BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Desinfektan didefinisikan sebagai bahan kimia atau pengaruh fisika yang digunakan untuk mencegah nterjadinya infeksi atau pencemaran jasad renik seperti bakteri dan virus, juga untuk membunuh atau menurunkan jumlah mikroorganisme atau kuman penyakit lainnya. Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan pada jaringan hidup lainnya (Dwidjoseputro, 1985). Disinfektan adalah produk atau biosida yang digunakan untuk membunuh mikroorganisme di dalam maupun di permukaan suatu benda mati. Zat ini tidak harus bersifat sporosidal, melainkan sporostatik yaitu dapat menghambat pertumbuhan kuman. Antiseptik adalah produk atau biosida yang dapat menghancurkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme di dalam maupun permukaan suatu jaringan hidup. Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan salah satu bakteri yang sering ditemukan di berbagai tempat yaitu permukaan benda, baju, lantai, tanah, rumah sakit, bahkan pada kulit manusia, dan bersifat patogen bagi manusia (Brooks et al., 2007). Berdasarkan uraian tersebut, S. aureus & E. coli menjadi pilihan untuk digunakan sebagai bakteri uji. (Brooks et al., 2007). Zat disinfektan dalam cairan pembersih lantai akan membunuh mikroorganisme yang terdapat di lantai. Mikroorganisme tersebut antara lain adalah Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Enterobacter cloacae,Salmonella sp. dan lain-lain (Rasmika Dewi Dap dkk.,2008). Antibakteri diartikan sebagai bahan yang menggangu pertumbuhan dan metabolisme bakteri, sehingga bahan tersebut dapat menghambat pertumbuhan atau bahkan menumbuh bakteri (Pelczar dan Chan, 2005). Diantaranya adalah dengan menggunakan antiseptik dan disinfektan. Antiseptik merupakan zat yang digunakan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh bakteri. Disinfektan adalah bahan yang dapat mematikan sel vegetatif bakteri tetapi belum tentu mematikan sporanya (Isadiartuti dan Retno, 2005). Mekanisme daya kerja antimikroba terhadap sel dapat dibedakan atas beberapa kelompok di antaranya merusak dinding sel, mengganggu permeabilitas sel, merusak molekul protein dan asam nukleat, menghambat aktivitas enzim, serta menghambat sintesis asam nukleat. Aktivitas antimikroba yang dapat diamati secara langsung adalah perkembangbiakannya. Oleh karena itu, antimikroba dibagi menjadi dua macam yaitu antibiotik dan disinfektan. Antibiotik adalah senyawa yang dihasilkan oleh mikroorganisme tertentu yang mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan bakteri atau bahkan membunuh bakteri walaupun dalam konsentrasi yang rendah. Antibiotik digunakan untuk menghentikan aktivitas mikroba pada
jaringan tubuh makhluk hidup sedangkan desinfektan bekerja dalam menghambat atau menghentikan pertumbuhan mikroba pada benda tak hidup, seperti meja, alat gelas, dan lain sebagainya. Pembagian kedua kelompok antimikroba tersebut tidak hanya didasarkan pada aplikasi penerapannya melainkan juga terhadap konsentrasi mikroba yang digunakan (Soekardjo, 1995). Salah satu bakteri yang dapat menyebabkan infeksi pada kulit adalah Staphylococcus aureus (gram positif) dan Escherichia coli (gram negatif). Infeksi kulit yang disebabkan oleh Staphylococcus aureus dapat berupa jerawat dan impetigo (Jawetz et al., 2001), sedangkan Escherichia coli merupakan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan infeksi diare pada manusia yang dapat ditularkan melalui air maupun tangan yang kotor. Sabun antiseptik memiliki kemampuan dalam menghambat pertumbuhan bakteri, baik bakteri gram positif maupun gram negatif. Untuk mengetahui kemampuan masing-masing daya hambat sabun antiseptik, perlu dilakukan penelitian tentang kemampuan sabun antiseptik dalam menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Escherichia coli. Beberapa penelitian membuktikan bahwa Escherichia coli (E. coli) termasuk salah s atu bakteri yang paling sering ditemukan di lantai (Nurina Susanti Listyawati, 2007). 1.2 Tujuan Adapun tujuan dari praktikum ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh desinfektan terhadap pertumbuhan bakteri patogen. 2. Untuk mengetahui pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan bakteri patogen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Desinfektan (antiseptic) didefinisikan sebagai bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh pertumbuhan jasad renik seperti bakteri, jamur dan lain-lain pada jaringan hidup. Disinfektan adalah senyawa yang dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Disinfektan digunakan untuk barang-barang tak hidup (Subronto dan Tjahajati, 2001). Antibakteri atau antimikroba adalah bahan yang dapat membunuh atau menghambat aktivitas mikroorganisme dengan bermacam-macam cara. Senyawa antimikroba terdiri atas beberapa kelompok berdasarkan mekanisme daya kerjanya atau tujuan penggunaannya. Bahan antimikroba dapat secara fisik atau kimia dan berdasarkan peruntukannya dapat berupa desinfektan, antiseptik, sterilizer, sanitizer, dan sebagainya (Lutfi 2004). Antibakteri adalah senyawa yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan bakteri yang bersifat merugikan. Pengendalian pertumbuhan mikroorganisme bertujuan untuk mencegah penyebaran penyakit dan infeksi, membasmi mikroorganisme pada inang yang terinfeksi, dan mencegah pembusukan serta perusakan bahan oleh mikroorganisme (Sulistyo, 1971). Antimikrobia meliputi golongan antibakteri, antimikotik, dan antiviral (Ganiswara, 1995). Disinfeksi berarti mematikan atau menyingkirkan organisme yang dapat menyebabkan infeksi. Disinfeksi biasanya dilaksanakan dengan menggunakan zat-zat kimia seperti fenol, formaldehid, klor, iodium dan sublimat. Pada umumnya disinfeksi dimaksudkan untuk mematikan sel-sel yang lebih sensitif tetapi bukan spora-spora yang tahan panas. Disinfektan adalah bahan yang digunakan untuk melaksanakan disinfeksi. Seringkali sebagai sinonim digunakan istilah antiseptik, tetapi pengertian disinfeksi dan disinfektan biasanya ditujukan terhadap benda-benda mati, seperti lantai, piring dan pakaian (Irianto, 2007). Beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan proses pembasmian bakteri antara lain yaitu germisida adalah bahan yang dipakai untuk membasmi mikroorganisme dengan mematikan sel-sel vegetatif, tetapi tidak selalu mematikan sporanya. Bakterisida adalah bahan yang dipakai untuk mematikan bentuk-bentuk vegetatif bakteri. Bakteriostatik adalah suatu bahan yang mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan bakteri tanpa mematikannya.Antiseptik adalah suatu bahan yang menghambat atau membunuh mikroorganisme dengan mencegah pertumbuhan atau menghambat aktivitas metabolismenya (Pelczar dan Chan, 2005). Mekanisme penghambatan terhadap pertumbuhan bakteri oleh senyawa antibakteri dapat berupa perusakan dinding sel dengan cara menghambat pembentukannya atau mengubahnya setelah selesai terbentuk, perubahan permeabilitas membran sitoplasma sehingga menyebabkan keluarnya bahan makanan dari dalam sel, perubahan molekul protein dan asam nukleat, penghambatan kerja
enzim, dan penghambatan sintesis asam nukleat dan protein. Di bidang farmasi, bahan antibakteri dikenal dengan nama antibiotik, yaitu suatu substansi kimia yang dihasilkan oleh mikroba dan dapat menghambat pertumbuhan mikroba lain. Senyawa antibakteri dapat bekerja secara bakteriostatik, bakteriosidal, dan bakteriolitik (Pelczar dan Chan, 1988). Mekanisme penghambatan antibakteri dapat dikelompokkan menjadi lima, yaitu menghambat sintesis dinding sel mikrobia, merusak keutuhan dinding sel mikrobia, menghambat sintesis protein sel mikrobia, menghambat sintesis asam nukleat, dan merusak asam nukleat sel mikrobia (Sulistyo, 1971). Daya antimikrobia diukur secara in vitro agar dapat ditentukan kemampuan suatu zat antimikrobia (Jawetz , 2001). Adanya fenomena ketahanan tumbuhan secara alami terhadap mikrobia menyebabkan pengembangan sejumlah senyawa yang berasal dari tanaman yang mempunyai kandungan antibakteri dan antifungi (Griffin, 1981). Banyak zat kimia yang digolongkan sebagai antiseptik, berikut antiseptik yang umumnya digunakan adalah Alkohol 60- 90% (etil, atau isopropil, atau ”methylated spirit”), Klorheksidin glukonat 2-4%, Yodium 3%, yodium dan produk alkohol berisi yodium atau tincture (yodium tinktur), Iodofor 7,5-10% berbagai konsentrasi (Betadine atau Wescodyne) Klorosilenol 0,5-4% (para kloro metaksilenol atau PCMX) berbagai konsentrasi dan Triklosan 0,2-2% ( Saifuddin, 2005). Disinfektan dapat digolongkan dalam beberapa kelompok berikut ini yakni Senyawa halogen berupa Povidon-iod, iodoform, Ca-hipoklorit, Na-hipoklorit, tosilkloramida, klorheksidin, kliokinol, dan triklosan. Derivat berupa fenol, kresol, resorsinol, dan timol. Zat-zat dengan aktivitas permukaan yaitu cetrimida, cetylpiridinium, benzalkonium, dan dequalinium. Senyawa alkohol, aldehida dan asam berupa etanol dan isopropanol, formaldehida dan glutaral, asam asetat dan borat. Dan Senyawa logam berupa merkuri klorida, fenil merkuri nitrat dan merbromin, perak nitrat dan silverdiazin, sengoksida (Tjay, 2002). Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi 4 kelompok, yang pertama menghambat sintesis dinding sel bakteri. Bakteri mempunyai lapisan luar yang rigid, yakni dinding sel. Dinding sel mempertahankan bentuk bakteri dan pelindung sel bakteri yang mempunyai tekanan osmotik internal tinggi. Tekanan internal tersebut tiga hingga lima kali lebih besar pada bakteri Gram positif daripada bakteri Gram negatif. Trauma pada dinding sel atau penghambatan pembentukannya menimbulkan lisis pada sel. Pada lingkungan yang hipertonik, dinding sel yang rusak menimbulkan bentuk protoplast bakteri sferik dari bakteri Gram positif atau asferoplast dari bakteri Gram negatif. Yang kedua mengganggu permeabilitas membran sel bakteri. Sitoplasma semua sel hidup dibatasi oleh membran sitoplasma yang berperan sebagai barrier permeabilitas selektif, membawa fungsi transpor aktif dan kemudian mengontrol komposisi internal sel. Jika fungsi integritas membran sitoplasma dirusak, makro molekul dan ion keluar dari sel kemudian sel rusak atau terjadi kematian. Membran sitoplasma bakteri mempunyai struktur berbeda dibanding sel binatang dan dapat dengan mudah dikacaukan oleh agen tertentu. Yang ketiga
enghambat sintesis protein sel bakteri. Bakteri mempunyai 70S ribosom, sedangkan sel mamalia mempunyai 80S ribosom. Subunit masing-masing tipe ribosom, komposisi kimianya dan spesifikasi fungsinya berbeda sehingga dapat menerangkan mengapa antibakteri mampu menghambat sintesis protein dalam ribosom bakteri tanpa berpengaruh pada ribosom mamalia. Yang ke empat enghambat sintesis atau merusak asam nukleat bakteri. Bahan antibakteri dapat menghambat pertumbuhan bakteri dengan ikatan yang sangat kuat pada enzim DNA Dependent RNA Polymerase bakteri sehingga menghambat sintesis RNA bakteri (Jawetz, et al. 2005). Uji aktivitas antibakteri dapat dilakukan dengan metode difusi dan metode pengenceran. Disc diffusion test atau uji difusi disk dilakukan dengan mengukur diameter zona bening (clear zone) yang merupakan petunjuk adanya respon penghambatan pertumbuhan bakteri oleh suatu senyawa antibakteri dalam ekstrak. Syarat jumlah bakteri untuk uji kepekaan/sensitivitas yaitu 105-108 CFU/mL (Hermawan dkk, 2007). Metode difusi merupakan salah satu metode yang sering digunakan. Metode difusi dapat dilakukan dengan 3 cara yaitu metode silinder, metode lubang/sumuran dan metode cakram kertas. Metode lubang/sumuran yaitu membuat lubang pada agar padat yang telah diinokulasi dengan bakteri. Jumlah dan letak lubang disesuaikan dengan tujuan penelitian, kemudian lubang diinjeksikan dengan ekstrak yang akan diuji. Setelah dilakukan inkubasi, pertumbuhan bakteri diamati untuk melihat ada tidaknya daerah hambatan di sekeliling lubang (Kusmayati dan Agustini, 2007). Kerusakan bakteri dapat dibagi atas tiga golongan, yaitu Oksidasi Zat-zat seperti H2O2, Na2BO4, KMnO4 mudah melepaskan O2 untuk menimbulkan oksidasi. Klor di dalam air menyebabkan bebasnya O2, sehingga zat ini merupakan disinfektan. Hubungan klor langsung dengan protoplasma pun dapat menimbulkan oksidasi. Yang kedua Koagulasi Banyak zat seperti air raksa, perak, tembaga dan zat-zat organik seperti fenol, formaldehida, etanol menyebabkan penggumpalan protein yang merupakan konstituen dari protoplasma. Protein yang telah menggumpal itu adalah protein yang mengalami denaturasi, dan di dalam keadaan yang demikian itu protein tidak berfungsi lagi. Yang ketiga Depresi dan Tegangan Permukaan Sabun mengurangi tegangan permukaan, oleh karena itu dapat menyebabkan hancurnya bakteri. Dapat dikatakan pada umumnya, bakteri yang berGram negatif lebih tahan terhadap pengurangan tegangan permukaan daripada bakteri yang berGram positif (Dwidjoseputro,1980). Escherichia coli, atau biasa disingkat E. coli, adalah salah satu jenis spesies utama bakteri Gram negatif. Pada umumnya, bakteri yang ditemukan oleh Theodor Escherich ini dapat ditemukan dalam usus besar manusia. E. coli merupakan bakteri berbentuk batang dengan panjang sekitar 2 mm dan diamater 0.5 mm (Arican dan Andic 2011). Berdasarkan latar belakang diatas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai aktivitas antibakteri dari tanaman herbal tersebut terhadap bakteri dalam tubuh ternak. Escherichia coli merupakan bakteri terbanyak yang terdapat di saluran pencernaan ternak terutama unggas dengan jumlah 104 – 105 CFU/ml (Spring, 1997).
Klasifikasi Escherichia coli : Kingdom : Bacteria Filum : Proterobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Family : Enterobacteriaceae Genus : Escherichia Species : Escherichia coli. (Hardjoeno, 2007) E. coli merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi dalam saluran pencernaan. Pada beberapa kasus, E. coli adalah bakteri yang paling banyak menimbulkan infeksi saluran cerna. Tingginya angka kejadian ini disebabkan karena keadaan higienis makanan, minuman dan air yang dikonsumsi kurang baik, serta dipengaruhi oleh higienis lingkungan sekitar (Octa viani, 2007). E.coli merupakan bakteri Gram negatif bersifat anaerob fakultatif dan tidak dapat membentuk spora. Bakteri ini dapat hidup pada berbagai substrat dengan melakukan fermentasi anaerobik menghasilkan asam laktat, suksinat, asetat, etanol, dan karbondioksida (Anonim 2008). E. coli termasuk family Enterobacteriaceae, bentuknya batang atau koma, terdapat tunggal atau berpasangan dalam rantai pendek. (Whittam., et al , 2011). Staphylococcus aureus adalah bakteri Gram positif yang menghasilkan pigmen kuning, bersifat aerob fakultatif, tidak menghasilkan spora dan tidak motil, umumnya tumbuh berpasangan maupun berkelompok, dengan diameter sekitar 0,8- 1,0 μm (Shaikh, 1999). Klasifikasi Staphylococcus aureus adalah : Kerajaan : Bacteria Filum : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Family : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococus aureus Staphylococus aureus merupakan bakteri osmotoleran, yaitu bakteri yang dapat hidup di lingkungan dengan rentang konsentrasi zat terlarut (contohnya garam) yang tinggi, dan dapat hidup pada konsentrasi NaCl sekitar 3 Molar. S. aureus tumbuh dengan optimum pada suhu 37oC dengan waktu pembelahan 0,47 jam (Prescott dkk., 2002). Bakteri ini biasanya terdapat pada saluran pernafasan atas dan kulit, keberadaan S. aureus pada saluran pernafasan atas dan kulit pada individu jarang menyebabkan penyakit, individu sehat biasanya hanya berperan sebagai karier (Honeyman, 2001). Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif, dinding selnya terdiri dari peptidoglikan yang sangat tebal dan memberi kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel (Morin dan Gorman, 1995). Bakteri ini bersifat anaerob fakultatif, tumbuh baik pada kondisi habitat yang mengandung NaCI hingga 10 % dan pada suhu 60 °C hingga 30 menit (Bauman, 2007). Staphylococcus aureus tumbuh pada suhu 7 -
47,8 °C dan memproduksi enterotoksin antara suhu 10 - 46 °C (Jay, 1992). Telah ditemukan beberapa kelompok isolat Staphylococcus aureus yang telah resisten terhadap antibiotika (Anjarwati dan Dharmawan, 2010)
BAB III PELAKSANAAN PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat Praktikum mikrobiologi dengan judul Uji Disinfektan dilaksanakan pada hari Senin tanggal 26 Februari 2018, Pukul 13.30-15.30 WIB, Tempat di Laboratorium Teaching III, Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. 3.2 Alat dan Bahan Adapun alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah : 3.2.1
Alat
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah bunsen, petridish, cotton bud, kertas saring, dan pinset. 3.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli, wipol, betadine obat kumur, betadine obat luka, sabun cair antibakteri, spiritus, antibiotik amphicillin, medium NA, dan alkohol 70%. 3.3 Cara Kerja Tempat kerja disterilkan terlebih dahulu dengan alkohol 70% dan selalu bekerja di dekat bunsen agar selalu bekerja dengan aseptis. Setelah itu siapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam praktikum ini. 2 buah petridish yang sudah disiapkan kemudian dibagi menjadi 4 kuadran dan ditulis dengan keterangan dibagian dasar petridish. Selanjutnya, medium NA yang sudah dipanaskan, dituangkan ke dalam petridish secukupnya dan tunggu hingga medium mengeras. Setelah medium mengeras, oleskan bakteri Staphylococcus aureus dan Eschericia coli ke masingmasing petridish berbeda. Oleskan bakteri hingga merata ke seluruh bagian medium NA. Kertas saring atau kertas cakram kemudian dipotong bulat bulat menggunakan pemotong kertas yang sudah disterilkan terlebih dahulu. Kertas saring terdiri dari 3 lapis agar kertas saring tidak mudah rusak ketika sudah direndam dalam cairan. Bahan yang dibutuhkan seperti wipol, betadine obat kumur, betadine obat luka, antibiotik amphicillin, dan sabun cair antibakteri dimasukkan masing-masing ke dalam test tube yang sudah disterilkan. Kemudian pinset dibersihkan dengan menggunakan alkohol 70% lalu dibakar dengan bunsen agar pinset tetap ste ril. Setelah itu, kertas saring yang sudah dipotong bulat-bulat diambil dengan menggunakan pinset dan dicelupkan ke dalam cairan dan tunggu hingga kering. Masukkan kertas yang sudah dicelupkan ke dalam cairan tadi ke dalam petri dan letakkan dibagian kuadran sesuai dengan cairan yang dicelupkan tadi. Lakukan cara yang sama pada cairan cairan yang lain. Setelah selesai, balut petridish dengan plastic wrap dan bungkus dengan kertas buram agar tetap steril dan bebas dari kontaminasi.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data Pengamatan 4.1.1 Tabel 1. Diameter rata-rata zona hambat S.Aureus
E.Coli
Sc
Bo
Am
W
B
Am
Sc
Bo
B
W
44 mm
9 mm
16 mm
30 Mm
15 mm
14,5 mm
15 mm
7,5 mm
17 mm
33,5 mm
Keterangan : Am = Ampicilin Bo = Betadine obat kumur B = Betadine obat luka W = Wipol Sc = Sabun cair 4.1.2 Gambar hasil pengamatan
Keterangan : Am = Ampicilin Bo = Betadine obat kumur B = Betadine W = Wipol Sc = Sabun cair Gambar 1. (Kiri) Uji desinfektan terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus dan Gambar 2. (Kanan) Uji desinfektan terhadap pertumbuhan Eschericia coli
Berdasarkan tabel 1 dapat diketahi bahwa zona hambat pada pertumbuhan S.aureus menggunakan antibiotik ampicillin sebesar 16 mm, pada betadine obat kumur sebesar 9 mm, pada betdaine obat luka sebesar 15 mm, pada sabun cair sebesar 44mm dan pada wipol sebesar 30 mm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa diameter zona hambat paling besar pada pertumbuhan bakteri S.aureus adalah zona hambat pada sabun cair. Diameter zona hambat pada pertumbuhan E.coli menggunakan antibiotik ampicillin sebesar 14,5 mm , pada sabun cair sebesar 15 mm, pada betadine obat kumur sebesar 7,5 mm, pada betadine obat luka sebesar 1 7 mm dan pada wipol 33,5 mm. Dari penganalisaan dapat diketahui bahwa diameter zona hambat paling besar pada pertumbuhan bakteri E.coli adalah zona hambat pada wipol. Berdasarkan gambar 1 diatas dapat dilihat bahwa pada bakteri S.aureus yang memiliki zona hambat paling besar adalah sabun cair. Sedangkan yang memiliki zona bening pang kecil adalah betadin obat kumur. Pada gambar 2 E.coli pada hasil yang didapatkan juga terjadi kesalahan. Dimana, pada kuadran z ona hambat yang dihasilkan bergabung. Hal tersebut karena pada saat praktikum, kertas saring yang digunakan masih basah sehingga menyebabkan hasilnya bergabung. Terbentuknya area bening disekitar koloni bakteri menunjukkan adanya penghambatan bakteri uji. Semakin luas areal bening menunjukkan semakin tinggi aktivitas antimikroba. Zona bening tersebut terjadi karena antimikroba akan mengakibatkan pembentukan cincin-cincin hambatan di dalam area pertumbuhan bakteri yang padat sehingga tak ada bakteri yang tumbuh pada cincin tersebut. Semakin banyak zona bening yang terbentuk, semakin patogen pula bakteri tersebut. Keampuhan suatu antimikroba dapat dilihat dari seberapa besar zona bening yang terbentuk akibat berdifusinya zat antimikroba tersebut. Antimikroba yang berbeda memiliki laju difusi yang berbeda pula, karena itu keampuhan antimikroba satu sama lain tidak sama (Wilson, 1882). Perbedaan zona hambat yang terjadi antara ke dua bakteri tersebut di duga terjadi karena kandungan dinding sel yang berbeda. Ajizah et al . (2007) menyatakn bahwa dinding sel bakteri gram positif terdiri atas peptidoglikan sangat tebal yang memberikan kekakuan untuk mempertahankan keutuhan sel. Campbell et al . (1996) menyatakan bahwa dinding sel gram negatif mengandung lipopolisakarida yang membantu melindungi bakteri dari antibiotik dengan cara menghalangi masuknya antibiotik. Betadine obat kumur mengandung Povidone iodine 1% merupakan iodine kompleks yang berfungsi sebagai antiseptik yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang ada di dalam atau di atas jaringan hidup. 38,42 Aktivitas antimikroba povidone iodine didapatkan dari kemampuan oksidasi kuat iodine bebas terhadap asam amino, nukleotida dan ikatan ganda, dan juga lemak bebas tidak jenuh. Hal ini menyebabkan povidone iodine mampu merusak protein dan DNA mikroba (Reimer Dkk, 1998). Sabun merupakan suatu bahan yang digunakan untuk membersihkan kulit baik dari kotoran maupun bakteri. Sabun yang dapat membunuh bakteri dikenal dengan sabun antiseptik. Sabun antiseptik atau disebut juga dengan sabun obat mengandung asam lemak yang bersenyawa dengan alkali dan ditambah dengan zat kimia atau bahan
obat. Sabun ini berguna untuk mencegah, mengurangi ataupun menghilangkan penyakit atau gejala penyakit pada kulit. Tidak seperti sabun biasa, sabun antiseptik mengandung komposisi khusus yang berfungsi sebagai antibakteri. Di dalam sabun, triclosan dan triclocarban merupakan zat antibakteri yang paling sering ditambahkan. Bahan inilah yang berfungsi mengurangi jumlah bakteri berbahaya pada kulit. Ada juga sabun antiseptik yang menggunakan choroxylenol untuk membunuh bakteri (Lubis, 2003). Sabun dettol antibakteri memiliki kandungan bahan aktif yang mampu membunuh bakteri-bakteri jahat. Salah satu bahan aktif yang terkandung di dalamnya adalah tricloacarban yang mampu membunuh mikroba patogen penyebab infeksi. San Ampicillin merupakan antibiotik yang digunakan untuk mecegah infeksi dari bakteri atau mikroba patogen penyebab penyakit. Ampicillin menghambat hingga tahap-tahap terakhir proses sintesis dinding sel bakteri tersebut.
1
BAB V PENUTUP
4.1.Kesimpulan Kesimpulan dari praktikum pengenalan alat-alat dilaboratorium mikrobiologi dan pembuatan media ini adalah : 1. Pengaruh desinfektan terhadap bakteri patogen ialah dapat menyingkirkan dan mematikan bakteri patogen penyebab infeksi yang terdapat pada suatu mikroorganisme. 2. Pengaruh antibiotik terhadap pertumbuhan mikroba adalah antibiotik dapat mencegah pertumbuhan dari mikroba atau bateri patogen yang berkembang semakin banyak. 4.2 Saran Saran untuk praktikum selanjutnya adalah Praktikan untuk praktikum selanjutnya harus lebih serius dan teliti dalam melakukan pengerjaan dan Praktikan harus mengetahui langkah-langkah dan proses yang dilakukan dalam pengerjaan agar tidak terjadi kegagalan dalam praktikum selanjutnya.
2
DAFTAR PUSTAKA
Arican A, S Andic. 2011. Survival of E. coli O157:H7 in yoghurt incubated until two different pH value and stored at 4 °C . Di dalam Kafkas Univ Vet Fak Derg 17 (4): 537-542. Turki: Yüzüncü Yil Press. Ajizah. A, Thihana dan Mirhanuddin (2007) Potensi Ekstrak Kayu Ulin (Eusideroxylon zwageri T et B) Dalam Menghambat Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus Secara In Vitro. BIOSCIENTIAE. Volume 4, Nomor 1, Januari 2007. Brooks, G.F., Carroll, K.C., Butel, J.S., dan Morse, S.A. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelberg's Medical Microbiology. 24th ed. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc. Campbell, N. A., J. B, Reece dan L.A, Mitchell. Biologi. Edisi kelima, Jilid I. Terjemahan dari Biology, Oleh Rahayu Lestari, dkk. Erlangga, Jakarta. Dwidjoseputro D., Dr., Prof. 1980. Dasar-dasar Mikrobiologi. Djambatan. Malang. Dwidjoseputro, D. 1994. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta. Irianto, Koes. 2007. Mikrobiologi Menguak Dunia Organisme Jilid 1. CV. Yrama Widya. Bandung. Isadiartuti, D. dan S. Retno. 2005. Uji Efektifitas Sediaan Gel Antiseptik Tangan yang Mengandung Etanol dan Triklosan. Majalah Farmasi Airlangga. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. 2005. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta. Lubis, L. S. 2003. Sabun obat . http://library.usu.ac.id/download/fmipa/farmasilely1.pdf. Tanggal akses, 1 Februari 2018 Lutfi A. 2004. Kimia Lingkungan. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional. Nurina Susanti Listyawati. 2007. Beberapa Faktor yang Berhubungan Dengan Angka Kuman Pada Lantai Unit Perawatan Rumah Sakit Banyumanik Semarang. Semarang.
Octaviani, R. 2007. Profil kromatogram dan aktivitas antibakteri ekstrak etanol rimpang lempuyang gajah (Zingiber zerumbet) terhadap bakteri Escherichia coli in vitro. http:// eprints.undip.ac.id/22663 /1/Rima.pdf. Diakses tanggal 20 Nopember 2012. Pelczar, M.J., dan Chan, E.C.S. 2005. Dasar-Dasar Mikrobiologi. UI Press. Jakarta. Reimer K, Schreier H, Erdos G, Konig B, Fleischer W. Molecular effects of a microbicidal substance on relevant microorganisms:electron microscopic and biochemical studies on povidone iodine. Zentralbl Hyg Umweltmed, 200 (5-6): 423-34.
3
Saifuddin, 2005. Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta. Spring P. 1997. Understanding the development of the avian gastrointestinal microflora: An essential key for developing competitive exclusion products. Proc. Alltech 11th Annual Asian Pacific Lecture-Tour 149 – 160. Subronto dan Tjahadjati, 2001. Ilmu Penyakit Ternak II . Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Wilson Gisvold. 1982. Buku Teks Wilson dan Gisvold Kimia Farmasi dan Medisinal Organik. Semarang : IKIP Semarang Press.
4