3.1. Struktur Geologi
Berdasarkan pola struktur utamanya, daerah penelitian di dominasi oleh pola jawa atau RMKS (Rembang, Madura, Kangean, Kan gean, Sakala) yang mempunyai arah relatif barat – barat – timur. timur. Pola struktur tersebut tak lepas dari peran tataan tektonik di Indonesia khususnya Pulau Jawa yang mengakibatkan terbentuknya variasi jalur subduksi mulai dari Pra Tersier, Tersier hingga Kuarter. Deformasi pada Zona Kendeng diperkirakan terjadi pada akhir pliosen (Plio – (Plio – Plistosen) Plistosen) dan di bagi menjadi tiga fase, yaitu fase pertama berupa perlipatan yang mengakibatkan pembentukan pegunungan antiklin yang mempunyai arah relatif barat – barat – timur timur dan menunjam di bagian kendeng timur, fase kedua berupa pensesaran berupa sesar naik bahkan ada sesar sungkup yang diakibatkan oleh perlipatan dimana telah berubahnya deformasi ductile
menjadi
deformasi brittle karena brittle karena batuan telah melampaui batas elastisitasnya, dan fase ketiga berupa sesar geser yang mempunyai arah relatif utara selatan. Pada mulanya struktur ini merupakan struktur graben struktur graben yang diisi oleh endapan paling tua dari Formasi Pra-Ngimbang yang berumur Paleosen-Eosen Awal (Sribudiyani, dkk., 2003) Graben ini kemudian mulai terinversi pada Miosen menjadi zona sesar mendatar RMKS. Lipatan dan sesar naik berkembang di Zona Kendeng yang membentuk batas sesar berupa zona overthrust antara Zona Rembang dan Zona Kendeng, bidang overthrust yang yang nampak memotong sampai ke lapisan yang masih berkedudukan
horisontal
menunjukkan
pensesarannya
terjadi
paling
akhir
dibandingkan dengan pembentukan struktur yang lain. Pola yang paling khas mewakili Pegunungan Kendeng adalah Pola Jawa. Sedangkan perlipatan pada Kala Plistosen Atas terjadi karena pengaruh gaya berat gravitasi. Setelah itu pengangkatan secara menyeluruh terhadap Geosinklin Kendeng pada Kala Holosen, mengakibatkan penurunan Sub-Zona Ngawi dan Zona Randublatung.
2.3.1. Analisis Struktur Geologi
Dalam mempelajari struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian dan untuk mencoba menerangkan proses dan mekanisme struktur pada daerah penelitian dilakukan pendekatan dengan model struktur yang dikemukakan oleh Moody dan Hill (1967). Konsep tersebut menerangkan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik. Model ini pada dasarnya membagi struktur geologi menjadi beberapa orde, apabila gaya dari orde 1 kuat maka akan menghasilkan gaya kompresi untuk orde 2 dan orde 3 (Gambar 2. 26) dengan kata lain akan menghasilkan turunan gaya, apabila gaya 1 lemah, maka hanya orde 1 saja yang akan terbentuk dan sebaliknya.
Gambar 2. 1. Model struktur geologi (Moody dan Hill, 1967). 2.3.5.1. Kekar
Kekar ( joint ) adalah struktur rekahan dalam batuan yang belum mengalami pergeseran, merupakan hal yang umum bila terdapat pada batuan dan bisa terbentuk pada setiap waktu. Pada batuan sedimen, kekar bisa terbentuk mulai pada saat pengendapan atau terbentuk setelah pengendapan, dalam batuan beku bisa terbentuk akibat proses pendinginan maupun setelah pendinginan. Dalam proses deformasi, kekar bisa terjadi pada saat sebelum, mendekati proses akhir, atau bersamaan dengan terbentuknya, seperti sesar atau lipatan. Selain itu kekar bisa terbentuk sebagai struktur penyerta dari struktur sesar maupun lipatan yang diakibatkan oleh tektonik.
Kekar dapat di kelompokan berdasarkan cara terjadinya antara lain : 1. Kekar yang di akibatkan oleh pendinginan magma pada batuan beku
Kekar pada pembekuan lava
Columnar Joint
Sheeting Joint
1. Kekar sebagai struktur penyerta liapatan (Gambar 2. 27), antara lain :
Gambar 2. 2. Tipe Rekahan (Whitten dan Brook,1972, dalam Soklani, 2008).
Longitudinal Joint Rekahan yang mempunyai arah sejajar dengan perlapisan atau jurus batuan.
Transverse atau Cross Joint Rekahan yang mempunyai jurus sejajar dengan kemiringan batuan.
Diagonal Joint atau Oblique Kekar yang berpotongan dengan jurus dan kemiringan batuan.
3. Berdasarkan cara terjadinya (tektonik), dikelompokan menjadi dua antara lain : a. Shear (kekar gerus), yang terjadi akibat adanya tegasan atau gaya kompresional. b. Tension (kekar tarikan) Kekar tarikan dapat dibedakan menjadi :
Extension Joint , yaitu kekar tarik yang bidang rekahnya searah dengan tegasan. Kekar jenis inilah yang biasanya terisi oleh cairan hidrotermal yang kemudian berubah menjadi vein.
Release Joint , yaitu kekar tarik yang terbentuk akibat hilangnya atau pengurangan tekanan, orientasinya tegak lurus terhadap gaya utama. Struktur ini sering disebut Stylolite.
Pemodelan dan analisis kekar menggunakan pendekatan klasifikasi Billings (1972) yang menerangkan mengenai struktur geologi pada batuan sebagai akibat adanya gaya kompresi yang disebabkan oleh tektonik (Gambar 2. 28).
Gambar 2. 3. Jenis kekar berdasarkan genesa (Billings,1972). 2.3.5.2. Sesar
Sesar atau patahan adalah rekahan pada batuan yang telah mengalami pergeseran melalui bidang rekahnya. Suatu sesar dapat berupa bidang sesar (Fault Plane), atau rekahan tunggal. Tetapi lebih sering berupa jalur sesar ( Fault Zone), yang terdiri dari lebih dari satu sesar yang saling berhubungan baik di dalam permukaan maupun di permukaan, misalnya pada sesar naik (thrust fault ) akan menunjukan 4 tipe hubungan yang berbeda (Gambar, 29), dan pehentian suatu sesar utama akan menunjukan suatu pergerakan struktur geologi atau sesar yang lain (Ragan, 2009).
Gambar 2. 4. Model perbedaan percabangan kemiringan pada sesar naik (Boyer dan Elliot, 1982, dalam Ghosh, 1994). Klasifikasi sesar umumnya berdasarkan pergerakan blok sesar (Gambar 2. 30) dan dapat dibagi menjadi beberapa kelas sebagai berikut: 1. Umum : turun, naik (termasuk “Thrust ” sesar anjakan/sungkup), sesar mendatar, untuk sesar naik dibagi menjadi reverse fault dan thrust fault dimana perbedaan thrust fault dan reverse fault terletak pada kemiringan bidang sesar, jika thrust fault mempunyai kemiringan bidang sesar kurang dari 45° maka reverse fault mempunyai kemiringan lebih dari 45° (McClay, 1981, dalam Twiss dan Moore, 1992). 2. Sifat pergeseran : slip (gerak sebenarnya), separation (gerak semu). 3. Sifat gerak terhadap bidang sesar : dip slip, strike slip, oblique slip.
Gambar 2. 5. Pergerakan relatif blok-blok sesar (Twiss dan Moore, 1992). Untuk menentukan penamaan jenis sesar di gunakan klasifikasi penamaan sesar menurut Richard (1972) (Gambar 2. 31) be rdasarkan nilai bidang sesar dan nilai rake nya baik didapat dari pengukuran langsung pada bidang atau dengan analisis stereografis.
Gambar 2. 6. Klasifikasi penamaan sesar (Richard, 19 72). Menurut Mason L. Hill (1976, dalam Davis 1996), gejala-gejala adanya sesar berupa struktur penyerta dapat dijumpai pada (fault surface), jalur sesar ( fault zone), atau bidang sesar ( fault plane), sehingga struktur penyerta tersebut dapat membantu
dalam analisis jenis dan pergerakan sesar. Mason L. Hill menyimpulkan bahwa pergerakan sesar membentuk struktur penyerta yang memiliki pola sedemikian rupa (Gambar 2. 32).
Gambar 2. 7. Hubungan struktu penyerta terhadap arah pergerakan sesar (Hill, 1976, dalam Davis, dkk., 1994). 1. Lipatan penyerta (micro fold ) dan seretan (drag ) Micro fold adalah lipatan minor yang terbentuk jika pada pergeseran sesar melibatkan satuan batuan dengan sifat dominan plastis atau ductile dapat menghasilkan struktur lipatan (micro fold ) yang terdapat pada jalur sesar. Orientasi micro fold ini dapat digunakan untuk menentukan slip (pergerakan sesungguhnya). Drag atau struktur seretan adalah gejala penyerta pada bidang sesar yang menunjukkan mekanisme pergerakan relatifnya. Struktur ini dijumpai pada perlapisan atau bidang foliasi (Hill, 1976, dalam Davis, 1996).
2. Gash Fracture Merupakan kekar penyerta pada suatu patahan yang memiliki bentuk terbuka pada bidang
rekahannya
dan
biasanya
telah
terisi
oleh
mineral-mineral
tertentu
(Hill, 1976, dalam Davis, 1996)
.
3. Shear Fracture Merupakan kekar penyerta patahan yang berbentuk berpasabg pasangan yang searah dengan jumlah yang relatif banyak (Hill, 1976, dalam Davis, 1996)
.
2.3.5.3. Lipatan
Lipatan merupakan hasil perubahan bentuk suatu bahan yang ditunjukkan sebagai lengkungan atau kumpulan lengkungan pada unsur garis atau bidang di dalam bahan tersebut, yang disebabkan oleh dua macam mekanisme gaya yaitu buckling (melipat) dan bending (lengkungan) (Gambar 2. 33). Lipatan dapat dijumpai dalam berbagai bentuk (geometri), yang disebut sebagai “ fold style” dan ukuran. Variasi geometri lipatan terutama tergantung pada sifat dan keragaman bahan, dan asal kejadian mekanik pada saat proses perlipatan. Beberapa titik pada profil permukaan dideskriksikan antara lain (Gambar 2. 34).
- Hinge point adalah titik maksimun pelengkungan pada lapisan yang terlipat. -
Crest adalah titik tertinggi pada pelengkungan
-
Trough adalah titik terendah pada pelengkungan
-
Inflection point adalah titik batas dari dua pelengkungan yang berlawanan
-
Fold axis (sumbu lipatan/hinge line) adalah garis maksimum pelengkungan pada suatu permukaan bidang yang terlipat.
-
Axial plane (bidang sumbu) adalah bidang yang dibentuk melalui garis-garis sumbu pada suatu lipatan. Bidang ini tidak selalu berupa bidang lurus (planar ), tetapi dapat melengkung yang umum disebut sebagai axial surface.
-
Fold limb (sayap lipatan) adalah sisi-sisi dari bidang yang terlipat yang berada diantara daerah pelengkungan (hinge zone) dan batas pelengkungan (inflection line).
-
Gambar 2. 8. Mekanisme gaya penyebab terbentuknya suatu lipatan (Prastistho, 1993).
Gambar 2. 9. Unsur – unsur lipatan (Fleuty, 1964). Dalam rekontruksi lipatan dilakukan berdasarkan hasil pengukuran kedudukan lapisan dari lapangan, atau pembuatan penampang dari peta geologi. Metode yang digunakan adalah metode busur lingkar (arc methode), dasar dari metode ini adalah anggapan bahwa lipatan merupakan bentuk busur dari suatu lingkaran dengan pusatnya adalah perpotongan antara sumbu-sumbu kemiringan yang
berdekatan.
Rekontruksi lipatan bisa dilakukan dengan menghubungkan busur lingkaran secara langsung apabila data yang ada hanya kemiringan dan batas lapisan hanya setempat (Busk, 1928, dalam Prastistho, 1993). Apabila batas-batas lapisan dijumpai berulang pada lintasan yang akan direkonstruksi, maka pembuatan busur lingkaran dilakukan dengan metode interpolasi, yaitu berdasarkan data yang telah didapat di lapangan ataupun dengan menggunakan metode rekontruksi lainnya (Prastistho, 1993). Untuk analisis penentuan jenis lipatan menggunakan dapat menggunakan klasifikasi Fleuty (1964) bedarsarkan hinge surface dan hinge line nya (Tabel 2. 13),
atau menggunakan klasifikasi Rickard (1972) berdasarkan dip, rake, plunge dari hinge line, serta sumbu lipatan (Gambar 2. 35).
Tabel 2. 1. Klasifikasi lipatan berdasarkan kemiringan hinge surface dan hinge line (Fleuty, 1964).
Gambar 2. 10. Klasifikasi lipatan berdasarkan dip, rake, plunge dari hinge line, serta sumbu lipatan (Rickard, 1972)