Komunikasi Strategi dan Dakwah
Tata Cara Pelaksanaan Dakwah dan Faktor-Faktor Penunjangnya
Disusun Oleh:
Yume Sacharias Pramudhana
2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perhatian terhadap kebutuhan masyarakat akan jasmani harus seimbang
dengan kebutuhan rohani. Oleh karenanya kontribusi dakwah dirasa perlu
untuk memperbaiki dan menjaga kualitas mental dan karakter dengan
menggalakkan kegiatan-kegiatan positif berupa pendidikan yang membangun
kesadaran masyarakat dalam hidup beragama, berbangsa dan bernegara.
Kontribusi dakwah dapat dilakukan dalam berbagai macam bentuk, salah
satunya adalah dengan melakukan analisis keagamaan dengan masalah-
masalah sosial, politik, ekonomi, budaya. Apabila konteks perjuangan
yang dilakukan pemuda pada masa penjajahan adalah mendapatkan
kemerdekaan, maka yang harus dilakukan pemuda saat ini adalah berjuang
untuk menumpas kebodohan untuk membentuk pribadi yang unggul dan siap
bersaing dimasa yang akan datang. Karena sebuah negara akan maju jika
masyarakatnya peka akan isu-isu yang terjadi disekitarnya yang
menyangkut pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani.
Untuk membentuk pribadi yang unggul, pemenuhan kebutuhan jasmani
dan rohani harus seimbang. Apabila kebutuhan jasmani seseorang berupa
pendidikan untuk hidup bermasyarakat dan bekerja untuk bertahan hidup
maka kebutuhan rohani berupa kasih sayang yang bisa didapat dari orang-
orang terdekat dan ketenangan hati yang didapat dengan berlindung kepada
Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karena itu, pengetahuan tentang agama juga
diperlukan untuk dapat beribadah dengan benar serta menjaga kualitas
diri untuk tetap menjadi khalifah yang baik.
Di masa sekarang, kebutuhan jasmani dirasa lebih penting daripada
kebutuhan rohani, terutama kebutuhan yang berkaitan dengan agama. Oleh
karena itu, aktifitas dakwah perlu digalangkan kembali. Aktifitas dakwah
pada awalnya hanyalah merupakan tugas sederhana yakni kewajiban untuk
menyampaikan apa yang diterima Rasulullah SAW,walau hanya satu ayat.
Hal ini dapat di pahami sebagaimana yang di tegaskan oleh hadits
Rasulullah SAW : "Balighu 'anni walau ayat". Inilah yang membuat
kegiatan atau aktifitas dakwah boleh dan harus dilakukan oleh siapa saja
yang mempunyai rasa keterpanggilan untuk menyebaekan nilai-nilai islam.
Oleh karena itu aktivitas dakwah memang harus berangkat dari
kesadaran pribadi yang di lakukan oleh orang per orang dengan kemampuan
minimal dari siapa sajayang dapat melakukan dakwah. Kegiatan dakwah
sering di geluti oleh para da'i dan da'iyah secara tradisional secara
lisan dalam bentuk ceramah dan pengajian.
Yang mana para da'i berpindah dari satu majelis ke majelis yang
lainnya. Akan tetapi berkembangnya zaman dakwah saat ini tidak lagi
dilakukan secara tradisional. Dakwah sekarang sudah menjadi suatu
profesi yang menuntut skill,planning dan manajemen handal. Hal ini telah
dijelaskan oleh Allah SWT dalam Ali-Quran surat Al-Imron ayat 104 :
Atrinya : "dan hendaklah ada diantara kamu, satu golongan yang
mengajak (manusia) kepada kebijakan, dan menyuruh mereka melakukan yang
baikdan mencegah mereka dari perbuatan mungkar dan mereka itulah orang -
orang yang berhasil". Ali-Imron:104.
Memahami esensi dari makna dakwah itu sendiri, kegiatan dakwah
sering dipahami sebagai upaya untuk memberikan solusi Islam terhadap
masalah dan kehidupan. Untuk itu dakwah harus dikemas dengan cara dan
metode yang tepat dan pas. Karenanya memilih cara dan metode yang tepat
agar dakwah menjadi aktual, faktual, dan kontekstual menjadi bagian
stategis dan kegiatan dakwah itu sendiri. Untuk lebih jelasnya akan
dibahas di bab selanjutnya mengenai metode dakwah.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara berdakwah menurut Al-Quran?
2. Bagaimana aplikasi dakwah Rasullulah?
3. Apa saja hambatan dan keberhasilan dakwah?
C. Tujuan
1. Mengetahui objek material dakwah
2. Mengetahui tentang bagaimana cara berdakwah menurut Al-Quran
3. Mengetahui hambatan-hambatan dalam berdakwah
4. Mengetahui konsep-konsep dalam menunjang keberhasilan dakwah
BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu arti dakwah adalah usaha atau aktifitas dengan lisan atau
tulisan dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia
lainnya untuk beriman dan mentaati Allah SWT sesuai dengan garis-garis
akida syariat serta akhlak islamiyah. Dalam pelaksanaan dakwah ini,
selayaknya harus mengetahui metode-metode dalam penyampaiannya, yang mana
Al-Quran telah mengisyaratkan sebagai tuntunan dalam metode tersebut.
Dalam menerangkan cara-cara berdakwah tersebut, Allah SWT berfirman:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن إن ربك هو
اعلم بمن ضل عن سبيله
وهو اعلم باالمهندين {النحل:125}
"Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah hasanah, dan debatlah
mereka dengan cara yang terbaik, Tuhanmu Maha Mengetahui siapa yang
tersesat dari jalan-Nya dan ia Maha Mengetahui siapa yang mendapat
petunjuk".
Dari ayat di atas dijelaskan bahwa seorang juru dakwah harus
memperhatikan metode-metode tersebut sehingga visi dan misi dalam berdakwah
dapat tercapai, yang mana susunan metode tersebut disajikan sebagai acuan
dalam berdakwah sesuai kondisi dan situasi. Dari segi bahasa kata metode
berasal dari dua perkataan yaitu "meta" yang berarti melalui dan "hodos"
yang berarti jalan/ cara (Arifin, 1991). Dengan demikian dapat artikan
bahwa metode adalah cara atau jalan yang harus di lalui untuk mencapai
suatu tujuan. Sumber yang lain menyebutkan bahwa metode berasal dari bahasa
Jerman methodica artinya ajaran tentang metode. Sedangkan metode dakwah
menurut Albayunni adalah cara-cara yang ditempuh pendakwah dalam berdakwah
atau cara yang menerapkan strategi dakwah. Dari definisi tersebut ada
beberapa karakter yang melekat dalam metode dakwah, yaitu metode dakwah
merupakan cara-cara sistematis yang menjelaskan arah strategi dakwah
yang telah ditetapkan. Peranan metode dakwah sangat penting dalam
penyampaian dakwah. Metode yang tidak benar, meskipun materi yang
disampaikan baik,maka pesan yang baik tersebut bisa ditolak.
Pendakwah harus teliti dan bijak dalam memilih metode, karena metode
sangat mempengaruhi kelancaran dan keberhasilan dakwah.
A. Cara Berdakwah Menurut Al-Quran
Metode dakwah dalam Alquran salah satunya merujuk pada
surat An Nahl ayat 125:
دْعُ إِلَىٰ سَبِيلِ رَبِّكَ بِالْحِكْمَةِ وَالْمَوْعِظَةِ الْحَسَنَةِ ۖ وَجَادِلْهُمْ بِالَّتِي هِيَ أَحْسَنُ ۚ إِنَّ
رَبَّكَ هُوَ أَعْلَمُ بِمَنْ ضَلَّ عَنْ سَبِيلِهِ ۖ وَهُوَ أَعْلَمُ بِالْمُهْتَدِينَ
Yang artinya: " Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu
dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan
cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui
tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang
lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk".
Dari ayat tersebut dapat diambil pemahaman bahwa metode
dakwah itu meliputi tiga cakupan, yaitu:
a. Metode Bi Al Hikmah
Hikmah secara bahasa memiliki beberapa arti: al-'adl, al-
ilm,al-Hilm,al-Nubuwah, al-Qur'an, al-injil, al-Sunnah dan lain
sebagainya. Hikmah juga diartikan al-'llah, atau alasan suatu
hukum, diartikan juga al-kalam atau ungkapan singkat yang padat
isinya.Seseorang disebut hakim jika dia didewasakan oleh
pengalaman, dan sesuatu disebut hikmah jika sempurna.
Dalam bahasa komunikasi hikmah menyangkut apa yang disebut
sebagai frame of reference, field of reference dan field of
experience, yaitu situasi total yang mempengaruhi sikap terhadap
pihak komunikan (obyek dakwah). Dengan kata lain al-hikmah
merupakan suatu metode pendekatan komunikasi yang dilakukan atas
dasar persuasife. Karena dakwah bertumpu pada human oriented,
maka konsekuensi logisnya adalah pengakuan dan penghargaan pada
hak-hak yang bersifat demokratis, agar fungsi dakwah yang utama
adalah bersifat informatif.
Abduh mengatakan bahwa hikmah adalah ilmu yang sahih
(valid) yang menggerakkan kemauan untuk melakukan suatu
perbuatan yang berguna (Natsir, 1966). Bahkan hikmah bukan
semata ilmu, tetapi juga ilmu yang sehat yang mudah dicerna,
berpadu dengan rasa perisa, sehingga menjadi penggerak untuk
melakukan sesuatu yang bermanfaat, yaitu sesuatu tindakan yang
efektif.
Dari beberapa pengertian diatas, dapat dipahami bahwa al
Hikmah adalah kemampuan dan ketepatan dalam memilih,
memilah dan menyelaraskan teknik dakwah dengan kondisi
objektif mad'u. al Hikmah merupakan kemampuan dai dalam
menjelaskan doktrin-doktrin Islam serta realitas yang ada
dengan argumentasi logis dan bahasa yang komunikatif. Oleh
karena itu al Hikmah sebagai sebuah sistem yang
menyatukan antara kemampuan teoritis dan praktis dalam
berdakwah.
Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan
bahwa Hikmah dalam dunia dakwah mempunyai posisi yang
sangat penting, yatu dapat menentukan sukses tidaknya dakwah.
Dalam menghadapi mad'u yang beragam tingkat pendidikan,
strata sosial, dan latar belakang budaya, para dai memerlukan
Hikmah, sehingga ajaran Islam mampu memasuki ruang hati
para mad'u yang tepat. Oleh karena itu, para dai dituntut
untuk mampu mengerti dan memahami sekaligus memanfaatkan
latar belakangnya, sehingga ide-ide yang diterima dirasakan
sebagai sesuatu yang menyentuh dan menyejukkan hatinya.
Dai yang sukses biasanya juga berangkat dari
kepiawaiannya dalam memilih kata, mengolah kalimat dan
menyajikannya dalam kemasan yang menarik. Hikmah berjalan
pada metode yang realistis (praktis) dalam melakukan
suatu perbuatan. Maksudnya, ketika seorang dai akan
memberikan ceramahnya pada saat tertentu, haruslah selalu
memperhatikan realitas yang terjadi di luar, baik pada
tingkat intelektual, pemikiran, psikologis, maupun sosial.
Semua itu menjadi acuan yang harus dipertimbangkan.
Dengan demikian, jika Hikmah dikaitkan dengan dakwah
akan ditemukan bahwa Hikmah merupakan peringatan kepada
juru dakwah untuk tidak menggunakan satu bentuk metode saja.
Sebaliknya, mereka harus menggunakan berbagai macam metode
sesuai dengan realitas yang dihadapi dan sikap masyarakat
terhadap agama Islam.
Jadi cara-cara yang diterapkan dalam metode dakwah bi al
hikmah adalah
Memilih metode yang sesuai untuk diterapkan pada situasi
dan kondisi yang tepat, karena sering kali suatu metode hanya
sesuai untuk situasi tertentu dan untuk menghadapi kondisi
tertentu saja, namun tidak sesuai pada kondisi yang lainnya.
Untuk menghadapi kondisi emosional harus menggunakan metode
emosional, sebagaimana metode rasional dipakai untuk kondisi
yang rasional, demikian juga metode empirik hanya bisa
dipakai pada kondisi empirik.
Memilih format yang cocok dari tekhnis yang dipakai. Banyak
format dari satu tekhnis dakwah, dan "hikmah" menuntut adanya
pemilihan format yang sesuai untuk berbagai situasi. Apa yang
dikatakan dalam kondisi "bahagia" berbeda dengan apa yang
disampaikan pada kondisi "sedih." Apa yang disampaikan saat
kondisi "sulit dan pailit" berbeda dengan saat "serba mudah
dan makmur." Ada tempat saat menyeru (persuasif), ada tempat
saat melarang (preventif). Bagi orang penakut misalkan, maka
baik dipakai tekhnis persuasif dan pengharapan; sedangkan
bagi orang yang dikuasai ambisi dan pengharapan, sebaiknya
dengan tekhnis preventif, dst.
Berpedoman terhadap skala prioritas; yaitu mulai dari
memberi peringatan, kemudian nasihat, kemudian ketegasan lalu
dengan tindakan keras (bil yad), ancaman dan terakhir dengan
pukulan.
Menginventarisir factor-faktor pendukung dan sarana dakwah
yang dapat diamati dalam rangka memilih tekhnis yang dipakai
dan bersifat preventif. Metode menghadapi orang bodoh
sangatlah berbeda dengan metode menghadapi musuh, sebagaimana
metode menghadapi orang lemah berbeda dengan menghadapi
seorang penantang yang juga fanatic.
b. Metode Al Mauidza Al Hasanah
Secara bahasa, mauiza hasanah terdiri dari dua kata,
yaitu mauiza dan hasanah. Kata mauiza berasal dari kata waaza,
yaitu wazan – izatan yang berarti : nasihat, bimbingan
pendidikan dan peringatan, sementara hasanah merupakan
kebaikan fansayyiah yang artinya kebaikan lawannya kejelekan.
Dalam bahasa Indonesia sering di artikan "pelajaran yang baik",
memberi nasihat, memberi peringatan kepada seseorang yang bisa
membawa taubat kepada Allah SWT.
Al Mauiza Al Hasanah dapatlah diartikan sebagai ungkapan
yang mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran,
ksah-kisah, berita gembira, peringatan, pesan-pesan positif
(wasiat) yang bisa dijadikan pedoman dalam kehidupan agar
mendapatkan keselamatan dunia dan akhirat (Aripudin, 2011).
Tekanan dakwah bil mauizah tertuju kepada peringatan yang baik
dan dapat menyentuh hati sanubari seseorang, sehingga mad'u
terdororng untuk berbuat baik.
Jadi, kesimpulan dari Al Mauiza Al Hasanah adalah
kata-kata yang masuk ke dalam hati dengan penuh kasih sayang dan
ke dalam perasaan dengan penuh kelembutan, tidak membongkar
atau membeberkan kesalahan orang lain, sebab
kelemahlembutan dalam menasehati sering kali dapat
meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan hati yang liar,
ia lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan
ancaman.
Dasar acuan untuk melaksanakan metode Al Mauidza Al Hasanah
dijelaskan dalam Al Kitab, yaitu:
ادع إلي سبيل ربك باالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم باالتي هي احسن
إن ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم باالمهندين {النحل:125}
"Serulah kepada jalan tuhanmu dengan hikmah, mauidzah
hasanah..."
وعظهم وقل لهم في انفسهم قولا بلبغا {النساء:63}
"Dan nasihatilah mereka, serta sampaikanlah kepada mereka, pada
jiwa mereka, perkataan yang mengena."
c. Metode Al Mujadalah
Dari segi etimologi (bahasa) lafaz mujadalah terambil dari
kata "jadala" yang bermakna memintal, melilit. Kata
"jadala" dapat bermakna menarik tali dan mengikatnya guna
menguatkan sesuatu. Orang yang berdebat bagaikan menarik
dengan ucapan untuk meyakinkan lawannya dengan menguatkan
pendapatnya melalui argumentasi yang disampaikan (Shihab,
2000). Metode dakwah al Mujadalah dibagi menjadi dua
bentuk, yaitu metode debat, al hiwar (dialog) dan as ilah wa
ajwibah (Tanya jawab). Debat adalah pembicaraan antara dua orang
atau lebih yang cenderung saling menjatuhkan lawan, masing-
masing pihak saling mempertahankan pendapatnya dan sulit
melakukan kompromi. Al hiwar merupakan metode dialog yang
lebih berimbang, karena masing-masing pembicara memiliki
hak dan kesempatan untuk mengemukakan pendapat, metode ini
dilakukan oleh dai yang setara kecerdasannya.
As ilah wa ajwibah atau metode tanya jawab, yaitu
proses dakwah ketika mad'u memberi pertanyaan kepada dai
kemudian dai menjawabnya (Aripudin, 2011). Karena dakwah
memiliki tujuan untuk menerangi manusia, maka jawaban dai
ketika muncul pertanyaan harus berusaha agar jawabannya bisa
menjelaskan dan menerangi akal pikiran.
Sayyid Thantawi (1984) juga mengemukakan beberapa
landasan etis dalam berdialog : 1) kejujuran, menjauhi
kebohongan dan kekaburan, 2) tematik dan objektif dalam
menyikapi masalah, yaitu tidak keluar dari tema dialog,
sehingga pembicaraan jelas dan mencapai sasaran, 3)
argumentatif dan logis, 4) bertujuan untuk mencapai kebenaran,
5) bersikap tawaduk, menghindari perasaan benar sendiri,
dan 6) member kesempatan kepada pihak lawan untuk
mengemukakan argumentasi.
Dari pengertian di atas dapatlah diambil kesimpulan
bahwa, al Mujadalah merupakan tukar pendapat yang dilakukan
oleh dua pihak secara sinergis, yang tidak melahirkan
permusuhan dengan tujuan agar lawan menerima pendapat yang
diajukan dengan memberikan argumentasi dan bukti yang kuat,
antara yang satu menghormati dan menghargai pendapat yang
lainnya.
B. Aplikasi Metode Dakwah Rasullulah
Pada jamannya, Rasullulah SAW melakukan dakwah secara sembunyi-
sembunyi. Dakwah dilakukan dengan cara menyeru untuk masuk islam kepada
orang-orang dilingkungannya serta kerabat serta sahabat dekatnya. Cara
ini ditempuh oleh Rasullulah karena beliau yakin bahwa masyarakat
jahiliah masih kuat mempertahankan kepercayaan dan tradisi leluhur
mereka. Sehingga mereka bersedia berperang dan rela mati dalam
mempertahankannya.
Dakwah secara terang-terangan dimulai sejak tahun ke 4 dari
kenabian, yakni setelah turunnya wahyu yang berisi perintah Allah SWT
agar dakwah itu di lakukan secara terang – terangan. Wahyu tersebut
berupa ayat Al – Quran surah 26: 214-216. Tahap – tahap dakwah
Rasullulah SAW secara terang – terangan, antara lain:
1. Mengundang kaum kerabat kaum Bani Hasyim, untuk menghadiri jamuan
makan dan mengajak mereka agar masuk islam. Tetapi karena cahaya
hidayah Allah SWT waktu itu belum menyinari hati mereka, mereka belum
menerima Islam sebagai agama mereka. Namun ada 3 orang kerabat dari
kalangan Bani Hasyim yang sebenarnya sudah masuk Islam, tetapi
merahasiakan keIslamannya, pada waktu nitu dengan tegas menyatankan
keIslamannya. Mereka adalah Ali bin Abu Thalib, Ja'far bin Abu
Thalib, dan Zaid bin Haritsah.
2. Rasulullah SAW mengumpulkan para penduduk kota Mekah, terutama yang
berada dan bertempat tinggal di disekitar Ka'bah untuk berkumpul di
Bukit Shafa, yang letaknya tidak jauh dari Ka'bah.
Berdasar pada metode dakwah yang dilakukan oleh Rasullulah SAW,
Moh. Ali Aziz dalam buku Ilmu Dakwah menuliskan garis besar dakwah
dalam tiga bentu, yaitu Dakwah bil Lisan, Dakwah bil Kalam, dan
Dakwah bil Hal. Berdasarkan ketiga bentuk dakwah tersebut maka metode
dakwah dapat diklasifikasi sebagai berikut :
1. Metode Ceramah
Metode ceramah atau muhadarah atau pidato ini telah
dipakai oleh semua Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah.
Sampai sekarang pun masih merupakan metode yang paling sering
digunakan oleh para dai sekalipun alat komunikas modern telah
tersedia. Tidak terikat oleh aturan yang ketat. Umumnya, ceramah
diarahkan kepada sebuah publik, lebih dari seorang.
Oleh sebab itu, metode ini disebut public speaking.
Sifat komunikasinya lebih banyak searah dari dai ke audiensi,
sekalipun juga diselingi atau diakhiri dengan komunikasi dua arah
dalam bentuk Tanya jawab. Umumnya, pesan-pesan dakwah yang
disampaikan dengan ceramah bersifat ringan, informatif, dan
tidak mengundang perdebatan. Dialog yang dilakukan juga
terbatas pada pertanyaan, bukan sanggahan.
2. Metode Diskusi
Metode ini dimaksudkan untuk mendorong mitra dakwah
berpikir dan mengeluarkan pendapatnya serta ikut menyumbangkan
dalam suatu masalah agama yamg terkandung banyak kemungkinan-
kemungkinan jawaban.
Dari batasan diskusi di atas, dapat diambil kesimpulan
bahwa diskusi sebagai metode dakwah adalah bertukar pikiran tentang
suatu masalah keagamaan sebagai pesan dakwah antar beberapa
orang dalam tempat tertentu. Dalam diskusi, pasti ada dialog
yang tidak hanya sekedar bertanya, tetapi juga memberikan
sanggahan atau usulan, diskusi dapat dilakukan dengan
komunikasi tatap muka ataupun komunikasi kelompok.
3. Metode Konseling
Konseling adalah pertalian timbale balik diantara dua
orang individu, di mana seorang (konselor) berusaha membantu
yang lain (klien) untuk mencapai pengertian tentang drinya
sendiri dalam hubungannya dengan masalah-masalah yang
dihadapinya pada saat ini dan pada waktu yang akan datang. Metode
konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap muka
antara konselor sebagai dai dan klien sebagai mitra dakwah
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya (Aziz, 2004).
4. Metode Karya Tulis
Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bil kalam (dakwah
dengan karya tulis). Tanpa tulisan, peradaban dunia akan lenyap
dan punah. Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan
tangan dalam menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini
tidak hanya melahirkan tulisan, tetapi juga gambar atau
lukisan yang mengandung misi dakwah.
5. Metode Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu metode dalam dakwah bil hal (dakwah dengan aksi)
adalah metode pemberdayaan masyarakat, yaitu dakwah dengan
upaya untuk membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi, dan
membangkitkan kesadaran akan potensi yang dimiliki serta
berupaya untuk mengembangkannya dengan dilandasi proses
kemandirian. Metode ini selalu berhubungan antara tiga faktor,
yaitu masyarakat (komunitas), pemerintah dan agen (dai).
melalui hubungan ketiga aktor ini, kita bisa membuat tekniknya (Aziz,
2004).
6. Metode Kelembagaan
Metode lainnya dalam dakwah bil hal adalah metode
kelembagaan yaitu pembentukan dan pelestarian norma dalam wadah
organisasi sebagai instrumen dakwah. Metode kelembagaan dan
pemberdaan berbeda satu sama lain. Perbedaan pokok dari kedua
metode ini adalah terletak pada arah kebijakannya bersifat dari atas
ke bawah.
Sedangkan strategi pemberdayaan lebih bersifat
desentralistik dengan kebijakan dari bawah ke atas (Aziz, 2004).
Perbedaan yang lain adalah kontribusi keduanya pada suatu
lembaga. Ada kata kunci yang membuat keduanya berbeda, metode
kelembagaan menggerakkan lembaga, sedangkan metode pemberdayaan
mengembangkan lembaga.
C. Hambatan dan Keberhasilan Dakwah
Problematika dakwah dari masa ke masa, dari generasi ke generasi,
bahkan dari abad ke abad, tentu sangat variatif. Tiap-tiap masa dan era
memiliki tantangannya sendiri-sendiri. Karena itu, dinamika agama di
manapun ia berada sangat ditentukan oleh gerakan-gerakan dakwah yang
dilakukan oleh umatnya. Pada zaman Nabi saw, problematikan dakwah
diperhadapkan pada akulturasi budaya dan kondisi masyarakat yang telah
memeluk agama selain agama Islam, bahkan berbagai perubahan sebagai
akibat banyaknya ummat Islam yang hijrah ke Madinah sekaligus merubah
sistem ekonomi, sosial budaya dan bahkan status sosial.
Sepeninggal Nabi saw, problematika dakwah tetap muncul ke
permukaan. Adanya sebagian umat Islam yang enggan mensosialisasikan
ajaran agama, misalnya tidak mengeluarkan zakat, termasuk problematika
yang tak terbantahkan. Di masa-masa berikutnya, perpecahan umat Islam ke
dalam berbagai aliran yang berdampak pada renggangnya solidaritas dan
ukhuwah islāmiyah, juga merupakan problematika abadi yang dihadapi oleh
umat Islam sepanjang sejarahnya.
Untuk zaman modern ini, problematika dakwah dihadang oleh
kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin mempermantap
terjadinya globalisasi dalam segala bidang kehidupan. Dampak yang
ditimbulkan oleh globalisasi tersebut bisa bebentuk positif, tapi juga
negatif terhadap pelaksanaan dakwah. Segi positifnya antara lain adalah
mempermudah penyampaian dakwah melalui jaringan-jaringan alat komunikasi
canggih seperti, telepon, telefax, radio, televisi, internet dan
selainnya. Segi negatifnya antara lain adalah munculnya gejala
mendewakan perangkat-perangkat canggih tersebut, sehingga kegiatan
dakwah dalam arti tablīg dengan cara bertatap muka secara langsung, akan
berkurang frekuensinya.
Dalam upaya mengantisipasi kasus-kasus seperti di atas, maka
kegiatan amar ma'rūf dan nahi munkar mutlak dilaksanakan. Dengan kata
lain, aktifitas dakwah harus senantiasa digalakkan di tengah-tengah
masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda. Tanpa kegiatan dakwah,
maka sosialisasi ajaran agama akan berhenti dan akan mengalami
kevakuman. Oleh karena itu, aktifitas dakwah harus dikemas secara
profesional dan diorganisir secara rapih, serta dikembangkan terus
menerus menerus mengikuti irama dan dinamika zaman. Hal ini penting
karena dakwah merupakan instrumen terpenting dalam memformat perilaku
keberagamaan masyarakat.
Suatu hal menggembirakan dewasa ini adalah walaupun zaman semakin
modern, rupanya aktifitas dakwah senantiasa berjalan dengan baik.
Minimal sekali kegiatan dakwah terlihat dalam bentuk khutbah-khutbah,
pengajian majelis-majelis taklim, ceramah-ceramah agama pada moment
tertentu seperti kematian, perkawinan, aqidah, hajatan haji, naik rumah
baru dan sebagainya. Dalam skala luas, terlihat aktifitas dakwah
terealisasi di berbagai tempat, baik di hotel-hotel maupun di rumah-
rumah penduduk, baik di kantor-kantor pemerintah maupun di perusahaaan-
perusahaan swasta, baik di kota-kota besar maupun di kota-kota kecil,
bahkan sampai di kecamatan-kecamatan dan di desa-desa terpencil.
Aktifitas dakwah seperti yang disebutkan di atas, dapat pula
dilihat wujudnya di Desa Ngabab Kecamatan Pujon Kabupaten Malang. Setiap
bulan puasa warga Ngabab mengadakan acara yang biasa di sebut safari
ramadhan, dakwah yang dilakukan seminggu sekali tersebut di adakan di
musholah dan di masjid dengan mengundang pemuka agama. Desa ngabab
adalah desa yang terkenal masih mempercayai akan hal-hal ghaib, hal ini
terbukti dengan masih adanya paranormal (dukun) yang bertempat tinggal
disana. Dengan adanya paranormal tersebut maka tidak di pungkiri bahwa
sebagian besar masyarakat di daerah tersebut masih memparcayai
paranormal. Sedangkan mempercayai paranormal adalah hal yang tidak di
perbolehkan di dalam agama islam.
Dakwah yang di adakan oleh ibu-ibu PKK selalu mendapat perhatian
oleh warga terutama sebagian besar ibu-ibu. Mereka mendatangi acara
dakwah dengan berpakaian sopan dan berjilbab. Namun disisi lain ada
beberapa warga yang di ketahui masih mendatangi paranormal untuk meminta
pertolongan seperti meminta rejeki, kelancaran jodoh, bahkan untuk
melakukan teluh. Hal ini menunjukan bahwa dakwah yang di lakukan oleh
da'i tersebut belum bisa di katakan berhasil. Oleh karena itu dakwah
harus di lakukan dengan menggunakan metode lain yang lebih efektif.
Melihat fenomena tersebut maka pendakwah harus menggunakan metode
yang efektif agar pesan tersampaikan dengan baik dan juga diaplikasikan
warga ke kehidupan sehari-hari. Metode yang efektif yang digunakan
adalah metode yang sudah dijelaskan dalam surat An Nahl ayat 125, yaitu
metode bi al hikmah; metode al mauidza al hasanah; dan metode al
mujadalah. Perlunya teknik al hikmah dalam hal ini karena keadaan
penduduk yang masih mempercayai paranormal, sehingga pendakwah harus
mempunyai kemampuan untuk menjelaskan ajaran islam dengan mengkaji
realitas serta memberikan argumentasi yang logis. Dengan penggunaan
teknis al hikmah yang benar, diperlukan juga bahasa yang komunikatif
agar mad' u mampu mengkaji materi dengan baik. Materi disampaikan dengan
penuh kasih sayang, tidak membongkar atau membeberkan kesalahan orang
lain, sebab kelemahlembutan dalam menasehati sering kali dapat
meluluhkan hati yang keras dan menjinakkan hati yang liar, ia
lebih mudah melahirkan kebaikan dari pada larangan dan ancaman. Setelah
memberikan materi dengan memperhatikan kondisi mad'u, tukar pendapat
atau tanya jawab perlu dilakukan secara sinergis agar masalah-masalah
yang berhubungan dengan materi tersampaikan dan mengena di hati mad'u.
Sedangkan metode yang efektif yang diperlukan dilihat dari cara
Rasullulah dalam berdakwah adalah metode konseling, yaitu metode
ceramah, diskusi dan konseling. Ceramah dilakukan oleh pendakwah yang
berilmu dan mendalami islam serta memiliki kemampuan berkomunikasi yang
baik. Setelah ceramah, mad'u harus melontarkan pertanyaan sebagai
bentuk respon terhadap dakwah yang telah disampaikan. Dengan adanya
tanya jawab antara mad'u dan pendakwah, maka pendakwah dapat mengetahui
siapa saja yang harus mendapat perhatian lebih diluar diskusi. Setelah
memahami permasalahan dan kebutuhan rohani mad'u mengenai agama, maka
pendakwah dapat melakukan pembicaraan antara dua orang individu
(konseling). Hal ini dilakukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi
mad'u serta pendakwah dapat memberikan doktrin tentang agama islam
dengan benar.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Untuk membentuk pribadi yang unggul dan siap bersaing dimasa yang
akan datang, diperlukan adanya asupan pengetahuan yang benar. Selain
dengan pengetahuan yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
jasmani, perlu adanya pemenuhan kebutuhan hidup secara rohani berupa
pengetahuan tentang agama. Oleh karena itu, dakwah diperlukan untuk
keseimbangan kebutuhan hidup manusia. Untuk melakukan dakwah, banyak
metode dakwah yang bisa digunakan agar pesan dapat tepat sasaran.
Banyak metode dakwah yang terdapat pada Alquran, salah satunya yang
dijelaskan dalam surat An Nahl ayat 125 yaitu metode bi al hikmah;
metode al mauidza al hasanah dan metode al mujadalah. Selain itu, M. Ali
Aziz menjelaskan bahwa ada tiga bentuk dakwah yaitu dakwah bil lisan,
dakwah bil kalam dan dakwah bil hal. Berdasarkan ketiga bentuk dakwah
tersebut maka metode dakwah dapat diklasifikasi sebagai berikut: metode
ceramah; metode diskusi; metode konseling; metode karya tulis; metode
pemberdayaan masyarakat; dan metode kelembagaan.
B. Saran
Agar pesan dapat diterima masyarakat maka pendakwah harus
memperhatikan banyak aspek sosial dan masalah-masalah yang sedang
dialami masyarakat. Penggunaan bahasa yang lembut dan penyampaian secara
komunikatif juga diperlukan agar tidak terjadi perselisihan dalam proses
dakwah. Oleh karena itu, pendakwah harus lebih pintar dalam mengkaji
permasalahan dan menghadapi mad'u yang mempunyai berbagai macam masalah.
DAFTAR PUSTAKA
Aripudin. 2011. Pengembangan Metode Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo
Persada.
Arifin. 1991. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
Aziz, Ali. 2004. Ilmu Dakwah. Jakarta: kencana.
Natsir, M. 1966. Fiqhud Dakwah. Jakarta : Yayasan Capita Selecta.
Saputra, Wahidin. 2011. Pengantar Ilmu Dakwah. Jakarta: PT Raja Grafndo
Persada.
Shihab , Quraisy. 2000. Tafsir al Misbah. Jakarta: Lentera Hati.
Thantawi, Sayyid. 1984. Adab al Hiwar fi al Islam. Mesir : Dar Nahdhah.