau perilaku terhadap makanan dan minuman yang digunakan di berbagai negara dan budaya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
28
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Contohnya Gastro-Diplomacy sebagai program branding yang dilakukan White House bersama Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat. Istilah upaboga muncul pertama kalinya tahun 1801 dalam sebuah puisi Joseph Berchoux yang berjudul Gastronomie yang menjadi dasar pemikiran mengenai upaboga dan dari penulis lainnya seperti Alexandre Grimod de La Reyniere (1803), Jean Anthelme BrillatSavarin (1825) dan banyak lainnya seperti antara lain karya Pascal Ory (1948). Gastronomi lahir akibat pecahnya Revolusi Perancis (1789–1799) dimana resep-resep boga aristokrat & bangsawan, yang selama ini tidak pernah diketahui masyarakat umum, tampil dan diketahui secara luas sampai ke masyarakat negara-negara Eropa lainnya. Termasuk peranti saji, presentasi, etiket dan teknik gaya makan ala monarki m ulai ditiru masyarakat secara luas. Tata cara makan ini dikenal oleh kita dengan nama Haute Cuisine yang hanya dapat ditemukan di kalangan aristokrat & bangsawan dan dinikmati oleh golongan dengan strata sosial tinggi. Penyajian makanan di kediaman para bangsawan harus memiliki kualitas yang sangat baik, penataan yang menarik, hingga pengaturan meja dan perangkat makan lainnya yang harus dilakukan dengan sangat mewah. Konsep Haute Cuisine merupakan masakan yang diolah dengan berbagai macam teknik memasak serta disajikan dengan sangat cantik dan memiliki rasa yang sangat enak menjadi semakin dikenal. Namun, proses memasak Haute Cuisine ini membutuhkan kemampuan yang tidak mudah. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mengapa masakan Perancis sangat terkenal di dunia dan teknik memasaknya mulai banyak dipelajari. Bagi masyarakat di luar "darah biru" monarkhi aristokrat & bangsawan Perancis, gaya makan Haute Cuisine tersebut adalah prestis pengakuan dan keagungan dari pengakuan diri mereka sebagai bagian dari budaya aristokrasi Perancis yang sudah menjadi bagian dari kehidupan publik. Merupakan suatu kebanggaan bagi yang bisa meniru protokol boga aristokrat & bangsawan tersebut. Artinya resep-resep boga aristokrat & bangsawan itu dibuka kepada umum. Masyarakat awam tidak pernah mengetahui dan mengenail resep-resep aristokrat & bangsawan tersebut sebelumnya karena selama ini bersifat sangat tertutup dan hanya untuk kalangan keluarga kerajaan, termasuk mengenai keindahan (luxury) dari peranti saji dan presentasi makanannya sendiri. Adalah Berchoux & Savarin yang menterjemahkan boga ala gaya aristokrat & bangsawan itu kemudian dinamakan sebagai gastronomi (upaboga). Artinya tata cara (protocol) the art of good eating dari resep-resep boga aristokrat & bangsawan dengan melihat sisi sejarah & budayanya (termasuk kemudian dilengkapi dengan elemen lanskap geografis & metode memasak). Bagi Berchoux & Savarin, gastronomi adalah produk budidaya pada kegiatan pertanian sehingga pengejawantahan warna, aroma, dan rasa dari suatu makanan dapat ditelusuri asalusulnya dari lingkungan tempat bahan bakunya dihasilkan. Di awal abad ke-18, restoran modern pertama diperkirakan berdiri, tepatnya pada tahun 1765 di Perancis oleh A. Boulanger. Menu yang ditawarkan di restoran tersebut adalah semangkok sup. Pembukaan restoran tersebut mendapatkan respon yang sangat baik sehingga selanjutnya ide usaha ini banyak ditiru oleh para juru masak yang meninggalkan majikan mereka dan kemudian mendirikan usaha yang sama. Hal ini merupakan salah satu peristiwa penting dalam sejarah makanan dunia yang juga disebabkan oleh terjadinya revolusi Perancis. Keruntuhan kaum bangsawan mengakibatkan mereka tidak dapat membiayai pengikutnya, termasuk juru masak dan pelayan-pelayannya. Hal inilah yang menjadi salah satu pendorong
Edisi II
Indrakarona Ketaren
29
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
lahirnya berbagai usaha penyedia jasa makanan dan minuman di area publik saat itu. Perkembangan-perkembangan yang terjadi pada periode awal di Perancis ini semakin mengangkat profesi juru masak. Profesi ini mulai diakui sebagai sebu ah profesi modern berkat usaha seorang juru masak asal Prancis, Antonin Careme, pada awal abad ke-19, yang berhasil menaikkan derajat profesi ini menjadi lebih terhormat. Dia juga merupakan tokoh yang menemukan seragam para juru masak (chef’s uniform) yang dikenal saat ini. Di akhir abad ke-19, seorang pakar makanan Perancis, Georges Auguste Escoffier, membuat sebuah buku yang berisi lebih dari 5.000 resep masakan Perancis beserta metode pengolahannya. Hingga saat ini buku tersebut masih sering digunakan sebagai buku standar dalam pendidikan bidang masakan. Kesimpulannya gastronomi lahir 218 tahun yang lalu di benua Eropa, yakni dari Perancis, yang kemudian diikuti masyarakat diluar Eropa seperti benua Amerika & Kanada. Pertanyaannya sekarang : Apa yang dikaji ? Apa yang harus diketahui masyarakat mengenai sejarah & budaya dari boga itu ? Apa tolak ukur yang dipakai masyarakat barat dan timur jika bicara gastronomi ? • • •
Koridor kajian gastronomi umumnya menekankan kepada 4 (empat) elemen, yakni : 1. Sejarah : yakni mengenai asal usul bahan baku, bagaimana dan dimana dibudidayakan; 2. Budaya : yakni mengenai faktor yang mempengaruhi masyarakat setempat mengkonsumsi makanan tersebut; 3. Lanskap Geografis : yakni mengenai faktor lingkungan (alam) & etnis yang mempengaruhi masyarakat memasak makanan tersebut; 4. Metode Memasak : yakni mengenai proses memasak secara umum. Bukan mengenai teknis memasak karena seorang gastronom tidak harus bisa memasak. Ke-empat elemen itu dinamakan dengan tangible (nyata, jelas dan terwujud) yang selalu dipakai sebagai tolak ukur masyarakat barat jika bicara gastronomi. Sebatas itu saja karakter gastronomi masyarakat barat, walaupun tidak dipungkiri ada juga sedikit unsur intangible-nya. Selain ke-empat elemen itu, secara khusus masyarakat barat menjadikan gastronomi (upaboga) sebagai rujukan filosofi ideologi, paham nasionalisme, rasa kesatuan, persatuan, kerukunan dan kemajuan masyarakat berbangsa. Bagi kebanyakan masyarakat dan Pemerintah di barat, makanan tidak semata diartikan sebatas resep dan acara-acara spektakel festival atau semata diartikan sebagai seremoni makan bersama secara kenegaraan. Seni makanan bagi masyarakat barat adalah wawasan kebangsaan dan ideologi. Makanan diibaratkan sebuah DNA (deoxyribose-nucleic acid) atau cetak biru yang melahirkan, membentuk, menyusun, menginformasikan dan menyimpan karakter masyarakat mengenai struktur genetika kearifan lokal bangsanya. Seni memasak bagi masyarakat barat adalah kemajuan kebudayaan mengenai kekayaan dan kebanggaan yang telah menjadi simbol nasionalisme dalam membentuk ciri indentitas maupun jati diri suatu bangsa. Sekarang bagaimana di masyarakat Timur (Asia) ? Kita mencoba untuk menggambarkan ga stronomi di masyarakat Indonesia yang tidak berbeda jauh dengan masyarakat Timur atau Asia.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
30
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Gastronomi diperkenalkan di Indonesia tahun 1982 oleh almarhumah ibu Suryatini Ganie yang menjadi pelopor berdirinya Lembaga Gastronomi Indonesia. Artinya gastronomi di Indonesia baru berkembang 32 tahun yang lalu dan selama kurun waktu itu perjalannnya cukup berlikuliku karena kebanyakan masyarakat Indonesia belum terbiasa dengan budaya makan ala barat. Dari perjalanan selama 4 (empat) tahun dan mempelajari pemikiran-pemikiran dari almarhumah ibu Suryatini Ganie serta ahli-ahli sejarah, antropologi, arkeologi, budaya dan lainnya, dapat diketahui gastronomi di Indonesia punya konstruksi dan karakter yang berbeda dengan masyarakat barat, yakni : 1. Konstruksi boga resepi kepulauan Nusantara Indonesia tidak berasal dari dunia aristokrasi kerajaan. Walaupun ada tetapi tidak menentukan karakter boga negeri ini secara keseluruhan. 2. Boga resepi bangsa Indonesia berasal dari masyarakat biasa yang sebagian tercipta di kalangan masyakat pedesaan dan kota-kota kecil 3. Sebagian besar boga Indonesia mempunya nilai ritual dan adat istiadat. Dari elemen perbedaan itu bisa dilihat secara kasat mata bahwa representasi makanan masyarakat itu kebanyakan ditampilkan di usaha warung rumahan dan jajanan jalanan (alias kaki lima). Mereka adalah pelaku UKM (Usaha, Kecil & Menengah). Itu adalah warna dari karakter boga Indonesia dan wajah makakan bangsa ini. Hampir semua masyarakat pernah dan tetep beli makanan dari mereka. Oleh karena itu boga Indonesia bukan dan jangan ditampilkan sebagai barang kemewahan seperti yang dialkukan masyarakat barat. Kalaupun ada boga-boga Indonesia disajikan ditempat-tempat mewah itu hanya sebagai kosmetika dari masyarakat kalangan atas yang mau nyaman terhadap apa yang mereka makan. Makanan Indonesia dengan tampilan kemewahan adalah ibarat wanita yang diberi dandanan kosmetik mahal dengan segala perabot yang melekat di tubuhnya. Padahal wanita yang sebut sebagai makanan itu sebenarnya lebih cantik berpenampilan jika tanpa kosmetik (alamiah). Kedua boga Indonesia mempunyai nilai ritual dan adat istiadat. Artinya punya nilai intangible yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan pusaka dibelakangnya. Dengan demikian di dalam elemen sejarah & budaya gastronomi Indonesia, harus dimasukan komponen intangible tersebut. Kedua elemen itulah yang membedakan gastronomi barat dan gastronomi Indonesia (Timur atau Asia), walaupun penggunaan peranti saji, presentasi, etiket dan teknik gaya makan tetep meniru ala barat. Tetapi ada sesuatu yang sangat disadari masyarakat barat bahwa bagi mereka gastronomi itu adalah identitas & DNA (atau cetak biru) dari kebangsaan. Kesadaran ini belum ada di bangsa Indonesia, karena masih beranggapan makanan sekedar mengenyangkan perut dan sebatas pesta acara-acara festival. Masyarakat Indonesia harus melek diri bahwa di sebagian besar seni masakan leluhur mempunyai kisah (atau cerita) dibelakangnya (intangible), yakni konsep cerita rakyat (folklor) yang merupakan kearifan lokal, berupa nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku budaya yang diwarisi turun-menurun dan diakui sebagai identitas milik bersama sebagai simbol, ritual, adat,
Edisi II
Indrakarona Ketaren
31
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
dan kearifan lokal masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun bersemayam secara tradisional. Seni masakan dan seni makanan adalah pertanggung-jawaban besar negara dan bangsa terhadap pusaka warisan tradisional leluhur. Ada pesan di dalamnya mengenai semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas “nasionalisme” kekayaan budaya mereka. Di dalam seni memasak dan seni makanan terpendam amanah mengenai jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan. Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan bangsa yang berdaulat dan berdikari. Tak mungkin orang Indonesia dapat mencintai seni makanan bangsanya, kalau mereka tak mengenal kisah (cerita) sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan berharap mereka dapat b erbuat kebajikan terhadap seni masakannya. 14. PERBEDAAN BUDAYA DALAM GASTRONOMI BARAT & TIMUR
Seperti dijelaskan di butir sebelumnya, gastronomi di masyarakat timur (Asia), seperti juga di Indonesia, mempunyai elemen tambahan, yakni nilai ritual dan adat istiadat, sebagai elemen kelima. Artinya punya nilai intangible yakni filosofi, falsafah, kearifan lokal atau cerita warisan pusaka dibelakangnya. Elemen tambahan itu ada akibat disimilaritas kebudayaan dan kebiasaan tertentu dalam ciri pola hidup masyarakat barat dan timur. Untuk itu karena ada unsur budaya, maka perlu kita pahami terlebih dahulu pola kebudayaan masyarakat barat dan timur, karena masing-masing memiliki makna dan fungsi tersendiri. a.
Kebudayaan
Budaya (disebut juga kebudayaan) berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu "buddhayah", yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal yang berkaitan dengan budi, dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut "culture", yang berasal dari kata Latin, "Colere", yaitu mengolah atau mengerjakan. Kata culture juga kadang diterjemahkan menjadi "kultur" dalam bahasa Indonesia. Budaya adalah suatu gaya hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah kelompok masyarakat yang diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari banyak elemen yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat, bahasa, pakaian, bangunan, hingga karya seni. Budaya itu dipelajari dan merupakan suatu pola hidup sosial manusia secara menyeluruh yang memiliki sifat yang kompleks, abstrak, dan luas. Perbedaan kebudayaan antara barat dan timur dicerminkan oleh banyak faktor yang sekaligus menjadi ciri masing-masing dalam berpola hidup. Banyak hal yang mana bagi orang barat dianggap umum ternyata menjadi sangat tidak etis bagi orang timur. Hal tersebut membuktikan, bahwa antara barat dan timur memiliki perbedaan kebudayaan dan kebiasaan-kebiasaan tertentu dalam berpola hidup.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
32
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kata barat dalam arti merujuk kepada masyarakat di benua Eropa, benua Amerika dan benua Australia, sedangkan diluar itu disebut sebagai masyarakat timur yang pada umumnya ada disekitar benua Asia dan Afrika. b. Perbedaan Budaya Barat dan Timur b.1. Kebudayaan Barat
Kebudayaan barat tersusun dan terbina dari kumpulan himpunan dan pemahaman terhadap sastra, ilmu pengetahuan, filsafat, politik, serta prinsip artistik dan filosofi yang membedakannya dari peradaban lain. Masyarakat barat melakukan berbagai macam cara diskusi dan perdebatan untuk mempelajari, menemukan atau menentukan makna seperti apa yang sebenarnya kesadaran akan berbudaya itu. Kebudayaan barat tidak bisa langsung diartikan murni datang dari sebuah arah mata angin masyarakat barat itu sendiri. Produknya merupakan proses akulturasi dan belajar dari perkembangan antara budaya barat dan budaya timur. Sebagian besar rangkaian tradisi dan pengetahuan budaya tersebut dikumpulkan dan dipengaruhi oleh imigrasi atau kolonisasi orang-orang Eropa, misalnya seperti negaranegara di benua Amerika dan Australia, dan tidak terbatas hanya oleh imigran dari Eropa Barat. Eropa Tengah juga dianggap sebagai penyumbang unsur-unsur asli dari kebudayaan Barat. Karena datangnya dari proses rasionalitas & logika, maka budaya barat mempunyai ciri lebih selektif dalam banyak hal, memiliki disiplin tinggi, tertib, sikap to the point, individualis dan lebih terbuka walau sangat jarang menjalin hubungan dengan orang lain kecuali dengan adanya maksud atau kepentingan tertentu. b.2. Kebudayaan Timur
Kebudayaan timur mempunyai manner yang khas yang membedakannya dengan manner masyarakat barat. Bangsa timur sangat terkenal dengan keramah-tamahannya terhadap orang lain bahkan terhadap orang asing sekalipun. Bagaimana mereka saling memberikan salam, tersenyum atau berbasa basi menawarkan makanan atau minuman. Bangsa Timur juga sangat menjunjung tinggi nilai-nilai atau norma-norma yang tumbuh di lingkungan masyarakat mereka. Salah satu contohnya adalah berkaitan dengan nilai kesopanan. Pembinaan kebudayaan ini kesadarannya dengan cara melakukan berbagai macam pelatihan fisik dan mental. Pelatihan fisik dapat dicontohkan dengan cara menjaga pola makan dan minum ataupun makanan apa saja yang boleh dimakan dan minuman apa saja yang boleh di minum, karena hal tersebut dapat berpengaruh pada pertumbuhan maupun terhadap fisik kehidupan sosial mereka. Sedangkan untuk pelatihan mental, yaitu dapat berupa kegiatan ritual yang umumnya dilakukan sendiri atau berkelompok, seperti bermeditasi, bertapa, berdo’a, beribadah, dan lain sebagainya. Dengan demikian, budaya timur mempunyai ciri memiliki solidaritas tinggi, menghargai orang lain, sangat mengedepankan etika, mempunyai sifat toleransi yang tinggi, sangat
Edisi II
Indrakarona Ketaren
33
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
bersosial tidak individualis, ramah dan bersahabat, suka saling tolong menolong, respek terhadap yang lebih tua, dekat dengan kerabat terutama keluarga maupun (ini yang paling penting) memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat yang ada c.
Budaya Gastronomi Indonesia
Dengan penjelasan di atas secara umum dapat dipahami kebudayaan masyarakat timur, terutama di Indonesia, memegang teguh norma, etika serta nilai ritual maupun adat istiadat dalam kehidupan mereka. Sama sebangun keteguhan ini dibangun dalam budaya makanan yang lahir dari produk warisan kearifan lokal leluhur yang diturunkan dari generasi ke generasi. Dengan demikian, jika bicara peradaban gastronomi masyarakat timur, khususnya Indonesia, elemen tambahan nomor lima koridor kajian gastronomi itu mutlak ada. Elemen tambahan ini dalam dunia gastronomi Indonesia diistilahkan dengan “makanan punya cerita” (cibus habet fabula – food has its tale ), yakni mengenai intagible dari nilai ritual dan adat istiadat. 15. PERJAMUAN MAKAN BERSAMA
Satu ciri khas kaum gastronom adalah kebiasaan mereka melakukan perjamuan makan bersama untuk menikmati gaya makan yang baik (“the art of good eating”). Seni masakan gastronomi dan peranti saji saling berhubungan satu sama lain, dan tidak dapat saling dipisahkan. Ibaratnya bagaikan sebuah uang koin yang memiliki dua buah sisi yang saling menyatu. The art of good eating itu diekspresikan penyajiannya dalam wadah perangkat peranti saji.
Tata hidangan dan pemakaian peranti saji ini melengkapi aristokrasi gastronomi yang masingmasing memiliki ciri dan khas serta keunikan tersendiri. Pada hakekatnya gastronomi adalah suatu perjamuan atau perhelatan seni keahlian makan yang baik, apik, indah dan berkelas yang di tata di atas aritokrasi peranti saji; dengan kepakaran mengkaji dan menilai mengenai budaya, sejarah, lansekap geografis maupun metoda memasak dari makanan yang dihidangkan. Perjamuan makan bersama ini selalu menampilkan seni memasak dari ahli kuliner, (chef profesional atau ahli masak otodidak), karena bagi gastronom penting untuk diketahui siapa pemasak dari menu resep makanan yang disajikan untuk melakukan penilaian terhadap metoda memasaknya. Disini bersemuka gastronomi dan kuliner dalam satu perhelatan dimana “the art of good eating” bersanding dengan “the art of good cooking”. Ibarat bahasa “man on the street”, yang satu “tukang makan” dan yang satu lagi “tukang masak”. 16. PENILAIAN DALAM GASTRONOMI
Penilaian gastronomi adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan beragam alat skala ukur untuk memperoleh informasi tentang sajian makanan dalam suatu perjamuan bersama. Hasil penilaian gastronomi berupa nilai kualitatif (pernyataan naratif dalam kata-kata) dan nilai kuantitatif (berupa angka). Pengukuran skala penilaian itu berhubungan dengan proses penentuan nilai kuantitatif tersebut. Penilaian itu sendiri pada umumnya adalah proses pengambilan keputusan dan pemberian nilai atas kualitas seni masakan yang akan dinilai dengan mempertimbangkan antara lain ide atau gagasan seni masakannya, kemampuan penggunaan teknik dan bahan dalam memasak, wujud ataupun corak dan gaya dari hasil masakan tersebut serta kreatifitas dalam proses pembuatannya. Edisi II
Indrakarona Ketaren
34
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kategori penilaian terfokus sepenuhnya pada makanan mengenai kualitas, rasa, kelezatan, penguasaan teknik, kepribadian dan konsistensi makanan, termasuk kreatifitas, keramahtamahan, presentasi, dekorasi, performa, sanitasi dan seba gainya secara totalitas. Kriteria dan rincian penilaian ini tidak seragam dan terpulang dari kemampuan anggota gastronomi yang melakukan pengukuran, namun faktor-faktor penting penilaian adalah kualitas masakan dan suasana tempat perjamuan diselenggarakan. 17. PRESENTASI MAKANAN
Penampilan makanan adalah penting dalam dunia gastronomi. Display atau penyajian makanan merupakan keharusan dan menjadi ukuran dari suatu seni peradaban gastronomi yang disebut sebagai presentasi makanan. Presentasi makanan adalah seni memodifikasi, pengolahan, mengatur, dan mendekorasi makanan untuk meningkatkan daya tarik estetika terhadap nilai makanan. Pakarnya adalah seorang food stylist yang dituntut memiliki kreatifitas dan selera yang sangat baik agar makanan yang tersaji hadir dalam susunan, komposisi, warna dan penampilan yang merangsang pelanggan berselera untuk makan. Seperti bidang lainnya, sebuah usaha bisnis restoran harus selalu direncanakan dengan baik. Sebagai titik awal perencanaan adalah dengan mendesign "customer experience in every single contact point" atau pengalaman yang ingin dirasakan oleh pelanggan di setiap kontak yang terjadi. Pengalaman yang dirasakan ini meliputi semua panca indra , yang dilihat, yang dicium, disentuh, maupun yang dicicipi. Food stylist harus memiliki kemampuan mendesign "an ultimate experience" itu bagi pelanggan, saat dan setelah menikmati masakan yang dihidangkan di atas meja. Food stylist mengatur dan menata keseluruhan komponen makanan yang akan diletakkan di atas piring, yang kemahiran ini disebut disebut "teknik plating". Pengalaman yang baik itu akan menjadikan pelanggan loyal (retention, refferal and positive advocate). Pada umumnya, pelaku usaha restoran cenderung abai terhadap presentasi makanan. Mereka lebih mengandalkan utamanya kepada aspek rasa. Mereka menempatkan rasa diatas aspek lainnya. Mereka pun kadang kala lebih sibuk berbicara tentang restoran lain yang lebih ramai pengunjungnya daripada yang dikelolanya sendiri dan kerap lupa membandingkan "customer experience" yang diberikan pihak lain dibandingkan yang mereka ketengahkan. Pelanggan bukan membeli produk tetapi membeli nilai (value), yaitu serangkain pengalaman yang dirasakan dan mengharapkan sebuah pengalaman yang baik dan membekas. Tetapi perlahan-lahan tanpa disadari, presentasi makanan sudah menjadi sebuah pengalaman yang penuh sensasi (eating is a sensuous experience). Presentasi makanan kerap dianggap para ahli masak berbeda dari persiapan makanan (food preparation). Banyak tahapan yang berlainan yakni dari mulai cara daging diikat atau dijahit; jenis yang digunakan dalam memotong dan mengiris daging atau sayuran; gaya cetakan yang digunakan dalam menuangkan hidangan. Tahapan lainnya seperti hiasan (garnish) yang digunakan dan taburan b iji, bubuk, atau topping lainnya. 18. SENI, GAYA & CIRI MASAKAN
Seni, gaya dan ciri masakan gastronomi di dunia berkembang dalam beberapa kategori yang setiap tradisi memasak mewakili budaya makan rakyatnya ma sing-masing; yakni : a.
Cuisine Bourgeoise ("masakan klasik")
Adalah jenis masakan klasik (tradisional) yang ciri khasnya fokus pada pengembangan sajian masakan khas lokal daerah dimana bahan-bahan rempah & ramuan dan lain sebagainya yang digunakan adalah produk-produk khas lokal daerah
Edisi II
Indrakarona Ketaren
35
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
setempat. Jenis hidangan ini beraneka ragam dan menggunakan banyak saus krim dengan cara memasak yang berbeda-beda pula. b. Fusion Cuisine (“masakan fusi”)
Adalah jenis masakan yang memperpadukan unsur-unsur dari tradisi masakan klasik lokal daerah (Cuisine Bourgeoise) yang saling berbeda. Masakan ini tidak dikategorikan menurut salah satu gaya masakan tradisional lokal tertentu namun menggambungkan masakan tradisional lokal lainnya dalam kepentingan untuk menciptakan sebuah inovasi dan juga makanan yang cukup menarik. Fusion cuisine meleburkan (menggabungkan) secara khusus elemen-elemen berbagai
masakan lokal tradisional daerah yang tidak menyatu (tidak terkait) satu sama lain menjadi suatu hidangan makanan baru. Fusion cuisine juga tidak hanya selalu menggabungkan bahan baku tetapi gaya memasak untuk mengeksplorasi dan mengkaitkan berbagai asal budaya lokal daerah yang berbeda ke dalam satu piring. Sejak tahun 1970-an, inovasi fusion cuisine umumnya ditampilkan di banyak restoran kontemporer di kota-kota metropolitan karena peminatnya cukup banyak. c.
Cuisine du Terroir (“masakan lokal”)
Adalah jenis masakan yang memfokuskan pada pengembangan (modifikasi) sajian yang berciri khas lokal kedaerahan. Bahan-bahan yang digunakan adalah produk khas lokal yang lebih segar dan berkualitas sangat baik. Pada saat ini, cuisine du terroir lebih banyak menarik minat masyarakat dunia sehingga gaya dan teknik memasaknya mengalami perkembangan yang sangat pesat. d. Nouvelle Cuisine ("masakan baru")
Adalah jenis masakan yang disajikan sederhana dan kurang beragam serta tidak menganjurkan penggunaan saus krim (kuah) yang terlalu banyak dan sayuran matang. Cara penyajian dan seni presentasinya pun tidak rumit dengan hidangan yang ringan, lebih halus serta lebih singkat. Ciri khas masakan baru ini fokus pada rasa yang murni tanpa menggunakan banyak bahan masakan. Cara penyajiannya pun tidak rumit serta lebih singkat. Bahan-bahan yang digunakan adalah khas regional dan musiman serta menempatkan kepentingan yang lebih tinggi terhadap seni presentasi. Nouvelle cuisine mempengaruhi gaya masakan saat ini, yang dapat dilihat dengan cara penyajian yang lebih fleksibel dan banyak bereksperimen dengan cita-rasa non tradisional. Nouvelle cuisine berkembang di tahun 1970-an dan 1980-an sebagai reaksi
menentang sekolah memasak klasik (tradisional) yang berhasil menggeser kepopuleran masakan klasik yang rumit. Teknik dan gaya memasak nouvelle cuisine menyerukan kesederhanaan dan keanggunan d alam menciptakan hidangan. e.
Haute Cuisine ("masakan agung") Disebut juga "Grande Cuisine" adalah jenis masakan klasik yang disajikan dengan
cara yang unik dan ekstrem. Ciri khasnya adalah elegan, ramai, mewah, cenderung berat karena penggunaan saus krim (kuah) yang banyak. Metode teknik memasak haute berkembang pesat dan dikenal akan cara persiapan, pelayanan dan penyajiannya yang rumit dan seksama serta yang paling penting memperhatikan secara obsesif terhadap d etail. Tampilan hidangan pun diperhatikan dengan cermat, misalnya sayuran harus dipotong dengan ukuran yang tepat dan seragam. Bahan-bahan yang dipergunakan merupakan yang berkualitas terbaik.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
36
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Masakan jenis ini menggunakan bahan-bahan dan produk segar serta berkualitas tinggi, lalu dimasak dengan teknik yang telah dipraktekkan atau dibuktikan serta memerlukan waktu yang tidak sedikit untuk mengkreasikan & menghasilkan rasa yang terbaik. Haute cuisine ditandai dengan presentasi dari menu makanan kecil, besar dan
penutup yang memiliki kandungan gizi yang cukup kaya disertai minuman anggur yang mahal. Masakan haute cuisine berkembang dari cipta rasa masakan klasik Perancis di tahun 1970-an, ketika cuisine bourgeoise digantikan oleh masakan nouvelle cuisine. f.
Avant Garde Cuisine
Merupakan metode dan cara-cara yang baru yang menunjukkan perlawanan terhadap batas - batas apa yang sudah diterima sebagai suatu norma dan tradisi lama dalam suatu kebudayaan yang berlaku. Adalah teknik te knik mem asak yang ya ng didekonstruk didek onstruksi si menjadi menja di sebuah sebu ah temuan temu an baru, baru , baik dalam da lam seni, gaya dan ciri yang cukup menarik, namun tetap mewarisi unsur tradisional-nya. Tujuannya adalah untuk mengenali hidangan tidak saja dengan mata dan rasa, tetapi dengan idea, jiwa dan emo si. Harmonisasi antara mata, rasa dan bahan-bahannya sama, tetapi bisa tidak sama pada tekstur, bentuk dan suhu yang dieksploitasi oleh emosi, jiwa dan idea. Avant garde ini kerap disebut sebagai ‘modernist cuisine’ dan ada juga yang
mengatakan sebagai gastronomi molekuler, tetapi tidak semua ahli masak terkenal di dunia sepakat dengan sebutan ‘molekuler’ itu itu dan lebih senang jika dikatakan sebagai ‘gastronomi’ saja. saja. Avant-garde Avant-ga rde cuisine ini mendorong batas-batas dari apa yang diterima sebagai norma
atau status quo baru, terutama di ranah seni dan budaya masakan tradisional. Inovasi, kreatifitas dan transformasi dalam seni, gaya dan ciri itu diolah dan dipresentasikan dalam fine dine (high-end cuisine) antara lain fusion cuisine (masakan fusi), nouvelle cuisine (masakan baru) dan haute cuisine (masakan agung) dengan kekhasan yang berbeda satu sama lain; malah terkini teknis memasak ini dikenal dengan gastronomi molekuler. Dekonstruksi resepi tradisional para leluhur yang dikaryakan da lam fine dine (high-end cuisine) dianggap menjadi ciri modernisme masakan masa kini, yang berbeda dari post-modernisme. Seni eksperimental dan teknik dekonstruksi ini merupakan cara yang paling tepat untuk perubahan dan reformasi masakan makanan di dunia yang inti kekuatannya terletak pada ‘science + cooking ”. ”. g. Localized Global Cuisine
Adalah jenis masaka n yang mirip dengan denga n fusion cuisine. Dengan meningkatnya perjalanan global dan penggunaan media sosial secara luas, telah melahirkan ide-ide dan harapan baru dari konsumen, yang mana mereka semakin terbuka memilih aneka rupa makanan dari berbagai negara.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
37
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Kita sekarang berada di era neo-global takala bahan-bahan makanan dari seluruh dunia sedang dicampur dan disesuaikan satu sama lain dengan teknik modern menjadi hybrid hidangan fusion. Hybrid dalam arti persilangan, campuran, cangkokan atau kombinasi walau tetap mempunyai perbedaan. Para pemasak menggabungkan rasa dari Orient Korea dengan masakan Perancis untuk membuat Kimchi Hollandaise. Mereka melebur masakan Jepang dan Peru untuk membuat Nikkei sushi. Mereka mengasap, charing (membakar permukaan), fermentasi (respirasi tanpa udara), dan plancha (flat top grill), serta menambah nilai item dalam menu dimana hidangan disajikan dengan emulsi, espumas (buih atau busa), uap, dan konsentrasi. Dengan cara ini pemasak dapat mengikuti perubahan selera dan harapan konsumen yang lebih tinggi dari era sebelumnya. 19. FINE DINING DINING
Fine Dining adalah sebuah konsep praktek ‘the art of good eating’, dimana didalamnya menawarkan sesuatu yang terbaik dan berkelas dengan sentuhan dan racikan masakan yang mahal tapi layak untuk dinikmati. Tepatnya konsep ini menawarkan mutu makanan makanan berkualitas, pelayanan fully serve dan tentunya kemewahan suasana dengan atmosfer sajian kelas atas. Makanan yang disajikan ala fine dining tersebut dikenal dengan istilah Haute Cuisine yang merupakan masakan yang diolah dengan berbagai macam teknik memasak serta disajikan dengan sangat cantik dan memiliki rasa yang sangat enak. Fine dining atau padanan bahasa Indonesianya adalah 'jamuan makan resmi' atau 'adiboga' yang merupakan seni memasak tingkat tinggi, dikerjakan, dimasak, dan dihidangkan dengan cita rasa seni yang berkualitas. Pada intinya, fine dining merupakan konsep makan bersama dari benua Eropa. Identik dengan suasana jamuan ala Perancis, untuk kelas bangsawan yang bersantap menggunakan pakaian rapi dengan mengikuti aturan table manner yang ketat. Ada plesetan yang mengatakan 'fine dining has a lot of rules to obey unless you will be fined' . Pendapat kebanyakan orang dewasa ini, terutama praktisi makanan bahwa ketika membicarakan konsep fine dining selalu mengarah kepada makanan yang ditata dengan konsep fusion. Sebenarnya pendapat ini tidaklah 100% benar. Mengapa, karena ada 4 (empat) hal utama yang harus diterapkan dalam konsep fine dining, dan keempatnya tidak dapat dipisahkan dan merupakan keharusan yakni : Menu, Pelayanan, Suasana dan Set Menu. a. Menu Banyak orang memilih gaya makan fine dining untuk acara khusus dan bergengsi untuk mendapatkan sebuah keistimewaan kelas. Sehingga makanan pun harus tidak mengecewakan, dan benar-benar terbaik dan memenuhi standart kualitas tingkat tinggi. Suasana makan dengan konsep fine dining ini biasanya menyajikan makanan yang tidak terdapat ditempat lain. Sehingga dibanyak tempat-tempat makan yang berkonsep fine dining ini menawarkan menu terbatas, bahkan menu dapat berubah setiap hari atau setiap minggu atau dengan sistem periodik yang sangat pendek. Misalnya menu dengan bahan-bahan musiman sehingga tingkat kesegaran bahan makanan dapat diperoleh dengan mudah. Sistem ini juga memberi keuntungan bagi sang juru masak untuk meningkatkan kreatifitasnya dalam hal mengolah bahan makanan baru dan juga dalam penyajian.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
38
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain makanan, tak tertinggal adalah wine dengan kualitas yang sangat baik, juga harus ada dalam daftar yang berkonsep fine dining. Selain wine, brandy dan cognac pilihan juga harus menjadi daftar minuman favorit fine dining. Dibanyak tempat wine biasanya selalu dipasangkan dan disesuaikan dengan jenis makanan yang dipesan. Misalnya untuk hidangan ikan dan ayam, akan sangat cocok bila dipasangkan dengan white wine, lalu untuk jenis daging merah dapat dipasangkan dengan red wine. b. Layanan Layanan tamu fine dining jauh lebih penuh perhatian daripada ditempat-tempat lain. Ketika tamu datang, biasanya pihak resepsionis akan mencatat dalam buku tamu, lalu disana ditulis dengan rinci tentang tamu tersebut. Lalu memandu tamu ke meja pilihan, menghantarkan ketempat duduk, dan biasanya untuk wanita akan dibantu oleh pelayan. Lalu pihak pelayan akan menjelaskan tentang menu, bahkan tanpa catatan. Pada bagian pelayanan ini harus dilatih secara ketat dan mereka harus dapat menjawab pertanyaan apapun dari tamu, baik mengenai jenis-jenis wine, menu dan lain-lain. Bahkan seorang pelayan harus siap dan dapat membuat rekomendasi menu, jika diminta. Lalu setelah pesanan selesai dibuat oleh bagian produk (dapur), tugas pelayan selanjutnya adalah mengantarkan makanan ke meja si pemesan, pihak pelayan selanjutnya benar-benar focus ke beberapa meja dan menunggu tamu tersebut menikmati hidangan hingga meninggalkan ruang meja. Setelah itu mengganti kain serbet, kain alas meja dan menata meja kembali sesuai yang ditentukan untuk dapat digunakan oleh tamu berikutnya. c.
Suasana Suasana makanan pun biasanya dibuat berdasarkan etnik tertentu dalam hari-hari tertentu. Standart tempat hidangan untuk penyajian sangat berkelas seperti piring, gelas, sendok makan, pisau makan dan sama sekali tidak ada kertas, plastic, styrofoam atau lainnya. Sementara meja akan selalu dibalut dengan taplak meja warna putih dengan vas bunga segar ditengahnya (atau bahkan tidak ada sama sekali). sekali). Penerangan ruang pun sengaja dibuat lampu menyala sangat halus, dan cenderung agak redup, hal ini untuk menciptakan kesan romantis dengan suasana tradisional yang berkelas dengan balutan nuansa modern, diiringi musik yang mencerminkan tema suasana.
d. Set Menu Konsep fine dining mempunyai aturan jumlah set makanan yang akan disajikan dan urutan makanan mana terlebih dahulu akan disajikan. Pada umumnya orang kebanyakan mengenai 3 (tiga) set makanan fine dining yakni appetizer (hidangan pembuka), main course (hidangan utama) dan dessert (hidangan pencuci mulut). Padahal konsep fine ding yang sebenarnya yang dikenal dengan full course dinner mempunyai set menu lebih dari itu. Sebuah full course fine dining terdiri dari 3, 4, 5, 6, 8, 10, 12 bahkan 16 program set menu. Sedangkan dalam bentuk ekstrim bisa memiliki 21 program set menu makanan yang disusun secara artistik konsep mahakarya gastronominya dengan waktu makan yang cukup panjang, sampai tiga, empat atau lima jam. Sebagai contoh sebuah full course fine dining dengan 11 (sebelas) program set menu adalah sebagai berikut:
Edisi II
Indrakarona Ketaren
39
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
First Course : Hors d'oeuvre
Canapés à l'Amiral Oysters à la Russe White Bordeaux, White Burgundy or Chablis (especially with oysters) Second Course : Soups
Consommé Olga Cream of Barley Soup Madeira or Sherry Third Course : Fish
Poached Salmon with Mousseline Sauce Dry Rhine or Moselle Fourth Course : Entrées
Filets Mignon Lili Chicken Lyonnaise Vegetable Marrow Farci Red Bordeaux Fifth Course : Removes
Lamb with Mint Sauce Calvados-Glazed Roast Duckling with Applesauce Roast Sirloin of Beef Forestière Château Potatoes Minted Green Pea Timbales Creamed Carrots Boiled Rice Parmentier and Boiled New Potatoes Red Burgundy or Beaujolais Sixth Course : Punch or Sorbet
Punch Romaine Seventh Course : Roast
Roasted Squab on Wilted Cress Red Burgundy Eighth Course : Salad
Asparag us Salad with w ith Champagne-S Champ agne-Saffron affron Vinaigrette Vina igrette Ninth Course : Cold Dish
Pâté de Foie Gras Celery Sauterne or Sweet Rhine Wine Tenth Course : Sweets
Waldorf pudding Peaches in Chartreuse Jelly Chocolate Painted Eclairs with French Vanilla Cream French Vanilla Ice Cream Sweet Dessert Wines (Muscatel, Tokay, Sauterne) Eleventh Course : Dessert
Assorted fresh fruits and cheeses che eses Sweet Dessert Wines, Champagne, or Sparkling Wine
Edisi II
Indrakarona Ketaren
40
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
After Dinner
Coffee, cigars Port or Cordials
BAB II KETERPAUTAN GASTRONOMI 1.
INTERPRETATIF GELAR CHEF
Asal muasal kata Chef berasal dari istilah bahasa Perancis yakni "Chef de Cuisine". Bagi seorang chef yang mengatur (manage) sebuah dapur (restauran atau hotel) - baik yang dimilikinya atau ditempat di mana yang bersangkutan bekerja - maka kepada yang bersangkutan disebut sebagai 'Kitchen Director' atau biasa disebut dengan "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine" atau dengan kata chef saja. Senioritas dan pengalaman seorang chef ditentukan dari jumlah lipatan yang ada di topinya. Semakin banyak lipatan di topi, berarti menunjukkan hirarki senioritas chef tersebut tinggi karena lebih banyak pengalamannya dibandingkan yang lipatannya sedikit. Selain itu, jumlah lipatan juga menunjukkan banyaknya cara chef bisa menyiapkan hidangan. Seorang chef (Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine) mengatur segala sesuatu yang terjadi di dapur dengan tingkatan komando kepada bawahannya. Dari penentuan menu, kreasi masakan, pemilihan bahan-bahan, persiapan memasak, hingga hasil akhir masakan dengan standart yang tinggi. Tingkatan komando "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine " dilakukan terhadap bawahan berdasarkan urutan tingkatan jenjang karier mereka sebagai berikut: i. Sous Chef ii. Expediter or Announcer (Aboyeur) iii. Chef de Partie (atau “station chef” ataupun “line cook”) iv. Sauté Chef (Saucier) v. Fish Chef (Poissonier) vi. Roast Chef (Rotisseur) vii. Grill Chef (Grillardin) viii. Fry Chef (Friturier) ix. Vegetable Chef (Entremetier) x. Roundsman (Tournant) xi. Cold-Foods Chef (Garde Manger) xii. Butcher (Boucher) xiii. Pastry Chef (Pâtissier) xiv. Demi Chef dan Chef de Partie xv. Commis xvi. Cook helper atau kitchen assistants Satu lagi yang perlu ditekankan bahwa seorang chef sudah melalui sebagian besar proses urutan tingkatan dari bawah sampai ke atas dari jenjang karier yang disebutkan di atas untuk menjadi "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine". Jika seorang tidak (atau belum pernah) mengendalikan dapur sebagai "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine" dan tidak (atau belum pernah) mempunyai tingkatan komando terhadap bawahannya, maka yang bersangkutan bukan disebut sebagai "Chef " melainkan hanya sebagai "Pemasak" atau"Koki" atau "Juru Masak" atau "Ahli Masak" saja. Namun ada chef yang tidak bekerja atau memiliki di restauran atau hotel, yang kepada mereka disebut "Chef Nomaden" alias masak dimana-mana tidak bekerja pada suatu tempat. Pastinya chef nomaden sudah punya pengalaman masa lalu kendalikan dapur lengkap dengan tingkatan komando kepada bawahannya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
41
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain itu apabila seorang "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine" sudah tidak lagi bekerja di restauran atau hotel, maka title (sebutan) yang bersangkutan adalah "Chef" saja karena yang bersangkutan pernah kendalikan dapur lengkap dengan tingkatan komando kepada bawahannya & yang bersangkutan pastinya punya jumlah lipatan di topinya yang menunjukkan hierarkhi senioritas dan pengalamannya dalam men yiapkan hidangan. Sebutan "Chef" hanya berlaku untuk title (sebutan) "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine". Sedangkan untuk butir 1 sampai 16 di atas tidak berlaku. Bagi seseorang yang berada di posisi diantara salah satu dari butir 1 sampai 16 disebut (title) secara lengkap sesuai tingkat jabatannya saat itu (umpamanya Sous Chef atau Aboyeur atau Chef de Partie atau Pastry Chef atau Chef de Partie dan lain sebagainya). Hal itu karena "Chef " adalah seseorang yang pernah atau sedang mengendalikan dapur lengkap dengan tingkatan komando kepada bawahannya serta yang bersangkutan sudah melalui sebagian besar proses urutan tingkatan dari bawah sampai ke atas dari jenjang karier yang disebutkan di atas untuk menjadi "Head Chef atau Executive Chef atau Chef de Cuisine". Dalam kebiasaan masyarakat barat bila seorang menyebut dirinya sebagai chef, maka yang pertama ditanya (saat ini atau pernah) adalah "dimana restauran atau hotel" tempat ia berkarya di dapurnya. Di tempat itu kita akan mengetahui keberadaan hierarkhi komando chef tersebut lengkap dengan lipatan di topinya. Oleh karena itu alangkah bijaknya jika semua orang sekarang mengetahui dengan betul mana yang bisa disematkan sebutan "Chef ". Memang banyak orang yang jago masak walaupun mereka bukan lulusan perhotelan. Ini juga bukan berarti mereka tidak hebat hanya karena tidak berdasar ilmu masakan. Ada beberapa orang yang mulai jadi figur publik karena jago masak tetapi kepada mereka tetap kita sebut sebagai "Pemasak" atau"Koki" atau "Juru Masak" atau "Ahli Masak" saja. Untuk dicatat bahwa kebanyakan orang bisa memasak, tapi chef adalah seorang profesional terlatih yang menguasai profesi memasak dengan derajat ketrampilan dan urutan kepangkatan dan pengalaman di dapur yang telah dilaluinya. 2.
SCIENCE & COOKING
Di tahun 2005, lembaga perguruan tinggi negara-negara barat mulai mengkaji secara mendalam resep makanan terhadap salah satu ilmu pengetahuan yakni ilmu fisika. Pendekatan ilmu pengetahuan ini digunakan dalam dekonstruksi metoda memasak yang dikenal dengan “science + cooking”. Dimulai oleh Harvard University di Massachusetts, Amerika Serikat yang bermitra dengan elBulli Foundation di Girona, Spanyol; keduanya mulai secara intensif mengkaji dan meneliti makanan – minuman masyarakat barat dengan melakukan dekonstruksi dan restorasi fisika terhadap resepi-resepi yang ada, termasuk sejarah dan budayanya, untuk menemukan resepresep baru yang dapat bersifat komersial di masa depan. Inisiatif Harvard University & elBulli Foundation kemudian diikuti oleh lembaga-lembaga perguruan tinggi lainnya di Eropa Barat & Amerika Serikat yang sejak itu chef profesional kelas papan atas mulai diperlakukan duduk sejajar dengan para guru besar dan teknokrat akademisi kelas dunia. 3.
PANDUAN MICHELIN
Perkembangan dunia makanan di awal abad 20-an semakin membaik, terutama di berbagai negara Eropa dan Amerika. Berbagai restoran baru lahir dan minat masyarakat untuk menikmati hidangan berkualitas semakin meningkat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
42
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Hingga pada tahun 1926, terbit suatu panduan buku mengenai berbagai restoran yang ada di Perancis yang dikenal dengan nama Michelin Guide serta memberikan penghargaan berupa Michelin Stars, yaitu sebuah penghargaan atas kualitas yang dimiliki suatu restoran. Buku panduan ini setiap tahun diterbitkan oleh Michelin Red Guide yang berisi informasi bagi wisatawan mengunjungi tempat-tempat di Eropa dan juga menjadi arahan pemilihan lokasi di Amerika Serikat, Kanada dan Asia (antara lain di Singapore dan Hong Kong). "The Book" (begitu sebutan terhadapnya) mengacu kepada panduan hotel dan restoran referensi tertua Eropa untuk keunggulan beberapa pilihan dan mendapatkan penghargaanyang disebut Bintang Michelin. Penghargaan diberikan satu, dua, atau tiga bintang, menurut sebuah sistem untuk menilai kualitas mereka. Sebuah restoran dengan tiga bintang Michelin dianggap sebagai sangat baik, dan sangat sedikit restoran mencapai hal ini. Akuisisi atau kehilangan bintang dapat memiliki efek dramatis pada keberhasilan sebuah restoran, bukan hanya pemasukan tetapi juga menurunkan popularitasnya. Sedangkan bagi chef, kehilangan bintang bagaikan "kehilangan pacar." The Book berisi ulasan para "inspektur" Michelin yang identitasnya anonim (awanama); mereka tidak mengidentifikasi diri mereka, dan mereka hadir tanpa d iketahui pemilik restauran yang sedang ditinjau. Mereka datang, mereka makan dan mereka pe rgi. Para "inspektur" ini tidak pernah mengungkapkan garis mereka be kerja dan dilarang berbicara dengan wartawan, bahkan diketahui orang terdekatnya sekalipun yakni istri, anak atau orang tua. Perusahaan Michelin mempunyai penyidik seni makanan di seluruh dunia yang sangat profesional dan diambil dari kalangan tertentu tanpa diketahui identitas mereka. Skala rating penghargaan Michelin pada dasar adalah ulasan inspektur anonim. Dalam membuat ulasan, inspektur berkonsentrasi pada kualitas, rasa, kelezatan, penguasaan teknik, kepribadian dan konsistensi makanan. Karenanya Michelin Guide hanya fokus sepenuhnya pada makanan. Mereka tidak melihat dekorasi interior, pengaturan meja, atau kualitas layanan dalam pemberian bintang, meskipun panduannya menunjukkan ada unsur bagaimana mewah atau kasual suatu restoran; yakni mengenai kreatifitas, hospitality, presentasi, decoration, performa, sanitasi dan sebagainya secara totalitas. Oleh karena itu walaupun panduannya tidak menyediakan rincian jelas mengenai kriteria mereka dalam menilai restoran, namun faktor-faktor penting penilaian adalah kualitas masakan, suasana restoran, menjadi pertimbangan lainnya. Inspektur Michelin menyampaikan liputannya dalam media ternama setempat terhadap restoran yang dikunjungi, berisikan ulasan dan komentar masakan khusus dan terbaik dari restoran tersebut. Skala sistem peringkat (rating) Michelin Star ada 3 (jenis) yakni : a. Bintang 1 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat baik pada kategorinya (une très bonne table dan s sa catégorie) serta memiliki masakan standar tinggi secara konsisten. Kategori ulasan dan komentar dalam berita media biasanya mengenai kelezatan & rasa makanan. b. Bintang 2 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat istimewa dan patut dikunjungi kembali karena memiliki masakan yang sungguh baik (table excellente,
Edisi II
Indrakarona Ketaren
43
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
mérite un détour), terampil dan hati-hati dalam membuat hidangan dari kualitas yang luar biasa. Kategori ulasan dan komentar dalam berita media biasanya mengenai kelezatan & rasa makanan + presentasi & kreatifitas + performa chef. c.
Bintang 3 untuk menunjukkan sebuah restoran yang sangat-sangat istimewa dan
layak dikunjungi secara khususu (une des meilleures tables, vaut le voyage), karena masakannya luar biasa dan menggunakan bahan-bahan superlatif; sedangkan pengunjungnya dari kalangan yang sangat baik dan luar biasa. Kategori ulasan dan komentar dalam berita media biasanya mengenai kelezatan makanan + presentasi & kreatifitas + performa chef + dekorasi, san itasi & hospitality. Karena inspektur michelin tidak diketahui identitasnya dan anonim (awanama), apalagi tidak diketahui kapan datangnya, maka kehadiran mereka diketahui dari ciri kebiasaan yang dilakukan yakni : a. Mereka selalu datang berdua dan tidak pernah banyak bicara. b. "Inspektur" pertama datang setengah jam lebih dahulu dan duduk di bar. c. Begitu "inspektur" kedua datang, mereka pindah ke meja reservasi yang dipesan atas nama pribadi tanpa referensi. d. Saat duduk di meja selalu para "inspektur" pesan wine terbaik setengah botol. e. Secara sengaja dan diam-diam salah satu dari "inspektur" meletakkan sebuah garpu di lantai berdekatan dengan kursinya. Jika ciri-ciri ini terlihat, maka kemungkinan besar itu adalah “inspektur” Michelin yang datang untuk melakukan penyidikan dan penilaian. Buku Panduan Michelin ada tiga jenis yakni yang merah untuk panduan hotel dan restoran, yang hijau untuk panduan tujuan wisata sedangkan yang biru untuk panduan wisata. Keberadaan penghargaan Michelin mampu memicu para juru masak untuk terus berkreasi menghasilkan karya yang berkualitas dan menjadikan du nia masakan menjadi lebih menarik. Seorang juru masak yang berhasil membawa restorannya mendapatkan penghargaan Michelin Star akan mendapatkan pengakuan internasional yang dapat meningkatkan namanya di dunia makanan. Pengaruh masakan Perancis dengan penghargaan Michelin sangat perkembangan makanan dunia dan b ermigrasi ke berbagai belahan dunia. 4.
besar
dalam
ORGANISASI GASTRONOMI
Sejak kelahirannya di Eropa dan China, komunitas dan organisasi gastronomi dalam masyarakat barat banyak didirikan sebatas hobi dengan berbagai nama, identitas dan keutamaan mereka antara lain : 1. International Academy Gastronomy (Academie Internationale de la Gastronomie) dengan 26 negara anggota manca negara dimana 2 (dua) dari organisasi gastronomi Indonesia menjadi anggotanya. 2. Academia iberoamericana de Gastronomía (Latin American Academy of Gastronomy) yang beranggotakan 10 negara amerika latin. 3. Les Dames d’Escoffier International yang mempunyai 36 caban g berbasis di kota-kota negara amerika dan benua eropa. 4. The International Wine and Food Society yang memiliki anggota lebih dari 6.000 orang berbasis di 30 negara di dunia. 5. Chaine des Rôtisseurs yang memiliki 6000 anggota profesional dan non profesional di lebih dari 90 negara di seluruh dunia. 6. Slow Food Association yang memiliki sebanyak 100.000 anggota yang berasal dari 150 negara di dunia. 7. Dan lain sebagainya
Edisi II
Indrakarona Ketaren
44
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
5.
LEMBAGA KAJIAN SENI MEMASAK
Disamping organisasi dan komunitas hobi, di belahan negara barat terdapat lembaga kajian seni memasak yang menjadi benchmark gastronomi dan restaurant, yakni : a. Le Guide Michelin di Perancis b. Unesco Gastronomic Cities di Perancis c. The World’s 50 Best Restaurants di Inggris d. El’Bulli Foundation di Spanyol e. The Julia Child Foundation for Gastronomy and the Culinary Arts di Amerika Serikat f. Think Food Group di Amerika Serikat g. James Beard Foundation di Amerika Serikat h. Alicia Foundation di Spanyol i. Science & Cooking , Harvard University di Amerika Serikat j. Le Cordon Bleu di Perancis k. The Culinary Institute of America di Amerika Serikat l. Dan lain sebagainya 6.
GASTRONOMI DI MATA DUNIA
Bagi masyarakat barat (termasuk di China), makanan tidak semata diartikan sebagai kegiatan sekunder dan simbolisme sebatas cita rasa hidangan yang dikonsumsi setiap hari atau “sebatas perut”, yang digelar semata wayang dalam acara-acara komersial. Memasak bukan sekedar nostalgia romantisme makanan masa lalu serta bukan sekedar berhenti di "copy & paste" resepi masakan. Makanan merupakan seni memasak dari kemajuan budaya suatu bangsa mengenai kekayaan dan kebanggaan dari masyarakatnya. Seni makanan adalah simbol nasionalisme yang menjadi ciri indentitas dan jati diri suatu bangsa karena di dalamnya ada sejarah, budaya dan lansekap geografi yang melahirkan kearifan lokal. Di dalamnya terpendam amanah mengenai jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kua litas kehidupan. Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan bangsa yang berdaulat dan berdikari. Ada wejangan didalamnya mengenai petuah semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas nasionalisme makanan mereka. Pesan amanat itu biasanya diterjemahkan bangsa-bangsa ini ke dalam suatu spektakel festival seni masakan sebagai suatu sebagai seremoni kenegaraan. 7.
GELARAN GASTRONOMI MANCA NEGARA
Spektakel seni masakan itu dilakukan secara nasional dan internasional, antara lain yang bernuansa internasional adalah : a. Madrid Fusion : Adalah benchmark gastronomi terkemuka di dunia yang diselenggarakan setiap tahun pada bulan Februari selama 3 (tiga) hari di kota Madrid untuk kalangan "top class cuisine fusion" internasional. Didirikan tahun 2002 yang berpusat di kota Madrid Spanyol. Sejak tahun 2003 setiap tahun diselenggarakan acara gastronomi dunia dengan kehadiran ribuan pengunjung dari 15 negara dengan menampilkan Chef & Master Chef terkenal dari berbagai belahan dunia, jurnalis manca negara dan pembicara internasional. b. Gastro Festival : Bertepatan dengan pertemuan puncak Madrid Fusion diselenggarakan acara gastronomi makanan tahunan Gastro Festival pada bulan Februari selama 2 (dua) minggu di kota Madrid. Acara ini diikuti lebih dari 400
Edisi II
Indrakarona Ketaren
45
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
perusahaan lokal dan 300 restoran, bar cocktail, sekolah memasak, toko gourmet, butik fashion dan aksesori, lembaga kebudayaan, galeri seni dan museum. Ditampilkan berbagai macam pengalaman sensorik dan berbagai macam pilihan kunjungan yang dibagi kedalam tema kategori tema yakni : Pengalaman Sensorik, Gastro Culture, Gourmet Madrid, Gastro Fashion & Design, Gastro Health, Gastro Wine Culture, Gastro Music, Gastro Arts dan Gastro Coffee. Acara Gastrofestival ini adalah inisiatif dari Madrid Fusion dan Dewan Kota Madrid. c.
Internationale Tourismus-Börse Berlin : Diselenggarakan setiap tahun pada bulan
Maret selama 5 (lima) hari di kota Berlin dalam bidang perdagangan, pariwisata, penerbangan, gastronomi, perhotelan dan profesional media. Didirikan pada tahun 1967 yang berpusat di kota Berlin Jerman Barat dan melayani lebih dari ratusan ribu pengunjung dari 180 negara. d. Les Etoiles de Mougins : Sejak tahun 2006 merupakan Festival Internasional Gastronomy dan Lifestyle yang telah menjadi patokan dalam lansekap Gastronomi dunia. Selama 3 (tiga) hari setiap bulan September, desa Mougins di Perancis berubah menjadi teater terbuka yang mengetengahkan tentang keahlian memasak. Para pemasak profesional top dari seluruh dunia datang dengan berbagi keahlian mereka antara lain yang mewakili Michelin Stars bintang tiga dengan kehadiran 25.000 pengunjung yang datang dari berbagai belahan dunia baik itu kalangan wartawan, pemilik hotel, perusahaan lokal, pemilik restoran, pariwisata maupun lainnya. e. Fête de la Gastronomie : Sejak tahun 2011 diselenggarakan setiap tahun pada bulan September selama 3 (tiga) hari di kota Paris Perancis yang menyoroti tentang keahlian dan keragaman gastronomi memasak warisan Perancis. Menampilkan pengrajin masakan, petani dan pemasak profesional top yang mewakili Michelin Stars bintang tiga yang datang dari seluruh daratan Eropa. Acara ini juga berlangsung secara bersama di seluruh kota-kota Perancis yang menggelar berbagai perjamuan, piknik, wisata pecinta makanan dan acara lainnya. f.
Gastronomie Jaarbeurs : Diselenggarakan setiap tahun pada bulan November
selama 2 (dua) hari di kota Utrecht Belanda yang menyoroti tentang keahlian dan keragaman gastronomi yang datang dari seluruh daratan Eropa dan Asia. g. World Expo Milano : Diselenggarakan setiap 5 (lima) tahun sekali selama 6 (enam) bulan di kota Milan dalam bidang perdagangan, pariwisata, seni budaya, gastronomi, perhotelan dan profesional media. Didirikan pada tahun 1967 yang berpusat di kota Milan Italia dan melayani jutaan pengunjung dari 146 negara. h. Salon de Gourmets : Diselenggarakan setiap tahun di kota Madrid Spanyol. Didirikan pada tahun 1987 dengan tujuan untuk menjadi showcase gastronomi produk makanan dan minuman internasional, termasuk bumbu-bumbu dunia, dalam rangka untuk mempromosikan nilai-nilai diferensial-nya: kualitas, variasi dan profesionalisme. i.
Dan lain sebagainya
8. GELARAN GASTRONOMI BANGSA
Beberapa negara di Eropa seperti Spanyol, Perancis, Belanda, Inggris, Jerman, Itali dan sebagainya punya gelaran acara-acara gastronomi nasional yang cukup dikenal dikalangan masyarakat dunia. Masyarakat dunia berdatangan ke kota-kota negara bersangkutan untuk menikmati sensorik dari cita rasa makanan negara setempat, meskipun aneka seni masakan bangsa lain hadir di acara-acara mereka.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
46
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Spanyol bisa dikatakan paling banyak menyelenggarakan acara gastronomi nasional, apalagi dalam kepentingan negara itu mengang kat seni masakan mediterania. Dari 17 wilayah otonomi bagian (atau kata lain disebut propinsi), masing-masing mempunyai badan hukum (organisasi) yang mengurusi seni gastronomi masakan dengan nama yang berbeda-beda dan kekhususan tersendiri, sesuai dengan kekayaan alam masing-masing yang dimiliki. Setiap tahun ke-17 masing-masing wilayah otonomi bagian negara Spanyol ini, menyelenggarakan berbagai spektakel gastronomi kewilayahan namun berdampak nasional maupun internasional. Pengunjungnya datang dari berbagai belahan kota dan manca negara. Salah satu meningkatnya populasi jumlah wisatawan negara Spanyol karena adanya penyelenggaraan acara-acara seperti ini. "Gastronomic & Culinary Tourism " merupakan program utama Pemerintah Spanyol yang telah meningkatkan pemasukan devisa negara ini selama puluhan tahun. Perancis sebagai negara kelahiran gastronomi punya keunikan tersendiri karena tradisi seni akan makan yang baik berasal dari negeri ini yang masyarakatnya disebut sebagai suku bangsa Gaul. Acara-acara gastronomi Perancis dikenal cukup luas namun tidak sebanyak negara Spanyol. Kalangan gastronomic & culinary enthusiastic masih tetap bercermin kepada model Perancis dalam perjamuan gastronomi dan resepi culinary ala aristokrat (fine dine).
BAGIAN II : UPABOGA INDONESIA " .. When I started, I didn’t understand Gastronomy, and I didn’t plan .. The problem wasn’ t that .. Which becomes a problem, I didn’t have enough human resources who have passions towards Gastronomy and capabilities (to build the organization) .. The opportunity was that my contenders had too much habitue to belittle others .. They thought they could build Gastronomy with those vainglory .. If you don’t understand Gastronomy, then respect it .. Put a plan .. Bear in mind, a plan is good only if you execute it ..” (Beta)
BAB III UPABOGA INDONESIA
Kosa kata Gastronomi (atau dalam bahasa antar bangsa disebut ‘Gastronomy’) di Indonesia diterjemahkan oleh ahli bahasa & sastrawan almarhum Anton M. Moeliono dengan sebutan “upaboga”, yang secara visual arti katanya meliputi kenikmatan dan kelezatan makanan serta mata pencaharian (upajiwa). Namun penterjemahan kosa kata “upaboga” tersebut jangan atau tidak sebangun dengan kosa kata “upa bhoga” yang kerap dipakai dalam sastra Bali kuna mengenai “Tri Bhoga” atau tiga macam kebutuhan hidup manusia, yakni : Bhoga = Pemenuhan kebutuhan makan dan minum Upa Bhoga = Pemenuhan kebutuhan akan sandang Pari Bhoga = Pemenuhan akan kebutuhan rumah tangga dan perabotannya • • •
Edisi II
Indrakarona Ketaren
47
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ada juga di sastra Bali kuna mengenai kosa kata “Raja Bhoga” yang artinya makanan dan kelas makanan tertinggi yang biasanya terdiri dari 108 jenis makanan enak-enak dan dipersembahkan saat perayaan/ hari raya tertentu di rumah-rumah ibadah (pura) Di Indonesia, upaboga masih muda usianya dan masih belum tampak diminati secara luas serta pengetahuan masyarakat terhadapnya masih cukup terbatas. Di bawah ini akan dicoba untuk menjelaskan beberapa peta gambaran umum mengenai upaboga untuk dipahami secara bersama. 1.
Sadar Gastronomi
Upaboga Indonesia dalam kerangka pemikiran gastronomi bukan sekedar bicara makanan atau bukan sekedar promosi masakan Indonesia yang kerap dituangkan di dalam atraksi wisata seperti yang kita lihat selama ini. Gastronomi Indonesia punya maksud dan tujuan maupun kepentingan untuk mengangkat seni makanan tradisional sebagai suatu kekuatan ekonomi bangsa. Sebagai suatu kekuatan budaya peninggalan para leluhur yang lahir dan diwariskan karena kearifan lokal bangsa Indonesia. Bagi negara-negara barat, seni masakan (gastronomi) menjadi ukuran kedaulatan pangan dan tulang punggung pertumbuhan ekonomi bangsa mereka. Seni masakan (upaboga) merupakan penyumbang terbesar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) suatu negara. Masyarakat Indonesia harus mempunyai kepedulian dan membuka mata bahwa negeri ini harus “Sadar Gastronomi”, yang slogan itu lahir bukan karena pemikiran melainkan fakta dari sebuah keadaan yang tanpa d isadari ada disekitar kita semua. Kemuliaan mengangkat harkat dan martabat makanan Indonesia, melalui seni masakan (gastronomi) adalah mutlak untuk menjadikan Indonesia lebih baik. Kesadaran ini akan menempatkan seni masakan Indonesia dan mengangkat para ahli masak yang ada di dalamnya, sebagai bagian dari kreatifitas bangsa, karena bicara makanan artinya bicara kedaulatan pangan dan sumbangan terhadap takaran dari tolak ukur Produk Domestik Bruto (PDB) negeri kita. Bisnis usaha makanan ternyata sangat besar menyumbang produk domestik bruto (PDB) nasional dari sektor ekonomi kreatif. Data statistik BPS tahun 2015 menunjukkan industri kreatif dalam setahun terakhir telah menyumbang Rp 642 triliun atau 7,05 persen dari total produk domestik bruto (PDB) Indonesia sebesar Rp11.540,8 triliun, dimana sektor usaha makanan menyumbang sebesar Rp 209 triliun atau 32,4 persen. Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per akhir tahun 2016, menunjukkan total pembiayaan untuk industri kreatif sebesar Rp 5,1 triliun, dimana pembiayaan untuk sektor usaha makanan mencapai Rp 2,86 triliun. Untuk tahun 2017 diharapkan pembiayaan ekonomi kreatif akan berkisar Rp 6 triliun-Rp 6,5 triliun. Dari 11 juta tenaga kerja nasional yang berkecimpung di industri kreatif, 31,5 persen bekerja di bidang sektor usaha makanan seperti di restoran, rumah makan dan hotel. Data ini belum termasuk kontribusi dari usaha makanan yang tidak terdaftar (atau mempunyai badan hukum) seperti warung, usaha rumah tangga maupun penjaja makanan di pelataran kaki lima.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
48
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Juga dari beberapa data dan referensi, wisatawan yang datang ke suatu daerah sampai 40 persen spending-nya ke makanan. Melihat besarnya sumbangan yang diberikan sektor ini, maka para pelaku usaha makanan perlu mendapat perhatian khusus dari perbankan dengan membantu permodalan bagi UKM yang bergerak di bidang ini. 2.
Perkembangan Upaboga
Seperti disampaikan di atas, upaboga telah berjalan menjadi bagian dari kehidupan seharihari masyarakat Indonesia yang mereka sendiri tidak menyadari hidangan yang disajikan dihadapannya ada makna gastronomi. Gastronomi diperkenalkan pertama kali oleh almarhum ibu Suryatini Ganie, seorang penulis dan ahli makanan yang cukup dikenal di kalangan masyarakat cuisiner Indonesia. Beliau pada tahun 1982 mendirikan Lembaga Gastronomi Indonesia (LGI) yang tercatat resmi di lembaga International Academy of Gastronomy (IAG) di Paris. Sejak tahun1982 sampai kepulangan almarhum pada tahun 2011, adalah beliau yang selalu menggagas dan membumikan gastronomi di Indonesia namun masih sebatas aspek atau bidang gastronomi teoritis, meskipun karya beliau banyak terkait dengan aspek atau bidang gastronomi praktis. Pada tahun 2013 penulis mendirikan perkumpulan Akademi Gastronomi Indonesia (AGI) bersama salah satu pendirinya ibu Wieke Adiwoso yang kebetulan saat itu menjabat sebagai Duta Besar Republik Indonesia di Madrid. AGI tercatat resmi di IAG Paris seperti pendahulunya yang bernama LGI. Pada tahun 2016, penulis kemudian mendirikan perkumpulan kedua bernama Indonesian Gastronomy Association (IGA), dengan penekanan aktifitas organisasinya kepada aspek atau bidang gastronomi makanan. 3.
Batasan Upaboga
Saat ini organisasi-organisasi gastronomi di Indonesia ada yang keliru mengartikan upaboga, dimana secara tendensius menyamakan upaboga dengan kuliner. Bahkan ada pernyataan yang sejenis maupun berlawanan mengatakan upaboga tidak termasuk dalam koridor pariwisata karena ciri-cirinya bertentangan dan sebelumnya tidak terkait seperti kuliner. Padahal di negara-negara Barat dan Asia lainnya, upaboga & kuliner masuk dalam lingkup kepariwisataan yang dikenal dengan program "Gastronomic & Culinary Tourism". Upaboga secara langsung terkait elemen pariwisata dari suatu negara, suatu kota maupun suatu bangsa, karena daya tarik obyek pelaku upaboga terhadap seni masakan mampu menghadirkan mereka datang ke suatu negara, ke suatu kota maupun kepada suatu bangsa. 4.
Penelahaan Upaboga
Kajian boga di Indonesia masih belum tampak diminati secara luas. Bisa dikatakan pengetahuan masyarakat Indonesia terhadap boga masih cukup terbatas. Tidak heran jika masyarakat masih bingung memaknai upaboga, karena bagi mereka kuliner itu lebih nyata dibanding upaboga. Selama ini pengkajian mengenai makanan kerap dilakukan para ahli masak atau penulis makanan (food writters) yang kebanyakan tinjauan mereka masih di sekitar seni kuliner (sebatas mengenai resep, teknis dan proses memasak serta asal dimana keberadaan makanan).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
49
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selama ini kajian boga (makanan), baik dalam perspektif sejarah dan ethnografi, di Indonesia tidaklah begitu banyak. Kajian-kajian yang ada masih menelaah makanan sebatas wacana permukaan, yakni sejarah gaya hidup ruang sosial budaya perkotaan yang elitis di masanya, belum melacak jejak relasi global pembentukan citarasa dan selera Indonesia. Kajian yang ada selama ini baru sebatas : “ Apa yang dimakan & mengapa dimakan .. Kenapa di beli, dipersiapkan dan dihidangkan makanan itu” . Belum mencakup totalitas dalam membentuk citarasa bangsa yang tengah mencari jati dirinya dengan melihat sisi secara sejarah, budaya, lanskap geografis dan bagaimana metoda memasaknya. Disamping itu citarasa Indonesia yang ditampilkan hanya sebatas pada teks-teks produksi kaum elit metropolitan atau kosmopolitan, baik dari para ahli gizi, pangan, politisi, dan gastronom masa kolonial, Orde Lama dan Orde Baru hingga masa kini. Sebuah narasi interpretatif atas data-data sejarah dari teks-teks buku masak, catatan pemerintah dan individual, ilmu pangan, dan sebagainya. Imajinasi yang disajikan adalah budaya citarasa identitas nusantara yang terbentuk dan dibentuk oleh sejarah di aras elite metropolitan atau kosmopolitan dan penguasa. Belum menggambarkan realitas praktik aktual citarasa yang terjadi di sebuah kota dan d esa di masamasa tersebut, yakni tentang sejarah citarasa yang terjadi saat itu secara detail. Padahal pakar antropologi, arkeologi & budaya punya keahlian khusus yang bisa menceritakan kepada kita sisi antropologi, arkeologi dan sejarah budaya dari boga makanan bangsa ini. Mungkin keterbatasan itu akibat ahli-ahli antropologi, arkeologi & budaya Indonesia belum banyak mau tampil atau lebih jauh negeri ini belum mempunyai ahli sejarah budaya makanan seperti kebanyakan telah dimiliki masyarakat Barat dalam kajian-kajian boga mereka. 5.
Konstruksi Upaboga
Seperti di jelaskan di atas, upaboga (atau gastronomi) adalah ‘the art of good eating’ alias ‘tukang makan’ atau sebagai 'seni dan praktek memasak dan makan m akanan yang baik’. Upaboga bicara tentang seni panduan makanan sebagai sebuah identitas dan refleksi budaya masyarakat dalam "Bagaimana, Dimana, Kapan dan Mengapa makan itu penting dirancang dan dipersiapkan". Pelakunya adalah seorang food connoisseur (pecinta, penikmat & pemerhati makanan) yang memahami tentang keahlian memasak, tetapi bukan ahli masak. Food connoisseur disebut juga sebagai seorang ‘gastronom’ (seorang ‘hakim’) yang mempunyai keahlian menilai (assesor) secara keseluruhan (totalitas) mengenai cita rasa (etis) kenikmatan sensual dari makanan dan minuman, berikut mengenai kisah sejarah, budaya, lansekap geografi dan metoda memasaknya. Ciri khas gastronomi adalah sebagai berikut : a. Kebiasaan melakukan perjamuan makan bersama. b. Penyajiannya dalam kelengkapan perangkat peranti saji. c. Lokasi harus mempunyai dan menerapkan standard requirement minimal terhadap kelayakan hospitality, presentasi (display), dekorasi interior, pengaturan meja, performa, kreatifitas (appearance), maupun kebersihan (sanitasi). d. Penampilan dan kemahiran ahli masak (chef profesional atau ahli masak otodidak) Seni, gaya dan ciri masakan yang menjadi lahan utama gastronomi terdiri dari : a. Nouvelle Cuisine ("masakan baru") Edisi II
Indrakarona Ketaren
50
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
b. Haute Cuisine ("masakan agung") c. Avant Garde Cuisine (“modernist cuisine”) Perkembangan seni makanan masyarakat Barat sangat pesat, dan selalu mempunyai inovasi penemuan dan modifikasi resepi maupun berkembang sesuai jaman, ataupun berubah dari suatu waktu ke waktu, sesuai selera dan pengetahuan baru. Upaboga masyarakat Barat jarang menampilkan resepi warisan tradisional, walaupun untuk acara-acara tertentu tetap dipertahankan (antara lain Natal dan Thanksgiving). Upaboga masyarakat Barat minim (atau jarang) memiliki filosofi, kearifan budaya lokal, nilai ritual maupun nilai religi, sehingga makna gastronomi mereka berbeda dengan makna gastronomi di masyarakat Timur (atau bangsa Asia sepe rti di Indonesia). Oleh karena itu karakter utama upaboga abad ke 20 masyarakat barat adalah Nouvelle Cuisine dan Haute Cuisine, namun untuk abad 21 mendatang bernuansa Avant Garde Cuisine atau dikenal dengan modernist cuisine yang kadangkala diplesetkan sebagai gastronomi molekuler. Praktek upaboga di Indonesia tidak bisa menyerupai 100% dengan masyarakat barat, mengingat masyarakat di negeri ini belum terbiasa dengan seni cita rasa masakan modernist cuisine (avant garde cuisine) atau jenis lainnya seperti yang dijelaskan di atas. Masyarakat Indonesia sudah terbiasa dengan seni cita rasa masakan tradisional atau klasik (cuisine bourgeoise) warisan resepi leluhur. Oleh karena praktek upaboga di Indonesia hanya bisa dilakukan dengan menampilkan masakan tradisional secara ala gastronomi, walaupun sifat dan penampilannnya fusion atau nouvelle atapun haute. Disamping itu ciri khas utama upaboga Indonesia, di sebagain besar seni masakannya mempunyai kisah dibelakangnya, yakni konsep cerita rakyat (folklor) yang merupakan kearifan lokal, berupa nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku budaya yang diwarisi turun-menurun dan diakui sebagai identitas milik bersama sebagai simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun bersemayam secara tradisional. 6.
Corak Upaboga
Ada satu yang harus dipahami corak gastronomi masyarakat barat berbeda dengan upaboga Indonesia, teristimewa terkait biaya harga acara yang diselenggarakan. Corak upaboga Indonesia adalah arkatipe dari model atau pola gastronomi barat yang disesuaikan dengan keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita. Terlebih dahulu harus dipahami gastronomi (seni masakan) itu adalah acara makan bersama dengan peranti saji yang baik yang dalam presentasinya ada cerita (kisah) dibalik hidangan yang disajikan. Istilah kerennya "fine dine" dengan gaya fusion atau nouvelle atau avant garde. Pelaku utama dari fine dine itu adalah kehadiran atau penampilan pemasak (chef) yang bertugas memproses dan mempresentasikan seni masakan tersebut kepada para pengunjung. Perbedaan corak itu terletak di pelaku utama ini yang dapat menjelaskan mengapa acaraacara fine dine ala gastronomi di b arat sedemikian mahal. Chef adalah seorang seniman yang sangat dihargai di dunia barat. Chef yang dibicarakan disini adalah artis kuliner yang mempunyai reputasi dan popularitas. Komunitas chef di barat merupakan elit tersendiri, khususnya yang telah meraih bintang Michelin dan ramai dibicarakan oleh kalangan culinary connoisseur dan media yang ada.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
51
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Chef adalah creator dari seni masakan yang masing-masing mempunyai ciri khas seni tersendiri dan berbeda satu sama lain. Produk yang mereka hasilkan banyak dibicarakan masyarakat sehingga wajar rating jasa profesi mereka cukup mahal. Chef yang mempunyai reputasi, popular dan telah meraih three star Michelin adalah contoh dimana rating jasa profesi mereka di pasar untuk one set of event memasak dengan 4 - 5 course berkisar US$100ribu - US$150ribu, belum termasuk biaya untuk asisten dan fasilitas lainnya yang harus disediakan (akomodasi, transportasi darat dan udara dan sebagainya). Ada juga Chef peringkat di bawah berkisar US$75ribu - US$100ribu dan US$50ribu US$75ribu dan seterus ke bawah, terpulang dari reputasi, popularitas dan bintang Michelin yang diraihnya. Bisa dipahami sekarang mengapa menghadirkan chef dalam acara-acara gastronomi cukup mahal, sedangkan biaya bahan baku makana n sendiri tidak besar, terlepas dari sebaik apapun kualitas bahan baku yang akan diproses. Memang tidak semua acara-acara gastronomi mahal. Ada juga acara seni masakan gastronomi yang bisa dijangkau masyarakat pada umumnya. Seperti diketahui, acara fine dine ala gastronomi ada 2 (dua) jenis, yakni gastronomi luxury untuk kalangan high end dan gastronomi popular untuk kalangan kebanyakan. Gastronomi luxury diperuntukkan bagi kalangan yang kantungnya tebal dan mereka memang mencari kenikmatan seni masakan ga stronomi yang terbaik dari kreasi chef-chef yang me miliki reputasi, terlepas dari berapapun harga tiket masuknya tidak akan menjadi masalah bagi mereka. Tidak heran harga tiket masuk untuk acara gastronomi seperti ini ada yang bisa mencapai US$3500 - US$7500 per orang. Katakan suatu acara gastronomi luxury untuk kapasitas 50 orang, beban biaya untuk menghadirkan chef bintang 3 michelin sendiri bisa berkisar US$2000 - US$3000 per orang, belum termasuk bahan makanannya. Jadi wajar setiap acara seni masakan ala gastronomi selalu ditanyakan "siapa chef-nya" dan setingkat apa dia ? Apa punya bintang michelin ? Sedangkan fine dine gastronomi popular biasanya harga tiket masuknya masih terjangkau, yakni berkisar Euro 200 - Euro 500 per orang. Konstruksi model gastronomi seperti di barat tidak bisa kita terapkan di Indonesia karena : i. Indonesia belum memiliki chef-chef yang punya rating jasa profesi seperti di barat. ii. Seni masakan Indonesia jarang dikreasi seperti chef-chef di barat. iii. Seni masakan Indonesia adalah tradisional dan akulturasi meskipun ada yang mimikri, yang penekanan penyajiannya di bumbu dan rempah (atau bahan baku) bukan di chef (tukang masak) Jangankan untuk menampilkan gastronomi luxury, untuk menghadirkan gastronomi populer saja masih belum banyak bisa dilakukan di Indonesia, karena siapakah chef-chef di Indonesia yang mempunyai angka rating jasa profesi seperti yang dijelaskan di atas. Jadi model gastronomi di Indonesia tidak bisa meniru sepenuhnya model di barat karena ada perbedaan di tiga butir yang disampaikan diatas. Arkatipe upaboga Indonesia adalah penyesuaian terhadap gastronomi itu sendiri yang seyogyanya disesuaikan dengan keadaan yang berkembang dalam masyarakat kita
Edisi II
Indrakarona Ketaren
52
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Oleh karena itu, pada tahap awal, corak upaboga Indonesia lebih baik difokuskan kepada mengangkat seni masakan tradisional yang di konstruksi dengan gaya fusion atau nouvelle atau avant garde, tanpa terlalu banyak menampilkan pemasaknya (chef professional atau otodidak), walaupun artisan kuliner ini penting dalam penampilan acara upaboga itu sendiri.
BAB IV BOGA INDONESIA
Boga atau dalam bahasa keseharian di Indonesia disebut ‘makanan’ (atau dalam bahasa antar bangsa disebut ‘cuisine’). Di Indonesia pemikiran dan tulisan mengenai makanan & seni dapur (memasak) begitu banyaknya, namun kadangkala kita belum mendapatkan ‘atlas benang merah’ dari permasalahan makanan itu sendiri. Namun sebelum kita membahas lebih jauh mengenai boga indonesia, perlu disampaikan pemahaman umum dalam bahasa Jawa mengenai berbagai tingkat penyebutan tentang makan dan makanan. Hal ini diutarakan untuk menyamakan persepsi bahasa yang kerap dipakai selama ini di kalangan masyarakat Jawa yang telah menjadi kosa kata universal di Indonesia, yakni : Upa artinya sebutir nasi Ngupaya Upa artinya mencari makan Boga artinya makanan Tataboga artinya menyiapkan dan menghidangkan makanan untuk segera disantap Bujana artinya peristiwa makan Kembul Bujana artinya peristiwa makan bersama Andrawina artinya jamuan menyantap hidangan yang terdiri atas beraneka ragam hidangan (pesta) Handrawina tempat untuk menjamu pesta makan Andrawina • • • • • • •
•
Kembali ke topik semula, di bawah ini akan dipaparkan beberapa gambaran umum denah dari makanan & seni dapur (memasak) di Indonesia yang sudah ada sejak negeri ini disebut sebagai kepulauan Nusantara. 1.
Peta Boga Indonesia
Indonesia adalah sebuah negara yang sangat menarik karena sangat kaya akan kebudayaan yang tersebar dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai Pulau Rote. Negeri ini dilintasi garis khatulistiwa dan memiliki kesuburan tanah yang sangat baik, dengan keragaman lebih dari 1,000 jumlah spesies tanaman sayuran, buah, rempah-rempah dan flora nomor dua di dunia yang tidak tumbuh di negara lain. Sebagai negara mega-diversitas yang memiliki keanekaragaman hayati yang besar dan merupakan nomor dua di dunia, Indonesia memiliki 77 jenis karbohidrat, 75 jenis sumber lemak / minyak, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, 40 jenis bahan minuman, dan 110 jenis rempah-rempah dan bum bu-bumbuan. Kekayaan rempah-rempah yang ada, sangat mendukung beragam macam seni masakan yang dihasilkan oleh tangan tangan terampil dari para ahli masak bumi Nusantara. Membentang di wilayah Indonesia, ada18,306 pulau besar dan kecil pulau, 300 kelompok etnis atau tepatnya 1,340 suku di berbagai daerah, yang memiliki suku asli atau sub-suku pribumi dengan 748 bahasa suku, dialek dan budaya yang berbeda mendiami tanah leluhur Indonesia sejak jaman dahulu telah men jadi daya tarik bagi masyarakat dunia. Edisi II
Indrakarona Ketaren
53
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain suku asli, ada 5 (lima) etnis pendatang yang telah bermukim di bhumi Nusantara ini sejak negeri ini belum menjadi sebuah Republik, yakni etnis Arab, India, Tionghoa, Portugis & Belanda. Semua suku asli & etnis pendatang ini memiliki berbagai macam jenis seni masakan hidangan tradisional masing-masing, teristimewa yang langka dan relatif tidak dikenal luas atau jarang ditampilkan di hadapan publik Indonesia. Dengan demikian, seni masakan makanan Indonesia terbentuk dari sebelum Republik ini berdiri, semasa era bhumi kepulauan Nusantara. Gastronomi makanan Indonesia pada umumnya merupakan warisan tradisional leluhur dari 1,340 suku & sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara Indonesia serta percampuran resepi dari 5 (lima) etnik pendatang (Arab, India, Tionghoa, Portugis & Belanda), yang diserap dan diolah oleh masyarakat lokal setempat (akulturasi & mimikri). Makanan bangsa-bangsa luar itu menjadi panutan dalam resepi masakan kepulauan Nusantara di Indonesia. Hal ini disebabkan karena dampak hegemoni dalam penjajahan (mimikri) maupun migrasi (akulturasi) etnik pendatang di masa silam mewariskan representasi ke arah dunia yang lebih bergengsi. Namun cermin pengaruh mimikri ini jangan disalah artikan sebagai suatu strategi menghadapi dominasi penjajah. Jika melihat pembentukan khasanah boga mimikri sekedar dari sisi perjumpaan masa-masa kolonial di Indonesia, maka akan lahir kesadaran melestarikan warisan budaya kolonial sekaligus menegasikan dominasi penjajahan. Oleh karena itu lebih tepat jika gastronomi Indonesia dikatakan sebagai “Gastronomi Kepulauan Nusantara di Indonesia” karena segenap kekayaan resepi masakan yang ada itu terbentuk sebelum Republik Indonesia berdiri. 2.
Garis Seni Boga Indonesia
Dunia flora dan fauna Indonesia memiliki garis "Wallace-Weber" (garis khayal) yang menjadikan Indonesia terbagi dalam tiga zona yaitu barat, tengah, dan timur. Di bagian Barat dikenal sebagai tipe Asiatis, di wilayah bagian Tengah sebagai tipe Peralihan, dan di Timur kebanyakan berhubungan dengan spesies Australia. Ada baiknya kita membuat 'Garis Seni Masakan (Boga)' sesuai pemahaman garis "WallaceWeber" untuk menandakan perubahan makanan dari kepulauan-kepulauan yang ada di Indonesia, karena di setiap daerah masing-masing suku memiliki ciri khas makanannya, baik itu makanan berat, makanan ringan, atau sekedar minuman yang semuanya menarik dipelajari dan dicicipi bahkan bisa dikembangkan menjadi salah satu kekuatan diplomasi. Bila melihat peta Indonesia dalam potongan g aris khatulistiwa, maka di bagian Selatan terlihat untaian kepulauan dari Jawa di bagian Barat sampai Kepulauan Maluku Tenggara di Timur. Pulau-pulau ini walaupun letaknya berjajaran, namun jika diurut dari Barat ke Timur memiliki perbedaan yang cukup besar. Di Indonesia bagian Barat (Sumatera), masakan Melayu memegang peranan penting karena kentalnya percampuran budaya Melayu, India, dan Timur Tengah. Makanannya cenderung pedas, berlemak, dan kuat dalam penggunaan rempah – rempahnya. Ciri khas utamanya adalah makanan berkuah santan yang disebut gulai. Ternyata pengaruhnya terasa sampai di kepulauan Sunda dan Jawa.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
54
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sumatera bagian utara (Aceh dan Sumatera Utara) yang didominasi penggunaan bumbu Timur Tengah dan India. Sementara bagian tengah (Sumatera Barat dan Riau) bumbunya tidak sekuat bagian utara. Adapun Sumatera bagian selatan (Jambi, Bengkulu, Palembang, dan Lampung) bumbunya ringan dan segar. Satu hal yang menjadi benang merah adalah penggunaan cabai yang hampir pasti ditemukan dalam setiap masakan Sumatera. Pulau Jawa rasanya sudah tidak mengandalkan lemak kelapa, tetapi tarikannya lebih cenderung manis. Orang Jawa rupanya lebih suka tarikan rasa manis daripada orang Sumatera, sehingga banyak teknik memasak dan bahan seperti kecap yang membawa cita rasa makanan menjadi cenderung manis. Orang Sunda di Jawa Barat makanannya cenderung 'natural saja', lalapan, tempe-tahu, dan samb al. Makin jauh ke dalam Jawa Tengah (misalnya: Solo dan Yogya), makin kentara rasa manis ini. Bahkan kalau pesan minuman teh pasti otomatis disajikan teh manis, karena mereka menganggap tidak masuk akal minum teh yang tidak manis. Kalau bergerak ke timur yakni Jawa Timur punya rasa yang lain. Disini, rasanya sudah mulai tajam - misalnya dengan kehadiran petis. Dibanding Jawa Tengah, rasa manis sudah berkurang, diganti rasa pedas dan tarikan sedikit asam. Ini menunjukan bahwa pengaruh Melayu sudah mulai berkurang, diganti pengaruh Timur. Lompat dari Pulau Jawa ke Pulau Bali, ada sebuah lonjakan besar dalam citarasa. Makanan Bali menjadi berbeda dengan makanan Jawa, yang salah satu tandanya adalah kehadiran sambal matah atau mentah. Sambal yang serupa - bening, tidak berwarna merah, rasanya cenderung pedas asam dan menyegarkan - dapat ditemui dari Bali, Flores, Sumba, sampai Manado. Ini menandakan pergeseran selera makan dari merah, panas, pedas ke bening, asam, pedas. Sambalnya lebih 'menyegarkan' daripada memeras keringat, dan pedasnya lebih tajam, sementara di Jawa pedasnya lebih ke 'panas'. Dengan demikian, citarasa masakan keseluruhan menjadi berubah. Penggunaan bumbu dalam masakan Bali terutama yang tradisional adalah cerminan bumbu masakan Jawa Kuno, seperti masakan Bali Bebek Betutu. Bagi sebagian orang yang sudah mencicipi, ada yang mengatakan mirip jamu (ramuan herbal). Masakan Bali umumnya merupakan tinggalan dari bangsawan dan penduduk Majapahit yang satu masa pindah ke Bali karena terdesaknya agama Hindu di Pulau Jawa karena masuknya agama Budha. Kalau di Jawa cenderung manis, masakan Bali sudah jauh berkurang. Cicipi saja sate lilit, tum daging dan sup ikan timbungan. Bahkan nyaris tak ada unsur santan. Bumbu-bumbu yang digunakan aromanya tajam. Oleh karena itu diantara kepulauan Jawa dan kepulauan Bali inilah sebaiknya dibuat 'Garis Seni Masakan' karena di sinilah batas tarikan rasa Indonesia Barat dan Timur yang secara jelas punya celah antropologis hubungan kuat antara seni masakan orang Bali dan orang Jawa. 3.
Ihwal Profil Boga Indonesia
Berdasarkan penjelasan di atas mengenai Peta Boga Indonesia dan Garis Seni Boga Indonesia, dapat disampaikan bahwa secara prematur kartografi profil makanan di negeri ini masih belum bisa digambaran secara baik dan utuh. Begitu banyak masyarakat yang ahli dan tidak ahli (yang passion terhadap boga), apapun gelar sebutan terhadapnya, belum bisa memberikan proyeksi fisiografis secara umum mengenai seni dapur Indonesia.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
55
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ada yang mampu mengangkat beberapa profil makanan, namun sifatnya masih terbatas dan bicara di profil makanan yang selalu di perbincangkan orang ramai. Terkesan seperti ada yang diistimewakan dan ada yang d i kurang diperhatikan. Misalnya sebatas soto, sate, nasi goreng, bakso, gado-gado, rawon, sarikayo, urap sayuran, lumpia, gudheg, asinan, tahu telur, serabi, klapentaart, rendang, nasi tumpeng dan lain sebagainya yang memang cukup dikenal kalangan masyarakat. Seni dapur lainnya masih banyak yang tidak pernah diangkat seperti arsik, terites, kuta-kuta, cimpang tuang, lomok-lomok, na tinombur, dali ni horbo, pakasam, nasi kuning, palubasa, mie gomak, gulai banak, gulai paku, gajebo, brenebon, hucap, cabuk rambak, lentog tanjung, barongko, pallu butung, galamai, samba lingkung, kagape, sinonggi, madumongso, kasuran, keciput dan lain sebagainya. Sebenarnya bukan karena ada yang diistimewakan dan ada yang kurang diperhatikan. Ini adalah soal kurang mendalami dan terbatas menyadari kekayaan seni dapur dan boga yang ada di kepulauan Nusantara. Namun mesti disadari, tampilan seni dapur dan boga salah satu suku dan sub-suku akan membawa dorongan dan hasrat kepada suku dan sub-suku lain untuk ikut ada di dalam tampilan tersebut, apalagi kalau sering dan kerap tampilan seni dapur dan boga dari suku ituitu saja yang muncul. Indonesia mempunyai 1,335 suku dan sub-suku yang masing-masing memiliki seni dapur yang tercipta dari proses kearifan lokal tradisional, akulturasi dan mimikri. Bagi suku dan sub-suku, seni dapur mereka adalah soal kebanggaan dan harga diri yang menyembunyikan arogansi fenomenal yang sangat kental di diri kepribadian mereka, apalagi pengakuan dirinya sebagai suatu bangsa. Oleh karena itu sudah saatnya profil seni dapur Indonesia diteliti dan dikaji secara mendalam agar rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan, khususnya masyarakat awam, dapat disalurkan untuk memberi kesadaran mengenai warna seni dapur dan boga Nusantara. Sudah tentu tugas ini tidak mudah dan memerlukan waktu cukup panjang melihat begitu banyaknya kekayaan seni dapur dari suku dan sub-suku yang ada. Namun harus dimulai dengan pertama mencari jalan masuk, yakni formula dan mekanisme apa yang harus digunakan untuk mengkartografikan profil makanan di negeri ini. Sebagai pembuka jalan untuk nantinya menentukan format formula dan mekanisme itu, perlu terlebih dahulu memahami bagaimana sebenarnya terbentuknya negara Indonesia. Pada dasarnya negeri ini terbentuk dari akibat penjajahan sekian ratus tahun yang mengakibatkan penderitaan dan perlawanan terhadap kolonial. Pada asal muasalnya, suku dan sub-suku yang ada di kepulauan Nusantara, bukan satu kesatuan bangsa, tetapi mereka bersatu karena tindasan kolonialisme dan pengalaman akibat dipengaruhi oleh bangsa luar lainnya. Sejak jaman dahulu Indonesia merupakan kepulauan yang kaya akan hasil alamnya yang berlimpah, hingga membuat negara-negara Eropa tergiur untuk menjajah dan bermaksud menguasai sumber daya alam untuk pemasukan bagi negaranya. Negara-negara yang pernah menjajah Indonesia antara lain : Portugis, Spanyol, Belanda, Perancis, Britania Raya dan Jepang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
56
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ikhtiar itu dideklarasikan melalui ikrar "Sumpah Pemuda" tanggal 28 Oktober tahun 1928. Sumpah Pemuda adalah tonggak utama dalam sejarah pergerakan kemerdekaan Indonesia. Ikrar Sumpah Pemuda dianggap sebagai kristalisasi semangat untuk menegaskan cita-cita berdirinya negara Indonesia dengan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus tahun 1945. Jika tidak ada penjajahan, pastinya tidak ada Sumpah Pemuda d an pastinya tidak ada Negara Indonesia. Masing-masing suku dan sub-suku pastinya punya negaranya sendiri. Kalau diibaratkan versi lain, Indonesia mirip seperti organisasi PBB (Persatuan BangsaBangsa) yang terbentuk pada tanggal 24 Oktober 1945 untuk mendorong kerjasama internasional akibat konflik berkepanjangan dari Perang Dunia II, maupun pengalaman dari akibat Perang Dunia I yang sewaktu itu organisasinya bernama Liga Bangsa-Bangsa. Walaupun tidak bisa dikatakan sama persis dengan PBB, namun bisa dicatat ada kemiripan bahwa berhimpunnya suku dan sub-suku kepulauan Nusantara ke dalam negara Indonesia adalah sejatinya mereka bukan berasal dari suku bangsa yang sama. Masing-masing suku dan sub-suku di Indonesia mempunyai perjalanan kesejarahan yang berbeda meski ada yang sama. Meskipun berada dalam satu atap payung negara bernama Indonesia, tetap konstruksi peradaban budaya & kearifan lokal masing-masing suku dan sub-suku dipertahankan; salah satunya adalah di seni budaya boga (makanan). Oleh karena itu sangat sulit mengatakan Indonesia memiliki warna dan profil makanan yang serupa satu sama lain. Sebagai contoh, negeri Thailand dan Korea Selatan berasal dari satu rumpun kesukuan yang sama, walau ada turunannya berbagai sub-suku, yang memiliki seni dapur, boga, bumbu, rempah dan citarasanya yang sama, baik itu di belahan barat, timur, utara dan selatan dari kedua negara. Kesamaan itu disebut sebagai "Garis Seni Boga" sehingga mudah menentukan peta kartografi seni dapur dari profil boga kedua negara ini. Indonesia tidak demikian. Garis Seni Boga Indonesia tidak satu dan masing-masing suku dan sub-suku punya keunikan tersendiri yang berbeda walaupun ada yang mirip memiliki kesamaan. Perhatikan dengan seksama dari sisi barat, timur, utara dan selatan Indonesia, masing-masing punya bumbu, rempah dan citarasa yang berbeda, makanya makanannya pun berbeda. Ada daerah-daerah tertentu di Indonesia yang suka masakan pedas, manis, natural. Ada yang suka cabe. Ada yang menggunakan andaliman (sebagai cabai atau merica) dan macammacam lainnya. Oleh karena itu kalau bicara soal ikhwal profil boga (makanan) dan seni dapur Indonesia, maka yang perlu ditelusuri terlebih dahulu adalah soal "Garis Seni Boga" kepulauan Nusantara Indonesia. Seyogyanya sudat saatnya mulai difikirkan merumuskan garis seni boga seperti yang dilakukan dalam dunia flora dan fauna Indonesia yang memiliki garis "Wallace-Weber" (garis khayal). Jika sudah dimiliki formula garis seni boga tersebut, akan mudah menentukan profil boga Indonesia berdasarkan kategori dan kriteria yang dirumuskan dalam garis seni boga tersebut. Garis seni boga ini bisa juga dijadikan standard dalam menentukan ikon makanan Indonesia sebagai branding nation Negara.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
57
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ingat, membangun garis seni boga Indonesia mirip seperti dahulu kala membangun konstruksi isi teks Sumpah Pemuda. Ada 14,572 pulau tapi hanya satu garis kepulauan nasional yang diakui, yakni tanah air Indonesia. Ada 1,335 suku dan sub-suku tapi han ya satu garis kebangsaan nasional yang diakui, yakni bangsa Indonesia. Ada 1,211 ragam bahasa tapi hanya satu garis bahasa nasional yang dipakai secara bersama, yakni bahasa Indonesia. 4.
Tangible & Intangible
Suatu hal yang perlu diketahui karakter makanan Indonesia, seperti juga masyarakat Timur (Asia), mempunyai bentuk tangible (yang kasat mata) maupun sifat intangible (yang tak kasat mata, tak terlihat). Karakter ini mengingat hidangan masyarakat timur (termasuk Indonesia) dikategorikan dalam berbagai fungsi, yakni hidangan sehari-hari, hidangan pesta dan hidangan upacara. Di sebagian besar hidangan upacara itu dan sebagian kecil dari hidangan pesta, ada sifat intangible-nya yang mempunyai kisah dibelakangnya. Bentuk tangible dalam arti menelusuri makanan sebagai simbol dan budaya material buatan manusia yang diciptakan oleh masyarakat dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain serta sebagai faktor penentu dan tata cara pengatur perilaku anggotanya. Sifat intangible dalam arti di sebagian besar sajian makanan mempunyai konsep cerita rakyat (folklor) dibelakangnya. Karakter ini ditelusuri sebagai upaya untuk mengetahui jangkar (anchorage) yang menghubungkan di permukaan (tangible) dengan yang di bawah (intangible). Pada umumnya sifat intangible ini jarang di dengar dalam gastronomi makanan masyarakat Barat. Oleh karena itu sebagian besar komponen warisan makanan di Indonesia bersifat intangible, artinya ada konsep cerita rakyat (folklor) di belakangnya atau dengan kata lain “makanan punya kisah” (cibus habet fabula), yakni mengenai nilai falsafah, filosofis, maupun perilaku budaya yang diwarisi turun-menurun dan diakui sebagai identitas milik bersama sebagai simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat, yang telah melembaga maupun bersemayam secara tradisional. 5.
Kearifan Lokal
Atas dasar sifat intangible itu, gastronomi di Indonesia ini justru merupakan inspirasi dan kreatifitas kearifan lokal masyarakat setempat, baik mengenai sejarah dan budaya dari lansekap geografis suatu bangsa yang dijadikan identitas mereka dalam melakukan hubungan sosial. Gastronomi kepulauan Nusantara bicara soal kearifan lokal yang menutur alur sejarah dan daya cipta budaya masyarakat setempat. Inspirasi dan kreatifitas itu menyangkut falsafah, filosofis maupun perilaku sosial yang menjadi simbol, ritual dan adat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas masyarakat di daerah setempat. Apa yang kita makan, dengan siapa kita makan, dan bagaimana proses persiapan serta penyajian makanan itu menunjukkan peranan yang penting dalam memaknai relasi transaksi sosial budaya yang ada. Setiap negara, bahkan setiap kelompok masyarakat memiliki corak makanan yang serasi dengan seleranya masing-masing dan sesuai dengan kondisi alam geografisnya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
58
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bagi gastronomi tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka tak mengenal kisah sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan berharap mereka dapat b erbuat kebajikan terhadapnya. Oleh karena itu, secara gamblang, gastronomi yang ada di kepulauan Nusantara ini adalah ajaran tentang asas dan gaya hidup yang membentuk wawasan kebangsaan, ideologi, kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam seni memasak. 6.
Artisanal Resepi Boga Indonesia
Memasak (atau seni dapur) sebagai salah satu bentuk produk budaya umumnya lahir dari ketrampilan yang diwariskan turun temurun dalam laku bertutur sesuai kearifan lokal setempat. Di seluruh Kepulauan Nusantara, masakan diracik dengan metoda tradisional yang tidak dicatat secara tertulis. Diketahui individu penyebar resepi masakan dan variannya ini mungkin langsung maupun tidak langsung mentransmisikan / menginformasikan pengetahuan resepnya pada individu lainnya dengan cara memesis dan kreativitas (seperti halnya proses belajar langsung atau nyantrik). Hal itu terjadi karena pada dasarnya manusia memiliki “ konsep-rasa-budaya” yang unik yang tumbuh dari habitus budaya masing-masing (misal, masakan Jawa di daerah selatan kota Semarang-an suka sekali memakai daun salam untuk hampir semua masakannya, sementara Pantura selektif penggunaannya). Naluri habitus budaya individual itulah yang mendorong terjadinya proses kreatifitas. Selain itu faktor lingkungan " yakni habitus “alami ” sosok individu berada " juga secara langsung maupun tidak langung mempengaruhi evolusi cita rasa suatu menu dari resep-resep makanan. Misalnya tidak ditemukannya satu atau lebih bumbu rempah di suatu daerah memunculkan inovasi dan kreativitas bumbu yang berbeda. Selain itu pengenalan kisah-kisah tentang masakan dari satu daerah ke daerah lain dituturkan melalui para penutur tradisional dalam b entuk folklor atau cerita. Dahulu kita mengenal tukang cerita seperti : Pelipur Lara (Sumatera), PM Toh (Aceh), Nyahibul Hikayat (Betawi), Tukang Kentrung (Jawa) dengan alatnya tambur. Mereka berkelana dari satu kampung ke kampung lain sambil membawa kisah-kisah kehidupan sosial budaya, termasuk seni masakan. Singkatnya, tukang cerita ini mengembangkan penghormatan khusus untuk karya estetika hasil ketrampilan para perajin (artisan) masyarakat mengenai seni tradisional masakan warisan para leluhur yang tentu berbeda karakter dan proses impresionisnya antara dahulu dan masa kini yang keterampilan itu kini relatif banyak bergantungan pada mesin cetak tulis. Hal itu wajar karena sampai tahun 1450 belum ada alat / mesin cetak tulis yang bisa mencatat kekayaan warisan resep-resep tradisional masakan para leluhur itu. Pengrajin atau artisan pemasak tradisional ini belajar secara otodidak dengan cara tradisional tanpa catatan tertulis dari para leluhur mereka melalui cerita ke cerita dan dari m ulut ke mulut. Akibat keterampilan artisanal ini, tidak heran kita kerap mendengar bahan dan bumbu-bumbu resep masakan tradisional Indonesia berpola "agak-agak " atau secukupnya karena yang bicara adalah perasaan melalui tangan. Tidak ada satu keseragaman catatan bagi semua perajin atau artisan pemasak tradisional terhadap bahan dan bumbu-bumbu resep masakan mereka. Itulah rahasia dibalik rasa nikmatnya masakan hasil racikan mereka.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
59
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Walaupun pada masa kini telah banyak buku resep m akanan tradisional Indonesia yang sudah diterbitkan dan dijual di toko buku, namun cara artisanal ini masih tetap modis dan trendi. Masyarakat masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di " up to date" penampilannya secara mutakhir, dan gaya ini kebanyakan hadir di warung - warung dan pelataran kaki lima. 7.
Jenis Boga Indonesia a. Boga Tradisional
i.
Makanan dari masyarakat yang tinggal dipelosok pedesaan menggunakan bahan pangan dari alam sekitar dan cara memasak yang masih tradisional serta adakalanya sajian hidangannya digunakan untuk acara pesta adat dan ritual. (contoh: tumpeng, polo pendem, terites, cipera manuk, gule kuta-kuta, babi panggang karo, cimpa tuang, lomok-lomok, arsik, na tinombur, saksang, dali ni horbo, tuak, ombus-ombus, lentok tanjung, madumongso, kasuran, cabuk rambak, keciput, gatot, turuk bintol, kolo, kue bacot, hoyok-hoyok, horok-horok, barongko, janda royal, bajingan, galamai, putri noong, kelepon, cocorot, gurandil, awug, katimus, misro, keremes, opak, kolontong, borondong, kalua jeruk, kerupuk melarat, semprong, jenang, dan lain sebagainya).
ii.
Makanan dari masyarakat yang tinggal di perkotaan yang menggunakan bahan pangan baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri dimana cara memasaknya menggunakan peralatan. (contoh: tempe, rendang, gajebo, gulai ikan, otak-otak, gulai belacan, empek-empek, seruit, gudeg, ketupat serabi, lemper, kerak telor, kanji rumbi, rujak cingur, brenebon, kupat tahu, hucap, kagape, pallu butung, celimpungan, katemak, samba lingkung, ayam betutu, catemak jagung, juhu singkah, lapa-lapa, sinonggi, pakasam, pallubasa, jamu, plecing kangkung, srombotan, gohu ikan, karedok, pecel, sayur lodeh, papeda, kue sagu, binte biluhuta, bubur sumsum, nasi kuning, pendap, dan lain sebagainya).
b. Boga Non Tradisional
i.
Makanan hasil akulturasi atau hybriditas dari pembauran silang budaya etnik pendatang yaitu : Arab, India, Portugis & Tionghoa. (contoh: nasi, sambal, sate, bubur, laksa, tahu pong, tahu gimbal, babat gongso, wingko babat, asem-asem, lontong cap go meh, terasi, ketupat, bandeng presto, cake ubi, kompyang, selada air berkuah, nagasari, lunpia, soto, sop buntut/ekor sapi, sop kambing, nasi goreng, bakwan, mie, bakso, nasi tim, nasi kebuli, nasi briyani, roti cane, martabak, teh, dan lain sebagainya).
ii.
Makanan hasil proses mimikri dari masa kolonialisme Belanda dan Jepang. (contoh: selat solo dari steak, manuk enom dan custard pudding dari klappertaart , bir pletok dan bir jawa dari bir, gado-gado dan selada padang dari huzarensla, sup sayur dari groenten soep, serabi dari pannekoek , kopi, kue, roti, coklat, sup kacang merah atau sup brenebon dari bruinebonen, sup ikan kuah asam dari dori osakana dan lain sebagainya).
iii.
Makanan asing yang telah disesuaikan / modifikasi dengan selera Indonesia (local globalized cuisine).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
60
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
(contoh: fast food dihidangkan dengan nasi dan chili sauce atau dengan topping rendang daging sapi, dan lain sebagainya). Sampai saat ini seni, gaya dan ciri masakan kepulauan Nusantara Indonesia masih bercorak klasik dan tradisional (“Cuisine Bourgeoise dan atau Cuisine du Terroir”) yang diketahui belum banyak mengalami perkembangan dan perubahan dalam metoda teknik memasaknya. Cuisine Bourgeoise dan atau Cuisine du Terroir banyak ditampilkan dalam bentuk gaya non-
fusion. Tampilan gaya fusion hanya disajikan di beberapa restoran-restoran di kota-kota metropolitan mengingat masyarakat kita belum terbiasa dengan gaya ini bila dibanding dengan masyarakat di benua barat. Hal ini mengingat negeri Indonesia kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resepi menu masakan namun teknologi peralatan dan teknis memasaknya tidak semaju dunia barat. 8.
Perkembangan Seni Dapur Bangsa Indonesia
Bahan pangan di Indonesia kalau dibicarakan dalam aras dunia masih tergolong bagus dari aspek agrobiodiversity-nya (nomor 2 setelah Brazil), tetapi makin terkikis agrobiodiversity-nya karena maraknya makanan modern yang deras masuk menjadi bagian dari gaya hidup bangsa Indonesia. Masih beruntung karena seni dapur suku bangsa di Indonesia sangat banyak jumlahnya dan bisa dikatakan merupakan dapur gastronomi terbesar di dunia. Beruntungnya lagi semua seni dapur tersebut masih berjalan hingga sekarang, meskipun ragamnya makin menyusut dan frekuensi memasak makin berkurang. Dari sini lahir konsep makanan tradisional dengan persyaratan: Diolah menggunakan bahan yang dihasilkan penuh di daerah tersebut (kampung, desa, kecamatan, atau negara); jadi bukan diimpor. Diproses dengan peralatan dan cara-cara serta tahapan yang dikuasai oleh masyarakat. Produk yang dihasilkan disukai, digemari bahkan cita rasanya dirindukan oleh masyarakat setempat. Produk tersebut dihidangkan dan disantap dengan tatacara yang disepakati bersama oleh masyarakat. Kebiasaan menyantap hidangan yang dimasak menjadi identitas atau jati diri masyarakat yang mengkonsumsi. •
•
•
•
•
Demikianlah makanan tradisional yang sebetulnya merupakan awal era kebangkitan untuk membangun jati diri bangsa sebagai kekuatan yang kuat dan mandiri. Bagaimana perkembangan seni dapur masakan daerah (ethnic food) Indonesia ? Tidak bisa dipungkiri seni masakan negeri ini telah berkembang menjadi akulturasi, mimikri, atau pengaruh yang sudah mengakar dari budaya akibat perpindahan dari percampuran antar etnis. Sangat jelas dipahami bahwa masakan indonesia adalah produk masyarakat yang berakar dari tradisi yang menggunakan makanan itu untuk diolah men jadi hidangan yang mereka sukai. Kemudian dengan terdapatnya 1335 seni dapur suku & sub-suku di Indonesia yang hidangannya masing-masing bisa saja serupa tapi tidak sama sehingga jumlah hidangannya pun pasti juga ada lebih dari jumlah dapur yang menghasilkannya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
61
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Oleh karena itu membayangkan mempelajari seni dapur bangsa Indonesia menjadi sangat sulit. Disisi lain tanah air negara ini besar sekali dan terdiri atas belasan ribu kepulauan, sehingga kalau harus menelusuri seni dapur itu satu persatu dirasa tidak memungkinkan terjadi dalam suatu kurun waktu penelitian. Banyaknya jenis makanan, bahan pangan, rempah dan bumbu serta kombinasinya lebih membuat kompleks permasalahan yang ada. Karena itu perlu langkah awal yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan profil makanan Indonesia itu kayak apa, bagaimana, dan apa sebutannya yang tepat bagi masing-masing penyusunnya. Selama ini kita berbicara tentang makanan Indonesia tetapi sebetulnya wujud tentang makanan Indonesia itu sendiri secara konkret belum ada yang pernah ketahui. Kondisi berikut yang terjadi selama mengenai pengkajian terhadap seni dapur bangsa Indonesia adalah: Telah dilakukan berbagai penelitian dengan hasil yang bervariasi kesahihannya yang tersebar di berbagai lembaga penelitian. Telah didirikan berbagai pusat kebudayaan dengan tokoh-tokoh budaya yang layak menjadi narasumber termasuk bidang makanan meski tidak banyak. Telah tertulisnya beberapa dokumen berupa naskah kuno, naskah resmi, dan bukubuku berbagai katagori yang ada pada masyarakat. Rasa keinginan tahu yang besar dari berbagai kalangan khususnya masyarakat awam. •
•
•
•
9.
Catatan Boga Indonesia
Banyak seni dapur di kepulauan Nusantara, tetapi minim sekali pencatatannya. Ensiklopedia mengenai sejarah seni masakan di negeri ini masih belum ada, apalagi catatan naskah masakan kepulauan Nusantara di Indonesia tidak banyak tergali dan tersimpan dalam arsip kenegaraan maupun di lembaga swasta. Salah satu penyebabnya karena gastronomi masakan kepulauan Nusantara bersifat anonim, dimana nama penciptanya sudah tidak diketahui. Sebagian besar catatan resmi mengenai naskah seni dapur tradisional itu tidak diketahui dimana keberadaannya, sehingga setiap anggota masyarakat setempat merasa memilikinya, karena penyebarannya dilakukan melalui kisah (cerita - folklor) rakyat dari mulut ke mulut, bukan melalui cetakan atau rekaman, sehingga proses lupa diri manusia mudah mengalami perubahan apalagi mudah ditiru orang lain. Beberapa catatan mengenai warisan profil boga tradisional itu dapat dilihat antara lain di beberapa naskah kuna : i. Resepi Jawa kuna dalam naskah Serat Centini (atau disebut juga sebagai Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras - Amongraga) ii. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam naskah Babad Pasir iii. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam naskah Babad Banyumas iv. Resepi Bali kuna dalam lontar Dharma Caruban v. Resepi Jawa kuna dalam Serat Sri Tanjung (abad ke-12 atau 13) legenda kota Banyuwangi vi. Resepi Jawa - Sunda kuna dalam prasasti yang bertemakan penetapan sima, yaitu prasasti Taji 901 M, prasasti Pa #gumulan 902 M, prasasti Watukura I 902 M, prasasti Mantyasih I 907 M, prasasti Mantyasih III, prasasti Rukam 907 M, prasasti Lintakan 918 M, prasasti Sa!guran 928 M, prasasti Gulu! gulu! 929 M, prasasti Jeru jeru 930 M, prasasti Alasantan 939 M, dan prasasti Paradah 943 M.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
62
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
vii.
viii.
ix.
Resepi Jawa - Sunda kuna (901 M - 943 SM) seperti Naskah Sanghyang Swawar Cinta dan Naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian, Prasasti Penetapan Sima (abad 9 - 10 Masehi). Catatan kuna resepi masakan Tionghoa dari etnis Han, catatan kuna resepi masakan India dari Kesultanan Mughal dan Kesultanan Samudra Pasai, catatan kuna resepi hidangan dari etnik pendatang Arab Hadramaut atau Arab Mesir, maupun budaya masakan Rijsttafel di masa kolonial Belanda. Catatan naskah kuna lain sebagainya
Oleh karena itu : “Rahasia sukses masa depan ada di catatan masa lalu. Jika dapat menggali dan menemukan resepi tradisional para leluhur, maka gastronomi kepulauan Nusantara Indonesia akan bisa jaya sekaligus bisa mengiringi modernisasi global, karena sebenarnya lestarinya keberadaan makanan masa kini berasal dari kekayaan resep asli dan tradisi warisan masa lalu”. 10. Data Profil Boga Indonesia
Dari referensi catatan / naskah / lontar kuna dan buku-buku masakan yang beredar saat ini, bisa dikatakan secara remi belum diketahui seberapa banyak jumlah profil resepi warisan tradisional masakan di Indonesia. Sedemikian banyak buku-buku mengenai profil resepi seni masakan Indonesia yang beredar di berbagai toko buku, namun secara umum belum bisa mendata secara lengkap seberapa banyak ensiklopedia statistik profil seni dapur yang ada di negeri ini. Kalau berasumsi terhadap 1340 suku & sub-suku ditambah 5 (lima) etnik pendatang (Arab, India, Tionghoa, Portugis & Belanda), jika masing-masing mempunyai 15 resepi masakan dan minuman saja (baik yang berat dan ringan), maka ada 20,160 profil boga yang sebagian b esar belum kita ketahui dimana keberadaannya apalagi tercatat ataupun pernah diketahui masyarakat secara nasional. Walaupun demikian ada dua referensi utama bagi kalangan gastronomi untuk memperkaya khazanah pengetahuan terhadap data profil boga Nusantara yakni : i. Buku “Mustika Rasa” yang diterbitkan pada tahun 1967 oleh Kementerian Pertanian yang disusun Tim perumus antar kementerian dengan mendata 1,600 resepi Makanan & Minuman dari Sabang sampai Merauke ii. Buku "Mahakarya Kuliner 5,000 Resep Makanan & Minuman di Indonesia" yang diterbitkan pada tahun 2010 oleh Gramedia Pustaka Utama dan ditulis oleh almarhum ibu Suryatini N. Ganie, pakar kuliner yang juga sebagai pendiri Lembaga Gastronomi Indonesia (LGI) 11. Tradisi Peranti Saji Indonesia
Bukan hanya keindahan alam dan keragaman masyarakat, tetapi Indonesia juga kaya akan seni makanan yang beraneka rasa tradisi makan yang berbeda-beda. Tradisi tata cara santap-menyantap makanan ini ternyata memiliki alat atau kelengkapan peranti saji makan beragam yang tercermin pada tata cara penyajian makanan yang berbedabeda disetiap daerah. Kebanyakan dari kelengkapan tersebut memiliki bentuk dan bahan dasar yang unik Tata cara makan memang sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat. Jadi, walaupun perkembangan zaman kian pesat , tetap saja unsur budaya tak bisa 100 persen luntur begitu saja, pasti ada saja yang mereka ingat dan mungkin masih dilakukan hingga saat ini. Kebiasaan menyantap makanan masyarakat Indonesia tak luput dari balutan tradisi khas negeri ini. Tidak hanya kaya dengan jenis makanan, tapi tata cara saji menyantapnya juga kerap dipenuhi dengan berbagai kebiasaan yang terbilang unik. Keberagaman tata cara saji ini juga didukung dengan seperangkat peranti hidangan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
63
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Lewat makanan, bukan hanya melalui kelezatan dan keharuman aroma masakan yang menggoda, ada ritual budaya yang bisa diresapi. Dari cara penyajiannya, ada nilai sejarah yang bisa dikenali dan sajian yang diletakkan di atas peranti bukan hanya berfungsi untuk menghidangkan makanan. Terdapat ritual dan tata aturan dalam menggunakannya mengingat tata cara penyajian makanan tak lepas dari adat istiadat yang diturunkan dari nenek moyang setiap suku di Indonesia. Bahkan peranti saji yang digunakan pun memiliki makna tersendiri termasuk ‘cerita’ tentang kondisi alam dan ‘kekayaan’ yang ada di sebuah daerah. Bisa dipahami, mengingat peranti saji melibatkan hasil kerajinan tangan masyarakat setempat. Apa yang tersaji di atas meja menggambarkan identitas, tradisi, budaya, tata cara dan etika masyarakatnya. Sejak zaman kerajaan, acara makan bukan sekedar menikmati sajian. Melainkan ada jamuan megah dengan perangkat makan lengkap. Apalagi biasanya peranti saji ini dipakai untuk menjamu para tetua adat atau tamu kehormatan. Semuanya dibuat dengan sentuhan seni. Anyaman, gerabah, sampai ornamen perak. Tradisi itu masih dipertahankan hingga kini. Sejumlah tradisi etnis di Sumatera, misalnya, menggunakan peranti saji dari material logam seperti kuningan, tembaga, bahkan emas. Tentunya, hal ini sesuai dengan kondisi alam Sumatera yang kaya aneka tambang, termasuk tambang emas dan jenis logam lainnya. Peranti saji asal Lampung, Sumatera Selatan dikenal dengan memiliki tradisi Cuwak Mengan Nyeruit yang artinya mengundang orang lain untuk nyeruit bersama. Nyeruit berasal dari kata seruit yang merupakan makanan khas masyarakat Lampung terdiri dari sambal terasi yang dicampur dengan ikan, terong ungu bakar dan mentimun. Pada tata cara adat ini, seperangkat peralatan makan tak ketinggalan menambah kekentalan adat daerah. Peranti yang ada, seperti talam dolang (tempat untuk membawa nasi dan lauk pauk), pighing (piring), tenong (tempat nasi), bakei (tempat sayur),penjung (tempat buah), aghew (sendok untuk mengambil kuah), cetung (sendok untuk mengambil nasi), kubukan (mangkok cuci tangan), dan cekkigh (tempat untuk minum). Peranti saji tradisi Cuwak Mengan Nyewruit tersebut telah berumur antara 80 hingga 100 tahun. Di Aceh misalnya, ada dulang kuningan yang piringannya bertahtakan 52 lengkungan mirip mahkota bunga. Biasanya digunakan sebagai hantaran pernikahan atau wadah aneka jajan dan buah-buahan. Ada pula tutup saji dari perunggu yang memiliki motif rumit dan detail. Lain lagi dengan peranti saji khas Jambi yang punya tradisi penggunaan peranti saji yang biasa dipakai untuk kalangan bangsawan, untuk upacara adat, dan untuk menyambut tamutamu adat. Terdapat sepaket ceret dan mangkok bermotif sederhana yang bahannya terbuat dari kuningan. Yang paling menarik, jambangan buah dengan ornamen sulur. Ia berdiri di atas kaki berbentuk seperti pilar. Penggunaan peranti saji di Jambi selain menggunakan peranti lokal, juga memakai perkakas yang mendapat pengaruh budaya dari luar. Misalnya, peranti saji yang berasal dari India, Timur Tengah, Cina, dan Eropa. Posisi Jambi yang strategis, membuat Jambi semakin kaya akan akulturasi budaya lokal dengan luar. Kalangan bangsawan Jambi menggunakan peranti saji dari bahan logam kuningan serta yang terbuat dari batok kelapa. Alas peranti saji menggunakan taplak batik Jambi bermotif tradisional, dipadankan dengan peranti kuno peninggalan dari Cina dan Eropa yang ketika itu banyak ditemukan di sekitar Daerah Alisan Sungai (DAS) Batanghari zaman dinasti Han hingga Dinasti Qing. Sedangkan peranti saji di Jawa didominasi bahan perak. Jawa Barat bahkan terang-terangan menyerap budaya mewah nan klasik Eropa. Sebuah sendok penyaring teh saja, dibuat dari perak sterling zaman akhir Victoria. Ornamen perak juga menghiasi gelas-gelas kaca. Jawa
Edisi II
Indrakarona Ketaren
64
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Barat juga mengenal peranti saji sederhana berbahan daun, seperti daun anggrek hutan. Pembuatannya hanya ditekuk dan disemat dengan lidi. Jika layu, tinggal direndam air dingin. Dikenal pula teknik filigree . Jauh lebih rumit dan detil, karena satu per satu komponen harus dipatri dengan pasta. Biasanya berfungsi sebagai pinggan dan mangkok. Teknik ini banyak digunakan di Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Sulawesi Tenggara. Peranti saji yang terbuat dari gerabah atau tanah liat bakar, sering ditemui di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Biasanya diperindah dengan ornamen batik. Berbeda dengan peranti saji di Nusa Tenggara yang dibuat dari kayu halus. Mirip dengan alat makan khas Papua. Hanya saja, karena Papua memiliki banyak perairan seperti sungai dan muara, peranti sajinya terinspirasi dari bentuk perahu. Sedangkan Kalimantan sering menyajikan hidangan dengan wadah dari anyaman rotan dan bambu. Kesultanan Buton pada masa lalu punya tradisi menghidangkan menu makanan selingan untuk para raja di atas tikar. Para raja duduk bersila. Kini, tradisi tersebut masih berlangsung, namun telah disesuaikan dengan keadaan zaman, yakni disajikan di atas meja dan menggunakan peranti saji hasil kerajinan tangan lokal, dikombinasikan dengan keramik Cina, serta perangkat lainnya yang seluruhnya merupakan kreasi dan tradisi masyarakat Buton Utara. Salah satu tradisi tata meja Buton Utara yakni adanya tudung saji atau disebut Panamba. Peranti yang bentuknya unik, terbuat dari kain beludru merah dan hijau berhias sulam dan ornamen keemasan, menjadi perangkat wajib yang digunakan dalam setiap upacara adat di Buton Utara. Salah satu peranti saji yang khas juga terdapat di Sulawesi Selatan, khususnya suku Bugis Makassar, yang menggunakan Bosara untuk menyajikan hidangan. Bosara adalah semacam dulang (baki berkaki) dilengkapi penutupnya, biasa digunakan pada ritual upacara adat tradisional. Bosara dulu hanya digunakan oleh kalangan bangsawan, namun kini masyarakat luas juga mewarisi tradisi menggunakan Bosara dalam ritual adat, antara lain untuk pernikahan maupun menjamu tamu kehormatan. Terdapat dua jenis Bosara, yang ukuran besar disebut Bosara Lompo sedangkan yang kecil disebut Bosara Biccu’. Bosara besar berisi sekurang-kurangnya enam piring makanan, sedangkan Bosara kecil berisi paling tidak enam jenis kue tradisional, seperti barongko, cucur bayao, biji nangka, pelita, tolaba, dan sebagainya. Bosara biasanya terbuat dari emas, perak, tembaga, atau besi yang dilengkapi tudung saji atau penutup khas, terbuat dari anyaman rotan dan daun lontar, di mana dua tanaman tersebut banyak tumbuh di hutan Sulawesi Selatan. Kalangan bangsawan biasanya membalut kembali penutup saji tersebut dengan kain sutera atau beludru yang dihias sulaman benang emas. Lain halnya peranti saji dari Nusa Tenggara. Kultur masyarakat Nusa Tenggara tentu beradaptasi dengan kondisi alam yang kering dan tandus. Dengan demikian, peranti saji banyak menggunakan hasil kerajinan tangan berupa tembikar dan produk anyaman, dimana bahan dasarnya berupa tanah liat dan jerami yang jumlahnya berlimpah. Aneka wadah makanan yang biasa digunakan masyarakat Nusa Tenggara (Timur dan Barat) telah digunakan sejak lama secara turun temurun. Terdapat di berbagai daerah di daratan Sumba, Timor, dan Flores. Namun demikian bentuk perantinya berbeda-beda, terlihat dari warna dan teknik menganyamnya. Perangkat alas dan tutup saji yang terbuat dari anyamanyaman biasanya hanya digunakan untuk orang yang lebih tua sebagai tanda penghormatan, sedangkan peranti makannya sederhana dan dibuat dari batok kelapa, dan masih digunakan oleh banyak rumah tangga di daerah pedesaan di daerah Timur, Flores, dan Alor. Perangkat saji berupa gerabah menjadi tradisi turun temurun masyarakat Nusa Tenggara. Peranti saji yang dibuat dari tanah liat setelah melalui proses pembakaran tradisional ini
Edisi II
Indrakarona Ketaren
65
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
sebagai wujud adaptasi kultur masyarakat setempat terhadap kondisi alam yang kering dan tandus. Kesederhanaan ragam peranti saji gerabah yang secara umum terdapat di Sumbawa dan Lombok, dewasa ini telah menjadi salah satu komoditas kriya yang banyak dicari oleh para wisatawan. Selain itu, peranti saji dari olahan batok kelapa serta perangkat anyamanyaman, yang juga salah satu ikon kerajinan tangan etnik Nusa Tenggara masih digunakan masyarakat setempat untuk ritual upacara adat. Orang Indonesia juga mempunyai budaya makan bersama dalam satu wadah besar. Masyarakat Karo, Sumatera Utara, mempunyai sebuah piring besar yang disebut Capah yang berdiameter 30 -35 cm, dibuat dari kayu. Satu capah bisa untuk makan 4 – 6 orang bersamasama. Dalam perjalanan zaman, capah sudah jarang ditemukan. Kalaupun masih ada, kebanyakan capah lebih digunakan sebagai wadah tempat buah yang dijunjung pada saat diadakan pesta adat bunga dan buah masyarakat Karo. Masyarakat Bali menggunakan piring tradisional "Ingke Bali" yang berupa piring nampan terbuat dari anyaman lidi daun kelapa. Pada mulanya, ingke digunakan sebagai tempat sesajen oleh ibu-ibu di Bali. Kegunaan lain adalah sebagai tempat berbagai macam masakan (lauk pauk), jajanan, buah-buahan dan bumbu dapur. Di zaman modern ini, ingke menjadi perabotan yang memiliki nilai unik bahkan “mewah”. Apalagi, di kalangan rumah tangga di perkotaan, ingke justru mendapat tempat istimewa di antara perabotan rumah tangga lainnya. Piring tradisional ini kerap digunakan pada restoran-restoran, acara adat setempat atau bahkan untuk kegunaan sehari-hari di rumah. Ohate adalah piring saji khas milik suku Sentani di Papua yang terbuat dari kayu dan biasanya dihiasi ukiran khas suku yang mengandung makna-makna tertentu. Walaupun keberadaan piring ini sudah jarang terpakai, atau lebih sering menjadi suvenir khas Papua, namun dulu ohote biasanya digunakan menaruh ikan atau daging untuk dimakan bersama-sama oleh 4 atau 5 orang. Tata cara makan ini memiliki maksud agar kebersamaan atau jalinan ikatan kekeluargaan semakin erat. Disamping peranti saji tradisional para leluhur itu, perkembangan peranti saji masyarakat Indonesia semakin berkembang dengan masuknya etnik pendatang ke bumi Nusantara. Kecanggihan peranti saji yang umumnya dari bahan porselen itu semakin subur dipergunakan karena pengaruh Belanda. Pada umumnya orang-orang pribumi dulu hanya menggunakan jari tangan ketika makan. Setelah itu dan dengan modifikasi yang ada, peranti saji masyarakat berkembang sedemikian rupa dengan cara mengakomodasikan ke dalam seni peralatan tradisional yang ada. Masyarakat pun mulai terbiasa menggunakan sendok dan garpu untuk makan. Pengaruh Belanda yang memberi nuansa baru dalam hal penggunaan peranti saji modern pada kehidupan masyarakat pribumi (seperti sendok, garpu, pisau, piring, serbet dan lain sebagainya). Praktek ini lebih menunjukkan kepada status kedudukannya serta terkandung muatan politis yang mencoba menjalin hubungan akrab dengan orang Belanda. Etika semacam ini bukan sekedar ditekankan oleh para pribumi sendiri ataupun kepada bawahan mereka, namun para pejabat Belanda pun menuntut agar para bawahan memperlihatkan penghormatan yang layak kepada mereka. Penggunaan peranti saji pada setiap jamuan makan menunjukkan status dan kekayaan seseorang. Hal itu berkembang sedemikian rupa karena, selain penggunaan peranti saji modern dan modifikasinya, hidangan lokal mengalami perkembangan dalam proses pengolahan dan modifikasi berbagai jenis makanan melalui penyesuaian bahan-bahan makanan, baik dalam hidangan pribumi maupun Eropa. Dengan kata lain, hubungan orang Belanda dengan orang pribumi memungkinkan keduanya saling mengen al dan menyesuaikan diri terhadap jenis-jenis makanan yang lain; seperti tampak pada perpaduan peralatan memasak pribumi dan Belanda.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
66
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Wujud perpaduan ini misalnya tampak pada peralatan masak di dapur orang Belanda yang didukung juru masak pribuminya. Hal yang wajar tampak ada alat penanak nasi dan cetakan kue poffertjes yang digantungkan di dinding, di samping alat-alat masak pribumi. Namun terlepas dari sejarah asal muasal-nya, seni peranti saji Indonesia, dengan perkembangan tradisional dan modifikasinya, merupakan kembaran dari Gastronomi Indonesia yang di dalamnya terkandung punya 'cerita'.
BAB V RAMPAI PERMASALAHAN MAKANAN DI TANAH AIR 1.
Makanan Lokal
Berbicara gastronomi Indonesia berarti berbicara tentang makanan yang selalu dihadapi setiap orang di Indonesia karena makanan memiliki pengaruh besar terhadap kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara. Saat ini masyarakat Indonesia mengalami perubahan budaya makan yang condong memilih seni masakan asing daripada lokal. Sekali lagi, bukan waralaba asing yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi kenyataan kita sendiri gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri. Suara- suara kritis mengatakan bahwa makanan asing telah menggeser makanan lokal semakin menebar luas. Teriakan-teriakan karena belum adanya dasar hukum atau UU, infrastruktur, kelembagaan dari berbagai otoritas pembuat kebijakan yang solid dan terarah saat ini. Untuk dipahami permasalahannya bukan hanya ada di wilayah kekuasaan otoritas pembuat kebijakan. Tetapi karena tantangan masalahnya terlalu besar. Sudah saatnya kini merangkul inisiatif kerja sama semua pihak, termasuk filantropis, untuk turut bahu - membahu membangkitkan kembali gerakan terhadap budaya makanan lokal dengan mengobarkan aksi melestarikan kearifan lokal. Koreksi jika salah, sampai saat ini belum pernah terdengar organisasi-organisasi filantropis di Indonesia memberi perhatian khusus kepada gerakan melestarikan kearifan makanan lokal, apalagi dari berbagai otoritas pembuat kebijakan sendiri. Sebagai bangsa, sudah saatnya gerakan masyarakat difokuskan pada makanan berbasis kearifan lokal, diyakini negeri ini mampu memberi kemakmuran bagi rakyatnya. Karenanya harus ada langkah bersama secara intensif dan efektif menghimpun, menyatukan dan memperkuat gerak langkah menghadapi tantangan pelestarian makanan lokal Indonesia. Kontribusi anak bangsa dalam makanan lokal sangat potensial, khususnya bila daya kemampuan mereka ditransformasikan menjadi sesuatu yang lebih berarti. 2.
Legalitas Makanan
Indonesia seolah-olah tidak mempunyai kemandirian terhadap makanan. Saat ini mayapada makanan Indonesia berada dalam suasana dan kondisi tidak tertata dengan baik. Tidak ada “aturan hukum” yang mengatur tentang kebijakan makanan. Otoritas pembuat kebijakan berjalan dalam koridor yang tidak bersatu irama dan belum sungguh-sungguh mau me rumuskan inisiatif tersebut.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
67
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kita sudah sering mendengar lontaran publik tentang apa harus dilakukan untuk promosi global makanan Indonesia. Bagaimana dengan restauran Indonesia di luar negeri ? Apa upaya Pemerintah dalam memotivasi agar restauran Indonesia dapat banyak didirikan di luar negeri ? Contoh dibukanya restauran-restauran asing di kota-kota besar sudah memberikan keinginan pada masyarakat Indonesia untuk berlibur ke negara-negara tersebut. Ini adalah langkah pariwara yang berdampak lebih dahsyat daripada iklan di media sosial, TV, koran, atau billboard. Tetapi apapun situasi yang terjadi, kita melihat kunci suksesnya makanan asing di dalam negeri karena pemasaran mereka dan fasilitas infrastrukturnya cukup baik. Sepertinya terobosan itu belum berani dilakukan perusahaan-perusahaan ma kanan Indonesia. Padahal makanan merupakan tulang punggung per-ekonomi-an masyarakat, khususnya kalangan masyarakat bawah, yang dikenal dengan kaki lima (jajanan jalanan dan pedagang asongan), warung dan lain-lain sebagainya serta kalangan industri rumah tangga; yang kesemua dikenal dengan sebutan pelaku UKM (Usaha Kecil & Menengah). Diasumsikan sekitar 50% - 60% sektor UKM berkisar di soal makanan yang kebanyakan diolah oleh rakyat tanpa petunjuk aturan yan g jelas. Isyu-isyu mengenai gizi, mutu kualitas, kesehatan (higienitas), kebersihan (sanitasi), aman, bernutrisi, ketertiban lokasi maupun lainnya seperti tidak terkontrol lagi, walaupun sudah ada UU No 18 Tahun 2012 tentang Pangan yang notabene UU itu tidak mengatur secara eksplisit tentang makanan. Perlu diketahui makanan adalah saudara kembar dari pangan yang keduanya bicara soal kedaulatan dan ketahanan. Pangan adalah bahan baku masakan sedangkan makanan adalah proses akhir dari pengelolaan bahan pangan. Dengan demikian masalahnya kembali ke Pemerintah. Saat ini Indonesia belum punya legalitas hukum yang menjadi fondasi kaidah, ketentuan, norma atau aturan untuk menata dunia makanan (berupa UU atau kebijakan umum atau peraturan cara), sehingga terlihat berjalan bebas aktif tanpa rambu-rambu dan siapa yang sebenarnya menjadi polisi lalu lintas. Selama ini segala kegiatan makanan masih numpang kepada UU lain. Contohnya Kementerian Pariwisata mendayagunakan payung hukum UU Pariwisata, Kementerian Pendidikan & Kebudayaan memakai kaidah UU Kebudayaan dan Kementerian Perdagangan memanfaatkan ketentuan UU Perdagangan, sehingga makanan diposisikan hanya sebagai pelengkap dari kegiatan Kementerian bersangkutan. Kondisi ini terjadi melihat pos biaya untuk makanan (kuliner) belum secara implisit terurai dalam satuan anggaran belanja Kementerian yang dituangkan ke dalam APBN. Selain itu hampir segenap masyarakat, Kementerian dan Lembaga Pemerintah, baik di pusat dan daerah, masih menganggap makanan sebatas resep masakan dengan penampilan ahli masak (chef profesional & pemasak otodidak). Program Kabinet Kerja Presiden Jokowi dan Wakil Presiden Jusuf Kalla, menentukan urusan makanan ada di ranah kerja Badan Ekonomi Kreatif yang disebut dengan sub-sektor kuliner. Dalam pengamatan di lapangan, secara “de jure”, kuliner pada kenyataannya memang masuk dalam ranah kerja Bekraf, namun secara “de facto” masih terasa Kementerian lain ikut menanganinya. Termasuk juga di daerah-daerah, urusan makanan di Pemda-Pemda terasa tumpah tindih antar satu dinas ke dinas yang lain.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
68
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Hal itu terjadi melihat “SDM dan pengalaman” Kementerian terkait dan Pemda-Pemda bersangkutan lebih trampil dan mahir jam terbangnya di urusan makanan dibandingkan Bekraf, walaupun warna dan arah program kebijakannya berbeda. Organisasi kemasyarakatan yang berkecimpung di urusan makanan dan penyelenggaraan acara-acara kuliner pun mendapatkan gambaran yang “blour” dan mempertanyakan siapa sebenarnya “ibu kandung” urusan makanan (kuliner) di Indonesia. Oleh karena itu sudah waktunya Indonesia mempunyai legalitas hukum mengenai makanan (berupa UU atau kebijakan umum atau peraturan cara) supaya Pemerintah bisa 100% fokus dalam menangani makanan. Dengan legalitas hukum, Pemerintah punya payung hukum untuk menunjuk siapa yang berhak secara “de jure” dan “de facto”, mengelola makanan dalam satu pintu. Pun tidak boleh dilupakan, sejak tahun 2016, Indonesia sudah memasuki pasar bebas ASEAN. Artinya pasar tunggal ASEAN bebas aktif bagi 615 juta penduduk ASEAN. Dari 10 negara anggota ASEAN, penduduk Indonesia pa ling besar dan paling lemah infrastruktur hukumnya di bidang makanan. Jika melalui UU Makanan, badan legislatif DPR mempunyai kuasa konstitusional memberi alokasi anggaran belanja kepada lembaga eksekutif Pemerintah menjalankan program makanan di negeri ini, sehingga penanganan kebijakan soal makanan bisa lebih terarah dan mempunyai kepastian hukum dalam satu pos anggaran belanja. Jika melalui UU dianggap terlalu lama proses penyelesaiannya di DPR untuk disetujui dan ditandatangani oleh Presiden, maka opsi konstitusional lain adalah melalui Beleid Pemerintah yang bisa ditempuh lebih singkat (instan) untuk melaksanakan program kebijakan mengenai Makanan. Beleid (public policy) adalah kewenangan dan keputusan eksekutif (Pemerintah) dalam menentukan kebijakan haluan negara atau peraturan tata cara yang jenis dan hierarki bisa berupa Peraturan Pemerintah atau Peraturan Presiden Dengan adanya legalitas hukum, maka lembaga keuangan (bank dan non bank) mempunyai payung hukum menyalurkan kredit pembiayaan. Selama ini alokasi penyaluran bukan utamanya untuk usaha makanan “ansich” tetapi lebih kepada usaha kredit mengembangkan infrastruktur bangunan dari restoran & hotel dimana komponen makanan ada di dalamnya. 3.
Hak Kekayaan Intelektual
Negeri ini patut memperhatian dengan serius hak kekayaan intelektual mengenai merek dagang dan rahasia dagang makanan. Sejauh yang diketahui, masakan warisan tradisional masih sedikit yang sudah didaftarkan atau dibuatkan trademark (merek dagang) sebagai sebu ah produk industri. Berbicara mengenai hak kekayaan intelektual pusaka masakan, tidak banyak pemangku kepentingan seni masakan yang menguasai aturan atau regulasi dalam mendaftarkan sebuah masakan khas tradisional suatu daerah atau suku di Nusantara sebagai sebuah produk industri (baik itu mengenai Undang-Undang, Peraturan Pemerintah maupun aturan hukum turunan lainnya). Dari bacaan sepintas terhadap UU Hak Cipta Indonesia No. 28 tahun 2014, makanan tidak secara eksplisit masuk sebagai salah satu yang dilindungi oleh hak cipta. UU Hak Cipta melindungi bidang ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Walaupun banyak yang beranggapan bahwa makanan adalah bagian dari seni dan budaya, tetapi UU Hak Cipta tidak mencantumkannya sebagai salah satu obyek hak cipta. Edisi II
Indrakarona Ketaren
69
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Makanan atau cara pengolahan dan penyajiannya dapat diindungi oleh seseorang hanya dalam bidang merek dagangnya dan rahasia dagan g. Namun yang pasti makanan tidak bisa dipatenkan karena istilah paten hanya digunakan dalam penemuan atau inovasi teknologi. Oleh karena itu racikan bumbu masak mustahil dapat dipatenkan, dibuatkan merek dagangnya sebagai sebuah produk industri mungkin, tapi dipatenkan jelas mustahil. Kepentingan mendaftarkan kekayaan intelektual makanan harus dilakukan sungguh-sungguh yakni mulai dari mendata dan menginventarisasi : i. Semua warisan masakan pusaka leluhur, mulai dari bumbu, bahan dan rempahnya sampai cara membuatnya. ii. Hikayah gastronomi intangible dari sejarah dan budaya warisan masakan tradisional bangsa, termasuk naskah referensi catatan / naskah / lontar kuna. iii. Selain itu tradisinya sendiri - jika masakan disangkut pautkan dengan adat dan budaya - apalagi bahan-bahan atau bumbu-bumbu dalam bentuk tumbuhan yang langka keberadaannya, perlu didata, dijaga dan dilestarikan keberadaannya, dicatat nama daerah setempat lalu diklasifikasi menurut kaidah-kaidah ilmu botani (botanical name, taksonomi dan morfologi tumbuhan tersebut dan lain sebagainya). 4.
Pahlawan
Untuk bicara makanan jalanan ada unsur yang harus mutlak dikelola dengan baik yakni para aktor yang menjamin ketersediaan pangan dan mengolah pangan itu menjadi makanan. Para aktor inilah yang mempersiapkan, menjamin ketersediaan dan mengolah bahan pangan maupun siapa yang menggerakkan sampai tersedianya keperluan bahan sehingga makanan disajikan secara sempurna. Sebagian besar perputaran roda ekonomi Negara dan DNA "merah putih" makanan dikelola oleh mereka. Selama ini para aktor itu tidak dipandang sebelah mata oleh kita dan selalunya anak bangsa ini tergusur dari panggung makanan negeri yang bernama Indonesia. Padahal mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam memilih, membeli dan menikmati kelezatan. Termasuk wisatawan. Harkat dan martabat mereka terabaikan, yang tanpa disadari cita rasa produk yang d ibuat dari jernih keringat mereka, kita nikmati sebagai sebutan makanan. Berbagai peristiwa fenomenal di dalam negeri membuat mereka tidak terganggu apalagi jarang tergoyahkan dalam menghidupkan keekonomian rumah tangganya, walaupun tidak pernah menjadi lebih baik. Mereka adalah wajah gastronomi Indonesia yang menciptakan sistem enterpreneurship tersendiri tanpa ada fasilitas apapun yang disediakan bangsa ini, terkecuali pasar. Masyarakat merupakan pasar konsumen bagi para aktor ini yang selalu setia membeli produk yang dihasilkannya, tetapi jarang menyentuh dan bertanya siapa mereka sebenarnya. Bisa dikatakan ketahanan dan kedaulatan pangan maupun perputaran pelestarian seni masakan ada di tatanan kelompok aktor ini.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
70
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Tanpa mereka, entah bagaimana putaran kehidupan sosial ekonimi bangsa ini. Mungkin budaya bangsa Indonesia, jika boleh disebut peradaban, tidak akan pernah tegak dan sarat konflik. Padahal, mereka adalah jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen yang harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen. Tahun 1998, para aktor ini adalah penyelamat ekonomi Indonesia, karena memang secara makro perekonomian negara ini ada di kelompok menengah dan bawah. Begitupun saat ini dan mungkin 30 tahun kedepan. Tegasnya, para aktor ini adalah pahlawan – yang boleh disebut sebagai ”pahlawan yang tidak pernah diperhatikan”, dan segala macam jenis panggilan terhadap mereka yang kesemuanya termasuk dalam kategori UKM (usaha kecil & menengah), yakni : i.
Para pembudi - daya, petani dan nelayan; serta para pelaku usaha yang bergerak di proses industri pangan Memang dalam tataran citra, mereka boleh disebut sebagai pahlawan yang kerap diperhatikan, tetapi, ironisnya tertinggal. Akibatnya kehidupan sosial ekonomi mereka tidak pernah menjadi lebih baik, karena salah satunya oleh ketidak-pahaman kita melihat secara mendalam sejarah budaya yang hidup di kalangan pembudi - daya, petani dan nelayan itu sendiri. Kebijakan dan aturan yang ada maupun cara kerja bank, sejauh ini tidak pernah bersandar pada budaya para pahlawan ini yang lekat dengan sesuatu yang konkret dan bersifat komunal serta berkonteks kepercayaan. Tidak mengherankan jika di antara posisi Pemerintah dan para pahlawan itu ada ruang kosong. Ruang kosong ini umumnya diisi oleh para tengkulak, yang secara kultural mampu mengeksploitasi pahlawan kita dengan menawarkan sesuatu yang lebih konkret langsung di depan mata, yaitu uang. Sementara petugas bank biasanya hanya membawa formulir transfer uang atau persyaratan kredit yang harus diisi.
ii.
Para pelaku usaha dari usaha rumah tangga, warung / kedai makan, pedagang kaki lima, penjaja jalanan, pedagang asongan dan segala macam jenis panggilan terhadap mereka yang kesemuanya termasuk dalam kategori UKM (usaha kecil & menengah). Pemangku otoritas kebijakan hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal, pelaku usaha adalah jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka juga harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen. Sejauh ini, belum pernah terdengar ada program nyata untuk mendidik, melatih, membina, bimbingan dan penyuluhan terhadap pahlawan ini, agar makanan yang dimasak dan jual bersih, penampilannya mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya, seakan-akan seluruh panca – indra, seperti mata, hidung, dan lidah, ikut ”makan”. Juga belum terdengar ada program aksi untuk mengangkat kehadiran makanan para aktor ini ke panggung nasional. Apalagi belum pernah diketahui masyarakat
Edisi II
Indrakarona Ketaren
71
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
diperkenalkan dengan aneka ragam seni kekayaan masakan jalanan dan usaha industri makanan rumah tangga daerah yang ada di seluruh Indonesia. Aktor - aktor pahlawan tersebut di sisi proses ini memang tidak mendapatkan perhatian penuh dari para pengambil keputusan. Akibatnya, para ”pahlawan” itu bisa mati karena tertinggal oleh selera konsumen yang melompat sesuai dengan adagium bahwa konsumen adalah poros penggerak suatu perubahan. Miskinnya perhatian elite politik dan perguruan tinggi serta teknolog, otomatis berimplikasi pada ketidakmampuan para pelaku usaha makanan untuk bersaing dengan waralaba internasional, yang mampu menafsirkan perubahan selera konsumen berusia muda Kelompok usia muda inginnya mengkonsumsi produk kualitas premium, dengan rasa, bau, warna, kecepatan penyajian, dan kemasan prima. Pendeknya, bukan waralaba asing itu yang sesungguhnya menjajah Indonesia, tetapi bangsa ini gagal menangkap perubahan selera bangsanya sendiri. 5.
Makanan Jalanan
Street food atau jajanan jalanan adalah hidangan yang dijual oleh pedagang kaki lima, penjaja jalanan, pedagang asongan di tempat umum. Biasanya dijajakan di tepi pinggiran jalan umum, pasar, pasar malam, atau pekan raya di kios makanan, warung / kedai makan, gerobak makanan, atau truk makanan. Makanan jalanan ada dalam keseharian masyarakat Indonesia. Semua kalangan membutuhkan bahkan memburunya karena rata-rata lebih murah daripada harga makanan di rumah makan atau restoran di ruang mewah. Saat semua orang sibuk mempersiapkan aktifitas hariannya, tidak jarang mereka tidak sempat lagi menyiapkan sendiri makanannya. Kepada street food inilah masyarakat bergantung untuk kebiasaan makan pagi, siang dan malam. Bagi masyarakat, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak, kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam. Tidak heran jika pada pagi buta sekalipun makanan jalanan ramai dikunjungi pembeli. Demikian juga di siang hingga malam hari, khususnya pada jam-jam makan, jajanan jalanan tidak pernah sepi dari pembeli. Makanan jalanan sangat akrab dengan semua kalangan, dari pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, semua membutuhkannya. Bahkan saat bepergian ke luar daerah baik untuk suatu keperluan, maupun liburan, pasti kita tidak akan melewatkan kesempatan untuk berburu jajanan jalanan ini. Street food memiliki keunikan yang luar biasa, karena mayoritas masakan Indonesia lahirnya dari jalanan dan dijualnya juga di jalanan dan sudah membumi ratusan tahun. Terhadap makanan, masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap sen i masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir. Potret makanan Indonesia terwakili di jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) yang dijual pedagang, penjaja atau pedagang asongan di tempat umum.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
72
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Biasanya dijajakan di tepi pinggiran jalan umum, pasar, pasar malam, atau pekan raya di kios makanan atau gerobak makanan. Jangankan di Indonesia, di hampir semua negara, street food sangat akrab dengan masyarakat setempat. Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), hampir 2,5 miliar orang mengkonsumsi makanan jalanan setiap hari di dunia. Soal rasa, ‘lidah memang tidak pernah bohong’, dan makanan jalanan memang menjadi alasan utama penikmat makanan memilih jajanan jalanan yang sampai sekarang masih tetap menjadi kekhasan dan keunggulannya di Indonesia. Karakter masakannya memiliki keunikan yang luar biasa, karena mayoritas masakan Indonesia lahirnya dari jalanan dan warung yang sudah membumi ratusan tahun. Makanan di jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) memang menjadi alasan utama penikmat & pecinta memilih, yang sampai sekarang masih tetap menjadi kekhasan dan keunggulannya di Indonesia. Mereka adalah simpul makanan yang selalu didekati setiap masyarakat dalam memilih, membeli dan menikmati kelezatan. Termasuk wisatawan asing. Tetapi perlu dicatat, makanan jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) bukan murahan. Kebanyakan makanan jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan (kedai) dimasak dengan bahan-bahan yang segar dan baru dari pasar, sehingga rasanya enak dan nikmat dengan kualitas yang memadai meskipun harga murah. Namun tanpa disadari, harkat dan martabat mereka terabaikan, yang tanpa disadari cita rasa produk yang dibuat dari jernih keringat mereka, kita nikmati sebagai sebutan gastronomi seni makanan Indonesia. Berbagai peristiwa fenomenal di dalam negeri membuat mereka tidak terganggu apalagi jarang tergoyahkan dalam menghidupkan keekonomian rumah tangganya, walaupun tidak pernah menjadi lebih baik. Semakin ramai atraksi karnaval politik di jalanan, semakin laris omset penjualan makanan mereka. Pelaku ini adalah wajah gastronomi seni makanan Indonesia yang menciptakan sistem “selfenterpreneurship” tersendiri tanpa ada fasilitas dan kemudahan apapun yang disediakan bangsa ini, terkecuali pasar. Masyarakat merupakan pasar konsumen bagi para aktor ini yang selalu setia membeli produk yang dihasilkannya, tetapi jarang menyentuh dan bertanya siapa mereka sebenarnya. Bisa dikatakan ketahanan dan kedaulatan pangan maupun perputaran pelestarian gastronomi seni makanan ada di tatanan kelompok pelaku ini. Mereka tersebar disegenap pelosok negeri mulai dari propinsi, kabupaten, kota dan pedesaan yang produknya masuk ke dalam masyarakat metropolitan. Mereka selalu dikatakan tidak mempunyai kekuatan ekonomi, tapi terbukti setiap tahun dalam kurun waktu 7 - 14 hari masakan mereka tidak hadir. Saat bulan ramadhan di hari raya, pelaku jajanan jalanan, kaki lima dan warung rumahan pulang kampung dan tampak jelas di waktu itu kekuatan mereka bicara. Terasa masyarakat kota sulit mencari makanan kaki lima, jajanan jalanan dan warung rumahan (kedai). 6.
Kenapa Disebut Kaki Lima
Kenapa disebut Pedagang Kali Lima (PKL) ? Semuanya terjadi di Jakarta yang bisa dirunut hingga ke jaman Letnan Gubernur Thomas Stamford Raffles (1811-1816). Saat itu, Raffles
Edisi II
Indrakarona Ketaren
73
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
memerintahkan beberapa pemilik gedung di jalanan utama Batavia untuk menyediakan trotoar selebar lima kaki (five foot way) bagi pejalan kaki. Menurut William Liddle dalam buku “Pedagang Yang Berkaki Lima”, saat bertugas di Singapura pada 1819, Raffles kembali menerapkan kebijakan ini di Chinatown. Pada masa penjajahan kolonial peraturan pemerintahan waktu itu menetapkan bahwa setiap jalan raya yang dibangun hendaknya menyediakan sarana untuk para pedestrian atau pejalan kaki yang sekarang ini disebut dengan trotoar. Lebar ruas untuk sarana bagi para pejalan kaki atau trotoar ini adalah lima kaki . Dengan adanya tempat atau ruang yang agak lebar itu, kemudian para pedagang mulai banyak menempatkan gerobaknya untuk sekedar beristirahat sambil menunggu adanya para pembeli yang membeli dagangannya. Seiring perjalanan waktu banyak pedagang yang memanfaatkan lokasi tersebut sebagai tempat untuk berjualan sehingga mengundang para pejalan kaki yang kebetulan lewat untuk membeli makanan, minuman sekaligus beristirahat. Berawal dari situ maka pemerintahan Kolonial Belanda menyebut mereka sebagai Pedagang Kali Lima, buah pikiran dari pedagang yang berjualan di area pinggir perlintasan para pejalan kaki atau trotoar yang mempunyai lebar lima kaki. Memasuki tahun 1960-an, cap PKL kian buruk. Beberapa alasannya. Menurut Mayapada 15 Januari 1968, PKL dianggap me rusak keindahan kota. Cara dagangnya primitif dan bikin malu negara jika tamu asing datang. Tapi sebagian kalangan membela mereka dengan mengatakan “Sebagian dari pedagangpedagang kita baru mampu berkaki lima”. Lantas terjadi kesalahan penerjemahan istilah five foot ke bahasa Melayu. “Five foot" rupanya disalah maknakan sebagai kata majemuk. Dalam menterjemahkannya ke dalam bahasa Melayu, orang membalikkan hukum MD (menerangkan-diterangkan) Inggris menjadi hukum DM (diterangkan-menerangkan) Melayu, sehingga terjemahannya bukan lima kaki, melainkan kaki lima. 7.
Gelaran Gastronomi Indonesia
Indonesia kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resep masakan, namun belum terarah cara penanganan gelaran acara seni masakan di hadapan publik yang sesuai dengan koridor atau barometer gastronomi meskipun setiap tahun banyak acara seni masakan diselenggarakan baik secara nasional maupun secara kedaerahan. Setiap pergelaran acara seni masakan di negeri ini, yang dikenal dengan nama kuliner, selalu ramai dikunjungi orang, namun belum diketahui kemana arah fondasinya akan dibawa. Belum ada acara pargelaran seni memasak di Indonesia yang bisa menjadi benchmark untuk diangkat ke pentas dunia. Banyak pagelaran seni masakan di negeri ini sekedar dan lebih banyak menampilkan ahli masak profesional (chef) ternama dibanding masakannya sendiri. Padahal bukan itu sebenarnya tujuan mengangkat seni masakan Indonesia. Bukan ahli masak selebriti yang perlu diutamakan tetapi menu resepi bangsa ini yang perlu ditampilkan. Banyak ahli masak profesional ternama pun belum tentu dapat menguasai resep-resep menu yang ada di negeri ini. Sejatinya lebih piawai dan pandai ibu-ibu yang dipelosok daerah itu dalam memasak karena mereka berdedikasi penuh terhadap menu masakan yang ditampilkan alias tidak pernah berpindah ke me nu resep lain. Upaya dan bentuk pergelaran acara seni memasak di negeri ini perlu dibenahi secara mendasar dengan memakai fondasi seperti yang digunakan masyarakat barat dengan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
74
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
penekanan kepada "inward looking" bukan "outward looking" karena populasi bangsa ini mencapai 255 juta lebih yang daya kekuatan pasar belinya cukup besar tanpa kita perlu promosi berlebihan ke luar negeri. Seperti diutarakan, bagi masyarakat barat (termasuk di China), makanan tidak semata diartikan sebagai kegiatan sekunder dan simbolisme sebatas cita rasa hidangan yang dikonsumsi setiap hari atau “sebatas perut” yang digelar semata wayang dalam acara-acara komersial. Memasak bukan sekedar nostalgia romantisme makanan masa lalu serta bukan sekedar berhenti di "copy & paste" resep masakan. Seni makanan adalah simbol nasionalisme yang menjadi ciri indentitas dan jati diri suatu bangsa karena di dalamnya ada sejarah, budaya dan lansekap geografi yang melahirkan kearifan lokal. Makanan merupakan seni memasak dari kemajuan budaya suatu bangsa mengenai kekayaan dan kebanggaan masyarakatnya. Di dalamnya terpendam amanah mengenai jiwa yang hidup, berkarakter, disiplin, penuh percaya diri, dan unggul dalam kualitas kehidupan. Ada petuah rasa percaya pada diri sendiri dan kemampuan mandiri sebagai esensi jalan bangsa yang berdaulat dan berdikari. Ada wejangan didalamnya mengenai petuah semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas nasionalisme makanan mereka. Pesan amanat itu biasanya diterjemahkan bangsa-bangsa ini ke dalam suatu gelaran festival seni masakan sebagai suatu seremoni kene garaan. Suku bangsa di negeri ini begitu banyak, namun tampilan menu yang selalu dilihat publik tidak sebanyak dalam ukuran statistik dari 1344 jumlah suku bangsa yang ada. Masih jauh dari pengetahuan masyarakat dan masih belum banyak resep menu masakan diangkat ke permukaan. Jangankan menu masakan dari 1344 suku, peranti saji bangsa ini pun kita tidak ketahui keberadaannya. Apakah hilang atau masih ada? Apakah sudah tidak terwariskan lagi atau memang masih ada ? Sedangkan gastronomi bicara tentang ‘the art of good e ating’, artinya makan diatas peranti saji yang baik seperti yang dilakukan gastronom di benua barat, makan dengan menghadirkan ‘plating’ (makanan ditata di peranti saji) yang aristokrat. Karena seperti dikatakan diatas, seni makanan gastronomi (atau upaboga) dan pe ranti saji saling berhubungan satu sama lain, tidak dapat saling dipisahkan. Adalah sebuah pekerjaan rumah bagi kita semua untuk mulai mencari, menyusun dan menata kembali ke 1344 resep seni masakan dari bangsa ini lengkap dengan perangkat tata peranti sajinya. Bangsa-bangsa barat kaya akan teknik memasak dan teknologi peralatan memasak, tetapi mereka tidak banyak memiliki aneka bumbu, rempah, rasa dan resepi menu masakan yang terbentang di negeri ini. Sedangkan negeri ini kaya akan bumbu, rempah, rasa dan resep menu masakan. Puluhan tahun mungkin baru bisa kita susun kembali ensiklopedia makanan suku bangsa yang ada di kepulauan nusantara Indonesia. Jangan kekayaan seni masakan bangsa ini berikut bumbu rempah dan rasa yang dimilikinya di konstruksi ulang bangsa asing menjadi temuan mereka dan hak intelektualnya menjadi milik mereka. Sudah saatnya bangsa Indonesia memiliki kebanggaan gastronomi negerinya dengan berbagai gelaran acara seperti yang dilakukan bangsa barat. Melalui seni masakan atau disebut gastronomi, negeri ini bisa membangun kembali dasar filosofi dan rasa kebangsaan, kepribadian bangsa, kebudayaan dan kearifan lokal yang selama beberapa belas tahun kebelakang banyak dirindukan masyarakat secara keseluruhan. Melalui gastronomi atau disebut seni masakan, bangsa Indonesia bisa bersatu karena sehebat apapun perbedaan masing-masing dalam berpolitik, atau beragama atau perbedaan lainnya, melalui jamuan makan bersama semua bisa bersatu secara jiwa dan raga.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
75
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Dalam apapun kita boleh berbeda kepentingan – namun dalam gastronomi kita bersatu dalam suatu jamuan makan untuk melestarikan warisan budaya bangsa. 8.
Instrumen Kebijakan Budaya
Seni masakan adalah pertanggungjawaban besar negara dan bangsa sebagai pusaka warisan tradisional. Gastronomi merupakan kebijakan budaya suatu bangsa mengenai seni akan ma kan yang baik (‘the art of good eating’) dan segala sesuatunya berhubungan dengan kenikmatan dari sajian yang apik, indah dan berkelas. Negara seyogyanya terlibat maksimal dalam urusan gastronomi seni masakan nusantara bagi kepentingan kemaslahatan rakyat, antara lain : 1. Membangun pemahaman bahwa kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak mungkin tidak harus juga membicarakan kekayaan (dan mungkin kebanggaan dari) seni masakannya. 2. Melestarikan dan merestorasi resep-resep warisan makanan masa lalu yang luput dari amatan dan kemudian mengolahnya menjadi identitas ke-nusantara'an seni masakan bangsa Indonesia. "Tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka tak mengenal kisah sejarah dan budayanya. Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan berharap mereka dapat berbuat kebajikan terhadapnya".
Gastronomi Indonesia merujuk kepada inspirasi dan kearifan lokal seni memasak tiap suku bangsa di nusantara ini, yang di dalamnya secara eksplisit menutur alur sejarah dan daya cipta budaya masyarakat setempat serta peta lansekap geografis makanan suatu bangsa. Sebuah rujukan kebangsaan yang inspirasi dan kreatifitasnya menyangkut falsafah, filosofis maupun perilaku sosial yang menjadi simbol, ritual dan adat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas masyarakat tempatan dan memberi ajaran tentang asas dan gaya hidup yang membentuk wawasan kebangsaan, ideologi, kerukunan dan kesatuan bangsa Indonesia dalam seni memasak. Gastronomi adalah diskursus identitas ke-Indonesiaan yang harus disadari di dalamnya juga meliputi masakan sebagai simbol nasionalisme. Maksudnya adalah sebuah sistem berpikir, ide-ide, pemikiran, asumsi-asumsi dan gambaran yang kemudian membangun ciri khas konsep suatu kultur atau budaya yang terinspirasi oleh budaya dan warisan nenek moyang Indonesia. Di berbagai negara barat, gastronomi dijadikan salah satu dasar rumusan instrumen kebijakan bangsa dalam kemandirian dan yang mengatur tentang kebijakan makanan mereka. Mayapada hukum tentang makanan bangsa barat tertata dengan baik mengingat lalu lintas sosial dan usaha dunia kuliner mereka sangat besar dan fantastis. Berbagai resep terdata seni masakan bangsa barat tertata dengan rapih dalam bentuk ensiklopedia sehingga catatan itu bisa diwarisi dari generasi ke generasi berikutnya, termasuk inovasi seni resepi masakan yang berkembang dari tahun ke tahun. Selalunya di setiap gelaran acara seni masakan di belahan benua Eropa dan Amerika, aneka kekayaaan makanan tampil dan selalu berubah (tidak monoton) resepnya untuk diketahui publik setempat. Kebijakan "inward looking" dengan dasar hukum yang jelas (berupa undangundang) adalah kunci dari pelestarian seni masakan dunia barat. Mereka membangun panggung seni masakan bangsanya di hadapan bangsa lain. Masing-masing negara dunia barat punya gelaran acara gastronomi dan kuliner yang cukup dikenal dan malah menjadi barometer bagi pelaku dan artis kuliner negara lain.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
76
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pemangku otoritas kebijakan dan komunitas gastronomi dunia barat mampu mengorganisir acara itu di negerinya sendiri, karena punya kebijakan "inward looking" yang kuncinya untuk kepentingan pelestarian budaya, kemaslahatan ekonomi rakyat, kreativitas seni & promosi pariwisata negaranya masing-masing. 9.
Makanan Indonesia & Michelin
Makanan Indonesia, kemungkinan kecil bisa memperoleh bintang michelin karena kebanyakan seni masakan tradisional tidak termodifikasi dan belum terstandar dengan baik. Kebanyakan masakan Indonesia lahirnya dari jalanan dan d ijualnya juga di jalanan (kaki lima). Laris laku kerasnya makanan di Indonesia tergantung dari pengunjung yang menjadi penilai, terlepas apakan hospitality, dekorasi, presentasi, kreatifitas, sanitasi, performa dan penampilannya yang kurang baik. Bagi kebanyakan masyarakat yang namanya makanan Indonesia yang enak adanya di warung atau kaki lima. Mau disajikan kurang bersih, pasti tetap laku keras dan orang tetap datang. Tidak heran makanan jajanan seperti warung dan kaki lima lebih banyak pengunjungnya dibanding di ruang mewah. Bagi masyarakat, yang menjadi pilihan utama, adalah yang penting enak, kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam. Terhadap makanan, masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir, walaupun tidak menafikan ada kalangan tertentu yang selalu mengkikuti perkembangan jaman mengenai dunia seni masakan dengan gaya dan modul kebaratan. Oleh karena itu sistem rating Michelin Guide hampir bisa dikatakan mustahil diterapkan di Indonesia terkecuali seni memasaknya dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memenuhi standard sistem rating Michelin, yakni selain dari kelezatan da n rasa harus memiliki kreatifitas, hospitality, decoration, performa, sanitasi dan sebagainya secara totalitas seperti yang ditentukan Michelin Guide. Walaupun demikian tidak bisa dinafikan, ada beberapa chef Indonesia yang diketahui mendapat Michelin Star. Restoran mereka menyajikan seni masakan tradisional Indonesia yang telah dimodifikasi, tetapi tidak dikenal kebanyakan masyarakat kita. Inilah akibat masih fanatiknya kalangan connoiseur (penikmat, pecinta dan pemerhati) dengan masakan tradisional nusantara "apa adanya". Betul ada restoran-restoran di Eropa dan Asia (seperti di Hong Kong dan Singapore) mendapat Michelin Star, walau dari luar terlihat seperti restoran biasa dan tidak mewah. Meskipun interior dan kebersihan restoran menjadi hal yang menentukan penilaian dalam kriteria Michelin Star, walaupun tidak mutlak. Belakangan timbul pemikiran, Michellin Star a la Indonesia perlu dibuat tapi jangan memakai modul aslinya karena untuk Indonesia kriterianya tidak akan bisa sama. 10. Mustika Rasa
Mustika Rasa merupakan buku masakan Indonesia pertama yang resmi tercatat dalam Lembaran Negara. Buku ini adalah warisan sejarah masa Orde Lama dan Orde Baru yang disusun dari tahun 1961 - 1966 dan diterbitkan pada tahun 1967. Disinilah dimulai sejarah Negara terlibat dalam urusan masakan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
77
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ide pembuatannya atas perintah Presiden Soekarno dan disetujui Presiden Soeharto sebagai buku masakan resmi Nasional di masa Orde Baru. Dua penguasa boleh “berseteru” tapi urusan makanan membuat Soekarno dan Soeha rto bisa “akur ”. Kedua Presiden menempatkan makanan dalam agenda pemerintahan masing-masing dan menganggap kemajuan kebudayaan suatu bangsa tidak mungkin tidak harus juga membicarakan kekayaan (dan mungkin kebanggaan dari) masakannya. Kebijakan kedua Presiden menempatkan ideologi makanan dalam agenda Pemerintahan masing-masing adalah untuk mendirikan : i. Lembaga Teknologi Makanan, yakni seperti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) yang akan meneliti dan mengkaji “The Indonesian Archipelagic Region Cuisine ii.
Heritage” Universitas Makanan Indonesia, yakni lembaga perguruan tinggi mengenai “science & cooking” yang akan mensilabus kurikulum “The Indonesian Archipelagic Region Cuisine Heritage”
Mustika Ratu memberi pandangan dan mengingat kita bahwa : i. Negara dan masakan adalah satu kesatuan dari sejarah pergerakan kemerdekaan bangsa Indonesia. ii. Makanan bukan diartikan sebagai seremoni kenegaraan saja. Ada pesan yang dalamnya mengenai semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas “Nasionalisme Makanan Indonesia”. iii. Ada sebuah maha karya sumbangsih Soekarno dan Soeharto yang bisa menjadi rujukan mengenai ke-Indonesia-an kita dalam hal masakan. Namun sayangnya kebijakan itu tidak dilanjuti semasa Pemerintahan berikutnya. Ini memberi signal bahwa kita sekarang kurang melihat masakan sebagai identitas simbol nasionalisme dan jati diri bangsa. Kita sekarang melupakan hal-hal kecil - seperti masakan - sebagai rujukan totalitas ideologi, nasionalisme dan canang identitas ke-Indonesia-an.
BAB VI PRAKTIKAN GASTRONOMI 1.
GASTRONOMI & DIPLOMASI “ #the fate of nations has often been sealed at a banquet.” (Brillat-Savarin 1970)
Makanan adalah obyek yang selalu ada dalam masyarakat. Benda umum yang komunal sepanjang sejarah (Tannahill 1988). Makanan dikonsumsi setiap hari untuk mempertahankan hidup, sekedar penuh makna sekunder dan sebatas simbolisme (Fischler 1988 - Mintz dan Bois 2002). Dahulu kala, makanan (boga) adalah sekedar obyek dari suatu simbol yang diartikan untuk mempertahankan hidup. Semenjak tahun 1900, makanan (boga) mulai dikaji para akademisi yang kontribusinya sangat signifikan, terutama bagi disiplin ilmu politik. Paarlberg (2010), Schanbacher (2010) dan Reynolds (2010) memperkenalkan kembali makanan sebagai basis ilmu politik yang telah ditinggalkan terbengkalai sejak tahun 1985 oleh Morgenthau, dengan mengusulkan makanan tidak hanya penting untuk kelangsungan hidup rakyat, tetapi juga proliferasi dari sebuah negara dan bangsa yang modern.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
78
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sedangkan Brown (2011) sendiri menunjukkan bahwa kebijakan pangan, ketahanan pangan, kedaulatan pangan dan semua budaya makan merupakan faktor penentu dari keadaan kekuasaan dan ketersediaan makanan suatu bangsa. a.
Kekuatan Prestise
Dasar pemikiran ini merujuk kepada gagasan yang diajukan Morgenthau dalam bukunya dalam “Politics Among Nations” (1985) mengenai “Kekuatan Prestise” suatu negara, yang merupakan proto-konseptualisasi tentang bagaimana elit politik menggunakan diplomasi kebudayaan dan soft power dalam mencapai tujuan mereka. Prestise atau wibawa atau gengsi adalah sebuah kehormatan, wibawa dan kemampuan yang dimiliki sebuah negara melalui diplomasi yang membuat dirinya menjadi “berbeda” / istimewa bila dibandingkan dengan negara lain. Prestise juga kendaraan untuk mencapai kekuasaan di mana elit dan aktor politik dapat berinteraksi. Tujuannya untuk mengubah perilaku aktor / elite politik dari sebuah negara lain melalui persepsi, simbolisme dan budaya. Interaksi itu dilakukan melalui upacara diplomatik sebagai bentuk pencapaian prestise yang fungsinya untuk meningkatkan dan menggambarkan hubungan kekuasaan antara negara, elit dan aktor lainnya. Seremonial diplomatik berfungsi, baik sebagai barometer kekuatan prestise untuk hubungan politik, dan sebagai cermin dua arah ranah politik untuk perebutan dan keunggulan image suatu kekuasan politik (Roosen 1980). Jika suatu bangsa diperlakukan lebih baik atau lebih buruk dalam upacara diplomatik, akan menyebabkan hubungan kekuatan politik itu berubah dan penyimpangan sinyal pergeseran kekuasaan itu akan terlihat di meja makan. b. Diplomasi
Sebelum kita membahas lebih lanjut perihal Gastro-Diplomasi, perlu dipahami arti dari diplomasi itu sendiri. Diplomasi pada intinya adalah suatu strategi, taktik dan siasat untuk melakukan pengorganisasian lobi dan negosiasi. Deliberasi (pertimbangan) melakukan diplomasi itu adalah untuk mengorganisir suatu pertemuan dalam menyelesaikan perbedaan atau menyamakan (memperkuat) persamaan posisi. Perbedaan opini itu bisa dalam bentuk : ketidaksepakatan, perselisihan, konflik, ketidakharmonisan, friksi, sengketa, konfrontasi, bentrokan, pergesekan, percekcokan, perpecahan, rivalitas, antagonisme, inkompatibilitas, paradoks, pertentangan, dan lain sebagainya. Diplomasi, atau dikatakan juga diplomasi publik, adalah instrument penting dalam negara melakukan hubungan antar negara. Instrumen diplomasi digunakan sebagai perangkat konstruksi kebijaksanan nasional dalam menjaga keamanan, demokrasi dan stabilitas ekonomi maupun politik dunia. Diplomasi adalah soft power yang menandakan kekuatan nasional suatu negara dalam nilainilai global yang menggunakan outlet yang dipilih untuk mencapai tujuannya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
79
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Misalnya Pemerintah Amerika Serikat melayani pengaruh-pengaruh di wilayah global melalui beberapa sasaran untuk memperkecil ancaman terhadap keamanan bangsa. Disini diplomasi Pemerintah Amerika Serikat dikodekan sebagai negara yang mempunyai persepsi niat baik, khususnya untuk melawan penyebaran disinformasi sejak serangan 9/11 di World Trade Center di New York City. Diplomasi digunakan Pemerintah Amerika Serikat sebagai alat untuk meningkatkan stabilitas di kawasan regional dan internasional, selain untuk memperkuat hubungan antar bangsa berkaitan dengan ekonomi, serta memajukan hubungan politik untuk kepentingan bangsa sendiri dan masyarakat antar benua. Pemerintah Amerika Serikat berusaha untuk memahami, menginformasikan, terlibat, dan mempengaruhi khalayak global, pemerintah asing untuk mempromosikan apresiasi yang lebih besar dan pemahaman tentang budaya, lembaga, nilai-nilai, dan kebijakan masyarakat Amerika Serikat. Bisa dikatakan diplomasi memberikan dasar atau titik awal untuk memahami pendekatan keadaan tertentu, meskipun beberapa negara mungkin memiliki alat yang unik dan inklusif, dengan pendekatan yang sama sekali berbeda untuk mempromosikan solidaritas, demokrasi, keamanan, dan stabilitas ekonomi melalui instrument diplomasi mereka. c.
Makanan Sebagai Instrumen Diplomasi
Salah satu aksi diplomasi adalah melalui lensa makanan (boga) dengan keramah-tamahan budayanya yang dimanfaatkan oleh aktor dan elit politik suatu negara sebagai bentuk diplomasi pemerintahan yang bersangkutan. Bentuk dari aksi diplomasi itu adalah melalui makanan (boga) yang dipresentasikan melalui suatu perjamuan makan bersama. Prestise dan kewibawaan Pemerintah bersangkutan diterjemahkan ke dalam sebuah perhelatan makan bersama. Kekuatan prestise melalui makanan tidak seperti perwujudan kekuasaan lainnya. Konsep makanan yang digunakan dalam tindakan diplomasi adalah untuk menarik atau memaksa aktor dan elit politik (counterpart) mengubah tindakan mereka yang diperagakan dalam budaya-simbolik dan politik-ekonomi dari makanan itu sendiri. Kekuatan prestise menggunakan makanan sebagai media di mana interaksi politik dapat dikomunikasian dan kekuasaan itu diperagakan (Reynolds 2010). Disini pemahaman prestise berpusat pada penggunaan makanan dalam upacara diplomatik untuk mengamati dan menggambarkan hubungan kekuasaan itu di bidang politik. Makanan dan upacara diplomatik memiliki banyak kesamaan dalam menampilkan cara kerja dan efek prestise dalam diplomasi budaya dengan cara yang unik (Morgenthau 2008). Representasi makanan dalam ranah politik melalui upacara diplomatik dimungkinkan karena ajaran norma lama yang mengatakan diplomat adalah "wakil perwujudan dari wajah kekuatan sebuah Negara berdaulat" melalui keberadaan mereka (Urbach 2003). Penggunaan makanan sebagai brand atau trademark suatu bangsa adalah salah satu alat khusus dari strategi pemerintah, yang digunakan secara luas dan lebih kuat dibanding penggunaan diplomasi budaya. Makanan digunakan sebagai sarana interaksi untuk mengkomunikasikan ide-ide maupun informasi dalam kepentingan mengakses counterpart di luar jalur birokrasi yang kaku.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
80
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pada intinya, makanan adalah instrumen kewibawaan suatu negara dalam menyelesaikan masalah-masalah yang timbul dari hubungan internasional dan dalam menterjemahkan aristokrasi politik maupun simbol kekuasa an budaya suatu negara. Disamping itu makanan yang dihidangkan merupakan simbol kekuatan diplomasi bagaimana counterpart melihat dan menilai kekuatan negara lain mengorganisir kekayaan b udaya mereka melalui suatu rangkaian sajian hidangan. d. Gastro-Diplomasi
Gastronomi Diplomasi dalam bahasa kita disebut sebagai "Diplomasi Melalui Makanan", atau dalam bahasa antar bangsa disebut sebagai "GastroDiplomacy ". Merupakan cabang lain dari Diplomasi (atau Diplomasi Publik), di mana soft power digunakan sebagai alat perang. Gastro-Diplomasi adalah "tindakan memenangkan hati dan pikiran melalui perut" (Paul Rockower 2011). Di sisi lain Gastro-Diplomasi, adalah "penggunaan makanan dan masakan sebagai instrumen untuk menciptakan pemahaman lintas budaya dengan harapan meningkatkan interaksi dan kerjasama" pada level pemerintah-ke-pemerintah yang lebih tinggi, sebagai lawan dari tingkat
pemerintah-ke –publik (Rockower, 2011). GastroDiplomasi adalah kelanjutan dari "instrument diplomasi tertua" yang memanfaatkan makanan untuk pemahaman lintas budaya dengan harapan agar meningkatkan interaksi dalam kerja-sama b ilateral maupun multilateral. Sejak beberapa tahun terakhir, Gastro-Diplomasi dikonsentrasikan sebagai lambang komunikasi non-verbal yang sangat ampuh dalam berdiplomasi. Ketika sebuah negara yang berbangsa memutuskan untuk menggabungkan makanan dengan strategi diplomasinya, hasilnya adalah Gastro-Diplomasi. Gastro-Diplomasi digunakan tidak hanya terbatas pada eksekusi skala kecil, tetapi juga dapat dimanfaatkan dalam berbagai representasi dan keterampilan yang menggunakan aktor dan atau elit negara dan non-negara. Gastro-Diplomasi merupakan ekspresi kekayaan dan kekuatan seni budaya makanan suatu bangsa yang beradab. Morgan (2008) dalam tesisnya “Diplomatic Gastronomy : Style and Power at the Table ” memperkenalkan istilah Gastro-Diplomasi sebagai simbol kekuatan diplomasi melalui makanan. Morgan menggambarkan interaksi kekuasaan politik suatu Negara berdasarkan prestise yang menggunakan makanan sebagai media untuk interaksi. Tesis Morgan ini merupakan suatu metode untuk mengukur bagaimana suatu negara menilai dan melihat kekuatan negara dan organisasi lainnya. Semenjak saat itu "makanan telah menjadi sarana pemerintah" (Brillat-Savarin 1970). Gastro-Diplomasi muncul sebagai pendekatan baru untuk terlibat dengan komunitas asing d an budaya. Atraksinya dilakukan melalui pagelaran seni makanan dan sedikit taktik diplomasi. Konsep ini kuno, tapi terminologinya relatif baru.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
81
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Platform Gastro-Diplomasi dikembangkan untuk menunjukkan reputasi budaya sebuah negara, dari sisi keunikan seni masakannya, yang pada saat yang sama mengekspresikan kekuatan ekonomi suatu bangsa melalui keahlian memasak dan pariwisata. Makanan dimanfaatkan menjadi lambang identitas nasional, yang mana representasi ini bertujuan untuk mencapai nilai-nilai ekonomi melalui pengakua n global. Fenomena Gastro-Diplomasi masih relatif baru untuk dikatakan berhasil membangun citra suatu negara di panggung dunia internasional. Namun pastinya Gastro-Diplomasi telah mampu mengangkat semanga t nasionalisme dan identitas negara melalui konvensi sosial seni masakan suatu bangsa. e.
Tahapan Gastro-Diplomasi
Pemahaman menggunakan makanan sebagai media interaksi diplomasi terhadap mitra kerja (counterpart), dilakukan melalui 2 (dua) tahap strategi, taktik & siasat, yakni : i. Tahap pertama sebagai perangkat lobi untuk membahas isyu internasional, multilateral & bilateral. Pada tahap ini, pelobi tidak memutuskan. ii. Tahap kedua sebagai perangkat negosiasi untuk menyelesaikan perbedaan atau menyamakan (memperkuat) persamaan posisi. Pada tahap ini, negosiator mencapai keputusan dan kesepakatan bersama. f.
Nation Branding
Dalam dunia diplomasi, praktek yang biasa digunakan negara-negara untuk memperkenalkan dirinya ke seluruh dunia adalah melalui “nation branding” dengan membangun secara eksplisit representasi mereka melalui ide-ide, konsep, gambar visual, maupun kata-kata. Perusahan-perusahaan biasa melakukan “promosi branding” ini untuk menaikkan citra atau jati dirinya. Begitu juga dengan sebuah negara melakukan hal serupa dengan menggunakan slogan untuk menggambarkan e sensi atau fitur dari dirinya kepada negara-negara lain. Representasi ini bertujuan untuk mendapatkan rasa hormat secara global dan pengenalan terhadap nama negaranya. Berbagai pemerintah manca negara secara teratur berinvestasi cukup besar membayar lembaga-lembaga branding (merek) dunia dengan antisipasi investasi mereka dapat memberi manfaat yang cukup tinggi dalam mendapatkan peran politik, ekonomi, sosial, budaya di belahan bumi ini. Tindakan ini disebut outward looking policy dan salah satunya melalui diplomasi nation branding. Simon Anholt, seorang penasihat independen tentang kebijakan (policy) dikenal sebagai “Bapak” dari Nation Branding Diplomacy . Simon Anholt mengatakan proses nation branding merupakan tindakan strategis untuk membantu negara mendapatkan kekuatan yang nantinya akan memberi keuntungan dan kemegahan reputasi (Anholt, 2007). Gagasan di balik nation branding melibatkan lebih dari sekedar pengakuan karakteristik dan eksklusif sebuah negara, bangsa dan masyarakat. Promosi nation branding menyiratkan fragmen dari pemerintah untuk mendayagunakan dan meningkatkan atribut tertentu dari bangsanya di mata dunia. Untuk mempromosikan identitas nation branding ini, beberapa negara melakukan bukan dengan cara hadir dalam spektakel acara negara lain yang bersifat temporer, tetapi lebih kepada program kebijakan komersial jangka panjang yang strategis dengan menjemput perhatian masyarakat dunia terhadap fitur dan atribut seni masakan negaranya. i.
Thailand
Promosi yang dilakukan Pemerintah Thailand pada tahun 2002 untuk mendorong lebih banyak orang di seluruh dunia makan masakan Thailand.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
82
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Caranya membangun sejumlah restoran Thai di seluruh dunia dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah, termasuk fasilitas edukasi dan pelestarian hidangan masakan-makanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia. Tujuan lainnya adalah untuk membujuk lebih banyak orang mengunjungi negeri Thailand dan memperdalam hubungan diplomatik dengan negara lain melalui makanan. Program Global Thai ini sangat sukses dan telah meningkatkan jumlah restoran Thailand di belahan dunia dari 5,500 di tahun 2002 menjadi lebih dari 17.000 pada tahun 2015. Program ini kemudian dikenal dengan program "Amazing Thailand" dengan kampanye “Global Thai” yang merupakan sebuah e-book di media sosial diterbitkan untuk promosikan program ini ke seluruh dunia. ii.
Korea Selatan
Negara Asia lainnya yang mengikuti langkah Thailand adalah Korea Selatan melalui diplomasi Kimchi, Bibimbap dan Bulgogi. Korea Selatan mencoba untuk menunjukkan perbedaan antara model makanan Korea dan Jepang. Pemerintah Korea Selatan meluncurkan proyek Diplomasi Kimchi pada tahun 2009 dengan investasi US$ 77m yang dikenal dengan program “Korean Cuisine to the World” atau "Global Hansik ". Tujuannya adalah untuk mempromosikan keunikan dan kualitas kesehatan masakan Korea (Hansik) serta untuk meningkatkan jumlah restoran Korea di seluruh dunia. Program ini dibangun dengan bantuan pinjaman lunak jangka panjang yang dijamin oleh Pemerintah Korea Selatan, termasuk fasilitas edukasi dan pelestarian hidangan masakanmakanan yang akan dipromosikan kepada masyarakat dunia. Tercatat pada tahun 2007, Pemerintah Korea Selatan telah mendirikan 40.000 restoran di seluruh dunia, termasuk proyek pembukaan sebuah pendidikan kursus masakan Kimchi di lembaga pendidikan memasak yang diakui secara internasional serta proyek peluncuran food truck makanan Korean di berbagai kota-kota metropolitan di negara barat. iii. Taiwan
Mensponsori koki Taiwan dan restoran untuk mempromosikan keahlian memasak Taiwan mendunia, diakui sebagai "Dim Sum Diplomacy". Upaya ini adalah antisipasi untuk meminimalkan kesan lama adanya kesamaan antara Taiwan dan tetangganya, Republik Rakyat Cina. iv. Malaysia
Sejak tahun 2010 Pemerintah Malaysia menjalankan proyek "Malaysia Kitchen" dan “Malaysian Kitchen to the World” Kedua program ini dilakukan oleh Malaysia External Trade Development Corporation (METDC) untuk mempromosikan masakan Malaysia di Australia, Amerika Serikat dan Inggris melalui presentasi produk dan demo memasak di supermarket, food truck, food festivals dan annual night market di Trafalgar Square, London. Selain itu untuk meningkatkan kedatanagn wisatawan ke Malaysia yang dikenal sebagai bangsa multi-etnis dengan sejumput promosi masakan lokal - terutama makanan peranakan – yang merupakan sebuah penyatuan unsur Cina dan Melayu.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
83
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
v.
Australia
Dikenal dengan kampanye “Vindaloo Against Violence" yang merupakan gerakan aksi menggabungkan masyarakat imigran ke dalam budaya kontemporer Australia melalui makanan. Terutama untuk mendorong pemahaman yang lebih baik dan mengurangi rasisme di kalangan masyarakyat multi-etnis. vi. Jerman
“Land of Ideas” adalah kampanye Pemerintah untuk memajukan kegiatan pariwisata di jerman, yang berkonsentrasi untuk menampilkan efisiensi Jerman dan budaya yang berorientasi bisnis. vii. Indonesia
30 IKTI (Ikon Kuliner Tradisional Indonesia) & Diplomasi Soto, itulah brand power makanan Indonesia yang pernah diangkat, tetapi implementasinya menimbulkan perdebatan dan kritikan yang cukup panjang sehingga branding valuenya tidak maksimal. Pertama karena kalau bicara ikon dengan pakai nama Indonesia, maka dari 30 jenis makanan itu tidak mewakili semua suku dan subsuku yang ada di negeri ini. Komposisi 30 ikon tradisional itu terdiri dari 22 berasal dr Pulau Jawa, 5 dari Sumatra, dan masing-masing 1 dari Sulawesi dan Bali, serta 2 tambahan yaitu tumpeng dan nasi goreng kampung. Seleksi itu dianggap tidak berimbang karena banyak makanan dan minuman khas dari daerah lain tidak masuk. Disamping penggunaan kata "tradisional" tidak tepat karena sebagian dari 30 ikon itu ada yang bukan tradisional aslinya. Ada yang hibrid dari proses akulturasi dan ada yang mimikiri. Disamping itu tumpeng bukan makanan keseharian bangsa Indonesia. Tumpeng adalah makanan ritual masyarakat Jawa yang kurang dikenal di masyarakat non-Jawa. Soal diplomasi soto pun memiliki kemiripan. Ada 75 jenis soto yang diangkat dengan 48 macam aneka bumbunya karena ada beberapa wilayah di Indonesia yang tidak mengenal soto. Niatnya cukup baik untuk mengangkat makanan Indonesia sebagai ikon nasional maupun internasional, namun belum dirasakan memenuhi persyaratan dan kompetensi dalam perumusannya untuk diterima semua pihak di negeri ini. Dengan demikian nation brand power Indonesia, termasuk dalam hal ikon makanan, sepertinya belum tergarap dengan baik. Malah untuk brand lainnya terlihat berjalan sendirisendiri tanpa satu kesatuan langkah. Ada yang mengangkat tagline “remarkable Indonesia”, ada yang mengusung slogan “wonderful Indonesia”, demikian ada yang mempunyai tema “Invest in Remarkable Indonesia” . Nation branding bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline atau kata slogan, tetapi reputasi positif yang memang betul-betul ditemukan dan dirasakan ketika orang datang ke negara Indonesia Wajar nation branding Indonesia (brand power nation) masih lemah dan kalah dari negara tetangga.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
84
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Untuk diketahui brand power perdagangan Indonesia berada pada posisi 6,4% dan kalah bersaing dengan Singapura yang menembus angka 10%. Sedangkan brand power pariwisata Indonesia berada pada angka 5,2%, artinya juga masih berada di bawah Singapura yang angkanya 8,6%. Negara Thailand memimpin brand power pariwisata di kawasan Asia dengan angka 9,4%. Brand power pariwisata yang paling kuat adalah Jepang, yakni dengan skor 14,8 persen dan Australia dengan skor 12,5 persen. Rata-rata brand power pariwisata dunia berkisar di angka 7,7%. Menurut Anholt-GFK Roper Nation Brand Index, Indonesia yang masih di ranking 40 dari 50 negara perlu di-branding-kan menurut 6 (enam) kriteria, yakni tourism, export, governance, investment, culture & heritage serta masyarakatnya. Culture & heritage salah satunya adalah melalui makanan (boga) dan gastronomi (upaboga). Atas dasar itu, perlu diketahui lebih dalam lagi apa saja kekuatan dan kelemahan Indonesia dalam brand power, apa saja persepsi yang positif dan negatif terhadap negara ini. Seperti diketahui, dalam membangun citra branding power Indonesia di dunia internasional, setiap kementerian / lembaga berjalan sendiri-sendiri, baik mengenai pilihan tagline, logo, slogan dan tema. Untuk itu perlu dilakukan konsolidasi pada ajang-ajang promosi dan pameran di luar negeri; sehingga lebih masif, lebih terintegrasi, dan juga memiliki dampak yang konkret, dampak yang nyata, dan betul-betul mampu bersaing dengan negara-negara yang lain, terutama sekali lagi di bidang investasi, perdagangan, dan pariwisata. Nation branding ini bukan sebatas membuat logo atau menemukan tagline / slogan tapi reputasi positif yang memang betul-betul ditemukan dan dirasakan ketika orang datang ke negara kita, Indonesia. Artinya, negeri ini perlu secara bersama bekerja lebih fokus dalam mewujudkan itu dan sekaligus menjaga citra positif negara. Kecenderungan pola hubungan internasional yang lebih mendorong people to people contact seyogyanya disambut oleh Indonesia menjadi sebuah keunggulan baik dari sumber daya alam maupun manusia agar Indonesia dapat menjadi champion dalam diplomasi itu. Kepentingan dan sasaran strategis dari citra branding nation itu dapat diterjemahkan salah satunya melalui Diplomasi Makanan (Boga). Diplomasi Makanan (Boga) dalam arti dilakukan melalui GastroDiplomacy dengan membangun dan mengembangkan Kota Upaboga di seluruh kota-kota yang ada di
Indonesia melalui sinergi kerjasama dengan Pemerintah Daerah bersangkutan. g. Gastro-Diplomasi Pemerintah Amerika Serikat
Walaupun sejak tahun 1900, makanan (boga) telah menjadi media interaksi diplomasi dalam membangun nation branding sebuah negara, namun Gastro-Diplomasi itu sendiri baru lahir di tahun 2010-an yang diprakarsai oleh Pemerintah Amerika Serikat sebagai peranti diplomasi White House & Kementerian Luar Negeri. Pemerintah Amerika Serikat melansir GastroDiplomasi pada tanggal 7 September 2012 yang dikenal dengan program “Culinary Diplomacy Partnership Initiative” (CDPI).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
85
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Instrumen diplomasi Washington ini bertujuan memperkuat hubungan bilateral di meja makan dengan rekan mitra kerja mereka, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Amerika di luar negeri. Pada setiap acara CDPI dipilih topik internasional (multilateral), bilateral dan regional yang akan menjadi tema diplomasi Pemerintah Amerika Serikat dengan counterparts mereka di meja perundingan. CDPI Pemerintah Amerika Serikat tidak hanya menampilkan makanan tetapi juga aneka seni budaya dan keragaman yang dimiliki. Inisiatif program CDPI diselenggarakan oleh White House & Departemen Luar Negeri Amerika Serikat. Lebih dari 80 juru masak profesional, termasuk para master chef senior dari Gedung Putih dan para chef execu tive anggota "American Chef Corps" bergabung dalam program ini. Pemerintah mengirim anggota American Chef Corps ke seluruh kedutaan Amerika di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang seni masakan & hospitality Amerika. h. Gastro-Diplomasi Indonesia
Pemahaman sekarang bagaimana mendayagunakan Gastronomi Diplomasi sebagai prestise negara Indonesia di mata dunia dengan dimasukan ke dalam ranah program kerja politik para elit politik yang berkuasa. Isyu-isyu internasional (multilateral), bilateral dan regional yang dibicarakan dengan counterparts melalui mekanisme diplomasi, diberi warna dengan penampilan sajian seni masakan Nusantara. Hidangan nasional makanan tradisional Indonesia dan kebiasaan tata cara makan bangsa ini dapat dianggap sebagai identitas nasional bangsa, yang menyentuh semua bagian dari sejarah, budaya, ekonomi, politik dari masyarakatnya sendiri. Makanan tradisional bangsa ini bahkan dapat dilihat sebagai faktor kunci dalam bagaimana kita melihat diri kita sendiri maupun orang lain, tak terkecuali dalam hubungan diplomatik. Melalui makanan, Pemerintah Indonesia dapat memperlihatkan sifat keramah tamahan, wibawa, kekuatan dan kelembutan diplomasi bangsanya. Oleh karena itu, kompetensi Gastronomi Diplomasi diperlukan untuk memungkinkan elit politik Indonesia memanfaatkan wibawa yang ada sebagai bentuk menjaga status quo kekuasaan dan menjamin stabilitas jangka panjang politik luar negeri bebas aktif. Mengingat akhir-akhir ini ada kepentingan untuk mengaplikasikan makanan sebagai instrument diplomasi Indonesia, maka sebaiknya Pemerintah luncurkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan W arisan Tradisional” (Diplomacy Initiative Partnership Heritage Traditional Food).
Kompetensi Gastronomi Diplomasi ini sebagai bentuk promosi nation branding Negara dan bangsa Indonesia di mata dunia, yang bisa dilakukan melalui program yang disebutkan tadi di atas.
Program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” ini bertujuan memperkuat hubungan maupun menyelesaikan isyu-isyu bilateral, multilateral dan lokal di meja makan dengan mitra kerja (counterpart) Pemerintah Indonesia, baik itu diselenggarakan di dalam negeri maupun di berbagai acara-acara internasional maupun di berbagai perwakilan Indonesia di luar negeri.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
86
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Diplomacy Initiative Partnership Heritage Traditional Food ini tidak hanya menampilkan seni masakan tetapi juga aneka ragam seni warisan tradisional budaya lainnya yang dimiliki bangsa Indonesia (antara lain seni fashion tradisional, seni perhiasan tradisional, seni lukis, seni tarian tradisional, seni musik tradisional, seni kerajinan tangan tradisional, seni tenun tradisional dan lain sebagainya). Motif utama program ini adalah untuk berperan dalam meningkatkan kemaslahatan ekonomi rakyat Indonesia, yakni dengan menggali potensi pelaku-pelaku yang mempersiapkan dan siapa yang menggerakan sampai tersedianya keperluan bahan baku makanan dan minuman, antara lain para pembudidaya, petani, peternak, nelayan, pemburu hewan, koki, atau apapun judul maupun kualifikasi mereka. Kebhineka tunggal ika-an masakan Nusantara, sebagai makanan warisan tradisional bangsa Indonesia itu, diolah menjadi sebagai pintu gerbang citra budaya Indonesia dan bagian penting dari pembangunan sosio budaya-politik-ekonomi berbasis kreatifitas. i.
Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional
Contoh sederhana yang bisa dilakukan adalah dalam setiap tindakan diplomasi menampilkan seni masakan sebagai ben tuk prestise dalam melakukan lobi dan nego siasi tersebut. Mendorong pada setiap acara kunjungan kenegaraan ke luar negeri, pimpinan delegasi menjamu mitra kerja mereka dengan hidangan tradisional nusantara yang dipersiapkan oleh para ahli masak yang dibawa dari Indonesia. Hal itu juga bisa dilakukan pada saat kunjungan pejabat Pemerintah ke daerah-daerah dan dengan menerapkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” Selain itu, mengajak Pemda-Pemda seluruh Indonesia ikut menerapkan program “Prakarsa Diplomasi Kemitraan Makanan Warisan Tradisional” dengan mengangkat ikon masakan daerah mereka. Bahkan apabila perlu, dalam acara pilpres dan pilkada, program ini dimasukkan dalam acara pembinaan partai politik kepada masyarakat dengan mengajak pendukungnya melakukan makan bersama membawa masakan rumah untuk disajikan dalam acara kerja politik itu. Untuk terselenggaranya program ini, para ahli masak Indonesia (chef profesional dan pemasak otodidak) harus dilibat sertakan, baik yang tergabung dalam organisasi maupun nonorganisasi, ke seluruh kedutaan Indonesia di luar negeri untuk misi diplomasi publik dan mengajarkan tentang seni masakan tradisional & hospitality dari keragaman seni budaya bangsa Indonesia. 2.
GASTRONOMI & KREATIFITAS
Ada pendapat yang mengatakan bahwa "pertumbuhan ekonomi di masa depan ada di industri kreatif". Industri kreatif adalah kegiatan ekonomi generasi baru dalam eksploitasi tekhnologi media, pengetahuan dan informasi. Dalam berbagai pembicaraan pelakunya kerap disebut sebagai industriawan budaya (Hesmondhalgh 2002) atau ekonom kreatif (Howkins 2001). Di berbagai negara, industri kreatif sedang tumbuh pesat, karena kemampuannya dalam menambah angka lapangan pekerjaan dan produk domestik bruto (PDB). Saat ini industri kreatif menjadi semakin penting dalam membangun perekonomian dunia. Malah ada yang berpendapat "kreativitas manusia adalah sumber utama daya ekonomi ," (Florida 2002) dan "industri abad kedua puluh satu akan bergantung kepada kreativitas dan inovasi "(Landry & Bianchini 1995).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
87
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sebelum membahas keterkaitan gastronomi dan kreatifitas, sebaiknya dipahami terlebih dahulu mengenai apa yang dimaksud dengan kreatifitas itu sendiri, ekonomi kreatif dan industri kreatif. a. Kreatifitas
Kreatifitas adalah kemampuan untuk menghasilkan atau menciptakan sesuatu yang baru dan asli. Ini berarti produk akhirnya dibuat oleh satu atau lebih dengan ide dan penemuan yang bersifat personal, asli dan bermakna. Dalam kata lain, kreatifitas adalah daya cipta atau inspirasi dari bakat seseorang yang semua manusia memilikinya. Semua manusia memiliki kemampuan alami untuk menjadi kreatif tapi tidak semua menyadari bahwa mereka bisa kreatif. Kreatifitas manusia adalah sumber daya cipta yang hampir tak terbatas. Kreatifitas adalah bakat inspirasi yang bisa memberi keuntungan dari sumber daya yang tak terbatas. Setiap manusia berkreasi dalam beberapa cara. Setiap manusia memiliki potensi kreatif, seperti berolahraga dan bernyanyi, yang ujung-ujungnya dapat berubah menjadi sesuatu yang berharga. Kreativitas (atau daya cipta) sering dipahami sebagai ekspresi artistik. Menurut Teresa Amabile (1998), masyarakat cenderung mengasosiasikan kreatifitas dengan seni dan menganggapnya sebagai ekspresi ide yang sangat asli. Padahal ide asli bukan konsep baru dalam dunia bisnis. Dalam dunia bisnis, orisinalitas saja tidak cukup memadai. Produk inovasi suatu ide kreatif harus sesuai, berguna dan bisa ditindaklanjuti secara ekonomis. Inspirasi kreatifitas dan produk dari ekspresi artistik, merupakan hasil budi daya seniman, desainer, aktor, penyanyi dan sebagainya yang memiliki "bakat" khusus, tetapi belum tentu menghasilkan pasar keekonomian apalagi melihat sumber daya -nya agak terbatas. Teresa Amabile (1998) mengatakan bahwa kreativitas adalah fungsi yang terdiri dari tiga komponen yang satu sama lain saling kondusif dalam produksi kreativitas, yakni : keahlian, keterampilan berpikir kreatif, dan motivasi. Keahlian menyangkut pengetahuan atau keterampilan. Sedangkan keterampilan berpikir kreatif adalah penggunaan pengetahuan dengan cara yang asli untuk menciptakan sesuatu yang baru atau berbeda. Motivasi menentukan apa yang akan dilakukan. Dengan keahlian dan berpikir kreatif, orang memiliki kemampuan untuk menjadi kreatif tetapi mereka juga harus merasa termotivasi untuk menjadi kreatif. Kreatifitas dapat didefinisikan sebagai ekonomi kreatif yang mempunyai nilai ekonomi karena pasokan produk dan jasa kreatifnya memiliki nilai budaya dan pengalaman dan oleh karena itu dapat juga didefinisikan sebagai industri kreatif. Produk kreatif adalah produk nyata atau jasa dengan nilai tak berwujud (intagible). Kreatifitas bukanlah aset nyata, melainkan kebaikan bersama yang menjadi sumber daya tak terbatas yang harus selalu diberi diperbarui dan dipelihara - atau dengan kata lain akan hilang jika tidak selalu di eksplorasi. Kreatifitas merupakan kemampuan manusia dalam pengertian sebagai kelas kreatif yang anggotanya memiliki tugas khusus untuk menciptakan dan menjadi kreatif. Kreatifitas masih agak baru dan bidang yang belum dijelajahi secara mendalam. Kreatifitas bukanlah konsep baru, tetapi apa yang baru adalah konsepsi kreatifitas sebagai bakat, yang
Edisi II
Indrakarona Ketaren
88
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
dapat dibudidayakan dan dipelajari seperti belajar menggunakan mesin, komputer, dll. Oleh karena itu perlu d itelusuri konsep kreatifitas. Jika usaha manusia muncul selalu fokus pada optimalisasi, maka fokusnya sekarang harus mengoptimalkan kreatifitas, yaitu upaya terus menerus dalam kemampuan manusia untuk tetap menjadi kreatif. Dengan demikian pengertian mengintegrasikan kreatifitas dalam bisnis dan budi daya sebagai alat strategis masih agak baru. Apalagi gagasan mengintegrasikan dan menumbuhkan kreatifitas sebagai alat strategis, dan kemampuan bawaan manusia, juga agak baru. Untuk memahami kreatifitas ekspresi artistik itu sebagai produksi kreatif secara bisnis, maka perlu dieksplorasi bidang ekonomi kreatif dan industri kreatif guna memberi ruang lingkup, kinerja dan implikasi sejarah sebagai suatu komoditas yang bisa diperjual belikan. b. Industri Kreatif
Komoditas utama industri kreatif adalah bagaimana menciptakan manusia menjadi kreatif dengan kreasi mereka, baik itu berbentuk produk tangible (nyata) maupun jasa yang mempunyai nilai intangible (tidak berwujud). Produk (tangible) maupun jasa (intangible) tersebut harus mempunyai novel (cerita), original (asli), dan nilai artistik (berseni), yang batasan faktor itu ditentukan oleh para kritikus profesional dan pemangku kepentingan terkait. Ranah produksi industri kreatif hanya dihargai jika mempunyai hasil akhir (final outcome). Artinya setiap input kreatif yang belum bisa dieksplorasi menjadi sesuatu hasil akhir, maka potensi itu belum bisa dikatakan sebagai komoditas industri kreatif. Produksi industri kreatif berbasis barang dan jasa pelayanan yang memliki isi yang kreatif, yang secara luas dikaitkan dengan budaya, seni atau hiburan yang ditawarkan. Produk akhirnya antara lain berupa seperti buku dan penerbitan majalah, seni visual, seni pertunjukan, rekaman suara, periklanan, bioskop dan film TV, bahkan fashion, mainan dan video game. Industri kreatif harus dibedakan dengan industri budaya yang merupakan produksi bermakna sosial dan kurang menekankan nilai kreatif, seperti penyiaran, film, aspek isi dari industri internet, musik, cetak dan penerbitan elektronik, video dan permainan komputer, iklan dan pemasaran. Seperti juga ekonomi kreatif , industri kreatif dan industri budaya tidak saling eksklusif, karena ada kesamaan satu sama lain dan cara kerjanya saling melengkapi. Sebuah produk industri kreatif dapat saja memiliki nilai budaya, da n produk industri budaya dapat mem iliki nilai kreatif. Produk atau jasa industri kreatif itu tidak secara otomatis memiliki nilai budaya, karena industri kreatif lebih peduli dengan fungsi dan produk akhir kreatifnya, sedangkan produk industri budaya lebih peduli dengan pengaruh nilai budaya dari produk akhirnya. Produksi industri kreatif sering menuntut keterampilan atau kerajinan, karena kedua unsur itu membentuk dasar nyata untuk produksi. Produk industri kreatif dapat memiliki nilai tidak berwujud (intangible) tetapi nilai itu belum tentu dianggap sebagai karya seni. Beberapa produksi industri kreatif dapat merupakan sebuah hasil tugas yang telah ditetapkan sebelumnya, yang kemudian diketahui dari tujuan dan maksudnya tidak bisa dikatakan sebagai kasus seni kreatifitas.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
89
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Misalnya seorang arsitek disewa untuk merancang sebuah bangunan, tapi hasilnya kurang kreatif karena tugasnya telah ditetapkan sebelumnya dengan tujuan dan maksud yang sudah ada. Rancang bangun arsitek itu adalah contoh sebuah kreativitas, karena kualitasnya yang inovatif dan novel, tetapi mungkin tidak akan dianggap sebagai sebuah karya seni karena produk kreatifnya berbeda dan tidak mempunyai makna simbolik yang dapat dinilai pada aspek intangible-nya. c.
Ekonomi Kreatif
Bisnis adalah semua tentang mengoptimalkan produk akhir, terutama mengoptimalkan daya kinerja kerja manusia. Sebagai contoh, proses industri dimulai dari penggunaan bahan baku yang diolah secara fisik dengan penggunaan mesin bertekhnologi menjadi sebuah produk akhir. Kinerja manusia terletak pada teknologi intelektualnya yang menempatkan informasi dan pengetahuan sebagai komoditas unggulan untuk proses produk akhir. Kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia, adalah kunci dari keberhasilan perputaran roda industri ini. Begitu juga proses roda produk ekonomi kreatif lahir dari rangkaian kecerdasan kreatifitas, pengalaman dan wawasan pengetahuan manusia. Istilah ekonomi kreatif diperkenalkan oleh John Howkins (2002). Bagi Howkins, ekonomi kreatif adalah upaya menggabungkan kreativitas dan ekonomi untuk menciptakan nilai yang luar biasa dengan berfokus pada kreativitas sebagai alat aktif mengalahkan kompetisi. Menurut Howkins (2002), orang yang bekerja deng an ide-ide akan menjadi lebih kuat daripada orang yang bekerja dengan mesin. Richard Florida mendukung gagasan Howkins, dan mengatakan "kreativitas manusia adalah sumber daya ekonomi utama." (Florida 2003: xiii). Ekonomi kreatif adalah sumber daya intelektual manusia yang kemampuannya dapat dibudidayakan dan digunakan secara ekonomis. Kreativitas adalah bakat yang harus hadir di kedua pikiran dan tindakan manusia yang dapa t menjadi aset ekonomi, ketika upaya kreatif itu menghasilkan produk atau jasa. Kreativitas adalah produk ekonomi baru yang menciptakan nilai ekonomi dimana produk dan jasanya memiliki aset tidak berwujud (intangible) yang harus dilindungi dengan hukum kekayaan intelektual. Ada 15 (lima belas) sektor ekonomi kreatif, yakni : periklanan, arsitektur, seni, kerajinan, desain, fashion, film, musik, seni pertunjukan, penerbitan, penelitian dan pengembangan, perangkat lunak, mainan dan permainan, TV dan radio, serta video game (John Howkins 2002). Ada pula yang beranggapan industri pendidikan termasuk yang membentuk bagian dari ekonomi kreatif, meskipun rujukannya belum diakui secara internasional. Sedangkan perlindungan kreativitas dilakukan dalam hukum kekayaan intelektual, hak cipta, paten, merek dagang dan desain. d. Kelas Kreatif
Rekayasa yang mengolah kreatifitas sebagai sebuah kekuatan ekonomi, telah melahirkan apa yang dikatakan Richard Florida (2003) adanya masyarakat “kelas kreatif” (the creative class), yang saat ini mendominasi dalam menentukan pertumbukan ekonomi akibat keunggulan kompetitif yang mereka miliki.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
90
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Perbedaan masyarakat kelas kreatif dan kelas-kelas lainnya, adalah bahwa anggota kelompok kreatif adalah mereka yang dibayar untuk menjadi kreatif. Tidak seperti mereka yang dibayar untuk memenuhi tugas-tugas yang telah ditetapkan. Orangorang di kelas kreatif memiliki keleluasaan otonomi dan dihargai pengetahuan maupun kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kreatif mereka. Secara ekonomi, mereka disebut sebagai profesional kreatif yang berfungsi untuk menciptakan ide-ide baru, teknologi baru dan atau konten kreatif baru. Para profesional kreatif ini dapat ditemukan dalam ranah profesi hukum, bisnis dan keuangan maupun kesehatan serta bidang-bidang lainnya. Mereka terlibat dalam pemecahan masalah yang kompleks yang melibatkan banyak penilaian independen dan membutuhkan tingkat pendidikan yang tinggi atau modal kecerdasan manusia. Mereka menggunakan kreatifitas sebagai sumber daya dalam memperoleh keunggulan kompetitif, bukan karena efek novel, dan inovatif yang ditampilkan bernilai ekonomi, tetapi juga karena memiliki nilai budaya, original, artistik, berpeluang ekspor, dan pariwisata, sehingga mereka menjadi perhatian politik di berbagai Negara. e.
Gastronomi Dalam Industri Kreatif
Pada mulanya gastronomi tidak diakui sebagai industri kreatif karena kurangnya pengakuan terhadap domain keahlian memasak itu sendiri. Apalagi literatur tentang gastronomi itu sendiri sebagai industri kreatif masih agak terbatas. Namun saat ini, salah satu industri kreatif yang sedang booming secara global adalah gastronomi (keahlian memasak), terutama di negara-negara barat. Meskipun gastronomi masih dianggap terlalu 'muda' untuk disebut sebagai industri kreatif, karena baru unsur produk tangible-nya (nyata) yang memenuhi, sedangkan jasa nilai intangible (tidak berwujud) belum tampak jelas. Namun setelah menelaah tulisan-tulisan dari John Howkins (The Creative Economy by 2002), Richard Florida (The Creative Class 2003) dan Richard Caves (The Creative Industries 2002), ditemukan seni (art) dan kerajinan (craft) tidak bisa dipisahkan dalam gastronomi, walaupun produknya berbeda dengan industri kreatifitas lainnya. Para akademisi dan intelektual profesional menyimpulkan gastronomi tidak berbeda dari konsepsi normal kreativitas lainnya, dimana orang-orang kreatif berkembang dengan kebebasan dan otonomi mereka masing-masing. Gastronomi diselenggarakan dengan cara struktural, hierarkis, berkualitas dan berketrampilan. Gastronomi memiliki pengaruh budaya dan kesejarahan yang belum tentu dimiliki komoditas industri kreatifitas lainnya. Kinerja gastronomi menggunakan akal, fikiran, ide maupun kreatifitas dalam mengerjakan, mengubah ataupun membuat sesuatu menjadi lebih bermakna sehingga menghasilkan sebuah nilai baru dari hasil pekerjaan tersebut. Pelakunya dikategorikan sebagai kalangan kelas kreatif yang dihargai pengetahuan maupun kemampuannya untuk melaksanakan tugas-tugas kreatif dalam mengolah seni masakan. Kaca mata yang digunakan dalam memahami gastronomi sebagai industri kreatif adalah dengan meletakkan keahlian memasak sebagai : i. Scope outcome produksi kreatif (creative production) dari sisi ekonomi kreatifnya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
91
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
ii.
Kelas kreatif (creative class) dan industri kreatif (creative industries), sebelum mengeksplorasi ruang lingkup kreativitas (input) dalam proses kreatif dan kinerjanya.
Dengan demikian kreasi-kreasi gastronomi mempunyai hasil akhir novel (cerita), original (asli), dan nilai artistik (berseni), baik yang berbentuk tangible dan bersifat intangible. f.
Gastronomi Dalam Ekonomi Kreatif
Sejauh yang diketahui baru unsur karya "makanan" (boga) dan belum masuk ke "gastronomi". Dua pengertian yang berbeda meskipun keduanya fokus di makanan. Jika ada kepentingan politik untuk dimasukan, unsur pertama yang harus diangkat adalah mencari " pemimpin kreatif " dari kalangan chef profesional dan otodidak untuk dilatih kepemimpinannya bergaya transformasional. Unsur kedua yang harus dilakukan mencari, mengangkat dan mempetakan seni masakan dari setiap daerah menjadi data ensiklopedia makanan bangsa Indonesia yang kemudian dipromosikan secara nasional maupun internasional sebagai "the Indonesian tourism gastronomic adventures". Dengan demikian bisa dikatakan seni keahlian makanan gastronomi adalah industri kreatif yang memiliki nilai intrinsik, faktor sejarah, budaya, geografis, sosial dan keuangan yang oleh karena merupakan bagian d ari ekonomi kreatif. Industri kreatif gastronomi masih berkembang dan baru 40 tahun terakhir tumbuh subur di belahan dunia barat meskipun strukturnya telah lahir 200 tahun silam. Studi tentang kepemimpinan kreatif itu sendiri juga masih relatif baru. Namun perlu dicatat elemen penting dari kepemimpinan kreatif adalah adanya motif dan sifat gairah, imajinatif, visi, kepercayaan, integrasi, transformasi, kreatif, warisan, pengetahuan baru, mitos, energi, refleksi, keseimbangan dan paradoks. Bila ditinjau dari sisi ekonomi kreatif, belum banyak kajian yang memasukkan boga (makanan) ke dalam sektor ini karena pada dasarnya makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sudah ada sejak lama. Produk makanan pada umumnya masih masuk ke dalam sektor industri boga ataupun industri penyediaannya, tanpa adanya penekanan bahwa produk makanan (boga) merupakan produk kreatif. Negara yang sudah memasukkan makanan ataupun industri yang berkaitan dengan boga dan minuman ke dalam sektor industri kreatif di antaranya adalah Italia dan Amerika Serikat. Umpamanya Italia memasukan food and wine industry ke dalam industri kreatif karena produk makanan seperti keju, daging olahan, dan wine merupakan produk budaya mereka dan hal tersebut tidak bisa dilepaskan dari kreativitas apabila ingin terus lestari dan berkembang. Amerika Serikat memasukkan subsektor makanan (culinary arts) ke dalam industri kreatif dengan pertimbangan bahwa mereka memiliki kekayaan dan keunikan dalam bidang tersebut. Selain itu, dunia makanan dianggap memiliki perkembangan yang baik dalam hal penciptaan kreasi baru yang ditandai dengan maraknya kemunculan restoran yang menyajikan kreasi menu baru. Dari sini terlihat praktik memasak dalam konteks ekonomi kreatif merupakan sebuah kegiatan persiapan boga yang menekankan aspek estetika dan kreativitas sebagai unsur terpenting dalam memberikan nilai tambah pada suatu produk makanan yang mampu meningkatkan harga jual, walaupun tidak seluruh kegiatan yang berkaitan dengan boga masuk ke dalam area makanan pada industri kreatif. Makanan saat ini tidak lagi hanya sebatas produk pemuas kebutuhan dasar manusia. Ada unsur lain yang dicari oleh konsumen saat mengonsumsi sebuah sajian boga. Masakan yang memiliki unsur budaya asli suatu daerah dapat menjadi daya tarik bagi wisatawan untuk
Edisi II
Indrakarona Ketaren
92
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
datang mengunjungi daerah tersebut. Masakan yang menggunakan kreativitas dapat menghasilkan olahan makanan yang memiliki cita rasa lezat dan juga memberikan pengalaman tersendiri saat menyantapnya, sehingga menjadikan makanan (boga) sebagai komoditas yang menarik untuk dikembangkan. Dengan demikian bisa dikatakan memasak adalah kegiatan persiapan, pengolahan, penyajian produk boga yang menjadikan unsur kreativitas, estetika, tradisi, dan / atau kearifan lokal; sebagai elemen terpenting dalam meningkatkan cita rasa dan nilai produk tersebut, untuk menarik daya beli dan memberikan pengalaman bagi penikmatnya. Disamping itu dunia makanan tidak lepas dari nilai tradisi dan kearifan lokal suatu daerah karena makanan, terutama di Indonesia, merupakan salah satu warisan budaya. Untuk meningkatkan daya tarik konsumen, diperlukan sebuah kreativitas sehingga tercipta produk makanan yang menarik dan berkualitas. Meskipun Indonesia belum memasukan seni upaboga (gastronomi) sebagai elemen penting dalam industri ekonomi kreatif dan industri pariwisata, hendaknya perlu dicatat secara alamiah gastronomi itu sudah berjalan dengan sendirinya meskipun dikatakan sebatas sebagai kata "kuliner" yang seharus disebut sebagai kata "boga" (makanan). g. Gastronomi & Pemangku Kepentingan
Tahun 1998, gastronomi belum termasuk dalam koridor peta kegiatan industri kreatif dari Kementerian Kebudayaan, Media & Olah Raga di Inggris. Bahkan, seni masakan tidak termasuk dalam salah satu dari enam model kunci yang digunakan Kementerian Britania Raya itu secara global untuk mengidentifikasi konstituen dari industri kreatif (Throsby, 2007). Sedangkan di Perancis, Spanyol, Italia & Rusia sejak awal tahun 1970-an - seni masakan merupakan prioritas utama dari industri ekonomi kreatif karena disadari pengelolaannya memberi sumbangsih yang cukup signifikan terhadap produk domestik bruto dan membuka lapangan kerja baru di negara-negara ini dengan kemunculan berbagai tempat makan dan minum di berbagai kota. Memasuki tahun 2000, hampir semua negara-negara di Europa Barat dan benua Amerika, menekankan keahlian memasak dari gastronomi merupakan bagian terpenting dari industri ekonomi kreatif masa depan negara mereka. Kebijakan ini terlebih dirasakan dengan hadirnya gerakan gaya seni masakan Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine dari sejumlah referensi chef berpengaruh dan terkenal yang menampilkan konsistensi avant-garde cuisine. Sejak itu, seni masakan gastronomi sudah mendarah daging dalam kebangkitan kreativitas dalam industri budaya masyarakat barat, bahkan produknya sudah sampai pada peringkat diekspor ke luar negeri (Lubow, 2003). Di Amerika Serikat sendiri, industri kreatif seni masakan g astronomi lebih pragmatis dan sudah dinyatakan sebagai dogma yang mendarah daging dalam pemahaman kreatifitas bangsa ini sehingga masuk dalam klasifikasi hak cipta intelektual yang d ilindungi. John Howkins (2007) mendefinisikan dua makna utama kreatifitas dalam seni masakan gastronomi yakni : i. Memberi karakter baru untuk sesuatu (giving a new character to something) ii. Menciptakan sesuatu dari ketiadaan (creating something from nothing) Dalam seni memasak, bahan baku yang dipakai dipilih secara hati-hati, disiapkan, dikombinasikan dan diubah menjadi cita rasa ba ru dan bernilai bagi konsumen.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
93
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain itu, chef memberi makna untuk makanan yang disajikan, bermain di ingatan konsumen dan / atau memberikan narasi untuk dikonsumsi. Dapat dikatakan karya seni masakan gastronomi adalah kreatifitas dari sesuatu keahlian industri yang eksklusif, unik dan tidak bisa diragukan. Selain di dalamnya ada estetika, tradisi, dan kearifan lokal. Kreativitas yang dimaksud adalah aspek ide baru yang dapat memberikan nilai tambah pada sebuah boga. Kreativitas ini dapat tertuang melalui kreasi resep, kreasi cara pengolahan, dan kreasi cara penyajian. Proses kreativitas tidak harus selalu menghasilkan sesuatu yang 100% baru, namun bisa berupa pengembangan dari sesuatu yang sudah ada sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dan lebih menarik di pasar. Estetika yang dimaksud adalah aspek tampilan dari sebuah boga yang ditata dengan memperhatikan unsur keindahan sehingga menjadikan produk makanan tersebut memiliki nilai lebih dan mampu menggugah selera konsumen untuk menikmatinya. Contohnya adalah menyajikan masakan tradisional khas suatu daerah men jadi lebih modern. Tradisi yang dimaksud adalah sesuatu yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang berkaitan dengan kebiasaan dalam mengolah dan mengonsumsi boganya. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya proses ini, suatu tradisi dapat punah. Unsur tradisi ini sangat penting dalam menjaga warisan budaya boga Indonesia. Kearifan lokal yang dimaksud adalah identitas suatu daerah berupa kebenaran yang telah tertanam dalam suatu daerah. Secara konseptual, kearifan lokal dan keunggulan lokal merupakan kebijaksanaan manusia yang bersandar pada filosofi nilai-nilai, etika, cara-cara, dan perilaku yang melembaga secara tradisional. Berkaitan dengan boga, kearifan lokal akan membentuk karakter makanan suatu daerah yang harus mampu diangkat dan dikenalkan kepada masyarakat luas. h. Pemimpin Kreatif Gastronomi
Bernard Bass (1990) mengatakan ada dua bentuk utama gaya kepemimpinan, yakni : i. Kepemimpinan Transaksional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok memasukkan unsur transaksi kepada kelompok/karyawannya (seperti kenaikan gaji, pengakuan dan kemajuan dalam pertukaran untuk kinerja yang baik atau hukuman da n tindakan disiplin untuk kinerja yang buruk). ii. Kepemimpinan Transformasional yakni gaya kepemimpinan yang mana untuk mencapai tujuan kelompok/karyawan memperluas dan meningkatkan keterlibatan dengan jelas dan mengkomunikasikan tujuan untuk mendapatkan penerimaan dengan memotivasi melihat melampaui kepentingan pribadi demi kepentingan seluruh kelompok/karyawan. Dalam industri kreatif, gaya kepemimpinan transformasional sangat cocok dan kondusif bagi pengembangan kelompok/karyawannya, karena ketrampilan diri chef mampu memainkan 'variabel kontekstual' untuk mempromosikan dan menjaga kreatifitas individu dan kelompok/karyawannya dalam struktur organisasi. Seorang chef harus mampu memamerkan keterampilan yang karismatiknya dengan memaksimalkan komitmen dan kepercayaan kepada kelompok/karyawannya. Mereka harus mencapai tujuan ini dengan menanamkan kepercayaan dan keyakinan kepada kelompok/karyawannya melalui komunikasi yang intensif guna mencapai tujuan bersama supaya masing-masing merasa berkontribusi secara maksimal. (Balazs, 2002).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
94
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pemimpin transformasional membantu pertumbuhan kelompok/karyawannya, mendengar lebih banyak dan mempertimbangkan lebih luas dalam menghadapi tantangan yang harus diselesaikan. Harus ada rasa "generativity" yang mendalam untuk mengembangkan generasi berikutnya. Harus mempunyai kepemimpinan yang konstruktif dan berteladan, mampu mengambil peran kebapakan, bertindak sebagai seorang mentor dan senang mentransfer pengetahuannya kepada bawahan. Seorang chef membantu kelompok/karyawannya mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dan mengikat mereka dengan aspirasi pribadi dan karir berjenjang. Dalam interaksi seni memasak Nouvelle Cuisine & Haute Cuisine sangat diperlukan gaya kepemimpinan transformasional ini, dalam arti chef memainkan peran dominan sebagai pemimpin kreatif. Dalam rangka untuk tetap berada di peringkat papan atas, seorang chef harus memiliki tim yang terbaik. Apa yang membedakan pemimpin dan kelompok/karyawannya dari yang lain adalah bahwa chef harus mampu membangun kelompok/karyawannya sebagai satu keluarga besar dan yang terbaik (Ferran Adria of elBulli, di Oppenheim 2003) Ucapan karismatik ini khas dari master chef Ferran Adria of elBulli. Bagi Adria, chef adalah "aktor seniman yang kreatif dan berdisiplin, seorang yang terpelajar yang tergairah memajukan pengetahuan seni memasak kepada orang lain, melebihi dari keinginannya mendapatkan pujian dan reputasi. Chef, bagi Adria, adalah seseorang yang inklusif, bukan eksklusif dalam membangun identitasnya, sehingga bisa dikenal reputasi keahliannya secara keseluruhan (Svejenova et al, 2006). i.
Ruang Lingkup Boga Dalam Ekonomi Kreatif
Ruang lingkup boga dalam ekonomi kreatif mencakup usaha makanan non-kreatif dan makanan kreatif yang berakar dari industri pertanian dan industri makanan. Cakupan itu terbagi dalam empat kategori usaha, yaitu: Jasa penyedia makanan / restoran (cepat saji & menu tetap) / jasa boga Toko roti Toko olahan gula / permen / coklat Toko produk makanan spesial atau standar lainnya • • • •
Pada umumnya industri makanan didefinisikan lebih ke arah pelayanan makanan (foodservice) terhadap kemampuan dan keahlian, seperti memasak berbagai menu makanan yang dilakukan di dapur dan kemudian menyajikannya di sebuah piring dengan penataan yang menggugah selera. Selain foodservice, industri makanan berkembang juga ke pola specialty foods yakni produk makanan hasil olahan atau kemasan yang sebagian ada yang menggunakan bahan organik atau bahan baku khas dari suatu daerah yang kemudian dikemas secara menarik. Nilai budaya dan konten lokal suatu daerah juga menjadi salah satu sumber keunikan produk jenis ini, seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah. Dengan demikian ruang lingkup boga dalam ekonomi kreatif dibagi ke dalam dua jenis yang prspeknya ditinjau dari hasil akhir yang ditawarkan, yakni jasa makanan (foodservice) dan barang makanan (specialty foods). Jasa makanan adalah jasa penyediaan boga di luar rumah, yaitu usaha restoran dan usaha jasa boga. Restoran adalah tempat penyedia makanan dan minuman di mana konsumen datang berkunjung, sedangkan jasa boga adalah penyedia makanan dan minuman yang mendatangi lokasi konsumen. Barang makanan adalah produk pengolahan makanan dan minuman yang pada umumnya berupa produk dalam kemasan. Produk ini berbeda dengan dan memiliki keunikan tersendiri dibandingkan barang olahan makanan dan minuman reguler. Nilai budaya dan konten lokal
Edisi II
Indrakarona Ketaren
95
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
suatu daerah menjadi salah satu sumber keunikan tersendiri tersebut, seperti oleh-oleh makanan khas suatu daerah. 3.
GASTRONOMI & PARIWISATA
Makanan dan Pariwisata: Apa hubungannya ? Makan merupakan aspek integral dari pengalaman atraksi wisata. Hampir semua wisatawan makan. Wisata makan adalah bagian favorit dari rekreasi pariwisata, karena makanan adalah wakil dari budaya. Melalui makanan, motif wisatawan dibangun untuk mencintai budaya makan dan obyek wisata setempat. Makanan merupakan sarana penting untuk mengenal budaya masyarakat lain yang memungkinkan seorang tidak hanya mempelajari intelektual budaya dari makannya, tetapi juga cita rasa dan sensorik yang ada di dalam makanan itu sendiri. (Long, 1998). Makanan dan pariwisata memainkan peran penting dalam pertumbuhan ekonomi dan pelestarian budaya. Makanan adalah bagian dari budaya yang juga elemen utama dari warisan “global intangible heritage” yang menjadi daya tarik wisatawan. Hubungan antara makanan dan pariwisata merupakan platform pengembangan ekonomi masyarakat lokal serta pengalamannya membantu masyarakat mengangkat pemasaran budaya lokal setempat (Hjalager dan Richards, 2002; OECD, 2009 ). Makanan sangat penting, tidak hanya untuk kelangsungan hidup dan pembangunan daerah, tetapi juga untuk memberikan dasar bagi pengembangan industri kreatif, dimana di dalamnya masyarakat berinovasi dan mengembangkan konsep layanan baru. Pengalaman pariwisata dan budaya makanan di seluruh dunia merupakan sumber yang kaya akan keanekaragaman budaya, ekonomi dan sosial. Dalam beberapa tahun terakhir keterkaitan antara makanan dan pariwisata semakin banyak dibicarakan orang, khususnya wisata upaboga (gastronomi) yang semakin berkembang mendekati kenyamanan yang sudah terbiasa dengan pelayanan wisata boga (makanan). Mengapa wisatawan mencari makanan ala gastronomi ? Mengapa makanan inovatif dari keahlian memasak gastronomi yang buat wisatawan tertarik datang ? Mengapa bukan makanan tradisional (otentik / real) dari daerah yang dicari wisatawan ? Jawabannya karena ada "BUDAYA" yang membuat wisatawan lebih tertarik melakukan wisata upaboga (gastronomi) dibanding perhatian mereka selama ini tertuju kepada wisata boga (makanan) yang tidak memberi makna sejarah dan budaya apa-apa terhadap makanan yang dinikmati. Disamping itu makanan menjadi salah satu elemen penting dalam dun ia pariwisata, mengingat wisatawan menjadi salah satu pasar utama untuk bisnis masakan lokal (Dodd, 2011; Hjalager dan Richards, 2002 ). UNESCO pada tahun 2012 menyatakan keahlian memasak ala gastronomi merupakan warisan budaya intangible bangsa-bangsa di dunia yang di dalamnya memiliki elemen cerita sejarah dan budaya yang sangat kaya. Di dalamnya ada kisah dimana ahli masak mempersiapkan makanan dan berbicara tentang makanan itu sendiri. Adalah negara Perancis yang mempelopori pertama kali wisata upaboga (gastronomi) yang kemudian model itu diikuti negara-negara lain seperti Portugal, Belanda, Jerman, Itali, Spanyol, negara-negara Skandinavia, Peru, Meksiko, dan sebagainya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
96
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
"DNA suatu bangsa ditentukan melalui seni makanannya", begitu dikatakan gastrostars seperti Ferran Adria atau Rene Redzepi. Inovasi terhadap masakan tradisional yang otentik memberi inspirasi dan kreatifitas terhadap keaslian dunia masakan gastronomi. Oleh karena itu, Indonesia perlu mempertimbangkan pendekatan wisata upaboga (gastronomi) di masa depan agar kontribusi pertumbuhan dunia pariwisata bisa meningkat signifikan. Pemerintah perlu mendalami dan membuka lembaran catatan dari kisah-kisah seni keahlian memasak daerah dengan melakukan : i. Keterkaitan antara seni keahlian memasak yang tradisional dan inovasi ii. Mengorganisir atraksi keahlian memasak daerah ala wisata upaboga iii. Mensinergikan makanan, seni keahlian memasak, budaya dan pariwisata iv. Pengembangan model bisnis wisata upaboga dalam seni keahlian memasak v. Kontribusi dari sektor budaya, kreatif dan artistik dalam mengembangkan wisata upaboga a.
Wisata Kreatif
Obyek warisan (heritage) telah lama menjadi andalan pengembangan wisata dunia. Sebagai bagian dari budaya wisata, diperkirakan obyek heritage menyumbang sekitar 40% dari semua tujuan pariwisata internasional (Richards, 2007). Praktisi pariwisata mengakui objek heritage berkembang sedemikian rupa mengingat di dalamnya selain menyangkut warisan tangible menceritakan sisi intangible, seperti fitur budaya populer, tradisional dan seni keahlian memasak (Du Cros, 2013). Eurobarometer yang melakukan survey pada tahun 2014, mencatat unsur budaya merupakan alasan utama orang-orang Eropa pergi berlibur pada tahun 2013, meskipun dengan tingkat motivasi budaya yang bervariasi, yang mana di dalamnya meliputi antara lain fitur agama / kerohanian, seni keahlian memasak, seni dan kerajinan. Tidak mengherankan banyak tujuan wisata saat ini menempatkan obyek warisan (heritage) dan wisata budaya (cultural tourism) sebagai pusat program pembangunan dan pengembangan kepariwisataan mereka. Selain itu dengan kemunculan gaya wisata postmodern saat ini, kalangan masyarakat barat mengubah persepsi mereka terhadap warisan budaya dari yang sebelumnya hanya melihat sisa-sisa fisik warisan budaya di museum atau monumen, menjadi ingin mengetahui fitur sejarah dan interpretasi dari heritage, termasuk mengenai visi intangible dari budaya itu sendiri. Akibatnya ketertarikan kembali melihat pesona budaya masa lalu dari sisi tradisional semakin banyak dituntut oleh kalangan wisatawan saat ini. Pariwisata postmodern menekankan elemen ‘re-enchanting the world’ untuk mencari jawaban mengenai budaya warisan tradisional (adat istiadat & cara hidup maupun lainnya). Sebagai contoh 'dari mana makanan itu berasal & apa pesan maupun cerita dibelakang kerajinan tradisional itu’. Kesadaran ini telah mengubah wajah pariwisata budaya secara signifikan. Perlu diketahui unsur tradisi dalam pariwisata postmodern ditempatkan terakhir pada daftar aspek potensi menarik kunjungan wisatawan. Budaya dan warisan merupakan aspek utama yang sangat penting dari motivasi wisatawan datang ke tempat berlibur. Perubahan yang terjadi dalam wisata ala postmodern menyebabkan produk budaya dan warisan menjadi perhatian utama sebagai sumber inovasi pemasaran. Inovasi ini disebut sebagai proses kreatif, yang dalam bahasa sederhananya disebut sebagai ‘wisata kreatif’.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
97
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Keuntungan utama wisata kreatif adalah keunikannya dalam menyediakan sarana baru yang membedakan dari para pesaing lainnya, yakni produk budaya dan warisan tradisional. Kedua unsur ini penting karena kreatifitas adalah keterampilan yang selalu dihargai dalam masyarakat yang berpariwisata. Wisata kreatif menawarkan wisatawan kesempatan mengembangkan potensi kreatif mereka melalui partisipasi aktif dalam program belajar untuk mendapat pengalaman yang merupakan ciri khas tujuan kedatangan mereka. Wisata kreatif memiliki potensi menarik keterampilan lokal, keahlian dan tradisi dari berbagai daerah. Misalnya, turis ingin mempelajari tentang seni dan kerajinan, desain, seni memasak, menenun, alam, musik, tarian, bahasa, permainan tradisional dan sebagainya. Wisata kreatif juga memiliki kemampuan potensial dalam menggabungkan berbagai fitur budaya, antara lain budaya tradisional, budaya seni, budaya sejarah, budaya populer, budaya kontemporer dan budaya massa. Selain itu pariwisata jenis ini sering bergantung pada pelestarian dan konservasi budaya warisan. Ada sejumlah alasan mengapa wisata kreatif dapat meningkatkan pariwisata budaya (Richards, 2002) antara lain Mudah menciptakan nilai lebih karena kelangkaannya Dapat melakukan inovasi keunggulan produk baru yang relatif cepat Bersifat mobile karena pertunjukan seni dan karya seni dapat diselenggarakan dan dibuat hampir di mana saja, tanpa perlu infrastruktur khusus Kreatifitas adalah suatu proses yang sumber daya kreatifitasnya baru dan berkelanjutan serta tidak terdegradasi. • • •
•
Salah satu bagian penting dari wisata kreatif adalah seni keahlian memasak yang memiliki bentuk tangible dan sifat intangible terhadap novel (cerita), original (asli), dan nilai artistiknya (berseni). Keahlian memasak masuk dalam kategori industri kreatif yang aplikasinya dilakukan melalui ekonomi kreatif. Seni keahlian ini disebut sebagai gastronomi yang mempunyai potensi pariwisata di masa depan sebagai suatu bentuk nyata dari warisan dunia (Richards, 2012). UNWTO dan OECD merilis laporan mengenai hubungan antara pariwisata dan keahlian memasak (gastronomi) dimana menemukan makanan memberikan dasar untuk pengalaman wisatawan antara lain (Richards, 2012) : Menghubungkan budaya dan pariwisata Mengembangkan pengalaman makan Memproduksi makanan khas Mengembangkan infrastruktur penting untuk produksi pangan dan konsumsi Mendukung budaya lokal Makanan juga dapat memberikan dasar dari kegiatan branding dan pemasaran, termasuk kemitraan antara produsen makanan, restoran dan industri pariwisata Menetapkan standar untuk makanan lokal Menekankan daya tarik gaya hidup yang berhubungan dengan keahlian dan identifikasi memasak Mengembangkan restoran khusus • • • • • •
• •
•
Atraksi gastronomi telah lama diabaikan sebagai kebutuhan dasar bagi wisatawan budaya. Namun dalam dekade terakhir gambaran ini telah berubah secara substansial, seperti yang diperlihatkan dalam wisata kreatif yang diangkat dari keahlian memasak para 'gastrostars' seperti Ferran Adria, Joan Roca dan Carme Ruscallera. Gastronomi telah menjadi salah satu atraksi yang paling menarik dan terkemuka dalam daftar pemasaran wisata kreatif masyarakat barat. Edisi II
Indrakarona Ketaren
98
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Fakta bahwa gastronomi membantu memperkuat identitas lokal dan regional juga merupakan poin penting untuk pengembangan wisata kreatif. Turis sering mencari beberapa jenis kekhususan regional atau 'keaslian budaya' dari tempat tujuan, yang mana salah satunya bisa ditampilkan oleh gastronomi. b. Gastronomi Sebagai Identitas Dalam Mengembangkan Pariwisata
Makanan memiliki peran yang sangat penting dalam pengembangan jasa pariwisata, karena sering terjadi 30% atau lebih dari pengeluaran wisatawan diperuntukkan untuk makanan yang merupakan bisnis lokal masyarakat setempat. Mengintegrasikan budaya makanan dalam paket pariwisata dapat membantu meringankan kemiskinan. Ini merupakan suatu strategi pembangunan ekonomi untuk mendorong wisatawan berhenti, menghabiskan dan tinggal lebih lama di suatu lokasi kunjungan wisata. Turis semakin mencari identitas lokal, yang otentik dan novel dari tempat-tempat yang mereka kunjungi. Salah satunya melalui pengalaman makanan yang menjadi elemen khas brand image tradisi budaya setempat. Wisatawan umumnya mengunjungi suatu negara melalui versi yang disesuaikan, yakni untuk wisata sajian masakan. Kedatangan wisatawan adalah untuk mencari perbedaan dalam karakteristik "scapes” masyarakat setempat yang menyatukan budaya lokal, kreativitas dan makanan. Keaslian dan lokalitas dari pengalaman makanan yang di dapatkan merupakan artefak dari rute masa lalu ke masa depan. Konsumsi wisatawan akan makanan merupakan kontribusi terbesar untuk restoran lokal, warung / kedai makan, penjaja makanan jalanan dan industri makanan. Pentingnya masakan lokal, dicatat dalam survey Torres dimana 46% makanan yang dikonsumsi para wisatawan asing adalah masakan lokal, sedangkan pengeluaran harian pada makanan lokal oleh turis adalah lima kali lebih besar dari rata-rata masyarakat setempat (Torres, 2002). Dengan semakin meningkatnya persaingan pariwisata secara global, semakin penting tampilan produk budaya lokal baru dalam menarik lebih banyak wisatawan. Selama ini andalan utama pariwisata negara-negara berkembang hanya keunggulan terhadap keindahan alam, peninggalan budaya arsitektur kuno, seni kerajinan tangan, seni pakaian tradisional, maupun acara-acara adat lengkap dengan seni tarian tradisionalnya. Ada produk lokal lain yang jarang disentuh, yang salah satunya adalah budaya gastronomi. Produk ini mempunyai peran sangat signifikan dan strategis, tidak hanya karena makanan memberi pengalaman sensorik bagi wisatawan, tetapi juga karena seni keahlian memasak telah menjadi sumber penting dari pembentukan identitas masyarakat post-modern. Semakin banyak pengalaman ‘we are what we eat’, semakin mendalam ketajaman mengetahui seni masakan setempat, bukan hanya dalam arti fisik, tetapi juga karena mampu mengidentifikasi jenis tertentu dari makanan yang dinikmati. Di negara barat gastronomi telah berkembang menjadi pilihan utama wisatawan yang memotivasi perjalanan ke suatu negara. Di bawah ini akan disampaikan hubungan antara seni budaya lokal gastronomi dengan perilaku pariwisata hasil pembicaraan dalam konferensi ATLAS Tourism and Gastronomy Group di Lisbon, Portugal bulan September 201 5. Bagi wisatawan dari negara-negara Skandinavia, Belanda, Jerman dan Inggris, menikmati seni masakan lokal ala gastronomi adalah acara liburan yang paling penting kedua setelah menikmati keindahan alam. Di negara seperti Portugal seni masakan ala gastronomi jauh lebih bermakna dibanding obyek wisata lainnya, dimana lebih dari 40% wisatawan asing mengatakan sensorik gastronomi merupakan pengalaman yang tidak bisa dilupakan sama
Edisi II
Indrakarona Ketaren
99
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
sekali. Angka ini lebih rendah dibanding pariwisata di Perancis, Spanyol dan Italia yang masih di atas 45% untuk semua jenis wisatawan. Minat wisatawan barat terhadap masakan lokal ala gastronomi tampaknya semakin tinggi dan umumnya hasrat itu terpulang dari kelompok usia wisatawan yang datang. Wisatawan yang berusia 50 atau lebih tua memiliki tingkat tertinggi terhadap masakan lokal ala gastronomi. Angka itu berkisar di 52%, apalagi bagi mereka khususnya yang datang tanpa membawa sanak keluarga. Sedangkan bagi wisatawan yang berusia 30 - 48 tahun berkisar di angka 32%. Bagi anak-anak, masakan lokal masih belum menjadi pilihan utama dan angka itu masih berkisar 16%. Data ini didapat dari hasil random acak dengan tidak melihat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat pendidikan, jenis kelamin, pekerjaan atau status. Namun yang pasti semakin tinggi strata ekonomi kelompok wisatawan, semakin besar minat mereka mendapatkan pelayanan yang baik terhadap kenikmatan budaya masakan lokal. Selain mendapatkan kenikmatan sensorik seni masakan ala gastronomi, ada potensi lain yang turut memberi sumbangan kedatangan wisatawan ke suatu neg ara, yakni ketersediaan produk souvenir khas gastronomi. Penelitian yang dilakukan EUROTEX dalam proyek kerajinan pariwisata di Yunani, Finlandia dan Portugal (Richards, 1999) menunjukkan bahwa 84% wisatawan asing membeli souvenir makanan atau minuman untuk dibawa pulang. Produk souvenir ini sangat penting sebagai cendera buah tangan karena relatif murah dan mudah untuk dibawa. EUROTEX menyatakan souvenir khas gastronomi memiliki nilai yang sangat tinggi. 45% wisatawan menyatakan souvenir yang mereka beli sangat berguna. Dengan demikian, seni masakan ala gastronomi merupakan pilihan utama masyarakat barat dalam melakukan wisata. Gastronomi menjadi pilihan dari liburan mereka dalam mencari kemewahan dan kenyamanan ke suatu negara. Tidak heran, "gastronomic tourism" selalu didengungkan negara-negara di Eropa dan Amerika dalam paket promosi kepariwisataan mereka. Bagi masyarakat barat, daya tarik gastronomi memberi nuansa kenikmatan terhadap seni masakan lokal dari perjalanan yang dilakukan. Disini terlihat ada korelasi yang kuat antara keahlian memasak dengan mereka yang mencari kemewahan dalam kenyamanan berlibur. Untuk itu, negara-negara barat sudah mampu mempromosikan keahlian memasak ala gastronomi sebagai identitas wisata dari negara mereka. c.
Wisata Gastronomi
Pada prinsipnya semua wisatawan harus makan dengan selera atau membuat makanan yang ada menjadi perhatian khusus bagi mereka yang berkunjung. Wisata upaboga (kata lain dari gastronomi) adalah cara untuk mengenal kota melalui makanannya atau kata lainnya pelancong bisa menjelajahi kota yang dikunjungi melalui seni makanan yang dimiliki masyarakat setempat. Wisata makan ala gastronomi memberi pelawat sudut pandang baru, selain diperkenalkan dengan obyek tamasya, mereka dipertemukan dengan khazanah seni keahlian makanan lokal yang tidak pernah diketahui sebelumnya. Wisata upaboga menjadi gaya baru dalam dunia pawisata masyarakat barat yang merupakan sebagai bagian dari pariwisata kreatif. Sudut pandang pelawat dibawa ke dunia untuk menikmati seni makanan gastronomi selain menjelajahi obyek wisata (Crouch, 1999), bahkan menjadi pengalaman yang tak terlupakan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
100
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bagi pengunjung Eropa & Amerika, wisata gastronomi menceritakan sejarah yang tersembunyi dibalik makanan. Budaya kenapa sajian makanan lokal itu dikonsumsi masyarakat setempat dan bagaimana metoda memasaknya (Lee, K.H.; Scott, 2015). Wisata makan ala gastronomi sama pentingnya dengan obyek wisata seperti keindahan alam, obyek bersejarah dan seni budaya tradisional lainnya (pakaian, kerajinan tangan maupun tarian). Makan ala gastronomi merupakan bagian integral dari pariwisata masyarakat barat, dimana dampaknya memiliki efek ekonomi yang signifikan dalam rantai pasokan (supply chain) domestik mereka. Orientasi turis merespons presentasi upaboga dianggap keberhasilan yang tinggi, mengingat komponen sehat dari keahlian memasak merupakan dimensi utama dalam menilai makanan yang disajikan. Studi pariwisata makanan telah muncul dalam beberapa dekade terakhir, dengan fokus pada tujuan makan ala gastronomi. Wisatawan upaboga mengalami pengalaman sensorik dan indrawi yang lengkap, terutama dari segi rasa dan kebersihan makanan (Cohen dan Avieli 2004). Perlu diketahui ada tiga jenis pelancong yang me lakukan wisata yakni : Turis sehat-budaya Turis wisata budaya Turis wisata umum. • • •
Klasifikasi turis sehat-budaya selalu menjadikan menu makanan ala gastronomi sebagai bagian dari kepuasan perjalanan mereka dalam mempelajari identitas budaya masyarakat setempat (Lee, K.H.; Scott, 2015). Melalui makanan, wisatawan sehat-budaya terlibat dengan lingkungan dimana kunjungan berlangsung, mengingat keahlian memasak gastronomi adalah bagian dari sejarah budaya, sosial dan ekonomi dari negara dan rakyat yang mereka kunjungi. Wisata makan ala gastronomi mencerminkan gaya hidup masyarakat dari wilayah geografis yang berbeda dalam memperkuat tradisi dan modernitas kota yang dikunjungi, karena seni keahlian memasak adalah sesuatu yang berakar pada budaya dan tradisi masyarakat setempat. (Mitchell, R, 2006). Oleh karena itu, makanan lokal ala gastronomi bisa memberikan nilai tambah kepad a destinasi kota wisata dan dapat berkontribusi dalam daya saing daerah geografis yang dikunjungi. Banyak peneliti menganjurkan setiap negara / wilayah / kota harus mempromosikan makanan sebagai daya tarik kegiatan dari sebagian besar wisatawan. Keahlian memasak gastronomi melibatkan pertukaran pengetahuan dan informasi tentang orang-orang setempat, budaya, tradisi dan identitas lokal yang dikunjungi (Ignatov, E & Smith, S., 2006). Wisata makan ala gastronomi bersinergi dengan pariwisata melaui empat aspek (Tikkanen, 2007) : i. Sebagai daya tarik untuk mempromosikan destinasi wisata. ii. Sebagai komponen produk dimana gastronomi (atau upaboga) menggali rute konstruksi desain makanan (oenological) iii. Sebagai pengalaman baru dalam menyikapi cita rasa makanan yang berbeda iv. Sebagai fenomena budaya yang didasarkan pada kenikmatan seni makanan yang baru
Edisi II
Indrakarona Ketaren
101
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
d. Kepentingan Wisata Makan Ala Gastronomi Michael Symons dalam bukunya 'Gastronomic Authenticity and Sense of Place' (1999)
mengatakan bahwa : "Masakan adalah ruang lingkup kerja gastronomi yang juga tercakup di dalamnya mengenai pariwisata. Kajian gastronomi (keahlian memasak) membantu masyarakat memahami tentang esensi tata boga (seni mengolah masakan) dalam kaitannya dengan pariwisata. Sedangkan menurut Moulin, C., dalam bukunya berjudul " Gastronomy and Tourism" (2000) mengatakan : Gastronomi secara umum masih kurang mendapat peringkat (under-rated), kurang terwakili (under-represented ) dan kurang dihargai (under-valued ) dalam dunia pariwisata. Sebagian besar pelaku bisnis perhotelan (hoteliers) dan pengusaha industri restaurant (restaurateur), termasuk para pemangku otoritas kepentingan pariwisata (pemerintah), masih mengabaikan hubungan antara gastronomi dan pariwisata. Padahal gastronomi memberi petunjuk, bimbingan, standard dan prinsip-prinsip terbaru yang diperlukan dalam menyediakan atau mempersiapkan bahan-bahan baku yang bisa diubah menjadi menu makanan di atas meja. Lebih lanjut Moulin berpendapat, di saat tata boga (seni mengolah masakan) konvensional menjadi jenuh dan kurang punya daya tarik, disitu arus wisatawan akan menurun. Tatkala itu terjadi, gastronomi punya peran yang justru bisa meningkatkan kembali aliran wisata, dengan mengubah pola penampilan berbagai ragam macam masakan daerah menjadi lebih menarik. Pariwisata identik dengan hoteliers dan restaurateur. Tanpa wisata tidak ada bisnis perhotelan dan industri restaurant. Bandul kerja pendulum antara ketiganya harus bisa seimbang untuk kepentingan meningkatkan ekonomi negara yang salah satu kepiawaian itu adalah kepandaian mengolah tata boga (seni mengolah masakan). Gastronomi adalah salah satu kepandaian dari dunia hoteliers dan restaurateur. Pendekatan konvensional yang meletakkan gastronomi sebatas kegiatan festival semata perlu diubah pemikirannya, karena gastronomi bukan sebatas perayaan saja, tapi merupakan prinsip-prinsip baru dalam penyajian seni mengolah makanan yang mempunyai nilai sejarah, budaya, geografis dalam metoda memasaknya. Apalagi merujuk seni, musik dan tarian sebagai "sumber daya wisata budaya' juga perlu diperlebar dengan memasukan gastronomi sebagai salah satu acuan narasumber parawisata. Sekian puluh tahun berbagai pendapat bermunculan menyimpulkan gastronomi seperti subjek yang dangkal. Faktanya gastronomi tidak bisa diremehkan pentingnya dalam industri pariwisata. Minat berwisata muncul dari salah satunya keinginan untuk menikmati makanan yang penyajiannya harus me mpunyai nilai gastronomi. Hoteliers, restaurateur dan pemangku otoritas kepentingan pariwisata di dunia barat mulai meletakkan gastronomi dalam urutan pertama untuk meningkatkan daya tarik wisata negara mereka, dengan cara sajian yang dihidangkan menceritakan preferensi gastronomi bangsa dari negara bersangkutan. e.
Wisata Gastronomi & Wisata Boga
Di bawah ini akan dijelaskan perbedaan antara wisata gastronomi dan wisata boga, yakni : i. Wisata gastronomi (gastronomic tourism) : Wisatawan yang berkunjung didorong faktor utamanya oleh motivasi untuk mengenal dan mempelajari sejarah & budaya makanan setempat, selain melihat obyek alam, obyek budaya dan obyek bersejarah. ii. Wisata boga (culinary tourism) : Wisatawan yang berkunjung sebatas mencari dan menikmati makanan (biasanya boga lokal dan ada kalanya non-lokal) tanpa perlu mengenal dan mempelajarinya sejarah & budaya. Bagi pelancong obyek alam, obyek budaya dan obyek bersejarah, bukan opsi utama d ari kunjungan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
102
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Contoh wisata gastronomi adalah Bali dan Yogyakarta, dua destinasi yang cukup banyak menarik didatangi pelawat manca negara, mengingat kedua kota ini dikenal memiliki obyek wisata yang beraneka ragam seperti keindahan alam, obyek bersejarah dan seni budaya tradisional lainnya (pakaian, kerajinan tangan maupun tarian). Aneka boga makanan Bali dan Yogyakarta sudah mampu menarik perhatian wisatawan asing, walaupun kemasan gastronominya masih belum banyak ditampilkan yakni kemampuan untuk menceritakan sejarah, budaya, geografis, metoda memasaknya. Sedangkan pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan boga makanannya cukup baik, termasuk performa dari teknik tata saji ( food plating ) dan presentasinya (table setting ). Contoh wisata boga adalah kota Bandung walaupun sampai saat ini Pemdanya tidak mempromosikan kota kembang itu sebagai destinasi wisatawan, setiap tahunnya jumlah wisatawan meningkat. Pada tahun 2015 sudah didatangi 6 juta turis yang 20% diantaranya adalah wisatawan asing. Kota Bandung dikenal dengan aneka ragam makanannya (lokal & non lokal) dan kebanyakan pelawat datang untuk melakukan wisata boga karena obyek wisata alamnya bisa dibilang tidak banyak. Obyek wisata Bandung ada disekitar kabupaten Bandung. Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan boga makanan di kota Bandung cukup baik, termasuk performa dari teknik tata saji (food plating ) dan presentasinya (table setting ). Hanya saja kemasan gastronominya belum terlihat yakni dalam kemampuan hoteliers dan restaurateur menceritakan sejarah, budaya, geografis, metoda memasak sajian yang ditampilkan. f.
Pertumbuhan Wisata Boga Di Benua Barat
Dari catatan survei pelancong yang dilakukan The International Culinary Tourism Association Amerika Serikat pada tahun 2007, diketahui 17% dari jumlah pelawat domestik negara itu hanya bertujuan untuk wisata boga. Diperkirakan angka itu akan tumbuh pesat 3 kali lipat di tahun-tahun mendatang. Sedangkan menurut catatan koran USA Today di tahun 2009, sekitar 27 juta penduduk Amerika Serikat berwisata domestik hanya untuk kepentingan boga. Di Inggris, wisata boga diperkirakan memberi sumbangan terhadap produk domestik bruto negara itu sebesar hampir $ 8 miliar per tahun. Wisata boga adalah segmen pariwisata yang pertumbuhan sangat pesat di benua barat, dan biasanya wisata gastronomi mengikuti trend itu yang dikombinasikan dengan kegiatan lain seperti wisata budaya, bersepeda, berjalan, dan lain-lain. The International Culinary Tourism Association memperkirakan rata-rata wisatawan domestik menghabiskan biaya sekitar $ 1.200 per perjalanan, dimana sepertiganya (36% atau $ 425) berhubungan dengan belanja makanan. Bahkan untuk kedepannya diperkirakan cenderung akan menghabiskan jumlah yang cukup signifikan dan lebih tinggi dari sebelumnya (yakni sekitar 50%) untuk yang berhubungan dengan makanan. Bagaimana dengan catatan statistik wisata makan di Indonesia. Apakah sudah ada penelusuran sejauh mana daya tarik makanan lokal memberi sumbangan terhadap pariwisata. Apakah wisatawan asing atau lokal datang ke suatu destinasi kota wisata karena obyek makanan atau non-makanan. Sejauh yang diketahui belum ada data angka statistik mengenai sumbangan sektor makanan dalam dunia pariwisata, mengingat data ini perlu untuk mengetahui p eta wisata Indonesia.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
103
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pelaku boga di Indonesia bukan hanya hoteliers dan restaurateur. Ada pelaku lain yakni warung makan sederhana dan warung kaki lima yang jumlahnya cukup signifikan yakni hampir 60% dari total angka UKM (usaha kelompok kecil dan menengah). Pilihan masyarakat kebanyakan pada sektor ini, karena masyarakat masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir. Memang bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak, kejangkau secara ekonomi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam. Oleh karena itu, sensus na sional mengenai makanan terhadap pariwisata perlu dilakukan, baik itu untuk mencatat data pelaku hotel, restoran, warung makan sederhana dan warung kaki lima. Bagaimana sumbangannya mereka terhadap dunia wisata daerah dan berapa besar daya tarik dan jumlah wisatawan berkunjung ke tempatnya. Dari kajian statistisk ini bisa nanti diklasifikasikan kota-kota mana di Indonesia dapat dikategorikan sebagai destinasi wisata gastronomi dan wisata boga. Dalam perjalanan ke berbagai daerah, sepertinya (mungkin saya salah), hanya obyek alam, obyek budaya dan obyek bersejarah yang dipasarkan promosi di negeri ini. Belum ada promosi wisata gastronomi dan wisata boga yang bisa menjadi andalan utama pemerintah daerah maupun pemerintah pusat. Bandung bisa menjadi contoh bagaimana kota itu begitu gencar dan kreatif memasarkan wisata boga sebagai andalan promosi daerahnya. Setiap akhir pekan orang Jakarta datang ke kota Bandung hanya untuk makan. Datang pagi dan pulang malam atau keesokan hari, hanya untuk menikmati aneka kreasi makanan lokal dan non lokal maupun souvenir makanan yang ada di setiap pelosok jalan kota. Jumlah itu sudah mencapai 125 ribu setiap minggu di tahun 2015. Namun yang pasti untuk menjadikan makanan sebagai obyek pariwisata, diperlukan juga keterlibatan pemangku / otoritas terkait memberi pelatihan, bimbingan, penyuluhan dan pendidikan yang intensif kepada pelaku boga di seluruh daerah agar makanan yang mereka masak dan jual bersih, penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya, seakan-akan seluruh panca - indra konsumen juga ikut makan. Sejauh ini diketahui Pemerintah hampir tidak pernah menyentuh mereka. Padahal mereka adalah pelaku usaha dan jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka adalah pelaku utama yang harus menafsirkan terus - menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen. Perlu diingat bahwa sektor makanan bisa memberi sumbang besar terhadap PDB (produk domestik bruto) masing-masing daerah disamping dapat membuka lapangan kerja baru. g. Wisata Gastronomi Indonesia
Pertama-tama jika bicara tentang Indonesia kita harus paham apa yang membedakan wisata makan ala gastronomi dengan wisata makan di negeri ini. Dari cita rasa masakan memang tidak berbeda, namun dari pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilan adalah ukuran yang memilah wisata makan ala gastronomi dengan wisata makan. Kebanyakan pelancong domestik terbiasa dengan wisata makan, karena masakan di negeri ini kaya akan cita rasa yang kebanyakan diperjual-belikan di warung makan sederhana atau warung kaki lima di jalanan, terlepas apakah pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilannya kurang baik.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
104
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bagi kebanyakan masyarakat Indonesia, rasa dan kelezatan yang menjadi pilihan utama, yang penting enak, kejangkau secara ekono mi dan tidak perlu mengikuti standard macam-macam. Terhadap makanan, kebanyakan masyarakat Indonesia masih belum modis dan trendi. Mereka masih melihat "apa adanya" dan bangga terhadap seni masakan tradisional yang tidak perlu di "up to date" penampilannya secara mutakhir, walaupun tidak menafikan ada kalangan tertentu yang selalu mengkikuti perkembangan jaman mengenai dunia seni masakan dengan gaya dan modul gastronomi kebaratan. Oleh karena itu, jika negeri ini mau bicara soal wisata makan dan atau wisata makan ala gastronomi, harus terstandard dengan baik, karena bagi pelancong asing ukuran itu menjadi pertimbangan utama dalam mencari pengalaman baru terhadap seni masakan Indonesia. Jangankan membangun industri wisata makan ala gastronomi, wisata makannya saja masih belum tertata dengan baik. Di kebanyakan ibu kota - ibu kota propinsi, kabupaten dan kota, masih belum terlihat niat itu dilakukan. Memang bagi kota-kota besar sudah memiliki namun tidak merata sehingga pilihannya tertentu. Apa yang penting ditata dalam wisata makan ? Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilannya harus dikelola dengan standard yang baik. Tidak perlu infrastruktur yang mahal tetapi yang penting bersih dan menarik untuk dikunjungi pelawat asing maupun domestik sehingga rasanya enak menjemput selera pelancong untuk datang. Saat ini pemilik warung makan sederhana dan warung kaki lima belum mempunyai keahlian dalam mengelola tempat makannya. Beberapa pengalaman hasil kunjungan ke daerah memperlihatkan masih belum banyak pengelola yang paham mengenai standard suatu restoran atau rumah makan, sehingga daya tarik wisatawan untuk mengunjunginya disebabkan tidak ada pilihan lain. Standard pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi dan penampilan merupakan komponen penting untuk wisatawan datang berkunjung ke rumah makan selain pemasarannya sendiri melalui berbagai cara. Sudah saatnya Pemerintah perlu terlibat dalam urusan ini, dengan memberi pelatihan, bimbingan, penyuluhan dan pendidikan kepada pemilik dan pengelola warung makan sederhana atau warung kaki lima di seluruh Indonesia, agar makanan yang mereka masak dan jual bersih, penampilannya, mengundang selera, dan rasanya enak. Jika melihatnya, seakan-akan seluruh panca - indra kita juga ikut makan. Sejauh ini diketahui Pemerintah belum maksimal menyentuh mereka. Padahal warung makan sederhana dan warung kaki lima adalah pelaku usaha dan jejaring penentu agar makanan sampai di mulut konsumen. Mereka adalah pelaku utama yang harus menafsirkan terus menerus pergerakan selera dan budaya baru konsumen. Sampai saat ini belum terlihat ada wisata gastronomi di Indonesia, walau tidak menafikan ada kalangan terbatas melakukannya dengan pelancong asing berdasarkan orderan artinya dilakukan secara tidak kontinyu dan bersifat sebagai gastronomic luxury bagi kalangan wisatawan kaya raya. Wisata gastronomic luxury bukan pariwisata massal karena jumlah rombongannya kecil, meski efisiensi dalam membayar cukup tinggi, semahal berapa pun pengalaman sensorik seni masakan tradisional lokal dan hospitality yang mereka bisa dapatkan. Wisata makan ala gastronomi yang dimaksud disini bukan gastronomy luxury tetapi gastronomi populer (umum) yang menggunakan produk lokal dan resep tradisional sebagai cakupan artistik seni fusion masakan yang kerap dipakai kalangan masyarakat gastronomic
Edisi II
Indrakarona Ketaren
105
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
connoisseur. Pelawatnyanya cukup besar terbagi dalam kelompok traveling yang diorganisir oleh biro-biro perjalanan pa riwisata. Komunitas gastronomi populer berasal dari segala lapisan masyarakat yang mencari, mendapatkan dan menikmati kesenangan melalui makanan dengan melihat persiapan sajian yang dihidangkan, kemudian membahas sejarah, budaya, geografis dan metoda memasaknya. Pelayanan, dekorasi, sanitasi, presentasi, peranti saji dan penampilan merupakan komponen utama dalam wisata gastronomi. Selain itu dan yang paling penting adalah bagaimana performa dari teknik tata saji (food plating) dan presentasi tata mejanya (table setting). Cerita sejarah, budaya, geografis, metoda memasak, tata saji dan tata mejanya merupakan kunci dari makan ala gastronomi yang umumnya kurang banyak diperhatikan dalam wisata makan.
BAGIAN III : MAKANAN NUSANTARA ".. makanan punya kisah .." (.. food has its tale .. cibus habet fabula ..) .. baik itu mengenai falsafah, filosofis, sejarah maupun perilaku budaya yang menjadi simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal masyarakat setempat serta pembentuk karakter, jati diri serta ciri identitas suatu bangsa .. (Beta)
BAB VII BEBERAPA NASKAH KUNO NUSANTARA TENTANG MAKANAN 1. a.
NASKAH JAWA Serat Centini
Serat Centhini atau juga disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga, merupakan salah satu maha karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru yang ditulis pada periode tahun 1814 sampai dengan tahun 1823 dengan menggunakan bahasa dan huruf Jawa. Serat Centhini merupakan ensiklopedi kehidupan masyarakat Jawa pada waktu itu, termasuk warisan masakan yang terabadikan didalamnya sebagai bentuk kebudayaan. Naskah asli Serat Centhini tersimpan di Perpustakaan Keraton Surakarta. Serat Centhini ditulis oleh tim penulis yang dipimpin oleh KGPAA Hamangkunegara III kelak menjadi Sunan Paku Buwana V yang anggota tim terdiri dari : Kiai Ngabei Ranggasutrasna, Kiai Ngabei Yasadipura II dan Kiai Ngabei Sastradipura. Serat Centhini dapat dikatakan karya spektakuler – maka tidak heran jika karya ini disebut ensiklopedia budaya Jawa yang menguraikan tentang berbagai macam cabang ilmu atau bidang ilmu tertentu. Serat Centhini menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak punah dan tetap lestari sepanjang waktu yang disampaikan dalam bentuk tembang dan penulisannya dikelompokkan menurut jenis lagunya. Meliputi kehidupan orang Jawa lahir dan batin, filsafat, kebathinan, agama, tradisi, kekayaan alam, adat, makanan tradisional, kepercayaan, kesenian, ramuan jamu atau obat tradisional, jenis-jenis tanaman hingga ke persoalan kisah percintaan (kamasutra). Rentang wilayah yang diceritakan dalam Serat Centhini adalah Pulau Jawa meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Mataram dan Jawa Timur. Pada buku Serat Centhini, makanan tidak hanya dihidangkan pada saat makan utama saja, tetapi juga dihidangkan untuk berbagai peristiwa seperti kenduri, hajatan, jamuan untuk tamu, pesta pernikahan, puputan anak,kesenian,gotong royong dan sebagainya. Edisi II
Indrakarona Ketaren
106
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Makanan yang dihidangkan meliputi makanan utama, lauk pauk hewani maupun nabati, kudapan basah maupun kering, minuman dan bermacam-macam buah-buahan. Di dalam Serat Centhini disebut ratusan jenis masakan, di antaranya 40 macam variasi nasi, 31 macam sayuran, 148 lauk pauk, 117 macam makanan camilan dan 46 ma cam sambal. 40 macam variasi makanan pokok orang Jawa yang kesemuanya bermuara pada nasi, disebut masa itu dengan kata sega dan sekul. Kata sekul telah dipergunakan sejak jaman Jawa kuno sebagaimana disebutkan dalam beberapa prasasti. Kalau disimak catatan Serat Centhini dengan melihat hiruk pikuk kemunculan berbagai jenis masakan atau makanan modern saat ini, maka makanan “tempo doeloe” yang dikenal dengan sebutan jajanan pasar ternyata tetap saja eksis sam pai sekarang. Terutama di kalangan masyarakat Jawa, contohnya sampai saat ini jajanan pasar masih dilestarikan, diuri-uri. Lihat saja upacara panen raya, atau pesta pernikahan, pindah rumah dll, jajanan pasar tidak ketinggalan dijadikan sebagai bagian dari uba rampe ritual. Sebenarnya, dalam catatan Serat Centhini, yang apa kemudian dikenal sebagai jajanan pasar, merupakan hidangan untuk berbagai peristiwa penting seperti perjamuan makan tamu, pesta pernikahan, puputan anak, kematian, gekar kesenian, bergotong royong dan sebagainya. Makanan yang dihidangkan meliputi makanan utama dan berbagai jenis lauk pauk hewani maupun nabati, kudapan basah maupun kering, minuman dan aneka buah-buahan. Dilain hal dalam catatan Serat Centhini diceritakan bahwa kebanyakan masyarakat mengkonsumsi hasil bumi dan karangkitri berupa pala kependhem (umbi-umbian), pala gemantung (buah-buahan) dan pala kesimpar (buah di atas permukaan tanah). Selain bahan pangan, di pekarangan juga tersedia sirih, obat herbal dan bunga yang digunakan sebagai penghias dan pengharum lingkungan seperti : anggrek bulan, wora-wari, kenanga, cempaka, melati, menur dan bunga dangan. Kolam di sekitar rumah hampir selalu ada di setiap lokasi yang diceritakan dalam Serat Centhini. Dari kolam dan sungai masyarakat membudidayakan dan menangkap ikan konsumsi. Jenis ikan yang sering dikonsumsi meliputi ikan kolam (tambra, gurameh, wader dan lele), ikan sungai dan ikan laut (kalarung, tengiri, wagal). Pada jaman itu, masyarakat telah mengenal, memiliki dan membudayakan pola makan tiga kali sehari yaitu sarapan, makan siang, dan makan malam. Diantara waktu makan dalam sehari, biasanya tersaji aneka kudapan kering maupun basah, gurih dan manis. Sedangkan minuman yang dihidangkan biasanya minuman hangat, berupa sari nabati (air tebu, teh, kopi, wedang bunga srigading, minuman blimbing wuluh, minuman bunga tempayang, minuman bunga sridenta, wedang jahe, wedang daun kemadhuh, wedang temulawak) minuman keras berupa arak dan tampo (minuman keras tape), susu, legen, air kelapa, cao, dawet, tajin dan ronde. Makanan tidak sekedar dimakan agar kenyang tetapi ada beberapa maksud seperti ”berkat” adalah mengingatkan yang sedang makan untuk selalu mengingat yang di rumah denga n cara membawa makanan pulang dan diberikan kepada keluarga di rumah. Dalam kehidupan masyarakat apabila ada kenduri, selamatan atau hajatan lain, para tetangga dan teman yang punya hajat diundang un tuk berdoa dan makan bersama atau kembulan. Kondangan, itulah istilah yang digunakan untuk menyebut aktifitas mendatangi tetangga atau teman yang sedang punya h ajat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
107
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Setelah semua makan dan pesta usai, para tamu undangan yang kondangan ini diberi buah tangan oleh tuan rumah yang disebut “berkat”, adalah mengingatkan yang sedang makan untuk selalu ingat kepada yang di rumah dengan cara membawa makanan pulang dan diberikan kepada keluarga di rumah. Selain “berkat”, dikenal pula makanan “punjungan” yaitu makanan yang dikirim kepada orang yang lebih tua dan dihormati. Ada juga makanan yang disebut “ulih-ulih”, yakni nasi dan lauk pauk untuk mereka yang terlibat among gawe. ”Ulih-ulih” adalah ungkapan rasa terima kasih yang diberikan dalam bentuk nasi dan lauk pauk kepada mereka yang datang pada keluarga atau tetangga yang punya hajat. Pada Serat Centhini diceritakan bahwa makanan tidak hanya dihidangkan pada saat makan utama saja, tetapi juga pada peristiwa-peristiwa penting lainnya. Disebutkan pula sajian makanan khusus juga diberikan kepada tetamu yang datang ke rumah. Hidangan ini terdiri dari makanan pokok, lauk pauk, minuman dan aneka buah. Makanan utama yang biasanya disajikan bisa berupa nasi liwet, nasi tumpeng, nasi uduk, nasi golong, nasi ketan, nasi megana, nasi kebuli dan nasi jagung. Beras yang digunakan adalah beras gaga baik yang merah maupun putih. Lauk pauk yang dihidangkan meliputi lauk hewani meliputi ayam panggang, ayam goreng, sate ayam, age, dendeng goreng, dendeng bakar, empal, rempah, besengek, bekakak, pepes ikan, gulai kambing, mangut, telur asin dan opor. Lauk pauk nabati meliputi sayur bening, sayur lodeh, brongkos, pecel, gudangan, gudeg, bongko, kemangi, timun, sambal goreng, sambal bawang dan sambal kacang. Minuman yang dihidangkan untuk tamu adalah minuman yang hangat maupun yang segar seperti teh, kopi, air putih, legen, air kelapa, wedang temulawak, wedang jahe, wedang seruni dan minuman blimbing wuluh. Pada umumnya minuman dihidangkan bersamaan dengan kudapan seperti putu, carabikan, mendut, semar mendem, aneka jenang, wajik, gembili, lemper, brem dan pipis kopyor. Adapun buah-buahan yang dihidangkan sebagai pencuci mulut adalah jeruk keprok, duku, manggis, kokosan, pakel, durian, salak, kepundhung, pijetan, duwet dan srikaya. Dalam salah satu kisah di Serat Centhini berjudul Ki Damarjati, Kepala Desa Prawata bagian 30 Menyiapkan Jamuan, menceritakan kedatangan R. Jayengresmi dengan Gatak Gatuk ke Desa Prawata. Ki Damarjati menyuruh istri dan anaknya, Wara Surendra pergi ke ladang dan memetik tanaman hasil bumi. Wara Surendra memetik jambu dersana, manggis, kepel, kokosan, rambutan, duwet putih, salak, delima dan pelem madu. Ia menyediakan masakan berupa sayur bening, sambal jagung, sayur menir, pecel dengan ayam muda, aneka sayuran mentah, betutu ayam, ikan gabus asin, ayam goreng betina, acar dari bawang putih dan mentimun kecil. Ia juga menyediakan makanan kecil seperti criping ubi kayu, criping linjik (jenis ketela), pisang goreng memakai gula, criping ketela, putu tegal, mendut, semar mendem, nasi yang lunak, nasi ayam jago dan karag gurih. Sedangkan minuman yang disajikan berupa kopi gula tebu disaring dengan tapas (jaringan pada pangkal pelepah daun kelapa) dan air panas seduhan daun belimbing wuluh.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
108
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Dalam kisah berjudul Ki Wargapati Kepala Desa Bogor : Singgah di Bogor, dijamu serba ikan tambra, menceritakan tentang Jayengresmi yang singgah di rumah Ki Wargapati. Ki Wargapati lalu memukul kentongan untuk mengumpulkan segenap keluarganya menyambut kedatangan tamu yang istimewa di rumahnya. Segera dihidangkan nasi lengkap dengan lauk-pauknya berupa masakan ikan tambra, seperti : lemeng tambra, gesek tambra, kolak tambra, asem-asem tambra, telur tambra, pepes tambra, acar tambra, ati tambra, gecok tambra, tambra diasinkan, tambra goreng, abon, semur tambra, sambel goreng tambra, urip-urip tambra dengan sambe l uleg dan lalapnya. Selain itu, Centhini juga menjabarkan bagaimana cara menanak nasi yang baik dan benar. Ada nasi n asi yang yan g dimasak dima sak dengan d engan kuali yang ya ng diberi dib eri air yang kemudian kemudia n disebut dise but dengan de ngan nasi liwet, liwe t, ada pula nasi yang dinanak di dalam bambu yang sudah dicampur dengan bumbu-bumbu. Tidak hanya itu, jenis padi yang sering dihadangkan kepada tamu yang datang pun tak lupa dicatat dengan lengkap. Serat Centhini sebagai karya masterpiece Sultan Paku Buwana V (1820-1823) ternyata memberikan data-data penting tentang makanan tradisional Jawa tempo dulu. Berbagai macam nama makanan dan minuman yang disebutkan menunjukkan betapa kayanya makanan tradisional dan teknik pengolahan makanan Jawa tempo dulu. Kisah-kisah makanan ini kebanyakan terjadi di tengah-tengah kisah p erjalanan para keturunan Sunan Giri, yang notabene adalah tokoh dalam kitab tersebut. Secara tersirat, informasi mengenai masakan itu bersumber dari dua cara. Pertama ketika si tokoh utama kemalaman di tengah jalan sehingga harus menginap di sebuah rumah. Kedua, informasi itu datang dari para tuan rumah yang secara tidak sengaja menceritakan perihal sesaji yang ada di tiap upacara. Meskipun hanya menghadirkan masakan-masakan pedesaan, itu membuktikan bahwa Serat Centhini tidak hanya sekadar urusan seks dan spiritualitas belaka, tapi juga menghadirkan informasi-informasi informasi-informasi sarat makna, termasuk juga info seni masakan. Dalam Serat Centhini, ada makanan yang masih ditemui pada jaman sekarang dan ada pula makanan di karya sastra itu yang sudah hilang. Makanan yang masih ada menggunakan teknik mengolah makanan seperti dalam Centhini. Misalnya sinujen atau makanan yang ditusuk, yakni sate. Ada pula sinapit atau dijapit, binakar atau dibakar, ginoreng atau digoreng, dan ginodog atau rebus. Contoh makanan yang disebut misalnya nasi liwet dan nasi kebuli. Orang Jawa dalam Serat Centhini mengenal makanan dengan fungsi individu, sosial, hajatan, dan ritual atau upacara. Makanan jaman lampau bersifat kolektif, sebab, makanan jaman Centhini tidak mementingkan individu. Berbeda dengan makanan jaman modern. Dengan demikian akibat dari kebudayaan yang bersifat kolektif itu sukar diketahui siapa penemu makanan tersebut. Apabila melihat konteks k onteks waktu, serat s erat Centhini Cen thini menceritaka me nceritakan n berbagai berb agai sejarah se jarah yang ya ng berpangka be rpangkall pada abad XVI yang mengetengahkan keterangan aneka seni bahan makanan serta keragaman masakan di masa lampau yang saat ini telah banyak mengalami perkembangan pesat. Kekayaan bahan makanan di sekujur kepulauan Jawasangat kaya dengan berbagai ragam dan variatifnya. Serat Centhini menjadi semacam gerbang waktu atau pembuka jalan menuju catatan cita rasa baru seiring terjadinya perubahan ekosistem seni masakan di kepulauan Nusantara, tanpa kecuali di sekujur masyarakat Jawa. Perubahan pertama ditandai dengan tersedianya kurang lebih 2.000 jenis tumbuhan baru yang dibawa dan ditanam di Nusantara oleh orang-orang Tiongkok, India, Eropa, Portugis (dari arah
Edisi II
Indrakarona Ketaren
109
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Barat via Tanjung Harapan) dan Spanyol (dari arah timur melintasi Samudera Pasifik) membawa serta jenis-jenis tumbuhan dari benua Amerika dan Asia seperti jagung, ubi kayu, buncis, terong, nanas, sawo, hingga srikaya. Berbagai jenis tumbuhan ini kelak berkembang penanamannya, yang mempengaruhi konsumsi bahan makanan serta memantik kemunculan ragam makanan baru, antara lain berbagai jenis vegetasi mulai dari aneka bunga, sayuran, dan sayur bua h seperti waluh, labu, buncis, nanas, wortel, sledri, andrewi (andewi), patrasalya (paterseli), selat (slada), terong, kentang, andaliman, tomat dan cabai. Terdapat sekitar 331 jenis tanaman tersebar dalam halaman keraton Kasunanan, dimana 158 jenis di antaranya antarany a dipakai dipaka i untuk bahan makanan. makana n. Keragam an bahan ini sebenarnya sebena rnya menyimbolkan betapa orang Jawa tempo doeloe ahli menjaga keselarasan dan keseimbangan hubungan vertikal (Tuhan) dan horizontal (alam dan manusia). Di samping itu, membuktikan pula kondisi (bahan) pangan memang “menggembirakan”, sebagaimana yang dirasakan dalam kisah Jayengresmi. Mengenai masakan berbahan babi dan anjing, dalam naskah Tumbangnya Majapahit yang dibarengi menguatnya pengaruh Islam, tak serta merta telah menghapus kedua makanan yang dituding haram itu. Arkeolog Timbul Haryono (1997) yang merekonstruksi gugusan pengetahuan seni masakan kuno dari pustaka Jawa kuno menerangkan bahwa lalawar (sajian makanan dari daging babi dan asu) memilih “beringsut” ke Bali berbarengan perpindahan warga Hindu Jawa ke sana lantaran menolak Islam yang kian besar pengaruhnya di Jawa. Semisal, lauk-pauk dari bahan daging sapi dan ikan diolah secara variatif: diabon, diempal, dipepes, dipanggang, dibrongkos, disate, disrundeng, dan ditim (teknik Tiongkok). Rumusan memasak yang bermula dari Tiongkok sudah tidak lagi dianggap asing atau telah menyatu dalam tradisi olah-olahan masakan di Jawa. Dengan demikian sejarah mengajarkan nilai pentingnya menghargai cipta dan karya manusia (historic value) bagi keberlanjutan tradisi masyarakat tradisional sehingga pelestarian dan pemanfaatannya dapat berkesinambungan. i.
Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini
Dalam Serat Centhini tertulis tentang beberapa makanan tradisional yang sampai sekarang masih digunakan dalam berbagai keperluan sehari-hari, termasuk untuk upacara ritual adat Jawa. Beberapa contoh makanan tradisional antara lain : Iwik Pitik (daging (daging ayam), dibumbui tergantung kepentingannya, apakah dibuat ingkung, opor digoreng, rendang, betutu, tim dan sebagainya. Selain untuk keperluan seharihari, juga biasa digunakan sebagai pelengkap sesaji pada upacara ritual. Iwik Pitik Wulu Kuning (daging ayam bulu kuning), biasanya digunakan untuk keperluan sesaji Sekul Pulen Pethak adalah adalah beras yang kualitasnya baik yang dibumbui minyak kelapa. Digunakan untuk keperluan sehari-hari, dan biasanya ditaruh dalam bakul oleh kalangan keraton dan masyarakat Sekul Punar Kepyur Ura Angen adalah beras dengan santan kental yang dibumbui daun pandan, kunyit, daun salam dan garam. Jenis nasi ini digunakan oleh kalangan keraton dan masyarakat yang berfungsi sebagai makanan sehari-hari atau bukan sesaji. Namun dalam masyarakat masa kini, sekul punar biasa dibuat tumpeng dan sebagai pelengkap syukuran atau bahkan upacara ritual adat bersih desa. Sekul Asahan adalah beras yang ditanak biasa seperti menanak nasi (sega). Sekul asahan biasanya digunakan oleh kalangan keraton sebagai sesaji, namun masyarakat pun kerap menggunakannya untuk acara hajatan. Sekul asahan yang telah dicampur lauk pauk dan sayuran kemudian diwadahi dalam takir untuk dibagi-bagikan kepada masyarakat. Sekul Tumpeng Megana berbahan pokok beras yang dikukus, sayuran, teri dan kelapa muda yang dibumbui bawang putih, kencur, terasi, cabe dan garam. Sekul •
•
•
•
•
•
Edisi II
Indrakarona Ketaren
110
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
•
•
Tumpeng Megana disaji terbalik dan diletakkan di atas tampah yang telah diberi alas daun pisang. Di sekeliling nasi dihias sayuran yang telah direbus dengan bumbu (urap), telur rebus, gereh goreng (tahu bakar), tempe goring, opor ayam, kerupuk gendar dan ketimun. Sekul Tumpeng Megana pada awalnya digunakan kalangan keraton untuk sesaji. Sekul Tumpeng Megana yang diwadahi dalam takir dibagibagikan kepada khalayak ramai. Sekul Ulam berbahan pokok beras dan santan yang diberi bumbu bawah merah, bawang putih, ketumbar, jinten, lengkuas, kunyit yang telah dibakar, cengkih, garam dan minyak kelapa. Bagi kalangan keraton, sekul ulam berfungsi sebagai sesaji atau dapat digunakan bukan sebagai sesaji – biasanya digunakan oleh masyarakat awam. Sekul Wuduk berbahan pokok beras dan santan yang berfungsi baik sebagai sesaji maupun bukan sesaji atau makanan sehari-hari.
Beberapa contoh makanan kecil antara lain : Ampyang Ampyan g yang yang dibuat dari gula merah dan kacang tanah. Apem yang dibuat dari tepung beras yang dicampur gula. Awug – Awug Aw ug yang dibuat dari tepung ketan, kelapa parut, garam dan gula pasir. Cucur yang dibuat mirip apem terdiri dari tepung beras, gula cair dan santan. Carabikang yang dibuat dari tepung beras dan santan. Gandhos yang dibuat dari beras ketan. Jadah yang dibuat dari beras ketan yang dikukus dan ditumbuk halus. Jenang Bekatul sebagai perlengkapan sesaji wayang kulit dalam upacara ruwatan. Rengginang yang dibuat dari beras ketan putih. • • • • • • • • •
ii.
Peranti Saji Serat Centhini
Dalam Serat Centhini juga disebutkan beberapa alat-alat tradisional untuk menaruh makanan seperti piring (ambengan) yang hingga kini masih digunakan oleh sebagai masyarakat Jawa seperti jodhang, panjang ilang dan takir. Pada acara selamatan, yang hingga kini masih dilakukan misalnya pada awal hajatan yakni pada saat mendirikan tarub, disediakan dua buah ambeng nasi lulut, yaitu nasi yang dicampur ketan dengan kunyit dan dua ambeng nasi wudhuk, yaitu nasai gurih bersantan, enam ambeng nasi asahan, nasi golong dua puluh pasang, jajanan pasar yaitu bermacam-macam makanan dari pasar, dhawet, rujak beserta tempatnya, pecel ayam, sayur mening bening, masakan atau bumbu lembaran masakan bersantan ayam jago putih, jenang merah putih bening, jenang baro-baro, jenang putih tengah yang putih tengahnya diberi jenang merah dan dicampur gula kelapa. iii.
Wedhang Soklat
Khusus terkait S $rat C$nthini perlu diketahui sedikit soal kehadiran cokelat di bhumi Nusantara Jawa. Dari berbagai jenis minuman asli Indonesia, sepintas lalu diketahui tidak ada yang dicatat menggunakan bahan olahan dari biji kakao (Theobroma cacao). Sebut saja misalnya 10 minuman hangat khas Indonesia yaitu bajigur, bandrek, wedang ronde, sekoteng, sarabba, bir pletok, wedang uwuh, teh talua, kembang tahu, dan wedang secang, termasuk minuman rahasia Keraton Yogyakarta seperti semlo, adu limo, wedang cengkeh, secang, dan beer Jawa. Secara umum, istilah cokelat merupakan istilah untuk menyebut hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao (Theobroma cacao). Terkait penyebarannya, cokelat masuk ke Nusantara memiliki kisah yang panjang. Dimulai tahun 1560 kakao masuk ke Indonesia melalui jalur Philipina dan Sulawesi Utara.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
111
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Baru pada tahun 1806 tanaman kakao diperkenalkan di Jawa, dan tahun 1880 cokelat diperkenalkan di seluruh Indonesia. Dengan demikian seakan-akan minuman khas tradisional Indonesia, memang tidak ada yang menggunakan hasil olahan makanan atau minuman dari biji kakao. Namun sayangnya, hal itu ternyata tidak sepenuhnya tepat. Wedang Soklat dalam S$rat C$nthini ditulis tahun 1814, yang dicatat adanya minuman yang menggunakan bahan olahan dari biji kakao. Minuman itu disebut wedang soklat. Wedang soklat ini merupakan salah satu dari berbagai minuman tradisional di Jawa yang dicatat dalam S$rat C$nthini, yaitu sebagai berikut : B$ras k$ncur, bir manis, wedang s$kar sridh$nta (srigading), wedang kahwa (kopi) dengan gula batu, wedang kahwa gula siwalan, wedang bubuk bendha, wedang blimbing wuluh gula aren, wedang teh lalap g$ndhis klapa, wedang teh gula batu, wedang (?) g$ndis aren, wedang jae lalaban g$ndhis klapa, wedang jae gula aren, wedang ron c$ngkeh, wedang ron sruni, wedang soklat, wedang sr $bat kopi, wedang t$mu lawak dan wedang t$mu, (Timbul Haryono, 1998: 96-97). Menurut nama-nama tersebut, Timbul Haryono mencatat bahan yang digunakan dari berbagai minuman itu adalah : i. Bahan dari dedaunan yaitu sruni dan teh. ii. Bahan dari buah yaitu blimbing, bendha dan pace. iii. Bahan dari biji yaitu kopi dan cokelat. iv. Bahan dari akar yaitu jahe dan temulawak. v. Bahan dari bunga yaitu srigadhing. vi. Bahan dari campuran yaitu sr $bat Dari uraian tersebut bisa dikatakan soklat atau cokelat merupakan minuman tradisional Jawa. Jika saat ini ia tidak ada dalam minuman tradisional Jawa, maka tidak berarti ia sebelumnya tidak ada. Kemungkinan besar ia seperti s$kul bucu, s$kul bodhag, s$kul asahan, s$kul ingen, dan s$kul lodhoh yang tidak lagi dikenal saat ini, (Timbul Haryono, 1998: 93). Pencantuman Wedang Soklat sebagai salah satu minuman tradisional dalam S$rat C$nthini menunjukkan jika cokelat merupakan minuman yang populer masyarakat Jawa di masa lalu atau setidaknya pada tahun 1814. Cokelat kemungkinan besar bahkan telah diketahui jauh sebelum tahun 1806. Mengingat S$rat C$nthini yang dibuat tahun 1814, menurut catatan sejarah dibuat berdasar data penelitian yang ada pada waktu itu. S$rat C$nthini pun dibuat berdasar sumber Kitab Jatiswara tahun 1711 tahun Jawa atau 1783 M. Sesuai S$rat C$nthini yang menghimpun pengetahuan Jawa masa itu, dan tidak adanya keterangan wedang soklat sebagai minuman dari luar Jawa, maka dapat dikatakan cokelat telah ada di bhumi Nusantara Jawa jauh sebelum tahun 1806. b. Serat Goenadrija
Naskah kuna ini karangan M. Lagoetama, seorang guru tani yang berasal dari Purwasari, Lawiyan, Surakarta. Naskah ini tersimpan di Museum Sonobudoyo, Yogyakarta. Serat Goenadrija menceritakan tentang Prabu Kano di Negara Purwacarita yang diberi “benih padi” (wiji pantun) oleh Dewa untuk ditanam. Prabu Kano mempunyai seorang patih bernama Patih Jakapuring, yang tidak lain adalah adiknya sendiri. Prabu Kano memerintahkan Patih Jakapuring untuk menanam benih p adi.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
112
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Jakapuring terkenal berwibawa dan sakti hingga para jin (demit) takluk padanya. Para jin disuruh bertempat di pojok-pojok galengan (pinggiran) sawah untuk menunggu dan menjaga tanaman padi. Para demit bersedia, namun setelah panen tiba, mereka meminta upah, yaitu berupa sesaji yang dibuang atau tidak dimakan, seperti jenang baro-baro yang merupakan wujud makanan bermacam-macam dan kadang-kadang beda. Dalam Serat Goenadrija juga disebutkan bermacam-macam makanan yang berkaitan dengan upacara wiwit (memanen) padi, disediakan makanan sesaji berupa tumpeng dengan sayuran dan ayam panggang, jajanan pasar, sega wuduk ingkung lembaran, jenang baro-baro, sega kepyar, sambel gepeng, telur utuh, jenang abang putih dan dawet. c.
Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran
Naskah kuna ini merupakan koleksi Reksopustoko, istana Mangkunegara, Surakarta yang ditulis tanpa tahun. Serat ini berisikan tentang bermacam-macam makanan sebagai ‘simbol penghormatan’ kepada para Nabi dan Raja atau orang-orang yang dihormati. Jenis makanan sesaji berdasarkan fungsi atau kepentingannya, antara lain berupa : i. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Adam dan isterinya Siti Kawa (Siti Hawa) ii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Ibrahim dan isterinya Siti Sarah iii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Muhammad Rasulluloh dan isterinya Siti Katijah Disamping itu ada jenis makanan sesaji untuk menghormati para Nabi yang memegang tampuk Pemerintahan (Raja), seperti : i. ii. iii. iv.
Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Yusuf dan isterinya Siti Zulaika Makanan untuk menghormati Kanjeng Nabi Sulaeman Makanan penghormatan untuk putri Nabi Muhammad Rasulluloh, Siti Fatimah Makanan untuk menghormati para Wali Songo seperti Sunan Kalijaga
Dalam serat ini juga berisikan bermacam-macam makanan sebagai simbol penghormatan kepada para raja dan leluhurnya, seperti : i. Makanan untuk menghormati Kanjeng Sunan Pakubuwono I di Surakarta ii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Panembahan Senopati Ngalaga Mataram dan sesaji untuk pendiri kerajana Mataram iii. Makanan untuk menghormati Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangkunegoro yang dimakamkan di Wonogiri d. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna (Sambetanipun Betalkemur)
Naskah kuna ini milik Kanjeng Pangeran Harta Tjakraningrat yang merupakan bagian dari Kitab Adammakna, ‘babon’ (induk / sumber naskah asli) dari segala primbon. Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna menyebutkan tentang jenis-jenis makanan uantuk simbol selamatan (pengantin) antara lain : i. Untuk menghormati leluhur, apem ketan kolak ii. Untuk memohon ketentraman, seperti nasi tawar, lauk sayur dan telur rebus tanpa garam dan bumbu lainnya iii. Untuk permohonan bersatunya manusia dan Tuhan, seperti nasi golong yang dialasi dan ditutup dengan telur dadar iv. Untuk permohonan hidup rukun, seperti sayur kangkung dan ikan, bumbunya bawang merah dan bawang putih, daun salam, lengkuas, ketumbar, jintan, gula, asam, terasi dan garam
Edisi II
Indrakarona Ketaren
113
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
v.
vi. e.
Untuk permohonan agar semua selamat, seperti tumpeng robyong yang diberi telur rebus dengan kulitnya ditusuk dengan lidi (sujen). Di atas telur diberi terasi bakar, bawang merah dan di paling atas cabe merah yang ditusukan / ditancapkan di atas tumpeng. Kanan dan kiri tumpeng ditusuki (diberi) bermacam-macam sayuran sehingga tumpeng kelihatan penuh. Untuk pada saat ijab kabul pernikahan, seperti nasi punar atau nasi gurih
Jenis Makanan Naskah Kuna Jawa
Pada dasarnya, jenis makanan tradisional (termasuk minumannya) dalam naskah-naskah Jawa dapat dikelompokkan sebagai berikut : i. Makanan Pokok berupa nasi liwet, sega, sekul, tumpeng, sega lemes, sega golong, bubur, dan lain-lain. ii. Lauk Pauk berupa bubus, cabe, jangan, kuluban, lalab, wangwang, babad, empal, gudheg, jangan-jangan, lodeh, mangut, opor, pecel, pitik, semur, dendeng, empal, pepesan, sambal lalapan, (sambal bawanglaos, sambal goreng, sambal lethok), lalapan, terong, ketimun, kemangi, dan lain-lain. iii. Minuman berupa badeg, tuak, waragang, budur, sajeng, srebat, beras kencur, wedang kopi, wedang teh gula batu, wedang jahe gula aren, wedang soklat, dan lain-lain. iv. Cemilan (nyamikan) berupa carah, carana, kiping, lemeng-lemengan, lunggat, lutik, sangan-sangan, apem, kucur, serabi, carabikang, jenang candil, jenang grundul, jadah, criping, ketan kore, lepet, lemper, mendhur, dan lain-lain. Bahan-bahan baku makanan yang digunakan berasal dari jenis bahan pangan lokal (domestik) yang diambil dari bahan alam seperti i. Iwak pitik (daging hewan) berupa daging ayam, daging sapi, kerbau dan daging kambing. ii. Iwak Tambra ( daging ikan) berupa ikan mas, gurame, dan lain-lain. iii. Unggas seperti burung dara, derkuku, gelatik (kathik), belibis (mliwis), emprit dan lainlain. iv. Hewan-hewan langka seperti kijang, rusa dan lain-lain. Dalam naskah-naskah kuna tidak terdapat jenis makanan yang berasal dari hewan yang oleh masyarakat, khususnya muslim, yang diharamkan seperti ‘daging babi’. Hal ini disebabkan pada masa-masa naskah-naskah itu dibuat, agama Islam sudah mulai dipahami dengan baik oleh masyarakat Jawa. Namun unsur-unsur makanan asing tidak lepas mempengaruhi naskah-naskah kuna, misalnya dalam Serat Wilujengan, Jumenengan, Kraman Mangkunegaran terdapat beberapa makanan dan minuman seperti roti mentega, kurma, keju, susu bubuk powan, anggur putih dan sebagainya. 2. NASKAH BALI Lontar Dharma Caruban
Darma Caruban merupakan suatu uraian singkat tentang penyelenggaraan hidanganhidangan masyarakat Bali, baik yang dipergunakan pada waktu pesta, maupun dalam perayaan keagamaan yang berdasarkan adat Agama Hindu. Dharma Caruban merupakan naskah dalam tradisi Bali yang membahas keanekaragaman resep makanan tradisional dengan menggunakan racikan bumbu tradisional. Secara etimologis kata Dharma Caruban berasal dari dua kata yakni kata Dharma (tata cara) dan Carub (mencampur) sehingga dapat diartikan sebagai tata cara yang dilakukan dalam mencampur racikan bumbu-bumbu masakan sesuai dengan uraian resep. Bisa dikatakan peraturan tata cara racikan yang dibuat oleh Dewa dituangkan dalam Lontar Dharma Caruban yang harus dikuasai seluk-beluk penyajian makanannya karena terkait dengan persembahan kepada para dewa.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
114
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kutipan lontar Dharma Caruban berisikan tentang tuntunan ngebat utawi mebat dalam penyelenggaraan hidangan - hidangan dan upacara keagamaan di Bali seperti caru (tawur) dan Panca Yadnya lainnya. Dalam lontar Dharma Caruban ini juga disebutkan doa / mantra untuk menyemblih hewan / binatang yang dibedakan berdasarkan jumlah kaki, cara berjalan dll serta mantra untuk menebang pohon dan memetik daun - daun tumbuh - tumbuhan yang akan digunakan untuk upacara yadnya baik dalam pembuatan sate, lawar, brengkes, urab, gorengan, jukut ares dan lain-lain. Selain dari pada doa/ pengastawa yang dilakukan pada waktu menyembelih hewan, maka upakara/bebanten sebagai alat untuk memohon restu kepada Hyang Widhi atas tercapainya kesucian roh hewan yang akan disembelih dan keselamatan si penyembelih tersebut sehingga kesucian dari upacara yadnya itu dapat lebih terwujud. Bagi masyarakat Hindu setiap melakukan yadnya, baik dewa yadnya, pitra yadnya, Rsi Yadnya, Manusa Yadnya maupun Bhuta Yadnya mulai dari tingkatan yang kecil, sedang dan besar, biasanya menyelenggarakan penyembelihan hewan-hewan yang dipergunakan sebagai ulam sesajen. Adapun hewan yang biasanya disembelih untuk ulam sesajen itu adalah ayam, itik, angsa, babi, sapi, kambing, kerbau, penyu dan lain sebagainya. Menurut bentuk olah-olahan tersebut ada berbagai macam, ada yang keras, ada yang lembab, maupun ada yang encer. Diantara olah-olahan tersebut maka "Lawar" inilah yang menjadi kegemaran masyarakat Bali dari dahulu sampai sekarang. Lawar itu banyak coraknya, ada yang serba matang, ada yang serba setengah matang atau pula ada yang serba mentah. Sesungguhnya prinsip-prinsip Dharma Caruban banyak sekali manfaatnya dalam menjamin kesehatan hidangan lawar dan yang sejenisnya. misalkan saja untuk membasmi bau busuk dalam daging mentah dharma caruban memberikan resep "Langsub" yang terdiri dari rempah rempah : Lada, Cengkeh, Ketumbar, Jebugarum dll, juga adanya daun-daunan seperti : Ginten, Limau, Janggar Ulam dll, dari umbi-umbian seperti : Gamongan, Bangle, Isen, Cekuh, Kunyit, Jahe dan bawang merah / putih. Karena segala perikehidupan umat Hindu selalu dijiwai oleh agamanya, tidak mengherankan jika Dharma Caruban mengajarkan pada saat menyembelih hewan baik yang akan dijadikan bahan upacara maupun pesta selalu didahului oleh pengastawan/doa untuk kesucian roh hewan yang akan disembelih. Dalam ajaran Hindu, pembunuhan hewan m erupakan perbuatan dosa (Imsa Karma), jika sebelum melakukan pembunuhan hewan kita awali dengan permohonan maka dosa yang kita perbuat akan mendapatkan pengampunan d ari hyang Maha Pencipta (Yan noramangkana tan anemu rahayu sang amejah pati wenang ika). Rasa olahan dalam masakan Bali sebagai pelengkap upacara dibagi dalam 6 (enam) rasa, yakni : i. Dharma Wiku, yaitu olahan yang mengandung rasa asin. ii. Bima Kroda, yaitu olahan yang mengandung rasa pedas. iii. Jayeng Satru, yaitu rasa sepat. iv. Gagar Mayang, yaitu olahan yang mengandung rasa pahit. v. Nyunyur Manis, yaitu olahan yang mengandung rasa manis. vi. Galang Kangin, yaitu olahan yang mengandung rasa asam. Dalam masyarakat Hindu di Bali, sajian masakan bukan hal yang sederhana. Dalam terminologi tradisi, selain berpatokan kepada Darma Caruban, peristiwa masak memasak melibatkan segenap elemen adat, termasuk seorang mancagera (ahli masak). Di Bali, seorang mancagera bukan sekadar chef atau kepala juru masak, karena statusnya itu ia harus menguasai seluk-beluk penyajian makanan persembahan kepada para dewa. Mancagera punya posisi terhormat di masyarakat adat. Mereka mumpuni secara keterampilan dan spiritual.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
115
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Seorang mancagera tidak pernah dipilih. Ia lahir dari proses tradisi empiris yang panjang. Seorang mancagera tak hanya berkewajiban menyiapkan banten (sesaji) khusus untuk sesuatu upacara, namun ia berkewajiban meminta pengesahan dari bendesa adat (kepala desa adat) serta juga meminta urun tenaga dan pemikiran dari rukun warga setempat. Tugas mancagera sudah dimulai ketika tenda-tenda untuk persiapan upacara didirikan. Tak hanya memasak, tetapi juga seluruh pekerjaan untuk pelaksanaan upacara, boleh dikata, ia adalah dirigennya. Tugas seorang mancagera dalam dimensi spiritual juga sangat penting. Seorang mancagera sangat mengerti elemen sesajen yang harus dibuat dan dipersembahkan menjelang hari raya Galungan. Tugas mancagera dibagi dalam dua bagian. Pertama, harus menguasai wilayah spiritual. Mancagera harus mengerti sarana dan bentuk penyajian makanan persembahan. Kedua, mancagera harus memiliki manajemen pengolahan makanan yang baik. Pada fungsi kedua ini, seorang mancagera bertindak seperti chef dalam terminologi modern. Mancagera harus bisa mengomando warga setempat untuk pelaksanaan mebat atau mem asak bersama. Selain meracik bumbu yang disebut basa genep, seorang mancagera juga bertugas membuat menu seperti lawar, sate, dan komoh, yang akan disajikan sebagai banten perangkat. Bahkan, setelah daging dipotong-potong, mancagera harus membagi daging untuk sesajian bernama bakaran. Bakaran biasanya cuma berupa potongan jeroan atau darah dan garam, lalu disajikan di atas daun kecil-kecil. Ini berfungsi mohon permisi kepada kekuatan Semesta berupa Bhuta agar merestui acara mebat. Tarikan dimensi spiritual yang bahkan berbau gaib sangat keras pada saat-saat seorang mancagera menjalankan tugas. Kalau mancagera salah, ada konsekuensi di wilayah magis. Bisa saja masakannya mudah basi atau tidak pernah matang. Begitupun sesudah selesai memasak, seorang mancagera harus mengingatkan para ”petugasnya” untuk menyiapkan banten bernama saiban. Di beberapa tempat, saiban diistilahkan dengan ngejot. Saiban juga disajikan di atas potongan daun pisang yang berisi beberapa menu, seperti lawar, lauk-pauk, garam, dan nasi. Pokoknya apa pun yang sudah selesai dimasak. Itu jumlahnya bisa ratusan lembar. Kemudian dihaturkan ke beberapa tempat suci atau yang berkategori sakral seperti dapur (api), sumur (air), dan pekarangan (tanah). Seorang mancagera tidak pernah dididik untuk mengukur seberapa banyak jumlah jahe, kencur, atau laos dalam satu tugas meracik bumbu. Rasa itu bukan di lidah, tetapi pada tangan. Pengalamanlah yang akan memberi rasa pada tangan seorang mancagera. Seluruh elemen adat di Bali lebih banyak berkembang berdasarkan empiris. Tidak ada pelajaran formal untuk menjadi mancagera walaupun ia harus rajin membuka lontar yang berisi aturan tentang bebantenan, seperti Dharma Caruban sebaga i petunjuk praktis. Meracik basa genep bukan sesuatu yang eksak, tetapi itu didapatkan dari belajar langsung. Terkadang merasakan di lidah itu nomor kesekian, sebelumnya di tangan dan penciuman. Biasanya, saat selesai meracik basa genep yang terdiri dari bawang merah, bawang putih, laos, jahe, kencur, kunyit, sereh, merica hitam dan putih, lada, pala, cengkeh, cabai rawit, cabai bun, bangle, jinten, gula merah, terasi, dan garam, seorang mancagera menghirup racikan bumbunya. Ada satu aroma dalam penciumannya kalau bumbu itu dirasa bakalan enak.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
116
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Begitulah cakupan tugas seorang mancagera, lebih luas dari sekadar chef dalam pengertian kontemporer. Ia seperti meracik segala jenis berkah yang tumbuh di alam, untuk kemudian mempersembahkannya kepada alam semesta dan manusia. Dalam dimensi yang mencakup hal-hal yang transenden dan imanen ini, lidah kita seperti mengecap kelimpahan berkah dengan penuh takzim. 3. NASKAH BANYUMAS Babab Pasir & Babad Banyumas
Masyarakat Banyumas sebagai salah satu masyarakat Jawa yang berada di pinggiran mempunyai warisan naskah yang banyak koleksinya, terutama yang tersimpan pada masyarakat sebagai milik pribadi. Naskah yang paling digemari adalah naskah-naskah babad sebagai bentuk manifestasi kekerabatan dari tokoh-tokoh Banyumas dengan nenek moyangnya di masa lampau. Naskah Babad Pasir mendeskripsikan relasi Banyumas dengan nenek moyangnya yang berasal dari Sunda, yang kemudian menjadi dinasti lokal yang secara kebudayaan berada di daerah perbatasan Jawa dan Sunda. Naskah Babad Banyumas yang berelasi dengan Majapahit. Dari sini diketahui masyarakat Banyumas terhubung dengan kerajaan Sunda dan juga Majapahit, yang terletak di antara dua patron kebudayaan. Kedua naskah lebih banyak berbicara mengenai kekerabatan dan legitimasi dinasti lokal yang aspek-aspek kebudayaannya menyangkut ranah pemikiran manusia Banyumas dengan mengacu kepada kedua naskah tersebut. Secara sekilas, baik Babad Pasir maupun Babad Banyumas, menyajikan beberapa informasi seni masakan yang terkait dengan pantangan atau tabu yang ditemukan tradisinya dalam masyarakat. Ada gejala yang menarik bahwa makanan pada masa lampau mungkin pernah sangat dikenal, sedangkan pada masa sekarang orang belum pernah merasakan makanan tersebut, misalnya daging ayam hutan dan pindang banyak (angsa), karena ditabukan dan belum pernah menyembelih angsa dan ayam hutan. Selain itu, ada darah dan hati anjing sebagai pengganti darah dan hati manusia. Apakah tradisi memakan darah dan hati manusia sebagai pencerminan rasa benci seseorang kepada orang lain ? Kalau daging anjing sudah sejak lama dikonsumsi oleh masyarakat, khususnya di kalangan bawah. Ada sejumlah makanan yang dipantangkan oleh masyarakat Banyumas. Hal itu terjadi karena ada peristiwa yang berhubungan dengan tokoh nenek moyang, misalnya Raden Baribin memantangkan keturunannya agar tidak memakan daging ayam hutan. Begitu pula, dengan keturunan Warga Utama I untuk tidak memakan pidang angsa (banyak). Selain itu, ada makanan dan minuman yang dianggap suci sebagai sesaji pada tokoh legendaris dan mitis, misalnya, Kiai Bandayuda. Sesaji tersebut meliputi: i. Wedang jembawuk ii. Arang-arang kambang iii. Gecak bang iv. Dua buah pisang ambon yang dibakar, dan v. Sirih dan pinang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
117
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
4. NASKAH SUNDA Sanghyang Swawar Cinta & Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian
Naskah Sanghyang Swawar Cinta (nomor Kropak 626) ditulis pada abad ke-17 dan Naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian (nomor Kropak 630) ditulis tahun 1440 Saka atau pada tahun 1518 Masehi, keduanya dengan menggunakan bahasa dan huruf Sunda kuno. Naskah Sanghyang Siksakanda ng Karesian berasal dari Galuh (salah satu ibukota Kerajaan Sunda) terdiri dari 30 lembar daun nipah yang sebenarnya merupakan naskah didaktik dalam memberikan aturan, tuntunan serta ajaran agama dan moralitas untuk menjadi resi (orang bijaksana atau suci), namun di dalamnya ada klasifikasi mengenai masakan sunda kuno. Klasifikasi masakan yang diolah dan dihidangkan kedua naskah ini berkisar soal “Sarwa Iwiraning olahan ma; nyupar-nyapir, raramandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun, nyaréngséng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, diruruum, amis-amis; singsawatek kaolahan, hareup catra tanya
(Segala maccam masakan, seperti: nyupa-nyupir, raramandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun, nyeuseungit, nyayang ku pedas, beubeuleuman, papanggangan, kakasian, hahanyangan, raramesan, diruum diamis-amis; segala masam masakan, tanyalah hareup catra).” Termasuk cara memasak atau pélag olah-olah (keterampilan seni masakan) berbahan ikan air tawar, ayam, juga jenis sate. Untuk jenis masakan ikan, naskah itu menyatakan. “Teher pélag olah-olah, na paray dikembang lopang: hurang ta dikembang dadap, na hitu dipais tutung, lendi ta dipais bari, na lélé disososabék, na deleg dipanjel-panjel, na hikeu dileuleunjeur, na kancra dilaksa-laksa, sisitna diraramandi, tulangna dibatcu rangu, pantingna dirokotoy (Kemudian terampil
memasak: ikan paray dikembang lopang, udang dimasak kembang dadap, ikan hitu dipepes gosong, ikan lendi dipepes bari, ikan lele dibumbu cobek, ikan gabus dipanjel-panjel, ikan hikeu dileuleunjeur, ikan kancra dilaksa-laksa, sisiknya dibuat raramandi, tulangnya dibatu rangu, siripnya dirokotoy).” Makanan berbahan daging ayam, ada yang disebut, “Hayam bodas ta dipadamara, hayam beureum disarengseng, hayam cangkes diketrik, hayam hurik dipais bari, hayam danten dipepecel, hayam bikang dipapanggang, hayam kurung dikudupung hayam kencaran disaratén, hayam kambeuri ta dikasi (Ayam putih dipadamara, ayam merah disarengseng,
ayam cengkes diketrik, ayam burik dipepes bari, ayam dara dibumbui pecel, ayam betina dipanggang, ayam kurung d ikudupung, ayam liar disaraten, ayam kebiri dikasi).” Untuk jenis sate, naskah itu menyebutkan, “Nyasaté raraka hudan, sasaté usap-usap lambe, sasaté pawarang luntang, sasaté ugang-aging (Membuat sate untuk raraka hudan, membaut sate usap-usap lambe, membuat sate pawarang lunta).” Kedua pasase naskah itu saling melengkapi informasi. Kutipan dari pasase naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian mengetengahkan 14 cara mengolah bahan, yakni nyupar-nyapir raramandi, nyocobék, nyopong konéng, nyanglarkeun, nyarengseng, nyeuseungit, nyayang ku pedes, beubeuleuman, panggangan, kakasian, hahanyangan, rarameusan, dan diruruum. Sebagai tambahan satu jenis makanan yakni amis-amis.
Sementara dalam pasase naskah Sanghyang Swawar Cinta diketemukan bahan sekaligus cara mengolahnya. Bahan-bahan masakan yang dimaksud adalah ikan dan ayam. Jenis ikan yang menjadi bahan masakan disebutkan ada hurang, hitu, lendi, lélé, na deleg, hikeu, kancra . Demikian pula ayam berjenis-jenis, ada hayam bodas, hayam beureum, hayam cangkes, hayam hurik, hayam danten, hayam bikang, hayam kurung, hayam kencaran, dan hayam kambeuri yang bergantung pada warna, jenis bulu, kelamin, dan cara memelihara.
Pasase naskah Sanghyang Swawar Cinta melengkapi cara mengolah bahan masakan dalam pasase naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian. Karena dari naskah pasase Sanghyang Swawar Cinta didapatkan 16 cara, yaitu: dikembang lwapang, dikembang dadap,
Edisi II
Indrakarona Ketaren
118
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
dipais tutung, dipais bari, dipanjel-panjel, dileuleunjeur, dilaksa-laksa, dibatcu, dirokotoy, dipadamara, dipapanggang, dikudupung, dan d isaratén.
Dengan demikian, dari kutipan-kutipan dua naskah kuno tersebut didapatkan 30 cara memperlakukan bahan masakan yaitu: nyocobék, beubeuleuman, panggangan, dipais, dipepecel, dan di saratén atau sate.
Selain itu, bila merujuk kepada siapa yang mengolahnya, kedua naskah tersebut berbeda. Pada naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian kemampuan mengolah masakan itu dilakukan oleh seorang hareup catra atau juru masak. Tidak disebutkan apakah juru masak tersebut laki-laki atau perempuan. Mungkin naskah Sanghyang Swawar Cinta bisa lebih menjelaskan, ada kutipan “kacigeung tuang caroge” atau kesukaan suami. Hal ini jelas menegaskan, keahlian seni memasak tersebut menampilkan guna ompoy atau kepandaian yang harus dimiliki perempuan agar suaminya betah di rumah. Dengan demikian, bisa jadi hareup catra yang dimaksud dalam naskah Sanghyang Siksa Kandang Ng Karesian yang ditulis pada 1518, yakni pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja (1482-1521), itu adalah perempuan. Meskipun memang tidak menutup kemungkinan ada juga laki-laki yang pandai memasak. Selain itu, dengan disebutnya jenis ikan air tawar pada naskah Sanghyang Swawar Cinta, bisa ditafsirkan, jenis-jenis masakan berbahan ikan air tawar tersebut berasal dari pedalaman tatar Sunda yang berbukit-bukit, gunung, dan sungai, jelas tidak mengindikasikan mewakili tradisi memasak di daerah pantai Sunda, yang di masa Kerajaan Sunda, sebagaimana tuturan pelaut Portugis Tome Pires (Summa Oriental, 1512-1515), memiliki enam pelabuhan, yaitu: Calapa (Kalapa), Chiamo (Cimanuk), Tangaram (Tangerang), Cheguide (Cigede), Pontang dan Bintam (Banten). Di situ pula timbul penafsiran selanjutnya, dengan tidak menyebutkan ikan-ikan laut, dapat ditafsirkan bahwa naskah Sanghyang Swawar Cinta berasal wilayah pedalaman tatar Sunda, bukan dari wilayah pantai. Jika demikan bisa diduga tradisi menulis naskah Sunda kuno terjadi dipedalaman tatar Sunda, yakni di kabuyutan-kabuyutan atau lemah dewasasana yang berkhidmat kepada percampuran kepercayaan antara Hindu, Budha dan Sunda.
BAB VIII GASTRONOMI JAWA PADA PRASASTI PENETAPAN SIMA ABAD 9 – 10 MASEHI (M) 1.
Prasasti Taji 901 M
Berisi hidangan yang disediakan untuk para hadirin mencapai 57 karung beras, 6 ekor kerbau, 100 ayam. Hidangan yang lain berupa aneka makanan yang diasinkan, daging asin (dendeng) yang dikeringkan, ikan ka%iwas, ikan gurame, bilu!lu!, telur dan rumahan. Untuk minum disuguhkan berbagai macam tuak yang berasal dari jnu, bunga campaga, bunga pandan dan bunga karam&n. “'parnnah ning tinadah weas kadut 57 hadangan 7 hayam 100 muang saprakaraning asinasin deng asin kadiwas kawan bilunglung hantiga rumahan, tuak len sangka ing jnu muang skar campaga '” 2.
Prasasti Pangumulan 902 M
Berisi hidangan yang disediakan pada waktu upacara penetapan sima di desa Pa#gumulan, adalah nasi matiman, bertumpuk/banyak sekali makanan yang diasinkan, ikan kakap dan ikan kadawas yang dikeringkan, rumahan, layar-layar, udang, hala hala dan telur. Untuk dijadikan sayur disediakan dua ekor kerbau dan seekor kambing. Selain itu ada juga amwil lamwil, kasyan, kw$lan yang dipi#k&, dan sayuran yang berupa rumwarumwah, sayuran lalap matang,
Edisi II
Indrakarona Ketaren
119
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
%u%utan, tetis. Minuman keras yang disediakan adalah tuak, siddhu, yang lain adalah j &tirasa
dan air kelapa. “' Ning tinadah skul matiman matumpuk asin-asin daing kakap daing kadiwas rumahan layar-layar hurang hala-hala hantiga samangkana pinaka gangan hadangan prana 2 wdus 1 dinadyakan kla-kla samenaka amwilamwil ' Tuak siddhu jatirasa duh ni nyung '” 3.
Prasasti Watukura I 902 M
Memberikan keterangan bahwa semua yang hadir pada waktu upacara penetapan sima di desa Watukura disuguhi berbagai macam hidangan seperti ambil ambil, kasyan, let let, tahulan, ikan wagalan, haryyas, sayuran lalap matang, su(%a, rumbah, hara! hara!, ikan kakap kering, ikan ka%iwas, tenggiri, cumi-cumi, udang dan bilu!lu!. Sedang minuman yang disediakan adalah p&(a, siddhu, mastawa, kiñca, kila !, dan tuak. “' Kapwa manadah tan hana kantuna ring irusan klakla ambilambil kasyan letlet . . . deng kakap kadiwas tenggiri hnus hurang bilunglung . . . Hana siddhu mastawa kinca kilang twak ...” 4.
Prasasti Mantyasih I 907 M
Memberikan keterangan bahwa hidangan yang disediakan berupa masakan (dari daging) kerbau, babi (celeng), kijang dan kambing. Selain itu ada juga bermacam-macam makanan enak seperti hara! hara!, daging asin (dendeng), daging (dendeng) haña!, daging (dendeng) taru! serta udang, hala hala dan telur. “ ' Lwirning tinhadah hadangann wok wdus ginaway samenaka muang muang saprakara ning harangharang deng asin deng hanyang deng tarung muang hurang halahala hantrini '” 5.
Prasasti Mantyasih III
Berisikan keterangan berupa masakan (dari daging) kerbau, babi, kijang dan kambing dan berbagai macam hara! hara!. 6.
Prasasti Rukam 907 M
Memberikan keterangan mengenai hidangan yang disediakan pada upacara penetapan sima di desa Rukam berupa nasi parip)r (na timan, melimpah ruah masakan hara! hara!, ikan kakap kering, ikan kadiwas, ikan %uri, daging haña! yang dikeringkan, ikan gurame, rumahan, layar layar, hala hala, udang, dlag (ikan gabus) yang digoreng dengan telur, dan kepiting. Ada juga sayur yang terbuat dari daging kerbau, sapi dan babi. Semua makan yang disukai dibuat masakan serba lezat. Ada amwil amwil, atah atah, kasya kasyan, sa #asa#&n, %alamman, hinaryyasan, rumwarumwah, sayuran lalap matang, %u%utan dan tetis. Minuman yang tersedia ialah tuak, siddh), ciñca “' Lwir ning tiandah skul paripurna timan matumpuk tumpuk harangharang deng kakap kadiwas ikan duri deng hanyang kawan kawan rumahan layarlayar halahala hurang dlag inaring muang hantrini gtam mangkana gangan hadangan sapi wok sukan dinadyakan klakla samenaka hana amwilamwil atahatah kasyakasyan sangasangan ' Mangkanang ininum twak siddhu cinnca '” 7.
Prasasti Lintakan 919 M
Keterangan mengenai makanan tidak di dapat, namun minuman yang tersedia berupa tuak, siddhu dan ciñca. 8.
Prasasti Sa!guran 928 M
Terdapat hidangan berupa nasi %a(%anani hiniru, ambilambil, kasyan, lit lit, masakan ranak, sangasang&n, &ryya, rumbarumbah, sayuran lalap matang, tetis, berlimpah ruah daging asin, bilunglung, ikan ka%iwas, udang, ikan gurame, layalayar, halahala dan telur yang dikeringkan. Selain itu masih ada sejumlah makanan atatmipihan dan sayur yang tidak diketahui bahan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
120
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
utamanya. Untuk minuman, disediakan siddhu, ciñca, kila. Pada prasasti ini diketahui juga bahwa selain makanan u tama, para hadirin diberikan pula tambul dan dodo l. 9. Prasasti Linggasuntan 929 M “' Inangsean skul dangdangan hinirusan klakla ambilambil . . . [sa]ngasangan haryas
rumbarumbah kulupan tetis tumpuk tumpuk deng hanyang deng hasin kakap hurang wilunglung ' Manginum sidhu cinca kilang twak '” 10. Prasasti Jeru jeru 930 M
Dalam prasasti ini dapat diketahui bahwa hidangan upacara penetapan sima di desa Jeru jeru saat itu diletakkan di atas daun kawung (daun pohon enau). Hidangannya berupa nasi parip)r (na, sangkab, wulu, ka(%ari, ikan ka%iwas, daging asin, daging..., slar, capacapa, rumahan, udang, bilulung, halahala, telur yang dikeringkan dan wuluninggangan (wulu yang dibuat sayur). Selain itu ada juga masakan kasyan dengan rasa manis, t $wang&n, masakan ranak, alap alap, sayuran lalap matang, tetis dan tambul. Minuman yang disuguhkan tidak diketahui. 11. Prasasti Alasantan 939 M
Hidangan yang tersedia berupa dandanan hinirusan, masakan ambilambil, lit lit, masakan ranak, sangasang&n, haryyas, rumbarumbah, sayuran lalap matang, tetis, melimpah ruah daging haña#, daging asin, ikan kakap, udang, bijañjan, ikan kadiwas, ikan gurame, layarlayar, halahala, telur yang dikeringkan, sunda, masakan atak p * han, daging kerbau, berbagai macam ikan termasuk ikan pra# pa# pa#, daging kijang, babi dan angsa. Minuman yang tersedia adalah siddhu, tuak dan kila#, kemudian diberi hidangan tambul yang diañjap, kura, wuku, rih, hasam dan dodol. 12. Prasasti Paradah 943 M
Dalam upacara penetapan sima desa Paradah menikmati hidangan berupa nasi d&kdannan linirusan, masakan ambilambil, kasyan, lidlid, waragalan, rumbarumbah, sayuran lalap matang, tetis, daging haña!, daging asin, ikan kakap, rumahan, ikan kadiwas dan ikan gurame. Selain itu ada juga hidangan berupa masakan udang, kepiting, bilulung, layarlayar, halahala, telur yang dikeringkan, su (%a, atak p * han, tahulan, dan s * nangannan, haryya, sayur, berbagai macam ikan dan daging kijang. Minuman yang tersedia berupa siddhu, ciñca, dan tuak. Kemudian diberikan hidangan tambul yang diañjap, kura, wuku, rima, asam dan dodol, kemudian memakan rujak setelah memakai bunga dan jnu.
BAB IX NASKAH KUNA TENTANG MAKANAN 1.
Catatan Kuna Makanan
Catatan kuna mengenai makanan di bumi nusantara tidak banyak terkoleksi secara tertulis. Dari lebih 300 kelompok etnik atau suku bangsa di Indonesia atau tepatnya 1.340 suku bangsa (menurut sensus BPS tahun 2010) terdapat 748 bahasa yang digunakan namun tidak lebih dari 1,2% catatan tertulis kuna yang dimiliki bangsa ini. Selain itu ada percampuran resepi dari 4 (empat) etnik pendatang (Tionghoa, India, Arab & Belanda), yang diserap dan diolah oleh masyarakat lokal setempat (akulturasi & mimikri). Makanan bangsa-bangsa luar itu menjadi panutan dalam resepi masakan di Indonesia. Sebagian adalah naskah catatan kuna Jawa yang merupakan salah satu bentuk koleksi yang memiliki nilai budaya tinggi, khususnya informasi mengenai makanan dan pangan seperti Serat Centhini, Serat Bauwarno, Babad Pasir maupun Babad Banyumas serta Prastasi Penetapan Sima pada abad 9 - 10 Masehi.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
121
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain itu di Bali tradisi tulis nusantara yang membahas tentang resep makanan adalah Dharma Caruban dan Wirata Parwa yang merupakan naskah dalam tradisi Bali yang membahas keanekaragaman resep makanan tradisional dengan menggunakan racikan bumbu tradisional. Serat Centhini (atau juga disebut Suluk Tambanglaras atau Suluk Tambangraras-Amongraga) merupakan salah satu karya sastra terbesar dalam kesusastraan Jawa Baru. Serat Centhini menghimpun segala macam ilmu pengetahuan dan kebudayaan Jawa, agar tak punah dan tetap lestari sepanjang waktu. Secara etimologis kata Dharma Caruban berasal dari dua kata yakni kata Dharma (tata cara) dan Carub (mencampur) sehingga dapat diartikan sebagai tata cara yang dilakukan dalam mencampur racikan bumbu-bumbu masakan sesuai dengan uraian resep. Untuk ringkasan Serat Bauwarno sengaja tidak dibuat oleh karena hampir semua informasi tentang pangan yang ada di dalamnya dikutip dari Serat Centhini dan bentuknya prosa sehingga cukup mudah dipahami. Pengungkapan catatan masakan dan pangan dalam tembang Serat Centhini, gancaran atau prosa Serat Bauwarno, Babad Pasir, Babad Banyumas, Dharma Caruban dan Wirata Parwa secara tidak langsung merupakan upaya pendokumentasian dan pelestarian resep-resep masakan nusantara sekaligus menjadi penguat identitas bangsa Indonesia. Disamping ke-enam naskah itu, terdapat manuskrip Jawa lainnya yang berbicara tentang minuman herbal yakni jamu (jampi jawi), seperti Serat Bobok Boreh Saha Parem, Kawruh Jampi Jawi, Kawruh Bab Jampi-jampi Jawi dan sebagainya. Sumber lain yang mengungkapkan kekayaan gastronomi tradisional Jawa Kuno terdapat dala kitab-kitab Sastra, yang mana dalam Kitab Smaradahana, Bomakawya terdapat kata age rager (agar-agar). Kemudian dalam Kidung Nawa Ruci, Harsa Wijaya terdapat kata “jawadah lumindih adulur, warnaning amikaikan dodol wajik mwang parasi muwah tikang saramad” yang menjelaskan terdapatnya makanan dodol. Adapula kitab Adiparwa yang mengungkapkan kata “twak waragang badyag twak ing tal budur” dan kitab Sutasoma yang mencantumkan kata “twak badeg siwalan budur waragan”, dalam kedua kitab itu menggambarkan tentang adanya tuak atau minuman beralkohol di masa tersebut. Terakhir terdapat pula kata dalam kitab Bomakawya yaitu “ikang rarawwan amaregmaregi” yang menggambarkan keberadaan menu ikan. Catatan-catatan sejarah leluhur ini sangat berpotensi untuk diidentifikasi dan dikaji kembali yang pada gilirannya untuk dikembangkan sebagai asset budaya bangsa yang mampu menjadi penciri secara khusus maupun identitas kebudayaan Indonesia. Perlu ditekankan bahwa pada kehidupan modern saat ini, ada hal-hal yang secara tradisi belum tentu usang atau kuno. Bahkan hal yang tradisi mengalami perubahan makna menjadi makna eksotis, yaitu ciri khas yang bernilai ekonomi, sosial dan bu daya. Banyak kalangan merindukan masa lalu untuk hadir kembali ke masa kini dalam balutan modern. Hal ini pada akhirnya bermuara pada konsep penguatan identitas budaya sebagai bagian dari sistem ketahanan sosial budaya masyarakat yang dalam aplikasinya memberi signifikansi positif terhadap ekonomi, seperti tumbuhnya rumah makan yang menyajikan menu tradisional.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
122
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Makanan tradisional merupakan salah satu kekayaan budaya yang harus digali kembali sebagai salah satu aset kultural melalui revitalisasi dan proses-proses transformasi. Ini perlu dilakukan untuk mengimbangi serbuan jenis makanan asing, sebagai dampak pasar bebas dan globalisasi. Makanan tradisional semakin tidak popular dan kalah bersaing dengan makanan asing, sudah semestinya harus ada usaha untuk mempopulerkannya kembali. Apabila ada anggapan bahwa kurang populernya makanan tradisional Indonesia disebabkan terlalu banyak varian dan cara masak yang terlalu lama, sudah tentu bukan suatu penilaian yang benar dan perlu diragukan kesahihannya. Makanan merupakan bagian dari manusia, kebudayaan dan lingkungannya. Dalam perspektif budaya, merupakan sebuah identitas, representasi dan produksi dari kebudayaan yang berkembang di masyarakat. Pola makan dan jenis makanan masyarakat dapat menggambarkan perilaku hidup, gaya hidup lingkungan dan sistem-sistem sosial masyarakat pendukungnya. Makanan secara budaya, menggambarkan identitas lokal suatu pendukung budaya yang mencirikan lingkungan dan kebiasaan, serta menggambarkan representasi, regulasi, konsumsi dan produksi. Dengan demikian sejarah mengajarkan nilai pentingnya menghargai cipta dan karya manusia (historic value) bagi keberlanjutan tradisi masyarakat tradisional sehingga pelestarian dan pemanfaatannya dapat berkesinambungan. 2.
Makanan Tradisional Bagi Masyarakat Jawa
Makanan merupakan kebutuhan pokok bagi kehidupan manusia. Makanan dari aspek gizi dan kesehatan telah banyak dibicarakan dan diteliti oleh para ahli. Namun makanan dari aspek kebudayaan belum banyak dibicarakan atau diteliti. Padahal sesungguhnya makanan sangat erat hubungannya dengan kebudayaan. Makanan adalah bagian dari sebuah kebudayaan, salah satunya adalah makanan tradisional (makanan rakyat). Bagi masyarakat Jawa, makanan tradisional adalah fenomena budaya yang selain untuk mempertahankan hidup juga diperuntukkan untuk mempertahankan kebudayaan kolektif. Dalam masyarakat Jawa, makanan tradisional erat hubungannya dengan upacara ritual yang hingga kini masih dilaksanakan. Makanan mempunyai arti simbolik yang berkaitan dengan fungsi sosial dan keagamaan seperti upacara bersih desa (merti desa) atau ruwah rosul, sedekah bumi, grebeg sawal, grebeg mulud (sekaten), jumenengan raja ataupun saparan yang bersifat kolektif. Sedangkan upacara-upacara yang bersifat individual antara lain berkaitan dengan daur hidup seperti kelahiran (brokohan, selapanan), mitoni (tingkeban), midodareni (sebelum pernikahan) dan upacara perkawinan adat Jawa, ruwatan dan lain sebagainya. Keberadaan makanan tradisional mempunyai arti dan beberapa fungsi yang cukup penting bagi kehidupan masyarakat Jawa. Catatan perihal makanan tradisional terekam dalam beberapa naskah Jawa yang berisi tentang makanan tradisional, yaitu Serat Centhini, Serat Goenandrija, Serat Wilujengan, Jumengan, Kraman, Mangkunegaran, dan Primbon Lukmanakim Adammakna. Dalam naskah-naskah kuna Jawa terkandung pemikiran-pemikiran nenek moyang tentang makanan tradisional yang disebut sebagai kearifan lokal masyarakat setempat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
123
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Naskah-naskah tersebut berisi berbagai macam makanan tradisional serta fungsinya dalam masyarakat Jawa. Sayangnya warisan kearifan lokal itu kurang dipahami khususnya oleh masyarakat Jawa masa kini dan masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu perlu untuk melakukan rekonstruksi terhadap rekaman makanan tradisional masyarakat Jawa dalam nasakah-naskah kuna itu untuk mengungkap aktualisasi kesejarahannya.
BAB X MAKANAN DAN MINUMAN YANG SUDAH ADA JAMAN JAWA KUNO
Di antara aneka hidangan sajian tradisional Jawa, ada 14 macam yang umurnya sudah berabad-abad atau malah sudah lebih dari 1.000 tahun yang berasal dari jaman Gajah Mada masih menjabat sebagai mahapatih amangkubhumi di Majapahit, bahkan berasal dari jaman ketika candi-candi di Kompleks Percandian Prambanan sedang disusun batu-batunya. Empat belas sajian tersebut masih tetap populer hingga kini dan masyarakat Indonesia masih lazim mengolah dan menghidangkan hidangan itu, bahkan di banyak tempat masih ada pedagang yang menjualnya. Berikut ke-14 hidangan sajian yang sudah ada sedari jaman Jawa Kuno sebagaimana diterangkan oleh Prof Dr Timbul Haryono, Guru Besar Arkeologi Universitas Gadjah Mada. 1. Dendeng :
Makanan berupa daging yang dikeringkan dan dibumbui sehingga membentuk lembaranlembaran tipis ini turut disebutkan dalam Prasasti Taji yang berangka tahun 901 Masehi dari era Kerajaan Medang. 2. Urap :
Olahan beberapa sayur yang dibumbui memakai parutan kelapa ini turut disebutkan dalam Prasasti Linggasuntan yang berangka tahun 929 Masehi dari era Kerajaan Medang. 3. Lalapan :
Sajian sayur yang tetap dibiarkan mentah atau sekadar direbus sebentar ini turut disebutkan dalam Prasasti Jeru-jeru yang berangka tahun 930 Masehi dari era Kerajaan Medang. 4. Dodol :
Kini, kue manis yang kenyal, lengket, dan berwarna cokelat gelap ini begitu identik sebagai jajanan khas kota Garut di Jawa Barat. Namun, jika mengamati bentuk, bahan baku, maupun penyajiannya, jenang ala kota Kudus di Jawa Tengah sebenarnya terbilang juga di dalam keluarga besar dodol. Nah, dodol rupanya sudah turut disebutkan dalam saduran kitab Ramayana versi Jawa. Ramayana sendiri acap dianggap sebagai karya sastra India yang pertama kali disadur oleh masyarakat Jawa. Ramayana versi Jawa diperkirakan berasal dari zaman akhir Kerajaan Medang, yakni ketika masih menempati Jawa Tengah dan belum dipindahkan ke Jawa Timur oleh Maharaja Sindok. Penyaduran Ramayana guna menciptakan versi Jawa diperkirakan terjadi antara 840 Masehi sampai dengan 930 Masehi. 5. Tape Ketan :
Ramayana versi saduran Jawa yang diperkirakan berasal dari pertengahan abad IX atau awal abad X Masehi sudah menyebutkan tentang keberadaan tape ketan. Kini, makanan bercitarasa manis-asam dan kerap dijadikan campuran minuman ini terkenal sebagai makanan khas dari kota Muntilan dan Magelang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
124
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
6. Pecel :
Ramayana versi saduran Jawa juga turut menyebut tentang keberadaan hidangan pecel. Makanan yang pada dasarnya merupakan racikan sejumlah sayuran yang diguyur saus bumbu kacang ini sampai sekarang populer. Sayuran yang biasa dipakai sebagai bahan utamanya adalah bayam, atau sawi, atau kangkung. Namun, sejumlah sayuran lain acap ditambahkan yakni kacang panjang, taoge, kembang turi, kubis, hingga irisan wortel. Selain itu, pecel sering dihidangkan dengan dilengkapi sejumlah lauk seperti rempeyek, kerupuk, karak beras, hingga telur asin. Orang antara lain kerap menjadikannya sebagai salah satu pilihan menu untuk sarapan. Karena itu banyak warung makan laris yang mengandalkan menu ini sebagai jualan utamanya. Madiun di Jawa Timur adalah contoh kota yang dikenal karena racikan pecelnya. 7. Agar-Agar :
Smaradahana, kitab sastra bergenre kakawin dari zaman Kerajaan Kediri di abad XII Masehi ternyata telah mencatat keberadaan penganan yang diidentifikasi sebagai agar-agar. Namun belum dapat dipastikan pula seperti apa tepatnya agar-agar yang dicatat oleh Smaradahana ini, apakah berbahan rumput laut sebagaimana dikenal sekarang atau berbahan lain. Smaradahana sendiri mengisahkan Dewa Kama dan Dewi Ratih yang harus menjalani inkarnasi ke dunia setelah Kama terbakar hangus ketika coba membangunkan Siwa dari meditasi khusyuknya. 8. Dawet :
Minuman segar dan manis dari hasil perpaduan air gula merah, santan kelapa, dan butiranbutiran kenyal berbahan tepung beras yang dinamakan cendol ini rupanya telah ada zaman Kerajaan Kediri, sekitar abad XII Masehi. Hal ini tercatat dalam kitab Kresnayana yang berkisah tentang percintaan Krisna dan Rukmini. Sekarang, ada beberapa dawet yang menjadi minuman khas bagi daerahnya. Sebut saja dawet ayu dari Banjarnegara, dawet telasih dari Pasar Gede di Solo, juga dawet ala Bayat, Klaten, yang lebih banyak di jual di Kalasan, Yogyakarta. 9. Kerupuk :
Makanan ini dibuat dari adonan tepung bercampur lumatan udang atau ikan, yang lalu dikukus, kemudian dibentuk tipis-tiipis melalui pengirisan ataupun pencetakan, kemudian dijemur, serta akhirnya digoreng sehingga menjadi renyah. Keberadaan kerupuk telah disebutkan dalam kitab Sumanasantaka yang merupakan hasil penulisan dari zaman Kediri pada abad XII. Isi Sumanasantaka adalah kisah bidadari Harini yang dikutuk Begawan Trnawindu sehingga menjalani hidup di sebagai manusia di Bumi, lalu diperistri oleh Pangeran Aja, dan dari perkawinan mereka lahirlah Dasarata yang nantinya akan menjadi ayah dari Rama. 10. Rawon :
Masakan ini sekarang identik sebagai makanan khas daerah-daerah di Jawa Timur, khususnya Surabaya. Hidangan olahan irisan daging ini bercirikan genangan kuah cokelat gelap menjurus hitam yang dihasilkan dari penggunaan biji kluwak sebagai salah satu bumbunya. Keberadaan rawon sudah disebutkan dalam kitab Bomakawya yang berasal dari zaman Kerajaan Kediri. 11. Ikan Asin :
Macam-macam ikan laut yang diawetkan dengan cara digarami dan dikeringkan ini dicatat keberadaannya dalam kitab Bomakawya dari zaman Kediri. 12. Wajik :
Jajanan manis berbahan dasar ketan yang dimasak bersama cairan gula merah sehingga berwarna kecokelatan ini telah tercatat keberadaannya dalam kitab Nawa Ruci yang berasal dari zaman Kerajaan Majapahit, sekitar abad XIV Masehi. Nawa Ruci sendiri bercerita tentang petualangan Bima mencari air suci tirta amertha yang membuatnya sampai menyelam jauh ke dalam samudera. Sekarang, wajik dikenal sebagai makanan khas dari Magelang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
125
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
13. Jadah :
Penganan dari ketan yang dihaluskan dan lalu dibentuk menjadi lempengan-lempengan atau kepalan-kepalan ini telah disebutkan keberadaannya dalam kitab Nawa Ruci hasil penulisan pada zaman Majapahit. Contoh jadah yang menjadi penganan tersohor adalah jadah tempe ala Kaliurang, Sleman, Yogyakarta. 14. Serbat :
Minuman hangat pedas berbahan dasar jahe yang dicampur bersama tambahan bahan-bahan lain seperti kencur, kemiri, dan adas pulowaras ini telah dicatat keberadaannya dalam kitab Kidung Harsawijaya yang berasal dari zaman Majapahit. Kidung Harsawijaya sendiri bercerita tentang sejarah masa akhir Singhasari sampai berdirinya Majapahit.
BAB XI BEBERAPA MASAKAN INDONESIA
Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki berbagai macam makanan daerah yang masing-masing mempunyai ciri khas dan bahkan tidak dimiliki oleh berbagai makanan dari luar lainnya. Variasinya sangat beragam dengan cita rasanya yang tinggi. Hal pertama yang membedakan makanan Indonesia dengan makanan lainnya dari luar adalah kayanya bumbu dan rempah yang digunakan dalam memasak makanan. Selain itu teknik memasak yang digunakan untuk menyajikan makanan juga cenderung lebih rumit dan memerlukan keahlian tinggi. Misalnya untuk satu menu soto, variasinya sangat beragam dan rasanya juga cenderung berbeda karena adanya bumbu tertentu yang ditambahkan atau dikurangi dalam membuatnya. Masakan Indonesia memang terkenal memiliki rasa yang alami, yang didapat dari pengolahan dan bahan asli yang bersumber dari alam. Makanan Indonesia lebih mementingkan cita rasa yang dibuat dari bahan dan rempah yan g baunya menyengat dan b anyak berlemak. Hal tersebut kerap ditemui pada masakan asli Indonesia dimana segala ma cam jenis masakan selalu memprioritaskan kualitas keaslian dari rasa, aroma, cita rasa maupun tampilan dengan daya tarik tersendiri Berbeda dengan masakan luar, yang cenderung menggunakan bahan buatan dalam menguatkan citra masakan, baik itu dari segi rasa, aroma maupun penampilan.Teknik memasaknya juga cenderung tidak rumit, kurang berbumbu atau bersantan, dan proses penyajiannya juga jauh lebih mudah. Nenek moyang leluhur Indonesia mengatakan, jika banyak mengkonsumsi masakan dengan menggunakan bahan asli dari alam maka jauh lebih baik untuk kesehatan daripada mengkonsumsi masakan yang dipenuhi dengan bahan buatan. Di bawah ini disampaikan beberapa ulasan singkat mengenai ciri khas rasa masakan – makanan lokal daerah di Indonesia. 1.
Masakan Indonesia
Pada dasarnya tidak ada satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada keanekaragaman masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh kebudayaan masyarakat setempat serta pengaruh etnik pendatang asing. Makanan pokok bangsa Indonesia adalah nasi yang terbuat dari beras lokal, kecuali di Maluku dan Irian Jaya di mana sagu, kentang, dan singkong lebih umum d ikonsumsi.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
126
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat atau lontong (beras yang dikukus) merupakan makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia yang dihidangkan dengan lauk daging dan sayur. Begitupun dengan sagu, jagung, singkong dan ubi jalar. Bentuk lansekap penyajiannya sebagian besar makanan Indonesia adalah makanan pokok diletakkan di tengah piring dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur di sisi piring. Seperti negara-negara Asia Tenggara, lauk pauk di Indonesia disajikan lebih sedikit dibandingkan dengan makanan pokoknya. Apapun jenis masakannya, sering kali dilengkapi dengan sambal yang memberi cita rasa pedas bagi kebanyakan makanan. Indonesia merupakan surganya sambal. Di n egeri ini ada begitu banyak varian samb al. Nyaris setiap daerah memiliki kekhasan jenis sambal dengan cita rasanya masing-masing. Bagi sebagian besar orang Indonesia, tidak nikmat rasanya bila makan tanpa ditemani sambal atau tanpa cita rasa pedas pada makanan. Selain surganya sambal, kerupuk mendapat tempat yang istimewa. Bagi kebanyakan orang Indonesia, bukan makan namanya bila tanpa kerupuk. Padahal, dari segi kandungan gizi, boleh dibilang nihil, bila dibandingkan denga n sebiji telur ayam. Begitulah faktanya. Pulau Maluku yang termahsyur sebagai "Kepulauan Rempah-Rempah", juga menyumbangkan tanaman rempah asli Indonesia kepada seni masakan dunia. Seni masakan kawasan bagian timur Indonesia mirip dengan seni memasak Polinesia dan Melanesia. Beberapa jenis hidangan asli Indonesia juga kini dapat ditemukan di beberapa negara di benua Asia. Masakan Indonesia yang populer seperti sate, rendang, dan sambal juga digemari di Malaysia dan Singapura. Bahan makanan berbahan dasar dari kedelai, seperti variasi tahu dan tempe, juga sangat populer. Tempe dianggap sebagai pen emuan asli Jawa, adaptasi lokal dari fermentasi kedelai. Jenis lainnya dari makanan fermentasi kedelai adalah oncom, mirip dengan tempe tapi menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer di Jawa Barat. Bumbu (terutama cabai), santan, ikan, dan ayam adalah bahan yang penting. Sambal, sate, bakso, soto, dan nasi goreng merupakan beberapa contoh makanan yang biasa dimakan masyarakat Indonesia setiap hari. Selain disajikan di warung atau restoran, terdapat pula aneka makanan khas Indonesia yang dijual oleh para pedagang keliling menggunakan gerobak atau pikulan. Pedagang ini menyajikan bubur ayam, mie ayam, mi bakso, mi goreng, nasi goreng, aneka macam soto, siomay, sate, nasi uduk, dan lain-lain. Rumah makan Padang yang menyajikan nasi Padang, yaitu nasi disajikan bersama aneka lauk-pauk, mudah ditemui di berbagai kota di Indonesia. Selain itu Warung Tegal yang menyajikan masakan Jawa khas Tegal dengan harga yang terjangkau juga tersebar luas. Nasi rames atau nasi campur yang berisi nasi beserta lauk atau sayur pilihan dijual di warung nasi di tempat-tempat umum, seperti stasiun kereta api, pasar, dan terminal bus. Di Daerah Istimewa Yogyakarta dan sekitarnya dikenal nasi kucing sebagai nasi rames yang berukuran kecil dengan harga murah, nasi kucing sering dijual di atas angkringan, sejenis warung kaki lima. Penganan kecil semisal kue-kue banyak dijual di pasar tradisional. Kue-kue tersebut biasanya berbahan dasar beras, ketan, ubi kayu, ubi jalar, terigu, atau sagu. Selain itu ada berbagai
Edisi II
Indrakarona Ketaren
127
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
jenis bubur yang manis masuk dalam kategori kue, seperti kolak, bubur sumsum, bubur kampiun, dan lain-lain. Begitupun dengan minuman. Ada minuman panas seperti bandrek, bajigur, wedang angsle, dan minuman dingin seperti es timun dari Aceh, es kacang merah Medan, es palu butung Makassar, dan seterusnya. Namun secara singkat bisa dikatakan, resep masakan Indonesia dipengaruh oleh budaya lokal suku-etnis yang bersangkutan, yang telah membentuk perbedaan terhadap khazanah menu, pola, tekstur dan nama, dikarenakan : a. Adanya bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas – etnis masyarakat dalam mengolah suatu jenis hidangan makanan karena perbedaan bahan dasar / adonan dalam proses pembuatan. Contoh: orang Jawa ada jenis menu makanan berasal dari kedele, orang Timor jenis menu makanan lebih banyak berasal dari jagung dan orang Ambon jenis menu makanan berasal dari sagu. b. Adanya perbedaan pola makan / konsumsi / makanan pokok dari setiap suku-etnis ; Contoh : orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang Jawa pola makan lebih kepada beras. c. Adanya perbedaan cita - rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari setiap suku-etnis; Contoh : makanan orang Padang cita - rasanya pedas; orang Jawa makananya manis; dan orang Timor makanannya selalu yang asin. d. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut atau makanan khas berbeda untuk setiap daerah; Contoh : Soto Makasar berasal dari daerah Makasar- Sulawesi Selatan; Jagung ”Bose” dari daerah Timor-Nusa Tenggara Timur. 2.
Masakan Bali
Bali berasal dari kata “Bal” dalam bahasa Sansekerta berarti “Kekuatan”, dan “Bali” berarti “Pengorbanan”, yang berarti supaya manusia tidak melupakan kekuatan. Supaya manusia selalu siap untuk berkorban. Bali memiliki karakter masakan yang berbeda dengan Jawa yang terbiasa dengan asin, pahit dan pedas, karena masakan Bali rata-rata manis, memiliki aroma sangat harum dan tidak terlalu pedas. Berbeda dengan di pulau-pulau lain, makanan masyarakat Bali mengandung sedikit daging, ayam atau unggas, tapi kaya akan sayuran. Meskipun dikelilingi oleh laut, ikan bukan merupakan makanan favorit masyarakat Bali. Seperti kebanyakan masyarakat di Indonesia, makanan utama masyarakat Bali adalah beras yang dikombinasi dengan sayuran. Dari segi komposisi, masakan masyarakat Bali cukup keras, tetapi memiliki presentasi yang kaya. 3.
Masakan Batak & Karo
Masakan Batak dan Karo adalah jenis masakan yang dipengaruhi seni dan tradisi memasak kedua suku yang mendiami wilayah Sumatera Utara. Salah satu ciri masakannya adalah menggunakan andaliman (Zanthoxylum acanthopodium) sebagai rempah utama. Bentuknya berupa bijian kecil dengan rasa pedas yang sangat khas. Karena itulah Andaliman dijuluki sebagai "merica batak". Bumbu khas lainnya adalah bawang batak atau di daerah lain disbeut lokio. Bumbu-bumbu lainnya yang lazim digunakan dalam masakan Batak antara lain jeruk purut dan daun salam, ketumbar, bawang merah, bawang putih, cabai, merica, serai, jahe, lengkuas, dan kunyit. Jika masakan Sumatera di daerah lainnya banyak menunjukkan pengaruh asing, seperti masakan Minangkabau, Melayu, dan Aceh menampilkan masakan jenis kari yang kental dipengaruh seni memasak India dan Timur Tengah, maka masakan Batak dan Karo lebih menampilkan tradisi memasak asli suku bangsa Austronesia, yang menggunakan berbagai macam bumbu atau resep yang unik dengan rasa pedas Misalnya memasak daging babi
Edisi II
Indrakarona Ketaren
128
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
bersama dengan darahnya yang disebut saksang, juga dapat ditemui dalam tradisi masakan Filipina, yaitu dinuguan. Sejak banyaknya suku bangsa Nusantara yang masuk agama Islam, maka seni memasak yang tidak halal, seperti menggunakan daging babi, anjing, atau darah, telah ditinggalkan dan lenyap, dan kini hanya bertahan di wilayah budaya non-Muslim seperti di Tanah Batak dan Karo. 4.
Masakan Betawi
Masakan Betawi telah melalui perjalanan panjang hingga menemukan resep-resep khusus seperti sekarang. Akulturasi berbagai bangsa dan suku memperkaya khasanah masakan Betawi. Kekayaan alam Betawi dipadu dengan beragam bahan-bahan, rempah-rempah dan teknik memasak menjadikan masakan Betawi memiliki ciri khas dan keunikan tersendiri. Pengaruh tradisi Tiongkok misalnya tampak dari beberapa jenis makanan Betawi. Contoh penggunaan bahan dasar tahu dan masakan berbahan ikan seperti ikan Cing Cuan, atau sajian dari ikan ekor kuning atau ikan pisang-pisang yang diberi bumbu tauco. Selain Tiongkok, masakan Betawi juga dipengaruhi oleh budaya Arab dan Eropa. Nasi Kebuli atau Gule adalah sajian khas Betawi yang kuat dipengaruhi budaya Arab. Sementara sentuhan budaya Eropa, terasa pada sajian seperti Semur Jengkol atau Lapis Legit. Semur (bisa juga Gabus Pucung) dan Lapis Legit sangat dipengaruhi oleh Steak dan Cake dari Eropa. Masakan Betawi kerap disajikan pada saat-saat tertentu seperti pada hari pernikahan, hajatan, tahlilan, hari raya, Lebaran Betawi atau pada prosesi besanan. Beberapa masakan Betawi yang istimewa memerlukan waktu yang lama, bahan dan bumbu yang banyak saat meraciknya. Masakan Betawi memiliki cita rasa khas yang menonjol, yakni rasa gurih dan sedap. Ciri khas makanan tradisional yang lain Betawi terletak pada penggunaan aneka rempah seperti cengkeh, bunga lawang, kayu manis dan kapulaga. Yang istimewa adalah rempah-rempah Betawi lebih berasa, tidak pedas namun gurih. Ada pula rempah yang khusus digunakan untuk makanan tertentu seperti kluwak yang digunakan untuk gabus pucung atau gurame pucung. Dengan tambahan kluwak, kuah hidangan menjadi berwarna hitam. 5.
Masakan Jawa
Hidangan masakan masyarakat Jawa pada umumnya ringan, lembut dalam rasa, manis dan pedas. Perkembangan masakan Jawa di pengaruhi dari budaya seni masakan India atau Belanda, meski masih dalam koridor keaslian mereka. Ada yang berbeda dari karakter gaya masakan di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Madura. Masakan Jawa Barat pada umumnya gurih dan asam serta banyak menggunakan santen. Masakan Jawa Tengah pada umumnya ringan dan manis dengan banyak menggunakan gula jawa. Sedangkan makanan Jawa Timur dan Madura cenderung kurang manis dan lebih pedas dibandingkan dengan orang-orang Jawa Tengah. Meja makan di Jawa menjadi saksi persilangan budaya pend atang. Makanan yang ada di atas meja merupakan hasil persilangan budaya pendatang yang berlangsung mulus hingga mereka yang berada di samping meja makan akan puas seusai menikmati sajian yang tersedia, meski mungkin mereka memiliki latar belakang berbeda. Seni masakan Jawa menyimpan riwayat pelangi budaya dari berbagai peradaban dunia. Kecenderungan intoleransi terhadap kemajemukan tidak ditemukan di meja makan masyarakat Jawa. Ratusan tahun persinggungan berbagai budaya dunia telah menghasilkan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
129
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
seni makanan khas di Pulau Jawa yang tanpa disadari telah menjadi simbol kerukunan dalam kemajemukan. Namun yang menggembirakan, walaupun ada pengaruh kuat budaya seni memasak dari bangsa etnik pendatang, masakan Jawa masih tetap berkembang dengan teknik memasak asli nusantara. 6.
Masakan Minahasa
Masakan orang Minahasa (Manado) hampir semuanya pedas mulai dari sup hingga hidangan utamanya. Hampir semuanya memakai cabai rawit atau biasa dipanggil rica anjing. Cabai rawit ini dipanggil dengan nama itu karena orang Manado sejak dulu kalau memasak daging hewan liar selalu memakai cabai rawit jenis tersebut, hingga sebutan itu menjadi pas dan populer. Selain itu, seni masakan Minahasa pada umumnya disandarkan pada bumbu segar seperti daun kemangi, daun jeruk, daun sereh, daun bawang, daun gedi, daun bulat, daun selasih, daun cengkeh, daun pandan, cabai, jeruk limo, lemon cui, jahe, rica dan lainnya. Umumnya orang Minahasa memasak secara tradisional sejak dulu. Jika meracik masakan pada umumnya mereka tidak pernah memakai bahan-bahan penyedap sebagai tambahan agar masakan itu terasa lebih lezat. Bahkan jika ditambahkan bumbu penyedap, rasa dan aromanya jadi berbeda. Keistimewaan orang Minahasa adalah kegemaran menyantap beragam jenis daging hewan. Mulai dari hewan peliharaan seperti ikan, sapi, kambing maupun hewan liar seperti ayam, babi hutan, kelelawar, ular, anjing, kucing, hingga tikus hutan dan sebagainya. Lidah orang Minahasa memang akrab dengan hewan liar yang berasal dari hutan mirip dengan tradisi bushmeat. Hutan buat orang Minahasa benar-benar menjadi sumber protein yang penting dan kontrol terhadap makanan di Minahasa sangat longgar. Orang bisa makan hewan apa saja karena tidak ada larangan. Tradisi itu makin kuat lantaran menyajikan dan menyantap daging hewan liar dianggap bergengsi. Semakin langka daging yang disajikan, semakin dianggap bergengsi. 7.
Masakan Minangkabau
Secara umum masakan Minangkabau kaya akan bumbu, rempah-rempah, santan dan terkenal dengan rasa pedasnya karena mendapat banyak pengaruh dari India. Ciri utama lauk pauknya adalah daging, ikan dan sayur-sayuran, sedangkan makanan penu tup (parabuang) umumnya manis. Proses pembuatan lauk pauk dan parabuang tersebut umumnya membutuhkan waktu yang lama. Umumnya lauk-pauk dan parabuang cenderung memakai santan kelapa. Hidangan Minangkabau sangat beragam tergantung kepada selera dan kondisi, tetapi yang jelas masakan Minangkabau baik makanan sehari-hari atau makanan tradisi, tidak mengenal bumbu-bumbu penyedap, bumbu-bumbu pengawet dan bumbu-bumbu penyegar. Masyarakat tradisi Minangkabau sangat peka dan menyadari kondisi lingkungannya, sebagaimana yang tertuang dalam mamangan adatnya; Alam Takambang Jadi Guru. Karena itu, berdasarkan keadaan geografisnya, daerah Minangkabau yang terbagi dua itu; daerah inti (darek) dan daerah rantau (pesisir barat dan pantai timur) sangat mempengaruhi tingkah laku, kebiasaan dan jenis makanan yang mereka konsumsi. Makanan tradisi masyarakat tradisional Minangkabau (baik di darek maupun di rantau) dibedakan berdasarkan aktivitas budaya mereka; makanan tradisi yang dikonsumsi untuk sehari-hari dan makanan tradisi yang dikonsumsi dalam berbagai upacara baik upacara adat
Edisi II
Indrakarona Ketaren
130
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
maupun upacara agama. Bahan atau materialnya berdasarkan kepada sesuatu yang dekat dengan lingkungannya, yang terdiri dari flora dan fauna. Pada awalnya, belum ada material makanan tradisi yang sengaja dipelihara untuk dikonsumsi. Material makanan tradisi yang berasal dari tanaman dan tumbuh-tumbuhan antara lain adalah; padi cerai dan pulut disertai dengan kelapa, cempedak, paku, rebung. Sedangkan makanan tradisi yang berasal dari hewan adalah; kerbau, sapi, kambing, ayam, itik, ikan (ikan air tawar terutama di darek dan ikan laut laut untuk di pesisir) Jenis makanan tradisi terutama yang dihidangkan dalam upacara-upacara adat dan agama terdiri dari makanan pokok: nasi dengan lauk pauknya; daging, ikan dan sayursayuran. Parabuang (dessert/makanan penutup) yang terdiri dari kue-kue dengan bahan beras dan beras pulut. Tidak dikenal makanan pembuka (appetiser). Lauk pauk yang dikonsumsi untuk upacara adat berbeda dengan lauk-pauk yang dikonsumsi sehari-hari. Lauk pauk utama untuk upacara adat batagak pangulu adalah: gulai daging sapi dalam dua macam; gulai merah dan gulai putih. Sedangkan parabuangnya; nasi kuning, wajik, gelamai. Makanan untuk upacara agama (acara hari raya Idhul Fitri, Idhul Adha, Maulud Nabi) biasanya; lemang, paniaram. Upacara-upacara yang spesifik seperti acara perkawinan, turun mandi, sunatan makanannya lebih beragam dan tidak meninggalkan jenis makanan yang harus ada. Lauk pauk untuk makanan sehari-hari umumnya lebih beragam tergantung kepada selera dan kondisi. Tetapi yang jelas, bahwa makanan masyarakat Minangkabau baik makanan seharihari atau makanan tradisi, mereka tidak mengenal bumbu-bumbu penyedap, bumbu-bumbu pengawet dan bumbu-bumbu penyegar. Boleh dikata, tanpa disadarinya, mereka telah terbebas dan terhindar dari efek samping bahan-bahan kimia yang kemudian terbukti lebih banyak merusak tubuh dan kesehatan. Makanan tradisi dibedakan berdasarkan cara pembuatannya; direndang, digulai, dibakar, dilempap, direbus, diulam (makanan mentah). Cara menghidangkan makanan tradisi dalam upacara adat adalah: langsung menghidangkan makanan pokok dan kemudian baru makanan parabuang. Pola makanan tradisi Minangkabau di Sumatera Barat seperti di atas dalam perkembangannya mengalami berbagai perubahan dan perkembangan dalam variasi: material, pengolahan, penyajian dan cita rasa. 8.
Masakan Sumatera
Masakan Sumatera selama ini dinilai tidak sehat dan sering dianggap sumber kolesterol karena umumnya bersantan dan bumbu banyak. Masakan yang bersantan itu ditemukan pada aneka gulai seperti gulai ayam, gulai tambunsu (usus), gulai tunjang, gulai otak, kalio daging, rendang, dan sebagainya. Santan pada masakan inilah yang dianggap sebagai biang kolesterol sehingga menyebabkan penyakit jantung, tekanan darah tinggi, dan stroke. Tiap kali mau makan masakan orang Sumatera, orang yang dihantui dengan kolesterol tinggi mencoba menahan seleranya. Benarkah santan pada masakan Sumatera sebagai sumber kolesterol ? Sebenarnya orang Sumatera tahu rahasia sehat masakan. Bumbu dalam masakan Sumatera yang memakai santan adalah justru rahasia sehat dari orang Sumatera. Bumbu-bumbu yang dimaksud adalah kunyit, jahe, lengkuas, serai, daun salam, cabe, bawang merah dan bawang putih, daun limau serta daun-daun lainnya. Bumbu ini dikatakan sehat karena mengandung antioksidan. Antioksidan berfungsi sebagai zat yang menetralisir lemak jenuh pada santan dan hewan. Hal yang ditakutkan dari masakan Sumatera itu lemak daging yang bercampur dengan lemak kelapa. Kedua lemak itu merupakan lemak jenuh yang jahat. Namun, ketika diramu dengan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
131
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
bumbu khas, lemak itu bisa dinetralisir dengan zat antioksidan yang terdapat di dalam bumbu itu. Di antara bumbu tersebut, yang paling tinggi kandungan antioksidannya adalah jahe, kunyit, dan cabai. Samba lado hijau itu sebenarnya juga baik. Tapi, tak mungkin orang makan cabe itu dalam jumlah banyak, paling sedikit saja. Tapi kalau digulai, kecenderungan orang kalau makan gulai akan menyantap kuahnya lebih banyak. Sehingga bisa menyerap zat antioksidan cabe lebih besar juga. Sebetulnya makanan yang berbahaya bagi kesehatan adalah gorengan. Jika masyarakat mengganti santan dengan minyak goreng, tentu org akan semakin minim memakan bumbubumbu di atas. Alasannya, melihat kecenderungan masyarakat saat memasak, semakin banyak santan, maka akan semakin banyak bumbu. Sehingga, lemak yang terdapat pada minyak goreng itu diserap tanpa ada yang menetralisir. Sebenarnya, lemak yang terkandung dalam santan jauh lebih sedikit dari minyak goreng. Dibandingkan santan dan minyak goreng dalam jumlah yang sama, misalnya masing-masing dalam satu gelas, maka lemak pada santan hanya 30 persen. Sedangkan lemak minyak goreng itu 100 persen kandungannya. Jadi kalau orang berhenti memakan santan dan malah beralih memakan makanan yang digoreng bisa berakibat fatal. Sekali lagi kalau kita mendengar makanan khas Sumatera tidak sehat, sebenarnya tidak betul sepenuhnya karena di dalam masakan itu ada bum bu-bumbu 9.
Masakan Sunda
Makanan tradisional Sunda (Parahyangan) memiliki keunikan yang khas jika dibandingkan dengan makanan tradisional lain. Secara umum, makanan tradisional Sunda cenderung asin, memiliki ciri kesegaran dalam penggunaan bahannya, yakni sayur-sayuran mentah setempat (lalapan), sambal terasi, tahu-tempe, ikan asin, olahan pepes. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh kebudayaan masyarakat tradisional Sunda yang dekat dengan alam. Selain mata pencaharian utamanya adalah bertani, masyarakat tradisional Sunda mempunyai lingkungan alam yang eksotik. Lalap terkenal dimakan dengan sambal dan juga karedok menunjukkan kegemaran orang Sunda terhadap sayuran mentah segar. Berbeda dengan masakan Minangkabau yang kaya rasa dan pedas dengan kandungan bumbu kari dan santan yang kental, masakan Sunda menampilkan citarasa yang ringan, sederhana, dan berkisar antara gurih asin, asam segar, manis ringan, dan pedas. Sayur asem dengan kuah berbumbu asam Jawa mungkin adalah sayur yang paling populer dalam hidangan Sunda. Jenis sayuran populer lain adalah soto Bandung, sejenis soto dengan irisan daging sapi dan lobak, serta mie kocok, sejenis mi dengan daging sapi dan kikil. Masakan ( Asakan - Sunda) tradisional khas Sunda jaman dulu memiliki rasa pedas yang dominan. Sebab hampir disetiap masakan sayur maupun daging olahan peninggalan para leluhur jaman dulu itu selalu menggunakan cabai sebagai bumbu yang sengaja dibuat sebagai penghangat tubuh di tengah iklim yang sejuk. Kalau pun tidak memakai bumbu pedas, pastilah ada sambal yang dihidangkan bersama lalapan segar. Ada banyak jenis cabai yang dipakai untuk membuat sambal maupun bumbu masakan. Ada cabai hijau, cabai merah, cabai rawit atau cengek hejo, cengek beureum, cabai gendot, paprika, dan sebagainya. Orang Sunda sengaja menanam berbagai jenis cabai maupun sayuran di halaman rumah atau kebunnya masing-masing tanpa diberi pupuk kimia dan zat pengawet. Dalam khazanah kuliner Parahyangan, sambal bisa mencapai puluhan jenis. Sambal dadakan di antaranya atau juga sambal combrang, sambal cibiuk, sambal bajak, sambal kacang, dan sambal hejo. Sambal terasi adalah bumbu penyerta yang paling lazim dalam hidangan Sunda, dimakan dengan lalap atau tahu dan tempe goreng.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
132
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Banyak juga asakan Sunda yang memakai cabai sebagai bumbu. Seperti sambal goreng ati kentang, sambal goreng kentang mustofa, ase cabe hejo, rendang jengkol, oblo-oblo tempe peuteuy cabe hejo, kadedemes atau oseng kulit sampeu, dan lainnya Ciri khas lainnya asakan tradisional Sunda itu adalah dalam kreativitasnya yang memanfaatkan bahan dasar yang bagi kebanyakan orang dianggap tidak bermanfaat. Misalnya tumis genjer yang bahan dasarnya diambil dari tanaman gulma di sela tanaman padi. Sayur kadedemes atau kulit singkong yang seringkali dianggap beracun, goreng impun garing yang terbuat dari ikan-ikan kecil yang hidup liar di sungai, atau tutut, hama keong yang hidup di sawah. Pada masakan cumi hideung, warna hitamnya berasal dari tinta cumi yang sengaja tidak dibuang. Juga sambal goreng ati sapi atau asakan berbahan jeroan sapi dan ayam. Di beberapa negara bahan-bahan itu tidak diolah jadi makanan karena kadar kolesterolnya tinggi. Keunikan makanan tradisional Sunda terdapat pada makanan jajanan. Makanan jajanan adalah kelompok makanan utama, ringan, pelengkap, dan pencuci mulut yang dijajakan atau dijual secara umum. Makanan tersebut bisa diperoleh pada penjual yang menetap (di pasar atau rumah makan) ataupun menjajakan makanannya secara keliling. Makanan jajanan biasanya disuguhkan dalam cara-cara yang unik, mulai dari teknik pembuatannya, desain kemasannya, hingga cara menjajakannya. Variasi kemasan makanan jajanan tradisional salah satunya adalah dengan menggunakan pembungkus atau pincuk. Sebagai contoh, daun pisang adalah daun yang paling banyak dimanfaatkan sebagai pembungkus makanan. Selain murah dan mudah diperoleh dimanamana, daun pisang berukuran lebar serta bisa tumbuh tanpa terlalu terpengaruh siklus musiman buah. Daun ini sering digunakan dalam keadaan basah (dipanaskan di dekat api). Kemasan makanan tradisional yang bersumber dari alam (daun, pohon, akar) sangat menggambarkan manusia tradisional yang hidup dari dan untuk alam. Selain pedas, makanan khas Sunda juga memiliki rasa manis (amis-amis) yang biasanya dikelompokkan sebagai makanan penutup. Di antaranya putri noong, kelepon, cocorot, gurandil, awug, katimus, misro, dan sebagainya. Ada juga minuman khas seperti es goyobod atau es cingcau. Satu kelompok makanan Sunda lagi biasa diistilahkan sebagai hahampangan atau makanan ringan. Di antaranya keremes, opak, kolontong, borondong, kalua jeruk, kerupuk melarat, semprong, dan lain sebagainya. Pasundan tidak hanya dikenal keindahan alam dan keramahan masyarakatnya. Kalau bicara soal asakan (makanan) juga tidak diragukan lagi keaneka-ragamannya. Pasundan memang kaya akan citra rasa kuliner yang khas. Apalagi asakan khas Sunda memang di kenal dengan harga yang terjangkau oleh semua kalangan. Berbagai ciri khas asakan tradisional Sunda merupakan wujud kekayaan cagar budaya yang bukan sekadar sebatas mengisi perut melainkan sebuah sensasi makanan khas suatu daerah. 10. Masakan Tionghoa
Seperti yang dipercaya oleh budaya bangsa lain, masyarakat Tiongkok juga mengenal beberapa makanan dengan makna filosofi-nya, beberapa diantaranya adalah : a. Sajian Ayam Melambangkan kesejahteraan dan totalitas atau sebagai simbol pernikahan yang langgeng. Makanya hidangan ayam senantiasa hadir dalam setiap perjamuan makan, baik ketika pernikahan ataupun imlek ataupun jenis perjamuan lainnya. b. Sajian Bebek Menurut budaya Tiongkok, bebek adalah perlambang komitmen dan kesungguhan. Makanya hidangan bebek panggang berwarna merah, wajib ada dalam setiap pesta pernikahan. Kenapa merah ? Karena merah identik dengan kebahagiaan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
133
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
c.
Sajian Mie Mie di Tiongkok pertama kali dikonsumsi sekitar 206 SM pada masa pemerintahan Dinasti Han. Masyarakat Tiongkok yang suka akan simbolisasi kemudian mengaitkan mie dengan simbol dari kehidupan yang panjang (abadi) atau panjang umur serta rejeki yang melimpah dan karenanya secara tradisional mie disajikan sebagai pengganti kue ulang tahun dengan harapan bisa panjang umur panjang dan memperoleh rejeki yang melimpah. Dengan anggapan seperti itu, tidak mengherankan jika banyak anggota masyarakat Tiongkok yang menghadirkan mie sebagai hidangan wajib yang ada di suatu perayaan penting seperti tahun baru dan ulang tahun. Lebih jauh, orang Tiongkok juga percaya bahwa jika makan mie hendaknya tidak boleh terputus (atau dipotong), jika terputus itu menandakan tidak akan panjang umur atau dapat mendatangkan nasib buruk, hilangnya hal-hal positif dan baik, dan membawa kesialan bagi si pemakan mie tersebut. Jadi inilah salah satu alasan masyarakat Tiongkok makan mie pake sumpit, mienya digulung atau disruput. Sedangkan makna mie yang menggunakan mie kering dan berbentuk sarang burung, maka sarang burung itu menjadi salah satu simbol yang sudah sejak lama digunakan oleh masyarakat di Tiongkok sebagai lambang dari ketekunan, kerja keras, dan sebagai tempat tinggal mereka. Hal ini mirip dengan perilaku burung yang membuat sarangnya dengan penuh ketekunan dengan menyusunnya batang demi batang ranting ranting demi untuk mempersiapkan tempat yang nyaman bagi anaknya kelak dan aman bagi anaknya selama anaknya belum bisa terbang. Orang di Tiongkok pun menganalogikan sarang burung seperti negara mereka sebagai tempat yang akan membesarkan anak-anak mereka hingga dapat mandiri dan dapat berkelana ke seluruh dunia. Konsep berkelana ke seluruh dunia pada orang Tionghoa ini dikenal dengan konsep Tiongkok Raya. Selain itu untuk bahan tambahan yang ditaburkan di atas mie melambangkan kemakmuran negara tersebut. Mie kering yang digunakan melambangkan bahwa Tiongkok pada awalnya adalah negara yang kemakmurannya sangat kurang dan kering. Kemudian di atas mie kering tersebut diberikan sedikit tambahan sayuran, udang, dan daging dan disiram kuah agar mie bisa menjadi agak lembek yang melambangkan kerja keras masyarakat Tiongkok agar negaranya tumbuh subur dan menjadi makmur seperti yang diharapkan oleh masyarakat Tiongkok.
d. Tahu Banyak macam variasi tahu yang disajikan makanan Tiongkok. Ada tahu tausi, tahu puding dan lain sebagainya. Namun khusus tahu putih tidak boleh disajikan saat perayaan Tahun Baru Imlek. Hal ini dikarenakan warna putih tahu melambangkan tentang kematian. e. Kue-kue Manis Kue kue yang bulat dan manis, melambangkan kebersamaan dalam keluarga, dan manisnya kehidupan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
134
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
f.
Spring Rolls (Lumpia) Spring Rolls, bentuknya dan juga warnanya yang mirip batangan emas, dipercaya mendatangkan kesejahteraan.
g. Onde-Onde Di berbagai tempat Tiongkok terdapat beragam onde-onde antara lain onde-onde Chengdu yang disebut Lai Tang Yuan. Menurut adat istiadat menyantap hidangan onde-onde pada hari Cap Goh Meh mengartikan reuni atau bertemunya kembali keluarga. h. Buah- Buahan Setiap buah yang disajikan memiliki makna dan arti tersendiri. Umumnya semua buah dibungkus dengan kertas minyak warna merah. Adapun arti dari buah pisang raja, agar nasibnya nasibny a seperti raja. Buah delima, agar dilimpahi rejeki. Tebu dengan rasanya yang manis, memiliki pengharapan akan selalu disukai banyak orang. Jeruk Bali, sebagai lambang persatuan. Dan srikaya yang memiliki banyak biji, berarti makin banyak rejeki. i.
Manisan Buah Manisan buah merupakan makanan wajib disajikan untuk sembahyang. Manisan dikemas dalam kotak segi enam, yang disebut tak sien kho, di dalamnya, ada delapan macam manisan, yaitu kana, lie merah, kurma, lie kuning, sun thai lie, kim kit ket, dan jeruk kerin g. Tujuan dari manisan buah, agar pikiran bisa menjadi selalu jernih serta kehidupan maupun jabatan di masa yang akan datang menjadi lebih terang dan bersinar.
11. Lauk-Pauk Ritual Jawa Untuk Untuk Sesaji
Lauk pauk dalam ritual Jawa merupakan salah satu ubo rampe (atau pelengkap) yang berupa makanan untuk sesaji atau sajen. Lauk pauk yang disajikan untuk melengkapi hidangan lain dalam sajen tersebut bisa dilihat pada nasi tumpeng. Lauk pauk yang disajikan dalam sajen melambangkan ungkapan syukur manusia kepada Tuhan yang memberi hidup. Dalam tradisi Jawa dikenal beberapa lauk pauk untuk “ubo rampe” sajen sajen seperti antara lain : a. Ingkung Ingkung adalah salah satu “ubo rampe” yang berupa ayam kampung yang dimasak utuh dan diberi bumbu opor, kelapa dan daun salam. Setelah diungkep, kemudian dipanggang. Ingkung ini biasanya diletakkan di atas nasi uduk. Ingkung ini melambangkan bayi yan g belum dilahirkan dengan demikian belum mempunyai kesalahan apa-apa atau masih suci. Selain itu ingkung juga dimakna i sebagai sebaga i sikap pasrah dan menyerah menye rah atas kekuasaan kekuas aan Tuhan. Orang Jawa mengartikan kata ingkung dengan pengertian “dibanda” atau dibelenggu. “Ubo Rampe Ingkung” dimaksudkan untuk menyucikan orang yang punya hajat maupun tamu yang hadir pada acara selamatan tersebut. b. Pecel Ayam Pecel ayam adalah salah satu “ubo rampe” yang yang hampir mirip dengan ingkung yakni ayam dimasak secara utuh. Yang membedakan pecel ayam dengan ingkung adalah cara penyajiannya. Cara penyajian pecel ayam dilakukan dengan memberi bumbu berupa santan mentah. Pecel ayam dimaksudkan sebagai simbol mensucikan orang yang punya hajat. “Ubo rampe” ini biasa disajikan pada acara Rasulan atau bersih desa dan fungsinya untuk melengkapi “ubo rampe ingkung” .
Edisi II
Indrakarona Ketaren
135
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
c.
Ketan Salak Ketan salak adalah “ubo rampe” yang yang dibuat dari beras ketan yang dimasak hingga bentuknya seperti nasi disajikan dengan disertai santan gula Jawa. Santan gula Jawa dibuat dengan cara gula Jawa dicampur dengan air santan secukupnya dan direbus hingga sampai mengental. “Ubo rampe” ini dimaksudkan sebagai lambang permohonan maaf atas segala kesalahan orang yang membuat sesaji atau sekelompok orang yang didoakan. Ketan salak biasanya disajikan untuk melengkapi “ubo rampe” ritual Rasulan atau Bersih Desa. d. Bedak Dingin dan Parem Bedak dingin dan Parem adalah “ubo rampe” yang dimaksudkan agar hasil panen selalu melimbah dan terbebas dari segala hama. Bedak dingin dan parem ini sebagai lambang penghormatan kepada Dewi Sri atau dewi yang menjaga padi dan pertanian. Bedak terbuat dari tepung beras yang dicampur wewangian dan dibentuk menjadi bulatan kecil seukuran biji pepaya. Parem dibuat dari irisan kunyit dan bawang merah.
12. Lauk Pauk Ritual Persembahan Masyarakat Hindu-Bali Hindu-Bali
Dalam keseharian, makanan kerap diterima begitu saja sebagai suatu hal yang biasa. Padahal, dalam suatu kebudayaan makanan sering digunakan sebagai simbol yang bisa jadi memiliki makna sangat luas. Contohnya di dalam budaya Hindu-Bali yang penuh dengan simbol, hadirnya makanan tertentu dalam suatu ritual nggak bisa sembarangan. Setiap makanan memiliki makna dan fungsinya sendiri. Tentu saja, dalam hal ini seringkali bentuk, rasa, dan warna mempengaruhi makna makanan tersebut. Dalam setiap ritual Hindu-Bali, makanan sebagai persembahan sesajen selalu ditampilkan. Boleh dikata tidak ada makanan tanpa ritual, dan tak ada ritual tanpa makanan persembahan. Masyarakat Hindu-Bali percaya, semua yang ada di alam adalah milik Tuhan, untuk Tuhan, manusia, dan alam semesta. Dalam konteks itu, makanan harus hadir sebagai persembahan sebelum dinikmati manusia. Tanpa persembahan, manusia dianggap mencuri milik Tuhan. Ritual persembahan sesajen pun menjadi bagian dari napas kehidupan sehari-hari masyarakat Hindu-Bali. Setiap hari, setiap keluarga menyisihkan makanan yang disantap hari itu untuk “saiban” atau sajian yang lebih sederhana. Isinya minimal nasi, bawang goreng, dan garam. Saiban dipersembahkan untuk mencuci dosa-dosa yang dilakukan setiap hari pula. Saiban diletakkan di tempat dosa-dosa dilakukan, yakni pintu, talenan di dapur, tempat beras, dan sumur. Banyak sekali simbol yang bermain dalam makanan persembahan. Itik, misalnya, tidak lagi dipandang semata sebagai persembahan sesajen, tetapi simbol dari sifat kebijaksanaan yang dimiliki itik. Penyu melambangkan alas bumi karena bisa hidup di darat dan di laut. Ayam melambangkan kedinamisan, anjing melambangkan kesetiaan, babi melambangkan kemalasan. Pembunuhan hewan-hewan untuk upacara juga bukan semata pembunuhan, melainkan “ruwat” atau penyucian, karena hewan itu ditujukan ditujukan untuk dewa atas menjadi persembahan sesajen. Sedangkan lungsuran persembahan sesajen kepada dewa itu bisa menjadi makanan yang penuh berkah bagi manusia. Dalam konsep Hindu-Bali, tidak ada kekejaman terhadap pembunuhan hewan bagi keperluan persembahan. Yang ada justru konsep kasih sayang. Roh-roh hewan yang mati itu diruwat, disucikan, dan ditingkatkan derajatnya agar bereinkarnasi menjadi manusia dalam kehidupan berikutnya. Jika persembahan sesajen itu ditujukan untuk dunia bawah, dia menjadi hewan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
136
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
kurban yang memberikan kekuatan pada alam semesta. Dengan cara itu, keharmonisan hubungan antara Tuhan, alam semesta, dan sesama manusia terjaga. Berdasarkan konsep itulah, apa pun yang ada di alam bisa dijadikan sarana persembahan atau kurban. Hewan seperti macan juga digunakan untuk ritual. Namun, lazimnya hewan persembahan atau kurban adalah hewan yang bisa dimakan manusia. Kondisi ekologi tampaknya memberi pengaruh pada isi sesajen. Di kawasan pesisir, seperti Negara dan Gilimanuk, hewan laut seperti kepiting, udang, dan ikan masuk dalam sesajen. Di Denpasar Selatan, di dalam sajen ada penyu yang diolah sebagai lawar, sate, dan lainnya. Di daerah pedalaman, seperti Dauh Tukad, Tenganan, Karangasem, sajen berisi itik, babi, kerbau atau anjing. Kategori mana hewan untuk persembahan ke dewa dan dunia bawah tidak selalu sama. Di beberapa daerah, itik hanya digunakan untuk persembahan sesajen ke dewa, sedangkan babi untuk butha kala penguasa dunia b awah. Di Daud Tukad, itik digunakan sekaligus untuk dewa dan butha, sedangkan babi untuk dewa. Untuk dewa, itik diguling, untuk dunia bawah, itik dibakar. Sejarah perjalanan suatu desa juga mempengaruhi pilihan atas hewan persembahan. Masyarakat yang tinggal di Banjar Dadia Puri, Desa Bunutin, Kabupaten Bangli, misalnya, tidak mempersembahkan babi. Sebab, mereka menganggap dirinya keturunan Pangeran Mas Wilis dari Blambangan, Jawa Timur, yang memiliki saudara kembar bernama Pangeran Mas Sepuh. Ketika datang ke Bali bersama Pangeran Mas Wilis abad ke-16, Pangeran Mas Sepuh diperkirakan telah beragama Islam. Simbol toleransi beragama juga terlihat dari “pelinggih” (bangunan (bangunan suci persemayaman dewa) berbentuk langgar di Pura Dalem Jawa, Bunutin. Begitulah, sesajen yang beraneka merupakan cerminan masyarakat Bali yang heterogen. Setiap daerah di pulau ini mendapat sentuhan pengaruh Hindu-Jawa dengan kadar yang berbeda-beda. Maka terbentuklah ruang sosial yang heterogen pula. Adat menjadi suatu realitas yang bisa disebut religius karena didirikan oleh para leluhur. Dalam konteks makanan, kategori-kategori juga diciptakan berdasarkan pengetahuan pembuatnya, lantas dipraktekkan, disimbolisasi, dan diulang-ulang. Itulah yang membuat makanan dan hewan persembahan berbeda di setiap daerah. Perlakuan terhadap makanan, variasi, simbol, filosofi, dan stratanya juga berbeda. Meski begitu, tetap ada benang merah dalam makanan Bali, yakni nasi, daging, sayur, dan sambal. Benang merah lain yang mengikat makanan Bali adalah bumbu. Boleh dikata, apa pun masakan Bali, mulai lawar, babi guling, sate lilit hingga ayam / bebek betutu, geneplah bumbunya. Itulah bumbu dasar yang memberi cita rasa khas pada semua masakan Bali. Di dalamnya ada 15 jenis bumbu yang digunakan, termasuk salam, serai, kemiri, dan jeruk limau. Jika bumbu dasar itu ditambah dengan basa wewangen (bumbu rempah) yang terdiri dari lada, pala, jintan, ketumbar, kayu manis, terciptalah basa gede atau bumbu besar yang total terdiri atas 29 jenis bumbu, termasuk kemenyan. Secara teologis bumbu mencerminkan berbagai sifat manusia. Ketika sifat-sifat itu dipadukan dengan baik, terciptalah rasa yang seimbang. Bumbu juga mencerminkan pertemuan antara laut dan gunung (segara-giri ), ), pesisir dan pedalaman. Hubungan laut-gunung adalah konsep yang cukup tua di Bali. Temuan wadah kubur (sarkofagus) di Gilimanuk yang dihuni manusia Bali zaman prasejarah mempertegas adanya kontak antara daerah pesisir dan pedalaman. Sebab, bahan sarkofagus berupa batu padas tidak ada di pesisir Gilimanuk, tetapi di pedalaman.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
137
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
13. Makanan Pelambang Bagi Masyarakat Tionghoa Tionghoa a. Rumah Baru
Di kalangan warga Tionghoa, bila ada yang pindah rumah, biasanya kerabat dan kenalan datang dengan membawa "sayur kailan dan tahu". Sayur kailan melambangkan makna agar seorang membuang barang-barang yang sudah usang, dan hidup dengan barang-barang yang baru. Sedangkan tahu melambangkan harapan rezeki yang bagus dan berkesinambungan. Buah tangan yang juga baik untuk menyambut rumah baru seorang teman atau kerabat adalah "kue mangkok". Kue mangkok itu mekar. Dengan kue mangkok itu kita ingin menyatakan harapan agar rezeki teman atau kerabat itu juga ikut mekar. b. Meminang
Di kalangan warga Tionghoa yang masih memegang tradisi, mereka juga sering membawa buah "pak hap" (semacam melinjo) di dalam saku bila sedang meminang seorang gadis untuk dinikahi. Pak hap berarti seratus tahun bersatu. Dengan demikian buah itu melambangkan keinginan untuk bersatu sepanjang abad dalam perkawinan yang bahagia. Ada pula yang membawa memba wa "biji teratai" ketika upacara meminang. memina ng. Dikatakan sekalipun sekalipu n di dalam lumpur, biji teratai tetap putih bersih. Ini melambangkan harapan agar kita semua tetap suci sekalipun dalam kond isi hidup yang sulit. Yang jelas, harus ada "permen" dalam upacara perkawinan orang Tionghoa. Maknanya, agar hidup pasangan pengantin baru selalu manis bagaikan permen. "Bakso" juga sering merupakan bagian dari hidangan pada pesta-pesta perkawinan. Bentuk bakso yang bulat melambangkan bulatnya kesepakatan dalam rumah tangga yang akan dibina, supaya tidak sering cekcok. c.
Sakit
Sebaiknya kita tidak membawa "semangka" bila mengunjungi warga Tionghoa yang sakit. Buah semangka disebut sikua dalam bahasa mereka. Si, selain berarti empat, juga berarti be rarti mati. Kalau Anda membawa semangka, sama saja Anda mengh arapkan si sakit cepat mati. Bawalah "apel atau jeruk". Apel dalam bahasa Tionghoa disebut ping an yang juga berarti selamat. Maknanya, kita mendoakan si sakit beroleh keselamatan dan segera sembuh. d. Usia Jika Anda berusia "44", jangan sebut angka itu. Bilang saja lewat 43 atau hampir 45. Ternyata, 44 berarti mati dua kali. e. Berduka Di saat berduka, masyarakat Tionghoa terbiasa hidangkan makanan "fumak cah". Fu itu berarti pahit. Mak berarti sesuatu yang lembut. Pare, misalnya, yang juga pahit disebut fukua. Orang yang sedang berduka – misalnya karena kematian anggota keluarga yang disayangi – suka makan fukua dan fumak untuk menghayati kepahitan yang sedang dialaminya. Karena itu kita juga tidak boleh menanam pare di lingkungan rumah, agar rumah kita terhindar dari kepahitan. Tanamlah pare di kebun yang tidak menjadi bagian dari rumah.
BAB XII BEBERAPA GAYA MAKANAN INDONESIA
1. Kegemaran Makan Sambal Orang Indonesia (khususnya juga bangsa-bangsa di Asia Selatan, Asia Timur dan Amerika Latin) suka sambal karena bangsa-bangsa ini suka rasa pedas yang dihasilkan cabai. Namun yang pasti sambal tidak bisa dilepaskan dari keseharian orang Indonesia karena merupakan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
138
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
salah satu hidangan populer di negeri ini. Bukan sekadar pelengkap hidangan, tapi bisa menjadi menu utama karena kebiasaan makan orang Indonesia. Indonesia memiliki beragam varian sambal lezat yang berasal dari daerah-daerah di seluruh Nusantara. Beberapa sambal yang populer antara lain sambal terasi, sambal bajak, sambal balado, sambal hijau, sambal kecap, sambal kacang dan masih banyak lagi. Dalam bukunya, Suryatini N Ganie mencatat sekurang-kurangnya 100 variasi makanan Indonesia yang dibuat dari sambal. Dalam peradaban manusia, cabai sudah ada setidaknya sejak 6.000 tahun silam, dimana bubuk cabai dipergunakan dalam hidangan makanan suku Indian Maya & Aztec, salah satu suku asli di Amerika Latin. Bagi suku Indian Maya & Aztec cabai memiliki posisi penting karena cabai adalah salah satu bentuk kenikmatan hidup. Malah ketika para pendeta Aztec berpuasa untuk memuja para dewa, ada dua hal yang wajib dihindari: "seks dan cabai". Penyebaran biji-biji cabai ke seluruh dunia dipelopori Christopher Colombus, ketika ia bertolak pulang ke Spanyol dari Amerika Latin. Dari Spanyol, biji cabai mulai merambah Eropa lalu dunia dan sampai ke bumi Nusantara. Kegemaran orang Indonesia makan sambal dipercayai berlangsung sejak lama. Meskipun sambal merupakan makanan masyarakat kita, namun tanaman cabai, yang menjadi bahan utama sambal, dibawa dan diperkenalkan oleh bangsa Portugis pada abad ke-16, yang kemudian ditanam di sini. Namun ada beberapa indikasi bahwa cabai sudah dikenal jauh sebelumnya, dimana teks Ramayana abad ke-10 telah menyebut cabai sebagai salah satu contoh jenis makanan favorit saat itu dan komoditas perdagangan yang penting sejak masa Jawa Kuno. Sejarahnya orang Indonesia suka dan terbiasa makan sambal karena makanan Indonesia bersifat hidangan dingin. Disamping itu bagi masyarakat bawah, sambal merupakan bahan pengalih dan penyedap terhadap komposisi makanan sederhana mereka yang kadangkala tidak ada proteinnya. Cabai menjadi penting dalam setiap masakan karena rasa pedasnya tidak hanya menggugah selera tetapi juga sebagai pengganti temperatur panas yang bikin tubuh menjadi segar, hangat dan berkeringat serta yang paling penting merupakan stimulan untuk meningkatkan nafsu makan dan citarasa terhadap makanan. Apalagi budaya masakan Indonesia bisa dikatakan tidak bisa dipisahkan dari rasa pedas, sehingga masakan lokal tidak akan lengkap kalau tidak ada cita rasa pedas atau sambal .. Anekdotnya "makan tanpa sambal, ibarat makanan tanpa garam". 2.
Gulai, Gule & Kari
Bagi masyarakat awam, khususnya yang belum terlalu fasih dengan bumbu-bumbu masakan, pasti masih mempertanyakan apa perbedaan gulai dan kari, mengingat warnanya yang terkesan sama, rasanya yang hampir-hampir mirip, dan samanya daging yang diolah. Kari merupakan masakan khas Asia Selatan, khususnya India, yang kemudian menyebar ke Asia Barat, khususnya Arab Saudi, hingga ke Asia Tenggara dan Timur, seperti Thailand, Indonesia, Malaysia, dan Jepang. Bumbu kuah kari terbilang sangat kompleks, seperti santan kental, tomat, cabai, bawang putih, bawang merah, jahe, cengkih, kayu manis, kapulaga, jintan, pekak, pala, serai, ketumbar, daun jeruk, serta daun salam koja atau daun kari. Rasa kari akan lebih berempah akibat sentuhan daun kari.Tentu tak lupa garam dan lada ikut bergabung.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
139
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Dilihat dari sejarah Nusantara, kari memang dibawa orang India ke Indonesia. Karena cita rasanya yang pas di lidah orang Indonesia, terutama orang Melayu. Kari pun populer di masyarakat Nusantara. Dulu, mencari daun kari tak semudah sekarang, bahkan kini bubuk kari dapat dijumpai di pasar atau supermarket terdekat. Orang Melayu yang sebagian besar memang tinggal di Sumatera Barat, membuat sajian kari versinya sendiri, yaitu gulai, tentunya tanpa daun kari dan menambahkan rempah kunyit. Bumbu gurih pedas dengan isian bervariasi membuat gulai jadi pilihan lauk lezat untuk nasi atau ketupat. Sama lezatnya, kari dan gulai pun akhirnya berkembang menjadi makanan favorit masyarakat Indonesia hingga sekarang. Sebenarnya, kuah gulai berwarna kuning kecokelatan karena ditambahkan kunyit, sedangkan kari berwarna cokelat kemerahan. Namun, tak jarang sekarang gulai juga berwarna kemerahan karena ditambah banyak cabai. Pada dasarnya, kari merupakan jenis masakan yang merupakan serapan dari seni masakan India dan Arab di Indonesia. Kari sendiri memiliki ciri khas yaitu tidak terbatasnya penggunaan rempah-rempah yang ada. Tetapi banyak dari rempah India yang kurang disukai oleh masyarakat Indonesia sehingga dikuranginya penggunaan rempah tersebut dan membuatnya susah dibedakan antara kari dan gulai. Sementara gulai sendiri merupakan varian dari kari yang memili asal dari kota Padang, Sumatera Barat. Gulai lebih disukai oleh masyarakat kita karena rempahnya menggunakan rempah lokal yang sudah familiar dengan lidah Indonesia. Walaupun berasal dari Padang, berbagai macam masakan yang menggunakan gulai juga dapat ditemukan di Aceh dan bagian Sumatera lainnya. Disamping gulai, masakan Indonesia juga mengenal gule. Kedua sajian ini sering tertukar penyebutannya. Meski namanya mirip, gulai dan gule memiliki perbedaan signifikan. Gulai merupakan hidangan berkuah khas Sumatera dengan bahan baku ayam, ikan, kambing, sapi, jeroan atau sayuran. Gulai dimasak dalam kuah berempah dengan citarasa gurih. Sebab gulai mendapat pengaruh masakan India yang kaya rempah, contohnya kari. Rempah yang dipakai antara lain kunyit, ketumbar, lengkuas, jahe, adas, jintan dan lainnya. Setelah dihaluskan, rempah dimasak dengan santan. Pada saat memasak daging, gulai jadi tahapan paling basah sebelum terbentuk kalio dan rendang. Sebab kandungan cairannya paling banyak. Biasanya gulai Sumatera memiliki kuah bertekstur kental dengan rasa manis atau pedas. Warna kuahnya juga beragam, seperti gulai merah dan gulai kuning. Sedangkan gule berasal dari Jawa. Isiannya berupa daging kambing, tulang atau jeroannya. Kuah gule lebih cair dan tidak terlalu kental. Penggunaan santan encer dan kaldu daging kambing membuat rasanya gurih. Namun citarasanya tidak gurih pekat seperti gulai. Gule juga tidak begitu pedas karena ada sedikit pemakaian gula. Rempah tetap digunakan dalam sajian gule. Diantaranya adalah merica, kayu manis, pala, kapulaga, jahe, kunyit dan cabai merah. Biasanya gule Jawa juga menambahkan cabe Jawa dengan bentuk kering kecil panjang. Cabe ini banyak dipakai dalam ramuan jamu tradisional sehingga bisa membuat badan lebih hangat. Tak seperti gulai, sajian gule nikmat disantap dengan pelengkap. Kecap rawit, jeruk nipis dan kerupuk termasuk pendamping yang tepat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
140
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
3.
Aneka Nasi Di Indonesia
Makanan Indonesia memang sangat beragam. Setiap tempat memiliki banyak sekali jenis makanan dan berbeda-beda pula cara penyajiannya, salah satu contohnya adalah nasi. Indonesia adalah negara yang sangat suka mengkonsumsi nasi. Nasi menjadi bahan pokok untuk disantap setiap hari, mulai dari pagi, siang, hingga malam hari. Dari anak balita hingga orang dewasa, semua menyukai nasi. Oleh karena itu masyarakat Indonesia memiliki bermacam-macam variasi makanan olahan nasi dengan bumbu yang variatif. Di bawah ini disampaikan beberapa dari aneka macam nasi di Indonesia itu, yakni : a.
Nasi Bakar
Jenis nasi yang satu ini terbilang unik karena dimasak dengan cara dibakar. Sebelum dibakar, pertama-tama nasi dibungkus dengan daun pisang dan dibakar di bara api. Nasi bakar memiliki ciri khas dari aroma yang wangi. Karena dibakar, maka menciptakan aroma yang khas dan wangi sehingga dapat menamb ah kelezatan makanan ini. Nasi bakar biasanya disajikan bersama ayam goreng, ikan asin, ikan teri, ikan peda, udang, tahu, tempe, jamur, telur bebek asin, dan lainnya. b. Nasi Becak
Nasi becak atau yang disebut sego becak adalah makanan khas kota Semarang yang memiliki porsi lebih banyak dari porsi makanan pada umumnya karena dikhususkan untuk para tukang becak. Nasi becak ini sangat gampang ditemui di Semarang dan memiliki harga yang sangat murah, yang cocok buat kantong para tukang becak. Lauknya juga memakai lauk seadanya seperti mie, telur, dan sedikit daging yang me makai cabe. c.
Nasi Becek
Nasi becek adalah hidangan khas yang berasal dari Nganjuk, Jawa Timur, Indonesia. Di tempat asalnya hidangan ini dikenal dengan nama sego becek. Nasi becek mirip dengan kuah soto namun diberi sambal kacang. Ciri khas nasi becek ini terletak pada bagian atas nasinya terdapat tambahan kubis yang telah diiris tipis-tipis, tauge, dan potongan daging, lalu disajikan bersama sate kambing yang lengkap dengan bumbu kacang dan bawang merah diatasnya. Sego becek adalah hidangan yang mirip dengan kari/kare kambing. Isi dari sego becek nyaris serupa dengan soto babat, namun diberi potongan sate kambing yang telah dilucuti dari tusuk satenya. Daging yang dipilih adalah daging kambing. Tidak lupa diberi potongan bawang merah yang menambah ken ikmatan rasa hidangan ini. Secara keseluruhan, rasanya mungkin cenderung mirip dengan mayoritas makanan sejenis yang berkembang di daerah Solo, Jawa Tengah. Cenderung manis dan tidak asin, berbeda dengan umumnya hidangan utama ala Jawa Timuran yang cenderung asin. d.
Nasi Bogana
Nasi bogana atau nasi begana adalah hidangan nasi gaya Indonesia, berasal dari Tegal, Jawa Tengah. Biasanya dibungkus dalam daun pisang dan disajikan dengan berbagai lauk.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
141
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
e.
Nasi Boranan
Nasi boranan adalah makanan yang berasal dari Lamongan, Jawa TImur. Kata boranan berasal dari tempat nasi yang terbuat dari anyaman bambu. Nasi boranan termasuk makanan yang terbilang langka karena makanan ini hanya tersedia di Lamongan. Nasi boranan terdiri dari nasi, rempeyek, serta lauk pauk. Lauk pauk yang ditawarkan juga bervariasi disetiap tempat, seperti ayam, jeroan, telur dadar, tahu ataupun tempe. Selain yang sudah di sebutkan diatas, makanan ini memiliki suatu kekhasan yang tidak ada pada makanan lain yaitu boran (nama tempat anyaman bambu yang berbentuk kotak), ikan sili (ikan musiman yang harganya paling mahal dari lauk yang lainnya), empuk (dibuat dari tempung terigu yang diberi bumbu), dan pletuk (nasi yang dikeringkan lalu dibumbui dan digoreng. Pletuk berasal dari bunyi makanan ketika dikunyah yaitu “pletuk”) f.
Nasi Campur
Nasi campur adalah masakan khas Indonesia. Makanan ini terdiri dari nasi putih yang dihidangkan dengan bermacam-macam lauk-pauk. Lauk yang digunakan adalah sambal goreng, abon, serundeng, tahu goreng, ikan goreng, telur dan lain-lain. Tergantung dari warung atau rumah makan yang menyajikannya nasi campur dapat memiliki variasi tersendiri. Masakan ini juga sering dijual dalam bungkus kertas atau daun pisang. g.
Nasi Empal
Nasi empal menggunakan empal sebagai makanan utama. Daging empal menggunakan daging sapi yang dimasak bersama bumbu hingga kering dan gurih. Nasi empal biasanya disantap bersama sayuran, tempe, tahu, mie/bihun serta irisan mentimun dan sambel yang pedas. h.
Nasi Gandul
Nasi gandul atau Sego Gandul adalah masakan khas yang berasal dari daerah Pati, Jawa Tengah, Indonesia yang sepintas mirip dengan semur daging dan gulai. Nasi gandul merupakan masakan khas daerah Pati (daerah pesisir Jawa Tengah, merupakan jalan pantai utara Jawa). Akan tetapi, konon menurut cerita, daerah di Pati yang memopulerkan nasi gandul ini adalah desa Gajahmati (arah selatan teminal bus Pati. Desa Semampir (sebelah timur dari desa gajahmati), itulah sebabnya sering ditemui katakata nasi gandul gajahmati. Walaupun pada akhirnya banyak ditemui penjual nasi gandul yang tidak berasal dari desa Gajahmati tetap menuliskan kata desa Gajahmati pada spanduk tempat makan mereka. Jika ditelusuri asal-usul pemberian nama nasi gandul, banyak versi yang mengemukakan tentang hal tersebut. Versi pertama mengatakan bahwa nama nasi gandul adalah nama pemberian dari pembeli. Dulu, di daerah Pati, penjual nasi gandul menjajakan nasinya dengan menggunakan pikulan yang berisi kuali (tempat kuah nasi gandul) di satu sisi, dan bakul nasi serta peralatan makan nasi gandul di sisi lain. Kemudian, pikulan tersebut digotong dan dijajakan sehingga pikulan tersebut naik-turun seirama dengan langkah penjualnya (kedua sisi bambu ini bergantungan bakul nasi dan kuali kuah secara menggantung (gandul). Oleh sebab itu, masyarakat kemudian menamainya nasi gandul. Versi kedua, nama nasi gandul terinspirasi dari cara penyajian nasi gandul yang unik. Cara penyajiannya: piring yang telah dilapisi oleh daun pisang, kemudian diisi oleh nasi, baru setelah itu diberi kuah. Karena penyajian yang serupa itu, oleh para pembeli menyebut bahwa nasi dan kuah itu mengambang; menggantung (tidak menyentuh piring). Versi ketiga mungkin dahulu hanya sebagai bahan banyolan masyarakat Pati. Dikisahkan bahwa penjual (seorang pria) yang menjajakan nasi tersebut dengan cara berkeliling, memakai sarung. Ketika penjual tersebut duduk dan melayani pembeli, sarung penjual
Edisi II
Indrakarona Ketaren
142
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
tersebut tersingkap dan kelihatan alat kelaminnya yang ‘gondal-gandul’. Kemudian, sejak saat itu orang menyebut nasi itu adalah nasi gandul. Dari versi-versi tersebut, versi pertama dan kedualah yang bisa diterima oleh masyarakat luas. Makanan ini sama sepintas sangat mirip dengan soto betawi dan soto tangkar yang dijual di seputaran daerah Jakarta, soto padang yang dijual di seputaran daerah Kota Padang, serta soto bandung yang dijual di seputaran daerah Kota Bandung. Cara penyajian nasi gandul ini tergolong unik, karena dalam penyajiannya piring dialasi dengan daun pisang. Makannya juga tidak menggunakan sendok, melainkan suru, yaitu daun pisang yang dipotong memanjang d an dilipat dua untuk digunakan sebagai penganti sendok. Namun biasanya para penjual nasi gandul tetap menyediakan sendok maupun garpu untuk persiapan apabila pembeli tidak dapat menggunakan suru. Saat membeli nasi gandul biasanya hanya akan mendapatkan nasi putih ditambah kuah gandul dengan sedikit potongan daging sapi. Apabila lauk yang telah diberikan dianggap tidak cukup, pembeli dapat meminta tambahan lauk kepada penjual. Biasanya tambahan lauk yang tersedia pada nasi gandul a dalah: tempe goreng, perkedel, telor bacem, daging sapi, dan jerohan sapi. Tambahan lauk ini dapat dipotong kecil-kecil sesuai dengan permintaan pembeli. i.
Nasi Geghog
Nasi geghog merupakan makanan khas Trenggalek, ciri khas nasi geghog ini ada pada ikan teri dan rasa pedasnya yang luar biasa, yang bisa menghilangkan rasa pusing dikepala dan meredakan influenza (menurut warga setempat). Bumbu yang digunakan adalah bumbu yang tradisional, yaitu bawang merah, bawang putih, cabe, dan ikan teri. Pada mulanya beras dimasak hingga mencapai setengah matang, kemudian dicampur dengan bumbu dan ikan teri, lalu dimasak lagi hingga benarbenar matang. j.
Nasi Goreng
Nasi goreng adalah sebuah makanan berupa nasi yang digoreng dan diaduk dalam minyak goreng atau margarin, biasanya ditambah kecap manis, bawang merah, bawang putih, asam jawa, lada dan bumbu-bumbu lainnya, seperti telur, ayam, dan kerupuk. Ada pula nasi goreng jenis lain yang dibuat bersama ikan asin yang juga populer di seluruh Indonesia. Masakan nasional Indonesia ini tidak mengenal batasan kelas sosial. Nasi goreng dapat dinikmati secara sederhana di warung tepi jalan, gerobak penjaja keliling, hingga restoran dan meja prasmanan dalam pesta. Nasi goreng juga dikenal sebagai masakan nasional Indonesia. Dari sekian banyak hidangan dalam khazanah masakan Indonesia, hanya sedikit yang dapat dianggap sebagai makanan nasional sejati walaupun sebenarnya merupakan akulturasi dari luar yakni Tiongkok. Nasi adalah sebuah bagian penting dari masakan tradisional Tionghoa, menurut catatan sejarah sudah mulai ada sejak 4000 SM. Nasi goreng kemudian tersebar ke Asia Tenggara dibawa oleh perantau-perantau Tionghoa yang menetap di sana dan menciptakan nasi goreng khas lokal yang didasarkan atas perbedaan bumbu-bumbu dan cara menggoreng. Nasi goreng sebenarnya muncul dari beberapa sifat dalam kebudayaan Tionghoa, yang tidak suka mencicipi makanan dingin dan juga membuang sisa makanan beberapa hari sebelumnya. Makanya, nasi yang dingin itu kemudian digoreng untuk dihidangkan kembali di meja makan .
Edisi II
Indrakarona Ketaren
143
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ada berbagai macam resep nasi goreng tetapi unsur utamanya adalah nasi, minyak goreng, kecap manis. Selain itu banyak tambahan lain yang dapat dimasukkan, mulai dari sayuran, daging, sampai sambal, saus, kerupuk dan telur goreng. Nasi goreng baik di Indonesia maupun di negara-negara lain dapat memiliki variasi tersendiri tergantung dari daerah asal dan bumbu atau bahan yang digunakan. Variasi ini biasanya dipengaruhi oleh bahan makanan yang biasa digunakan masyarakat setempat dan pengaruh ramuan bumbu dari negara tetangga, ataupun pengaruh budaya etnik asing bawaan yg datang ke negara tersebut. Beberapa variasi nasi goreng yang terkenal diIndonesia antara lain adalah nasi goreng ikan asin, nasi goreng Jawa, nasi goreng kambing, nasi goreng pete, dan lain sebagainya. Di Belanda, nasi goreng adalah judul lagu Tante Lien, "Geef Mij Maar Nasi Goreng" (Berikan Aku Nasi Goreng Saja) yang direkam tahun 1979. Lagu ini mendemonstrasikan hubungan sejarah makanan antara Belanda dan Indonesia dan mendeskripsikan betapa rindunya orang-orang keturunan Indo (Eurasia) yang menetap di Belanda dengan masakan Indonesia. Pada umumnya, masakan Indonesia banyak ditemukan di Belanda karena hubungan kolonial yang historis dengan Indonesia. Para migran Indonesia menyediakan masakan Indonesia untuk dimakan di restoran atau dibawa pulang. Versi nasi goreng bawa pulang mudah dijumpai di supermarket. Toko bawa pulang dan restoran Cina juga sudah menyediakan nasi goreng, ditambah berbagai pilihan masakan Indonesia, namun dengan bumbu Kanton. Di Flandria, nama nasi goreng sering dipakai untuk menyebut nasi goreng bergaya negara Asia manapun. k.
Nasi Grombyang
Nasi grombyang makanan khas dari Pemalang, Jawa Tengah. Nasi grombyang adalah nasi berkuah. Kata grombyang diambil dari bahasa jawa yang artinya bergoyang-goyang. Karena kuahnya banyak, maka terlihat seperti bergoyang-goyang. Maka dipakailah kata grombyang. Lauk nasi grombyang memakai daging kerbau dan kuah, serta disajikan bersama sate kerbau. l.
Nasi Gudang
Nasi gudang atau yang biasa di sebut sego gudang adalah makanan nasi yang menggunakan sayur gudangan. Makanan ini merupakan ciri khas masyarakat Klaten, Jawa Tengah. Sayur gudangan adalah paduan dari beberapa sayuran yang di iris halus seperti daun bayung, kecambah, daun bentis. Lalu ditaburi bumbu yang terbuat dari parutan kelapa dan cabe kemudian dibungkus dengan daun jati ataupun daun pisang. Nasi gudang menggunakan lauk tempe goreng atau kedelai goreng. m.
Nasi Gude
Nasi gudeg berasal dari Yogyakarta, makanan ini terbuat dari buah nangka muda yang dimasak dengan santan selama berjam-jam lalu disajikan bersama nasi, santan kental (biasa disebut areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek. Ciri khas nasi gudeg terletak pada rasa yang gurih dari gudeg yang dicicipi bersama nasi dan juga kelezatan dari opor ayam ataupun sambal goreng krecek, menjadikan makanan ini memiliki cita rasa tinggi yang khas. n.
Nasi Gurih
Nasi gurih adalah nasi yang dimasak dengan air santan kelapa dan ditambahi garam agar rasanya menjadi lebih gurih.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
144
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
o.
Nasi Jamblang
Sega Jamblang (Nasi Jamblang dalam Bahasa Indonesia) adalah makanan khas dari Cirebon, Jawa Barat. Nama Jamblang berasal dari nama daerah di sebelah barat kota Cirebon tempat asal pedagang makanan tersebut. Ciri khas makanan ini adalah penggunaan daun Jati sebagai bungkus nasi. Penyajian makanannya pun bersifat prasmanan. Nama sega jamblang konon berasal dari sebuah nama desa di sebelah barat kota Cirebon, yakni desa Jamblang, Jamblang, Cirebon. Walaupun bernama sega jamblang, makanan ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan pohon atau buah jamblang. Menu yang tersedia biasanya antara lain sambal goreng, tahu sayur, paru-paru (pusu), semur hati atau daging, perkedel, sate kentang, telur dadar/telur goreng, telur masak sambal goreng, semur ikan, ikan asin, tahu dan tempe. Sega Jamblang adalah makanan khas Cirebon yang pada awalnya diperuntukan bagi para pekerja paksa pada zaman Belanda yang sedang membangun jalan raya Daendels dari Anyer ke Panarukan yang melewati wilayah Kabupaten Cirebon. Sega Jamblang saat itu dibungkus dengan daun jati, mengingat bila dibungkus dengan daun pisang kurang tahan lama sedangkan jika dengan daun jati bisa tahan lama dan tetap terasa pulen. Hal ini karena daun jati memiliki pori-pori yang membantu nasi tetap terjaga kualitasnya meskipun disimpan dalam waktu yang lama. Walaupun menunya sangat beraneka ragam, namun harga makanan ini relatif sangat murah. Karena pada awalnya makanan tersebut diperuntukan bagi untuk para pekerja buruh kasar di Pelabuhan dan kuli angkut di jalan Pekalipan. p.
Nasi Jagung
Nasi jagung adalah makanan khas Indonesia. Nasi jagung, sesuai namanya adalah makanan yang terdiri dari nasi dan jagung pipil (jagung yang sudah tua). Nasi jagung lebih bervitamin daripada nasi biasa, dan biasanya dipakai sebagai makanan alternatif apabila beras melambung tinggi. q.
Nasi Kebuli
Nasi kebuli adalah hidangan nasi berbumbu yang bercitarasa gurih yang ditemukan di Indonesia. Nasi ini dimasak bersama kaldu daging kambing, susu kambing, dan minyak samin, disajikan dengan daging kambing goreng dan kadang ditaburi dengan irisan kurma atau kismis. Hidangan ini populer di kalangan warga Betawi di Jakarta dan warga keturunan Arab di Indonesia. Nasi kebuli menunjukan pengaruh budaya Arab Timur Tengah dan India Muslim, tepatnya tradisi Arab Yaman. Nasi ini mirip dengan nasi Biryani. Dalam kebudayaan Betawi, nasi kebuli biasanya disajikan dalam perayaan keagamaan Islam, seperti lebaran, kurban, atau maulid. Nasi kebuli juga populer di kawasan kota yang banyak terdapat warga keturunan Arab, seperti Surabaya dan Gresik. Nasi kebuli dibuat dengan cara menanak nasi bersama kaldu kambing dan susu kambing (kadang diganti santan). Daging kambing ditumis dan dicampurkan ke dalam nasi dengan juga membubuhkan minyak samin untuk memberikan aroma yang khas. Bumbu-bumbu yang dihaluskan dan ditumis bersama nasi ini adalah bawang putih, bawang merah, lada hitam, cengkeh, ketumbar, jintan, kapulaga, kayu manis, pala, dan minyak sa min. Kemudian daging kambing dimasak bersama dengan nasi setengah matang ini hingga akhirnya benar-benar matang. Daging kambing ini bisa diiris kecil-kecil dan dicampurkan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
145
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
ke dalam nasi, atau digoreng dan disajikan terpisah. Nasi kebuli biasanya disajikan dengan asinan nanas, kadang juga ditambahi sambal goreng hati. r.
Nasi Jamblang
Nasi jamblang adalah makanan khas Cirebon, Jawa Barat. Makanan ini memiliki sebutan lain yaitu sega jamblang, yang artinya adalah nasi jamblang. Nasi jamblang diambil dari nama desa di Cirebon, yaitu Desa Jamblang. Lauk nasi jamblang bisa dipilih, diantaranya adalah tempe, tahu, ikan asin, semur ikan, telur dadar, telur goreng, telur sambal goreng, tahu sayur, paru-paru, semur hati, daging, perkedel, sate kentang, dan sambal goreng. Ciri khas nasi jamblang terletak pada penyajiannya yang dibungkus menggunakan daun jati dan lauknya yang beragam yang bisa dipilih dan ditambahkan sesuai selera. s.
Nasi Jinggo
Nasi jinggo, atau yang biasa disebut nasi jenggo, memiliki arti “seribu lima ratus” sehingga pedagang menjualnya seharga Rp.1.500. Namun karena harga barang-barang semakin naik, tentu saja nasi jinggo tidak bisa dijual dengan harga Rp.1.500 terus. Nasi Jinggo adalah makanan khas Bali yang memiliki lauk sambal goreng tempe, ayam suwir dan serundeng. Kadang disajikan bersama mie bersama sambal lalu dibungkus menggunakan daun pisang. Ciri khas nasi jinggo terletak pada porsinya yang sedikit, jadi harganya pu n sangat murah. t.
Nasi Kapau
Sesuai namanya, nasi kapau merupakan makanan tradisional yang berasal dari Nagari Kapau, Sumatera Barat. Ciri khas nasi kapau menggunakan banyak kelapa untuk menghasilkan rasa gurih, dan juga dilengkapi dengan gulai nangka yang dicampur dengan santan, kacang panjang, kol, rebung, pakis dan jengkol. Lauk nasi kapau sebagian besar terdiri dari daging-dagingan seperti ayam goreng, ayam panggang, teri balado, dendeng balado, belut goreng, ayam rendang dan daging rendang. Selain itu terdapat banyak pilihan gulai yang bisa dipilih sesuai selera, diantaranya gulai usus, guali ikan dan gulai tunjang. Beras yang digunakan juga tidak sembarang beras. Beras yang digunakan adalah beras berkualitas tinggi yang di dapat dari kota Bukittinggi dan Agam. u.
Nasi Krawu
Nasi krawu adalah makanan khas Gresik, Jawa Timur. Nasinya agak pulen dan wangi serta didampingi oleh lauk daging suwir. Nasi krawu disajikan di atas daun pisang dan ditambahi lauk berupa daging sapi yang telah disuwir-suwir yang dicampur dengan jaroan sapi dan ditemani oleh sambal terasi yang pedas, serta serundeng (parutan kelapa sangrai). Ciri khas nasi krawu terletak pada serundengnya yang terdiri dari 2 varian, yaitu serundeng kuning untuk rasa yang gurih dan manis, serta serundeng merah dengan rasa yang manis. v.
Nasi Kucing
Nasi kucing (bahasa Jawa: sego kucing) adalah makanan yang berasal dari Yogyakarta, Semarang, dan Surakarta. Porsi nasi kucing yaitu sedikit, biasanya ditambah sambal, ikan, dan tempe, lalu dibungkus daun pisang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
146
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kata "nasi kucing" berarti "nasi untuk kucing", karena porsinya yang kecil ditambah dengan berbagai macam lauk. Kata tersebut berasal dari kebiasaan masyarakat Jawa yang memelihara kucing dan memberikan makanan untuk peliharaannya dengan porsi kecil. Jenis lauk yang disediakan biasanya ikan dan tempe. Bahan lain yang dapat ditambahkan yaitu telur, ayam, dan mentimun. Disajikan dengan daun pisang dan bisa langsung disantap. Variasi dari nasi kucing adalah sego macan, ukurannya tiga kali lebih besar dibandingkan nasi kucing. Biasanya disajikan dengan nasi yang dibakar, ikan, dan sayuran. Seperti nasi kucing, sego macan juga dibungkus daun pisang. w.
Nasi Kuning
Nasi kuning adalah makanan khas Indonesia. Makanan ini terbuat dari beras yang dimasak bersama dengan kunyit serta santan dan rempah-rempah. Dengan ditambahkannya bumbu-bumbu dan santan, nasi kuning memiliki rasa yang lebih gurih daripada nasi putih. Nasi kuning adalah salah satu variasi dari nasi putih yang sering digunakan sebagai tumpeng. Nasi kuning biasa disajikan dengan bermacam lauk-pauk khas Indonesia. Dalam tradisi Indonesia warna nasi kuning melambangkan gunung emas yang bermakna kekayaan, kemakmuran serta moral yang luhur. Oleh sebab itu nasi kuning sering disajikan pada peristiwa syukuran dan peristiwa-peristiwa gembira seperti kelahiran, pernikahan dan tunangan. Dalam tradisi Bali, warna kuning adalah salah satu dari empat warna keramat yang ada, disamping putih, merah dan hitam. Nasi kuning oleh karena itu sering dijadikan sajian pada upacara kuningan. x.
Nasi Langgi
Nasi langgi, makanan yang juga b erasal dari kota Solo. Nasi langgi sangat nikmat karena memiliki lauk yang beragam serta nasi yang sangat gurih yang berasal dari santan kelapa. Lauk nasi langgi terdiri dari abon, telur dadar, kentang, kering tempe, serundeng, empal, mentimun, beserta lalapan. Nasi langgi juga dimasak dengan air santan kelapa hingga meresap kedalam nasi dan menghasilkan rasa yang gurih. y.
Nasi Lemak
Nasi lemak adalah jenis makanan khas Suku Melayu yang lazim ditemukan di Malaysia, di mana hidangan ini dianggap sebagai salah satu hidangan nasionalnya, dan juga di Indonesia (khususnya di Riau dan Kepulauan Riau). Hidangan ini pun dapat ditemukan di Singapura dan Brunei. Makanan ini biasanya dihidangkan un tuk sarapan pagi. Nasi lemak merujuk kepada nasi yang dimasak dengan menggunakan santan kelapa untuk memberikan citarasa gurih. Kadangkala daun pandan dimasukkan ketika nasi lemak dimasak untuk menambahkan aromanya. Istilah lemak dalam Bahasa Melayu atau lamak dalam Bahasa Minangkabau merujuk kepada rasa dan tekstur gurih berminyak yang dihasilkan santan kelapa yang melepaskan kandungan lemak nabatinya ke dalam nasi yang tengah ditanak. Nasi lemak biasanya dihidangkan dengan telur (yang direbus, digoreng mata sapi, atau didadar), irisan mentimun, ikan bilis atau teri goreng, dan sambal, cabai. Tetapi kini nasi lemak dijual dengan berbagai lauk-pauk seperti tempe, tahu, petai, kacang tanah goreng, kacang panjang, sate, daging, ayam, sotong, cumi-cumi, udang, kerang, ikan, limpa, dan ataupun hati sapi, yang juga sering disertai juga dengan parutan kelapa. Kini nasi lemak banyak dijajakan di rumah makan, warung, jajanan pinggir jalan, maupun oleh penjaja makanan keliling. Nasi Lemak lazim disebut dengan nama demikian di Semenanjung Malaya, Sumatera, Singapura dan Brunei. Sementara di Jakarta hidangan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
147
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
yang mirip nasi lemak dikenal dengan nama nasi uduk sedangkan di Jawa Tengah dengan nama sega liwet atau nasi liwet. Di Aceh hidangan yang mirip nasi lemak disebut nasi gurih. Sedangkan di Medan hidangan yang mirip nasi lemak namun dalam porsi bungkusan yang lebih kecil dan sedikit disebut nasi perang. Nasi lemak awalnya bukanlah satu makanan sarapan sehari-hari pada umumnya. Kebiasaan memakan nasi lemak dimulai sebagai suatu bekal makanan kepada petanipetani padi ataupun para pekerja perkebunan seperti karet, kelapa sawit, sayur-sayuran dan lain-lain. Di Malaysia, nasi lemak dalam kemasan daun pisang sering dibawa sebagai bekal ke kantor, karena makanan ini mampu memberi tenaga kepada mereka ini. z.
Nasi Lengko
Nasi lengko adalah makanan khas Cirebon, Indramayu, Tegal, Brebes dan sekitarnya maupun di Jawa Timur. Terdiri dari nasi, tempe, tahu, tauge, daun kucai, mentimun, bawang goreng, lalu disiram dengan saus kacang yang gurih dan lezat. Ciri khas nasi lengko adalah makanan ini tidak menggunakan bahan-bahan hewani, jadi sangat cocok untuk vegetarian. aa.
Nasi Liwet
Nasi liwet adalah makanan khas kota Solo. Nasi liwet adalah nasi gurih (dimasak dengan kelapa) mirip nasi uduk, yang disajikan dengan sayur labu siam, suwiran ayam (daging ayam dipotong kecil-kecil), opor ayam, telur pindang (telur rebus yang dimasak dengan bumbu), dan areh (semacam bubur gurih dari kelapa); lalu dibungkus menggunakan daun pisang agar semakin harum dan memiliki aroma yang alami. Cara memasak nasi liwet juga memakai cara tradisional, yaitu menggunakan wajan yang terbuat dari tanah liat dan juga memakai kayu bakar. Nasi liwet dimasak dengan santan hingga setengah matang, lalu di kukus hingga matang seperti memasak nasi pada umumnya. Penduduk kota Solo biasa memakan nasi liwet setiap waktu mulai dari untuk sarapan, sampai makan malam. Nasi liwet biasa dijajakan keliling dengan bakul bambu oleh ibuibu yang menggendongnya tiap pagi atau dijual di warung lesehan (tanpa kursi). Tempat paling terkenal untuk penjualan nasi liwet (warung lesehan) adalah di daerah Keprabon yang hanya berjualan pada malam hari. Sentra pedagang nasi liwet banyak dijumpai di Desa Duwet dan Desa Menuran Kecamatan Baki, Kabupaten Sukoharjo. bb.
Nasi Lunyu
Nasi lunyu, atau yang biasa disebut sega lunyu, adalah makanan khas Semarang. cc.
Nasi Megono
Nasi megono berasal dari Pekalongan, Jawa Tengah. Nasi megono merupakan makanan yang sangat sederhana, atau bisa dibilang makanan desa. Nasi megono memiliki ciri khas sayur megono. Megono adalah campuran dari nangka muda yang dicincang sampai halus dan diberi parutan kelapa muda dan cabai. Lauknya pun beragam, seperti opor ayam, ayam goreng, tempe goreng tepung, pepes tahu teri, pepes jamur dan ikan pindang. dd.
Nasi Minyak
Nasi minyak adalah kuliner khas Jambi. Nasi minyak ini menggunakan banyak bumbu, seperti jahe, lada, saus tomat, cengkeh, susu, minyak samin, jintan, dan kayu manis. Lalu di masak bersama beras dan menghasilkan nasi yang kaya akan rempah.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
148
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Nasi minyak lalu disantap bersama kari ayam atau kari sapi. Bisa juga dengan kari yang lainnya seperti kari kambing. ee.
Nasi Padang
Nasi padang adalah makanan khas dari kota Padang, Sumatera Barat. Nasi padang terkenal dengan santannya dan pedasnya yang luar biasa. Ciri khas nasi padang terletak pada lauknya yang kaya dan beragam, seperti gulai gajebo, gulai kepala ikan kakap, gulai tunjang, rendang, soto Padang, dendeng, ayam, dan sambal balado. Selain lauknya yang kaya, nasi padang memiliki ciri khas dari cara penyajiannya yang seperti atraksi, yaitu menumpuk beberapa piring yang berisi lauk nasi padang ke salah satu lengan atau kedua lengan pramusaji dan dihidangkan ke meja pengunjung. ff.
Nasi Pindang
Nasi pindang adalah makanan khas daerah Kudus, yang memiliki ciri khas kuah pindang dan aroma melinjo dari daun melinjo. Kuah pindang mirip dengan kuah rawon, tetapi kuah pindang menggunakan santan dan memiliki aroma melinjo. Isiannya tetap memakai daging sapi, babat, jeroan sapi, telur, tempe dan perkedel jagung. gg.
Nasi Rawon
Rawon adalah makanan khas yang berasal dari daerah Surabaya, Jawa Timur, berupa sup daging yang berkuah hitam yang disajikan dengan nasi putih. Supnya menggunakan bumbu khas Indonesia seperti bawang putih, bawah merah, lengkuas, lombok, kluwek, garam, kunir serai, ketumbar dan minyak nabati lalu dimasukkan ke dalam kaldu daging sapi. Warna hitam rawon d idapat dari kluwek. Rawon di sajikan bersama nasi, daging empal, daun bawang, tauge, kerupuk udang. hh.
Nasi Sayur
Nasi sayur adalah makanan khas Indonesia yang berasal dari kota Surabaya.. Isiannya sangat sederhana seperti mie, sawi, dan daging ayam cincang yang ditumis secara bersamaan, setelah itu di tuang ke atas nasi atau nasi goreng dan dilengkapi dengan irisan mentimun. ii.
Nasi Tempong
Nasi tempong adalah kuliner yang berasal dari daerah Banyuwangi, Jawa Timur. Nasi tempong memakai lauk tempong sebagai lauk utama, yang terdiri dari ikan teri kecil dan dibentuk menyerupai bakwan. Nasi tempong disajikan bersama sayuran rebus seperti bayam, daun kemangi, kenikir, dan memakai lauk ikan jambal, bakwan jagung, tempe, tahu, dan dituangi saus kacang yang gurih dan lezat. Ciri khas nasi tempong terletak pada bau kencur pada sambalnya dan sangat pedas. Nama tempong sendiri diambil dari bahasa Osing, yang berarti tampar. Kata tampar ini menggambarkan sambalnya yang sangat pedas, dan menghasilkan sensasi seperti di tampar. jj.
Nasi Tewel
Nasi tewel merupakan makanan dari daerah kabupaten Pati. Isinya adalah sayur tewel (sayur nangka muda yang dimasak dengan menggunakan santan).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
149
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Nasi tewel disajikan bersama siraman kuah sayur tewel yang segar bersama santan yang encer, ditambahi cabe rawit agar semakin pedas. Keunikan dari nasi tewel ini adalah tidak menggunakan lauk yang beragam, namun hanya menggunakan tempe goreng dan bakwan. kk.
Nasi Timbel
Nasi Timbel atau dalam bahasa Sunda adalah Sangu Timeul adalah masakan Indonesia Khas Sunda, Jawa Barat. Nasi Timbel sama dengan nasi pada umumnya, akan tetapi nasi timbel dibungkus dengan daun pisang, dan juga nasi yang digunakan pun yang pulen. Dalam Bahasa Sunda, biasanya beras yang dipakai buat nasi timbel adalah jenis beras bagolo atau beras merah campuran. ll.
Nasi Tim
Nasi tim adalah hidangan Tionghoa Indonesia berupa nasi dan ayam berbumbu gurih yang dikukus. Dalam bahasa Indonesia istilah "tim" mungkin berasal dari bahasa Inggris steam yang berarti dikukus. Bahan-bahannya adalah daging ayam tanpa tulang, jamur, dan telur ayam rebus, semuanya dibumbui bawang putih dan kecap asin. Bahan-bahan tersebut diletakkan di dalam mangkuk logam; dari bahan aluminium, baja tahan karat, atau kaleng. Mangkuk logam ini kemudian diisi nasi hingga padat, kemudian diletakkan di dalam panci pengukus, dan dikukus hingga matang. Masakan ini biasanya disajikan dengan sup bening kaldu ayam ditaburi daun bawang. Meskipun umumnya menggunakan daging ayam, beberapa variasi menggunakan bahan lain seperti daging sapi, ikan, atau daging babi. Nasi tim biasanya selalu diletakkan di dalam kukusan untuk menjaganya agar tetap hangat. Cara menyajikannya adalah; mangkuk logam tadi ditangkupkan di atas piring sehingga isi nasi tim tercetak di atas piring. Karena makanan ini selalu disajikan hangat, dalam kebuadayaan Tionghoa Indonesia hidangan ini adalah hidangan kenyamanan yang dianggap dapat memberi kehangatan dan memulihkan kesehatan. Karena teksturnya yang lembut dan halus, hidangan ini cocok untuk bayi, orang tua, atau orang sakit dalam masa pemulihan kesehatan. Biasanya nasi tim untuk bayi dibuat dari bahan beras merah dan hati ayam. mm. Nasi Tumpang
Nasi tumpang adalah makanan khas Kediri memiliki ciri khas yang terletak pada kuahnya yaitu sambal tumpang. Sambal tumpang adalah sambal yang terbuat dari tempe yang difermentasikan dalam waktu yang lama hingga basi. Tempe memang sengaja dibuat basi agar menciptakan citarasa yang diinginkan dan tidak memakai sembarang tempe melainkan tempe khusus yang diolah sedemikian rupa agar tempenya dapat basi hingga level tertentu. Sambal tumpang ini kemudian dituang keatas nasi bersama sayur seperti nasi pecel. nn.
Nasi Tumpeng
Makanan khas masyarakat Jawa di Indonesia yang kerap dipergunakan untuk keperluan acara ritual dan adat. Nasi tumpeng disebut juga sebagai media komunikasi spiritual masyarakat Jawa ke Penguasa Alam Semesta. Makanan ini bisa dibilang sebuah makanan yang unik karena bentuknya yang berupa kerucut yang ditaruh pada wadah yang bernama tampah (wadah berbentuk bundar yang terbuat dari anyaman bambu) dan disampingnya terdapat berbagai macam lauk yang terdiri dari hewan darat (ayam atau sapi), hewan laut (ikan bandeng, ikan teri) serta sayur
Edisi II
Indrakarona Ketaren
150
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
mayur. Nasi tumpeng juga berasal dari Jawa dan biasanya dihidangkan pada saat perayaan penting. Nasi tumpeng biasanya terbuat dari nasi kuning, tetapi biasanya men ggunakan nasi putih ataupun nasi uduk sebagai pengganti. Selain rasanya yang lezat, nasi tumpeng juga memiliki tampilan yang menarik karena ditata dengan rapi. oo.
Nasi Uduk
Nasi uduk adalah nama sejenis makanan terbuat dari bahan dasar nasi putih yang diaron dan dikukus dengan santan dari kelapa yang di parut, serta dibumbui dengan pala, kayu manis, jahe, daun serai dan merica. Makanan ini kemudian dihidangkan dengan emping goreng, tahu goreng, telur dadar/ telur goreng yang sudah diiris-iris,abon, kering tempe, bawang goreng, ayam goreng, timun dan sambal dari kacang. Makanan ini biasanya lebih sering dijual di pagi hari untuk sarapan dan malam hari untuk makan malam. Pada malam hari,biasanya nasi uduk dijual di warung pecel lele, yaitu warung yang menjual nasi uduk beserta lauknya,seperti : lele, ikan mas, ayam bakar dan goreng, dan lain lain pp.
Nasi Uduk Ungu
Nasi uduk ungu adalah varian dari Nasi uduk yang berasal dari Kota Sukabumi. Warna ungu dari nasi uduk ini dihasilkan dari bahan pembuatannya yaitu buah bit dan ubi ungu. Terdapat juga alternatif warna lain seperti nasi uduk hijau, dimana warna hijau dihasilkan dari bahan seperti bayam dan cabai hijau. Nasi uduk hijau lebih berasa pedas dikarenakan penggunaan cabai hijau sebagai bahan pewarnanya. qq.
Nasi Ulam
Nasi ulam adalah hidangan nasi yang dicampur berbagai bumbu dan rempah, khususnya daun pegagan (Centella asiatica) atau kadang diganti daun kemangi, sayuran, dan berbagai bumbu, serta ditemani beberapa macam lauk-pauk. Hidangan ini berasal dari khazanah hidangan Melayu, dan terdapat banyak resep dan variasi yang ditemukan baik di Indonesia maupun Malaysia. Di Indonesia, nasi ulam dapat ditemukan dalam seni kuliner suku Betawi, ataupun suku Melayu di Sumatra, serta ditemukan juga di Bali. Nasi ulam Betawi terdapat dua jenis, nasi ulam berkuah (basah) yang berasal dari Jakarta Utara dan Pusat, serta nasi ulam kering (tidak berkuah) yang ditemukan di Jakarta Selatan. Di Indonesia nasi ulam biasanya dicampur daun kemangi, sambal, dan ditaburi kacang tanah tumbuk, kerisik, atau serundeng (kelapa parut sangrai). Di atas nasi ulam biasanya ditambahkan berbagai macam lauk-pauk teman nasi, seperti dendeng, telur dadar, perkedel, tahu goreng, tempe, dan krupuk. 4.
Makanan Nasional Indonesia
Suatu ketika terusik dibenak kita berbagai macam istilah yang memakai kata di akhirannya "Nasional", seperti Lagu Nasional, Bahasa Nasional, Seragam Nasional, Berita Nasional, dan berbagai "Nasional" lainnya. Dari sini terfikirkan segala sesuatu yang memakai kata Nasional, ber-arti adalah sesuatu yang diakui, dipakai, dinikmati, disukai oleh semua warga negara Indonesia. Berawal dari sini pemikiran mulai berkembang dan muncullah pertanyaan yang cukup mengusik selama ini "Apa Masakan Nasional Indonesia ?" Sesaat kemudian semua isi katalog masakan yang ada mulai dibuka untuk mencari sebetulnya apa masakan Nasional Indonesia. Beberapa nama yang muncul dan ditemukan sebuah benang merah dengan kategori sebagai berikut : 1. Masakan yang paling banyak disukai atau masuk di banyak lidah orang Indonesia
Edisi II
Indrakarona Ketaren
151
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
2. Masakan yang ada di tiap daerah walaupun dengan ciri masing - masing di tiap daerahnya Untuk kategori pertama ditemukan masakan Minangkabau / Minang (Padang) yang bisa masuk di hampir semua lidah orang Indonesia. Terbukti kita dapat menemukan rumah makan Minangkabau / Minang di hampir semua penjuru kota Indonesia dan semuanya disukai oleh penduduk setempat dan bahkan dapat berkembang. Sedangkan untuk kategori kedua ditemukan masakan soto, karena menurut katalog masakan yang ada, soto ada di hampir tiap menu masakan daerah di Indonesia dengan berbagai macam variasinya, misal ada Soto Betawi, Soto Padang, Soto Madura, Soto Lamongan, Soto Ayam Jawa, Soto Kudus, Coto Makassar dan soto - soto yang lainnya. Dari sini lalu terfikirkan apakah masakan Minang dan Soto dapat dinobatkan sebagai masakan Nasional Indonesia? Langkah awal memang perlu difikirkan bagaimana kombinasi makanan Indonesia yang tepat. Apakah itu pembakuan citarasa merupakan kategori lain yang harus dapat diterima secara umum dan bahan bakunya tersedia secara meluas di setiap daerah. Pastinya jangan terlalu parokial atau daerah-sentris dalam menentukan kategori ini. Namun terlepas dari apa yang dikemukakan di atas, kalau bicara tentang masakan Indonesia seyogyanya kita meski memiliki varian dan ragam makanan apalagi disadari ilmu gastronomi terhadap seni masakan Indonesia itu masih belum berkembang. Terbukti sampai sekarang kita belum memiliki katalog atau semacam "kodifikasi" terhadap makanan Indonesia. Mungkin kita tidak bisa memakai dasar asumsi bahwa makanan yang paling digemari adalah makanan nasional (seperti makanan Minang dan Soto), karena terus terang justru akan menyempitkan karakteristik dari makanan itu sendiri. Jika bicara makanan indonesia mungkin hal pertama yang perlu disampaikan adalah sejarahnya, kekhasan dan budaya yang berkembang. Mungkin ada beberapa fase yang bisa dipakai sebagai pijakan apakah era sebelum penjajahan atau semasa era Kerajaaan yang ada di kepulauan Nusantara. Disanalah aslinya Indonesia, namun mesti diingat makanan itu sesuatu yang selalu berkembang alias mengalami transformasi. Pun ketika masa penjajahan terjadi atau semasa era Kerajaaan, pasti masakan lokal setempat mengalami akulturasi budaya sehingga muncul varian nomenklatur resepi baru. Negeri ini memliki 1340 suku plus 5 (lima) kelompok etnik pendatang (Arab, Belanda, India, Portugis & Tionghoa). Secara matematik, seharusnya ada 1345 jenis masakan yang kalau masing-masing dari 1345 itu memiliki 10 resepi saja sudah ada 13,445 resep masakan. Tapi apakah resepi 13,445 masakan itu masih ada ? Kalau ada dimana bisa ditelusuri ? Ini yang disebut mengalami transformasi. Bisa-bisa hanya tinggal 5,000 resep seperti yang data oleh almarhum ibu Suryatini Ganie dalam bukunya "Maha Karya Kuliner Resep Makanan & Minuman di Indonesia" (tahun 2010). Begitu juga dengan era sekarang, makanan semakin berkembang tapi setidaknya kita punya pedoman dasar yang kuat bahwa makanan asli seyognya sudah harus diberi kategori dan karakteristik. That's what we call as "local globalized cuisine" sudah masuk di negeri ini. Contohnya determinasi makanan asing terutama pada koridor street food dan junk food ditandai dari masuknya ayam goreng bertepung dengan tampilan gerai yang keren dan cara belanja mandiri / swalayan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
152
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sambutan masyarakat setempat begitu ramah pada akhirnya membentuk semacam budaya baru terutama dalam pilihan lidah kita yang terus berlanjut sampai sekarang yang dengan serta merta menganggap ayam bertepung termasuk masakan Indonesia. Kita lupa mengenalkan ayam goreng laos / lengkuas yang sedap dengan sambal terasi pada anak-anak sejak usia mula. Menarik memang, kita selalu berharap banyak yang bisa memberi kontribusi terhadap seni masakan dan ilmu pangan Indonesia. Sering berandai-andai kenapa nasionalisme kita begitu sederhana, melihat sebagian masyarakat setempat tidak pernah bangga dengan makanan asli mereka. Cobalah memulai dari hal paling dekat dengan diri kita dimana makanan menunjukkan siapa sebenarnya diri kita. 5.
Soto - Bhineka Tunggal Ika Makanan Indonesia
Jika memikirkan makanan Indonesia, selalu terbesit dibenak tentang "Soto" yang merupakan salah satu makanan yang menggambarkan keadaan Bangsa ini yang bersatu dan diikrarkan melalui semboyan "Satu Bahasa, Bahasa Indonesia''. Semboyan ini menandakan, bahwa a da satu hal yang mendasar disini, yakni berawal dari kata "Perbedaan". Begitu juga Soto, jika dibedakan mungkin jumlahnya mencapai angka puluhan alias tidak ada satu "Soto" Indonesia. Perbedaan itu tidak hanya pada ciri khas masing-masing Soto, yang konon katanya menggambarkan keadaan daerah asal makanan itu sendiri. Jika kita berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia, maka akan banyak dijumpai soto-soto yang benar-benar bhineka terutama pada rasa-nya. Tercatat saat ini lebih kurang 75 aneka soto yang diolah dengan 48 aneka bumbu yang terdata dari aneka buku resep di Indonesia. Tiga dari macam soto itu memiliki bumbu yang banyak, antara lain soto padang. Namun data itu tidak memperhitungkan kapan asal-muasal soto di suatu daerah muncul dan dari pengaruh soto mana dan bumbunya apa. Menghitung banyaknya soto dan resep-resep yang tertera di buku kurang tepat karena mana resep yang otentik sulit diperoleh mengingat seringkali adalah rahasia si pembuat soto. Kajian mengenai soto diutarakan oleh Lombard dalan bukunya berjudul Nusa Jawa Silang Budaya (2000) dimana ia membahas asal kata saoto adalah dari perubahan kata dialek Hokkian: Cau do (Jao To/Chau Tu, 草 rerumputan & 肚 jeroan berempah) yang merupakan hidangan dari "caotu tang" atau sup babat dan dalam b ahasa Hokkian disebut "saoto”. Namun apapun itu, soto adalah makanan yang sangat populer di negeri ini. Hampir di setiap daerah dapat ditemukan soto dengan variasi yang berbeda, disesuaikan dengan selera di tiaptiap daerah. Tapi kendati berbeda, judulnya tetap sama "Soto". Soto adalah makanan khas Indonesia yang mencerminkan akulturasi (hybriditas) campuran dari berbagai macam tradisi dari dan atau pengaruh budaya Tiongkok dan India. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain seperti dari Eropa dan Arab. Mie, bihun atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi Tiongkok yang akulturasi tradisi etnik pendatang itu dari sekedar soto sampai kepada pengenalan mie bakso yang prinsip memasaknya hampir sama dengan soto. Ada beberapa soto yang menggunakan buah kunyit & daun kari yang merupakan bumbu dari India yang sotonya bersantan dan bersaus kental. Karena soto merupakan campuran dari berbagai tradisi, maka asal usulnya menjadi sulit ditelusuri.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
153
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Soto ada dimana-mana yang penyebarannya dari Sabang sampai Merauke seiring dengan penyebaran manusia Indonesia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain, diikuti dengan upaya pelokalan yang tertulis di dalam menu resep-resep dari seluruh suku-suku yang ada di Indonesia. Hampir tiap kota versi sotonya berbeda karena tiap kelompok masyarakat selalu punya tradisi tertentu yang berhubungan dengan makanan. Proses pelokalan ini yang mengakibatkan muncul berbagai jenis soto di Indonesia. Cita rasa khas lokal bukan berarti cita rasa asal, demikian pula bahwa menggunakan budaya lain bukan berarti dipengaruhi oleh budaya sang pembuat secara identik. Di sinilah kreativitas dan inovasi berperan dengan kekayaan budaya indigenos yang mempengaruhi bagi terciptanya berbagai varian sebuah menu makanan, dalam hal ini soto. Terlepas dari itu semua, ada sebuah fakta sejarah bahwa dalam sajian semangkuk soto ini menunjukkan bahwa pertemuan silang budaya yang terjadi dalam klas sosial yang paling pinggiran dari masyarakat Jawa semasa kolonial hindia Belanda. Ciri khas soto di Jawa adalah adanya penggunaan taburan soun dan bawang putih goreng serta pemakaian sendok bebek dan mangkok Cina. Makanan soto mungkin adalah satu diantara sekian banyak makanan yang berhasil melakukan mutasi diri di Indonesia. Bentuk, rasa dan variasinya beragam mengikuti lokasi. Di Pulau Jawa kita mengenal Soto Bandung, Soto Betawi, Soto Jombang, Soto Kudus, Soto Lamongan, Soto Madura, Soto Malang, Soto Pekalongan, Soto Surabaya dan Soto Tegal. Orang Makassar menyebutnya Coto, orang Pekalongan menyebutnya Tauto, orang Tegal menyebutnya Sauto dan orang Banyumas menyebutnya Sroto. Makanan yang asalnya juga khas Tiongkok dan India ini telah menjadi bagian dari makanan masyarakat di pelbagai daerah di Indonesia dengan menyesuaikan olahan bumbu agar pas dengan lidah orang Indonesia dengan komposisi yang berbeda-beda. Di Semarang hingga kini ada Trio Soto legendaris soto ayam: Bokoran, Selan, dan Bangkong, yang rata-rata populer di tahun ’50-an berasal dari keluarga keturunan peranakan. Di Makasar ada Soto Makasar. Di Medan ada Soto Medan. Di Minangkabau ada Soto Padang. Ada juga identitasnya dinamakan dengan si pembuat soto, seperti di Bogor ada soto Pak Kumis dan Soto Pak Salamdi dan lain sebagainya. Kenapa soto begitu populer di masyarakat harus dilihat dari filosofinya. Soto merupakan cara para leluhur berhemat daging atau bahan protein lainnya. Ini berkaca pada budaya keluarga Indonesia yang pada umumnya terdiri dari jumlah besar. Untuk semangkok soto dengan kuah yang berlimpah, dagingnya cuma beberap iris saja. Ciri yang membuat mangkok soto berlimpah, selain kuahnya, adalah campuran berupa bihun (mie atau soun), sayuran dan perkedel. Semangkok soto itulah dinikmati keluarga secara bersama - 'bagi roto bagi roso' . Kembali ke soal " perbedaan tapi teta p satu ", memang, agaknya cukup sulit untuk menyatukan soto-soto di Indonesia. Kalau mau disebutkan satu per satu mungkin dari Sabang sampai Merauke memiliki bentuk metamorfosis makanan yang identik dengan kuah dan sensasi daun sereh ini. Bagaimanapun juga, masing-masing daerah punya karakter sendiri yang 'angkuh'. Mungkin inilah yang selalu mengingatkan kita tentang soto, jika berbicara soal persatuan Indonesia. Masing-masing memiliki ciri khas unik. Edisi II
Indrakarona Ketaren
154
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kalau soto ayam Lamongan kuahnya cenderung berwarna kuning cerah, tanpa santan, komposisi kunyit dan sereh kental di lidah, ada taburan bawang goreng dan disajikan dengan koya (kerupuk udang yang dihaluskan). Sedangkan soto daging Madura umumnya berkuah lebih gelap, minim komposisi kunyit, disajikan tanpa koya, pakai kecambah (bukan taoge) dan irisan daun bawang. Di Mojowarno, Jombang, jenis soto yang umumnya dibuat masyarakat disana adalah soto ayam dengan kuah kuning yang tidak terlalu kental. Penyajiannya dengan taburan keripik kentang yang diiris tipis, taburan bawang goreng, ayam rebus yang disuwir-suwir, mihun (mie yang terbuat dari sari kacang hijau) dan kerupuk udang utuh. Seperti hasrat lidah kita untuk menerima berbagai aneka macam soto-soto, agaknya cukup sulit untuk menerima ada satu jenis "Soto" Indonesia. Seperti halnya, ketika orang Madura yang sudah terbiasa dengan rasa soto Madura, hampir dipastikan tidak semua dapat menerima rasa Soto Medan, begitu juga sebaliknya. Pastinya perbedaan itu selalu menimbulkan jarak, meskipun tidak diungkapkan secara tersurat. Apa mungkin ini sugesti yang bisa saja muncul dari sebuah kondisi situasi yang ada. Apa mungkin penolakan itu, timbul karena angkuhnya lidah kita untuk menerima soto dari daerah lain? Namun yang pasti kalau soal makanan, memang lidah kita cukup sulit diatur karena kita semua berasal dari ribuan suku dengan aneka budaya yang berbeda, meski masih satu ras yakni Indonesia, begitu juga dengan soto. Tapi agaknya sampai sekarang cukup sulit untuk mencari pemersatu soto-soto itu, seperti sulitnya mencari titik temu kesatuan bangsa Indonesia. Mungkin hal ini dipicu oleh sebuah keadaan, dimana masyarakat tidak sempat lagi berfikir tentang hal itu. Sebab, didesak pemikiran-pemikiran lain yang mungkin lebih dianggap penting. Atau bisa juga belum ada momentum yang membuat persatuan itu ada. Kini kata persatuan hanya menjadi sebuah simbol, yang dielu-elukan dengan upacara resmi, yang diperingati tiap tahun. Toh dalam nama yang diagungkan itu masih dilihat cukup jelas bahwa ada kesamaran disana, ada makna yang lari dari maksud kata yang semestinya, ada bopeng yang sulit kita tutupi. Hal itu tentu berbeda dengan keadaan, ketika ada moment tertentu, sehingga rasa persatuan menjadi cukup dibutuhkan. Ketika semangat kedaerahan tidak lagi diperlukan, tapi lebih mengedepankan kesamaan nasib. Seperti yang terjadi diluar negeri. Di Singapore contohnya, jika anda pernah datang ke restoran Indonesia yang ada di negeri itu, maka akan anda temui menu soto Indonesia bukan soto Medan, Surabaya, Makasar, Padang, d an lain-lain. Hal ini dipicu karena sebuah keadaan. Apalagi soto telah dipromosikan menjadi signature dish makanan khas Indonesia di dunia seiiring dengan kemenangan Soto Ambengan Pak Di di World Street Food Congress, Singapore 2013. Agaknya ketika merasa satu bangsa, ditengah bangsa-bangsa lain, setidaknya ke-egois-an karakter primordialis kedaerahan harus ditanggalkan. Jika mungkin dipaksakan menjual soto Madura di restoran itu, maka dijamin tidak akan ada yang mau datang, sebab daya tariknya hilang. Satu-satunya daya tarik ditempat itu hanya kata Indonesia. Kata itu sekaligus mewakili identitas cukup banyak warga negara kita yang kebetulan berada disana.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
155
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Tapi apapun itu, soto tetaplah soto, dia hanya sebuah nama untuk menyebut salah satu jenis makanan. Jika boleh mengutip kalimatnya Shakespeare, " Apalah arti sebuah nama ?" Soto tetaplah soto. Soto lebih mirip Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tapi tetap satu. Meski pada akhirnya soto hanya sebatas nama, kenikmatan hanya sebatas yang masuk ke perut. Tapi dari soto apapun yang kita ketahui dan aneka ragam penjelmaannya, semuanya samasama menggunakan daging unggas atau jeroan dan kuah, karena memang bahan utama dari semua soto menggunakan daging dan kuah. Bahan daging itu merupakan persatuan dari perbedaan yang ada, selain kuahnya sendiri yang dibuat dengan kaldu daging. Karena ada kesamaan menggunakan bahan daging dan kuah, menjadikan soto sebagai "Bhineka Tunggal Ika" makanan Indonesia. Satu hal yang perlu dicatat, soto adalah makanan siap antar dan siap saji yang terkenal di kelas menengah ke bawah yang dijajakan di jalan yang penuh dengan debu. Walaupun kelas menengah atas sulit menerima santapan itu karena menyangkut higienitas, namun bukan berarti tidak ada masyarakat kelas menengah atas yang tidak mencoba menikmati hidangan yang dijual di jalanan ini. Jadi kalau membicarakan persatuan agaknya harus mengingat soto yang telah menyatukan kita, karena soto telah menyumbangkan identitas ke-Indonesia-an. Dari soto kita bisa belajar beradaptasi dengan kondisi setempat. Mereka hidup damai dan belum pernah ada konflik soto. Makanan saja bisa fleksibel, kenapa kita tidak bisa akur dengan orang yang beda etnis dan bahasa. 6. Rijsttafel
Apabila ditarik mundur ke masa lampau, potensi makanan Indonesia sangat kaya. Indonesia sudah sejak lama terkenal sebagai sumber rempah-rempah yang sangat beragam, sehingga dapat menciptakan variasi sajian masakan yang kaya cita rasa. Pada permulaan abad ke-16 bangsa Portugis berhasil menguasai Indonesia untuk mencari rempah-rempah dan memperkenalkan rempah-rempah Indonesia ke Eropa hingga mendorong bangsa lainnya, seperti Belanda datang ke Indonesia, untuk mencari rempah-rempah. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi perkembangan makanan di Indonesia. Banyak pengaruh negeri Eropa masuk ke suatu daerah sehingga tercipta makanan tradisional yang memiliki unsur negara Eropa. Saat Perang Dunia I terjadi, pasokan bahan baku utama makanan dari Belanda terputus dan menyebabkan orang-orang Belanda yang ada di Indonesia mulai mencoba makanan Indonesia yang kemudian berkembang menjadi menu yang disebut Rijsttafel . Pada dasarnya Rijsttafel bukan sebuah nama makanan, melainkan cara makan yang memiliki arti sederhana yakni “meja nasi”. Rijst berarti nasi, sedangkan tafel berarti meja, juga bermakna kias untuk piranti saji hidangan. Rijsttafel merupakan bentuk dari penggabungan dua budaya, metode penyajian ala bangsawan Eropa bersanding dengan sajian masakan nusantara yang bisa mencapai 40 jenis makanan dalam satu meja.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
156
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Menu-menu yang biasa disajikan adalah nasi goreng, rendang, opor ayam, dan sate yang dilengkapi dengan kerupuk dan sambal. Meski populer di Belanda dan luar negeri, saat ini Rijsttafel jarang ditemukan di Indonesia. Rijsttafel merupakan konsep budaya makan modern pertama dalam sejarah boga Indonesia yang terlahir dari proses akulturasi pribumi dan Belanda yang berkembang sejak pertengahan abad ke 19. Rijsttafel, budaya makan pada masa kolonial Belanda. Istilah Risttafel disematkan orang-orang Belanda untuk jamuan hidangan Indonesia yang ditata komplet di atas meja makan. Bisa juga dikatakan sajian nasi yang dihidangkan secara spesial. Spesial dalam arti perpaduan budaya makan antara pribumi dan Belanda. Dengan demikian Rijsttafel merupakan cermin adanya keharmonisan budaya dalam sajian hidangan makanan Indonesia. Budaya ini muncul setelah minimnya makanan eropa untuk makan sehari-hari sehingga orangorang Belanda semasa itu mulai beradaptasi dengan makanan pribumi, yang lambat laun pola kebiasaan dan gaya makan mereka turut berubah. Faktor kondusif sangat erat kaitannya dengan pengaruh makanan pribumi terhadap kehidupan sehari-hari orang Belanda yang hidup dalam lingkungan masyarakat pribumi, menjadikan kebiasaan makan hidangan pribumi begitu melekat dan disukai dalam pola makan sehari-hari orang-orang Belanda. Selain itu faktor pendukung peran orang-orang Belanda dengan kebudayaan mereka juga turut berperan sehingga perpaduan inilah yang membantu dalam berkembangnya Rijsttafel. Rijsttafel bisa dikategorikan dalam kemewahan. Bagaimana tidak, untuk menyajikannya saja dibutuhkan banyak pelayan dikarenakan begitu banyak ragam menu yang disajikan. Belum lagi pemilihan bahan untuk dimasak, pemanfaatan beraneka ragam bumbu dalam masakan lokal, sementara bagi orang Belanda masakan umumnya minim bumbu. Konon butuh beberapa jam untuk menikmati semua hidangan yang ada. Lama kelamaan Rijsttafel mengalami perkembangan dalam hal penyajian dan variasi makanan. Dapat dilihat dari kombinasi makanan pribumi dengan tata saji alat barat sehingga makanan pribumi pun disajikan lazimnya hidangan Eropa. Seperti penggunaan peranti saji alat makan sendok, garpu, pisau, piring, ditambah meja dan kursi. Padahal hingga kurun abad ke 19 etika makan demikian sangat tidak cocok dengan kondisi kebiasaan makan orang pribumi, karena hidangan nasi dengan lauk pauknya disantap sesuap-sesuap menggunakan tangan. Keadaan ini menunjukkan ketimpangan budaya unsur Eropa sebagai ideal dan unsur budaya Jawa sebagai tambahan. Disini secara tidak langsung terkandung makna penonjolan dan pengenalan unsur budaya barat dalam ruang lingkup kehidupan pribumi. Seperti budaya indis lainnya, Rijsttafel tidak lebih sebagai diskriminasi budaya yang lazim diterapkan para kolonialis di wilayah jajahan. Memasuki awal abad 20, Rijsttafel mengalami semacam formalisasi yang melahirkan berbagai bentuk inovasi penyajian sehingga menunjukkan perkembangan penting dan menarik.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
157
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain itu pada akhir abad 19 dan memasuki abad 20, pulau Jawa menjadi tempat pilihan para wisatawan barat yang ingin berkunjung ke Hindia Belanda karena popularitas dan keidentikan Jawa dengan nilai-nilai kebudayaan dan keeksotisan alamnya, yang salah sa tu daya tarik bagi para turis Eropa itu adalah Rijsttafel. Pada masa itu Rijsttafel telah menjadi semacam nilai jual untuk menarik para turis berkunjung ke Jawa melalui promosi wisata yang gencar dilakukan. Melalui rijsttafel untuk pertama kalinya nasi dan hidangan daerah-daerah di Indonesia mulai dikemas dalam penyajian bergaya Barat serta dipopulerkan sebagai daya tarik wisata kolonial, sekaligus juga menyadarkan betapa makanan Indonesia dikemas dalam tampilan haute cuisine (boga adiluhung) Selain itu hidangan yang disajikan dibuat tidak monoton namun penuh ragam dan dihidangkan melalui proses pengolahan yang baik. Perkembangan dan eksistensi Rijsttafel pada dasarnya mengalami perubahan penting pada tahun 1930-an. Perubahan tersebut dapat dilihat dari segi komposisi hidangan yang ditandai dengan masuknya jenis-jenis makanan baru dalam sajian pribumi. Dalam perkembangan hidangan Rijsttafel yang disajikan, apabila pada awalnya masakan pribumi yang mendominasi dalam menu hidangan, namun lambat laun makanan Eropa (Belanda), India dan China pun turut pula masuk sebagai variasi hidangan Rijsttafel, di samping sajian pribumi sebagai suguhan utama. Dengan demikian tidak ada lagi batasan dalam komposisi hidangan. Artinya, Rijsttafel tidak lagi identik dengan sajian nasi dan hidangan pribumi, tetapi mencakup juga berbagai jenis makanan baru yang dalam perkembangannya kemudian menjadi bagian dari makanan Indonesia. Oleh karena itu, Rijsttafel bukan hanya sekedar budaya makan, namun di dalamnya terkandung akulturasi 4 (empat) budaya seperti budaya Eropa (Belanda), Indonesia, China, dan India, baik dari penyajian makanan maupun hidangan yang disajikan. Keberadaan Rijsttafel menjadi media penting dalam mengangkat hidangan pribumi di hadapan masyarakat asing pada saat itu sampai masa sekarang. Oleh karena adanya percampuran budaya-budaya dalam Rijsttafel menyebabkan budaya makanan ini begitu unik dan menarik adanya. Nilai-nilai yang terkandung di dalamnya sudah menjadi bagian dari milik bangsa Indonesia. Namun tidak sedikit dari generasi kita yang tidak mengetahuinya. Sehingga sangat penting untuk memperkenalkannya kembali mengingat budaya akulturasi Rijsttafel merupakan bagian dari budaya Indonesia. 7.
Gado-Gado, Karedok, Ketoprak, Lotek & Pecel
Makanan yang berbumbu sambal kacang ini merupakan makanan yang bahan dasarnya adalah sayuran. Namun ada yang menggunakan sayuran matang dan ada juga yang menggunakan sayuran yang masih mentah. a. Gado-Gado Gado-gado juga makanan yang berbumbu sambal kacang. Dengan sayuran yang semuanya matang seperti pecel, namun dengan tambahan kentang rebus dan telur rebus. Isi sayurannya ada kangkung, bayam, kacang panjang, kecambah, kol, labu siam dan kentang rebus, telur rebus, serta tahu dan tempe yang dipotong kotak dadu kecil-kecil serta kerupuk sebagai pelengkapnya dan bawang goreng.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
158
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Untuk sambal kacangnya, terdiri dari ulekan kacang tanah goreng yang sudah ditumbuk halus, terasi, garam, gula merah, air asam jawa, dan cabai. Kemudian sambal kacangnya diaduk dengan isinya. Untuk variasi, dapat disantap dengan nasi atau lontong. Sambal kacang gado-gado hampir sama seperti pecel. Hanya saja tidak menggunakan daun jeruk dan ditambah terasi. Jenis makanan satu ini banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia. Mulai dari gado-gado khas Jakarta, Jawa Timur, Padang, sampai Manado. b. Karedok Karedok ini makanan berbumbu sambal kacang yang semua sayurannya mentah. Penyajiannya hanya sayuran mentah dipotong lalu dicampur langsung dengan sambal kacangnya. Sayuran mentahnya terdiri dari: kol, kecambah, kacang panjang, terung hijau, dan daun selada. Untuk sambel kacangnya sendiri, terdiri dari kacang tanah, cabai, garam, kencur, dan gula merah. Biasanya disajikan dengan kerupuk bawang atau kerupuk udang. Dengan taburan bawang goreng dan seledri. Karedok ini juga bisa dinikmati dengan teman kupat, lontong ataupun nasi. c.
Ketoprak
Merupakan makanan khas Betawi, ketoprak menjadi makanan yang banyak dijumpai di ibu kota Jakarta. Bahan utama yang digunakan dalam ketoprak adalah ketupat, tahu, bihun, dan tauge. Sebelum disajikan, ketoprak disiram dengan saus kacang, bawang goreng, dan keripik emping melinjo. d. Lotek Lotek merupakan makanan yang juga berbahan dasar sayuran matang, namun ada beberapa yang memberi tambahan sayuran yang mentah. Lotek biasanya terdiri dari bayam rebus, tomat mentah, timun mentah, tauge rebus, tahu goreng, tempe goreng dan lain-lainnya lalu dicampur dengan ulekan bumbu kacang langsung dari cobeknya dan bisa ditambah bakwan juga. Bumbu sambal kacangnya sedikit berbeda dengan pecel, karena ditambah dengan kencur yang menambah rasa khas pada lotek. Lotek bisa dimakan dengan kupat, lontong, ataupun nasi. Dengan tambahan bawang goreng, seledri, dan krupuk yang membuat rasanya tambah mantap. e. Pecel Pecel merupakan makanan yang berbahan dasar sayuran matang yang disiram bumbu kacang. Dengan taburan bawang goreng yang menyebarkan aroma wangi dan menggugah selera. Penyajian pecel ini juga bisa dikatakan sebagai salad nusantara, seperti salad yang biasa disantap orang-orang Eropa. Hanya, kalau salad menggunakan topping mayones, untuk pecel topping-nya adalah sambal pecel. Rasa sambal pecel biasanya gurih dan pedas menyengat, kendati bisa disesuaikan selera. Bahan utamanya adalah kacang tanah dan cabai rawit yang dicampur bahan lainnya, seperti daun jeruk purut, bawang, asam jawa, garam, d an gula merah. Pecel bisa disantap dengan atau tanpa makanan pendamping (digado saja), bisa juga ditambah nasi. Penyajiannya bisa di atas piring ataupun dengan daun pisang (dipincuk).Pecel ini cocok untuk sarapan, lauk pelengkapnya bisa dipilih sesuai selera. Ada empal daging, mendol tempe, tempe bacem, atau sate kerang. Dapat disimpulkan dari kelima makanan yang berbumbu kacang ini perbedaannya ada di bahan kacangnya yang membuat masing-masing memiliki rasa yang khas, baik juga jenis sayuran yang digunakan dan olahan sayurannya yang mentah ataupun matang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
159
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
8.
Singkong dan Ubi
Singkong dan ubi, dua jenis sumber karbohidrat yang berbeda namun kadang rancu dalam penyebutannya. Bagi orang Medan singkong disebut ubi kayu (cassava), sedangkan ubi disebut ubi rambat , yang kalau di bahasa Inggriskan disebut sweet potato, sedangkan kata singkong, bagi orang Jakarta disebut ubi kayu. Kenapa ? Karena bagi mereka sebutan kedua karbohidrat ini berbeda termasuk bagi orang lain di berbagai daerah yang ada di Indonesia. Sebenarnya kebanyakan orang Jogja menyebut singkong dengan telo jendal dan menyebut ubi dengan telo pendem. Orang Solo dan orang Salatiga sama-sama menyebut singkong dengan telo pohong dan ubi dengan telo pendem. Orang Banyumas dengan kata bodin atau boled untuk singkong dan Kutoarjo, singkong disebut telo - kalo ubi dengan telo munthul .
ubi.
Di
Di Kudus ubi kayu disebut ketela pohung atau bahasa kramanya kaspe, sedangkan ubi disebut ketela rambat atau tela rambat. Jenis-jenis ketela pohung antara lain ketela marigan atau marikan (mungkin dari kata Amerika Latin), ketela lambau (dari bahasa Belanda landbouw yang artinya pertanian). Di Jawa Timur ada yang menyebut puhung untuk singkong, ada juga yang bilang kaspe, dan kalau sudah direbus / kukus disebut roti sumbu. Kalau di Surabaya singkong disebut pohung , sedangkan di beberapa daerah di Jatim disebut telo kaspe. Orang Sukabumi nyebut singkong dengan sampeuk dan ubi dengan huwi atau bolet . Di Sulawesi Selatan yang terdiri atas beberapa suku penamaannya juga berbeda-beda. Misalnya, suku Bugis nyebut singkong dengan lame aju. Suku Makassar dengan sebutan lame. Suku Toraja-Enrekang menyebut singkong dengan kata kandoa dan kadangkala dengan kata dua kayu, sedangkan ubi itu namanya dua. Tambah jauh kan ? Di Banjarmasin, singkong dan ubi disebut gembili tapi di daerah hulu singkong disebut jawaw , sedangkan ubi disebut gumbili lancar . Di Papua singkong disebut dengan kasbi , sedangkan Banten singkong disebut dangdeur , kalau ubi disebut mantang .
di
daerah
Serang
Kalo di Manado, singkong ini namanya ubi - ada yang putih, dan ada yang kuning. Ubi kuning bilangnya ubi mentega, sedangkan untuk telo, ubi merah, ubi kuning, ubi madu disebut batata - yakni ada batata merah dan batata kuning. Kalau umbi-umbian yang tawar disebut bete. Termasuk talas juga bilangnya bete karena tawar. Kalo talas yg dalamnya agak ungu, disebut bete bentul , karena jadi pernah lambang rokok bentoel. Kalau di Padang, singkong disebut ubi kayu, mungkin karena bentuk dan kerasnya seperti kayu. Tapi yang pasti daun singkong yang kita kenal dalam masakan Padang namanya berbeda, bukan daun singkong atau daun pucuk ubi kayu, tapi disebut pucuak parancih.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
160
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ada lagi ketela jenis liar, tumbuh di kuburan-kuburan, pohonnya besar dan daunnya lebarlebar yang disebut ketela genruwo (ketela hantu). Akhir tahun 50-an atau awal tahun 60-an ketela hantu diokulasi dan ditempelkan pada ketela biasa. Hasilnya daunnya daun ketela gendruwo, sedangkan akarnya ketela biasa. Satu pohon menghasilkan setengah sampai satu kuintal. Ketela ini kemudian disebut ketela mukibat (nama si penemu). Selang beberapa generasi ketela itu tidak diokulasi lagi dan ditanam biasa saja, kemudian orang menyebutnya dengan ketela karet . Tapi apapun sebutan untuk singkong dan ubi, kita dari berbagai daerah menyebut satu benda dengan julukan yang berbeda-beda. Seperti Misro yang disebut onde-onde di Kendari dan cemplon di Yogja. 9.
Tradisi Makan Bersama
Bertahun-tahun masyarakat Indonesia memiliki kebiasaan yang dianggap sangat penting, yakni berkumpul untuk makan bersama. Suasana damai membuka kesempatan bagi semua untuk menyerap hikmat, memperkuat ikatan bathin, dan tertawa bersama mengenai kejadian hari itu sambil menikmati makanan yang seha t. Tradisi makan bersama ini merupakan bentuk kearifan lokal suatu masyarakat yang budaya itu diwariskan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi yang kemudian diintegrasikan melalui cerita dari mulut ke mulut, peribahasa, lagu, kumpulan pengalaman dan permainan rakyat. Kearifan lokal atau local wisdom (atau bahasa kerennya indigenous knowledge) berkembang menjadi kebiasaaan budaya masyarakat setempat yang mengandung nilai, kepercayaan, adat, tradisi, budi pekerti, tata krama, filosofi dan sistem religi. Secara strategik, fungsi utama tradisi makan bersama adalah sebagai bagian dari sarana "Internalisasi Nilai Budaya”, yaitu sebagai proses yang telah menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai atau budaya kebangsaan masyarakat setempat di Indonesia. Sedangkan fungsi sekunder-nya sebagai bagian dari bentuk “Diplomasi Budaya” yang memperjuangkan secara nasional kepentingan budaya masyarakat setempat maupun disebar luaskan secara internasional, melalui dimensi baik secara mikro (seperti pendidikan, seni-tari, seni-pengetahuan, seni-musik, seni-olahraga dan lain sebagainya), ataupun secara makro (propaganda, promosi, provokasi dan lain - lain, yang dalam pengertian konvensional dapat dianggap sebagai bukan politik, ekonomi ataupun militer). Secara essensial, dan tanpa disadari, tradisi makan bersama itu telah menjadi khitah garis haluan dari salah satu unsur ke-Indonesia-an dalam memperkuat budaya kebangsaan Indonesia. Di bawah ini disampaikan beberapa tradisi makan bersama daerah yang hingga kini masih selalu dilakukan berbagai masyarakat di seluruh daerah Nusan tara. a.
Babancakan Tradisi Makan Bersama Ala Banten
Babancakan ini biasa dilakukan oleh masyarakat Pandeglang, Banten. Kadang juga dikenal sebagai Bacakan. Makanan dihidangkan di atas daun pisang dan dimakan bersama sekitar 3 orang atau lebih. Semakin banyak orang yang makan maka suasana makan bersama ini akan semakin ramai. Makan bersama bacakan ini bisa dilakukan kapan saja dan di man a saja. Bisa di kebun, di tepi sungai ataupun di dalam rumah. Sebagai teman nasi, menu yang biasa disajikan diantaranya ikan mas panggang yang diperoleh dari hasil memancing di sungai. Ditambah juga dengan sambal honje dan lalapan ataupun sayur asem. Dalam menyajikan bacakan ini dilakukan kerjasama dalam memasak maupun mendapatkan bahan yang akan di masak. Masing-masing orang akan mendapatkan tugas.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
161
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
b. Bagawa Tradisi Makan Bersama Ala Belitung
Bagawa atau begawai adalah keunikan tradisi makan bersama dari Kepulauan Bangka. Tetapi karena penyajiannya dengan dulang maka sering juga disebut makan Bedulang. Pada saat makan bersama ini, perempuan harus bersama perempuan dan laki-laki harus bersama laki-laki. Persiapan juga tidak sembarangan, karena mem punyai aturan. Nasi dan lauk-pauk disajikan di dulang atau tampah. Satu tampah lauk-pauk disediakan untuk 4 orang. Jadi kalau jumlah hadirinnya besar, tetap saja harus dibagi empat sesuai dengan porsi dulang. Menu yang dihidangkan adalah lauk yang terdiri dari ikan bakar, misalnya sate ikan pari masak kucai, sea food, daging sapi, ayam masak ketumbar nanas, sayuran jantung pisang dan daun singkong serta sebagai pelengkapnya adalah sambal serai. Lalu kuenya bisa kue bingke dan kue engkak. Pada waktu akan mulai pun ada aturannya. Saat makan tidak menggunakan sendok dan garpu, hanya tangan. Dalam hal mencuci tangan juga ada aturannya. Orang yang paling tua menjadi yang pertama mencuci tangan di wadah atau tempat air cucian tangan, sedangkan orang yang paling muda mendapat giliran yang terakhir. Begitu pula saat melap atau mengeringkan tangan dengan memakai kain lap, dimulai dari yang tua dan terakhir yang usianya paling muda. Kain lap yang disediakan di sini hanya satu. Jadi saat mengeringkan tangan, kain lap dilipat sedemikian rupa hingga berbentuk persegi panjang. Lalu orang yang paling tua mengeringkan tangan di satu sisi, dilanjutkan ke orang paling tua ke dua, setelah itu kain dibalik ke sisi yang masih bersih. Barulah orang ketiga dan selanjutnya orang ke empat. Kain lap dan mangkuk cuci tangan yang hanya satu disediakan ini mempunyai arti kebersamaan yang mendalam. c.
Bancakan Tradisi Makan Bersama Ala Sunda
Bancakan atau babacakan dikenal juga dalam masyarakat Sunda. Makanan ini diwadahi nyiru (niru), dengan tilam dan tutup daun pisang, disajikan nuntuk dimakan bersama pada selamatan atau syukuran. Dalam bancakan, makanan disediakan oleh yang punya hajatan, karena sifat dari acara tradisi makan bersama ini adalah kenduri atau selamatan dari si tuan rumah sebagai simbol rasa syukur kepada nenek moyang dan Tuhan YME sebagai pencipta dengan cara-cara membagi-bagikan makanan kepada relasi. Macam makanan yang dihidangkan lazimnya nasi congcor atau tumpeng beserta laukpauknya antara lain urab sebagai sesuatu yang khas dalam hidangan selamatan. Tidak disediakan piring, para hadirin makan dengan memakai daun pisang sebagai alasnya. Makan bancakan dimulai setelah pembacaan doa selesai, setiap orang langsung mengambil dari nyiru nasi beserta lauk-pauknya. Tradisi makan bersama ala Sunda ini bisa dikatakan sebagai modifikasi konsep dan bentuk sajen yang dilakukan para wali dalam menyiarkan ajaran Islam. Sebelum mengenal Islam, masyarakat di kepulauan Nusantara telah mengenal dinamisme. Salah satu ritual yang wajib mereka jalani adalah memberikan persembahan alias sajen kepada kekuatan tertinggi yang mereka tahu (para arwah nenek moyang ataupun lelembut). d. Bajamba Tradisi Makan Bersama Ala Minang
Disebut juga makan barapak adalah tradisi makan yang dilakukan oleh masyarakat Minangkabau dengan cara duduk bersama-sama di dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan. Tradisi ini umumnya dilangsungkan di hari-hari besar agama Islam dan dalam berbagai upacara adat, pesta adat, dan pertemuan penting lainnya pada acara-acara besar seperti pernikahan, perayaan panen raya dan lain-lain sebagi simbol kebersamaan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
162
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Secara harafiah makan bajamba mengandung makna yang sangat dalam, dimana tradisi makan bersama dalam satu lingkaran akan memunculkan rasa kebersamaan tanpa melihat perbedaan status sosial. Ini melambangkan persatuan dan kesatuan yang terjalin. Selain itu juga untuk meningkatkan semangat kebersamaan masyarakat. Makan bajamba dilangsungkan dalam suatu ruangan atau tempat yang telah ditentukan, dan umumnya diikuti oleh lebih dari puluhan hingga ribuan orang yang kemudian dibagi dalam beberapa kelompok. Suatu kelompok biasanya terdiri dari 3 sampai 7 orang yang duduk melingkar, dan di setiap kelompok telah tersedia satu dulang yang di dalamnya terdapat sejumlah piring yang ditumpuk berisikan nasi dan be rbagai macam lauk. Makan bajamba biasanya dibuka dengan berbagai kesenian Minang, kemudian diawali dengan pembacaan ayat-ayat suci Al-Qur'an, hingga acara berbalas pantun yang dikenal dengan nama "Pantun Pasambahan" sebagai penghormatan bagi siapapun yang hadir di sana. Kegiatan balas pantun ini dilakukan oleh pemangku adat dan ninik mamak masing-masing kaum. Hal itu dilakukan sesuai dengan filosofi hidup masyarakat Minang, adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah, adab dalam makan bajamba didasarkan pada hadits. Tradisi makan bajamba diyakini berasal dari Koto Gadang, kabupaten Agam, Sumatera Barat, dan diperkirakan telah ada sejak agama Islam masuk ke Minangkabau sekitar abad ke-7. Oleh karena itu, adab-adab yang ada dalam tradisi ini umumnya didasarkan pada ajaran Islam terutama hadits. Beberapa adab dalam tradisi ini di antaranya adalah seseorang hanya boleh mengambil apa yang ada di hadapannya setelah mendahulukan orang yang lebih tua mengambilnya. Ketika makan, nasi diambil sesuap saja dengan tangan kanan. Setelah ditambah sedikit lauk pauk, nasi dimasukkan ke mulut dengan cara dilempar dalam jarak yang dekat. Ketika tangan kanan menyuap nasi, tangan kiri telah ada di bawahnya untuk menghindari kemungkinan tercecernya nasi. Jika ada nasi yang tercecer di tangan kiri, harus dipindahkan ke tangan kanan lalu dimasukkan ke mulut dengan cara yang sama. Tujuan makan dengan cara tersebut agar nasi yang hendak masuk ke mulut bila tercecer tidak jatuh ke piring, sehingga yang lain tidak merasa jijik untuk memakan nasi yang ada dalam piring secara bersama-sama. Selain itu, posisi duduk juga harus tegap atau tidak membungkuk dengan cara bersimpuh (basimpuah) bagi perempuan dan bersila (baselo) bagi laki-laki. Kemudian setelah selesai, tidak ada lagi nasi yang tersisa di piring, dan makanan yang disediakan wajib dihabiskan. e.
Baseprah Tradisi Makan Bersama Ala Kutai
Baseprah ini adalah tradisi makan bersama yang dilakukan oleh suku adat Kutai yang meruapkan penduduk asli di Kabupaten Kutai Kartanegara Kalimantan Timur. Baseprah adalah bahasa Kutai yang artinya makan bersama dengan duduk bersila di atas tikar. Beseprah adalah tradisi yang dulu dilaksanakan oleh sultan (Sultan Kutai) yang merupakan kekayaan budaya masyarakat Kutai yang hidup di aliran Sungai Mahakam. Dalam tradisi makan bersama ini tidak ada batasan sosial dalam masyarakat. Jadi antara rakyat dan pejabat bisa makan bersama-sama sesuai dengan makana yang mereka suka. Makanan akan disajikan. Setiap orang akan memilih makanan yang disukainya dan duduk di depan makanan tersebut. Dulu tradisi makan Baseprah ini seringkali dilakukan oleh Sultan Kutai saat merayakan upacara Erau bersama rakyatnya. Tradisi makan Baseprah ini melambangkan semangat kebersamaan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
163
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Selain itu, Beseprah melambangkan kerajaan Kutai sewaktu masih dipimpin oleh Kesultanan Kutai. Kerajaan Kutai adalah Kerajaan Hindu tertua di Indonesia. Kerajaan ini termasuk cukup kaya karena terkenal dengan hasil pertambangannya. f.
Begibung Tradisi Makan Bersama Ala Pulau Lombok
Ada tradisi menarik yang dilakukan oleh sebagian besar masyarakat suku Sasak di Pulau Lombok. Begibung namanya. Begibung merupakan tradisi makan bersama yang kerap dilakukan saat dihelatnya sebuah acara di daerah Lombok, misalnya, merariq (pernikahan), sunatan, maupun acara lainnya. Begibung dilakukan dengan menikmati sajian dalam sebuah nampan berisi nasi, lauk pauk dan air mineral secara bersama, baik oleh tiga maupun empat orang. Tidak sekadar makan bersama, dalam tradisi Begibung ini pun terkandung banyak sekali makna. Perihal berbagi kebersamaan, susah-senang, manis-pahit, semuanya dirasakan bersama. Filosofinya adalah tentang nilai kebersamaan. Pada nampan (di Lombok biasa disebut nare) yang disajikan saat tradisi Begibung, di dalamnya berisi nasi putih, lauk pauk dan air gelas kemasan. Lauk pauk tersebut isinya tidak selalu sama antara tempat Begibung yang satu dengan yang lainnya. Pada nampan (di Lombok biasa disebut nare) yang disajikan saat tradisi begibung, di dalamnya berisi nasi putih, lauk pauk dan air gelas kemasan. Lauk pauk tersebut isinya tidak selalu sama antara tempat begibung yang satu dengan yang lainnya. Tetapi umumnya lauk pauk yang disajikan yaitu menu-menu seperti urap, ares (sayur khas Lombo k yang terbuat dari daging batang pisang yang masih muda), bebalung, telur rebus dan masih banyak lagi. Satu nampan tersebut biasanya untuk dinikmati oleh tiga maupun empat orang. Kalau saya sih patokannya tergantung dari berapa banyak jumlah air gelas kemasan yang disediakan pada nampan. Bisa juga tergantung dari berapa potong bagian ayam ataupun berapa butir jumlah telur rebus yang disajikan. Apabila ada tiga, berarti satu nampan tersebut diperuntukkan bagi tiga orang. Selain nasi, lauk pauk dan air gelas kemasan tadi, di dalam nampan yang digunakan untuk begibung juga disediakan kertas pembungkus nasi dan plastik kresek yang jumlahnya sama dengan berapa banyak orang yang akan menikmati sajian dalam satu nampan tersebut. Kertas dan plastik kresek yang dimaksud biasanya digunakan untuk membungkus sajian begibung yang tidak habis dimakan dan ingin dibawa pulang. g. Besurong Saprah Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Sambas
Adat makan bersama dari Sambas ini terdiri dari 6 jenis masakan yang disajikan dalam satu saprah. Mulai dari lauk ikan atau gulai ayam, kemudian sayuran, paceri nenas, dan makanan lainnya. Cara makan saprahan yaitu dengan duduk melantai, mengelilingi hidangan saprahan. Namun dewasa ini, penyajian ala saprahan dianggap kurang praktis dan tergantikan oleh prasmanan. h. Botram Tradisi Makan Bersama ala Sunda
Masyarakat Sunda mempunyai tradisi makan bersama yang dikenal dengan sebutan botram (ngabotram) yang biasanya dilakukan di luar rumah, bisa di kebun, di tepian sungai, atau sembari pesiar yang murah meriah. Masyarakat Sunda juga biasa melakukan Botram sebelum bulan puasa. Karena acaranya bersifat yang informal, maka dalam acara ngabotram dilarang membicarakan hal-hal serius ataupun bercerita sesuatu hal yang menyedihkan. Itu dapat merusak selera makan Keunikan dalam kegiatan ngabotram ini, tidak ada pihak harus menyediakan makanan dan pihak lain harus menghabiskan makanan. Masing-masing orang yang hadir membawa makanan serelanya dan seadanya. Semua yang terlibat dalam dalam acara ngabotram tidak
Edisi II
Indrakarona Ketaren
164
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
diberi ketentuan yang mengingat untuk membawa makanan khusus. Setiap yang ikut botram bisa makananya bisa dinikmati bersama Menu lauk pauknya sederhana, tidak perlu makanan yang mewah, tidak perlu rupa-rupa perlengkapan makan, tidak ada urutan makan. Acara makan Botram berbentuk lesehan, bebas, dan tidak mengenal etika table manner, sebaliknya meleng sedikit lauk yang ada di depan kita bisa berpindah tempat dengan cepat. Menu utama Botram biasanya nasi liwet, lauknya bervariasi, boleh ikan asin, tempe orek, ayam, oseng jengkol, petai goreng cabai dan lain-lain. Pastinya sambal dan lalapan adalah dua bagian penting yang harus ada dalam acara makan bersama botram. Makan ala Botram mengajarkan kebersamaan, saling berbagi dan kesederhanaan. Dari mulai mengumpulkan bahan, memasak dan memakannya semua dilakukan bersama. Bahkan saat proses makanpun masih diselingi senda gurau dan adegan geser menggeser bagian nasi masing-masing beserta lauk-pauknya, benar-benar sangat menyenangkan. i.
Megibung Tradisi Makan Bersama Ala Bali
Pada makan bersama Megibung ini dihidangkan gundukan nasi beserta lauk pauknya di atas nampan. Lauk yang biasa disajikan pada Megibung ini diantaranya adalah pepesan, daging, urutan, sate kablet, sate pusut, sate nyuh, sate asem, lawar merah dan putih, sayur daun belimbing, pademara dan sayur urap. Nasi ini dikelilingi oleh sekelompok orang yang telah selesai melaksanakan upacara adat. Satu porsi na si ini bisa dinikmati oleh 4-7 orang. Budaya makan Megibung ini biasa dilakukan di Karangasem Bali. Tradisi makan bersama Megibung ini berawal ketika Raja Karangasem yaitu I Gusti Aglurah Ktut Karangasem berperang menaklukkan kerajaan di Sasak (Lombok) pada tahun 1614 Caka (1692 Masehi). Saat prajuritnya beristirahat makan, maka Sang Raja mengajak mereka makan bersama yang disebut dengan Megibung. Hingga saat ini tradisi megibung masih dilaksanakan di Karangasem dan Lombok, dan menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Kini, megibung sering digelar berkaitan dengan berbagai jenis upacara adat dan agama (Hindu), seperti upacara potong gigi, otonan anak, pernikahan, ngaben, pemelaspasan, piodalan di Pura. Megibung penuh dengan tata nilai dan aturan yang khas yang tidak tertulis dan wajib dipatuhi secara ketat. Dalam megibung, nasi dalam jumlah banyak ditaruh di atas dulang (alas makan dari tanah liat atau kayu) yang telah dilapisi tamas (anyaman daun kelapa). Sebelum dimakan, nasi diambil dari nampan dengan cara dikepal memakai tangan. Kemudian dilanjutkan dengan mengambil daging dan lauk-pauk lainnya secara teratur. Sisa makanan dari mulut tidak boleh berceceran di atas nampan. Harus dibuang di atas sebidang kecil daun pisang yang telah disediakan untuk masing-masing orang. Air putih untuk minum disediakan di dalam kendi dari tanah liat. Untuk satu sela disediakan dua kendi. Minum air dilakukan dengan nyeret, air diteguk dari ujung kendi sehingga bibir tidak menyentuh kendi. Untuk kepraktisan, kini air kendi diganti dengan air mineral kemasan. Di beberapa tempat, selesai megibung biasanya dilanjutkan dengan acara minum tuak. Orang yang mengikuti megibung tidak boleh bicara dan ketawa keras, berteriak-teriak, bersendawa, bersin, berdahak, meludah, dan kentut. Ketika selesai makan, orang tidak boleh sembarangan meninggalkan tempat. Harus menunggu orang atau sela lain menyelesaikan makannya. Ketika semua orang atau sela telah menyelesaikan makannya, maka pepara mempersilakan orang-orang meninggalkan tempat. Makan bersama ini harus diakhiri secara bersama-sama juga. Jadi tradisi Megibung ini memang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan. Namun sekarang acara megibung jarang menggunakan dulang, diganti dengan nampan atau wadah lain yang dialasi daun pisang atau kertas nasi. Gundukan nasi dalam porsi besar
Edisi II
Indrakarona Ketaren
165
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
ditaruh di atas nampan dan lauk pauk ditaruh dalam wadah khusus. Orang-orang yang makan duduk bersila secara teratur dan membe ntuk lingkaran. Satu porsi nasi gibungan (nasi dan lauk pauk) yang dinikmati oleh satu kelompok disebut satu sela. Pada jaman dulu satu sela harus dinikmati oleh delapan orang. Kini satu sela bisa dinikmati oleh kurang dari delapan orang, seperti 4-7 orang. Ketika makan, masing-masing orang dalam satu sela harus mengikuti aturan-aturan tidak tertulis yang telah disepakati bersama. Megibung biasanya terdiri dari lebih dari satu sela, bahkan puluhan sela. Setiap sela dipimpin oleh pepara, orang yang dipercaya dan ditugasi menuangkan lauk-pauk di atas gundukan nasi secara bertahap. Setiap satu sela biasanya mendapatkan lauk pauk dan sayuran yang terdiri dari pepesan daging, urutan (sosis), sate kablet (lemak), sate pusut (daging isi), sate nyuh (sate kelapa), sate asem (sate isi dan lemak), lawar merah dan putih, sayur daun belimbing, pademara, dan sayur urap. Biasanya setiap usai acara megibung selalu ada makanan sisa. Dulu, makanan sisa ini dikumpulkan oleh para fakir miskin yang berasal dari daerah-daerah tandus dan miskin di Karangasem. Sekarang hampir tidak ada lagi orang yang mau mengumpulkan makanan sisa megibung. Biasanya makanan sisa tersebut diberikan kepada tetangga untuk makanan babi. Megibung penuh dengan nilai-nilai kebersamaan. Dalam megibung secara umum tidak ada perbedaan jenis kelamin, kasta atau catur warna. Anggota satu sela, misalnya, bisa terdiri laki dan perempuan, atau campuran dari golongan brahmana, ksatrya, wasya dan sudra. Mereka bersama-sama menghadapi boga (hidangan makanan) sebagai berkah Hyang Widhi. Nilai kebersamaan ini telah dicanangkan sejak jaman I Gusti Anglurah Ktut Karangasem, dan sudah menjadi tradisi hingga kini, baik di Karangasem maup un Lombok. Orang-orang yang tidak terbiasa megibung atau yang fanatik dengan kasta akan susah mengikuti acara makan ini jika kebetulan diundang meng hadiri upacara adat atau agama. Tradisi megibung tidak hanya dilakukan oleh orang Karangasem dan Lombok yang beragama Hindu. Komunitas Muslim di Karangasem, seperti Kecicang, Saren Jawa dan Tohpati, biasa juga menggelar acara megibung. Tentu lauk pauknya tidak menggunakan daging babi. Megibung dalam komunitas Muslim biasanya berkaitan dengan acara pernikahan, sunatan, Lebaran, Maulud Nabi dan acara-acara bernafaskan Islam lainnya. Masyarakat Muslim juga terbiasa mengundang tetangga-tetangga Hindu-Bali untuk ikut megibung. j.
Ngaliwet Tradisi Makan Bersama Ala Sunda
Demikian istilah yang lazim digunakan oleh masyarakat Sunda yang akan mengadakan makan bersama dengan menu spesial di akhir pekan. Ngaliwet berarti memasak nasi liwet, nasi yang hanya ditanak sekali dan dicampur dengan rempah-rempah yang membuat nasi ini lebih beraroma dan enak. Tradisi unik ini sudah dilakukan oleh masyarakat Sunda sejak dulu dan sudah turun temurun dalam rangka mempererat silaturahmi dan kekeluargaan. Ngaliwet tidak hanya acara makan bersama tapi ada beberapa ritual di dalamnya. Mulai dari patungan biaya membeli bahan makanan atau menyumbangkan jenis bahan makanan mentah untuk dimasak. Ngaliwet menjadi tradisi orang sunda yang telah lama ada. Tidak diketahui sejak kapan tradisi ngaliwet tersebut sudah berlangsung. Ngaliwet menjadi acara istimewa karena, disajikan dengan cara yang berbeda dari memasak nasi biasa. Ngaliwet membutuhkan sebuah kastrol untuk memasak. Bentuknya panci bulat lonjong yang sering digunakan sebagai peralatan camping.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
166
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Dalam memasak nasi liwet, kita membutuhkan keahlian dan ketelitian. Diawali menggoreng irisan beberapa siung bawang merah, lalu memasukkan air dengan ukuran perbandingan beras. Bumbu tambahannya biasa digunakan beberapa daun salam, sereh, dan garam. Untuk lauknya bisa apa saja sesuai selera. Terkadang dengan membakar ikan mas atau ayam, bisa juga yang lebih sederhana menggunakan ikan asin, lalapan, dan sambal. Ikan asin pun biasanya dimasak cukup dengan disimpan di atas nasi yang sudah hampir matang. Demikian juga dengan lalapan dan bahan untuk sambal, semua disimpan diatas nasi. Setelah nasi matang, maka, akan disiapkan beberapa lembar daun pisang sebagi pengganti piring untuk alas makan. Semua nasi dan lauk-pauknya disebar merata ke seluruh bagian daun pisang sesuai jumlah orang yang ikut serta dalam acara makan tersebut. Masak nasi liwet ini hanya sekali, maka dari itu takaran airnya harus pas, karena jika tidak pas nasi liwet akan jadi setengah matang atau sebaliknya. Jika air terlalu banyak makan akan menjadi seperti bubur. Ngaliwet biasanya dilaksanakan di luar rumah. Bisa di kebun, bukit gunung, atau pinggiran sawah. Tergantung letak geografis sebuah wilayahnya. k.
Patita Tradisi Makan Bersama Ala Maluku
Keluarga di Maluku seringkali menggelar tradisi makan Patita. Makan bersama ala keluarga Maluku ini selain dihadiri oleh anggota keluarga juga bisa dihadiri oleh siapa saja yang d atang. Semua anggota keluarga bisa mencicipi semua makanan yang dihidangkan. Makanan yang dihidangkan adalah masakan tradisional Maluku. Seperti nasi kelapa dan nasi kuning . Acara makan bersama ini seringkali digelar pada saat ha ri-hari tertentu yang dianggap penting. Salah satu desa yang masih menjaga tradisi makan Patita ini adalah Desa Oma yang terletak di Pulau Haruku Kabupaten Maluku. Ada dua tradisi makan Patita Adat yang diselenggarakan di desa Oma. Pertama adalah Patita Marei yaitu para orang tua yang memberi makan anakanak. Kedua adalah anak-anak yang memberi makan pad a orang tua. Tradisi makan Patita ini digelar di atas meja makan yang panjangnya bisa mencapai 200 meter. Meja ini diberi alas kain berwarna putih yang melambangkan kesucian. l.
Saprahan Tradisi Makan Bersama Ala Melayu Pontianak
Saprahan merupakan tradisi makan bersama adat melayu Pontianak yang kini mulai hilang. Padahal, tradisi makan bersama ini penu h filosofi. Tradisi makan bersama ini menjunjung rasa kekeluargaan dan kebersamaan yang menyatu, artinya duduk sama-sama rendah, berdiri sama-sama tinggi sebagai wujud kebersamaan, keramahtamahan, kesetiakawanan, persaudaraan serta mempererat tali silaturrahmi antar sesama masyarakat Dalam saprahan, terkandung bagaimana bersikap sopan saat menikmati sajian atau hidangan makanan dalam sebuah acara. Bagaimana sikap duduk yang baik, di mana kaum pria duduk bersila sedangkan kaum wanita duduk berselimpuh. Saprahan dilakukan dalam berbagai acara seperti pernikahan, khitanan dan acara syukuran lainnya. Dalam acara saprahan, semua hidangan makanan disusun secara teratur di atas kain saprah. Peralatan dan perlengkapan dalam adat seprahan mencakup kain saprahan, piring makan, kobokan beserta serbet, mangkok nasi, mangkok lauk, sendok nasi dan lauk serta gelas minuman. Menu utama hidangan adat seprahan diantaranya nasi putih atau kebuli, semur daging, sayur dalca, sayur pacri nenas atau terong, selada, acar telur, sambal bawang. Kemudian ada pula air serbat dan kue tradisional khas Pontianak.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
167
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
10. Tradisi Makan Karo
Kebutuhan manusia akan makan dan minum merupakan keharusan untuk melangsungkan kehidupan. Namun ketika ditinjau secara mendalam kebutuhan makan bukan hanya tuntutan biologis semata namun ada faktor lain yang mendorong terwujudnya suatu makanan dan minuman. Setiap manusia normal akan menentukan bahan-bahan makanan terutama yang tersedia di lingkungan fisiknya guna dikonsumsi. Konsep makanan dan minuman tersebut sudah ada pada pikiran masing-masing orang karena merupakan bagian dari budaya secara turun menurun atau disebut juga sebaga i budaya ritual. Pada Suku Karo secara garis besar makanan dapat di bagi ke dalam dua bagian besar yakni makanan sehari-hari dan makanan khusus. Makanan sehari-hari adalah makanan yang setiap harinya dikonsumsi, sedangkan makanan khusus adalah makanan yang hanya ada pada saat-saat tertentu saja baru ada. Makanan sehari-hari suku Karo hampir sama dengan makanan suku lainnya di Indonesia. Makanan pokoknya adalah beras, ditambah lauk-pauk yang dalam bahasa Karo disebut dengan ikan ras gulen (ikan dan sayur). Secara singkat makanan khusus tersebut dapat berupa cimpa dan ragamnya, rires (lemang), terites, cipera, tasak telu, kidu, tape, cingcang, daging tutung (panggang) dan lain sebagainya. Biasanya setiap makanan khusus tersebut disajikan dalam acara-acara khusus suku Karo antara lain : a. Kerja Tahun (pesta tahunan) biasanya menyajikan cimpa, lemang, beragam masakan daging, tape, terites atau disebut juga pagit-pagit. b. Kerja nereh empo (pesta perkawinan) biasanya menyajikan daging, cingcang dan kadang juga terites. c. Mbesur-mbesuri (pesta untuk syukuran ketika padi mau berbuah dan ketika seorang ibu hamil) biasanya disajikan beragam cimpa, cipera, tasak telu dan pola(nira). d. Erpangir (mandi buang sial) biasanya menyajikan tasak telu, cipera dan pola. e. Perumah begu (memanggil arwah) biasanya menyajikan tasak telu, beragam cimpa, dan cipera. f. Mengket Rumah Mbaru (masuk rumah baru) biasanya menyajikan cimpa, pisang, makanan dari daging kadang juga menyajikan terites jika memotong lembu. Masih banyak acara khusus dalam suku Karo yang menyajikan makanan khas Karo tersebut. Ada juga makanan yang dikonsumsi sehari-hari yang agaknya aneh seperti laba-laba sawah, ulat pohon rumbia, cibet (metamorfosa dari capung) dan banyak makanan aneh lainnya. Suku Karo memang memiliki sedikit keanehan dalam hal makanan. Banyak makanan yang dianggap jijik bagi suku lain merupakan makanan favorit di kalangan orang Karo. Sebut saja misalnya laba-laba (lawah-lawah) yang di dapat di persawahan mereka konsumsi. Juga kidu atau ulat dari pohon rumbia yang kadang dimakan mentah-mentah, orang karo juga memakan anjing tanah( singke) yang di persawahan. Mungkin yang disebutkan itu hanyalah baru beberapa makanan aneh dalam Suku Karo dan pastinya masih banyak makanan lainnya. 11. Tungku Masak Masyarakat Karo
Peralatan memasak suku Karo sangat sederhana dan biasanya disusun atau disangkutkan di atas langit langit tungku yang disebut para-para. Ada empat tungku masak yang masingmasing satu tungku digunakan untuk dua keluarga besisian.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
168
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Capah adalah tempat makan terbuat dari kayu bentuk bundar luas permukaan hampir dua kali piring makan kini. Capah, tepatnya adalah peranti saji yang merupakan piring makan tradisional suku Karo yang berdiameter sekitar 30 - 35 cm yang terbuat dari kayu dan menjadi tempat makan dalam kebanyakan rumah tangga masyarakat Karo di masa lalu. Satu keluarga yang terdiri dari beberapa orang makan bersama dalam satu capah. Begitu pula kudin taneh alias periuk tanah yang biasa digunakan untuk merebus sayur dan lauk. Periuk tanah dan peralatan dapur termasuk capah piring makan ditempatkan di para-para tungku masak keluarga. Belut atau ikan lele sering juga disangkutkan di para-para untuk diasap menjadi awet sebagai persediaan lauk. Dari tempat memasak ini ternyata banyak sekali muncul filosofi kebudayaan Karo. Setiap tungku terdapat lima batu yang dibentuk empat batu berbentuk segi empat dan satu batu lagi diletakkan di tengah, sehingga secara bersamaan bisa diletakkan dua periuk. Lima batu ini melambangkan lima merga (marga) di Karo, yaitu Ginting, Sembiring, Tarigan, Karo-karo dan Perangin-angin. Sekali memasak digunakan tiga batu, yang menandakan jabatan anggota keluarga yang terbagi menjadi tiga (rakutna telu), yaitu kalimbubu, anak beru dan simbuyak. Di atas tungku perapian terdapat para, yang terdiri dari lima lapis, yaitu masing-masing lapis secara berurut untuk tempat menyimpan ranting (kayu) api, periuk dan alat-alat memasak, bumbu dan bahan masakan , serta lapisan teratas tempat menyimpan padi. Karena tinggal dalam satu atap, maka pewarisan budaya dan tata krama kepada generasi muda pada saat itu lebih cepat dan seragam. Ada sembilan perilaku yang sangat dilarang keras dilakukan oleh generasi muda, karena melanggar kesopanan dan budaya Karo. Aturan ini masih dijalankan hingga sekarang. Perilaku yang dilarang itu adalah “sumbang perkundul” (cara duduk yang tidak sopan), “sumbang pengerana” (cara berbicara yang tidak sopan/kasar), “sumbang pengenen” (cara menatap yang tidak baik), “sumbang perpan” (cara makan yang tidak sopan), dan “sumbang perdalan” (cara berjalan yang tidak baik). Perilaku lain yang dilarang yaitu “sumbang pendahin” (pekerjaan yang dibenci orang), “sumbang perukuren” (cara berpikir yang jelek), “sumbang peridi” (cara mandi yang dilarang oleh adat istiadat) dan “ sumbang perpedem” (cara tidur yang tidak baik). 12. Kenduri
Sebagaimana diterangkan di atas bahwa gastronomi adalah suatu perhelatan makan bersama, yang mana untuk kepentingan penuturan di sebagian catatan filosofi makanan di bawah ini, umumnya bisa dikatakan perhelatan itu dilakukan pada saat acara ken duri. Kenduri atau yang lebih dikenal dengan sebuatan "selamatan atau kenduren" (sebutan ken duri bagi masyarakat Jawa) telah ada sejak dahulu sebelum masuknya agama ke bhumi Nusantara. Ragam kenduri biasanya dibungkus dengan upacara sesajen (offerings) yang merupakan kelengkapan dari ritual yang diselenggarakan, baik untuk selamatan pernikahan, kenaikan pangkat dan berbagai acara lainnya. Dalam praktekya, kenduri merupakan sebuah acara berkumpul adat sambil makan bersama, yang umumnya dilakukan oleh laki-laki, dengan tujuan meminta kelancaran atas segala sesuatu yang dihajatkan oleh penyelenggara yang mengundang masyarakat sekitar untuk datang dan dipimpin oleh orang yang dituakan atau orang yang memiliki keahlian di bidang tersebut; seperti Kiyai atau pemuka agama. Edisi II
Indrakarona Ketaren
169
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sedangkan bagi kaum perempuan, kenduri memberikan ruang privasi dalam berbagi informasi baik tentang keluarga sendiri maupun tetangga yang lain. Di sinilah wanita bisa saling bertukar cerita dengan bebas tanpa gangguan dari kaum laki-laki selama mereka menyiapkan makanan, karena wanita akan bekerja mempersiapkan kenduri dalam waktu yang relatif lama, yaitu sekitar 4 - 7 hari pada masa perayaan. Pada zaman sekarang, kenduri masih banyak dilakukan oleh segala lingkup masyarakat baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan. Kenduri merupakan sebuah mekanisme sosial dan adat untuk merawat keutuhan, dengan cara memulihkan keretakan, dan meneguhkan kembali cita-cita bersama, sekaligus melakukan kontrol sosial atas penyimpangan dari cita-cita bersama. Kenduri sebagai suatu institusi sosial menampung dan merepresentasikan banyak kepentingan bersama yang salah satu formatnya dilakukan dengan makan bersama yakni gastronomi. 13. Selamatan
Dalam sisi lain, selamatan atau selametan adalah sebuah tradisi ritual yang dilakukan oleh masyarakat Jawa. Selamatan juga dilakukan oleh masyarakat Sunda dan Madura. Selamatan adalah suatu bentuk acara syukuran dengan mengundang beberapa kerabat atau tetangga . Secara tradisional acara syukuran dimulai dengan doa bersama, dengan duduk bersila di atas tikar, melingkari nasi tumpeng dengan lauk pauk. Praktik upacara selamatan sebagaimana yang diungkapkan oleh Hildred Geertz (ahli antropologi asal Amerika) pada umumnya dianut oleh kaum Islam Abangan, sedangkan bagi kaum Islam Putihan (santri) praktik selamatan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterima, kecuali dengan membuang unsur-unsur syirik yang menyolok seperti sebutan dewa-dewa dan roh-roh. Karena itu bagi kaum santri, selamatan adalah upacara doa bersama dengan seorang pemimpin atau modin yang kemudian diteruskan dengan makan-makan bersama sekadarnya dengan tujuan untuk mendapatkan keselamatan dan perlindungan dari Allah Yang maha Kuasa. Slametan dilakukan untuk merayakan hampir semua kejadian, termasuk kelahiran, kematian pernikahan, pindah rumah, dan sebagainya. Geertz mengkategorikan mereka ke dalam empat jenis utama: a. Berkaitan dengan kehidupan: kelahiran, khitanan, pernikahan, dan kematian b. Terkait dengan peristiwa perayaan Islam c. Bersih desa ("pembersihan desa"), berkaitan dengan integrasi sosial desa. d. Kejadian yang tidak biasa misalnya berangkat untuk perjalanan panjang, pindah rumah, mengubah nama, kesembuhan penyakit, kesembuhan akan pengaruh sihir, dan sebagainya.
BAB XIII BEBERAPA FILOSOFI MAKANAN INDONESIA
Seni masakan merupakan salah satu filosofi rujukan ideologis, jati diri, ciri dan identitas kemajuan suatu masyarakat berbangsa. Ada pesan (intangible) yang di dalamnya mengenai semangat mengabdi, berbakti, tidak melupakan sejarah, dan bangga atas “Nasionalisme” Indonesia-an.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
170
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Dalam keseharian, makanan kerap diterima begitu saja sebagai suatu hal yang biasa. Padahal, dalam suatu kebudayaan makanan sering digunakan sebagai simbol yang bisa jadi memiliki makna intangible yang sangat luas. Contohnya di dalam budaya Jawa yang penuh dengan simbol, hadirnya makanan tertentu dalam suatu acara ritual tidak bisa sembarangan. Setiap makanan memiliki makna dan fungsinya sendiri. Tentu saja, dalam hal ini seringkali bentuk, rasa, dan warna mempengaruhi makna makanan tersebut. Keberagaman makanan tradisional di bhumi Nusantara merupakan kreatifitas kearifan lokal dari salah satu unsur pembentuk rumpun dan budaya kebangsaan Indonesia. Sebagian besar makanan tradisional Nusantara ada yang berbentuk tangible (tata cara dalam makanan dan masakan sebagai artefak / budaya material) dan ada yang bersifat intangible (konsep di belakangnya). Warisan tangible dan intangible ini mempunyai pesan dan folklor sebagai berikut : 1. Latar belakang sejarah dan asal usul budi-daya dari makanan dan minuman tradisonal yang disajikan. 2. Faktor - faktor budaya dan adat istiadat yang mempengaruhi kebiasaan masyarakat mengkonsumsi / menghidangkan hidangan tersebut. 3. Makna falsafah, filosofi, kearifan lokal, etika, ajaran hidup, dan nilai ritual yang terkandung di dalamnya. 4. Karakter, jati-diri, dan ciri identitas budaya yang ditampilkan. Secara strategik, khazanah makanan tradisional warisan para leluhur itu telah menjadi sarana “internalisasi nilai budaya”, yaitu sebagai proses yang telah menanamkan dan menumbuhkembangkan nilai atau budaya kebangsaan di Indonesia. Secara essensial, tanpa disadari, keberagaman makanan tradisional ini telah menjadi “khitah garis haluan” dari salah satu unsur ke-Indonesia-an dalam memperkuat budaya kebangsaan. Di bawah ini akan di sampaikan beberapa filosofi (intangible) dari makanan Indonesia yang terbentuk dari masa lalu sebelum negeri Indonesia menjadi suatu Republik. Catatan filosofi ini merupakan kompilasi dari berbagai sumber yang telah disusun sekitar 4 (empat) tahun belakang lalu. Tidak banyak datanya namun lebih kurang bisa memberi masukan awal yang berarti bagi kita semua. 1.
Arsik (Dekke na Niarsik)
Makanan tradisional Dekke na Niarsik berasal dari kata Na NI-Arsik (arti secara sederhananya berarti ikan yang dikeringkan) adalah salah satu masakan khas kawasan Tapanuli (Batak) yang populer. Filosofinya adalah mereka yang memakan ikan ini akan hidup dalam harmoni, ke hulu dan ke hilir, rukun sampai akhir umurnya. Bagi masyarakat Tapanuli, mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal masing-masing memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan. Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik mencakup mulai dari kelahiran, menikah hingga meninggal yang masingmasing memiliki prosesi yang wajib hukumnya untuk dilaksanakan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
171
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik atau ikan mas arsik adalah wujud nyatanya. Yakni sebuah hidangan khas Batak yang menjadi simbol berkat kehidupan. Ikan mas yang diberikan haruslah dalam jumlah ganjil, satu, tiga, lima, tujuh. Masing-masing jumlah ini memiliki arti sesuai dengan ketentuan adat Batak. Adapun arti dari jumlah ini adalah: a. Satu ekor diperuntukkan bagi pasangan yang baru menikah b. Tiga ekor bagi pasangan suami- istri yang mendapatkan anak c. Lima ekor bagi orang tua yang sudah mempunyai cucu d. Tujuh ekor diperuntukkan bagi pemimpin bangsa Batak saja dan ini jarang dipergunakan dikarenakan jumlah angkanya dianggap sudah melewati batas masa kehidupan seseorang. Pada prosesi ini ada pesan adat yang harus disampaikan. Dan dekke na niarsik biasanya ketika anak lahir akan dilangsungkan selamatan sesuai adat Batak. Terutama jika yang lahir adalah anak pertama. Sesuai hukum adat Batak, pihak hula-hula (kelompok marga dari si ibu) harus menyediakan pasu-pasu yang dilambangkan dalam bentuk dekke na niarsik. Tiga ekor ikan Mas yang diberikan melambangkan bahwa telah bertambah satu orang anggota dalam keluarga tersebut. Satu untuk si Bapak, satu bagi ibunya, dan satu lagi untuk anak yang baru lahir tersebut. Bagi pasangan yang baru menikah, jumlah ikan yang diberikan orang tua sigadis hanya satu ekor ikan mas yang mana ini melambangkan harapan bahwa kedua orang yang mengikat diri dalam jalinan pernikahan tersebut telah menjadi satu. Ikan mas yang diberikan ini sekaligus melambangkan berkat berkat dari orang tua yang melepas si gadis karena ia telah menjadi bagian dari keluarga suaminya. Ikan mas yang diberikan adalah ikan betina yang bertelur. Hal ini diwajibkan bagi pasangan suami- istri yang baru menikah sebagai pertanda bahwa orang tua si perempuan berharap agar borunya (anak perempuan) dapat memiliki anak yang banyak. Siapa sajakah yang berhak memberikan ikan mas arsik ini ? Dalam hal ini yang dapat memberikan hanya kerabat dari pihak istri atau hula-hula saja yang boleh memberikan dekke na niarsik ini. Baik itu orang tua kandu ng, saudara laki-laki maupun komunitas marga dari pihak isteri. Pihak hula-hula selain orang tua kandung hanya boleh memberikan ikan mas arsik ini pada acara umum adat Batak. Misalnya, ketika menempati rumah baru, malua dan sebagainya. Penyajian dekke ini pada dasarnya tidak boleh sembarangan dikarenakan banyaknya sarat makna yang terkandung didalamnya. Dekke yang akan disajikan haruslah tetap dalam kondisi utuh, mulai dari kepala hingga ekor. Sisiknyapun tidak boleh dibuang. Ini melambangkan gambaran u tuh kehidupan manusia. Selain itu dekke na niarsik ini harus disajikan dalam posisi berenang dengan kepala menghadap ke orang yang menerimanya. Bila jumlahnya lebih dari satu, maka semua ikan harus dibariskan sejajar. Tentu saja memerlukan wadah yang cukup besar. Dalam bahasa Batak disebut dekke si mundur, keluarga yang menerima ikan ini diharapkan dapat berjalan sejajar atau beriringan menuju arah dan tujuan yang sama.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
172
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sehingga bila ada permasalahan dan rintangan yang menghalangi dapat diselesaikan secara bersama oleh setiap anggota keluarga. Na niarsik dapat juga diberikan kepada pihak atau orang untuk memohon kesembuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa, selain itu kerabat yang menderita salah satu penyakit yang sudah lama dan belum mendapat kesembuhan dapat juga diberikan dekke na niarsik ini. Dalam kegiatan adat lain misalnya, kegiatan adat sulang-sulang pahoppu (memberikan makanan kepada nenek dan kakek) makanan ini juga sangat dibutuhkan bahkan menjadi salah satu syarat utama. 2.
Bancakan
Orang Jawa atau Sunda mengenal kata Bancakan yang merupakan suatu prosesi ritual yang diadakan sebagai simbolisasi rasa syukur kepada Sang Hyang Widi dengan cara membagibagikan makanan kepada kerabat dan relasi. Bancakan mempunyai lima unsur yang ‘sunnah muakkad’ untuk dipenuhi, yaitu apem, pasung (apem yang dililit daun pisang atau daun nangka yang dibentuk kerucut), gedhang atau pisang, ketan, dan kolak. Menurut cerita pada jaman dahulu, para wali berusaha mengajarkan ajaran Islam kepada masyarakat dengan cara yang telah mereka mengerti, salah satunya adalah memodifikasi konsep dan bentuk sajen. Sebelum mengenal Islam, masyarakat telah mengenal dinamisme. Salah satu ritual yang ‘wajib’ mereka jalani adalah memberikan persembahan alias sajen kepada kekuatan tertinggi yang mereka tahu. Saat itu, mereka menganggap bahwa para arwah nenek moyang ataupun lelembut merupakan the supreme power. Untuk mensosialisasikan hal itu, seorang wali mengubah kelima unsur yang disebutkan di atas dengan meluruskan bahwa the supreme power adalah Tuhan Yang Maha Esa. Kelima unsur bancakan berasal dari bahasa Arab, yaitu: a. Gedhang berasal dari kata ghadan yang berarti bersegeralah. b. Apem berasal dari kata ‘afuwwun atau memohon ampun. c. Ketan berasal dari kata khatha’an atau kesalahan. d. Pasung berasal dari kata fa shaum yang berarti maka berpuasalah. e. Kolak berasal dari kata khala atau kosong. Maka, jika digabungkan akan bermakna "Bersegeralah memohon ampunan dari segala kesalahan dan berpuasalah agar semuanya kembali dalam keadaan kosong (dari dosa)." 3.
Bubur Ayam
Bubur ayam dianggap sebagai simbol persatuan dan keharmonisan, karena sifatnya yang mampu mengenyangkan semua secara merata, lunak, namun tidak kehilangan cita rasa. 4.
Bubur Sumsum
Bubur sumsum merupakan makanan khas tradisional masyarakat Jawa sejak jaman Majapahit yang merupakan kerajaan yang menganut agama hindu-budha. Kerajaan Majapahit menyatukan dua agama melaui proses sinkretisme, yakni hindu dan budha yang dipadukan menghasilkan satu agama baru yang dinamakan agama Syiwabudha. Kekuasaan Majapahit sedemikian luasnya ke berbagai daerah sehingga mempermudah menyebar luaskan agama Syiwabudha di kalangan masyarakat di luar kerajaan. Sebagai aktifitas keagamaan, Syiwabudha memiliki hari raya Galungan sebagai ritual bersyukur atas peenciptaan alam semesta. Edisi II
Indrakarona Ketaren
173
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Dalam kitab pararaton disebutkan bahwa hari raya Galungan telah ada sejak akhir jaman kerajaan Majapahit, yang berarti telah ada sebelum kerajaan Majapahit mengalami masa keruntuhan. Disaat hari raya galungan, warga penganut Syiwabudha mengalami peperangan bathin melawan 3 (tiga) Butha yang datang dalam 3 (tiga) hari. Hari pertama merupakan peperangan secara spiritual, hari kedua mengalahkan dan hari ketiga mengusai butha tersebut. Selama 3 (tiga) hari itu disajikan bubur sumsum sebagai sesaji. Bubur sumsum sebagai sesaji merepresentasikan sebelum Galungan tiba warga diharuskan mempersiapkan diri dengan baik baik untuk kebutuhan material maupun spiritual. Penggunaan gula sebagai pemanis bubur disebabkan semasa Majapahit masih jaya, kerajaan tersebut mengalami kelebihan produksi gula. Akibatnya pulau Jawa dikenal dengan warganya yang suka akan rasa manis, apalagi jika berada di wilayah dekat dengan kerajaan. Bubur Sumsum sebagai sesaji mengandung satu makna filosofis, dimana bubur itu adalah sarana membantu peperangan melawan ketiga butha. Dalam proses pembuatannya, bubur sumsum hanya terdiri dari 2 (dua) bahan dasar, yakni tepung beras dan gula. Penggunaan beras memiliki makna bahwa beras berasal dari padi yang tumbuh dari dalam tanah. Tanah merupakan titik sentral alam semesta. Ketika ekosistem tanah rusak, maka keseimbangan alam akan terganggu, sehingga manusia dituntut untuk senantiasa menjaga keseimbangan alam. Seiring dengan perkembangan jaman, dan ketika agama Syiwabudha sudah berkurang mendapat tempat dalam kehidupan spiritulitas masyarakat Jawa, maka bubur sumsum mengalami pergeseran makna. Agama Islam yang mulai menyebar dalam kehidupan masyarakat setempat, mengubah secara sadar makna filosofi dari arti semula bubur sumsum. Dalam penyebarannya, tokoh-tokoh walisongo mencoba menyesuaikan ajaran Islam dengan kebudayaan lokal yang kemudian mendapatkan persetujuan dari masyarakat setempat (tidak ada surat perjanjian resmi) bahwa bubur sumsum hanya berupa aktifitas kebudayaan dan bukan sebagai bagian dari nilai spiritual. Dengan perkembangan agama baru tersebut, bubur sumsum tetap ada namun telah mengalami pergeseran makna. Awal mulanya digunakan sebagai pengingat untuk menjaga keseimbangan alam, kini bubur sumsum dimaknai sebagai rasa syukur atas kelahiran seseorang. Sekarang kita sering menjumpai bubur sumsum sebagai masakan yang wajib disaat hari weton kelahiran. Dalam penanggalan Jawa atau pasaran Jawa, hari weton ada satu kali dalam 5 (lima) hari, yaitu : Manis, Pahing, Pon, Wage dan Kliwon. Pembaharuan ide atau gagasan terhadap suatu makanan tradisional etnik merupakan hal yang lumrah terjadi akibat perubahan jaman dan hal-hal baru akan selalu ada. Agar bubur sumsum mampu bertahan seiring dengan perkembangan jaman, maka bagian tertentu dari bubur sumsum harus ada yang diubah, misalkan dengan pergeseran nilai dan maknanya. Meskipun pergeseran nilai dan makna itu tidak dilakukan dengan sengaja, namun benturan antara manifestasi kebudayaan lama dengan kebudayaan baru akan selalu menghasilkan satu perpaduan. Jika dicermati masih tetap ada mengandung ide – ide lama dan ada bagian tersendiri yang mengandung ide-ide baru.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
174
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Seperti bubur sumsum, meskipun sekarang dimaknai sebagai masakan wajib hari weton, namun pada inti terkecilnya bubur sumsum ditujukan untuk raya syukur atas diberinya kehidupan. Filosofis Majapahit menggunakan bubur sumsum sebagai persembahan rasa syukur atas penciptaan alam semesta. Penciptaan alam semesta ditandai dengan peperangan melawan 3 (tiga) butho. Namun nilai dan makna itu bisa diubah sesuai dengan perkembangan jaman akibat munculnya kepercayaan baru yang ditunjukkan oleh ajaran Islam seperti yang terjadi saat itu. 5.
Cipera Manuk
Cipera ini adalah salah satu masakan tradisional khas dari Tanah Karo yang mirip masakan ayam dari Colombia yang disebut sancocho. Masakan adat ini sejenis gulai yang sangat kental karena diberi tepung cipera, tepung yang terbuat dari jagung yang kemudian digongseng yang sangat wangi aromanya lalu ditumbuk halus. Potongan ayam kampung yang utuh sebagai lambang kehidupan – termasuk leher, sayap, kaki, hati-ampla – dimasak dengan tepung jagung cipera sampai empuk dan berkuah kental. Tepung jagungnya harus dari bulir tua jagung Medan, agar menghasilkan kuah yang kental. Kuah kental ini bercita rasa pedas karena memakai tuba (andaliman = Shanghai Peppercorn) dan sedikit asam karena memakai asam tikala (dari buah honje kecombrang). Selain ayam, juga dicampurkan jamur merang ke dalam kuah. Ayamnya dimasak hingga sangat lunak dan menyerap bumbu. Cipera manuk disajikan hanya pada saat upacara perkawinan masyarakat Karo. Filosofinya adalah sebagai lambang keutuhan dari hubungan dua keluarga yang bersatu dan sulit dipisahkan dan selama akan bahagia 6.
Gudeg
Gudeg (bahasa Jawa gudheg) adalah makanan khas Yogyakarta dan Jawa Tengah yang terbuat dari nangka muda yang dimasak dengan santan dan dibumbui dengan kluwek. Warna coklat biasanya dihasilkan oleh daun jati yang dimasak bersamaan. Gudeg dimakan dengan nasi dan disajikan dengan kuah santan kental (areh), ayam kampung, telur, tahu dan sambal goreng krecek. Gudeg merupakan makanan tradisional yang berperan penting karenal dibuat dengan potensi lokal. Eksistensi gudeg telah meniti jejak sejarah yang panjang, dimulai bersamaan dengan dibangunnya kerajaan Mataram Islam di Alas Mentaok di daerah Kotagede sekitar abad ke-15. Banyak pohon ditebang saat pembangunan itu, diantaranya adalah pohon nangka, kelapa, dan tangkil atau melinjo. Anugerah alam inilah yang menginspirasi dan mendorong para pekerja untuk membuat makanan dari bahan-bahan tersebut. Jumlah mereka banyak, lelah dan lapar, maka nangka muda (disebut “gori”) yang dimasak jumlahnya juga sangat banyak. Dari konteks historis ini, jelas gudeg tidak lahir dari rahim masyarakyat kelas atas (keraton), melainkan dari rahim masyarakat kelas bawah (di luar keraton). Awalnya gudeg merupakan makanan yang tidak diketahui oleh pihak lingkungan kraton. Gudeg ini tersebar dengan sendirinya seiring sudah mulai terbiasanya masyarakat di luar kraton mengonsumsinya. Gudeg kemudian menjadi salah satu ekspresi “manunggaling kawula gusti” yang memang sudah berurat akar dalam batin orang Jawa. Walaupun kebanyakan gudeg Yogyakarta berbahan nangka muda alias gori, tetapi di kemudian hari ada yang namanya gudeg manggar, berbahan bunga kelapa yang masih
Edisi II
Indrakarona Ketaren
175
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
sangat muda. Untuk mengaduknya, dalam bahasa Jawa dikatakan “hangudek”, menggunakan alat menyerupai dayung perahu. Dari proses “hangudeg” inilah lalu disebut “gudeg”. Dalam karya sastra Jawa “Serat Centhini”, disinggung tentang gudeg. Diceritakan di dalam serat itu Raden Mas Cebolang sedang singgah di pedepokan Pengeran Tembayat (yang diperkirakan di Klaten). Di sana Pangeran Tembayat menjamu tamunya yang bernama Ki Anom dengan beragam makanan, salah satunya adalah gudeg. Meskipun begitu sebelum jadi makanan tradisional yang setenar sekarang, sosialisasi gudeg kepada masyarakat perlu proses yang panjang. Mengingat prosesi memasak gudeg perlu waktu yang lama, sampai dengan awal abad ke-19 di Jog ja sendiri belum begitu banyak orang berjualan gudeg. Teknologi memasak menentukan, gudeg tentu saja mengikuti perkembangan dari api tungku, ke api minyak tanah hingga api gas. Dulu gudeg sering dijadikan makanan nadzar, atau wujud rasa sukur atas. Anak sakit akan diajak makan gudeg bila telah sembuh, misalnya, walaupun masih ada bermacam lagi ungkapan syukur lainnya. Selain itu filosofi gudeg adalah wujud dari rasa syukur terhadap keberagaman yang ada karena komposisi penyajian gudeg harus dibarengi dengan krecek (kulit sapi/kerbau), telur rebus dsb. Jika tidak dibarengi dengan keberagaman bahan – bahan tersebut diatas maka gudeg tidak akan terasa nikmat dan terasa enak yang akan membuat orang enggan untuk memakannya. Semenjak kota Yogyakarta menjadi kota pelajar, gudeg mulai berkembang dan banyak dikenal masyarakat. Lahirnya “gudeg kering” sejalan dengan perkembangan itu, menemani perjalanan kakaknya “gudeg basah” yang lahir sejak semula. Para pelajar pendatang luar daerah yang ingin menjadikan gudeg sebagai oleh-oleh, kemudian menginspirasi hadirnya gudeg kering yang dimasak di dalam kendil agar lebih tahan lama. Dinamika pelajar-pelajar di berbagai kampus memunculkan sentra gudeg Mbarek yang berdekatan. Boleh dibilang para pelajar semasa itu adalah konstituen "gudeg kering" pertama yang memungkinkan para penjual gudeg di kampun g Mbarek berkembang. Memasuki era akhir dekade 1960-an, Wijilan di sekitar Kraton kota Yogyakarta menjadi sentra gudeg yang kemudian dikenal oleh berbagai wisatawan. Ada berbagai varian gudeg, antara lain: a. Gudeg Kering, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh kental, jauh lebih kental daripada santan pada masakan padang. b. Gudeg Basah, yaitu gudeg yang disajikan dengan areh encer. c. Gudeg Solo, yaitu gudeg yang arehnya berwarna putih. 7.
Hidangan Imlek
Bagi masyarakat Cina, setiap tahun Imlek selalu identik dengan angpao, kue keranjang, dan beraneka ragam manisan. Tidak ketinggalan bandeng berukuran besar yang akan diolah menjelang pergantian tahun. Hidangan yang disajikan pada perayaan Imlek biasanya berjumlah minimal 12 masakan dan 12 macam kue. Ke-12 macam makanan ini melambangkan shio yang diantaranya yang mewakili lambanglambang sebagai berikut: i. Mie melambangkan panjang umur dan kemakmuran. ii. Kue lapis legit melambangkan rezeki yang berlapis- lapis.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
176
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
iii.
iv. v. vi. vii.
viii. ix.
x. xi. xii.
xiii. xiv.
Kue mangkok, kue maho, dan kue keranjang. Biasanya kue keranjang disusun diatas kue maho dan kue mangkok dengan diberi warna merah diatasnya. Harapan terkandung agar memiliki kehidupan yang manis dan kian menanjak seperti kue mangkok. Manisan kolang kaling dimaksudkan agar selalu memiliki pikiran yang jernih. Agar- agar bentuk bintang merupakan simbol kehidupan yang terang. Camilan umumnya, seperti kwaci, kacang dan permen. Asinan dari biji semangka atau labu kuning sering menemani saat berbincang di tengah keluarga ketika merayakan Imlek. Arti dari sajian biji-bijian ini adalah agar memiliki keturunan yang banyak. Ayam atau bebek yang utuh (dengan segala bagian dari darah dan lain-lain) sebagai simbol untuk udara. Ikan sebagai simbol air - Ini bisa ikan emas ikan bandeng atau ikan salmon (ikan “paitu” di daerah singapore) atau semacam ikan yang bulat dan yang dapat hidup dilaut dan disungai. Kepala babi sebagai simbol tanah. Jeruk mandarin besar menggambarkan kekayaan, sedangkan jeruk jenis kecil menggambarkan keberuntungan karena kedua jenis jeruk ini adalah buah yang berlimpah-limpah di Cina. Mie yang panjang, tidak mudah putus menggambarkan panjang umur. Dalam setiap perayaan, mie selalu hadir sebagai wujud harapan untuk diberi umur yang panjang. Kabarnya, saat makan mie ini tidak boleh dipotong melainkan disantap sampai ujung terakhir. Lobak disebut “cai tou” yang juga berarti good luck. Saat perayaan Tahun Baru Cina, sajian lobak menjadi wujud harapan baru untuk beruntung di tahun yang akan dijalani. Tahu tausi, puding tahu, dan banyak lagi makanan Cina yang menggunakan tahu, namun tahu putih tidak disajikan dalam sajian Imlek karena warna putih berarti kematian atau kesialan. Ini yang perlu diingat, jangan menghidangkan menu tahu putih saat perayaan Tahun Baru Cina.
Seluruh hidangan ini selanjutnya didoakan bersama-sama seluruh keluarga agar diberi berkah oleh para arwah leluhur yang akan menyantap hidangan yang disajikan. 8.
Jenang
Jenang adalah masakan khas tradisional masyarakat Jawa, khususnya Jawa Tengah terutama Kota Solo. Jenang dibuat dari tepung beras atau tepung ketan, yang dimasak dengan santan ditambahkan gula merah atau gula putih. Keberadaan jenang sudah hidup mengakar turun temurun dari nenek kakek moyang sejak zaman Hindu dan era Walisongo sampai masa kini. Keberadaan jenang tidak hanya sekedar sebagai makanan pelengkap, melainkan juga simbol doa, harapan, persatuan dan semangat masyarakat Jawa itu sendiri. Artinya jenang adalah lambang ritual masyarakat Jawa dan simbol ungkapan rasa syukur kepada Gusti Allah atas karunia hasil bumi ciptaanNya yang telah menghidupi manusia dari proses kelahiran sampai kematian. Secara sosiologis jenang merupakan jenis makanan yang lahir dari kreatifitas masyarakat yang mana eksistensinya bebas dari atribut status sosial dan etnis. Dengan kata lain jenang bersifat demokratis, egaliter, spiritual dan relegius. Sifat yang melekat secara implisit itulah yang bisa membuat jenang punya nilai edukatif pada masyarakat Jawa. Suatu nilai edukatif dalam membangun kebersamaan masyarakat Solo untuk saling berbagi dalam kehidupan sehari-hari. Masyarakat Jawa khususnya di wilayah Surakarta / Solo dan sekitarnya, melakukan semua ritual selamatan tidak pernah lepas dari kehadiran jenang (bubur).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
177
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Tradisi simbolisasi itu diperlihatkan dalam berbagai acara kegiatan, mulai dari pembangunan rumah, kelahiran anak, slametan (selamatan), dan ritual-ritual kejawen lainnya. Namun banyak masyarakat saat ini menganggap jenang sebatas makanan ringan tradisional Jawa saja. Banyak yang belum mengetahui nilai filosofi dibalik simbolisasi Jenang apalagi dalam tradisi acara selamatan masyarakat Jawa. Masyarakat awam hanya tau jika ada ritual harus ada jenang, tanpa mengetahui makna dibaliknya. Padahal semua macam jenis jenang yang disajikan dalam acara selamatan mengandung makna bagi masyarakat Jawa, khususnya orang Solo dan sekitarnya dengan segala ritual tradisinya. Adapun makna filosofi dari berbagai jenis jenang sebagai berikut : i. Jenang Procotan : makna kehadirannya untuk mendoakan supaya ibu yang hamil diberikan kelancaran dalam melahirkan. ii. Jenang Sepasaran : makna kehadirannya ketika memberi nama kepada bayi setelah lahir. iii. Jenang Sungsum : makna kehadirannya bagi yang punya hajat pernikahan, supaya pengantin dan seluruh panitia yang terlibat diberi kesehatan, berkah dan kekuatan. iv. Jenang Abrit Petak : mempunyai makna warna merah dan putih merepresentasikan penciptaan / asal-usul manusia laki-laki dan perempuan. Jenang maknanya selalu melihat sesuatu dengan dimensi yang luas, namun tetap fokus dengan apa yang menjadi tujuan. v. Jenang Saloko : maknanya kesucian itu milik Allah. Manusia harus selalu mewaspadai nafsu 'aku' pada dirinya dan berani mengoreksinya dirinya sendiri. vi. Jenang Manggul : sebagai jalan untuk bisa mengenal Allah yang maknanya kita harus menjunjung tinggi kebaikan leluhur yang telah mewariskan segala bentuk pengetahuan pada diri kita. vii. Jenang Suran maknanya waktu itu terbatas dan selalu menjalani siklusnya dimana kita harus ingat masa lalu dan memperbaiki masa depan. viii. Jenang Timbul : mempunyai makna harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Manusia harus ingat Allah dan selalu berdoa untuk mewujudkan harapannya menjadi kenyataan. ix. Jenang Grendul : maknanya kehidupan itu seperti cakra penggilingan atau seperti roda yang berputar, yang kadangkala ada di atas dan kadangkala ada di bawah (naikturun). Kita perlu menemukan kestabilan dari perbedaan yang terjadi dalam kehidupan. x. Jenang Sumsum : maknanya pada diri manusia melekat sifat kelemahan dan kekuatan, dimana kekuatan pada diri manusia sebaiknya digunakan untuk nilai-nilai kebaikan. xi. Jenang Lahan : maknanya melepas dan menghilangkan semua nafsu negatif, iri, dengki, sombong dan sebagainya dihadapan Allah. xii. Jenang Pati : maknanya melebur nafsu dan pasrah ke pada Allah. xiii. Jenang Kolep : maknanya manusia sebagai mahkluk sosial selalu dihadapkan kepada perbedaan. Menghormati dan menghargai perbedaan dalam masyarakat yang plural dan multikultur menjadi nilai yang penting dalam kehidupan bermasyarakat. xiv. Jenang Ngangrang : maknanya manusia seharusnya belajar mengontrol emosi kemarahannya, agar kekuatan pada dirinya bisa bermanfaat untuk sesama. xv. Jenang Taming : maknanya belajar menjaga kekuatan pada diri kita dengan berdoa kepada Allah dan mengenali serta memahami kelemahan diri sendiri. xvi. Jenang Lemu Mawi Sambel Goreng : maknanya tidak lemah (kendur) membangun semangat baru dalam kehidupan. xvii. Jenang Koloh : maknanya kesempurnaan adalah tujuan hakiki kehidupan manusia, yang sering dilalaikan dalam kesibukan sehari-hari. Kita perlu terus berproses menuju kesempurnaan hidup di dunia dan akhirat. xviii. Jenang Katul : maknanya kita hidup tak bisa berdiri sendiri, selalu membutuhkan orang lain.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
178
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
xix.
xx.
9.
Jenang Warni Empat : maknanya simbol nafsu yang melekat pada diri manusia.
Warna merah simbol amarah. Putih menyimbolkan muthamainah, kuning artinya aluamah dan hijau maknanya sufiyah (nafsu yang selalu ingin memiliki duniawi. Kita dituntut mengendalikan keempat jenis nafsu yang melekat pad a diri kita. Jenang Sengkolo : terdiri dari jenang abang (merah) dan putih yang merupakan simbol dari keberadaan manusia di dunia. Jenang abang (merah) melambangkan lelaki, dan jenang putih melambangkan perempuan. Adanya Jenang Sengkolo disetiap ritual, agar manusia selalu ingat jikalau dunia terisi oleh dua esensi, feminin dan maskulin.
Jong Labar
Jong Labar adalah kue kudapan masyarakat Karo yang bahan utamanya adalah jagung serta lada. Jong Labar merupakan campuran jagung yang diparut atau dicincang kasar, kemudian dicampur gula merah dan kelapa parut, dibubuhi garam juga lada hitam secukupnya. Kemudian dibungkus daun pisang serta dikukus hingga matang. Bukan sekedar kudapan, Jong Labar memiliki sejumlah kearifan lokal suku Karo. Salah satu di antaranya adalah “mangkok lawes mangkok reh” yang bermakna bahwa siapa yang memberi akan menerima balasannya. Bagi masyarakat Karo tradisi menyediakan kudapan Jong Labar adalah sebagai pemanis yang sajian itu dibuat dengan curahan kesungguhan hati agar kelak menerima balasan yang baik dari orang lain. Lazimnya sesuatu yang manis (baik) tentunya mampu memperkokoh persatuan dan kekuatan bersama. Ini ditegaskan oleh kearifan “bagi buluh belin sada ndapuren”. Menyajikan hidangan manis merupakan itikad baik untuk menjalin hubungan yang erat dan saling berbagi kebaikan. Adanya berbagai ragam variasi Jong Labar (baik yang menggunakan lada hitam atau tidak) menandakan pembuatnya menyesuaikan dengan selera para tamu. Penyesuaian ini mengingatkan pada kearifan lokal Karo lainnya, yakni “pangan labo ate keleng, tapi angkar beltek”, artinya boleh melakukan apa saja tetapi harus memikirkan dampak yang ditimbulkannya. Kearifan lokal dimaksud mengandung nilai kepedulian serta toleransi yang teramat berharga dalam masyarakat Karo. 10. Kaspe
Kaspe adalah makanan Khas Pacitan yang berbahan dasar ketela pohon atau lebih dikenal di pacitan sendiri dengan nama telo kaspe. Makanan khas kue putri gunung ini merupakan hasil olahan sederhana yang proses pembuatanya memerlukan waktu hingga 7 jam. Melalui proses fermentasi karena adanya ragi tape di dalamnya yang menambah kekenyalan dan kenikmatan rasa makanan khas ini. Kaspe biasanya di santap sebagai teman minum kopi ataupun minum teh. Rasanya legit hasil perpaduan ketela pohon / singkong, gula Jawa dan santan. Kaspe memiliki filosofi "karepe sepi ing pamrih" yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa pamrih dan mengajarkan kesederhanaan untuk mengkonsumsi makanan yang ada disekitar lingkungannya. 11. Ketan Panca Warna
Ketika wanita Jawa memperingati usia kehamilan lima bulan, ketan panca warna sangat memegang peranan penting. Edisi II
Indrakarona Ketaren
179
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Tradisi membuat ketan panca warna dipandang sebagai wujud harapan si ibu hamil kepada anak yang dikandungnya. Ketan panca warna mempunyai lima macam warna, yaitu merah, putih, hijau, kuning, dan hitam, yang masing-masing warna, mempunyai makna yang dalam. Kelima warna itu selain menggambarkan usia kehamilan, juga menyimbolkan kelima unsur manusia. Yaitu cipta, rasa, karsa, jiwa, dan raga. Karena orang Jawa meyakini kelima unsur itu diberikan Tuhan YME ke si jabang bayi di usia kehamilan kelima. Artinya, harapannya di usia kehamilan kelima itu si bayi yang dikandung ketika lahir nanti bisa menjadi manusia yang sempurna lahir dan batinnya. Biasanya dalam penyajian untuk prosesi doa, ketan panca warna juga dilengkapi dengan rujak crobo, nasi punar, dan nasi ponthang. Rujak crobo menyimbolkan cita-cita, nasi punar sebagai simbol pencerahan, dan nasi ponthang sebagai simbol kekuatan. Oleh karena itu, jangan dilihat bungkusnya, tapi coba kupas isinya. Begitu kiranya pepatah bijak mengatakan. Seperti halnya tradisi Jawa, yang sekilas terlihat sederhana namun sejatinya penuh makna dalam mengartikan Ketan Panca Warna sebagai simbol keutuhan jati diri manusia yang penuh makna ajaran luhur kehidupan. 12. Ketan, Kolak dan Apem
Rangkaian makanan ketan, kolak, dan apem kerap ditemui dalam upacara Nyadran dalam budaya masyarakat Jawa . Rangkaian ini sebenarnya tidak hanya muncul pada upacara Nyadran saja, tapi hampir di keseluruhan rangkaian ritual slametan kematian di budaya Jawa, yang dimulai sejak pitung dinan (hari ketujuh). Semua makanan itu disajikan di lokasi ataupun dikirim ke kerabat-kerabat sebagai hantaran. Kehadiran ketan, kolak, dan apem dalam suatu rangkaian memberikan makna yang berbeda dengan bila mereka hadir sendiri-sendiri. Ketan, kolak, dan apem memperoleh makna dengan mengaitkan nama tersebut dengan suatu kata dalam bahasa Arab. Ketan dengan kata ‘Khata-an’ yang berarti ‘kesalahan’. Secara filosofis, ini bermakna bahwa manusia dituntut agar ingat pada perbuatan salah, yang berawal dari diri sendiri, dan kemudian diharapkan agar terhindar dari kesalahan yang sama. Kolak dengan kata ‘Kholaqo’ atau sering juga dengan kata 'kholiq' atau 'khaliq'. Artinya adalah ‘mencipta’. Dari sini, muncul harapan agar pelaku (yang membuat dan yang memakan) dapat semakin mendekatkan diri kepada Tuhan. Ini dalam rangka mendoakan orang yang telah meninggal dan berada di alam lain. Sementara apem dengan kata ‘Afwun’ yang berarti ‘permintaan maaf’ atau ‘ampunan’. Tak hanya meminta maaf, apem ini juga dimaknai sebagai simbol agar manusia juga dapat mudah memaafkan kesalahan orang lain. Kaitan ketan, kolak, dan apem sebagai salah satu cara penyebaran agama Islam pada masa lalu. Ini karena makanan ketan, kolak, dan apem bukan berasal dari daerah Arab. Lebih jelas lagi, di India terdapat makanan bernama Appam yang mirip dengan apem. Terlepas dari itu, ketan, kolak, dan apem memiliki makna lain yang tersirat di dalamnya. Ini bisa dilihat dari tekstur dan rasa makanannya, hingga keberadaannya dalam ritual lain. Rangkaian ketan, kolak, dan apem adalah suatu simbol yang memiliki makna permintaan maaf atau ampunan, baik dalam hubungan antar manusia maupun dengan Tuhan. Namun perlu
Edisi II
Indrakarona Ketaren
180
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
digaris bawahi bahwa simbol itu berkaitan erat dengan arwah orang yang telah meninggal atau leluhur. Ini yang membedakannya dengan kupat (ngaku lepat) yang sama-sama memiliki makna meminta maaf, namun antar sesama manusia yang masih hidup. Di beberapa ritual, rangkaian jajanan ini bahkan juga sebagai simbol atas bentuk rasa hormat kepada leluhur. Ketan, kolak, dan apem yang dikatakan sebagai simbol merupakan rangkaian benda sederhana, yaitu makanan sehari-hari, yang merujuk pada suatu nilai besar (yang berbeda konteks) dalam tatanan masyarakat di kebudayaan Jawa. Sebagai simbol, ketan, kolak, dan apem juga dapat dikatakan sebagai cara berkomunikasi tidak langsung sesama masyarakat yang berlatar belakang kebudayaan sama. Secara simbolis, ungkapan yang ingin disampaikan tersalurkan melalui rangkaian hidangan tersebut. Terkait dengan konsep besar kebudayaan Jawa, ketan, kolak, dan apem sesuai dengan falsafah “sangkan paraning dumadi” (berasal dan kembali pada Sang Pencipta). Karena itulah masyarakat Jawa mempercayai adanya kekuatan ghaib yang mengawasi dan menyertai kehidupan manusia. Ritual slametan yang dilakukan merupakan salah satu upaya memohon keselamatan dunia. Begitu pula kenduri yang merupakan perjamuan makan untuk memohon keselamatan dalam rangka menyambut dan memperingati peristiwa hidup tertentu. Kemunculan ketan, kolak, dan apem tidak lagi cuma bisa kita lihat sebagai jajanan biasa. Ketan, kolak, dan apem sebagai simbol memiliki fungsi dalam keberlangsungan tatanan di masyarakat - sesuai dengan filosofi yang telah disebutkan sebelumnya. Melalui simbol sebagai alat komunikasi yang tidak langsung, tatanan dalam masyarakat untuk menjalani kehidupan sesuai dengan falsafah Jawa tadi dapat terlaksana. Secara langsung, keberadaan simbol berupa ketan, kolak, dan apem yang memiliki unsurunsur dua kebudayaan menjelaskan adanya peleburan bud aya untuk menjaga tatanan tadi. Masuknya kebudayaan baru (Islam-Arab) tetap menghormati dan menggunakan kebudayaan sebelumnya (Hindu-India), berikut simbol-simbolnya. Melalui peleburan kebudayaan dan keinginan untuk mempertahankan tatanan, muncul interaksi kreatif yang memunculkan simbol-simbol baru atau makna-makna baru dari simbol dalam kebudayaan sebelumnya. Meski begitu, pada masa sekarang sudah mulai ada perubahan tradisi. Keberadaan ketankolak-apem dalam ritual kematian sudah bukan sesuatu yang wajib. Hantaran dan suguhan yang dibagikan kepada masyarakat banyak yang telah diubah menjadi roti karena alasan kepraktisan. Akibatnya, sudah tidak terdapat lagi makna permohonan maaf atau ampunan dalam hantaran tersebut. Wajar terlihat saat ini karena tatanan dalam masyarakat pun sedikitbanyak telah mulai berubah. 13. Ketupat
Ketupat atau Kupat adalah hidangan khas Asia Tenggara yang dibuat dari beras yang dimasukkan ke dalam anyaman daun kelapa dan dikukus atau direbus sehingga matang. Ketupat paling banyak ditemui sekitar waktu Lebaran, ketika umat Islam merayakan berakhirnya bulan puasa (Ramadhan). Dilihat dari segi bentuknya, ketupat mempunyai nilai seni sehingga dapat dikatakan sebagai karya seni budaya seorang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
181
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Apabila dilihat dari maknanya ketupat merupakan ungkapan budaya yang mengandung falsafah hidup yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia, yaitu sebagai dasar dalam bersikap dan bertindak. Ketupat sebagai karya budaya dikaitkan dengan suatu hasil dengan beraneka macam bentuk. Sedang ketupat sebagai ungkapan budaya adalah merupakan simbol yang di dalamnya terkandung makna dan pesan tentang kebaikan. Umumnya ketupat identik sebagai hidangan spesial lebaran, tradisi ketupat ini diperkirakan berasal dari saat Islam masuk ke tanah Jawa. Lebaran ketupat merupakan tradisi masyarakat sebagai ungkapan syukur setelah melaksanakan ibadah puasa dan bukan sekadar makanan yang disajikan untuk menjamu para tamu pada hari raya Idul Fitri, termasuk juga merayakan genapnya enam hari berpuasa sunah Syawal. Sebagai ungkapan budaya, ketupat yang terdiri dari beras / nasi yang dibungkus daun kelapa muda dan janur (bahasa Jawa) memberi makna dan pesan antara lain : i. Beras / nasi adalah simbol nafsu dunia, sedangkan janur yang dalam budaya Jawa disebut “Jarwa Dhosok” adalah “Jatining Nur” (sejatinya nur), yaitu hati nurani. Jadi ketupat dimaksudkan sebagai lambang nafsu dan hati nurani, yang artinya agar nafsu dunia dapat ditutupi oleh hati nurani. ii. Pesan yang terkandung di dalamnya adalah agar seseorang dapat mengendalikan diri, yaitu menutupi nafsu-nafsunya dengan hati nurani (dilambangkan nasi bungkus dengan janur). Sebagaimana disadari bahwa di dalam diri manusia terdapat nafsunafsu buruk yang da pat mempermainkan manusia itu sendiri. iii. Di samping itu, Tuhan memberi kepada manusia hati nurani, yaitu suara hati nurani (suara kecil) yang memberi manusia peringatan-peringatan apabila akan melakukan hal-hal yang menyimpang dari garis keutamaan. Oleh karena itu hati nurani merupakan kunci kewaspadaan manusia terhadap perilakunya sehari-hari di dunia ini, atau hati nurani sebagai alat kendali nafsu-nafsu manusia. iv. Apabila manusia tidak dapat mengendalikan nafsu-nafsu dunianya, maka seseorang akan menampakkan sifat ego dan tindak yang dilakukannya mencerminkan nafsu angkara. Ini berarti cahaya Tuhan berkurang di dalam menyinari hati manusia. Seharusnya seseorang mampu memerangi nafsu angkaranya sehingga tercapai pengendalian diri yang serasi. Demikian makna yang terkandung dalam ketupat, yaitu memberikan pesan agar seseorang mampu mengendalikan diri dari nafsu-nafsu buruknya. Sejarah tentang ketupat ditandai oleh Sunan Kalijaga yang pertama kali memperkenalkan kepada masyarakat Jawa. Beliau membudayakan dua kali Bakda, yaitu Bakda Lebaran dan Bakda Kupat. Bakda Kupat dimulai seminggu sesudah Lebaran. Pada hari yang disebut Bakda Kupat tersebut, di tanah Jawa waktu itu hampir setiap rumah terlihat menganyam ketupat dari daun kelapa muda. Setelah selesai dianyam, ketupat diisi dengan beras kemudian dimasak. Setelah selesai dimasak, ketupat tersebut diantarkan ke kerabat yang lebih tua, sebagai lambang kebersamaan. a.
Arti Kata Ketupat
Ketupat yang dalam bahasa Sunda juga disebut kupat, dimaksudkan agar seseorang jangan “suka ngupat”, yaitu membicarakan hal-hal buruk pada orang lain karena akan membangkitkan amarah. Dengan lambang ketupat ini dipesankan agar seseorang dapat menghindarkan diri dari tindak ngupat tersebut. Tindakan “ngaku lepat” ini telah menjadi kebiasaan atau tradisi pada tanggal satu Syawal, yaitu setelah melaksanakan ibadah puasa dengan menyediakan hidangan ketupat berikut lauk
Edisi II
Indrakarona Ketaren
182
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
pauknya di rumah-rumah, sehingga disebut dengan ketupat lebaran. Semua ini sebagai simbol pengakuan dosa baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa maupun terhadap sesama manusia. Dalam filosofi Jawa, Ketupat Lebaran bukanlah sekedar hidangan khas Hari Raya Lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat merupakan kependekan dari "Ngaku Lepat dan Laku Papat".
Dalam hal ini terkandung pesan agar seseorang segera mengakui kesalahannya apabila berbuat salah. i.
Ngaku Lepat:
Tradisi sungkeman menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan) bagi orang Jawa. Prosesi sungkeman bersimpuh di hadapan orang tua seraya memohon ampun yang masih membudaya hingga kini. Sungkeman mengajarkan pentingnya menghormati orang tua, bersikap rendah hati, memohon keikhlasan dan ampunan dari orang lain, khususnya orang tua. ii.
Laku Papat:
Laku papat artinya empat tindakan dalam perayaan Lebaran. Budaya menyediakan hindangan ketupat pada tanggal satu syawal terkandung pesan agar seseorang melakukan tindakan yang empat tersebut, yakni: a.
Lebaran
Bermakna usai, menandakan berakhirnya waktu puasa. Berasal dari kata lebar yang artinya pintu ampunan telah terbuka lebar. Ini dimaksudkan bahwa satu syawal adalah tanda selesainya menjalani puasa, biasa disebut dengan Lebaran. Di hari Lebaran itu diharuskan untuk makan, tidak puasa lagi, puasanya sudah selesai. b.
Luberan
Bermakna meluber atau melimpah ibarat air dalam tempayan, isinya melimpah sehingga tumpah ke bawah. Ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk memberikan sebagian hartanya kepada fakir miskin, yaitu sadaqoh dengan ikhlas seperti tumpahnya / lubernya air dari tempayan tersebut.. Pengeluaran zakat fitrah menjelang Lebaran pun selain menjadi ritual yang wajib dilakukan umat Islam, juga menjadi wujud kepedulian kepada sesama manusia. c.
Leburan
Maknanya adalah habis dan melebur. Leburan, seiring dengan pengertian ngaku “lepat”, yaitu saling mengaku berasal dan saling meminta maaf dalam budaya Jawa pelaksanaan Leburan dalam satu syawal nampak pada ucapan dari seseorang yang lebih rendah status sosialnya kepada seseorang yang lebih tinggi status sosialnya atau dari anak kepada orang tua, yaitu ucapan “Mugi segeda lebur ing dinten menika”. Maksudnya pada momen Lebaran, dosa dan kesalahan kita akan melebur habis (lepas) karena setiap umat islam dituntut untuk saling memaafkan satu sama lain. d.
Laburan
Berasal dari kata labur atau kapur. Kapur adalah zat yang biasa digunakan untuk penjernih air maupun pemutih dinding. Dalam hal ini sebagai simbol yang memberikan pesan untuk senantiasa menjaga kebersihan diri dan kesucian lahir dan batin. Jadi setelah melaksanakan leburan (saling maaf memaafkan) dipesankan untuk menjaga sikap dan tindak
Edisi II
Indrakarona Ketaren
183
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
yang baik, sehingga dapat mencerminkan budi pekerti yang baik pula. b. Makna Filosofi Ketupat
i. ii.
iii.
iv.
Mencerminkan beragam kesalahan manusia. Hal ini bisa terlihat dari rumitnya bungkusan ketupat ini. Mencerminkan kebersihan dan kesucian hati. Setelah ketupat dibuka, maka akan terlihat nasi putih dan hal ini mencerminkan kebersihan dan kesucian hati setelah memohon ampunan dari segala kesalahan. Mencerminkan kesempurnaan. Bentuk Ketupat begitu sempurna dan hal ini dihubungkan dengan kemenangan umat Islam setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya memasuki Idul Fitri. Karena ketupat biasanya dihidangkan dengan lauk yang bersantan, maka dalam pantun Jawa pun ada yg bilang "KUPAT SANTEN", Kulo Lepat Nyuwun Ngapunten (Saya Salah Mohon Maaf).
Semua makna filosofi itu dihubungkan dengan kemenangan umat Muslim setelah sebulan lamanya berpuasa dan akhirnya menginjak hari yang fitri. Itulah makna, arti serta filosofi dari ketupat. Namun, tujuan dari tradisi makan ketupat bersama keluarga maupun tetangga setelah shalat sunah Ied diharapkan menjadi momen untuk saling mengakui kesalahan. Selain dari makna mengakui kesalahan, makna tersembunyi dari ketupat, bentuk segi empat ternyata wujud dari prinsip “kiblat papat lima pancer” yang berarti empat arah mata angin dan satu pusat. Prinsip tersebut kalau diotak-atik maknanya berarti empat arah mata angin utama, yaitu timur, selatan, barat, dan utara yang bertumpu di satu pusat. Bila salah satu arah mata angin itu hilang, maka keseimbangan alam goyah. Terjemahan bebas filosofi tersebut bisa dikaitkan dengan arah jalan hidup manusia. Ke mana pun arah yang ingin ditempuh manusia hendaknya tidak akan lepas dari pusatnya, yaitu Allah Yang Maha Esa. Oleh sebab itu, agar tidak goyah maka manusia harus tetap ingat kepada Sang Khalik sebagai pusat dari segalanya. Ada pula yang mengartikan prinsip “kiblat papat lima pancer” bahwa ke mana pun manusia menuju, pasti selalu kembali kepada Allah. Dalam ritual terbatas, ketupat pada saat tertentu digunakan sebagai pelengkap sesaji dalam upacara daur hidup, yaitu untuk pelengkap sesaji selamatan empat bulan orang mengandung. Adapun jenis ketupat yang digunakan adalah ketupat jago, ketupat sinta, ketupat sido lungguh dan ketupat luwar. Belum ditemukan sumber yang mengungkap makna yang ada di dalamnya dan kiranya perlu dikembangkan penelitian lebih lanjut. Dalam upaya memberikan suatu yang baik, maka ketupat sebagai pelengkap sesaji selamatan masa empat bulan kehamilan diwujudkan maknanya dengan 4 (empat) jenis ketupat sebagai berikut : i. Ketupat Jago, dikandung maksud agar kelak jabang bayi yang akan lahir, apabila laki-laki diharapkan dapat menjadi jago, yaitu mempunyai watak kesatriya dan mempunyai kedudukan yang tinggi. ii. Ketupat Sinta. Sinta adalah simbol wanita cantik dan berburi luhur. Dalam hubungan ini diharapkan apabila anak yang akan lahir adalah wanita, memiliki paras yang cantik dan berbudi luhur. iii. Ketupat Sido Lungguh. Ada keyakinan bahwa pada kehamilan empat bulan, Tuhan Yang Maha Esa meniupkan roh pada si jabang bayi, dengan demikian dalam kehamilan empat bulan itu si jabang bayi di dalam kandungan menjadi sempurna lahir batin, dalam arti sebagai manusia kecil yang telah diberi unsur jiwa dan raga. Demikian pula jabang bayi yang diberikan kedudukan ( sido lungguh) sebagai manusia kecil.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
184
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
iv.
Ketupat Luwar . Ketupat luwar diberikan arti lepas atau keluar. Simbol ini
memberikan pesan agar kelak jabang bayi dapat lahir dengan mudah dan selamat. Juga simbol ini memberikan pesan “ngeluwari ujar”, yaitu lepasnya suatu harapan. Dalam hubungan dengan kehamilan berarti tercapainya harapan orang tua yang menginginkan anak melalui proses kehamilan. Dalam hal lain ketupat luwar digunakan sebagai sarana upacara yang terkandung maksud telah tercapainya suatu yang diinginkan. Betapa besar peran para Walisongo memperkenalkan agama Islam dengan menghormati dan menumbuh-kembangkan tradisi budaya sekitar / setempat, seperti tradisi Lebaran dan hidangan ketupat. Oleh karena itu, kita seharusnya memuliakan budaya atau ajaran yang telah disampaikan para Walisongo dalam mensiarkan agam a baru yaitu Islam. Sebagian masyarakat Jawa memaknai rumitnya membuat anyaman ketupat dari janur sebagai bungkus beras, mencerminkan kesalahan manusia. Warna putih ketupat ketika dibelah melambangkan kebersihan setelah bermaaf-maafan. Butiran beras yang dibungkus dalam janur hingga menyatu merupakan simbol kebersamaan dan kemakmuran. Penggunaan janur sebagai kemasan pun memiliki makna tersembunyi. Janur dalam bahasa Arab yang berasal dari kata “jaa a al-nur” bermakna telah datang cahaya. Sedangkan masyarakat Jawa mengartikan janur dengan “sejatine nur” (cahaya). Dalam arti lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan cahaya selama bulan Ramadan. Ketupat juga sering dihidangkan dengan sate. Bila dihidangkan dengan tahu dan gulai menjadi kupat tahu yang sering ditemani juga dengan sayur labu / buncis. Selain itu, tradisi makan ketupat lebaran yang masih langgeng sampai saat ini adalah penggunaan sayur opor sebagai pasangannya. Sayur opor pun memiliki makna filosofi, jika dilihat dari asal-usul bahan dasarnya yang menggunakan santan kelapa. Bahasa Jawa dari santan ialah “santen” yang mempunyai makna “pangapunten” atau memohon maaf. Di beberapa kalangan masyarakat Jawa, ketupat sering digantung di atas pintu masuk rumah sebagai semacam jimat. Di Bali ketupat sering pula dipersembahkan sebagai sesajian upacara. Sedangkan ketupat dalam tradisi Betawi merupakan simbol untuk mengingat asal-usul dan leluhur mereka yang agraris sekaligus maritim. Beras, bahan dasar ketupat, merupakan kekentalan tradisi agraris, sementara daun kelapa yang digunakan untuk membungkus, adalah lambang masyarakat maritim. Ketupat juga simbol kerekatan dan kemanfaatan dalam bermasyarakat. Kini warisan dari Sunan Kalijaga ini masih tetap dipertahankan bahkan sudah bukan milik Jawa saja tetapi sudah menjadi makanan di Asia Tenggara yang mana dapat dijumpai di negara Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, Thailand dan sebagainya. Ini terjadi akibat banyaknya orang orang Jawa yang bermukim di negeri jiran itu. Demikian makna yang terkandung dalam ketupat yang dihidangkan yang makan dapat ingat akan makna dan pesan yang ada dan dapat melaksanakan pesan tersebut dalam wujud sikap dan tindak sebagai pengamalan budi luhur khususnya pada satu syawal dan dalam kehidupan sehari-hari. 14. Kue Apem
Apem, atau dikenal juga dengan nama Appam di negeri asalanya India, adalah penganan tradisional yang dibuat dari tepung beras yang didiamkan semalam dengan mencampurkan telur, santan, gula dan tape serta sedikit garam kemudian dibakar atau dikukus. Bentuknya mirip serabi namun lebih tebal.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
185
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bentuknya yang bermacam – macam ada yang dibentuk bunga ada juga yang dibentuk hewan sesuai dengan selera dari yang membuat. Terbuat dari tepun terigu, tape, gula dan garam. Bahan – bahannya sangat sederhana dan juga mudah dibuat hanya perlu dikukus, tidak membutuhkan waktu lama. Seperti tumpeng yang diadopsi dari budaya hindu – budha, apem juga merupakan bentuk peleburan budaya arab dan jawa. Apem adalah simbol dari kesederhanaan terihat dari bahan – bahannya yang mudah dicari dan pembuatannya tidak membutuhkan waktu yang lama tetapi tetap nikmat mengajari manusia tentang rasa bersyukur. Menurut legenda, sejarah dan tradisi kue ini dibawa oleh Ki Ageng Gribig yang merupakan keturunan Prabu Brawijaya kembali dari perjalanannya dari tanah suci. Ki Ageng Gribig membawa oleh-oleh 3 (tiga) buah makanan dari sana. Namun karena terlalu sedikit, kue apem ini dibuat ulang oleh istrinya. Setelah jadi, kue-kue ini kemudian disebarkan kepada penduduk setempat. Para penduduk berebutan mendapatkan kue Ki Ageng Gribig itu sambil meneriakkan kata “yaqowiyu” yang artinya “Tuhan berilah kekuatan.” Makanan ini kemudian dikenal oleh masyarakat sebagai kue apem, yakni berasal dari saduran bahasa arab “affan” yang bermakna ampunan (maaf). Tujuannya adalah agar masyarakat juga terdorong selalu memohon ampunan kepada Sang Pencipta. Lambat laun kebiasaan ‘membagi-bagikan’ kue apem ini berlanjut pada acara-acara selamatan menjelang Ramadhan. Walau disimbolkan sebagai bentuk komunikasi non verbal, kata permintaan maaf yang sebenarnya kata sederhana itu tidak mudah bagi semua orang untuk meng utarakannya. 15. Kue Bacot
Kue Bacot merupakan tradisi dalam masyarakat Betawi yang dilakukan pasca lamaran seorang pria kepada mempelai wanita. Biasanya kita temui pada masyarakat Betawi yang tinggal di kampung bernama Sudimara Pinang, Tangerang-Banten. Ketika pihak mempelai pria melamar mempelai wanita, itu biasanya diiringi dengan berbagai bawaan makanan dan barang-barang lainnya yang kemudian diserahkan kepada pihak wanita. Yang biasa disebut dengan seserahan. Beberapa hari kemudian, mempelai wanita “membalas” seserahan dari mempelai pria itu dengan memberikan berbagai jenis kue tradisional; yang terdiri dari kue geplak, kue cincin, wajik, serondeng, uli, dan dodol. Kue-kue tersebut dikumpul jadi satu dan ditaruh di bakul (biasanya lebih dari satu bakul), yang kemudian oleh pihak mempelai pria diberikan kepada kerabat-kerabat dekatnya tanpa meminta izin terlebih dahulu. Kerabat-kerabat dekatnya ini, kemudian diharuskan (sudah ada semacam kontrak sosial) mengembalikan bakul kue tersebut dengan menyertakan sejumlah uang didalamnya. Jumlah uang yang harus disertakan tidak ditentukan. Tetapi, jika uang yang diterima oleh si pemberi kue itu nominalnya sedikit, kurang dari biaya membuat kue-kue itu, biasanya ini jadi bahan omongan. Keluhan-keluhan akan rasa tidak senang karena uang yang diberikan tidak sebanding dengan harga kue-kue itu sontak menjadi perbincangan orang-orang kampung. “Ahh.. die mah ngasihnye dikit banget, dikata murah apa bikin ni kue” , kira-kira begitu yang
dikatakan pemberi Kue Bacot ini setelah menerima bakul yang disertai uang. Begitu pun dengan si penerima kue, jika ia memberikan uang yang sekiranya lebih dari harga kue-kue tersebut, dalam hati kecilnya pasti ada sesuatu yang mengganjal, perasaan tidak ikhlas. Lalu
Edisi II
Indrakarona Ketaren
186
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
berkata “Ah elah, harusnye bisa buat nyawer ni duit, gegara ni kue jadi kaga jadi. Biarin dah, daripada jadi bahan omongan orang kampung. Emang dasar Kue Bacot!”. Pergunjingan yang muncul oleh rasa tidak senang karena menerima uang yang tidak sesuai dengan biaya membuat kue-kue disatu sisi, dan karena harus mengeluarkan uang lebih disisi lain, kemudian menjadi dasar penamaan dari kue-kue ini, Kue Bacot! Karena bacot merupakan sebuah kata dari bahasa sehari-hari yang memiliki arti sama dengan banyak bicara. Secara etik, tradisi Kue Bacot ini dapat dilihat sebagai sebuah penggalangan dana bagi mereka yang hendak menyelenggarakan sebuah pesta perkawinan. Mereka yang ingin menikah, untuk menambah dana pesta pernikahannya, mereka membuat kue dengan beberapa varian seperti yang disebutkan diatas. Kue-kue itu, seperti yang sudah dijelaskan, dibagikan kepada kerabat-kerabat terdekat. Kerabat-kerabat ini nantinya diharuskan menyertai uang (tidak ditentukan nominalnya) pada bakul tempat menaruh kue-kue tadi. Dari situ, sebenarnya diharapkan sebuah keuntungan dari biaya pembuatan kue yang nantinya untuk meringankan beban biaya pesta pernikahan. Betawi punye gaye! 16. Kue Gethuk
Lama sudah orang mengenal Gethuk atau getuk (dalam bahasa Indonesia), namun belum banyak yang mengetahui asal mula dan sejarah terciptanya makanan ini. Filosofi dari getuk singkong adalah melambangkan kesederhanaan dan mempergunakan potensi yang kita miliki secara aktif dan kreatif sehingga membuat kita lebih mandiri dalam berbagai macam situasi. Pada dasarnya Getuk Singkong melambangkan kesederhanaan, nrimo ing pandum, qona’ah, apa adanya, dan jauh dari sikap konsumerisme atau gagah-gagahan semata. Di saat-saat bangsa sedang dilanda krisis ekonomi yang berimbas pada fluktuasi harga barang dan sembako, dan berujung pada rendahnya daya beli masyarakat, maka rakyat diajak untuk mengeratkan tali pinggang meskipun hanya dengan mengkonsumsi singkong. Dalam kondisi yang demikian, singkong pun bisa menjadi pilihan yang tepat untuk bertahan karena memang harganya yang murah meriah dan bisa didapatkan di mana saja. Sejarah Gethuk berawal pada jaman penjajahan Jepang, konon pada masa itu beras yang merupakan makanan pokok Indonesia, merupakan barang langka yang sulit untuk di temukan, sehingga penduduk lokal (asli) Magelang berupaya mengganti makanan pokok mereka dengan ketela, yang saat itu banyak terdapat di sekitar rumah dan mudah ditemukan di pasar. Pionirnya adalah mbah Ali Mohtar yang berasal dari Desa Karet, Magelang yang pertama kali membuat getuk. Ia mencoba berinovasi dengan ketela sehingga menjadi satu makanan yang menarik untuk dihidangkan dan tak membosankan untuk dimakan. Ketela dikukus kemudian dihaluskan sekedarnya menggunakan cara manual yaitu dengan cara ditumbuk oleh 4 – 6 orang dalam sebuah lesung kemudian dicampur dengan gula. Tahun 1985 mbah Ali berhasil membuat mesin penggilas ketela yang dapat membuat adonan gethuk menjadi lebih cepat dan halus. Setiap orang dapat menikmati getuk kapan pun dimana pun. Biasanya orang- orang menyantap cemilan ini pada saat tea time di sore hari. Siapapun tentu kenal baik dengan singkong. Tanaman ‘kaum alit’ ini boleh dikatakan sangat digemari oleh masyarakat Indonesia. Bukan semata umbinya yang bercita rasa khas, kemudian filosofi tentang singkong telah mengajarkan kepada kita bahwa kesederhanaan dan kerendah-hatian dan dibarengi dengan berbagai macam potensi diri yang memadai, akan menjadikan hidup kita lebih acceptable di segala ruang dan waktu.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
187
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
17. Kue Lemper
Kudapan ini memang memiliki sejarah yang panjang dan terkandung nilai filosofis di dalamnya. Dahulu kue lemper merupakan makanan khusus untuk keluarga ningrat atau raja dikalangan masyarakat Jawa. Bagi masyarakat Jawa, lemper memiliki nilai filosofis sebagai simbol persaudaraan, yang disimbolkan dari sifat ketan yang lengket yaitu mencerminkan persaudaraan antar individu manusia yang saling menyatu. Dalam acara hajatan, lemper menunjukkan harapan akan datangnya rejeki. Orang yang memiliki hajatan berharap akan datangnya rejeki yang akan menempel selama menggelar acara tersebut. Di Yogyakarta, ada sebuah tradisi makan lemper yang unik. Di daerah Plered, Bantul, terdapat desa yang bernama Wonokromo. Desa inilah yang selalu melaksanakan tradisi Rabu Pungkasan yang berarti hari Rabu terakhir. Rabu Pungkasan adalah Rabu terakhir di bulan Sapar dalam tahun Islam. Bagi masyarakat setempat, perayaan ini dianggap sakral dan penting sebab, pada hari itu dipercaya sebagai waktu bertemunya Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan Kyai Faqih Usman, ulama Islam yang terkenal di Yogyakarta. Lemper kini bukan makanan khas atau ikon suatu daerah, tetapi lemper tergolong makanan yang umum dan pasti dijumpai di setiap jajanan pasar di Indonesia. 18. Kue Nagasari
Nagasari atau Nogosari (dalam bahasa Jawa) adalah jenis kue tradisional dan termasuk dalam golongan kue basah. Kue ini merupakan salah satu kue tradisional yang terbuat dari tepung beras, tepung tapioka, gula pasir, santan dan bahan untuk pengisinya biasanya berupa pisang. Kue dibungkus dengan daun pisang sehingga sangat terasa nuansa tradisionalnya, lalu dikukus hingga matang. Kue Nagasari merupakan makanan khas daerah Indramayu yang dikenal sebagai daerah penghasil beras terbesar di Jawa Barat. Dengan produksi beras yang melimpah masyarakat berfikir untuk mengolah beras tidak hanya menjadi makanan pokok saja (nasi), lalu diolah beras tersebut sehingga menjadi tepung yang mana menjadi bahan utama kue nagasari dengan campuran santan dan bahan bahan lain, yang kemudian dibungkus menggunakan daun pisang dan dikukus. Nagasari belum diketahui dari mana asalnya, meskipun disebut khas Indramayu, namun bila ditinjau dari nomenklatur-nya terdapat dua suku kata yakni Naga dan Sari. Kita mengetahui bahwa Naga adalah hewan legenda dari daratan Cina yang hidupnya kuat serta salah satunya di lambangkan sebagai jiwa yang terhormat sedangkan Sari (dalam kamus besar bahasa Indonesia) diartikan sebagai isi utama dari suatu benda. Jadi bila disatukan, Nagasari berarti isi utama dari suatu benda yang terhormat atau melegenda. Acara yang sering menyajikan kue Nagasari adalah kenduri atau perjamuan adat makan bersama untuk memperingati peristiwa, meminta berkah, dan sebagainya. 19. Kue Pasung, Gedang dan Apem
Menjelang Bulan Ramadhan kebanyakan masyarakat Jawa selalu menyediakan makanan ritual pasung, gedang (pisang) dan apem yang mana tradisi itu masih selalu dilaksanakan hingga kini. Pasung, gedang (pisang) dan apem memiliki filosofi yang mendalam dalam upaya penyusupan dan pengenalan agama Islam oleh wali songo di pulau Jawa yang waktu itu masih memeluk agama hindu dan budha. Edisi II
Indrakarona Ketaren
188
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Ketiga kata tersebut berasal dari bahasa Arab yakni: i. Pasung berasal dari kata "fa shaumu" yang berarti berpuasalah. ii. Gedang dari kata "ghodan" yang berarti besok. iii. Apem dari kata "afuwwun" yang berarti ampunilah (do’a dalam sholat tarawih, lengkapnya adalah "Allahumma Innaka Afuwwun Karim Tukhibbul Affa Fa’fuanni"). Sehingga apabila diterjemahkan secara lengkap adalah "Besok sudah mulai Bulan Puasa maka berpuasalah, sedangkan kalau malamnya lakukan sholat tarawih dengan membaca do’a tersebut diatas” 20. Lawar
Bagi masyarakat Hindu di Bali lawar tidak hanya berfungsi sebagai makanan tetapi juga mempunyai makna sosial yang erat kaitannya dengan upacara adat dan keagamaan Hindu itu sendiri. Lawar antara lain berfungsi sebagai alat komunikasi, ritual dan menunjukkan identitas budaya masyarakat setempat sebagai sarana dalam melaksanakan upacara adat maupun keagamaan seperti upacara pernikahan, kematian dan upacara ditempat-tempat suci (Pura). Sebagai alat komunikasi, lawar bersama dengan jenis makanan lainnya, seperti nasi, diberikan kepada orang lain dan tidak terbatas pada hanya keluarga dekat, tetapi kepada semua orang yang dianggap telah memberikan bantuan baik moril maupun material pada saat dilaksanakan suatu upacara tertentu. Lawar yang diberikan kepada orang lain tersebut dikenal dengan nama jotan sebagai ungkapan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantunya. Disamping itu jotan juga berfungsi sebagai tanda atau permakluman kepada orang lain bahwa orang yang mengirim lawar tersebut sedang atau akan melaksanakan upacara tertentu misal upacara pernikahan ada dikenal nasi rongan (beberapa unsurnya adalah lawar, sate dan nasi). Nasi rongan ini biasanya diberikan oleh pihak keluarga mempelai laki-laki kepada keluarga mempelai perempuan, kemudian nasi rongan tersebut oleh keluarga pihak mempelai perempuan dibagi-bagi tanpa memperhatikan jumlah besar pemb agiannya. Tiap bagian nasi rongan tersebut selanjutnya diberikan kepada seluruh keluarga mempelai perempuan yang maknanya adalah sebagai pemberitahuan bahwa akan dilaksanakan upacara mepamit di keluarga perempuan. Fungsi religius dari lawar sangat menonjol di daerah Bali, yaitu lawar digunakan sebagai salah satu sarana dalam membuat sesajen untuk menyatakan rasa syukur, bhakti serta terima kasih kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kehidupan di dunia ini. Dalam kaitan dengan fungsi inilah lawar tidak pernah absen dalam suatu upacara baik adat maupun keagamaan khususnya agam a Hindu di Bali. Lawar mengandung makna keharmonisan dan keseimbangan. Hal ini dilihat dari bahan-bahan pembuatnya yaitu : parutan kelapa (putih, simbol Dewa Iswara di timur); darah (merah, simbol Dewa Brahma di selatan); bumbu-bumbu (kuning, simbol Dewa Mahadewa di barat); dan terasi (hitam, simbol Dewa Wisnu di utara). Keempat arah mata angin tersebut melambangkan keseimbangan. Selain itu sifat-sifat bahannya yang berupa rasa manis (kelapa), asin (garam), pahit (buah limo), pedas (bumbu), amis (darah), asam (asam), dan bau busuk (terasi) jika mampu meraciknya dengan tepat akan menghasilkan rasa yang nikmat. Ini merupakan filosofi bagi seorang pemimpin dalam mengoptimalkan potensi-potensi rakyatnya yang berbeda-beda sehingga bisa menciptakan keharmonisan. Edisi II
Indrakarona Ketaren
189
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Filosofi yang sering diutak-atik di Bali adalah tentang makna “kosong” dan “penuh”. Kosong acap diberi arti tentang keheningan, bukan ken estapaan. Kosong, nol, bukan hampa, sering dianggap sebagai sesuatu yang tertinggi, paling mulia, luhur, dan maha luas. Hanya mereka yang kenyang pengalaman hidup, pernah mengalami yang paling tinggi, bias bertemu dengan kosong. Mereka yang sudah pernah penuh, baru kemudian bias menikmati kosong. Hakikat kosong dan penuh ini lazim menjadi pembicaraan ketika Hari Raya Nyepi. Orangorang berdebat tentang ujung dan awal tahun yang meriah penuh, hening, kosong. Penuh dan kosong dihayati sebagai sebuah siklus, mata rantai tak kenal putus. Orang-orang yang sangat menikmati kemeriahan penuh hiruk-pikuk pengerupukan sehari menjelang Nyepi, karena mereka yakin besok pasti bersua kosong. Tapi, di Bali, orang lebih suka menikmati penuh ketimbang meresapi kosong. Hanya para yogin, penekun spiritualisme, merasa sangat bahagia jika bersua dengan kosong. Berjam-jam mereka bersemedhi agar bisa berada dalam wilayah maha luas. Sebaliknya, banyak orang merasa terpuaskan jika diri terpenuhi, merasa sengsara jika mereka berada dalam kosong. 21. Lupis
Lupis (sering disebut Mo Ham Koi) merupakan makanan khas Indonesia terutama area Jawa. Dahulu bentuknya segitiga, tetapi karena sulit untuk membungkusnya, maka dibentuk bulat memanjang. Lupis dibuat dari beras ketan yang dimasak lalu dibungkus dengan daun pisang. Menurut filosofinya, Lupis itu bersifat lengket yang sulit dipisahkan satu dengan yang lain. Hal ini merupakan bukti bahwa orang Jawa memiliki persaudaraan yang erat dan tidak dapat di pecah belah. Memakan lupis sendiri dulu harus menggunakan pincuk atau me rupakan singkatan dari Pinten – Pinten Cukup (bersyukur). Ketika kita menerima sesuatu, kita tidak boleh berlebihan dalam berekspresi, kita harus mengingat kepada yang memberi dan juga bersyukur pada tuhan yang Maha Kaya. Sedangkan Gula Aren atau yang disebut Juruh hal tersebut mengacu kepada Leren. Hal ini mengisyaratkan agar kita tidak hanya memburu kemanisan yang ada di dunia saja, akan tetapi ada hal penting lain yang patut dipikirkan yakni akhirat. Dikatakan, ketan sebagai bahan dasar lopis memiliki makna persatuan (rekat erat), karena ketan yang sudah direbus memiliki daya rekat yang kuat dibanding nasi. Bungkus lopis diambil dari daun pisang, yang memiliki arti perlambang kemakmuran. Bahwa Islam selalu menumbuhkan kebaikan dan menjaga karunia Tuhan. Daun pisang yang digunakan tidak boleh terlalu tua ataupun terlalu muda, karena akan berpengaruh pada cita rasa lopis tersebut. Presiden Soekarno pernah bersabda di pekalongan tahun 1950 "tul lopis kuntul baris", yang bermisi ngajak rakyat gotong royong. Jadi kata lupis diambil dari "Holopis Kuntul Baris"" yang bermakna gotong royong. Asal mula istilah "Holopis Kuntul Baris", bermula saat pekerja rodi Anyer-Panarukan di bawah belanda bermaksud menyebut nama pria gagah asal Prancis berdarah Spanyol, Don Lopez Comte De Paris, seorang pengawal Gubernur Daendles yang berperawakan kekar, berasal dari Spanyol bergelar bangsawan Perancis, yang oleh masyarakat bawah masa itu (terutama pekerja rodi), namanya dijadikan semacam “semangat” untuk dapat mengangkat barangbarang besar.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
190
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
22. Nasi Golong
Nasi golong atau nasi putih yang di bentuk bulat – bulat bermakna sebagai simbol persatuan / pemersatu seluruh warga, berharap hidup tentram dan tidak ada berpecahan antar warga. Dengan kata lain, menyimbolkan jembatan bagi berbagi golongan masyarakat dalam hal ini orang kaya dan miskin. Flosofi ini merupakan simbol masyarakat desa Karang Tengah daerah Banyumas di Jawa Tengah Sebagaimana status manusia dimata Tuhan, nasi golong menyimbolkan dalam tradisi nyadranan tidak adanya perbedaan status bagi orang kaya dan orang miskin. Di jaman sekarang, manusia telah menjadi budak dunia, tidak lagi memperdulikan ikatan persaudaraan. Karena status atau jabatannya, orang bisa lupa, dan bertindak jahat kepada manusia lain, sedangkan kodratnya sebagai manusia tidak melambangkan demikian dimana dan seharusnya saling menolong dan saling menghormati. Dari penjabaran diatas, berbagai makanan yang tersaji dan dihidangkan dalam tradisi nyadranan mengandung makna dan arti tertentu. Makna yang disetujui oleh warga desa Karang Tengah dan menjadi tradisi yang turun temurun merupakan bukti kekuatan makna komunikasi non verbal dari makanan tradisional tersebu yang salah satunya nasi golong. 23. Nasi Kebuli
Tidak mudah mengiyakan tanpa menjelaskan tradisi di sekitar nasi kebuli. Sebab, bukan hanya etnis Betawi atau orang Indonesia yang mengenal nasi kebuli, tetapi juga negara lain seperti di Malaysia. Beberapa kampung di Distrik Pahang dan Kuala Lipis, misalnya, nasi kebuli juga disajikan pada setiap acara peringatan keagamaani atau pada acara tradisi setempat. Di Indonesia, resep nasi kebuli diperkenalkan orang-orang Kerala, India. Karena kepiawaiannya memasak, mereka dibawa oleh para pedagang dari Gujarat, India. Selain berdagang, orang-orang Gujarat yang populer dengan sebutan sebagai orang Koja ini juga menyebarkan agama Islam dan tradisi mereka, termasuk makan nasi kebuli bersama. Kehadiran orang-orang Koja kemudian terdesak oleh kedatangan para pedagang dari Yaman Selatan yang juga membawa resep nasi kebuli. Nasi kebuli memang berasal dari Yaman Selatan atau Hadramaut. Nasi ini mirip dengan nasi biryani. Masyarakat Betawi yang sudah lebih dahulu mengenal resep nasi kebuli dari orang Koja tetap membuat nasi kebuli ala orang Koja. Kisah terciptanya nasi kebuli itu dipelopori para ulama yakni dimulai ketika para pemuka agama asal Hadramaut, Yaman, memiliki misi menyebarkan agama Islam di negeri India yang kemudian menyebar ke kepulauan Nusantara. Untuk menyambung lidah antara cita rasa Yaman dan India, para ulama akhirnya mencampuradukkan rempah-rempah asal Timur Tengah dan India. Sehingga terciptalah makanan dengan aroma khas tersendiri. Tak sampai disitu, para ulama yang ada di Indonesia kemudian melakukan beberapa percobaan untuk menyempurnakan cita rasa nasi buatan mereka. Dengan melalui banyak eksperimen, ditambahlah bahan utama lainnya yaitu daging kambing Resep nasi kebuli orang Koja yang lebih kaya rempah lebih dekat dengan lidah orang Betawi. Sampai sekarang, peranakan Hadramaut Betawi yang membuka warung nasi kebuli lebih banyak memilih resep orang Koja ketimbang resep asalnya. Karena lekat dengan tradisi Betawi, nasi kebuli akhirnya diakui sebagai masakan Betawi. Dalam budaya Betawi, nasi kebuli biasanya disajikan dalam hari perayaan agama Islam seperti saat bulan Ramadan, Maulid Nabi, maupun hari raya Idul Fitri. Tetapi semenjak tahun 1960-an mulai merambah ke pasar yang dalam upaya bisnis ini tetap bertahan, porsi, rasa, dan penampilannya pun diubah sesuai keinginan pasar yang berkembang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
191
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Filosofi nasi kebuli adalah sebagai hidangan yang khusus disajikan untuk para tamu yang dihidangkan diatas ‘nampan’ dengan pesan untuk makin mempererat tali silaturahmi antar jamaah dan memuliakan para tamu yang hadir. 24. Nasi Urap
Nasi urap memiliki makna dan khazanah filosofi yang indah dalam hubungannya dengan falsafah hidup dan keaneka ragaman serta sebagai perlambang tentang kerjasama dan kekompakan. Nasi urap lazim ditemukan dalam masakan Indonesia, akan tetapi jika ditelusuri, nasi urap berasal dari khazanah masakan Jawa. Nasi urap sama sekali tidak mengandung daging, dan dapat dimakan begitu saja sebagai makanan vegetarian atau sebagai bagian dari hidangan lengkap. Sedangkan urap sendiri biasanya merupakan syarat atau hidangan penting sebagai sayur pengiring dan pelengkap tumpeng Jawa. Urap juga lazim disajikan bersama nasi kuning. Sayuran yang lazim digunakan sebagai bahan urap antara lain; bayam, kangkung, daun singkong, daun pepaya muda, kacang panjang, taoge, dan kubis. Semua sayur-mayur ini direbus atau dikukus. Kebanyakan rumah tangga memilih menggunakan kelapa parut segar yang masih kaya santan, daripada kelapa parut ampas santan, karena kelapa parut segar memberikan rasa yang kaya dan gurih. Kelapa parut ini dibumbui dengan bawang merah, bawang putih, dan cabai merah yang dihaluskan, air asam jawa, kencur, garam, dan gula jawa. Nasi putih melambangkan niat yang tulus dan bersih, wujud kesyukuran tertinggi karena nasi merupakan makanan pokok dan sebagai hasil bumi dari tanah tempat asal muasalnya diri manusia. Jenis sayur mayur melambangkan berbagai bentuk karakter manusia, pola pikir dan perbedaan yang ada. Disajikan dengan merebusnya terlebih dahulu tanpa tambahan bumbu apapun. Di sini bermakna bahwa semua ego, karakter dan berbagai macam perbedaan hendaknya di lebur (di rebus) dalam satu posisi yang sama tanpa mengedepankan "bumbu" kekayaan, kepangkatan dan lain-lain; semua sama dan setara. Setelah itu seluruh rebusan sayur mayur tersebut di campur secara merata dengan parutan kelapa melambangkan harmonisasi keanekaragman, kesetaraan yang merata, sama di rasa dan dibagi dan siap berkarya bersama-sama (dalam artian nasi urap telah siap saji untuk di santap). Jadi inti filosofi nasi urap adalah wujud keaneka ragaman dan kekompakan yang mengalir didalam kehidupan bermasyarakat terlambangkan dengan hidangan tersebut. 25. Polo Pendem
Polo pendem adalah makanan tradisional Jawa yang diambil dari dalam tanah, seperti umbiumbian yang layak dimakan,diantaranya : ketela pohon / kaspe ( siongkong ) ketela rambat / telo (ubi boled ) mbothe / talas, bentol, ganyong kacang ose (kacang tanah) dan masih banyak lagi lainya , tetapi pada hakekatnya segala jenis umbu-umbian yang biasa ditanam di kebun para petani. Dalam selamatan adat Jawa, telo memiliki filosofi tersendiri yaitu “ netheli barang sing olo” artinya menanggalkan hal-hal yang buruk. Sedangkan ketela pohon atau kaspe memiliki filosofi “karepe sepi ing pamrih” yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa mengharapkan
Edisi II
Indrakarona Ketaren
192
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
balasan dan mengajarkan kesederhanaan untuk mengkonsumsi makanan yang ada disekitar lingkungannya. Bagi sebahagian masyarakat jawa tanah itu merupakan sesuatu yang sangat sakral, karena dengan mengolah tanah manusia bisa mengambil atau mendapat bahan makanan untuk hidup sehari-hari, seperti umbi-umbian. Tanah melambangkan asal muasal kehidupan (manusia berasal /diciptakan dari tanah), begitupun yang namanya polo pendem juga berasal dari dalam tanah. Filosofi polo pendem mengajarkan kepada generasi penerus agar tidak terlalu bergantung pada satu makanan pokok saja, karena yang namanya polo pendem itu sangat banyak macamnya.dan salah satu diantarnya dapat dijadikan makanan pokok. Polo pendem juga mengajarkan kepada generasi yang akan datang agar bisa hidup lebih sederhana, artinya hidup tidak terlalu berpoya-poya. Dalam adat Jawa telo memiliki filosofi yaitu “netheli barang sing olo” artinya menanggalkan hal-hal yang buruk, sedangkan ketela pohon atau kaspe memiliki filosofi “karepe sepi ing pamrih” yang artinya berniat melakukan sesuatu tanpa pamrih. 26. Rendang
Rendang merupakan menu utama bagi masyarakat Minang yang dipengaruhi cita rasa masakan dan bumbum-bumbu dari India yang diperoleh melalui para pedagang Gujarat, India. Rendang berasal dari daerah pegunungan, tepatnya daerah Pariangan, Padang, Sumatera Barat. Dari sanalah rendang mulai merambah ke daerah-daerah di luar Sumatera bahkan ke seluruh dunia. Dahulu kala rendang disajikan sebagai menu utama bagi para bangsawan. Akan tetapi, saat ini rendang sangat digemari oleh masyarakat minang khususnya dan bahkan oleh seluruh lapisan masyarakat serta para wisatawan asing. Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau, karena memiliki nilai filosofi tersendiri bagi masyarakat Sumatera Barat, yakni melambangkan keutuhan masyarakat dalam musyawarah dan mufakat dengan merujuk kepada 4 (empat) bahan pokok yang digunakan dalam membuatnya, yakni : a. Dagiang (daging); sebagai bahan baku utama dalam membuat rendang yang merupakan lambang dari ninik mamak (para pemimpin suku adat) yang ada di Minangkabau b. Karambia (kelapa); sebagai bahan pendukung yang merupakan lambang cadiak pandai (kaum intelektual). c. Lado (cabe); sebagai lambang alim ulama yang pedas yaitu tegas untuk mengajarkan syariat agama. d. Pemasak (bumbu); sebagai pelengkap yang merupakan lambang dari keseluruhan masyarakat Minang. Seni memasak Rendang ini berkembang juga ke kawasan serantau lainnya diseluruh Sumatera hingga sampai ke negeri seberang di Negeri Sembilan (Malaysia) yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas di Semenanjung Melayu karena sebagian besar penduduk Malaysia yang berbudaya Melayu berasal dari Sumatera. Kelebihan rendang selain terkenal sebagai makanan yang tahan lama juga bercita rasa pedas, namun ketika sudah sampai lidah, rasa pedasnya akan hilang. Masakan ini mampu bertahan sampai 3 (tiga) bulan tanpa dipanaskan kembali, tanpa berubah rasa dan aroma. Semakin lama disimpan maka akan semakin enak rasanya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
193
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pada awalnya rendang dibuat karena masyarakat Minang membutuhkan makanan untuk dibawa-bawa lebih dari 2 bulan. Seperti diketahui, masyarakat Minang gemar merantau, termasuk untuk bekal naik haji, apalagi perjalanan menuju Mekkah zaman dahulu bisa berbulan-bulan menggunakan kapal laut. Makanya diawetkan dengan cara dikeringkan. Rendang, bila dimasak dengan benar sampai kering, bisa tahan 1-3 bulan di udara terbuka. Rendang dimasak selama kurang lebih 8 (delapan) jam agar bumbu meresap sempurna, dan diperoleh cita rasa yang khas dan nikmat. Untuk memasak rendang harus menggunakan santan dari buah kelapa yang tua karena lebih banyak lemaknya a gar rasanya lebih gurih. Bila menggunakan santan instan rasanya kurang begitu lezat. Memasak rendang tidak bisa sembarangan. Jika memasak dengan api kecil maka hanya akan menghasilkan kari daging. Bila dimasak terus akan menjadi kalio daging yan g agak berminyak dan bila dimasak lebih lama lagi baru akan menghasilkan rendang. 27. Rujak Bebek
Dalam tradisi masyarakat Sunda dan Jawa Tengah dikenal penyajian rujak serut dalam tradisi tujuh bulanan kehaliman seorang ibu yang pertama kali. Tradisi ini jarang dilaksanakan sehingga banyak orang khususnya generasi muda tidak tahu bahwa rujak serut bebeg merupakan salah satu bagian dari upacara tradisi 7 bulanan yang bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman, dan disertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat. Upacara ini diikuti oleh acara pemotongan tumpeng tujuh yang diawali dengan doa kemudian makan rujak, dan seterusnya. Pada hakekatnya, dasar dari semua upacara tradisi masyarakat Jawa adalah suatu ungkapan rasa bersyukur dan permohonan kepada Yang Maha Kuasa untuk keselamatan dan kenteraman. Rasa bersyukur dan permohonan ini diungkapkan dalam bentuk lambang-lambang yang masing-masing mempunyai makna. Akan tetapi kini upacara adat ini sudah jarang dilakukan oleh masyarakat Indonesia, sehingga banyak orang yang tidak mengetahui bahwa rujak serut ini adalah bagian dari ritual tujuh bulanan kehaliman seorang ibu yang pertama kali. 28. Rujakan
Saat wanita sedang mengandung di usia mencapai 7 (tujuh) bulan, masyarakat Jawa biasanya mengadakan suatu upacara kehamilan. Upacara tujuh bulanan ini selalu menyajikan beberapa jenis makanan, salah satunya rujak tujuh bulan atau dikenal dengan sebutan "rujakan". Kenapa perempuan yang hamil 7 (tujuh) bulan dibancaki dengan rujakan. Ini adalah simbolis, agar ibu yang mengandung dan bayi yang dikandungnya mendapat keselamatan. Maka dilakukan simbolisasi menghantar rujak pada tetangga dan handai taulan, dengan harapan yang menerima rujak itu diminta untuk ucapan terimakasih membalas dengan “do’a rojak ” (doa selamat). Rujak berasal dari bahasa Arab yang artinya “selamat”. Buah-buahan yang digunakan dalam isi rujak juga terdiri dari tujuh macam jenis yaitu buah delima, jeruk bali, nanas, jambu air, bengkuang, pepaya, dan kedondong. Edisi II
Indrakarona Ketaren
194
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Konon setiap buah yang digunakan untuk acara tujuh bulanan memiliki mitos tersendiri untuk menyempurnakan bayi dalam kandungan si ibu agar terlahir sempurna. Antara lain buah delima melambangkan agar si bayi dalam kandungan nanti memiliki bibir yang merah dan bengkuang memberi makna agar bayi dalam kandunga nnya memiliki kulit yang putih bersih. Buah delima (disebut juga sebagai buah surga) yang menurut kaum Tionghoa buah delima itu adalah makanan “Dewa Langit” penguasa nirwana. Etnis Tionghoa da lam ritualnya akan selalu memburu buah delima kendati harganya cukup mahal, meskipun begitu, jika tidak lengkap pun tidak apa-apa. Rasa rujak tujuh bulan ini juga memiliki pertanda tentang jenis kelamin bayi yang ada dalam kandungan si ibu. Konon bila rasa rujak manis, maka jenis kelamin dalam kandungannya adalah perempuan, namun bila rasa rujak ini pedas maka bayi dalam kandungannya adalah laki-laki. 29. Semar Mendem
Semar mendem adalah kudapan jajanan tradisional masyarakat Solo dan Yogyakarta, yang berbentuk seperti lemper, tetapi tidak dibungkus daun pisang selayaknya lemper, namun dibalut dengan dadar atau crepe campuran telur dan sedikit tepung. Semar mendem terbuat dari ketan yang tengahnya diisi suwiran daging ayam. Untuk prosesnya tergolong makanan yang cukup rumit dibuat karena tidak digoreng maupun dibakar melainkan dikukus yang prosesnya dilakukan be rulang. Terdapat dua filosofi yang menggambarkan asal muasal nama Semar Mendem, yakni : Pertama, Semar Mendem digunakan sebagai penggambaran terhadap kekuasaan yang kerap mengesampingkan kepentingan rakyat dan kebenaran. Bahwa tidak semestinya ‘para semar’ itu mendem (mabuk) kekuasaan, yang kemudian menihilkan kebenaran dan nilai kemanusian yang harusnya selalu mereka perjuangkan. Sejatinya Semar merupakan gambaran perpaduan dari rakyat kecil sekaligus dewa Kahyangan, maka suara Semar, suara rakyat kecil sesungguhnya adalah suara Tuhan yang sem estinya didengar penguasa dan penghuni istana. Kedua, Semar Mendem digunakan sebagai penggambaran tokoh pewayangan Indonesia, yaitu Semar yang digambarkan sebagai sosok gembul yang senang sekali makan. Ia makan hingga kekenyangan, dalam bahasa Jawa, kekenyangan a tau ‘mabuk’ disebut juga mendem. 30. Sesate Bali
Sate atau sesate merupakan salah satu sarana upakara Hindu di Bali yang menyimbolkan bentuk-bentuk senjata perang para Dewa. Biasanya sate dibuat sehari sebelum hari raya Galungan dan Kuningan, tepatnya saat penampahan atau hari pemotongan hewan persembahan. Dalam buku Dharma Caruban, disebutkan ada sembilan macam sate dalam Galungan. Namanya sate penawa-sangan, yang melambangkan senjata Sang Hyang Nawa Dewata atau sembilan dewata yang berada di sembilan penjuru mata angin. Ada juga sate yang disuguhkan untuk para tamu, yakni sate linggih. Daging yang digunakan biasanya daging bebek atau babi. Yang termasuk sate linggih antara lain sate lembat dan sate empol. Biasanya daging dililitkan pada batang serai sehingga disebut sate lilit. Filosofi sesate Bali melambangkan masyarakat Bali tidak bisa dicerai-beraikan. 31. Sijamba Langkok
Dalam budaya masyarakat Minangkabau, saat ada acara perhelatan adat dan sebelum acara utama dimulai, disuguhkan kepada undangan makanan tradisional yang disajikan oleh anakanak muda yang memakai peci dan sarung dipinggang. Edisi II
Indrakarona Ketaren
195
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Makanan tersebut dihidangkan dengan dulang yang berisikan: Kalamai, Nasi Lamak, Pinyaram dan Anak Inti. Orang tua-tua selalu mengingatkan kepada generasi muda bahwa hidangan yang disebut Sijamba Langkok tersebut adalah makanan adat yang penuh simbol dan filosofinya dan tidak dapat diganti dengan bentuk lain. Sijamba Langkok adalah simbol dari urang ampek jinih yaitu: (penghulu, malin, manti dan dubalang) dalam bentuk makanan adat seperti : a. Kalamai merupakan simbol simbol dari penghulu dengan filosofinya filosofinya “dipacik baganggam taguah” . Kato penghulu manyalasai. b. Nasi Lamak merupakan simbol dari malin malin dengan filosofinya filosofinya “dipacik arek diganggam taguah, suluah bendang dalam nagari, nan tahu dihala nan joharam”. Kato alim kato hakikat. c. Pinyaram merupakan simbol dari manti, dengan filosofinya “pipih nan buliah dilayangkan”. Manti adalah urang yang arif bijaksano, nan tahu tinggi nan jo randah. Kato manti kato bahubuang. d. Anak Inti merupakan simbol simbol dari dubalang dengan filosofinya filosofinya “bulek nan buliah digolongkon”. Dubalang berfungsi untuk parik paga dalam nagari, tahu jo ereang nan jo gendeang. gend eang. Kato Ka to dubalang duba lang kato mandareh. manda reh. Apabila kita tilik jumlah pinyaram dalam piring sebanyak seban yak 8 (delpan) buah, melambangkan melamba ngkan adalah undang-undang nan salapan, sementara 12 (dua belas) buah anak inti didalamnya adalah undang-undang nan 12 b aleh. Keduanya disebut dengan undang-undang duo puluah. Undang-Undang Nan Duo Puluah mengatur tentang tuduhan, kejahatan / kesalahan dan cemooh. Undang-Undang Dua Puluh dibagi atas dua bagian besar, yakni Undang-Undang Dua Belas dan Undang-Undang Nan Delapan. Undang-undang nan salapan, namo kasalahan supayo jaleh, sadang panyatokan kasalahan, iyolah undang-undang nan duo baleh. Kalau batamu di nan salapan, basuo pulo di nan duo baleh, baru marupo kasalahan mamanuhi adat nan babakeh. Pantun diatas menyatakan bahwa undang-undang nan salapan berisi nama kesalahan yang sudah jelas, sedangkan undang-undang nan duo baleh memperjelas dari suatu kesalahan. 32. Soto
Secara khusus soto disajikan dalam buku ini mengingat soto adalah makanan yang sangat populer di negeri ini. Hampir di setiap daerah dap at ditemukan soto dengan variasi yang berbeda, disesuaikan dengan selera di tiap-tiap daerah. Tapi kendati berbeda dan jumlahnya mencapai angka puluhan bahkan ratusan, judulnya tetap sama "Soto". Perbedaan itu tidak hanya pada ciri khas masing-masing soto, yang konon katanya menggambarkan keadaan daerah asal makanan itu sendiri. Jika anda berkeliling ke berbagai daerah di Indonesia, maka akan banyak anda jumpai soto-soto yang be nar-benar bhineka terutama pada rasa-nya. Soto merupakan akulturasi campuran dari berbagai macam tradisi dari Tiongkok dan India. Di dalamnya ada pengaruh lokal dan budaya lain. Mie, bihun atau soun pada soto, misalnya, berasal dari tradisi Tiongkok yang sebagai pendatang itu dari sekedar soto sampai kepada pengenalan mie bakso yang prinsip memasaknya hampir sama den gan soto. Ada beberapa bebera pa soto yang y ang menggunakan mengg unakan rimpang kunyit & daun kari yang merupakan merupa kan bumbu dari India yang kuah sotonya bersantan dan bersaus kental. Karena soto merupakan campuran dari berbagai tradisi, maka asal usulnya menjadi sulit ditelusuri.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
196
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Penyebaran soto dari Sabang sampai Merauke seiring dengan penyebaran manusia Indonesia. Makanan yang tersebar itu kemudian bisa diterima di tempat lain, diikuti dengan upaya pelokalan yang tertulis di dalam menu resep-resep dari seluruh suku-suku yang ada di Indonesia. Hampir tiap kota versi sotonya berbeda karena tiap kelompok masyarakat selalu punya tradisi tertentu yang berhubungan dengan makanan. Proses pelokalan ini yang mengakibatkan muncul berbagai jenis soto di Indonesia. Makanan soto mungkin adalah satu diantara sekian banyak makanan yang berhasil melakukan mutasi diri di Indonesia. Bentuk, rasa dan variasinya beragam mengikuti lokasi. Pertama kali sebutan kata soto populer di wilayah Semarang. Orang Makassar menyebutnya Coto, orang Pekalongan menyebutnya Tauto, orang Tegal menyebutnya Sauto dan orang Banyumas menyebutnya Sroto. Di pulau Jawa kita mengenal soto Bandung, soto Betawi, soto Jombang, soto Kudus, soto Lamongan, soto Madura, soto Malang, soto Pekalongan, soto Surabaya, soto Tegal dan lain sebagainya. Ada juga identitasnya identitasn ya dinamakan dinamak an dengan si pembuat pembua t soto, seperti di Bogor ada soto Pak Kumis dan Soto Pak Salamdi maupun lain sebagainya. Di Tiongkok sendiri dinamakan "Caudo atau Cauto" yang merupakan hidangan dari "caotu tang" atau sup babat dan dalam bahasa Hokkian disebut "saoto”. Memang, agaknya cukup sulit untuk menyatukan soto-soto di Indonesia. Kalau mau disebutkan satu per satu mungkin dari Sabang sampai Merauke memiliki bentuk metamorfosis makanan yang identik dengan kuah dan sensasi daun sereh ini. Bagaimanapun juga, masingmasing daerah punya karakter sendiri yang 'angkuh'. Mungkin inilah yang selalu mengingatkan kita tentang soto, jika berbicara soal persatuan Indonesia. Masing-masing memiliki ciri khas unik. Kalau soto ayam Lamongan kuahnya cenderung berwarna kuning cerah, tanpa santan, komposisi kunyit dan sereh kental di lidah, ada taburan bawang goreng dan disajikan dengan koya (kerupuk udang yang dihaluskan). Sedangkan soto daging Madura umumnya berkuah lebih gelap, minim komposisi kunyit, disajikan tanpa koya, pakai kecambah (bukan taoge) dan irisan daun bawang. Di Mojowarno, Jombang, jenis soto yang umumnya dibuat masyarakat disana adalah soto ayam dengan kuah kuning yang tidak terlalu kental. Penyajiannya dengan taburan keripik kentang yang diiris tipis, taburan bawang goreng, ayam rebus yang disuwir-suwir, mihun (mie yang terbuat dari sari kacang hijau) dan kerupuk udang utuh. Seperti hasrat lidah kita untuk menerima berbagai aneka macam soto-soto, agaknya cukup sulit untuk menerima sebuah persatuan. Seperti halnya, ketika orang Madura yang sudah terbiasa dengan rasa soto Madura, hampir di pastikan tidak semua dapat menerima rasa Soto Medan, begitu juga sebaliknya. Pastinya perbedaan itu selalu menimbulkan jarak, meskipun tidak diungkapkan secara tersurat. Apa mungkin ini sugesti yang bisa saja muncul dari sebuah kondisi situasi yang ada. Apa mungkin penolakan itu, timbul karena angkuhnya lidah kita untuk menerima soto dari daerah lain? Namun yang pasti kalau soal makanan, memang lidah kita cukup sulit diatur karena kita semua berasal dari ribuan suku dengan aneka budaya yang berbeda, meski masih satu ras yakni Indonesia, begitu juga dengan soto. Tapi agaknya sampai sekarang cukup sulit untuk mencari pemersatu soto-soto itu, seperti sulitnya mencari titik temu kesatuan bangsa Indonesia. Mungkin hal ini dipicu oleh sebuah Edisi II
Indrakarona Ketaren
197
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
keadaan, dimana masyarakat tidak sempat lagi berfikir tentang hal itu. Sebab, didesak pemikiran-pemikiran lain yang mungkin lebih dianggap penting. Atau bisa juga belum ada momentum yang membuat persatuan itu ada. Hal itu tentu berbeda dengan keadaan, ketika ada momen tertentu, sehingga rasa persatuan menjadi cukup dibutuhkan. Ketika semangat kedaerahan tidak lagi diperlukan, tapi lebih mengedepankan kesamaan nasib. Seperti yang terjadi diluar negeri. Di Singapore contohnya, jika anda pernah datang ke restoran Indonesia Indone sia yang ada di negeri n egeri itu, maka m aka akan anda temui menu soto Indonesia bukan soto Medan, Surabaya, Makasar, Padang, dan lain-lain. Hal ini dipicu karena sebuah keadaan. Agaknya Agakny a ketika merasa satu bangsa, bangsa , ditengah bangsa -bangsa lain, setidaknya setidakn ya ke-egois-an ke-ego is-an karakter primordialis kedaerahan harus ditanggalkan. Jika mungkin dipaksakan menjual soto Madura di restoran itu, maka dijamin tidak akan ada yang mau datang, sebab daya tariknya hilang. Satu-satunya daya tarik ditempat itu hanya kata Indonesia. Kata itu sekaligus mewakili identitas cukup banyak warga negara kita yang kebetulan berada disana. Tapi apapun itu, soto tetaplah soto, dia hanya sebuah nama untuk menyebut salah satu jenis makanan. Jika boleh mengutip kalimatnya Shakespeare, "Apalah arti sebuah nama?" Karena soto tetaplah soto. Soto lebih mirip Bhineka Bhineka Tunggal Ika, meski berbeda-beda tapi tetap satu. Meski pada akhirnya soto hanya sebatas nama, kenikmatan hanya sebatas yang masuk ke perut. Tapi dari soto apapun yang kita ketahui dan aneka ragam penjelmaannya, semuanya samasama menggunakan daging, karena memang bahan utama dari semua soto menggunakan daging. Bahan daging itu merupakan persatuan dari perbedaan yang ada, karena ada kesamaan menggunakan bahan daging, menjadikan soto sebagai "Bhineka Tunggal Ika" makanan Indonesia. Soto merupakan cara para leluhur berhemat daging atau bahan protein lainnya. Ini berkaca pada budaya keluarga Indonesia yang pada umumnya terdiri dari jumlah besar. Untuk semangkok soto dengan kuah yang berlimpah, dagingnya cuma beberap iris saja. Yang membuat mangkok soto berlimpah, selain kuahnya, adalah campuran berupa bihun (mie atau soun), sayuran dan perkedel. Semangkok soto itulah dinikmati keluarga secara bersama 'bagi roto bagi roso'
Jadi kalau membicarakan persatuan agaknya harus mengingat soto yang telah menyatukan kita, karena soto telah menyumbangkan identitas ke-Indonesia-an. Dari soto kita bisa belajar beradaptasi dengan kondisi setempat. Mereka hidup damai dan belum pernah ada konflik soto. Makanan saja bisa fleksibel, kenapa kita tidak bisa akur dengan orang yang beda etnis dan bahasa. 33. Telo
Telo, atau dalam bahasa kita disebut sebagai ubi kayu. Konon sebutan telo berasal dari kata (timbang ati gelo), dari pada kecewa / menyesal atau (timbang ngersulo), dari pada mengeluh atau ada juga yan g menyebut telo berasal dari kata tombo ati gelo, obat sakit hati. Telo memiliki makna filosofi bagi masyarakat Jawa yang di artikan sebagai suatu masalah yang harus diselesaikan dengan selamatan adat untuk "netheli barang sing olo" artinya menanggalkan hal-hal yang buruk. Manusia memang tidak pernah lepas dari yang namanya masalah, namun jika sebuah masalah di pendam saja dalam hati, yang ada bukan malah selesai, akan tetapi bisa bisa masalah itu malah semakin membesar dan bertambah Sama seperti ubi kayu yang tertanam di dalam tanah, bukan hancur, namun makin lama makin tumbuh besar dan bertambah banyak serta daunnya semakin menjalar kemana mana.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
198
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman keragaman pusaka warisan budaya .."
Sebab itu ketika manusia di hadapkan kepada sebuah masalah yang awal mulanya kecil, manusia sering mengkaitkan dengan masalah lainnya yang seharusnya tidak berhubungan dengan masalah itu sendiri. Di situlah masalah bisa menjadi besar, sehingga banyak manusia yang kehilangan akal sehat. Masyarakat Jawa meyakini bahwa ubi kayu dapat menjadi obat sakit perut, namun untuk bisa dimakan, ubi harus terlebih dahulu di rebus atau di bakar. Jika di rebus dengan air dalam panci (atau dibakar dengan kayu) memberi arti air adalah sumber yang keluar dari tanah, sesuatu yang keluar dari hati diri manusia yang seperti air yaitu Iman. Jadi filosofi dalam kehidupan, sebuah masalah akan menjadi obat atau sesuatu yg bermanfaat bagi manusia lain apabila masalah itu dilebur oleh iman yang ada dalam hati diri manusia yakni Iman. 34. Terites
Terites (atau kata lain pagit-pagit) merupakan salah satu makanan khas tradisional masyarakat Karo yang paling unik, dimana makanan ini terbuat dari berbagai jenis sayuran dan berisikan sari jeroan atau bagian dalam sapi, kerbau, atau kambing. Bahan dasar sari itu adalah rumput yang terdapat pada perut besar lembu, sapi, kerbau, atau kambing. Sari rumput yang diambil belum yang jadi kotoran karena rumput ini diambil bukan dari usus besar nya atau bagian sistem pencernaan. Rumput ini masih segar karena ketika lembu, kerbau, kambing atau sapi memakan rumput maka rumput yang baru di mamah di mulut akan ditelan dan dimasukan kedalam lumbung penyimpanan (perut besar). Kemudian akan di mamah kembali yang kemudian di masukan kebagian pencernaan. Nah di kantung penyimpanan itulah sari rumput tersebut di ambil. Tidak semua orang dapat mengolah bahan utama ini dengan baik, karena tidak jarang pengolahan yang tidak baik akan menyebabkan pagit-pagit berbau amis. Sari rumput yang telah berbentuk ekstrak tersebut diambil dari lambung lembu, sapi, kerbau atau kambing dan dihaluskan, diperas kemudian direbus untuk menghasilkan sari kaldu. Sari kaldu ini diperoleh setelah 3-6 jam perebusan, yang terkadang dicampur dengan susu kental manis untuk menghilangkan bau. Warna sari kaldu yang dihasilkan tidaklah seperti kaldu kebanyakan, melainkan berwarna hijau kecoklat-cokelatan karena berasal dari rumput yang telah dimamah oleh lembu, sapi, kerbau atau kambing. Setelah sari kaldu dihasilkan, maka bahan-bahan seperti kikil, daging sapi atau kerbau dimasukkan dan diolah bersama bumbu-bumbu khas lainnya, seperti serai, jahe, asam yang cukup banyak, rimbang dan daun-daunan, seperti daun singkong. Saat pertama kali melihat pagit-pagit, makanan ini tidak terlalu menarik, warna kaldu dan aromanya membuat orang enggan mencicipinya. Namun, sari kaldu ini memiliki cita rasa tersendiri dan biasanya orang akan ketagihan untuk mencicipinya lagi dan lagi. Makanan ini bukanlah makanan yang mudah diolah dan didapatkan sehingga keberadaannya pun sangat langka Terites bukan makanan adat dan wajib tetapi merupakan makanan khas tradisional Karo yang biasanya dibuat atau di sajikan pada saat pesta besar seperti Merdang Merdem (Pesta Panen Tahunan).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
199
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Filosofi terites menjelaskan tentang sari kehidupan manusia. Untuk diketahui masyarakat Karo suka berkreatif. Karena keinginan tahu mereka kenapa lembu, sapi, kerbau, atau kambing itu kuat bekerja di sawah atau menarik gerobak dengan hanya makan sayur-sayuran, maka dilakukan eksperimen dengan mengambil sari makanan dari perut pertama itu yang dijadikan sebagai pemberi rasa bagi campuran bahan-bahan lain. 35. Tiwul
Tiwul atau thiwul adalah makanan pokok pengganti nasi beras yang dibuat dari gaplek, ketela pohon atau singkong (manihot utilissima). Di Indonesia banyak terdapat jenis singkong seperti singkong Thailand, singkong racun, singkong makan dan masih banyak lagi. Singkong yang d igunakan untuk membuat tiwul dipilih dengan kualitas yang baik dan tidak sembarang singkong dapat digunakan sebagai bahan dasar pembuatan tiwul. Singkong yang dapat digunakan untuk membuat tiwul adalah jenis singkong makan dan singkong Thailand. Penduduk Pegunungan Kidul (Pacitan, Wonosobo, Wonosari, Wonogiri, Kebumen dan Gunung Kidul) dikenal mengkonsumsi jenis makanan ini sehari-hari, termasuk juga sebagian dr penduduk Indonesia. Penduduk Pegunungan Kidul kerap diplesetin dengan "anak singkong" atau tiwulnya sendiri disebut "makanan wong deso". Makna dari tiwul itu "kenyang dan tahan lama" karena dilatar belakangi oleh situasi kesulitan pangan saat masa penjajahan Belanda dan Jepang . 36. Tumpeng
Nasi tumpeng sebagai hidangan paripurna (yang paling lengkap) merupakan warisan tradisi nenek moyang yang sangat tinggi nilai dan maknanya. Tumpeng merupakan simbolisasi yang bersifat sakral yang menunjukkan rasa syukur kepada Tuhan YME dan sarat dengan mengenai ajaran makna hidup. Kata tumpeng diartikan secara “jarwo dosok” sebagai “Tumapaking panguripan (tumindak lempeng) tumuju Pangeran” adalah kepanjangan dari kata tumpeng yang mengartikan bahwa "Manusia itu harus hidup menuju dan dijalan Tuhan". Kata tumpeng berasal dari Bahasa Jawa yang padanan katanya sama dengan gunung. Asal muasal bentuk tumpeng ini ada dalam mitologi Hindu, di epos Mahabarata. Perlu diingat bahwa walaupun mayoritas masyarakat Jawa sekarang beragama Islam, masih banyak tradisi masyarakat yang berpijak dari akar-akar agama Hindu. Gunung, dalam kepercayaan Hindu adalah awal kehidupan, karenanya amat dihormati. Dalam Mahabarata dikisahkan tentang Gunung Mandara, yang dibawahnya mengalir amerta atau air kehidupan. Yang meminum air itu akan mendapat mendapat keselamatan. Inilah yang menjadi dasar penggunaan tumpeng dalam acara-acara selamatan. Masyarakat Jawa mempunyai kepercayaan bahwa ada kekuatan gaib di luar diri manusia dapat mempengaruhi kehidupan mereka. Oleh karena itu, mereka merasa perlu memelihara hubungan dengan kekuatan tersebut agar terjadi keseimbangan dengan kehidupan, yaitu dengan cara selamatan. Tumpeng inilah yang disajikan dalam acara selamatan tersebut, sehingga setiap unsur-unsur bentuk tumpeng beserta lauk p auknya mempunyai makna-makna historis sendiri. Bentuk kerucut merupakan gunung, yaitu tempat yang sakral dan lauk pauk sekelilingnya adalah kehidupan lingkungan sehingga sebagai kesatuan yang tumpeng dan rangkaiannya adalah simbol ekosistem.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
200
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kerucut yang runcing melambangkan hubungan antara manusia dengan Tuhan, dengan menempatkan Tuhan pada posisi puncak yang membawahi alam dengan segala isinya dibawah puncak itu (badan dan dasar kerucut). Kerucut yang kokoh terdiri dari butir-butir nasi melambangkan persatuan dan kebersamaan memohon perlindungan dan keselamatan kepada Tuhan. Bentuk kerucut juga simbol kesempurnaan (kasampurnan), makin keatas makin sempurna dan makin sedikit jumlah nasinya. Ini lambang bahwa makhluk yang sempurna tidak sebanyak yang biasa. Sajian olahan nasi tumpeng sangat identik dengan budaya tradisi selamatan khas suku bangsa di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa (Jawa, Sunda, dan Madura) dan Bali; sehingga setiap unsur-unsur bentuk tumpeng beserta lauk pauknya mempunyai makna-makna historis tersendiri. Mengenai makna dibalik bentuk tumpeng yang kerucut inipun beragam, ada yang menyebutkan kerucut merupakan cerminan kepercayaan masyarakat masa Hindu-Budha yang menganggap Gunung Mahameru sebaga i tempat suci dan keramat. Ada pula yang menyebutkan kerucut merupakan simbol antara hubungan manusia dengan Tuhan dengan melambangkan tingkat kesulitan manusia dalam mencapai kesempurnaan, yaitu makin tinggi tingkat kesempurnaan, makin sedikit orang yang mampu dan memenuhi persyaratannya. Kerucut ditutupi segitiga daun pisang, sebagai simbol bentuk rumah suci tempat bersemayam Gusti Allah berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur (nenek moyang). Tumpeng berbentuk kerucut (trapezium) menjulang ke atas pada satu titik pusat di puncaknya (top of mountain) seperti melambangkan tangan manusia merapat menyatu yang mengandun g makna 'mengarah / menyembah ke pada Tuhan YME' sebagai pusat dari ungkapan rasa syukur. Selain itu gunung bagi penganut Hindu diberi istilah méru, merepresentasi sistem kosmos (alam raya). Jika dikaitkan dengan bagian puncak tumpeng, maka gunung melambangkan Tuhan sebagai penguasa kosmos. Ini menjelaskan bahwa acara-acara selamatan dimana tumpeng digunakan selalu dikaitkan dengan wujud syukur, persembahan, penyembahan dan doa kepada Tuhan. Selain pengaruh agama Hindu, bentuk tumpeng juga dipengaruhi oleh agama atau kepercayaan masyakarat Jawa yang dikenal dengan “kejawen” . Masyarakat Jawa sebenarnya menganggap kejawen sebagai seperangkat cara pandang dan nilai yang dibarengi dengan sejumlah “laku” (perilaku). Ajaran kejawen biasanya tidak terpaku pada aturan yang ketat seperti aturan agama pada umumnya, tetapi menekankan pada konsep "keseimbangan". Praktek ajaran ini biasanya melibatkan benda-benda tertentu yang memiliki arti simbolik. Gunung berarti tempat yang sangat sakral oleh masyarakat Jawa, karena memiliki kaitan yang erat dengan langit dan surga. Bentuk tumpeng bermakna menempatkan Tuhan pada posisi puncak yang menguasai alam. Bentuk kerucut melambangkan gunungan (méru) sebagai sifat awal dan akhir, simbolisasi dari sifat alam dan manusia yang berawal dari Tuhan dan akan kembali lagi (berakhir) pada Tuhan dan sebagai ajaran hidup, wujud rasa syukur dan terima kasih kepada YME atas kebersamaan, keharmonisan dan kerukunan yang ada.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
201
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sebagian besar upacara yang diselenggarakan dalam kebudayaan Jawa adalah bagian dari ritual “kejawen” sehingga tentu saja pengadaan tumpeng dan posisinya yang penting dalam sebuah upacara sangat berkaitan erat dengan makna simbolis yang terkandung dalam tumpeng itu sendiri. Maknanya menyimpan harapan dan pesan agar kesejahteraan & kesuksesan hidup semakin "naik" dan "tinggi".
Kemudian aneka lauk yang ditata sekitar tumpeng melambangkan rakyat yang sejahtera. Makna lain dari penempatan tumpeng beserta lauk pauknya menyimbolkan gunung dan tanah yang subur di sekeliling gunung. Walaupun penyajian tumpeng berbentuk kerucut, warna dari tumpeng pun memiliki makna yang berbeda. Tumpeng yang disajikan dengan nasi putih atau tumpeng putih melambangkan kesucian, sedangkan tumpeng yang disajikan nasi kuning atau tumpeng kuning melambangkan masa keemasan, yaitu harapan rezeki akan melimpah dan masa depan-nya cemerlang. Tradisi nasi tumpeng dan juga selamatan dengan ritual berdoa bersama merupakan unsur pengaruh Hindu yang saat ini sudah ter-akulturasi antara unsur Hindu-Islam dan budaya lokal (syncretism). Tumpeng dalam ajaran Islam, tumpeng menggambarkan “ketauhidan” . Bentuk tumpeng yang lancip mengarah ke atas, yaitu ke arah Tuhan. Namun apapun kupasan mengenainya, pada intinya dalam falsafah orang Jawa, tumpeng merupakan media komunikasi spiritual masyarakat Jawa kepada sang Khalik berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang. Pada jaman globalisasi ini, makna tumpeng yang paling mendekati adalah bermakna kebersamaan yang terbukti bahwa dengan menyajikan tumpeng disertai pula dengan makan bersama untuk memohon keselamatan. a.
Makna Cabai Merah Di Nasi Tumpeng
Pada umumnya di puncak tumpeng ditancapkan cabai merah yang menyimbolkan damar atau obor sebagai penerang jalan menuju Tuhan. Maksudnya adalah agar manusia yang menyelenggarakan upacara selamatan mendapatkan kemudahan dalam menjalani kehidupannya dengan mendapatkan sinar yang menerangi jalan yang awalnya gelap dan sulit dilalui menjadi terang dan mudah dilalui dengan ba ntuan sinar tersebut. Digunakannya cabe merah sebagai sesaji diasosiasikan sebagai nyala obor. Obor dalam masyarakat Jawa digunakan sebagai penerang di saat gelap. Obor disimbolkan sebagai damar sewu, maksudnya adalah sebagai penerang kehidupan. Dengan nyala seribu obor, jalan gelap yang dilalui terasa mudah. Dengan upacara selamatan segala halangan dan rintangan yang disebabkan oleh ketidaktahuan akan dapat diselesaikan dengan mudah oleh manusia. Dengan demikian, secara tidak langsung kesuksesan akan dengan mudah diraih. Unsur- Unsur Tumpeng
Sesuai dengan aturan tradisionalnya lauk pauk untuk nasi tumpeng harus mengandung beberapa unsur, yakni: i. Unsur dari dalam tanah berupa umbi-umbian seperti kentang, ubi, kacang tanah dan kedelai. ii. Unsur dari atas tanah berupa sayur-sayuran, terutama daun kecarum (kemangi). iii. Unsur hewan berupa ayam, daging sapi dan telur. iv. Unsur dari laut berupa beraneka seafood atau hasil laut seperti ikan asin atau udang.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
202
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Kesemua unsur tersebut merupakan wujud perwakilan semua hal yang dimiliki manusia untuk dipersembahkan kepada yang Maha Kuasa. Ada 3 (tiga) akronim yang perlu diketahui dalam tradisi tumpeng yakni : i. ii.
iii.
Menurut tradisi Islam Jawa, "Tumpeng" merupakan akronim dalam bahasa Jawa : yen metu kudu sing mempeng (bila keluar harus dengan sungguh-sungguh). Lengkapnya, ada satu unit makanan lagi namanya "Buceng", dibuat dari ketan. Akronim dari: yen mlebu kudu sing kenceng (bila masuk harus dengan sungguhsungguh). Sedangkan lauk-pauknya yang disajikan untuk tumpeng selalu berjumlah 7 (tujuh) macam. Akronim angka 7 (tujuh) dalam bahasa Jawa disebut pitu , maksudnya Pitu lungan (pertolongan) artinya permohonan pertolongan untuk keselamatan dalam hidup manusia kepada Tuhannya.
Tiga kalimat akronim itu, berasal dari sebuah doa dalam surah al Isra' ayat 80: "Ya Tuhan, masukanlah aku dengan sebenar-benarnya masuk dan keluarkanlah aku dengan sebenarbenarnya keluar serta jadikanlah dari-Mu kekuasaan bagiku yang memberikan pertolongan". Menurut beberapa ahli tafsir, doa ini dibaca Nabi Muhammad SAW waktu akan hijrah keluar dari kota Mekah menuju kota Madinah. Maka bila seseorang berhajatan dengan menyajikan Tumpeng, maksudnya adalah memohon pertolongan kepada Yang Maha Pencipta agar kita dapat memperoleh kebaikan dan terhindar dari keburukan, serta memperoleh kemuliaan yang memberikan pertolongan. Kesemua itu akan didapatkan bila mau berusaha dengan sungguh-sungguh. b. Lauk Pauk Pelengkap Nasi Tumpeng
Mengenai jenis masakan, bisa selalu disesuaikan dengan selera atau asal daerah. Untuk tumpeng nasi kuning Jawa misalnya, bisa dipilih lauk ayam ingkung, kering tempe/kentang, sambal goreng hati ampela, perkedel kentang, urap sayuran, telur pindang, serundeng daging, ikan asin petek atau udang goreng. Nasi dan Lauk pauk pelengkap tumpeng memiliki beberapa arti simbolik, antara lain: i. Nasi putih melambangkan segala sesuatu yang kita makan, menjadi darah dan daging haruslah dipilih dari sumber yang bersih atau halal. ii. Ayam : ayam jago (jantan) yang dimasak utuh ingkung dengan bumbu kuning/kunir dan diberi areh (kaldu santan yang kental), merupakan symbol menyembah Tuhan dengan khusuk (manekung) dengan hati yang tenang (wening ). Ketenangan hati dicapai dengan mengendalikan diri dan sabar (nge”reh” rasa). iii. Ikan Asin (ikan teri /gereh pethek), dapat digoreng dengan tepung atau tanpa tepung. Ikan asin hidup di laut dan selalu bergerombol yang menyimbolkan kebersamaan dan kerukunan. iv. Telur : telur direbus pindang, bukan didadar atau mata sapi, dan disajikan utuh dengan kulitnya, jadi tidak dipotong – sehingga untuk memakannya harus dikupas terlebih dahulu. Hal tersebut melambangkan bahwa semua tindakan kita harus direncanakan (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi hasilnya demi kesempurnaan. Piwulang Jawa mengajarkan “Tata, Titi, Titis dan Tatas”, yang berarti etos kerja yang baik adalah kerja yang terencana, teliti, tepat perhitungan, dan diselesaikan dengan tuntas. Telur juga melambangkan manusia diciptakan Tuhan dengan derajat (fitrah) yang sama yang membedakan hanyalah ketakwaan dan tingkah lakunya. v. Sayuran dan Urab-uraban : Sayuran yang digunakan antara lain kangkung, bayam, kacang panjang, taoge, kluwih dengan bumbu sambal parutan kelapa a tau urap. Sayuran-sayuran tersebut juga mengandung symbo l-simbol antara lain:
Edisi II
Indrakarona Ketaren
203
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
• • • •
Kangkung berarti jinangkung yang berarti melindung, tercapai. Bayam (bayem) berarti ayem tentrem, Taoge / cambah yang berarti tumbuh, Kacang panjang berarti pemikiran yang jauh ke depan/innovative
Tumpeng biasanya ditaruh dalam niru atau tampah yang diberi alas daun pisang. Kerucut nasi ditaruh di tengah kemudian aneka lauk disusun melingkar di sisinya. Bisa juga ditambahkan ekstra lauk-pauk dalam wadah terpisah. Sebagai hiasannya biasanya digunakan beberapa garnis sayuran atau daun. Daun peterseli, wortel, lobak, bonggol sawi, ketimun Jepang, kacang panjang, dan lain-lain dapat dibentuk dan dihias menjadi hiasan cantik dalam Tumpeng. c.
Jenis Nasi Tumpeng
Tumpeng biasanya dikelompokkan berdasarkan tujuan atau acaranya. Ada yang rumit, adapula yang sederhana. Berikut beberapa jenis di antaranya yakni : i.
Tumpeng Robyong
Tumpeng ini biasa disajikan pada upacara siraman dalam pernikahan adat Jawa atau pemberkatan, dan syukuran. Tumpeng ini diletakkan di dalam bakul dengan berbagai macam sayuran. Di bagian puncak tumpeng ini diletakkan telur ayam, terasi, bawang merah dan cabai. Dulu, tumpeng robyong disajikan untuk acara-acara besar, seperti musim panen, mengusir penyakit, atau meminta hujan. Biasanya, selain tumpeng besar, juga ada intuk-intuk atau tumpeng kecil yang mengelilingi tumpeng besar. Adapula tiga macam kembang, yakni mawar, melati, dan kenanga. Selain itu, bubur merah, putih, dan palang juga disajikan. Di puncak tumpeng, biasanya ditusukkan telur ayam, terasi, bawang merah, dan cabai. ii.
Tumpeng Pernikahanan
Tumpeng pernikahan mirip dengan tumpeng robyong, hanya saja setengah bagian nasi tumpengnya dipotong secara me ndatar. Bagian atasnya yang runcing melambangkan lingga (kesuburan), sementara bagian bawahnya yang lebar me nyimbolkan yoni (kekuatan). Di puncak tumpeng ditusukkan bawang merah dan cabai. Selain itu, 'wajib' ada lodeh kluwih, jajanan pasar lima warna, takir pontang, serta kacang panjang yang dikepang dan diletakkan melingkari tumpeng. iii.
Tumpeng Tumbuk
Tumpeng tumbuk dipakai untuk merayakan ulang tahun, terutama umur 64 tahun alias tumbuk ageng. Menurut kepercayaan Jawa dan Cina, 8 adalah angka keramat. Jadi 64 yang notabene merupakan hasil perkalian 8 dan 8 adalah umur istimewa. Selain itu, orang yang sudah mencapai 64 tahun telah melebihi usia Nabi Muhammad SAW waktu wafat. Makanya, ulang tahun ini dianggap spesial. Tumpengnyapun dihiasi dengan kepangan kacang panjang dari puncak ke alas tumpeng, yang melambangkan umur panjang. iv.
Tumpeng Megono
Dalam Bahasa Sunda, megono disebut bogana. Tumpeng ini disajikan untuk syukuran kenaikan pangkat, dsb v.
Tumpeng Nujuh Bulan
Tumpeng ini digunakan pada syukuran kehamilan tujuh bulan. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih. Selain satu kerucut besar di tengah, tumpeng ini dikelilingi enam buah tumpeng kecil lainnya. Biasa disajikan di atas tampah yang dialasi daun pisang. vi.
Tumpeng Putih
Edisi II
Indrakarona Ketaren
204
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Warna putih pada nasi putih menggambarkan kesucian dalam adat Jawa. Digunakkan untuk acara sakral. vii.
Tumpeng Kuning
Warna kuning menggambarkan kekayaan dan moral yang luhur. Digunakan untuk syukuran acara-acara gembira, seperti kelahiran, pernikahan, tunangan, dan sebagainya. viii.
Tumpeng Nasi Uduk
Disebut juga tumpeng tasyakuran yang digunakan untuk peringatan Maulud Nabi. ix.
Tumpeng Pungkur
Digunakan pada saat kematian seorang wanita atau pria yang masih lajang. Dibuat dari nasi putih yang disajikan dengan lauk-pauk sayuran. Tumpeng ini kemudian dipotong vertikal dan diletakkan saling membelakangi. Jika tumpeng biasanya menandakan sukacita, maka tumpeng pungkur disajikan pada acara pemakaman pria atau wanita lanjang. Tumpeng ini terbuat dari nasi putih yang dipotong dua vertikal, lalu diletakkan saling membelakangi untuk memisahkan kehidupan dan kematian. Tidak ada intuk-intuk atau tumpeng kecil serta jajanan pasar; yang ada hanya laukpauk sayuran, ketan kolak, serta apem. Tumpeng ini didiamkan di rumah semalaman lalu dibuang, atau dihanyutkan di sungai. x.
Tumpeng Seremonial / Modifikasi
Tumpeng yang digunakan untuk acara apa saja seperti hari perayaan acara – acara besar atau acara peresmian, tumpeng ini bisa di variasikan dari mulai bentuknya dan lauk pauknya, tumpeng ini biasa digunakan oleh perusahaan – perusahaan besar untuk merayakan atau menandakan hari jadi perusahaan tersebut, yang bisa di modifikasi sesuai apa yang kita inginkan. d. Warna Nasi Tumpeng
Selain dari bentuk, kita juga bisa menginterpretasikan makna dibalik warna nasi tumpeng. Ada dua warna dominan nasi tumpeng yaitu putih dan kuning. Bila kita kembali pada pengaruh ajaran Hindu yang masih sangat kental di Jawa, warna putih diasosiasikan dengan Indra, Dewa Matahari. Matahari adalah sumber kehidupan yang cahayanya berwarna putih. Selain itu warna putih di banyak agama melambangkan kesucian. Demikian penggunaan warna kuning pada tumpeng mempunyai tujuan tertentu. Kita tahu bahwa kuning dalam kategori warna menurut budaya Jawa adalah sama dengan warna emas, yaitu sesuatu benda yang berharga yang melambangkan rezeki, kelimpahan, kemakmuran. Benda yang terbuat dari emas merupakan benda berharga yang biasanya dimiliki oleh para raja, bangsawan, orang kaya, dan para dewa. Dengan demikian tumpeng dengan warna kuning merupakan simbol sesaji atau penghormatan kepada Yang Maha Kuasa. Melihat hubungan antara makna dibalik bentuk tumpeng dan warna nasi tumpeng, keseluruhan makna dari tumpeng ini adalah pengakuan akan adanya kuasa yang lebih besar dari manusia (Tuhan), yang menguasai alam dan aspek kehidupan manusia, yang menentukan awal dan akhir. Wujud nyata dari pengakuan ini adalah sikap penyembahan terhadap Sang Kuasa dimana rasa syukur, pengharapan dan doa dilayangkan kepadaNya supaya hidup semakin baik, menanjak naik dan tinggi seperti halnya ben tuk kemuncak tumpeng itu sendiri. Jadi tumpeng mengandung makna religius yang dalam sehingga kehadirannya menjadi sakral dalam upacara-upacara syukuran atau selamatan. e.
Prosesi Nasi Tumpeng
Pada jaman dahulu, sesepuh yang memimpin doa selamatan biasanya akan menguraikan terlebih dahulu makna yang terkandung dalam sajian tumpeng. Dengan demikian para hadirin yang datang akan mengetahui makna tumpeng yang disajikan dan memperoleh wedaran yang berupa ajaran hidup serta nasehat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
205
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Pada saat menyajikan, puncak pucuk kerucut nasi tumpeng TIDAK DIPOTONG dan daun pisang yang menutupi kerucut TIDAK DIANGKAT / DILEPAS. Dalam kebiasaan masyarakat Jawa kuno (yang jarang diketahui banyak orang saat ini), nasi tumpeng di KERUK sisi sampingnya dimulai dari bagian samping paling bawah naik ke samping bagian atas tanpa menyentuh puncak pucuk kerucut nasi tumpeng sampai pucuk segi tiganya (yang ditutupi daun pisang) jatuh dengan sendirinya. Kalau puncak pucuk kerucut dipotong & daun pisang dilepas, artinya simbol rumah suci terlepas dari ikatan bathin yang mau dijalin terhadap Gusti Allah berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang. Sebelum di keruk oleh orang pertama, yang bersangkutan dalam hati berdoa dan minta "sesuatu untuk dikabulkan" yang kemudian setelah selesai permintaan itu, mulai mengeruk tumpeng sesuai prosedur di atas. Kerukan pertama biasanya diberikan kepada orang yang dianggap penting atau dituakan sebagai penghormatan. Dia mungkin menjadi pemimpin kelompok, orang tertua, atau orang yang dicintai. Hal ini tercermin dalam ungkapan Jawa “ mikul dhuwur mendhem jero” yang mengandung nasihat kepada anak untuk memperlakukan orang tuanya secara baik. Anak di sini bisa diartikan sebagai anak keturunan, generasi muda atau bawahan, sedangkan orang tua bisa diartikan orang tua dalam hubungan darah, orang yang usianya lebih tua, para pendahulu yang pernah berjasa, para pemimpin atau atasan. “Mikul dhuwur” (memikul tinggi) memiliki arti menghormati setinggi-tingginya dan “ mendhem jero” (menanam dalam-dalam) artinya menghargai sebaik-baiknya atau penghargaan yang
mendalam terhadap seseorang Usai itu, tumpeng boleh disantap bersama-sama sebagai perlambang membagi rezeki dengan tetap cara mengeruk dari samping tanpa menyentuh bagian segitiga puncak atau daun pisangnya. Menurut adat kepercayaan, pada saat kerukan semakin banyak dilakukan, di saat tertentu akan jatuh segitiga puncak kerucut yang ada daun pisang itu. Ini pertanda jawaban, bahwa doa selamatan dan permintaan hajatan dikabulkan atau diberkahi oleh YME. Ambil wadah (ajuman atau canang sari atau banten sodaan atau banten danaan) yang di alasi daun pisang dan letakan segitiga puncak kerucut yang ditutupi daun pisang dan masih ada nasi tumpeng tersebut. Kemudian wadah anyaman itu diletakan di suatu tempat yang dianggap keramat sebagai posisi letak sesajian kepada Gusti Allah berserta para dewa-dewi serta para hyang, atau arwah leluhur nenek moyang. Orang jawa mengatakan keruk tumpeng dengan kosa kata “Ngepung atau Kepung Tumpeng” yang caranya seperti dijelaskan di atas. Istilah potong tumpeng sebenarnya merupakan masuknya kata-kata potong kue yang terjadi pada peringatan ulangtahun dari masyarakat dunia barat. Sudah saatnya perlu mengoreksi salah kaprah potong tumpeng ini menjadi kepung tumpeng dengan jalan pada acara tumpengan yang disediakan bukan pisau melainkan centong dan sendok garpu untuk mengambil nasi dan lauk pauk dalam tumpeng.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
206
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
BAB XIV BEBERAPA MAKANAN LANGKA DI INDONESIA 1.
Awug – Jawa Barat
Makanan ringan yang satu ini terbuat dari beras dicampur kelapa dan gula merah. Oleh karena itu, ia juga kerap disebut dengan nama awug beas (beas dalam bahasa Sunda berarti beras). Kesemuanya kemudian dikukus dan disajikan hangat-hangat. 2.
Babanci – Betawi
Babanci merupakan salah satu makanan khas Betawi yang sudah sangat langka dan terlupakan bahkan mungkin hampir punah. Sangat susah untuk menemukan makanan ini di Jakarta saat ini. Rupanya sekilas mirip soto dengan kuah yang lebih kental. Disebut juga dengan sayur babanci karena hampir segala jenis bumbu ada dalam sayur ini sehingga rasanya tidak jelas, antara rasa kari atau sekadar sayur santan biasa. Selain itu, sayur ini disebut babanci karena memang segala macam sayuran juga terdapat di dalamnya. Hanya orang Betawi (asli) yang masih tahu bentuk dan rasa sayur babanci Bahan utamanya berupa daging, santan, kelapa sangrai, dan kelapa muda dengan bumbubumbu antara lain kunyit, jahe, kemiri, terasi, ketumbar, jintan, bawang merah, bawang putih, laos, salam dan cabai. Ciri khas dari makanan ini adalah adanya serutan kasar kelapa muda di atasnya. Kelapa muda yang segar ini membuat rasa sayur berbumbu kental ini menjadi lebih ringan. Tekstur kelapa muda yang lembut juga bisa mengimbangi tekstur daging yang kasar. Dibutuhkan keahlian khusus untuk mengolah masakan babanci agar penyajian dan rasanya sempurna, baik itu dari ramuan bumbu yang pas hingga kesabaran dalam proses pembuatannya. Dari meracik bumbu, memotong-motong daging kepala sapi, mengerok isi kelapa muda, hingga merebus daging kepala sapi itu sendiri. Salah satu alasan menyebabkan langkanya makanan ini mungkin karena bahan-bahan untuk membuat babanci semakin sulit ditemukan di Jakarta, seperti temu mangga, kedaung, bangle, adas dan lempuyang. Babanci saat disajikan ditemani oleh sejumlah lauk-pauk lain seperti tempe, tahu dan kerupuk. Bagi yang suka rasa pedas, dapat menambahkan sambal untuk menambah kelezatan makanannya. Entah di mana kita dapat menemukan makanan babanci di Jakarta karena sudah jarang ada lagi yang menjualnya. 3.
Brambang Asem – Jawa
Brambang asem adalah makanan dari Solo yang dalam bahasa lokal setempat disebut sebagai “ jeglor ”. Makanan ini bisa dibilang sangat sederhana dan minimalis. Isinya hanya satu jenis sayuran. Bahan utamanya daun ubi jalar. Lauknya juga hanya tempe gembus, yaitu tempe yang dibuat dari ampas tahu. Kelihatan sekali bahwa makanan ini berasal dari kalangan bawah. Bisa dibilang, brambang asem saat ini sudah langka. Tidak ada rumah makan apalagi restoran yang menjadikannya sebagai menu. Brambang asem ini sejenis kudapan yang biasa disantap antara waktu sarapan hingga makan siang. Tidak cukup mengenyangkan tapi rasanya sensasional, ngangeni. Brambang asem biasanya dijual para pedagang makanan di pasar tradisional, seperti Pasar Gedhe (sepelemparan batu dari Keraton Kasunanan Surakarta). Itu pun jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
207
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Cara memasak brambang asem sangat sederhana. Daun ubi jalar segar direbus terlebih dahulu. Proses perebusannya hanya sebentar, tidak lebih dari tiga menit karena hanya cukup dicelupkan ke dalam air yang mendidih. Pembuatan sambal brambang asem juga tidak rumit tetapi butuh kesabaran terutama saat membakar brambang alias bawang merah. Entah mengapa nama makanan ini tidak merujuk pada bahan bakunya (daun ubi jalar) tetapi justru jenis bumbu sambal yang dipakai. Sambal brambang asem terdiri dari cabai rawit, gula jawa, asam jawa, daun jeruk, terasi, dan bawang merah (brambang). Sambal brambang asem yang super pedas ini mirip dengan sambal lotis. Bedanya hanya pada bawang merah bakar serta takaran gula dan asamnya. Selain itu, sambal brambang asem lebih encer dibandingkan samb al lotis. Bawang merah yang dibakar ternyata memberikan cita rasa yang berbeda. Baunya tidak sekuat bawang merah mentah tapi juga tidak seharum bawang goreng. Bawang merah bakar itu ditumbuk agak kasar kemudian ditambah dengan gula jawa yang juga ditumbuk. Jeglor yang sudah direbus itu kemudian diguyur dengan sambal yang pedasnya minta ampun tadi. Biasanya brambang asem disajikan dengan menggunakan pincuk. Di atas jeglor diberi satu iris tempe gembus yang dimasak bacem sebagai lauknya. 4.
Bubur Ase – Betawi
Seperti halnya Ketupat Babanci, Bubur Ase, sebagai makanan khas Betawi, sudah sangat jarang dijumpai penjualnya. Istilah "Ase" sendiri artinya adalah kuah semur yang encer. Bubur Ase adalah bubur n asi yang disantap dengan kuah semur, tetelan, potongan tahu dan kentang. Kemudian ada tambahan potongan ketimun, lobak, lokio, sawi asin, taoge dan sedikit cuka. Sebagai pelengkap ditaburi kacang tanah goreng, emping dan kerupuk, serta sambal cabai rawit merah diulek. 5.
Cabuk Rambak – Jawa
Makanan khas dari kota Surakarta atau Solo di Jawa Tengah. Makanan ini berfungsi sebagai makanan sela yang dibuat dari ketupat nasi yang diiris tipis-tipis, lalu disiram dengan saus wijen yang dicampur kemiri dan kelapa parut yang terlebih dulu disangrai, serta ditambah beberapa potong karak (sejenis kerupuk yang terbuat dari nasi kering dan bleng). Oleh penjaja di pinggir jalan biasanya disajikan tidak dengan piring tetapi dengan wadah dari daun pisang yang dilipat dengan cara tertentu (disebut pincuk). Nama ‘cabuk’ mengacu pada wijen (ada sejenis sambal/saus lagi dengan nama ini yang terbuat dari wijen bakar di daerah yang sama). Agak mengherankan dengan nama ‘rambak’, karena sama sekali tidak ada kerupuk kulit (rambak) yang disajikan. Cabuk rambak sudah terbilang makanan langka dan hanya bisa dijumpai di daerah-daerah tertentu. Penyajian Cabuk rambak dengan pincuk (daun pisang yang dilipat) dan ketupat dipotong-potong kecil dan diatasnya dibubuhi cabuk. Sangat cocok jika makan cabuk rambek dengan karak atau biasa disebut dengan krupuk gendar. 6.
Cimpa Tuang – Karo
Cimpa Tuang adalah simbol salah satu makanan tradisional khas daerah Tanah Karo. Rasanya gurih dan manis. Cimpa biasanya di hidangkan pada saat Kerja Tahun (pesta kampung) yang dirayakan setiap tahun. Kue ini sepintas lalu hampir mirip dengan kue unti. Kue ini terbuat dari tepung beras (beras merah dan putih) sebagai bahan utamanya, sebagai isinya mengunakan gula yang di campur
Edisi II
Indrakarona Ketaren
208
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
dengan kelapa parut, dan sebagai baju luarnya pada umumnya mengunakan daun pisang atau semacam daun palem. Mengolahnya juga ada dua cara, ada yang dikukus dan ada juga yang di curah / panggang. Makanan dari ketan dengan inti kelapa dan gula merah ini sangat sedap. Campuran lada dan garam yang pas membuat rasanya tidak hambar. Kalau masyarakat Karo menyebut makanan tersebut "la mbergeh" Ada lima jenis cimpa yaitu, cimpa bohan, cimpa tuang, cimpa unung-unung, cimpa bicara siang (matah), cimpa gulame, cimpa lepat. Kue khas Suku Karo ini biasa di sajikan bila ada acara besar, baik itu pesta pertemuan keluarga (perpulungen), sampai pesta adat yang besar seperti perkawinan atau kerja tahun (merdang merdem), acara nujuh bulanan, pesta memasuki rumah baru, dsb. 7.
Colenak – Jawa Barat
Penganan Sunda memang senang menggunakan singkatan-singkatan dalam penamaannya, tak terkecuali dengan yang satu ini. Colenak adalah singkatan dari “dicocol enak ”. Singkatannya yang bernuansa humor membuatnya mudah diingat oleh siapapun. Colenak merupakan makanan yang dibuat dari peuyeum (tape singkong) yang dibakar kemudian disajikan dengan saus yang terbuat dari parutan kelapa dan gula merah. Makanan khas Bandung ini masih bertahan meski saat ini agak jarang yang menjualnya. Satu hal yang unik, bagi beberapa orang penggemarnya, ternyata bagian tape yang gosong akibat proses pembuatannya justru adalah bagian terenaknya. 8.
Es Goyang – Betawi
Ada pula yang menyebutnya sebagai es lilin karena bentuknya panjang menyerupai lilin, meski sebetulnya es ini berbentuk batangan. Disebut es goyang karena proses pembuatannya memang harus digoyang-goyang. Jika biasayanya membuat es dilakukan dengan cara memutar wadah es, maka es goyang dilakukan dengan menggoyangkan wadah es atau bahkan gerobaknya. Penyajiannya juga biasanya ditambahkan coklat cair yang akan membeku ketika menempel pada es. Pada akhir-akhir ini es goyang sulit ditemui, apalagi jika di kota-kota besar, tetapi dahulu es ini pernah terkenal dan menjadi penghilang dahaga yang favorit. Hal tersebut karena harga dari es goyang ini merakyat disamping dari rasanya yang khas serta bentuknya yang unik. Bentuk es goyang ini kebanyakan persegi panjang dengan menggunakan pegangan dari bambu yang kecil seperti tusuk sate atau dari lidi. Sayangnya es goyang yang dulu biasa kita lihat melintasi depan rumah, kali ini sudah sulit untuk kita temui. 9.
Es Potong – Betawi
Sama seperti es goyang hanya saja es ini berbentuk silinder dan pembuatannya pun tidak digoyang tetapi hanya didinginkan saja di da lam plastik. Es ini sesuai dengan namanya es potong memang penyajiannya dipotong dari bentuknya yang panjang menjadi lebih pendek sesuai harga yang dipatok. Akan tetapi tetap saja menggunakan pegangan dari tusuk bambu atau lidi, serta biasanya disajikan dengan dicelupkan ke dalam sirop atau coklat cair. Rasanya pun beragam, mulai dari pandan, coklat, santan, hingga nangka dan durian.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
209
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Sayangnya akhir-akhir ini es potong sudah mulai sulit ditemukan, tetapi masih ada beberapa penjual yang menjualnya. 10. Es Selendang Mayang – Betawi
Bagi masyarakat khususnya masyarakat Betawi pasti tidak asing mendengar jenis minuman yang juga mengenyangkan dengan nama selendang mayang. Minuman ini dapat mengenyangkan karena bahan utamanya adalah tepung sagu dan tepung beras yang berbentuk kue seperti agar-agar serta disiram dengan kuah santan yang gurih dan segar. Warna merah atau hijau dari adonan kue terlihat seperti agar-agar yang disajikan dalam potongan kotak-kotak yang berpadu dengan warna putih santan membuat tampilannya mengingatkan kita dengan bentuk selendang maka dari itu minuman khas betawi ini disebut selendang mayang. Akhir-akhir ini selendang mayang sudah mulai sulit ditemukan, walau masih ada beberapa penjual yang menjualnya. Selendang Mayang merupakan jajanan asli betawi yang sudah jarang keberadaannya dan merupakan salah satu makanan tradisional Indonesia. 11. Es Serut Cetak – Jawa Barat
Mungkin sedikit terdengar aneh dengan nama es serut cetak. Memang es yang terkenal di Jawa Barat ini sebenarnya tidak diketahui secara pasti namanya tetapi dilihat dari proses pembuatannya layak disebut es serut cetak. Cara pembuatan memang berbeda. Es balok dipotong kecil sesuai ukuran lalu kemudian diserut dan dimampatkan ke dalam cetakan dalam beragam bentuk. Biasanya berbentuk bintang dan boneka kemudian diberi pegangan lalu dilumuri dengan sirop beragam rasa. Dilihat dari pembuatannya maka hasil akhirnya adalah es serut yang dicetak dengan warna yang beragam dari sirop yang dilumuri ke es tersebut. Cara mengonsumsinya pun unik, Anda hanya perlu menghisap es tersebut hingga sirop atau esnya habis. Sayangnya es ini juga telah sulit ditemui bahkan di daerah perkampungan yang dahulu kerap dilewati penjual es serut cetak ini. 12. Gabus Pucung – Betawi
Gabus pucung adalah olahan ikan gabus berkuah pucung. Bumbu utama masakan yang berwarna hitam di Jawa dikenal dengan nama kluwek. Pucung disebut-sebut sebagai pelopor masakan rawon. Gabus pucung dihidangkan bersama sedikit seledri dan irisan daun bawang. Rasanya perpaduan antara asin, asam, manis, dan gurih, berkat rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbunya. 13. Gandus – Palembang
Gandus merupakan salah satu kue tradisional Palembang. Kue Gandus berbahan dasar tepung beras yang bagian atasnya diberi taburan seledri, taburan ebi, dan cabe merah serta bawang goreng. Kue gandus mirip dengan kue lobak di Cirebon atau disebut juga kue talam ebi. Gandus saat ini hanya muncul di bulan puasa hingga lebaran.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
210
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
14. Gudeg Manggar – Jawa
Manggar adalah putik bunga buah kelapa yang masih muda. Agar bisa menjadi gudeg yang enak dan lezat, dibutuhkan waktu satu hari penuh untuk mengolahnya. Uniknya, kendati dimasak sehari agar empuk namun bentuknya tetap asli alias tidak hancur. Manggar diolah bersama ayam, kuah santan dan bumbu -bumbu bercitarasa tinggi. Dulu gudeg ini merupakan masakan kesukaan Gusti Pembayun dan Ki Ageng Mangir. Itu sebabnya, resep gudeg manggar sudah berusia lebih dari 500 tahun. Yang menjadikan gudeg ini istimewa karena bahannya langka dan sangat mahal. Bunga kelapa atau manggar jauh lebih sulit ditemui dibandingkan gori atau nangka muda. Tidak hanya itu, tidak semua bunga kelapa itu dapat digunakan. Hanya yang masih muda saja yang dapat diolah. Tidak jarang dari satu kilogram bunga kelapa, hanya seperempatnya saja yang dapat dimasak. Fakta lain yang menyebabkan manggar langka dan mahal adalah karena manggar hanya bisa dipanen satu kali saja. 15. Gulai Balak – Lampung
Gulai balak merupakan masakan asli daerah Lampung. Seperti umumnya masakan khas Sumatera, gulai balak sama beraninya mempermainkan bumbu rempah dengan rasa pedas khasnya. Balak sendiri berarti besar dalam bahasa Indonesia. Secara harfiah, gulai balak berarti gulai besar, meski pada kenyataannya tidak sebesar yang dibayangkan. Disini artinya lebih kepada makan besar. Gulai ini selalu ada dalam sebuah perayaan atau ‘hajatan’ khas daerah Lampung yang disebut Nyeruit makan bersama-sama dengan sambel tempoyak fermentasi buah durian yang khas. Seruit adalah sambal super pedas yang didalamnya sudah ada cocolan ikan gabus goreng, tahu, tempe dan lalapan. 16. Gulai Gajebo - Sumatera Barat
Gulai gajebo, atau gajeboh, atau sampade daging adalah masakan khas Sumatera Barat dengan bahan utama daging sapi. Bagian yang dipakai adalah punuk, dengan lemak tebal menempel di bagian daging. Perbandingan lemak dan daging pada gulai gajebo bisa 3:1. Semakin tipis bagian daging, rasanya semakin gurih. Potongan 'lemak berdaging' itu disajikan dengan kuah asam padeh yang sama sekali tidak menggunakan santan. Bisa dibilang, bahan utama yang sulit didapat menjadikan gulai gajebo masuk dalam masakan langka. 17. Gulai Tutut – Jawa Barat Makanan khas masyarakat Sunda yang dari keong sawah. Cara makan siput (keong sawah) butuh latihan agar gampang menarik isinya ke mulut kalau udah lancar akan ketagihan karena siput ini mempunyai nilai gizi tinggi. 18. Gulo Puan – Palembang
Gulo Puan adalah makanan khas dari Palembang yang merupakan makanan yang hanya disuguhkan bagi para raja-raja. Makanan ini memiliki rasa yang manis karena terbuat dari susu kerbau dan gula pasir. Pada akhir-akhir ini Gulo Puan memang sudah semakin sulit ditemui atau bisa dikatakan hampir punah atau tidak dapat dijumpai lagi. Hal utama yang menyebabkan makanan ini mulai hilang yaitu susu kerbau sebagai bahan utama pembuatan makanan ini sudah sulit didapatkan.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
211
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
19. Gatot – Jawa
Gatot merupakan makanan tradisional yang berasal dari Gunung Kidul, Jawa Tengah. Makanan ini sudah tergolong langka karena tidak banyak yang menjualnya. Gatot terbuat dari singkong yang sudah dikupas dan dibungkus daun pisang. Singkong ini sudah dikeringkan selama lebih dari satu hari, sehingga singkongnya berwarna hitam. Cara pembuatan gatot hampir sama dengan tiwul yakni singkong dikeringkan hingga menjadi gaplek. Setelah itu direndam dengan air kapur sirih selama 12 jam atau sem alaman. Kemudian gaplek dicuci bersih dipotong kecil-kecil lalu dikukus selama 2 jam. Setelah matang gaplek yang sudah berubah jadi gatot ini ditempatkan pada wadah yang lebar agar cepat dingin. Untuk menikmatinya tinggal menambahkan gula pasir dan serutan gula merah pada parutan kelapa lalu ditaburkan di atas gatot untuk mendapatkan rasa asin atau manis. Rasa dari gatot mirip dengan singkong goreng atau singkong rebus, yaitu tidak manis dan tidak juga asin, tapi gurih. Gatot biasanya disajikan bersama dengan tiwul serta horok-horok yang terbuat dari beras, lalu ditambah deng an parutan kelapa. Mengkomsumsi gatot dipercaya dapat mencegah penyakit maag. Gatot juga dapat membuat rasa kenyang bertahan lama, karena secara medis alat pencernaan butuh waktu lebih lama untuk memprosesnya. Seiring perkembangan jaman saat ini gatot sudah tidak menjadi makan pokok warga Gunung Kidul karena beralih ke nasi. Banyaknya urbanisasi membuat masyarakat setempat terpengaruh dengan pola komsumsi warga kota yang menggunakan nasi sebagai makanan pokok. 20. Gomak – Palembang
Gomak yang terbuat dari ubi yang diisi gula merah, sudah beberapa tahun belakangan sangatsangat langka di Palembang. Padahal hingga tahun 2000-an awal, makanan ini masih menjadi favorit bahkan menjadi masakan andalan bagi anak-anak yang belajar masak. 21. Grondol – Jawa
Grondol adalah makanan khas daerah Jawa Tengah. Makanan ini terdiri dari jagung yang direbus dan ditaburi parutan kelapa sehingga membuat makanan ini memiliki rasa yang gurih dan nikmat. Di tatar sunda makanan ini dikenal dengan borondong jagung. 22. Horok – Horok – Jawa
Horok-horok adalah makanan ringan yang terbuat dari tepung pohon aren. Horok-Horok termasuk makanan yang tergolong langka, di karenakan horok-horok umumnya hanya ditemukan di Jepara, bahkan tidak da pat ditemukan di luar Jepara. Horok-horok dimakan dengan sate kikil, soto, bakso, gulai, sayur pecel dan masih banyak lagi yang lainnya. Selain itu dapat juga dimakan dengan diberi santan dan sedikit gula pasir, seperti bubur. Makanan populer semenjak masa gerakan tiga puluh September (PKI) atau biasa disebut dengan “Gestapu”. Makanan yang pernah tenar pada masa Partai Komunis Indonesia (PKI) itu merupakan salah satu kekayaan makanan yang dimiliki oleh kota kelahiran R.A Kartini. Kini, makanan yang rasanya sedikit asin bentuknya kenyal seperti busa steorofom dan semakin lama semakin langka dibuat kebanyakan masyarakat lokal setempat. Walau demikian masih mudah untuk mendapatkannya, sebab makanan ini di jual di pasar dan warung karena digemari para pekerja asing yang di tinggal di Jepara.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
212
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bagi masyarakat Jepara horok-horok merupakan sumber karbohidrat sebagai pengganti nasi atau lontong. 23. Ikan Cuka - Sumatera Barat
Ikan Cuka atau Ikan Cuko biasa disebut seperti itu, merupakan sebuah paduan ikan sisiak sejenis ikan tuna kecil yang ada di pasaran kota Padang. Ikan ini digoreng dengan bawang, cabai dan bumbu rempah kemudian ditambah dengan cuka asam. Cabe utuh, bawang utuh yang telah dimasak dalam paduan kuah ag ar bumbu terasa lembut dilidah. 24. Iwak Wader Sambel Cobek – Jawa
Sambal langka ini berasal dari Trowulan di kota Mojokerto, Jawa Timur yang sudah dikenal sejak zaman Majapahit, Iwak cader banyak ditemukan di sekitar kawasan kolam Segaran yang merupakan kolam kuno zaman Kerajaan Majapahit. Mitos yang berkembang, Iwak Wader atau ikan kecil yang banyak hidup di kolam Segaran dan sungai sekitar kawasan tersebut sudah menjadi tangkapan dan dikonsumsi oleh warga setempat untuk menjadi lauk pauk. Ikan wader goreng yang diletakkan di atas sambal khas memiliki rasa khas dengan resep bumbu yang berbeda. Ciri rasanya ada pada sambal yang pedas dan segar yang baru dibuat ketika ada pesanan. Bumbu sambal berupa cabai, tomat, bawang merah, putih, dan jeruk nipis ditumbuk pada saat masih segar tanpa digoreng. Bumbu sambal mentah itu membuat rasa pedas saat dipadukan dengan renyahnya ikan wader yang digoreng garing. Ikan-ikan kecil seukuran jari kelingking itu ditaburkan di atas piring tanah (cowek) kecil bersama sambal tadi. Sebagai lalapan, disertakan irisan ketimun, daun kemangi, dan kubis. 25. Jaha – Sulawesi
Makanan khas Sulawesi dari ketan campur santan yang dipanggang dalam bambu. Biasanya Jaha disantap bersama abon daging rusa/sapi atau abon ikan cakalang, atau pun gulai dan kari. 26. Katimus – Sunda
Katimus adalah makanan kecil masyarakat Sunda yang dimakan bersama - sama dengan minuman terutama air. Katimus adalah singkong dikupas kulitnya, kemudian diparut. Setelah itu campurkan gula merah dengan parut singkong aduk sampai merata. Kemudian dibungkus dengan daun pisang lalu dikukus sampai matang. 27. Kerak Telur – Betawi
Kita bisa menemukan pedagang kerak telor menjajakan dagangan dengan berkeliling kampung, namun mungkin jumlahnya tidak seberapa dan mulai jarang ditemukan. Kerak telor merupakan salah satu makanan khas daerah Betawi. Makanan ini dibuat dari bahan-bahan antara lain seperti beras ketan putih, telur ayam atau telur bebek, ebi (udang kering) dan parutan kelapa yang disangrai kering, serta bawang goreng, cabai merah, kencur, jahe, merica, garam dan gula pasir sebagai bumbu pelengkapnya. Cara membuat makanan ini cukup unik karena tidak dimasak di atas kompor namun dimasak diatas bara api. Pedagang kerak telor sesekali membalikkan wajan agar permukaan kue tersebut juga terpanggang dan matang merata sambil dikipas-kipas agar bara api tetap menyala. Setelah kering dan matang kerak telor siap untuk disajikan. Kerak telor terbuat dari bahan-bahan yaitu ketan putih, telur ayam atau bebek, bawang merah goreng, udang goreng, cabai merah, kencur, jahe, kelapa sangrai, gula, garam, dan merica. Kerak telor memiliki rasa yang gurih dan enak dinikmati selagi hangat.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
213
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
28. Ketan Bintul – Banten
Ketan Bintul berasal dari Banten, tepatnya daerah Serang. Menurut orang-orang Banten, Ketan Bintul adalah makanan kesukaan Sultan Maulana Hasanuddin, terutama sebagai teman untuk berbuka puasa di bulan Ramadhan. 29. Kicak – Jawa
Kicak adalah makanan yang jarang bisa ditemukan saat ini, apalagi bahan-bahan pembuatannya pun juga langka. Makanan khas asal Yogyakarta ini pun hanya bisa ditemui setahun sekali tepatnya di bulan Ramadhan. Kicak sudah dikenal sejak 30 tahun lalu dan hanya dijual di pasar sore Ramadahan di Kauman, Yogyakarta. Dulu, kicak dibuat dari singkong yang diparut. Lalu, dimasak baru dicampur dengan bahan-bahan lain. Seiring dengan perkembangan makanan lokal, sekarang, kicak terbuat dari beras ketan (jaddah atau tape uli). Perubahan bahan dasar ini tidak membuat pecinta kicak berkurang, tapi justru mereka menanti-nanti sebagai hidangan pembuka puasa. Tape uli atau jaddah yang sudah siap dicampur dengan parutan kelapa dan potongan buah nangka. Semua bahan itu dicampur dan diaduk hingga rata. 30. Kidu – Karo
Kidu adalah makanan yang terbuat dari larva ulat pohon enau (aren) yang tumbang dan membusuk beberapa minggu. Ulat enau sendiri berwarna putih, gemuk dan berukuran sebesar jempol kaki orang dewasa. Orang Karo memasak ulat ini dengan cara mengolahnya dengan bumbu-bumbu khas Karo seperti andaliman dan kecombrang (disebut kincung di Medan). Biasanya kidu dimasak dengan bumbu arsik (gulai bumbu kuning khas Batak). Setelah dibersihkan digoreng sebentar agar bagian luarnya renyah, tetapi tidak sampai pecah agar cairan di dalamnya masih utuh kemudian dimasukkan dalam gulai arsik. Bagian luarnya renyah karena telah digoreng terlebih dahulu. Bagian dalamnya “pecah” ketika digigit dengan rasa yang mirip santan, lumer begitu masuk di dalam mulut. Bagian mata ulat bahkan menimbulkan sensasi “kres” yang kemudian mengucurkan cairan kental yang gurih. Kidu dapat dinikmati dengan cara langsung dilahap atau dengan cara dimasak terlebih dahulu. Makanan dengan bahan utama ulat enau ini memang sudah mulai langka ditemui karena pengolahan ulat yang cukup sulit, jika Anda salah atau tidak bisa mengolah ulat ini dengan baik maka Anda dapat mengalami sakit perut. Meski sebagian orang menganggap makanan ini menjijikkan, tetapi makanan ini memiliki sumber protein yang tinggi. Kidu juga memiliki khasiat untuk meningkatkan vitalitas. Menurut sejarah, dulu para raja-raja di Karo sangat menyukai kidu. Sekarang ini sulit mencari kidu karena sudah sangat jarang orang yang menyajikan masakan ini karena jarang sekali ditemukan pohon enau yang tumbang, kecuali jika sengaja ditebang. 31. Kue Dongkal – Betawi
Penganan langka ini terbuat dari tepung beras dan gula merah, bahkan anak muda betawi sekarang saja banyak yang tidak kenal dengan kue dongkal. Di kota Bambu Utara masih ada yang menjualnya. Rasanya tidak berubah tetap, gurih manis dengan taburan kelapa parut kukus.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
214
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
32. Kue Kembang Goyang – Betawi
Kembang goyang mungkin aslinya adalah makanan orang Cina Peranakan atau orang Cina Peranakan yang mengadopsi makanan ini menjadi makanan mereka. Tidak tahu asal usulnya tapi yang jelas di Singapura, orang-orang juga kenal dengan kue kembang goyang ini. Camilan satu ini bisa dibilang sejenis crackers karena renyah dengan rasa manis atau gurih. Dibuat dari tepung beras, santan, telur dan gula untuk yang manis, atau bawang putih dan garam untuk rasa yang gurih. Cetakan berbentuk bunga dari bahan kuningan dengan tangkai panjang dicelupkan ke dalam adonan, dan segera dimasukkan ke dalam minyak yang panas. Tangkai cetakan digoyang-goyanghingga adonan terlepas berbentuk bunga. Kue digoreng hingga kering dan matang. Kembang goyang biasa ditemukan di pasar-pasar tradisional di Jakarta, meski keberadaannya kini juga sudah mulai jarang dan sulit ditemukan. Bahkan, tidak semua orang keturunan Betawi tahu dan pernah mencicipi kue yang satu ini. Mungkin hanya mereka warga keturunan Betawi (asli) yang masih bisa membuat camilan ini karena biasanya mereka masih menyajikan kue ini saat Lebaran. 33. Kue Rangi – Betawi
Kue Rangi atau biasa disebut sagu rangi terbuat dari tepung kanji dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Dahulu, orang memanggang kue rangi dengan memanfaatkan api yang berasal dari kayu bakar atau arang. Alhasil, kue tersebut menjadi lebih wangi. Kue rangi adalah salah satu makanan khas Betawi yang juga mulai jarang didapatkan. Namun ada beberapa restoran dengan semangat melestarikan budaya Betawi, kembali memasukkan kue ini dalam menu mereka. Bukan hanya jarang, tapi penjaja kue rangi seperti sudah menghilang dari Jakarta. Tepung kanji dan parutan kelapa adalah bahan dasar pembuatan kue ini. Rasanya gurih karena mengandung parutan kelapa dan juga manis karena di permukaan kue ditaburi gula merah. Aromanya jangan tanya, harum dan menggugah selera. 34. Keumamah – Aceh
Keumamah (ikan kayu) adalah makanan khas Aceh yang adalah makanan favorit para pejuang-pejuang Aceh selama mereka bergerilya di hutan-hutan pada masa Perang Aceh. Keumamah adalah ikan kayu (alternatifnya tongkol, atau tuna) yang telah dikeringkan sehingga mudah dibawa-bawa dan dimasak. 35. Lahang – Jawa Barat
Dulu, minuman ini sangat popular sekali di masyarakat Sunda. Minuman yang terbuat dari sadapan air pohon aren. Lahang bukanlah minuman yang baru di jagad dunia makanan, justru bisa dibilang senior dibandingkan minuman-minuman isotonik yang ada pada saat ini. Meskipun lahang tak sepopuler mereka, tapi rasa dan khasiatnya luar biasa. Lahang juga memiliki wangi yang khas sehingga menambah kenikmatan ketika meminumnya. Jaman dulu, banyak orang yang meminumnya sebagai minuman penambah tenaga atau minuman pelepas dahaga. Sayangnya minuman ini sekarang sangat sulit didapatkan, selain pohon arennya yang sudah jarang ditemukan, cara untuk mendapatkan air Lahang juga relatif sulit. Tak hanya itu, cara menyadap pohon Aren pun tidak sembarangan, para petani biasanya harus berangkat lebih awal untuk menyadap aren agar kesegarannya terjaga. Selain itu kalau terlambat menyadapnya, air aren ini akan mengalami fermentasi dan berubah menjadi cuka atau tuak.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
215
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Bahaya kalau air aren ini sudah berubah menjadi tuak, kandungan alkoholnya bisa sampai memabukkan. Tapi ada juga orang yang sering menggunakan cuka aren ini sebagai bahan asinan, rasa asam dari cuka aren ini juga tidak bikin sakit perut. Yang menarik, Lahang ini hanya bisa disadap dari bunga jantan pohon aren sedangkan dari bunga betinanya bisa memanen kolang kaling. 36. Laksa Betawi – Betawi
Makanan khas betawi yang satu ini memang sudah agak jarang bisa ditemui. Namun bukan berarti punah. Di beberapa lokasi tertentu, anda masih bisa menemukan Laksa Betawi. Laksa Betawi memiliki kuah berwarna kekuningan. Campuran udang rebon yang ada dalam kuah laksa, membuat rasanya menjadi segar. Semangkuk laksa berisi irisan ketupat, telur rebus, tauge, kemangi, kucai, bihun, perkedel, bawang goreng dan kuah kental. Lebih istimewa bila diberi beberapa ekor udang. Namun ada yang mengatakan bahwa bihun dan perkedel hanya variasi tambahan dari laksa, bukan bawaan aslinya. Cara lain u ntuk menikmati laksa adalah menggunakan semur Betawi. 37. Leumeung – Jawa Barat
Leumeung adalah nasi bakar dalam bambu atau kelapa muda. Ngaleumeung dalam bahasa Sunda artinya membuat nasi atau menanak nasi dengan cara memasukan beras ditambah air kedalam bambu basah atau kelapa muda 'duwegan' dikasih bumbu garam lalu dibakar hingga matang. Leumeung mempunyai rasa dan aroma yang khas, bau tutung (gosong) bambu atau duwegan akan memberi aroma khas yang mengund ang selera makan. Bumbu leumeung cukup garam tidak perlu ditambah pewangi lain karena aroma khas bambu yang terbakar sudah cukup untuk menghasilkan aroma. 38. Limun Sarsaparilla – Jawa
Limun Sarsaparilla atau yang biasa dikenal di kalangan masyarakat Jawa Tengah khususnya Yogyakarta dengan sebutan Cola Jawa. Minuman ini memang memiliki rasa yang hampir sama seperti minuman cola lainnya, limun sarsaparilla tetap memiliki kandungan karbonisasi di dalamnya. Minuman ini bahkan sangat populer di era tahun 50an hingga 70an dan bahkan bagi yang mampu membeli minuman ini akan dianggap modern, simbol kemajuan, dan sangat berkelas di zamannya. Limun sarsaparilla memiliki rasa yang khas di lidah, begitu dicecap maka aroma menyegarkan seperti menyecap mint cukup terasa sehingga dapat mendatangkan efek lega di rongga hidung dan rongga dada. Selain minuman berkarbonasi, aroma khas rempahnya juga mengingatkan kita pada aroma obat atau jamu tradisional. Sayangnya minuman ini telah sulit ditemui bahkan jarang diperdagangkan secara umum di masyarakat kita 39. Lodeh Kluwih
Lodeh kluwih adalah salah satu dari resep aneka sayur kluwih yang berasal dari masyarakat Jawa Barat dan Jawa Timur. Makanan ini juga tergolong masakan berkuah khas Indonesia yang tradisional santan yang biasa dimasak pedas.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
216
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
Buah kluwih adalah nama lain dari nangka muda dari sejenis pohon tanaman keras yang berkulit keras dan berduri. Buah ini mirip dengan buah sukun atau klewek, tetapi memiliki biji dan kulitnya berduri lebih menonjol. Bila masih mudah, bahan makanan ini biasa dijadikan sebagai bahan utama untuk aneka masakan tradisional. Kluwih memiliki nama lokal dalam Bahasa sunda kulur atau timbul. Samasa dahulu, buah klewih sering dicari untuk dimasak dengan cara di kuah santan. TSaat ini cukup jarang ditemukand an bisa dikatakan sebagai buah langka. Selain sayur lodeh kluwih, nangka muda juga dapat digunakan untuk resep gudeg spesial paling praktis atau resep sayur nangka tetelan daging sapi. Tapi, bila sudah matang, bahan makanan paling enak dibuat resep kolak mutiara spesial nangka atau resep nangka goreng tepung kering renyah. 40. Lompong Sagu - Sumatera Barat
Kue Khas Minang ini sudah jarang ditemukan keberadaannya. Kue yang terbuat dari tepung sagu yang diaduk bersama pisang kepok, santen, kelapa, dan gula aren ini memiliki cita rasa yang manis. 41. Lompong Sagu – Tapanuli
Kue Lompong Sagu berasal dari Sibolga. Bahan dasarnya berupa adonan sagu dicampur dengan pisang (pisang kepok atau pisang raja), sehingga rasanya manis dan sangat khas yang cara memasaknya yang dipanggang. Kue Lompong Sagu pada umumnya dibungkus oleh daun seperti daun pisang yang dibentuk agak mirip lontong yaitu bulat memanjang. Selain itu jika kita membuka bungkusnya maka warna dari kue ini adalah berwarna kecokelatan karena bahan pemanis yang digunakan adalah berupa gula merah. Didaerah Sibolga kue tradisional ini sudah jarang bisa ditemukan penjualnya, sehingga bagi kita yang ingin mencicipinya tentu saja yang terbaik adalah dengan cara membuatnya sendiri. 42. Mie Lethek – Jawa
Mie lethek merupakan salah satu sajian khas Bantul, Yogyakarta. Mie lethek merupakan mie berukuran cukup besar dengan warna lethek atau keruk. Rasanya juga berbeda hanya ada rasa pedas. Disebut sebagai mie “Lethek” karena bentuk mienya yang berwarna kecoklatan, kusam, kotor. Namun itu hanya penampilannya saja, proses pem buatannya bersih, tradisional dan unik yaitu mengunakan tenaga sapi dan manusia serta mempunyai cita rasa tersendiri jika mienya sudah matang. Makanan tradisional Jawa diduga terancam hampir p unah. 43. Nasi Sambel Tumpang – Jawa
Nasi sambel tumpang terdiri dari nasi putih yang ditumpangi aneka sayuran rebus seperti bayam, taoge, dan kacang panjang kemudian disiram kuah kental. Bumbu kuah ini dibuat dari campuran santan dan tempe semangit (tempe yang mulai membusuk) yang dihaluskan. Biasanya di dalam kuah tumpang ini terdapat tahu putih, telur dan krecek (kulit sapi). Sambel tumpang ini sering juga dinikmati dengan bubur panas yang biasa disebut bubur tumpang. Jenis makanan ini hanya dikenal di seputaran Solo, Madiun, Klaten (dengan nama yang lain) dan saat ini langka karena mendapatkan bahan baku sambel itu sendiri yaitu tempe semangit (tempe setengah busuk).
Edisi II
Indrakarona Ketaren
217
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
44. Paniki – Manado
Paniki adalah masakan kelelawar dengan bumbu pedas khas Manado. Sebelum dimasak, biasanya hewan malam ini lebih dulu dibakar untuk menghilangkan bulu-bulu halusnya, kemudian dimasak dengan bumbu santan. 45. Pelas (Bongko) – Jawa
Pelas adalah makanan yang unik dengan cita rasa khas. Pelas ini sekils mirip dengan bongko ataupun bothok. Namun sangat berbeda sekali baik dari bahan maupun cara pembuatan. Bahan utama pelas adalah isi dari kacang panjang atau dalam bahasa jawa disebut "kacang tolo". Kacang tolo yang sudah kering mengeras di deplok (dihancurkan) hingga halus. Setelah halus diberi sedikit air dan di tambahkan beberapa bumbu khas. Kemudian dibungkus menggunakan daun pisang dan d ikukus hingga matang dengan lama kira-kira 30-45 menit. Bongko sendiri bisa dimakan saat masih hangat maupun sudah dingin. Bongko biasanya disajikan sebagai pelengkap lauk pauk saat makan. Dan akan sering dijumpai bila sedang ada acara hajatan tradisional. Karena hajatan tradisional syarat dengan tiga makanan kulub, bothok, pelas, bongko. Dan untuk pelas dan bongko ini boleh memilih slah satu boleh juga kedua-duanya diikutkan. 46. Peler Kambing – Palembang
Makanan ini masih eksis sebenernya di Palembang. Hanya saja berganti nama menjadi godogodo pisang atau pempek pisang. Entah kenapa sejak era reformasi semakin sedikit orang yang menyebut Peler Kambing. Mungkin karena tidak enak mendengar ketika mau ajak makan. 47. Pencok – Jawa Barat
Pencok adalah makanan tradisional masyarakat Sunda yang biasanya diolah dari campuran bermacam-macam sayuran atau buah. 48. Pliek Ue – Aceh
Pliek Ue atau dikenal secara umum dengan nama Patarana merupakan bumbu masak asli masakan tradisional Aceh kini sudah langka di pasaran kawasan Kota Bireuen sebab tidak banyak lagi para warga yang membuat Pliek Ue. Apabila ibu rumah tangga mau memasak sayur kuah Pliek Ue, harus membelinya ke Gampoeng Jangka. Pembuatan Pliek Ue itu membutuhkan waktu berminggu sebab setelah kelapa dibelah dan dibuang airnya, disimpan dulu selama 3 malam paling kurang untuk pembusukan, kemudian baru dikukur dan dijemur beberapa hari tergantung cuaca. Kemudian setelah dijemur barulah kelapa itu dimasukkan ke dalam “Peunerah“ (sejenis alat perasan) untuk diambil minyaknya, setelah itu barulah ampasnya itu dinamakan Pliek Ue untuk dijual ke pasaran. 49. Puding Kabinet – Jawa
Puding kabinet adalah makanan penutup favorit Sultan Hamengkubuwono IX. Dinamakan puding kabinet karena pada saat itu sultan sedang menjadi wakil presiden Indonesia. 50. Putri No’ong – Jawa Barat
Penamaan penganan yang satu ini cukup unik. No’ong sendiri dalam bahasa Sunda bisa berarti mengintip, jadi, penganan ini jika dimaknai secara harfiah berarti seorang putri yang mengintip. Tak ada yang bisa menerangkan, apa penyebab penganan yang satu ini dinamai demikian. Putri No’ong sendiri merupakan adonan tepung beras dan parutan kelapa dengan pisang di bagian tengahnya. Bentuknya bundar dan cukup tebal. Biasanya, ia disajikan dengan baluran kelapa parut.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
218
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
51. Rabeg – Banten
Rabeg adalah makanan khas dari Banten. Bahan utamanya adalah daging dan jeroan kambing. Rasanya manis pedas seperti semur. Menurut sejarahnya, rabeg menjadi makanan kesukaan Sultan Maulana Hasanuddin dari Kesultanan Banten. 52. Ragit – Palembang
Ragit adalah makanan khas Kota Palembang yang sudah sangat jarang terlihat. Tampilan ragit sekilas mirip roti jala dari India. Makanan ini bisa dibentuk dengan berbagai bentuk. Ragit biasa dibentuk deng an pola segitiga atau dibuat dengan tampilan seperti dadar gulung. Kelezatan ragit ada di kuah karinya yang mirip kuah martabak, hanya saja rasa kuah ragit lebih kuat. 53. Reuceuh Bonteng – Jawa Barat
Reuceuh Bonteng, menu ini mungkin terdengar asing bagi sebagian dari kita. Bonteng adalah timun dalam bahasa Sunda. Reuceuh Bonteng adalah makanan yang bahan dasarnya adalah timun dengan diberi bumbu hampir sama dengan karedok tapi tanpa kacang. Asam, gula jawa, cabai dan cikur dengan racikan yang tepat. 54. Sambal Lado Pado – Sumatera Barat
Sambal bumbu cabai ini sudah jarang terlihat dan hampir punah di daerahnya sendiri yakni Sumatera Barat. Sambal ini di sangrai bersama serundeng kelapa, irisan buah simauang dan ikan asin. Semasa dulu, sambal lado dicampur dengan cacahan daging ikan peda. Cara memasaknya tidak perlu bumbu berlebihan, cukup tuangkan air nasi, sedikit cabai giling, garam, perasan air jeruk limau pundai dan irisan bawang merah ke dalam satu mangkuk kaleng atau keramik. Wadah itu kemudian diletakkan diatas periuk nasi setengah matang ditutup dengan rapat. Buah simauang (atau buah kepayang atau daging kluwek) sebelum digunakan harus difermentasi terlebih dahulu karena buah ini beracun. Sambal lado pado hampir bisa dikatakan jarang ditemui karena kebiasaan memasak masyarak setempat mulai berubah. Dulu orang memasak nasi diatas tungku, berbahan bakar kayu dengan periuk yang selalu berjelaga. Memasak pun harus ditunggui, menjaga api agar nasi tidak hangus. Di sela-sela memasak nasi seperti itu bisa diambil air masak nasi dan menyiapkan bumbu untuk memasak sambal cabai ini. 55. Sayur Besan – Betawi
Orang Betawi selalu menghidangkan sayur ini di setiap acara lamaran. Sesuai namanya, sayur besan merupakan sayur istimewa yang melambangkan penghargaan tertinggi untuk sang besan. Dijadikan hidangan istimewa untuk besan karena sayur ini sangat nikmat. Isinya adalah ebi, kentang, soun, dan dilengkapi petai. Kuahnya berupa kuah santan kental. Selain itu ada bahan lain yang harus ada pada sayuran ini yaitu terubuk. Terubuk adalah telur tebu yang merupakan tanaman musiman yang sudah langka.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
219
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
56. Semanggi – Jawa
Semanggi adalah kuliner khas kota pahlawan Surabaya yang terkenal dan mampu menggoyang lidah para wisatawan, tapi sayangnya, kini kuliner tersebut sudah sulit ditemui. Masakan ini berupa daun semanggi yang dikukus sebagai bahan utamanya lalu ditaburi toge dan disiram dengan saus yang terbuat dari campuran petis, gula Jawa, kacang, dan ketela yang ditumbuk menjadi satu. Sebagai pelengkap, biasanya semanggi disajikan dengan kerupuk puli. 57. Sengkulun – Betawi
Makanan khas dari Betawi yang sepintas mirip kue keranjang tapi permukaanya kasar. Rasa sengkulun manis gurih dengan tekstur yang kenyal dan lembut. Sengkulun dibuat dengan bahan baku utama tepung ketan. Warnanya cokelat karena menggunakan gula merah yang sekaligus sebagai pemanis selain memakai gula pasir juga. Sedangkan yang membuatnya terasa g urih, tak lain santan kental. Waktu mengukusnya cukup lama, sekitar 2 jam. Umumnya, orang Betawi makan sengkulun dengan mencocolnya pada kelapa parut. Makanan ini sesungguhnya tak murni Betawi, tetapi ada pengaruh budaya Cina. Harus diakui, budaya Cina cukup kuat merasuk dalam budaya Betawi. 58. Tempe Busuk (Bosok) – Jawa
Tempe busuk (bosok) adalah makanan yang dibuat dari fermentasi terhadap biji kedelai atau beberapa bahan lain yang menggunakan beberapa jenis kapang rhizopus yang fermentasinya secara umum dikenal sebagai "ragi tempe". Biasanya yang pernah tinggal di Jawa minimal pernah merasakan masakan yang terbuat dari tempe busuk, diantaranya sambal tumpang, botok lento dan sebagai bumbu penyedap buat aneka masakan jawa (asal belum keluar belatungnya). 59. Tumis Kerang Lurjuk – Jawa
Lurjuk adalah hewan laut golongan kerang-kerangan (kerang laut atau kerang bambu). Bentuknya kecil memanjang, bercangkang. Panjangnya sekitar 5 cm. Biasanya hewan ini diolah sebagai keripik dan dijual sebagai oleh-oleh. Kadang digoreng bersama kacang tanah untuk menambah aroma gurih kacang. Cara memasaknya sederhana. Lurjuk yang sudah dipisahkan dari cangkangnya direbus sampai matang lalu ditumis dengan bumbu kecap manis, kecap asin, cabai merah, gula putih, bawang perei, bawang merah. Ditumis hanya dalam tempo beberapa menit, masakan sudah matang dan siap dihidangkan. Karena bumbu utamanya kecap, warna masakan ini pun cokelat kehitaman. Bentuk lurjuk ini sekilas seperti ceker ayam yang dipereteli. Rasa dagingnya mirip kerang-kerangan pada umumnya, kenyal, gurih sedikit manis. Selaras dengan rasa bumbunya yang juga gurih-manis kecap. Tidak terlalu asin, juga tidak pedas sama sekali. Tumis lurjuk adalah makanan langka, saking langkanya, di kota ini Surabaya pun tidak banyak rumah makan yang menjualnya. Jumlahnya bisa dihitung dengan jari tangan. Menu tumis lurjuk hanya bisa dijumpai di Surabaya, di Gresik dan Sidoarjo pun tidak ada. Langka karena bahan baku yang sulit didapat. Bahan baku kerang bambu ini sendiri hanya bisa didapat di kawasan pesisir Pantai Madura dan hanya ada tiga kali dalam setahunnya.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
220
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
60. Ulukutek Leunca – Jawa Barat
Makanan sederhana khas Sunda yang rasanya renyah pahit leunca beradu dengan lembutnya oncom dan pedasnya gigitan cabai. .. Tak mungkin orang dapat mencintai seni masakan bangsanya, kalau mereka tak mengenal kisah sejarah dan budaya tentangnya. Kalau mereka tidak membaca naskah perjalanannya, jangan berharap mereka akan berbuat kebajikan untuknya .. (Beta)
Edisi II
Indrakarona Ketaren
221
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
PUSTAKA & REFERENSI
1. Adisasmita, Sumidi, 1979 : ‘Pustaka Centhini Ikhtisar Seluruh Isinya’ . Yogyakarta, UP Indonesia 2. Alibasah, Margaret Muth : Indonesian Folk Tales. Jakarta: Djambatan1998 (7th edition). 3. Alina-Roxana : Colors & Gastronomy, University of Craiova, 2008 4. Aman, S. D. B. : Folk Tales from Indonesia. Jakarta: Djambatan, 1999 (8th edition). 5. Amangkunegara III. 1986. Serat Centhini (Suluk Tambangraras) jilid II. Terjemahan Kamajaya. Yogyakarta: Yayasan Centhini. 6. Amabile, Teresa (1996): Creativity in Context. Boulder, Colorado: Westview Press 7. Amabile, Teresa (1998): How To Kill Creativity. In: Harvard Business Review, September-October 1998, pp. 77-87 8. Anholt, S., (2007). Editor’s forward to the first issue. Place Branding and Public Diplomacy 1, No. 1 9. Anholt, S., (2010). Places: Identity, image, and reputation. New York: Palgrave Macmillan. 10. Artikel Andreas Maryoto di Kompas, September 2008 11. Artikel Bandung Mawardi di Kompas, Juli 2014 12. ATLAS Annual Conference in Viana do Castelo in Portugal in September 2017 13. Bass, Bernard. (1990) ‘From Transactional to Transformational Leadership: Learning to Share the Vision’, Organizational Dynamics (Winter), pp19-31 14. Barr, N. (2010) ‘The Global Spread of the Creative Industries ‘Phenomenon’ and its Associated Government Policies’ Unpublished. 15. Berbagai Artikel Prof Dr Murdijati Gardjito di Media Cetak & Sosial 16. Brillat-Savarin, Jean Anthelme. The Physiology of Taste or, Meditations on Transcendental Gastronomy. Translation by M. F. K. Fisher. Washington, D.C.: Counterpoint, 1949. 17. Brillat-Savarin, J.-A. (1970). The Philosopher In The Kitchen (The physiology of taste). Harmondsworth, Penguin. 18. Bober, Phyllis (1999): Art, Culture, and Cuisine: Ancient and Medieval Gastronomy: Chicago, USA: University Chicago Press Ltd. 19. Brown, L. (2011). "The New Geopolitics Of Food." Foreign Policy 20. Caves, Richard (2002): Creative Industries: Contracts between Art and Commerce. Cambridge, Massachusetts: Harvard University Press 21. Charles Landry, Franco Bianchini, 'The Creative City', Demos in Association with Comedia, UK 22. Christian Reynolds (2003) : Diplomatic gastronomy: The convivial nature of the power of prestige, cultural diplomacy and soft power, University of South Australia 23. Civitello, Linda (2004): Cuisine and Culture: A History of Food and People. Hoboken, New Jer- sey: John W iley & Sons, Inc. 24. Clark, Priscilla (1975): Thoughts for food, I: French Cuisine and French Culture. In: The French Review, Vol. XLIX, No. 1. October 1975. 25. Cook I, Crang P. 1996. The World on a Plate: Culinary Culture, Displacement, and Geographical Knowledges. Journal of Material Culture. 1(2): 131-153. 26. Crouch, Geoffrey I. (Geoffrey Ian) : 'Modelling destination competitiveness : a survey and analysis of the impact of competitiveness attributes', First published in Australia in 2007 by CRC for Sustainable Tourism Pty Ltd. 27. Dahl, Bent et al. (2009): 'Gastronomer: Grundbog for Kok', og Smørrebrødsjomfru og Cater. 2nd edition. Odense, Denma rk: Erhvervsskolernes Forlag 28. David Hesmondhalgh (2002) 'Cultural and Creative Industries', Handbook of Cultural Analysis. Oxford and Malden, MA: Blackwell. 29. Darwinian Gastronomy: ‘Why We Use Spices’, Cornell University, June 1999 30. Danandjaja, J. 1988. Antropologi Psikologi: Teori, Metode dan Sejarah Perkembangannya. Jakarta: Rajawali Pers 31. Davis, M. dan Baldwin, J. (2005) : More Than a Name: An Introduction to Branding , AVA Publishing SA,Switzerland.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
222
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
32. Danhi, R. (2003). What is your country’s culinary identity? Culinology Currents, Winter 2003. 33. Denys Lombard : Nusa Jawa Silang Budaya, Gramedia Pustaka Utama 2005 (first published 1990) 34. Du Cros, H. (2013) Tourism and Intangible Cultural Heritage. Madrid: UNWTO. 35. Eric Cohen & Nir Avieli :'Food In Tourism, Annals Of Tourism Research, October 2004 (31-4, 755 - 758), Sage Publication Inc, California 36. Eurobarometer (2014) Preferences of Europeans Towards Tourism. Flash Eurobarometer 37. Ferdinand de Saussure (1988), Pengantar Linguistik Umum - Yogyakarta: Gadjah Mada University Press 38. Freedman, Paul (Editor). 2007. Food: the History of Taste. California: University of California Press 39. Freeman N. 2010. Ethnic cuisine: Indonesia. Gastronomic Sci 4(8):54-86 40. Fischler, C. (1988). "Food, self and identity." Social Science Information 27(2) 41. Fossali PB. 2008. Seven conditions for the gastronomic sciences 42. Florida, R. (2002) The Rise of the Creative Class: And How It’s Transforming Work, Leisure, Community and Everyday Life USA: Basic Books 43. Foord, J. (2008) ‘Strategies for Creative Industries: An International Review’ Creative Industries Journal, 1 (2), pp 91-113 44. George, Susan. (terj. Sandria Komalasari). 2007. Pangan dari Penindasan sampai ke Ketahanan Pangan. Yogyakarta: Insist. 45. Gillian McKeith : You Are What You Eat: The Plan That Will Change Your Life, Paperback – March 28, 2006 46. Ginzel, L.S. 1984. Lapo Tuak, Arena Interaksi Sosial bagi Masyarakat Batak Toba 47. Gyimóthy, S. dan Mykletun, R. (2008) : Scary food: Commodifying Culinary Heritage as Meal Adventures in Tourism. Journal of vacation m arketing,15(30). 48. Gillesoie C, Cousins JA. 2001. European Gastronomy into the 21st century. Oxford:Butterworth-Heinenmann. 49. Herayati, Yetti et.al. 1984-1985. Makanan: Wujud, Variasi dan Fungsinya serta Cara Penyajiannya pada Orang Sunda di Jawa Barat. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan 50. Hildred Geertz : "The Religion of Java" (1960), University Of Chicago Press 1976 paperback: ISBN 0-226-28510-3 51. Hjalager AM, Greg R. 2002. Tourism and Gastronomy. Routledge, London. 52. Hjalager, A.-M. (2004). What Do Tourists Eat and Why? Toward A Sociology of Gastronomy and Tourism. Tourism (Zagreb), 52(2), 195-201. 53. Hoed, Benny H (2011), Getok Tular Semiotik Gosip 54. Bhabha, Homi K. (1994). The Location of Culture, London and New York: Routledge . 55. Howkins, John (2002): The Creative Economy: How People Make Money from Ideas. London, England: Penguin Books Ltd. 56. Ignatov, E. (2004). The Canadian Culinary Tourists: How well do we know them? Unpublished M.A. thesis, University of Waterloo, Waterloo, ON, Canada. 57. Ignatov, E., & Smith, S. (2006). Segmenting Canadian Culinary Tourists. Current Issues in Tourism, 9(3), 235-255. 58. Irma Tikkanen : 'Maslow's hierarchy and food tourism in Finland: five cases', British Food Journal, Vol. 109 Iss: 9, pp.721 - 734 59. Jan Vidar Haukeland and Jens Kr. Steen Jacobsen.Gastronomy in the periphery Food and cuisine as tourism attractions on the top of Europe Paper presented at the 10th Nordic Tourism Research Conference, Vasa, Finland 18–20 October 2001 60. J. Daeng , Hans. 2000. Manusia Kebudayaan dan Lingkungan Tinjauan Antropologis. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. 61. Jeffrey Steingarten : The Man Who Ate Everything, Published October 27th 1998 by Vintage (first published November 4th 1997) 62. Jean Anthelme Brillat-Savarin : The Physiology of Taste: Or, Meditations on Transcendental Gastronomy, Published December 31st 1978 by Houghton Mifflin Harcourt P (first published 1825)
Edisi II
Indrakarona Ketaren
223
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
63. Koentjaraningrat. 1999. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan. 64. Koentjaraningrat, 1984 :’Kebudayaan Jawa’ . Jakarta, Balai Pustaka 65. Lee, K.H., and Scott, N. (2015), “Food tourism reviewed using the paradigm funnel approach”, Journal of Culinary Science & Technology, 13, pp. 95-115. 66. Lombard, Denys. 2000. Nusa Jawa Silang Budaya (Jilid II: Jaringan Asia). Jakarta: Gramedia. 67. Long, Lucy M : Culinary Tourism, University Press of Kentucky, 2004 68. Marpaung, P. 1989. Fungsi Sosial Minuman Tuak pada Masyarakat Urban Suku Bangsa Batak Toba di Pematang Siantar 69. Marsono, dkk, 1998 :’Makanan Tradisional Dalam Serat Centhini’ . Yogyakarta : Pusat Kajian Makanan Tradisional (PKMT) UGM 70. M.F.K. Fisher : The Art of Eating, Published February 20th 2004 by Houghton Mifflin Harcourt (first published 1954) 71. Maguelonne Toussaint : History of Food, Published September 28th 1994 by WileyBlackwell (first published 1987) 72. Michael Pollan : Food Rules: An Eater's Manual, Published December 29th 2009 by Penguin Books (first published December 29th 2008) 73. Meilawati, Avi. 2009. Analisis Nama Tumpeng Sesaji dalam Upacara Ruwatan Murwakala (Analisis Semantis-Semiotis). Tesis. Yogyakarta: UGM. 74. Mintz, S. W. and C. M. D. Bois (2002). "The Anthropology of Food and Eating." Annual Review of Anthropology. 75. Methildis Aveliani Blog 76. Mitchell, R., and Hall, C.M. (2006), “Wine tourism research: the state of play”, Tourism Review International, 9 (4), pp. 307-332. 77. Montagnè , Prosper (1977): New Larousse Gastronomique: The World's Greatest Cookery Ref- erence Book. Middlesex, England. Hamlyn Publishing Group Ltd. 78. Moeradya, Siti Woeryan Soemodiyah, 2005 :’Kitab Primbon Lukmanakim Adammakna’ . Yogyakarta : Buana Raya 79. Morgan, L. (2008). "Diplomatic Gastronomy : Style and Power at the Table. School of History and Politics. Adelaide, The University of Adelaide and Le Cordon Bleu. Master of Arts (Gastronomy). 80. Montagnè, Prosper (1977): New Larousse Gastronomique : 'The World's Greatest Cookery Reference Book'. Middlesex, England. Hamlyn Publishing Group Ltd. 81. Morgenthau, H. J. (1985). Politics among nations : The struggle for power and pe ace. New York, Knopf. 82. Mustikarasa: Resep Masakan Indonesia Warisan Sukarno, Penerbit: Komunitas Bambu, Tahun: 2016 83. Naskah Serat Centhini (Koleksi Reksopustoko Istana Mangunegaran Surakarta 84. Naskah Serat Wilujeng Jumenengan Krama Mangkunegaran No 90 MN (Koleksi Rekso Pustoko Istana Mangunegaran Surakarta) 85. Naskah Goenandrijo (Koleksi Museum Sonobudoyo Yogyakarta) 86. Nuraida Joyokusumo, BRAy : Warisan Kuliner Keraton Yogyakarta. 87. OECD (2009) The Impact of Culture on Tourism. Paris: OECD. 88. Paarlberg, R. L. (2010). Food Politics: What Everyone Needs to Know. New York, Oxford, University Press. 89. Philip Leo : Chinese Loanwords Spoken by the Inhabitants of the City of Jakarta, Lembaga Research Kebudayaan Nasional, LIPI, 1975 90. Pine, J. and Gilmore, J. (1999). The Experience Economy. Boston: Harvard Business School Press. 91. Primbon Jawa (Koleksi Pustoko Istana Mangunegaran Surakarta 92. Purwadi, 2005 :’Upacara Tradisional Jawa Menggali Untaian Kearifan Lokal’ . Yogyakarta : Pustaka Pelajar 93. Rao, H., Monin, P. & Durand, R. (2003). Institutional change in toque ville: Nouvelle cuisine as an identity movement in French gastronomy. The American Journal of Sociology. 94. Reynolds, C. J. (2010). "Tipping the Scales: A New Understanding of Food’s Power in the Political Sphere." International Journal of Interdisciplinary Social Sciences
Edisi II
Indrakarona Ketaren
224
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
95. Richards G (2011) : 'Creativity and tourism: The state of the art', Annals of Tourism Research, 38(4), Pages 1225–1253 96. Richards G (2012) : 'Food and the Tourism Experience: Major Findings and Policy Orientation - In Dodd, D. (ed.) Food and the Tourism Experience. OECD, Paris 97. Rockower, P ., (2011). Korean Tacos and Kimchi Diplomacy. Retrieved July 29, 2013 98. Roosen, W. (1980). "Early Modern Diplomatic Ceremonial: A Systems Approach." The Journal of Modern History 99. Schanbacher, W. D. (2010). The politics of food : the global conflict between food security and food sovereignty. Santa Barbara, Calif., Praeger Security International. 100. Santich, B. (2004). The study of gastronomy and its relevance to hospitality education and training. International Journal of Hospitality Management. 101. Sirait, W. dan O. Sihotang. 1986. Berbagai Fungsi Kedai Tuak. Pemikiran tentang Batak 102. Soeparto, Siti Rochani. 2008. “Aneka Tumpeng Tradisional”. Dalam seminar pengenalan budaya Jawa melalui tumpeng tradisional disertai maknanya di Universitas Gadjah Mada. 103. Suryatini N. Ganie : Upaboga di Indonesia : Ensiklopedia Pangan & Kumpulan Resep, PT Grafika Multiwarna, Jakarta, Desember 2003 104. Suryatini N. Ganie : Mahakarya Kuliner - 5000 Resep Makanan & Minuman Di Indonesia, PT Gramedia Pustaka Utama, Desember - 201 0 105. Sunardi, Teddy (2010), Filosofi Nasi Tumpeng Dalam Tradisi Jawa 106. Tannahill, R. (1988). Food in history. London, England, Penguin Books. 107. Throsby, D. (2007) ‘Modelling the Creative/ Cultural Industries’ New Directions in Research: Substance, Method and Critique, Royal Society of Edinburgh, Scotland, pp 11-12 108. Timbul Haryono, Prof Dr : "Upacara Ruwat: Makanan Tradisional Beserta Kelengkapannya", Laporan Penelitian. Pusat Kajian Makanan Tradisional UGM. (Ditulis bersama Prof. Dr. Marsono.) 109. Timbul Haryono, Prof Dr : “Makanan tradisional pada upacara ruwatan di Jawa Tengah dan Yogyakarta berdasarkan sumber-sumber tertulis”. 110. Timbul Haryono, Prof Dr : “Simbolisasi dalam Makanan Tradisional Jawa: Sebuah Kajian Aspek Budaya”, Universitas Brawijaya, Malang. 111. Timbul Haryono, Prof Dr : "Unsur-unsur Penyerta Pada Berbagai Jenis Tumpeng Dalam Kebudayaan Jawa", Seminar Nasional Makanan Tradisional, PAU Pangan-Gizi UGM, Yogyakarta. 112. Timbul Haryono, Prof Dr : "Tinjauan Sejarah Makanan/Minuman Tradisional Jawa", Makalah Ceramah Ilmiah, Yogyakarta: Bidang Jarahnitra, PKMT UGM, Yayasan Hari Ibu Kowani, 24 Oktober 1998 113. Timbul Haryono, Prof Dr : “Serat Centhini sebagai Sumber Informasi Jenis Makanan Tradisional Masa Lampau, Humaniora VIII (') : 92-98. 114. Timbul Haryono, Prof Dr : “Tinjauan Sejarah Makanan dan Minuman Tradisional Jawa, Yogyakarta”: Jarahnitra - PKMT UGM. 115. Timbul Haryono, Prof Dr : "Inventarisasi Makanan dan Minuman dalam Sumber-sumber Arkeologi Tertulis", Laporan Penelitian. Universitas Gadjah Mada. 116. Timbul Haryono, Prof Dr : "Wisata Boga Makanan Tradisional: Pelestarian dan Pengembangannya sebagai Aset Budaya", Makalah pada Simposium Internasional Ilmu-Ilmu Humaniora III. Yogyakarta 117. Timbul Haryono, Prof Dr : "Makanan dan Minuman pada Masa Jawa Kuon Pengembangan dan Pelestariannya untuk Aset Budaya", Seminar Makanan Tradisional Sebagai Aset Budaya Bangsa, Yogyakarta 118. Timbul Haryono, Prof Dr : "Jajan Pasar dalam Persepsi Budaya Jawa", Makalah dalam seminar Jajan Sebagai Aset Budaya dan Pariwisata, Yogyakarta, 14 Desember 1995 119. Torres, R. (2002) : Toward a better understanding of the tourist and agricultural linkages in the Yucatan: Tourist food consumption and preferences. Tourism Geographies Publisher.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
225
GASTRONOMI UPABOGA INDONESIA
”.. makanan punya kisah ..” ”.. food has its tale ..” ”.. cibus habet fabula ..”
" .. satu tunas pelestarian kekayaan dan keragaman pusaka warisan budaya .."
120. Trubek, Amy (2000): Haute Cuisine: How the French Invented the Culinary Profession. Phila- delphia, Pennsylvania: University of Pennsylvania Press 121. Urbach, K. (2003). "Review: Diplomatic History since the Cultural Turn." The Historical Journal 122. Van Esterik P. 2008.Food Culture in Southeast Asia. London: Greenwood Press. 123. Wahono, Francis, dkk. 2004. Pangan Kearifan Lokal dan Keanekaragaman Hayati. Yogyakarta: Cindelaras Pustaka Rakyat Cerdas. 124. Wang, P. & Zhu, W. (2010) Mediating Role of Creative Identity in the Influence of Transformational Leadership on Creativity: Is There a Multilevel Effect? Journal of Leadership & Organizational Studies, 18 (1), pp 25-39, (Accessed: March 2 011) 125. Wahyono, Parwatri. Tt :’Tumpeng Dalam Budaya Jawa’ . Depok, Program Studi Sastra Jawa FIB, Universitas Indonesia 126. Wehmeier, Sally (editor) (2000): Oxford Advanced Learner's Dictionary. 6th ed. Oxford, UK: Oxford University Press 127. Wikipedia 128. Wilkins, John. 1996. Food In European Literature. Exeter: Intellect Books. 129. Wrangham, Richard : 'Significance of Paleo-Gastronomy' : at seminar IACP (International Association of Culinary Professionals), Harvard University 130. Wrangham, Richard (2009) : 'Catching Fire: How Cooking Made Us Human': London, England. Profile Books Ltd. 131. Zaairul Haq, Muhammad. 2011. Mutiara Hidup Manusia Jawa. Malang: Aditya Media Publishing.
Edisi II
Indrakarona Ketaren
226