2.1.
Pengendalian Manufaktur Berorientasi Beban ( Load Oriented Manufacturing Control )
Salah satu tujuan dari suatu sistem manufaktur yang cukup penting adalah mengurangi lead time dan tingkat persediaan setengan jadi. Untuk mencapai tujuan tersebuat telah dikembangkan suatu konsep baru dalam pengendalian sistem manufaktur yaitu konsep beban kerja. Salah satu konsep beban kerja yang dikembangkan adalah Load adalah Load Oriented Manufakturing Control (pengendalian Control (pengendalian manufaktur berorientasi beban). Beban yang berlebih akan menyebabkan kondisi yang lebih buruk terhadap competitor order yang mengantri serta pengurutan operasi akan semakin tidak menentu.
2.3.
Prosedur Load Oreiented Manufacturing Control
Prosedur dari Load dari Load Oriented Manufacturing Control adalah Control adalah sebagai berikut: 1 1.
Perencanaan Kapasitas (Capacity (Capacity Planning Planning )
2.
Perencanaan Release Perencanaan Release Order (Pelepasan Order (Pelepasan order)
3.
Sequencing
4.
Memonitoring perhitungan data (monitoring (monitoring data calculation) calculation)
2.3.1. Perencanaan Kapasitas
2
Kapasitas didefinisikan sebagai jumlah output (produk) output (produk) maksimum yang dapat dihasilkan suatu fasilitas produksi dalam suatu selang waktu tertentu. Pengertian ini harus dilihat dari tiga perspektif agar lebih jelas, yaitu:
1 2
Wiendahl, Hans-Peter. 1995. Load 1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover. Kusuma, Hendra. 2004. Manajemen 2004. Manajemen Produksi, Perencanaan & Pengendalian Produksi. Produksi . Yogyakarta: Andi.
1.
Kapasitas desain: Menunjukkan output maksimum pada kondisi ideal di mana tidak terdapat konflik penjadwalan, tidak ada produk yang rusak atau cacat, perawatan hanya yang rutin, dsb.
2.
Kapasitas efektif: Menunjukkan output maksimum pada tingkat operasi tertentu. Pada umumnya kapasitas efektif lebih rendah daripada kapasitas desain.
3.
Kapasitas aktual: Menunjukkan output nyata yang dapat dihasilkan oleh fasilitas produksi. Kapasitas aktual sedapat mungkin harus diusahakan sama dengan kapasitas efektif. Ada dua faktor tambahan yang harus dipertimbangkan dalam menentukan kapasitas
tersedia. Faktor pertama adalah utilisasi. Faktor kedua adalah efisiensi. Efisiensi secara formal didefinisikan sebagai rata-rata dari jam standar produksi per jam kerja aktual. Jika waktu standar secara tepat benar, efisiensinya adalah 1. Jika waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan adalah kurang dari waktu standar, efisiensinya lebih dari 1. Jika waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan lebih dari waktu standar, efisiensinya kurang dari 1. Rumus berikut merupakan rumus menentukan kapasitas tersedia. Waktu tersedia
= jumlah mesin jam kerja
Kapasitas tersedia
= waktu tersedia x utilisasi x Efisiensi
2.3.2. Release Order (Pelepasan Order)
3
Load-oriented order release merupakan metode untuk mengendalikan flow time dilantai pabrik dengan mengendalikan inputan aktual pekerjaan versus output terencana. Gambar 2.2. menunjukkan keadaan pada akhir periode penjadwalan pada sebuah stasiun kerja. Pada gambar sebelah kiri dapat dilihat bagian dari kurva input dan output masa lalu dan diagram throughput yang ideal untuk periode selanjutnya. 3
Wiendahl, Hans-Peter. 1995. Load Oriented Manufacturing Control, Berlin: Springer-Verlarg, Hannover.
Inventori awal yang sebenarnya, (disebut leftover inventory ( ILO) dalam gambar), adalah penyimpangan dari planned mean inventory. Jadi, pekerjaan yang direlease bukan input terencana INP tapi lebih kepada Load Limit LL dikurangi Leftover Inventory ILO. Penjumlahan dari planned mean inventory dan planned output disebut Load Limit (LL). Selisih antara LL dan ILO ini disebut release ( REL). Metode yang dikembangkan dari hal ini disebut load-oriented order release. Tidak seperti metode penjadwalan kapasitas secara konvensional, metode ini tidak mencoba untuk menjadwalkan satu order selama kurva output penjadwalan
dengan
tingkat akurasi hari atau
jam, tapi mengharapkan
performansi
keseimbangan antar periode pada dasar dari input dan output. INP + Im = OUT + Im REL + ILO = OUT + Im LL = OUT + I REL = LL – ILO dimana: REL = pekerjaan yang direlease untuk satu periode penjadwalan (dalam jam) LL
= batas beban (dalam jam)
OUT = output terjadwal dalam periode penjadwalan (dalam jam) Im
= rata-rata inventory terencana (dalam jam)
ILO = leftover inventory pada awal periode penjadwalan (dalam jam) INP = input dalam periode penjadwalan/ (dalam jam). Satu karakteristik penting dari metode ini adalah hanya memakai satu rumus perhitungan untuk setiap stasiun kerja, dan hal ini diupdate setiap periode. Jadi, metode konvensional yang memakai beberapa perhitungan dari beberapa periode, tidak dibutuhkan lagi.
Gambar 2.2. Throughput Model dari L oad Ori ented Or der Release untuk Satu Stasiun Kerja 2.3.3. Sequencing
Sesudah mengetahui order mana yang akan direlease, kemudian dilakukan kegiatan sequencing yaitu kegiatan mengalokasikan beban kerja ke setiap stasiun kerja yang kapasitasnya sudah ditentukan sebelumnya. Adapun tujuan dari sequencing adalah: 1.
Menentukan urutan order ke dalam stasiun kerja setiap periode sesuai dengan kapasitas yang dimiliki dan sesuai dengan kondisi system.
2.
Mengevaluasi order yang sudah selesai dikerjakan pada
stasiun kerja satu periode
perencanaan.
Mekanisme pada sequencing adalah: 1.
Data yang diperlukan: urutan order yang direlease pada periode perencanaan, kapasitas mesin setiap periode, kondisi mesin (posisi order dalam shop).
2.
Membuat bar chart berdasarkan mesin.
3.
Bebankan order yang paling mungkin diproses oleh mesin.
4.
Jika terdapat order bersaing, urutan pembebanan dilakukan berdasarkan FCFS (first come first serve).
5.
Identifikasikan urutan operasi order yang telah diselesaikan pada periode perencanaan yang sedang direncanakan.
6.
Operasi order yang telah selesai akan mempengaruhi nilai konversi beban untuk periode berikutnya. Dari proses sequencing dapat diperoleh hasil yaitu urutan order pada stasiun kerja dan
daftar order yang sudah diselesaikan pada beberapa operasi di stasiun kerja.
2.3.4. Memonitoring Perhitungan Data ( M onitori ng Data Calculation )
Monitored Data Calculation didasarkan pada data feedback , dalam hal ini akan dianalisis hasil implementasi Load Oriented Manufacturing Control , dan juga dengan adanya modul ini perusahaan dapat menentukan lamanya due date dari order-order yang datang, sehingga perusahaan tidak perlu khawatir lagi akan order yang terlambat selesai dari due date yang telah ditetapkan.
4
2.3.5. M anufacturi ng L ead Time
Manufacturing lead time adalah total waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi sebuah item, tidak termasuk lead time pembelian. Termasuk didalamnya persiapan order, waktu antri,
4
Sri Hartini, Sriyanto, dan Naela Karima, (2012), Penentuan Received Date dengan Load Oriented Manufacruring Control. Program Studi Teknik Industri UNDIP, Semarang.
waktu setup, waktu proses, waktu perpindahan, waktu inspeksi dan waktu pengambilan. Komponen lead time dalam sebuah stasiun kerja dapat dijelaskan pada Gambar 2.3. Lead Time per Operation TL
Interoperation Time
Operation Time +
TOP
Order Time
Efficiency Rate
Daily Capacity
X ER
+
Transit Time +
TO
Set Up Time
TIO
CDAY
Waiting Before Processing
TT
Process Time per Order
TS
TWB
+
Waiting After Processing TWA
Waiting for Process
Waiting for Transport
Preparation
Inspection
Disruptions
Post-Operation
TPO
Process Time per Unit
Lot Size
X
TPU
Q
Gambar 2.3. Komponen L ead Time Stasiun Kerja
Aktivitas produksi dibagi menjadi dua yaitu elemen operasi & non operasi. Elemen operasi terjadi ketika produk berada pada mesin produksi. Elemen non operasi yaitu material handling, penyimpanan, inspeksi, dan aktivitas idle lain. Rumus dibawah ini merupakan rumus MLT untuk produksi batch : nm
MLT T sui QT oi T noi i 1
dimana: T o = waktu operasi setiap stasiun kerja
T no = waktu non operasi yang berhubungan dengan mesin yang sama n m = sejumlah mesin atau operasi yang harus dilalui produk
Q = unit produk dalam batch T su = waktu setup
Nilai dari waktu setup, waktu operasi dan waktu non operasi berbeda untuk kondisi produksi yang berbeda. Men setup flow line untuk produksi tinggi membutuhkan lebih banyak waktu dari pada mensetting mesin umum dalam job shop.