TEOLOGI ISLAM
STUDI TEOLOGI ISLAM DI INDONESIA
(HARUN NASUTION)
Oleh
Kristina
Mahasiswa Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
LATAR BELAKANG MASALAH
Munculnya persoalan-persoalan teologi diawali dengan wafatnya
Rasulullah SAW di tahun 632 M, sehingga menyebabkan pergantian dan
perebutan kekuasaan terus menerus, sebagai pengganti baginda Rosul SAW.
Pergantian tersebut dimulai dari Abu Bakar, Umar Ibn al-Khattab, Usman Ibn
'Affan, Ali Ibn Abi Thalib, dan Mu'awiyah. Pergantian kedudukan dari
khalifah Ali Ibn Abi Thalib ke Mu'awiyah konon terjadi karena adanya
kecurangan yang dilakukan Mu'awiyah. Dalam keadaan terpaksa 'Ali menerima
tipu muslihat yang dilakukan oleh 'Amr al-'As untuk mengadakan arbitrase
masalah kedudukan, meskipun sebenarnya hal ini tidak mendapat persetujuan
dari sebagian tentaranya. Mereka berpendapat permasalahan yang terjadi
tidak dapat diputuskan melalui arbitrase manusia, melainkan putusanyang
hanya datang dari Allah dengan kembali kepada hukum-hukum yang ada dalam Al-
Qur'an. Sebagian dari tentara 'Ali yang tidak setuju tersebut akhirnya
memisahkan diri dan menyebut diri mereka sebagai golongan al-Khawarij,
yaitu orang yang keluar atau memisahkan diri. Persoalan-persoalan politik
yang terjadi pada masa tersebut membawa pada persoalan teologi. Persoalan
teologi yang timbul adalah mengenai siapa yang kafir dan siapa yang bukan
kafir dalam arti siapa yang telah keluar dari Islam dan siapa yang masih
tetap dalam Islam. Dalam perkembangannya maka lahirlah golongan-golongan
seperti khawarij, murji'ah, mu'tazilah, qadariyah dan jabariyah, serta ahli
sunnah dan jama'ah[1]. Dan dari sinilah lahir firqoh-firqoh yang mempunyai
perbedaan disetiap langkah dan pikiran mereka, dan disinalah lahir bebapa
paham tentang ketuhanan yang menyebabkan timbulnya permasalahan yang sering
disebut sebagai permasalahan kalam atau teologi.
Di Indonesia, Islam kemungkinan telah datang pada abad-abad pertama
hijri, yaitu abad ketujuh dan delapan Masehi, tetapi baru berkembang pada
abad ke tiga belas masehi. Sedangkan Teologi Islam yang berkembang adalah
Teologi kehendak mutlak Tuhan dengan pemikiran tradsional, non-filosofis
dan non-ilmiahnya amat besar pengaruhnya terhadap umat Islam Indonesia
sejak semula[2]. Umat Islam Indonesia tidak mengenal pada ajaran Teologi
Sunnatulah Zaman Klasik dengan pemikiran rasional, filosofis dan ilmiahnya.
Teologi Islam yang diajarkan pada umumnya adalah teologi dalam bentuk ilmu
tawhid. Ilmu tawhid biasanya kurang mendalam dalam pembahasan dan kurang
bersifat filosofis. Selanjutnya ilmu tawhid biasanya memberi pembahasan
sepihak dan tidak mengemukakan pendapat dan paham dari aliran-aliran lain
yang ada dalam teologi Islam. Dan ilmu tawhid yang diajarkan dan yang
dikenal di Indonesia pada umumnya ialah ilmu tawhid menurut aliran
Asy'ariah, sehingga timbul kesan sementara di kalangan umat Islam Indonesia
bahwa inilah satu-satunya teologi yang ada dalam Islam[3].
Di dalam Agama Islam sebenarnya terdapat lebih dari satu aliran
teologi. Ada aliran yang bersifat liberal, tradisional dan bersifat antara
liberal dan tradisional. Bagi seseorang yang bersifat tradisional akan
lebih sesuai jiwanya dengan teologi tradisional, sedangkan orang yang
bersifat liberal dalam pemikirannya akan lebih mudah menerima ajaran-ajaran
teologi liberal. Dalam soal fatalisme dan free will misalnya, maka orang
yang bersifat liberal akan sulit menerima paham fatalisme. Bagi mereka
paham free will dalam teologi liberal lebih sesuai dengan jiwanya. Namun
kedua aliran teologi ini yaitu aliran tradisional dan liberal tidaklah
bertentangan dengan ajaran-ajaran dasar Islam. Dengan demikian orang yang
memilih salah satu dari aliran ini sebagai teologinya yang dianutnya maka
tidak akan membuat ia menjadi keluar dari agama Islam[4].
Sebagian masyarakat Indonesia mengetahui dan mengenal Islam hanya dari
sudut pandang hukum Islam atau Fiqih. Fiqih menggambarkan Islam sebagai
agama yang banyak membahas soal haram dan halal, sehingga menimbulkan kesan
bahwa tiap orang Islam sebelum ia bergerak atau berbuat sesuatu harus
bertanya pada dirinya dahulu mengenai apakah perbuatannya ini tidak akan
bertentangan dengan agama yang dianutnya; bertanya mengenai persoalan apa
saja yang boleh di makan atau tidak; boleh memelihara anjing untuk menjaga
rumahnya atau tidak; dan sebagainya[5].
Sekolah –sekolah moel Barat, seperti halnya di Dunia Islam Timur
Tengah, juga berkembang di Indonesia, meskipun seabad lebih terlambat,
yaitu pada abad ke dua puluh M.pemikiran rasional, filosofis, dan ilmiah
ini masuk pula ke dalam masyarakat Islam Indonesia, meskipun baru pada abad
ke dua puluh M. Ini. Tetapi,pemikiran rasional, filosofis, dan ilmiah, yang
dikembangkan pendidikan model barat ini, tidak menimbulkan teologi
sunntullah di Indonesia, kecuali di kalangan kecil umat. Kaum terpelajar
yang berpendidikan Barat sendiri, masih banyak dipengaruhi paham qadha dan
qadar, dan kelihatannya kurang mantap dengan pendapat adanya sunnatullah
atau hukum alam (natural laws),ciptaan Tuhan, dan kausalitas. Kaum
terpelajar kelihatannya terombang-ambing antara keyakinan kepada qadha dan
qadar yang diperoleh daripendidikan agama dan pengalaman sunnatullah yang
didapat dari penddikan Model Barat. Kaum terpelajar masih belum yakin
bahwa kesuksesan dan ketidaksuksesan dalam usaha,tergantung pada
ikhtiarnya. Tapi mereka merasa bahwa qadha dan qadar Tuhan mempunyai peran
didalamnya[6].
Pada saat yng sama kaum terpelajar agama yang dikenal dengan nama
ulama tidak kenal dengan teologi sunnatullah dengan pemikiran
rasional,filosofis, dan ilmiahnya. Yang mereka kenal sejak semula adalah
teologi kehendak mutlak Tuhan dengan pekiran tradisional, nonfilosofis, dan
nonilmiahnya.sejarah perkembangan pemikiran Islam tidak diajarkan, baik di
madrasah maupun di pesantren. Maka kalau disebut teologi sunnatullah mereka
terkejut dan itu dipandang tidak Islami.
Terekat di Indonesia hidup dengan subur dan banyak mempengaruhi umat
Islam. Maka di samping teologi kehendak mutlak Tuhan yang berkembang di
Indonesia juga orientasi hidup keakhiratan yang banyak ditekankan dalam
tarekat. Karena itu umat Islam Indonesia Kebanyakan mengutamakan hidup
spiritual akhirat daripada hidup material dunia. Islam di Indonesia banyak
diidentikkan dengan shalat, puasa, zakat, dan haji, sungguhpun menurut
hadis urusan dunia – seperti mengembangkan Ilmu dan berusaha untuk
kepentingan masyarakat, termasuk ekonomi, industri, dan pertanian – tak
kalah pentingnya dari ibadah. Disini terlihat jelas masih tidak seimbangnya
kehidupan spiritual akhirat dan kehidupan material dunia sebagaimana
terdapat pada Zaman Klasik[7].
Harun Nasution adalah salah satu tokoh pembaru dalam teologi Islam,
disamping para tokoh pembaruan yang lain seperti : Nurcholish Majid, Utomo
Danajaya, Usep Fatahudin, Djohan Effendi, Ahmad Wahib, M. Dawam Rahardjo,
Adi Sasono, Adurrahman Wahid, Jalaluddin Rakhmat, Ahmad Syafi'i Ma'arif,
Amien Rais dan Kuntowijoyo[8].
Harun Nasution dulunya adalah seorang pagawai negeri sipil pada
Departemen Luar Negeri Indonesia yang kemudian mengunduk dikarenakan tidak
bersedia menjadi pendukung Partai Nasional Indonesia (PNI) pimpinan
Soekarno yang komunis. Harun Nasution kemudia meninggalkan Indonesia dan
memilih untuk melanjutkan kuliah ke McGill Kanada melalui tawaran beasiswa
yang ia terima[9]. Di McGill, harun menyadari bahwa pengajaran Islam di
dalam dan di luar negeri sangat berbeda. Selama di McGill, Harun kuliah
dengan dialog, dan semua mata kuliah diseminarkan. Hal ini dimaksudkan
agar mahasiswa tidak hanya menerima pelajaran saja tetapi terlibat untuk
mengerti. Berawal dari sinilah Harun baru mengerti Islam ditinjau dari
berbagai aspeknya[10].
Setelah kuliah selama dua setengah tahun di McGill, Harun mendapatkan
gelar MA, kemudian melanjutkan studinya kembali selama dua setengah tahun
untuk mendapatkan gelar Ph.D. Gelar tersebut didapatkannya pada bulan Mei
1968 setelah menulis sebuah disertasi berjudul "Posisi Akal dalamPemikiran
Teologi Muhammad Abduh".
Setelah menyelesaikan studinya Harun kembali ke Indonesia. Harun
diberi tawaran untuk mengajar di IAIN, beliau telah mendengar bahwa kondisi
pemikiran di IAIN sangat sempit dan masih tradisional. Harun bertekad untuk
merubah kondisi pemikiran yang ada tersebut untuk peningkatan mutu ilmu
teologi yang lebih modern.
Tinjauan yang demikian itu dianggap oleh Harun Nasution sebagai
pandangan yang mempersempit garakan manusia dalam kemajuan zaman dan
dinamisme yang terjadi. Dalam Islam yang dikaji bukan soal haram dan halal
saja, tetapi terdapat aspek-aspek lain yang dapat di bahas dalam Islam
seperti aspek teologi, filsafat, mistik, kebudayaan dan ilmu pengetahuan,
sejarah, institusi-isntitusi dan lainnya.
Fenomena-fenomena yang terjadi di atas membuat Harun Nasution sebagai
salah satu tokoh dalam bidang Teologi Islam berupaya untuk memperkenalkan
aliran-aliran yang ada dalam Teologi Islam. Selain itu, Harun mencoba untuk
membawa suatu pembaruan dalam ajaran Teologi Islam yang bertujuan untuk
pengembangan etos ilmiah dan pendorong gerbong pembaruan pemikiran Islam di
Indonesia.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan permasalahan yang telah dijelaskan di atas maka rumusan
masalah dalam kajian ini yaitu Teologi Islam yang coba ditawarkan oleh
Harun Nasution dalam masyarakat Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metodologi yang digunakan dalam studi ini adalah metodologi
kepustakaan. Penelitian ini hanya bisa ditelaah melalui penelitian pustaka
dan sebaliknya tidak mungkin mengharapkan datanya dari riset lapangan.
Studi sejarah, termasuk yang mengandalkan riset pustaka. Studi pustaka ini
diperlukan sebagai tahap tersendiri, yaitu sebagai studi pendahuluan
(prelimanry research). Apa yang disebut dengan riset kepustakaan atau
sering juga disebut studi pustaka, ialah serangkaian kegiatan yang
berkenaan dengan metode pengumpulan bahan pustaka[11]. Penelitian
kepustakaan atau library research adalah penelitian yang dilakukan di
kepustakaan. Artinya bahwa data-data yang digunakan untuk menganalisa
rumusan masalah dari kepustakaan, yakni dari hasil membaca buku, majalah,
jurnalnaskah, dokumen dan sebagainya[12].
PEMBAHASAN
Aliran-Aliran Klasik Teologi Islam
Sepeninggal Nabi SAW inilah timbul persoalan di Madinah, yaitu siapa
pengganti beliau untuk mengepalai negara yang baru lahir itu. Dari sinilah,
mulai bermunculan berbagai pandangan umat Islam. Sejarah meriwayatkan bahwa
Abu Bakar as-Siddiq-lah yang disetujui oleh umat Islam ketika itu untuk
menjadi pengganti Nabi SAW dalam mengepalai Madinah. Selanjutnya, Abu Bakar
digantikan oleh Umar bin Khattab. Kemudian, Umar digantikan oleh Usman bin
Affan.
Di masa pemerintahan khalifah keempat ini, perang secara fisik
beberapa kali terjadi antara pasukan Ali bin Abi Thalib melawan para
penentangnya. Peristiwa-peristiwa ini telah menyebabkan terkoyaknya
persatuan dan kesatuan umat. Sejarah mencatat, paling tidak, dua perang
besar pada masa ini, yaitu Perang Jamal (Perang Unta) yang terjadi antara
Ali dan Aisyah yang dibantu Zubair bin Awwam dan Talhah bin Ubaidillah
serta Perang Siffin yang berlangsung antara pasukan Ali melawan tentara
Muawiyah bin Abu Sufyan.
Faktor penyulut Perang Jamal ini disebabkan oleh yang Ali tidak mau
menghukum para pembunuh Usman. Ali sebenarnya ingin sekali menghindari
perang dan menyelesaikan perkara itu secara damai. Namun, ajakan tersebut
ditolak oleh Aisyah, Zubair, dan Talhah. Zubair dan Talhah terbunuh ketika
hendak melarikan diri, sedangkan Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke
Madinah.
Bersamaan dengan itu, kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan Ali semasa
memerintah juga mengakibatkan timbulnya perlawanan dari gubernur di
Damaskus, Muawiyah bin Abu Sufyan, yang didukung oleh sejumlah bekas
pejabat tinggi di masa pemerintahan Khalifah Usman yang merasa kehilangan
kedudukan dan kejayaan.
Perselisihan yang terjadi antara Ali dan para penentangnya pun
menimbulkan aliran-aliran keagamaan dalam Islam, seperti Syiah, Khawarij,
Murjiah, Muktazilah, Asy'ariyah, Maturidiyah, Ahlussunah wal Jamaah,
Jabbariyah, dan Kadariah.
Aliran-aliran ini pada awalnya muncul sebagai akibat percaturan
politik yang terjadi, yaitu mengenai perbedaan pandangan dalam masalah
kepemimpinan dan kekuasaan (aspek sosial dan politik). Namun, dalam
perkembangan selanjutnya, perselisihan yang muncul mengubah sifat-sifat
yang berorientasi pada politik menjadi persoalan keimanan.
Menurut Harun Nasution, kemunculan persoalan kalam dipicu oleh
persoalan politik yang mengangkut peristiwa pembunuhan Utsman bin Affan
yang berujung pada penolakan Mu'awiyah terhadap kekhalifahan Ali bin Abi
Thalib. Ketegangan ini mengakibatkan timbulnya perang siffin yang berakhir
dengan keputusan tahkim (arbitrase).
Kemudian hal ini mengakibatkan perpecahan di pasukan Ali sehingga
pasukan Ali terbagi menjadi dua. Yang tetap mendukung keputusan Ali disebut
golongan Syi'ah sedangkan yang tidak setuju dan keluar dari pasukan Ali
disebut golongan Khawarij.
Harun lebih lanjut melihat bahwa persoalan kalam yang pertama kali
muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang tidak kafir.
Persoalan ini telah menimbulkan beberapa aliran teologi dalam islam, yaitu
sebagai berikut :
Tabel 1. Aliran-Aliran Teologi dalam Agama Islam
"ALIRAN "GAMBARAN UMUM "KEYAKINAN "
"KAUM KHAWARIJ "Asal mulanya kaum "Iman dalam pandangan "
" "Khawarij adalah "khawarij tidak hanya "
" "orang-orang yang "percaya kepada Allah, "
" "mendukung Sayyidina Ali. "mengerjakan segala "
" "Akan tetapi, akhirnya "perintah kewajiban agama "
" "mereka membencinya karena"juga merupakan bagian "
" "dianggap lemah dalam "dari keimanan. Dengan "
" "dalam menegakkan "demikian, siapapun yang "
" "kebenaran, mau menerima "menyatakan beriman kepada"
" "tahkim yanga sangat "Allah dan Rasul-Nya, "
" "mengecewakan, sebagaimana"tetapi tidak melaksanakan"
" "mereka juga membenci "kewajiban agama malah "
" "Mu'awiyah karena melawan "melakukan perbuatan dosa,"
" "Sayyidina Ali khalifah "ia dipandang kafir "
" "yang sah. Mereka menuntut" "
" "agar Sayyidina Ali " "
" "mengakui kesalahannya, " "
" "karena mau menerima " "
" "tahkim. Bila Sayyidina " "
" "Ali mau bertobat, maka " "
" "orang-orang Khawarij " "
" "menyatakan perang " "
" "terhadapnya, sekaligus " "
" "juga menyatakan perang " "
" "terhadap Mu'awiyah. " "
" "Mereka ini dinamakan " "
" "Khawarij, karena mereka " "
" "memisahkan diri atau " "
" "keluar dari jemaat umat " "
"KAUM MURJIAH "Aliran murji'ah adalah "pelaku dosa besar akan "
" "aliran yang memberikan "disiksa di neraka. "
" "reaksi terhadap pendapat "Sementara Murji'ah "
" "aliran khawarij yang "moderat berpendapat bahwa"
" "mengkafirkan orang yang "pelaku dosa besar "
" "melakukan dosa besar "tidaklah menjadi kafir. "
" "adalah aliran murji'ah. "Meskipun disiksa di "
" "Menurut kaum murjiah dosa"neraka, ia tidak kekal "
" "besar tidak mengakibatkan"didalamnya, bergantung "
" "kekafiran. Apabila "pada dosa yang "
" "seorang mukmin melakukan "dilakukannya. Kendati pun"
" "dosa besar tetapmukmin. "demikian, masih terbuka "
" "Adapun hakikatnya, kita "kemungkinan bahwa Tuhan "
" "serahkan kepada Allah "akan mengampuni dosanya "
" "kelak di akhirat. "sehingga bebas dari siksa"
" " "neraka. "
"QADARIYAH DAN " " "
"JABARIYAH " " "
"QADARIYAH "Qodariah adalah suatu "Berpendapat bahwa segala "
" "aliran yang percaya bahwa"perbuatan manusia tidak "
" "segala perbuatan manusia "merupakan perbuatan yang "
" "tidak di intervensi oleh "timbul dari kemauannya "
" "Tuhan ,jadi tiap tiap "sendiri, tetapi perbuatan"
" "orang pencipta dari "yang dipaksakan atas "
" "perbuatannya. Aliran ini "dirinya. Kalau seseorang "
" "berpendapat tiap-tiap "mencuri umpamanya, maka "
" "orang adalah pencipta "perbuatan mencuri itu "
" "bagi segala perbuatannya."bukanlah terjadi atas "
" " "kehendaknya sendiri, "
" " "tetapi timbul karena kada"
" " "dan kadar.Tuhan "
" " "menghendaki yang "
" " "demikian. "
"JABARIYAH "Faham ini muncul pertama "Kaum Jabariah berpendapat"
" "kali dalam sejarah "sebaliknya. Manusia tidak"
" "perkembangan teologi "mempunyai kemerdekaan "
" "Islam oleh al-Ja'd Inb "dalam menentukan kehendak"
" "Dirham. Tetapi yang "dan perbuatannya. Manusia"
" "menyiarkannya adalah Jahm"dalam faham ini terikat "
" "Ibn Safwan dari Khurasan."pada kehendak mutlak "
" "Faham yang dibawa Jahm "Tuhan. Manusia tidak "
" "adalah lawan ekstrim dari"mempunyai kekuasaan untuk"
" "faham yang dianjurkan "berbuat apa-apa; manusia "
" "Ma'bad dan Ghailan. "tidak mempunyai daya, "
" " "tidak mempunyai kehendak "
" " "sendiri dan tidak "
" " "mempunyai pilihan; "
" " "manusia dalam "
" " "perbuatannya adalah "
" " "dipaksa dengan tidak ada "
" " "kekuasaan, kemauan dan "
" " "pilihan baginya. Segala "
" " "perbuatan manusia tidak "
" " "merupakan perbuatan yang "
" " "timbul dari kemauannya "
" " "sendiri, tetapi perbuatan"
" " "yang dipaksakan atas "
" " "dirinya. "
"MU'TAZILAH "Aliran ini muncul sebagai"Aliran Mu'tazillah "
" "reaksi atas pertentangan "mempunyai lima dokterin "
" "antar aliran Khawarij dan"yang dikenal dengan "
" "aliran Murji'ah mengenai "al-usul al- khamsah. "
" "persoalan orang mukmin "Berikut ini kelima "
" "yang berdosa besar. "doktrin aliran "
" "Menghadapi dua pendapat "Muktazillah. "
" "ini, Wasil bin Ata yang "At-Taauhid (Tauhid) "
" "ketika itu menjadi murid "Ajaran pertama aliran ini"
" "Hasan al-Basri, seorang "berarti meyakini "
" "ulama terkenal di Basra, "sepenuhnya bahwa hanya "
" "mendahuli gurunya dalam "Allah SWT. Konsep tauhid "
" "mengeluarkan pendapat. "menurut mereka adalah "
" "Wasil mengatakan bahwa "paling murni sehingga "
" "orang mukmin yang berdosa"mereka senang disebut "
" "besar menempati posisi "pembela tauhid (ahl "
" "antara mukmin dan kafir. "al-Tauhid). "
" "Tegasnya, orang itu bukan"Ad-Adl "
" "mukmin dan bukan kafir. "Menurut aliaran "
" "Aliran Mu'tazilah "Muktazillah pemahaman "
" "merupakan golongan yang "keadilan Tuhan mempunyai "
" "membawa "pengertian bahwa Tuhan "
" "persoalan-persoalan "wajib berlaku adil dan "
" "teologi yang lebih "mustahil Dia berbuat "
" "mandalam dan bersifat "zalim kepada hamba-Nya. "
" "filosofis. Dalam "Mereka berpendapat bahwa "
" "pembahasannya mereka "tuhan wajib berbuat yang "
" "banyak memakai akal "terbaik bagi manusia. "
" "sehingga mendapat "Misalnya, tidak memberi "
" "nama "kaum rasionalis "beban terlalu berat, "
" "Islam"[13] "mengirimkan nabi dan "
" " "rasul, serta memberi daya"
" " "manusia agar dapat "
" " "mewujudkan keinginannya. "
" " "Al-Wa'd wa al-Wa'id "
" " "(Janji dan Ancaman). "
" " "Menurut Muktazillah, "
" " "Tuhan wajib menepati "
" " "janji-Nya memasukkan "
" " "orang mukmin ke dalam "
" " "sorga. Begitu juga "
" " "menempati ancaman-Nya "
" " "mencampakkan orang kafir "
" " "serta orang yang berdosa "
" " "besar ke dalam neraka. "
" " "Al-Manzilah bain "
" " "al-Manzilatain (posisi di"
" " "Antara Dua Posisi). "
" " "Pemahaman ini merupakan "
" " "ajaran dasar pertama yang"
" " "lahir di kalangan "
" " "Muktazillah. Pemahaman "
" " "ini yang menyatakan "
" " "posisi orang Islam yang "
" " "berbuat dosa besar. Orang"
" " "jika melakukan dosa "
" " "besar, ia tidak lagi "
" " "sebagai orang mukmin, "
" " "tetapi ia juga tidak "
" " "kafir. Kedudukannya "
" " "sebagai orang fasik. Jika"
" " "meninggal sebelum "
" " "bertobat, ia dimasukkan "
" " "ke neraka selama-lamanya."
" " "Akan tetapi, sikasanya "
" " "lebih ringan daripada "
" " "orang kafir. "
" " "Amar Ma'ruf Nahi Munkar "
" " "(Perintah Mengerjakan "
" " "Kebajikan dan Melarang "
" " "Kemungkaran). "
" " "Dalam prinsip "
" " "Muktazillah, setiap "
" " "muslim wajib menegakkan "
" " "yang ma'ruf dan menjauhi "
" " "yang mungkar. Bahkan "
" " "dalam sejarah, mereka "
" " "pernah memaksakan "
" " "ajarannya kepada kelompok"
" " "lain. Orang yang "
" " "menentang akan dihukum. "
"AHLI SUNNAH DAN "Ahli Sunnah dan jama'ah, "Tuhan bukan pengetahuan "
"JAMA'AH "yaitu golongan yang "(ilm) tetapi Yang "
" "berpegang pada sunnah "Mengetahui ('Alim). Tuhan"
" "lagi merupakan mayoritas,"mengetahui dengan "
" "sebagai lawan dari "pengetahuan dan "
" "golongan Mu'tazilah yang "pengetahuan-Nya bukalah "
" "bersifat minoritas dan "zat-Nya. Demikian pula "
" "tidak kuat berpegang pada"dengan sifat-sifat "
" "sunnah. Ahli Sunnah dan "seperti sifat hidup, "
" "Jama'ah di dalam lapangan"berkuasa, mendenganr dan "
" "teologi Islam adalah kaum"melihat. "
" "Asy'ariyah dan kaum " "
" "Maturidi. Walaupun " "
" "al-Asy'ari sendiri telah " "
" "telah puluhan tahun " "
" "menganut paham " "
" "Mu'tazilah, akhirnya " "
" "meninggalkan ajaran " "
" "Mu'tazilah. " "
"MATURIDIAH "Abu Mansur Muhammad Ibn "Aliran Maturidiah "
" "Muhammad Ibn Muhammad "berpendapat bahwa Tuhan "
" "al-Maturidi lahir di "mengetahui bukan dengan "
" "Samarkand pada pertengan "zat-Nya, tetai mengetahui"
" "kedua dari abad ke "dengan Pengetahuan-Nya, "
" "sembilan Masehi dan "dan berkuasa bukan dengan"
" "meninggal di tahun 944 M."zat-Nya. Aliran "
" "Tidak banyak diketahui "Maturidiah juga "
" "mengenai riwayat "berpendapat bahwa manusia"
" "hidupnya. Ia adalah "ang sebenarnya mewujudkan"
" "pengikut Abu H nifah dan "perbuatan-perbuatannya. "
" "faham-faham teologinya "Manusia yang berdosa "
" "banyak banyak "besar masih tetap mukmin,"
" "persamaannya dengan "dan soal dosa besarnya "
" "faham-faham yang "akan ditentukan Tuhan "
" "dimajukan Abu Hanifah. "kelak di akhirat "
" "Sistem pemikiran teologi " "
" "yang ditimbulkan Abu " "
" "Mansur termasuk dalam " "
" "golongan teologi Ahli " "
" "Sunnah dan Jama'ah dan " "
" "dikenal dengan nama " "
" "al-Maturudiah. " "
Sumber : Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan
Analisa Perbandingan Akal dan Wahyu
Akal, sebagai daya berfikir yang ada dalam diri manusia, berusaha
keras untu sampai kepada diri Tuhan, dan Wahyu sebagai pengkhabaran dari
alam metafisika turun kepada manusia denganketerangan-keterangan tentang
Tuhan dan kewajiban-kewajiban manusia terhadap Tuhan. Konsepsi ini dapat
digambarkan sebagai yang terdapat dalam gambar 1 : Tuhan berdiri di puncak
alam wujud dan manusia dikakinya berusaha dengan akalnya untuk sampai
kepada Tuhan; dan Tuhan sendiri dengan belas kasihanNya terhadap kelemahan
manusia, diperbandingkan dengan Maha Kuasaan Tuhan menolong manusia dengan
menurunkan wahyu melalui Nabi-nabi dan Rasul-rasul[14].
Konsepsi ini merupakan sistem teologi yang dapat dipakaikan terhadap
aliran-aliran teologi Islam yang berpendapat bahwa akal manusia bisa sampai
kepada Tuhan.
TUHAN
Akal
Wahyu
Gambar 1
MANUSIA
Polemik yang terjadi adalah terjadinya perbedaan pendapat antara
aliran-aliran kalsik mengenai masalah wahyu dan akal ini. Dalam makalah ini
akan dijabarkan mengenai perbedaan pemikiran antara beberapa aliran teologi
islam yaitu aliran mu'tazilah, aliran asy'ariyah, dan aliran al-maturidi.
Tabel 2. Perbandingan Akal dan Wahyu, serta Fungsinya
"Analisa dan "ALIRAN "
"Perbandingan" "
" "KAUM MU'TAZILAH "KAUM ASY'ARIYAH "KAUM AL-MATURIDI "
"AKAL DAN "Segala pengetahuan"Segala kewajiban "Kaum Al-Maturidi "
"WAHYU "dapat diperoleh "manusia manusia "Samarkand "
" "dengan perantara "hanya dapat "berpendapat akal "
" "akal, dan "diketahui melalui "dapat mengetahui "
" "kewajiban-kewajiba"wahyu. Akal tidak "sifat yang baik "
" "n dapat diketahui "dapat membuat "yang terdapat "
" "dengan pemikiran "sesuatu menjadi "dalam yang baik "
" "yang mendalam. "wajib dan tak "dan sifat yang "
" "Dengan demikian "dapat mengetahui "buruk terdapat "
" "berterima kasih "bahwa mengerjakan "pula dalam yang "
" "kepada Tuhan "yang baik dan "buruk, dengan "
" "sebelum turunnya "menjauhi yang "demikian akal juga"
" "wahyu adalah suatu"buruk adalah wajib"tahu bahwa berbuat"
" "kewajiban. Baik "bagi manusia. "buruk adalah buruk"
" "dan jahat wajib "Benar apabila akal"dan berbuat baik "
" "diketahui melalui "dapat mengetahui "adalah baik, dan "
" "akal dan demikian "Tuhan, tetapi "pengetahuan inilah"
" "pula mengerjakan "wahyulah yang "yang memastikan "
" "yang baik dan "mewajibkan orang "adanya perintah "
" "menjauhi yang "mengetahui Tuhan "dan larangan. Akal"
" "jahat adalah "dan berterima "mengetahui bahwa "
" "wajib. "kasih kepada-Nya. "bersikap adil dan "
" " "Serta dengan "lurus adalah baik "
" " "wahyulah dapat "dan bahwa bersikao"
" " "diketahui bahwa "tak adil dan tak "
" " "yang patuh kepada "lurus adalah "
" " "Tuhan akan "buruk. Oleh karena"
" " "memperoleh upah "itu akal memandang"
" " "dan yang tidak "mulia terhadap "
" " "patuh kepada-Nya "orang yang adil "
" " "akan mendapat "serta lurus dan "
" " "hukuman. "memandang rendah "
" " " "terhadap orang "
" " " "yang bersikap tak "
" " " "adil dan tak "
" " " "lurus. Akal "
" " " "selanjutnya "
" " " "memerintah manusia"
" " " "mengerjakan "
" " " "perbuatan-perbuata"
" " " "n yang akan "
" " " "mempertinggi "
" " " "kemuliaan dan "
" " " "melarang manusia "
" " " "mengerjakan "
" " " "perbuatan-perbuata"
" " " "n yang membawa "
" " " "kepada kerendahan."
" " " "Perintah dan "
" " " "larangan dengan "
" " " "demikian, menjadi "
" " " "wajib dengan "
" " " "kemestian akal. "
" " " "sedangkan kaum "
" " " "Al-Maturudu "
" " " "Bukhara "
" " " "berpendapat bahwa "
" " " "akal tidak dapat "
" " " "mengetahui "
" " " "kewajiban-kewajiba"
" " " "n dan hanya dapat "
" " " "mengetahui "
" " " "sebab-sebab yang "
" " " "membuat "
" " " "kewajiban-kewajiba"
" " " "n menjadi suatu "
" " " "kewajiban. "
" " " "Akibatnya adalah "
" " " "mengetahui Tuhan "
" " " "dalam arti "
" " " "berterima kasih "
" " " "kepada Tuhan, "
" " " "sebelum turunnya "
" " " "wahyu tidaklah "
" " " "wajib bagi "
" " " "manusia. "
"FUNGSI WAHYU"Wahyu tidak "Wahyu memiliki "Bagi kaum "
" "memiliki fungsi "kedudukan yang "Maturidiah "
" "apapun untuk "sangat penting "Samarkand fungsi "
" "mengetahui Tuhan "dikarenakan fungsi"wahyu adalah "
" "dan "akal yang hanya "sebatas untuk "
" "sifat-sifat-Nya, "sebatas mengetahui"mengetahui "
" "maka untuk "adanya Tuhan saja."kewajiban tentang "
" "mengetahuinya "Manusia mengetahui"baik dan buruk. "
" "adalah dengan cara"baik dan buruk dan"Sedangkan kaum "
" "memuja dan "mengetahui "Maturidiah Bukhara"
" "menyembah Tuhan, "kewajiban-kewajiba"wahyu mempunyai "
" "wahyu diperlukan. "nnya hanya karena "fungsi untuk "
" "Akal benar dapat "turunan wahyu. "mengetahui "
" "mengetahui "Dengan demikian "kewajiban-kewajiba"
" "kewajiban "jika sekiranya "n manusia. "
" "berterima kasih "wahyu tidak ada, " "
" "kepada Tuhan, "maka manusia tidak" "
" "tetapi wahyulah "akan tahu " "
" "yang menerangkan "kewajiban-kewajiba" "
" "kepada manusia "nnya. " "
" "cara yang tepat "wahyu memiliki " "
" "menyembah Tuhan. "fungsi yang sangat" "
" "Tidak semua yang "banyak sekali. " "
" "baik dan tidak "Wahyu menentukan " "
" "semua yang buruk "boleh dikatakan " "
" "dapat diketahui "segala hal. " "
" "akal. Untuk "Sekiranya wahyu " "
" "mengetahuinya, "tidak ada, manusia" "
" "akal memerlukan "akan bebas berbuat" "
" "pertolongan wahyu."apa saja yang " "
" "Wahyu dengan "dikehendakinya, " "
" "demikian berfungsi"dan sebagai " "
" "untuk "akibatnya " "
" "menyempurnakan "masyarakat akan " "
" "pengatahuan akal "berada dalam " "
" "tentang baik dan "kekacauan. Wahyu " "
" "buruk. "diperlukan untuk " "
" "Selain itu, wahyu "mengatur " "
" "juga berfungsi "masyarakat. Salah " "
" "memberi penjelasan"satu fungsi wahyu " "
" "tentang perincian "adalah memberi " "
" "hukuman dan upah "tuntunan kepada " "
" "yang akan diterima"manusia untuk " "
" "manusia di "mengatur hidupnya " "
" "akhirat. Sehingga "di dunia. " "
" "dapat dikatakan " " "
" "bagi kaum " " "
" "mu'tazilah wahyu " " "
" "mempunyai fungsi " " "
" "konfirmasi dan " " "
" "informasi, " " "
" "memperkuat apa-apa" " "
" "yang telah " " "
" "diketahui akal dan" " "
" "menerangkan " " "
" "apa-apa yang belum" " "
" "diketahui akal, " " "
" "dan dengan " " "
" "demikian " " "
" "menyempurnakan " " "
" "pengetahuan yang " " "
" "telah diperoleh " " "
" "akal. " " "
Sumber : Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah
Analisa Perbandingan
KESIMPULAN
Semua aliran teologi dalam Islam, baik Asy'ariah, Maturidiah maupun
Mu'tazilah sama-sama menggunakan akal dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan teologi yang timbul dikalangan umat Islam. Perbedaan yang
terdapat antara aliran-aliran itu ialah perbedaan dalam derajat kekuatan
yang diberikan kepada akal. Kalau Mu'tazilah berpendapat bahwa akal
mempunyai daya yang kuat, maka kaum Asy'ariah sebaliknya berpendapat bahwa
akal mempunyai daya yang lemah.
Semua aliran juga berpegang pada wahyu. Dalam hal ini perbedaan yang
terdapat pada aliran-aliran itu hanyalah perbedaan dalam interpretasi
mengenai teks ayat-ayat Al-QuranSemua aliran juga berpegang pada wahyu.
Dalam hal ini perbedaan yang terdapat pada aliran-aliran itu hanyalah
perbedaan dalam interpretasi mengenai teks ayat-ayat Al-Quran dan Hadist.
Perbedaan dalam hal inilah dan Hadist. Perbedaan dalam hal inilah yang
sebenarnya menimbulkan aliran-aliran yang berlainan tersebut. Hal tersebut
tidak ada bedanya dengan perbedaan yang terdapat dalam bidang hukum Islam
atau Fiqih. Dari sini, perbedaan interpretasi pula yang melahirkan mazhab-
mazhab seperti yang dikenal sekarang antara lain mazhab Hanafi, mazhab
Maliki, mazhab Syafi'i dan mazhab Hanbali.
Teologi yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kuat memberi
interpretasi yang liberal tentang teks ayat-ayat Al-Qura'an dan Hadist.
Dengan demikian timbulah teologi liberal seperti yang teradapat pada dalam
aliran Mu'tazilah. Teologi yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang
lemah memberikan interpretasi harfi atau dekat dengan arti harfi dari teks
l-Qur'an dan Hadist. Sikap demikian menimbulkan teologi tradisional seperti
yang terdapat dalam aliran Asy'ariah.
Teologi liberal menghasilkan paham dan pandangan liberal tentang
ajaran-ajaran Islam. Penganut teologi ini hanya terikat pada dogma-dogma
yang dengan jelas dan tegas disebut dalam ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadist.
Ruang gerak oleh paham ini menyesuaikan hidup dengan perubahan zaman dan
kondisi masyarakat penganutnya secara luas. Para penganutnya tidak
mengalami banyak kesulitan-kesulitan dalam menyesuaikan hidup dengan
perkembangan yang timbul dalam masyarakat modern, terutama dalam bidang
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Dalam teologi tradisional
sebaliknya, para penganutnya kurang mempunyai gerak karena mereka terikat
tidak hanya pada dogma-dogma. Para penganut teologi ini sukar untuk dapat
mengikuti perubahan dan perkembangan yang terjadi dalam masyarakat modern
karena dirasa sangat jauh dari kebenaran, sehingga dapat dikatakan bahwa
hal ini merupakan salah satu faktor penghambat kemajuan dan pembangunan.
Pada hakekatnya semua aliran tersebut tidaklah keluar dari Islam,
tetapi tetap dalam Islam. Dengan demikian tiap orang Islam bebas memilih
salah satu dari aliran-alira teologi tersebut, yaitu aliran mana yang
sesuai dengan jiwa dan pendapatnya. Hal ini tidak ada ubahnya pula dengan
kebebasan tiap orang memilih mazhab fikih mana yang sesuai dengan jiwa dan
kecenderungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Najjar, Amir. 1993. Aliran khawarij:mengungkap akar perselisihan umat.
Jakarta :
Lentera
Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional : Apresiasi terhadap Wacana dan
Praksis Harun
Nasution. Jakarta : Ciputat Pers.
Hanafi, A. Pengantar Theology Islam. 1992. Jakarta : Pustaka Al-Husna.
Nasution, Harun. 1986. Akal dan Wahyu dalam Islam. Jakarta : UI Press.
Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-Aliran, Sejarah Analisa dan
Perbandingan.
Jakarta : UI Press.
Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Bandung :
Mizan
Nasution, Harun. 1987. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu'tazilah.
Jakarta : UI
Press
Nurmalawaty. 2005. Gagasan Pembaharuan Pemikiran Islam di Indonesia.
Tersedia di
repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/.../1/pidana-nurmalawaty.pdf.
diakses pada
Tanggal 20 November 2014 Pukul 13.20
Refleksi Pembahuruan Pemikiran Islam : 70 Tahun Harun Nasution. 1989.
Lembaga
Studi Agama dan Filsafat.
Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta : Mitra
Wacana Media.
Yusran, Asmuni. 1982. Aliran Klasik Dalam Islam. Surabaya : Al-Ikhlas
Watt, Montgomery W. 1987. Pemikiran Teologi dan filsafat Islam. Jakarta:
P3M.
Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan Obor
Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Khawarij, diakses pada tanggal 20 November
2014 pukul 13.12
-----------------------
[1] Ibid Hal. 1-8
[2] Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Bandung
: Mizan. Hal. 323
[3] Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
dan Perbandingan. Jakarta : UI Press. Hal. Romawi IX Hal.
[4] Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam : Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
dan Perbandingan. Jakarta : UI Press. Hal. Romawi X
[5] Ibid. Hlm. Romawi X
[6] Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Bandung
: Mizan. Hal. 119
[7] Nasution, Harun. 1998. Islam Rasional : Gagasan dan Pemikiran. Op cit
hal. 120
[8] Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional : Apresiasi terhadap Wacana
dan Praksis Harun Nasution. Jakarta : Ciputat Pers. Hal. xvi-xvii
[9] Halim, Abdul. 2001. Teologi Islam Rasional : Apresiasi terhadap Wacana
dan Praksis Harun Nasution. Jakarta : Ciputat Pers. Hlm. 7-9
[10] Ibid. Hlm. 10
[11]Zed, Mestika. 2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta : Yayasan
Obor Indonesia.
[12] Soewadji, Jusuf. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta :
Mitra Wacana Media. Hal. 36
[13] http://id.wikipedia.org/wiki/Mu'tazilah, diakses pada tanggal 20
November 2014 pukul 13.20 WIB
[14]Nasution, Harun. 1986. Teologi Islam: Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan. Jakarta : UII press. Hal. 79