ANALISIS SISTEM MANAJEMEN LOGISTIK VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2013
SKRIPSI
OLEH ELITA SARI NIM.10091001022
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013
ANALISIS SISTEM MANAJEMEN LOGISTIK VAKSIN DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR TAHUN 2013
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sriwijaya
OLEH ELITA SARI NIM.10091001022
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA 2013
i
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama
: Elita Sari
Jenis Kelamin
: Perempuan
Tempat, Tanggal Lahir
: Campang Tiga, 21 Oktober 1991
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Bungaran IV Lr. Swadaya 1 RT 14 RW 03 No 686 Kertapati Palembang
Nama Ayah
: Syafarudin
Nama Ibu
: Solbiah
Riwayat Pendidikan
: Tahun Lulus
SDN 6 Campang Tiga
2003
SMPN 7 Palembang
2006
SMAN 19 Palembang
2009
Perguruan Tinggi FKM Universitas Sriwijaya
2014
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT atas ridho, rahmat, dan karuniaNya yang selalu berkenan memberikan kesehatan, keimanan dan kekuatan sehingga bisa menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013”. Skripsi ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat dari Universitas Sriwijaya. Dalam penyusunan dan penulis skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, bimbingan, serta dukungan dari berbagai pihak. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada : 1. Bpk. dr. Syarif Husin, MS selaku Pjs Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat 2. Ibu Rini Mutahar, S.KM, M.KM dan Ibu Asmaripa Ainy, S.Si, M.Kes selaku Pembimbing I dan Pembimbing II atas semua bimbingan, arahan, saran dan kesabarannya membimbing penulis. 3. Ibu Elvi Sunarsih, S.KM, M.Kes dan Ibu Fenny Etrawati, S.KM, M.KM selaku Penguji atas semua kritik, masukan, bimbingan dan kesabarannya. 4. Para dosen, staf pengajar dan tata usaha yang telah bersedia membimbing dan membantu saya selama menuntun ilmu di FKM Unsri. 5. Bpk. Hendra Kudeta S.KM selaku Kepala Bidang P2PL atas kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini 6. Ibu Yanti, S.KM selaku Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan & Matra atas kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini
vi
7. Bpk. Yudhi, Am.Kep dan Bpk Mus Mulyadi, S.KM, M.Si selaku staff pengelola vaksin di Dinas Kesehatan Kab. Ogan Ilir atas kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini 8. Ibu Heni Rusdiana, S.KM dan Ibu Mala Komala Sari, Am.Kep sel aku staff pengelola vaksin di Puskesmas Indralaya, serta Ibu Nuki Marika Putri, Am.Kep selaku staff pengelola vaksin di Puskesmas Lebung Bandung atas kesempatan, waktu dan kerjasamanya dalam penulisan skripsi ini 9. Kedua orang tuaku, Bpk. Syafarudin dan Ibu Solbiah atas segala kasih sayang, dukungan, doa, dan semangat hidup yang tak pernah berhenti. Terima kasih telah mau berjuang untuk hidupku. Semoga Allah masih memberikan kesempatan untukku agar bisa membalas itu semua 10. Saudara-saudaraku yang ganteng, Sosya Putra, Rizky Rivaldo, dan Okta Chandra atas segala kasih dan perhatian selama ini. Terima kasih sudah mau tersusahkan dan sedikit tersisihkan demi saudaramu yang paling cantik ini. Semoga Allah masih memberikan waktu yang panjang agar kita tetap bisa merasakan kebahagian bersama 11. Sahabat-sahabatku Tersayang Manis Manja Group (Cayup, Pina, Momo’, Momo’, Defi, Sari, dan Dinda) atas doa, dukungan dan semangat hidup yang tak pernah berhenti. Terima kasih telah memberi tahu arti persahabatan yang sesungguhnya. Jarak jangan sampai membuat kita menjadi jauh. I Love You all 12. “Teman Hidup” kurang lebih 4 tahun, Meidahrianti (calon) S.Pd atas segala dukungan dan semangat hidup selama ini. Maaf ya, ambo duluan,
vii
Keep Fighting !!!. !!!. Juga buat adek-adek adek-adek kost’an (Devi, Pilda, Ayu) terima kasih atas segala kebersamaan dan keceriaan selama ini. Love ini. Love you.. 13. Keluarga besar senasib dan seperjuangan FKM 2009 atas segala dukungan dan semangat hidup selama ini. Bahagia telah menjadi bagian dari kalian. Walaupun sudah ntah berantah dimana tapi tetap keep contact ya. Fifi, Ayu, Fighting Ayu, Fighting !!!! !!!! 14. Dewi, Utari, Rega, Ejik, dan Saleh yang menjadi teman senasib dan seperjuangan mengejar wisuda Ke-111, Fighting Ke-111, Fighting !!!!!!!! !!!!!!!! 15. Adek-adek terkasih Keket, Adel, Mey, Indah, Manda dan seluruh anakanak FKM 2010, terima kasih telah menerima dan memperlakukan mbak dengan baik. Semoga cepat menyusul and Keep Fighting. Love you all 16. Semua pihak yang turut membantu saat penulisan skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan satu-persatu Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan membutuhkan dan bagi pembaca.
Indralaya, Januari 2014
Penulis
viii
ADMINISTRASI ADMINISTRASI KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS SRIWIJAYA Skripsi, 2 Januari 2014 Elita Sari Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin Di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2013 xviii + 112 halaman, 25 tabel, 3 gambar, 19 lampiran
Vaksin merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan kehilangan potensi bila tidak dikelola dengan benar. Peralatan rantai vaksin dalam program imunisasi sangat menentukan potensi vaksin selama penyimpanan maupun transportasi. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung. Informan dalam penelitian ini adalah Kepala Bidang P2PL, Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan dan matra, dan petugas pengelola vaksin di dinas kesehatan dan puskesmas. Metode yang digunakan yaitu wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petugas di dinkes dan Puskesmas Indralaya masing-masing 2 orang, sedangkan Puskesmas Lebung Bandung 1 orang. Dana belum tersedia. Material yang digunakan lemari es/freezer, vaccine carrier, termos, termometer, kartu suhu, dan cold pack. Metode dalam penerimaan yaitu pemeriksaan VVM dan penyimpanan sesuai sifat vaksin. Permintaan dengan perhitungan jumlah cakupan, penerimaan dengan pemeriksaan VVM, pendistribusian menggunakan alat yang tepat, pemakaian mempertimbangkan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa, sedangkan pencatatan dan pelaporan dengan adanya SBBK dan kartu sto k vaksin. Kesimpulan penelitian ini adalah bahwa sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung belum sepenuhnya baik karena ada beberapa fungsi manajemen logistik yang belum terlaksana dengan baik. Agar kualitas vaksin tetap terjaga, sebaiknya dilakukan pengelolaan rantai vaksin dengan baik dalam semua aspek manajemen logistik. Kata kunci : manajemen logistik, vaksin, Kepustakaan : 35 (1984-2013)
ix
ADMINISTRATION ADMINISTRATION OF HEALTH PUBLICY PUBLIC HEALTH FACULTY SRIWIJAYA UNIVERSITY nd Thesis, 2 Januari 2014 Elita Sari Logistics Management System Analysis of Vaccines at Health Office of Ogan Ilir District in 2013 Xviii + 112 Pages, 25 Tables, 3 Figures, 19 Appendix
Vaccines are biological products which highly perishable and if don’t do n’t manage properly, it can lose its potency. Cold chain vaccine in the immunization program will determine the potential of the vaccine during storage and transportation. The purpose of this study is to analyze the logistics logistic s management system of vaccines vac cines at health office of Ogan Ilir District in 2013. This study was a descriptive study with a qualitative approach. This research was conducted at the Health Office Ogan Ilir District, Indralaya Health Center, and Lebung Bandung Health Center. Informants in this study were the Head of P2PL, Section Chief of Prevention, Observation and Dimension, and vaccine management personnel in the health service and health center. The method that used was in-depth interviews, observation, and document review. The result showed that vaccine management personnel in health office and Indralaya health center each had 2 people, while Lebung Bandung health center only had 1 person. Finance hadn’t been available. Materials that used were fridge/freezer, vaccine carrier, flasks, thermometers, temperature card, and cold packs. The acceptance method was based on the condition of VVM and the storage was based in characteristic of vaccine. The calculation of vaccine request was based on the amount of coverage, reception with VVM examination, the storage based on characteristic vaccine, distribution used the right tools, the use of vaccine considered VVM conditions and expired dates, while recording and reporting was the presence SBBK and card stock vaccine. The conclusion of this study is that the logistics management system of vaccines at Health Office of Ogan Ilir District, Indralaya Health Center, and Lebung Bandung Health Center aren’t are n’t good yet because there are some functions of logistics management which isn’t isn’t going well. Vaccine well. Vaccine chain management shall be done well in all aspects of logistics logisti cs management so the t he quality of vaccine can be maintained. Keyword : logistics management, vaccine Reference : 35 (1984-2013)
x
DAFTAR ISI
Halaman Judul........................................... ................................................................. ............................................ ................................. ........... i Halaman Persetujuan ............................................ .................................................................. ............................................ ...................... ii Halaman Pengesahan ........................................... ................................................................. ............................................ ...................... iii Daftar Riwayat Riwa yat Hidup .......................................... ................................................................ ............................................ ...................... iv Lembar Pernyataan Bebas Plagiarisme ....................... ............................................. ..................................... ............... v Kata Pengantar ...................................... ............................................................ ............................................ ..................................... ............... vi Abstrak Bahasa Indonesia ........................................... ................................................................. ..................................... ............... ix Abstrak Bahasa Inggris ............................. ................................................... ............................................ ................................. ........... x Daftar Isi............................................ Isi................................................................... ............................................. ........................................ .................. xi Daftar Tabel ......................................................... ............................................................................... ............................................ ...................... xiv Daftar Gambar ........................................... ................................................................. ............................................ ................................. ........... xvi Daftar Singkatan........................................ Singkatan.............................................................. ............................................ ................................. ........... xvii Daftar Lampiran ............................. ................................................... ............................................ ............................................ ...................... xviii BAB I PENDAHULUAN ............................ ................................................... ............................................. ............................. ....... 1 1.1. Latar Belakang ............................................................ .............................................................................. .................. 1 1.2. Rumusan Masalah ............................................... ...................................................................... .......................... ... 7 1.3. Tujuan Penelitian..................................................... Penelitian........................................................................... ...................... 8 1.3.1 Tujuan Umum ....................................................... ...................................................................... ............... 8 1.3.2 Tujuan Khusus.................................................... Khusus...................................................................... .................. 8 1.4. Manfaat Penelitian.......................................................... Penelitian......................................................................... ............... 9 1.4.1 Bagi Penulis........................................................... Penulis.......................................................................... ............... 9 1.4.2 Bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Kabupaten Ogan Ilir ........................ ........................ 9 1.4.3 Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat ........................... .................................. ....... 9 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ........................................... ............................................................. .................. 9 1.5.1 Lingkup Lokasi ..................................................... .................................................................... ............... 9 1.5.2 Lingkup Materi ........................................... .................................................................. .......................... ... 10 1.5.3 Lingkup Waktu ........................................... .................................................................. .......................... ... 10 BAB II TINJAUAN T INJAUAN PUSTAKA ............................................ ................................................................... .......................... ... 11 2.1. Manajemen ................................. ....................................................... ............................................. .............................. ....... 2.1.1 Pengertian Manajemen ........................................... .......................................................... ............... 2.1.2 Fungsi Manajemen .......................................... ................................................................ ...................... 2.2. Manajemen Logistik..................................................... Logistik....................................................................... .................. 2.2.1 Pengertian......................................... ............................................................... ..................................... ...............
xi
11 11 13 15 15
2.3.
2.4.
2.5.
2.6. 2.7.
2.2.2 Tujuan Logistik ........................................... .................................................................. .......................... ... 15 2.2.3 Fungsi-Fungsi Manajemen Logistik ..................................... ..................................... 16 Manajemen Logistik Terpadu ...................................... ........................................................ .................. 17 2.3.1 Alasan Logistik Terpadu ............................................ ....................................................... ........... 17 2.3.2 Logistik Terpadu ......................................... ............................................................... .......................... .... 18 Vaksin ........................................................... ................................................................................. ................................. ........... 21 2.4.1 Pengertian Vaksin ...................................................... ................................................................. ........... 21 2.4.2 Penggolongan Vaksin ................................................ ........................................................... ........... 23 2.4.3 Pengelolaan Vaksin ............................................. ............................................................... .................. 25 Imunisasi ............................................... ...................................................................... ......................................... .................. 32 2.5.1 Pengertian Imunisasi ....................................... ............................................................. ...................... 32 2.5.2 Tujuan dan Manfaat ................................................... .............................................................. ........... 33 2.5.3 Faktor-faktor yang yang Mempengaruhi Mempengaruhi Keberhasilan Imunisasi 33 Penelitian Terdahulu ................................................ ...................................................................... ...................... 37 Kerangka Teori......................................................... Teori............................................................................... ...................... 39
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH .............................. .............................. 40 3.1. Kerangka Pikir ......................................................... ............................................................................... ...................... 40 3.2. Definisi Istilah ........................................... ................................................................. ..................................... ............... 41 BAB IV METODE PENELITIAN ............................. ................................................... ..................................... ............... 43 4.1. 4.2. 4.3. 4.4. 4.5. 4.6.
Desain Penelitian .......................................... ................................................................ ................................. ........... Populasi dan Sampel Penelitian ............................................. .................................................... ....... Jenis, Cara dan Alat Pengumpulan Data ....................................... ....................................... Pengolahan Data ........................................... ................................................................. ................................. ........... Validitas Data ........................................... ................................................................. ..................................... ............... Analisis dan Penyajian Data ........................................... .......................................................... ...............
43 43 45 45 46 48
BAB V HASIL PENELITIAN ............................................................. ........................................................................ ........... 50 5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir ................ 50 5.1.1 Struktur Organisasi............................................. ............................................................... .................. 50 5.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi .................................... ...................................................... .................. 50 5.1.3 Geografi dan Topografi ......................................... ........................................................ ............... 51 5.2 Gambaran Umum Puskesmas Indralaya ........................................... ........................................... 52 5.2.1 Visi dan Misi ............................... ...................................................... ......................................... .................. 52 5.2.2 Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya ............................ ............................ 53 5.2.3 Geografi dan Demografi................................................... Demografi....................................................... .... 53 5.3 Gambaran Umum Puskesmas Lebung Bandung .............................. .............................. 54 5.3.1. Visi dan Misi .............................. ..................................................... ......................................... .................. 54 5.3.2 Struktur Organisasi ............................................. ............................................................... .................. 54 5.3.3 Geografi dan Demografi................................................... Demografi....................................................... .... 55 5.4 Karakteristik Informan....................................................... Informan...................................................................... ............... 55 5.5 Hasil Penelitian ............................................ .................................................................. ..................................... ............... 56 5.5.1 SDM Pengelola Vaksin ....................... ............................................. ................................. ........... 57 5.5.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin .......................... ......................................... ............... 60 5.5.3 Material .......................................................... ................................................................................ ...................... 61 5.5.4 Metode .......................................... ................................................................ ........................................ .................. 65
xii
5.5.5 Permintaan Vaksin ............................................. ............................................................... .................. 5.5.6 Penerimaan Vaksin ............................................. ............................................................... .................. 5.5.7 Penyimpanan Vaksin .......................................... ............................................................ .................. 5.5.8 Pendistribusian Vaksin .......................................... ......................................................... ............... 5.5.9 Pemakaian Vaksin .......................................... ................................................................ ...................... 5.5.10 Pencatatan dan Pelaporan Pel aporan ............................................ ................................................... .......
68 70 71 73 75 76
BAB VI PEMBAHASAN........................................... ................................................................. ..................................... ............... 79 6.1 Keterbatasan Penelitian ......................................................... .................................................................... ........... 79 6.2 Pembahasan ............................................................ .................................................................................. .......................... .... 80 6.2.1 SDM Pengelola Vaksin ....................... ............................................. ................................. ........... 80 6.2.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin .......................... ......................................... ............... 85 6.2.3 Material Pengelolaan Rantai Vaksin .................................... .................................... 87 6.2.4 Metode Pengelolaan Rantai Vaksin .......................... ..................................... ........... 92 6.2.5 Permintaan Kebutuhan Vaksin ......................................... ............................................. .... 95 6.2.6 Penerimaan Vaksin ............................................. ............................................................... .................. 97 6.2.7 Penyimpanan Vaksin .......................................... ............................................................ .................. 100 6.2.8 Pendistribusian Vaksin .......................................... ......................................................... ............... 103 6.2.9 Pemakaian Vaksin .......................................... ................................................................ ...................... 105 6.2.10 Pencatatan dan Pelaporan ............................................ ................................................... ....... 106 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ......................................... ........................................................ ............... 110 7.1 Kesimpulan ........................ .............................................. ............................................. ......................................... .................. 110 7.2 Saran .......................................... ................................................................ ............................................ ................................. ........... 111 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Penerimaan dan Pengeluaran Vaksin Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Januari s/d Oktober 2013 ............................... ................................................. .................. 5 Tabel 1.2 Estimasi Kerugian Finansial ..................................................... ............................................................ ....... 6 Tabel 2.1 Daftar Suhu Penyimpanan dan Umur Vaksin Berdasarkan Jenis Vaksin ................................... ......................................................... ............................................ ..................................... ............... 22 Tabel 2.2 Suhu Penyimpanan dan Umur Vaksin .............................. ............................................. ............... 23 Tabel 2.3 Lama Penyimpanan Vaksin Di Setiap Tingkatan ............................ ............................ 28 Tabel 2.4 Cara Membaca VVM (Vaccine Vial Monitor) ................................ ................................ 31 Tabel 2.5 Penelitian Penelit ian Terdahulu ....................................... ............................................................. ................................. ........... 37 Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian.................................................... Penelitian............................................................... ........... 44 Tabel 5.1 Karakteristik Informan ........................................... .................................................................. .......................... ... 56 Tabel 5.2 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Dinas Kesehatan OI .... 63 Tabel 5.3 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Indralaya ... 63 Tabel 5.4 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Lebung Bandung ......................... ............................................... ............................................ ............................................ ...................... 64 Tabel 5.5 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Dinas Kesehatan ............. 66 Tabel 5.6 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Indralaya Indralaya ...... 67 Tabel 5.7 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Lebung Bandung ......................... ............................................... ............................................ ............................................ ...................... 68 Tabel 6.1 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel SDM dengan Standar .... 84 Tabel 6.2 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Dana dengan Standar Standar .... 87 Tabel 6.3 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Material dengan Standar 91 Tabel 6.4 Perbandingan Hasil Wawancara Metode Penerimaan dan Penyimpanan dengan Standar ........................................... .......................................................... ............... 94 Tabel 6.5 Perbandingan Hasil Wawancara Permintaan Vaksin dengan Standar ......................................... ............................................................... ............................................. .............................. ....... 97 Tabel 6.6 Perbandingan Hasil Wawancara Penerimaan Vaksin dengan Standar ......................................... ............................................................... ............................................. .............................. ....... 99
xiv
Tabel 6.7 Perbandingan Hasil Wawancara Penyimpanan Vaksin dengan Standar ......................................... ............................................................... ............................................. .............................. ....... 102 Tabel 6.8 Perbandingan Hasil Wawancara Pendistribusian Vaksin dengan Standar ......................................... ............................................................... ............................................. .............................. ....... 104 Tabel 6.9 Perbandingan Hasil Wawancara Pemakaian Vaksin dengan Standar ......................................... ............................................................... ............................................. .............................. ....... 106 Tabel 6.10 Perbandingan Hasil Wawancara Pencatatan dan Pelaporan dengan Standar ........................................... ................................................................. ............................................ .......................... .... 109
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Siklus Logistik ...................... ............................................ ............................................ ................................. ........... 16 Gambar 2.2 Pendekatan Sistem (Input-Output Model).................................... Model).................................... 39 Gambar 2.3 Mekanisme Pengelolaan Vaksin .............................................. .................................................. .... 39
xvi
DAFTAR SINGKATAN
AFR
: Accute : Accute Flaccyd Paralysis
BCG
: Bacillus : Bacillus Calmette Guerine
CFR
: Case Fatality Rate
CoA
: Certificate of Arrival
DPT
: Difteri, Pertussis, Tetanus
DT
: Difteri dan Tetanus
PD31
: Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
SBBK
: Surat Bukti Barang Keluar
SP
: Surat Pengiriman
TT
: Tetanus Toksoid
Td
: Tetanus difteri
TKS
: Tenaga Kerja Sukarela
VAR
: Vaccine Arrival Report
VVM
: Vaccine Vial Monitor
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Izin Survey Awal
Lampiran 2
Surat Izin Penelitian
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Lampiran 4
Lembar Checklist
Lampiran 5
Lembar Telaah Dokumen
Lampiran 6
Matriks Hasil Wawancara
Lampiran 7
Struktur Organisasi Dinkes OI
Lampiran 8
Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya
Lampiran 9
Struktur Organisasi Puskesmas Lebung Bandung
Lampiran 10
Penggunaan Vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI
Lampiran 11
Penggunaan Vaksin per Puskesmas
Lampiran 12
Laporan Bulanan Dinas Kesehatan Kab. OI
Lampiran 13
Laporan Bulanan Puskesmas Indralaya
Lampiran 14
Pencatatan Stok Vaksin Puskesmas Indralaya
Lampiran 15
SBBK Provinsi ke Kabupaten
Lampiran 16
SBBK Kabupaten Ke Puskesmas
Lampiran 17
Kartu Suhu
Lampiran 18
Prosedur Tetap Penerimaan dan Pemeliharaan Cold Room
Lampiran 19
Dokumentasi Penelitian
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah satu kasus permasalahan kesehatan yang membutuhkan perhatian serius. Laporan WHO (2008) menunjukkan, 1,5 juta anak balita meninggal akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka Penyakit Menular yang Dapat Dicegah dengan Imunisasi (PD3I) yang cukup tinggi menyerang anak-anak terutama bayi dan balita. Menurut data Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) diperkirakan setiap tahun terjadi 5% (1,7 juta) kematian pada anak balita akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I). Di Sumatera Selatan sendiri, angka PD31 masih cukup tinggi. Berdasarkan Profil Dinas Kesehatan Sumatera Selatan, CFR (Case ( Case Fatality Rate) Rate) Tetanus Neonatorum mencapai 40% dan CFR Difteri 28,5%. Untuk penyakit Campak di Sumatera Selatan sendiri kasus campak tertinggi pada kelompok umur 1-4 tahun yaitu sebesar 36,59%. Prevalensi kasus TB di Sumatera Tahun 2004 mencapai 160 per 100.000 penduduk. Kasus AFP ( Accute ( Accute Flaccyd Paralysis) Paralysis) ditemukan sebanyak 95 kasus sepanjang tahun 2009. (Dinkes Sumsel, 2010) Salah
satu
upaya
yang
dilakukan
pemerintah
untuk
mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan melakukan program imunisasi. Tujuan program ini adalah untuk menurunkan angka kesakitan, kematian dan kecacatan penderita yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit yang dapat dicegah oleh
1
2
imunisasi dalam rangka mencapai Indonesia Sehat 2025. Agar tujuan tersebut bisa dicapai dengan baik tentunya dibutuhkan pengimplementasian program yang efektif dan efisien dalam semua bidang. Menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI, 2005), mekanisme penyelenggaraan program imunisasi mencakup penyusunan perencanaan, pelaksanaan, pengelolaan rantai vaksin, pencatatan dan pelaporan serta supervisi dan bimbingan teknis. Tujuan program imunisasi diharapkan dapat tercapai dengan menggunakan sumber daya dan sumber dana secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, sistem informasi yang mendukung tercapainya tujuan program imunisasi sangat diperlukan oleh unit pelaksana. pelaksana. Agar pelaksanaan program imunisasi berjalan dengan efektif dan efisien, semua unsur program harus berjalan dengan baik termasuk logistik vaksin. Untuk menjamin kualitas keberhasilan pelayanan imunisasi, potensi vaksin sangat penting. Vaksin merupakan produk biologis yang sangat mudah rusak dan kehilangan potensi bila tidak dikelola dengan benar. Peralatan rantai vaksin dalam program imunisasi sangat menentukan potensi vaksin selama penyimpanan maupun transportasi (Kemenkes RI, 2005). Dalam program imunisasi, vaksin merupakan logistik yang penting dan tanpa adanya vaksin, program imunisasi tidak bisa berjalan dengan baik. Untuk itulah dalam pelaksanaan pendistribusian logistik vaksin diperlukan pemantauan agar dapat berjalan sesuai harapan. Vaksin
merupakan
senyawa
antigenik
yang
digunakan
untuk
meningkatkan kekebalan aktif dan meningkatkan imunitas tubuh terhadap suatu penyakit sehingga tubuh dapat segera membuat antibodi yang di kemudian hari dapat dicegah atau kebal dari penyakit tersebut. Vaksin adalah produk biologis
3
yang rentan, memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan penanganan khusus. Penyimpangan dari ketentuan yang ada dapat mengakibatkan kerusakan vaksin sehingga potensi vaksin akan berkurang atau bahkan hilang. Apabila potensi vaksin tersebut berkurang atau hilang maka tidak akan bisa diperbaiki kembali. Kualitas vaksin tidak hanya ditentukan dengan test laboratorium (uji potensi vaksin), namun juga sangat tergantung pada kualitas pengelolaannya (WHO, 2002). Setiap tahun pelayanan imunisasi di negara berkembang mencegah sekitar kelumpuhan 490.000 anak akibat poliomyelitis. Lebih dari 3 juta kematian juga akibat campak, cacar air, neonatal tetanus, dan pertussis dapat dicegah dengan adanya imunisasi. Prestasi ini merupakan hasil pencapaian dengan diadakannya pelatihan petugas kesehatan dalam bidang penyimpanan dan pendistribusian yang tepat dan peningkatan material cold chain (WHO, chain (WHO, 1998). Vaksin ternyata masih belum disimpan dan ditransportasikan dengan benar di beberapa daerah. Tidak ada cara mudah yang bisa digunakan di lapangan untuk menilai apakah vaksin terekspos oleh suhu yang telah sesuai dengan potensi suhu yang seharusnya, walaupun Vaccine Vial Monitors Monitors (VVM) telah disediakan dengan Oral Poliomyelitis Vaccine (OPV) Vaccine (OPV) yang bisa mengindikasi level paparan suhu dari masing-masing vial. Potensi vaksin hanya bisa ditentukan dengan pengujian laboratorium, hasilnya baru bisa dilihat dalam beberapa bulan. (WHO, 1998). Menurut WHO (1998), untuk menjamin kualitas vaksin yang optimal, penyimpanan dan penanganan membutuhkan perhatian yang intensif. Sumber daya listrik yang adekuat dan lemari biasanya kurang di negara-negara
4
berkembang dimana penyimpanan, penanganan, dan stabilitas suhu vaksin mendapatkan perhatian serius. Produk baru telah diciptakan untuk mengurangi permasalah tersebut namun untuk memaksimalkannya dibutuhkan pelatihan yang intensif untuk lebih mengenalkannya pada petugas kesehatan. Evaluasi di India, Malaysia, Nepal, Republik Serikat Tanzania, dan Tunisia didapatkan hasil bahwa cold chain chain masih menunjukkan performance performance yang buruk dan masih banyak perhatian yang harus diberikan, terutama fasilitas di sekelilingnya. Untuk menjamin kualitas vaksin, Indonesia telah membuat suatu sistem pendaftaran produk dan fasilitas produk, pengawasan kinerja vaksin di lapangan dan tunduk pada GMP ( Good Manufacturing Practices) Practices ) dan evaluasi data klinis percobaan dalam mendaftarkan keputusan. National keputusan. National Regulatory Authority (NRA) Authority (NRA) yang kompeten dan berfungsi secara independen telah hadir. Kualitas vaksin yang diberikan kepada anak-anak juga tergantung pada kualitas dari cold chain chain dan pengelolaannya dalam hal penyimpanan dan transportasi dari pabrik ke sesi vaksinasi. Sebuah studi di tahun 2001-2002 oleh PATH dan Depkes memperlihatkan bahwa 75% dari vaksin Indonesia mungkin telah terpapar ke suhu yang membeku selama distribusi. Ini dapat mempengaruhi potensi dari vaksin yang peka terhadap pembekuan seperti HB, TT, DPT dan DT. Maka, kegiatan prioritas pemerintah beberapa tahun kedepan adalah untuk mendapatkan penilaian dari pengelolaan cold chain, chain, pedoman/ prosedur pengoperasian yang direvisi dan pelatihan penyegaran bagi staf cold chain (WHO, chain (WHO, 2011). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan sebelumnya, di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, didapatlah data seperti pada ta bel dibawah ini
5
Tabel 1.1 Penerimaan dan Pengeluaran Vaksin Dinas Kesehatan Kab. Ogan Ilir Januari s/d Oktober 2013 Vaksin Penerimaan Pengeluaran
BCG DPT – Hb TT Polio Campak DT Td Hepatitis B ADS 5 ml ADS 0,5 ml ADS 0,05 ml Jumlah
4400 8400 2900 9000 4300 970 2100 7000
2509 4799 2237 4821 3299 90 160 3519
38770
300 5206 1400 28340
Sumber : Dinkes OI, 2013
Dari data di atas diperkirakan bahwa selama periode Januari-Oktober 2013, di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir selalu terjadi kelebihan vaksin dimana jumlah yang diterima tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang didistribusikan. Stok vaksin yang paling banyak berlebih diperkirakan adalah vaksin Polio dimana jumlah permintaan sebanyak 9000 ampul dan hanya didistribusikan 4821 ampul atau tidak mencapai setengahnya. Vaksin yang diperkirakan paling sedikit mengalami kelebihan stok adalah vaksin TT dimana jumlah yang diterima adalah 2900 ampul ampul dan didistribusikan 2237 ampul. ampul. Berdasarkan data diatas bisa disimpulkan bahwa sampai bulan Oktober 2013, terdapat banyak sekali sisa vaksin yang masih disimpan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir sedangkan setiap bulannya petugas kesehatan terus melakukan permintaan terhadap Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan ketentuan WHO bahwa di setiap tingkatan instansi pemerintahan mempunyai masa penyimpanan tersendiri dimana masa penyimpanan vaksin
6
untuk tingkat kabupaten adalah paling lama 3 bulan. Apabila vaksin disimpan terlalu lama maka akan bisa menyebabkan kerusakan vaksin dan bila vaksin sudah rusak, maka tidak akan bisa digunakan lagi. Kerusakan vaksin tentu akan menimbulkan kerugian terutama dari sisi financial sisi financial . Bila kita akumulasikan vaksin yang bersisa berdasarkan harga satuan vaksin, pemerintah menderita kerugian dalam jumlah yang cukup besar.
Vaksin BCG DPT – Hb TT Polio Campak DT Td Hepatitis B Jumlah
Tabel 1.2 Estimasi Kerugian Finansial Jumlah Harga Satuan Jumlah Harga
1391 2302 435 2679 1033 880
45.100 43.900 11.913 16.203 22.572 14.487
62.734.100 101.057.800 5.182.155 43.407.837 23.316.876 12.748.560
1940 2521 17336
14.250 18.750
27.645.000 47.268.750 323.361.078
Berdasarkan hasil perhitungan diatas, diperkirakan kerugian finansial terbesar dikarenakan kelebihan vaksin DPT-Hb dimana kerugian tersebut mencapai Rp. 101.057.800. Estimasi kerugian akibat vaksin lainnya ada yang mencapai Rp. 62.734.100 yaitu diakibatkan oleh kelebihan vaksin BCG. Kerugian finansial terkecil yaitu mencapai 5.182.155 diperkirakan akibat kelebihan vaksin TT. Jumlah kerugian setelah diakumulasikan akibat kelebihan vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir selama periode Januari-Oktober 2013 mencapai Rp. 323.361.078. Jumlah yang sangat besar dan tentunya bila terus berlanjut akan lebih merugikan negara.
7
Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut peneliti ingin menganalisis sistem manajemen logistik vaksin yang dilakukan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir.
1.2 Rumusan Masalah
Dari latar belakang diketahui bahwa Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir merupakan salah satu tempat unit pelayanan pemerintah yang melakukan program imunisasi, dan untuk mensukseskan program tersebut dibutuhkan vaksin. Vaksin merupakan produk biologis yang rentan, memiliki karakteristik tertentu sehingga memerlukan penanganan khusus. Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir setiap bulannya menerima 8 macam vaksin yaitu BCG, DPT, TT, Polio 10 Ds, Campak C ampak 10 Ds, DT, Td, Hepatitis B dan pada tahun 2013 menerima dalam jumlah 38770 ampul vaksin. Jumlah yang diterima tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang didistribusikan yaitu sekitar 28340 ampul. Dinas Kesehatan Ogan Ilir terus melakukan permintaan setiap bulannya padahal telah terjadi kelebihan stok dalam jumlah yang cukup banyak, sedangkan vaksin merupakan produk produk yang tidak boleh disimpan terlalu lama karena akan menyebabkan kerusakan. Kerusakan vaksin akan menyebabkan vaksin tidak bisa digunakan kembali. Dari latar belakang tersebut maka peneliti ingin mengetahui bagaimana sistem manajemen logistik pengelolaan vaksin yang diterapkan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir.
8
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1
Tujuan Umum
Untuk menganalisis sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 1.3.2
Tujuan Khusus
1. Menganalisis SDM pengelola vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 2. Menganalisis dana pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 3. Menganalisis material pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 4. Menganalisis metode pengelolaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 5. Menganalisis permintaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 6. Menganalisis penerimaan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 7. Menganalisis penyimpanan vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 8. Menganalisis pendistribusian vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 9. Menganalisis pemakaian vaksin dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
9
10. Menganalisis pencatatan & pelaporan dalam manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Bagi Penulis
Mendapatkan wawasan, pengetahuan dan menerapkan teori-teori yang telah didapatkan dari bangku kuliah terutama ilmu manajemen logistik. 1.4.2
Bagi Dinas Kesehatan Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
Memperoleh masukan bagi petugas di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir khususnya Bidang P2PL yang bermanfaat yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil kebijakan di masa yang akan datang yang berkaitan dengan manajemen logistik vaksin 1.4.3
Bagi Fakultas Kesehatan Masyarakat
Menambah rujukan pustaka mengenai manajemen logistik khususnya manajemen logistik vaksin yang dapat dimanfaatkan oleh dosen maupun mahasiswa dan dapat dijadikan sebagai referensi ilmiah oleh peneliti selanjutnya
1.5 RUANG LINGKUP PENELITIAN 1.5.1 Lingkup Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung
10
1.5.2 Lingkup Materi
Materi penelitian ini adalah Administrasi Kebijakan Kesehatan (AKK) khususnya materi manajemen logistik 1.5.3 Lingkup Waktu
Penelitian ini akan dilakukan pada bulan November hingga bulan Desember 2013
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen 2.1.1 Pengertian Manajemen
Manajemen belum memiliki definisi yang mapan dan diterima secara universal. Menurut Sondang yang dikutip oleh Kusmanto dkk (1998), manajemen adalah seni memperoleh hasil melalui berbagai kegiatan yang dilakukan oleh orang lain. Oleh karena itu sebenarnya hakekat pemahaman terhadap manajemen adalah “penggerakan” yaitu menggerakkan orang lain agar secara bersama-sama bersama -sama mencapai tujuan yang telah mereka tetapkan bersama. Dengan demikian mudah dipahami bila dikatakan bahwa leadership leadership adalah inti manajemen. Dalam manajemen tentu telah ditetapkan tujuan organisasi yang hendak dicapai. Mary Parker Follet (1868-1933) mendefinisikan manajemen sebagai seni menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Definisi ini berarti bahwa seorang manajer bertugas mengatur dan mengarahkan orang lain untuk mencapai tujuan organisasi. Ricky W. Griffin (1987) mendefinisikan manajemen sebagai sebuah proses perencanaan, pengorganisasian, pengkoordinasian, dan pengontrolan sumber daya untuk mencapai sasaran. Efektif berarti bahwa tujuan dapat dicapai sesuai dengan perencanaan, sementara efisien berarti bahwa tugas yang ada dilaksanakan secara benar, terorganisir, dan sesuai dengan jadwal. Dari beberapa pandangan diatas, dapat disimpulkan ada tiga alasan mendasar mengapa manajemen diperlukan, yaitu :
11
12
1. Manajemen dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan antara tujuan, sasaran,
dan
kegiatan
yang
bertentangan
dari
pihak-pihak
yang
berkepentingan dengan organisasi, seperti pimpinan, pegawai, pelanggan, serikat kerja, masyarakat, pemerintah, dll 2. Manajemen dibutuhkan untuk mencapai tujuan organisasi dan juga tujuan individu yang ada dalam organisasi tersebut 3. Untuk mencapai efektivitas dan efisiensi (Anshari, ( Anshari, 2009) Ada empat hal penting yang perlu dibahas lebih lanjut mengenai pengertian manajemen. Pertama : Manajemen adalah ilmu terapan. Manajemen tidak pernah dapat diterapkan dalam tatanan organisasi yang bersifat imajiner. Manajemen selalu bergerak dalam tatanan dan ruang lingkup organisasi yang riil, baik formal maupun informal. Kedua : Manajemen selalu berkaitan dengan kehidupan berorganisasi. Di dalam sebuah organisasi selalu akan timbul kebutuhan untuk bekerja sama. Ada orangorang yang menjadi pimpinan, dan ada orang-orang yang menjadi kelompok yang dipimpin. Masing-masing kelompok mempunyai tugas dan keterampilan yang berbeda. Ketiga : Keberhasilan organisasi akan tercermin dari kemahiran manajerial dan keterampilan teknis operasional seorang manajer. Di dalam manajemen ada tiga jenis keterampilan manajerial disesuaikan dengan tingkatan manajer. Semua tingkat manajer (unsur pimpinan) wajib mengembangkan dan peka dengan keterampilan yang bersifat HAM karena SDM adalah sumber daya organisasi.
13
Keempat : Dalam organisasi yang mempunyai jumlah SDM yang besar, ada sekelompok staf yang mempunyai ruang lingkup kegiatan yang berbeda dengan kelompok staf yang lain. Masing-masing kelompok perlu dibuatkan wadahnya seperti seksi, bidang, divisi atau departemen (Muninjaya, 2004). 2.1.2 Fungsi Manajemen
Fungsi manajemen adalah elemen-elemen dasar yang akan selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen dan selalu dijadikan acuan oleh seorang manajer dalam melaksanakan kegiatannya untuk mencapai tujuan organisasi (Anshari, 2009). Fungsi manajemen terdiri dari 4 fungsi. A. Fungsi perencanaan perencanaan
Fungsi perencanaan adalah fungsi fungsi terpenting dalam manajemen karena fungsi ini akan menentukan fungsi-fungsi manajemen lainnya. Fungsi perencanaan
merupakan
landasan
dasar
dari
fungsi
manajemen
secara
keseluruhan. Perencanaan manajerial terdiri dari dua bagian utama yaitu perumusan strategi dan penerapan strategi. Pada bagian perumusan strategi akan ditetapkan tujuan dan kebijaksanaan umum organisasi. Perumusan strategi biasanya
dikerjakan
oleh
pimpinan
puncak
suatu
organisasi
sedangkan
implementasinya dikerjakan sepenuhnya oleh para manajer operasional dan dikoordinasi oleh manajer menengah. B. Fungsi Pengorganisasian Pengorganisasian
Pengorganisasian adalah langkah untuk menetapkan, menggolonggolongkan dan mengatur berbagai macam kegiatan, menetapkan tugas-tugas pokok dan wewenang, dan pendelegasian wewenang oleh pimpinan kepada staf dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Berdasarkan definisi tersebut, fungsi
14
pengorganisasian merupakan alat untuk memadukan (sinkronisasi) dan mengatur semua kegiatan yang ada kegiatannya dengan personil, finansial, material, dan tat a cara untuk mencapai tujuan organisasi yang telah disepakati bersama. C. Fungsi Penggerakan dan Pelaksanaan
Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan program (dirumuskan dalam fungsi perencanaan). Oleh karena itu, fungsi manajemen ini lebih menekankan bagaimana manajer mengarahkan dan menggerakkan semua sumber daya (manusia dan yang bukan manusia) untuk mencapai tujuan yang telah disepakati. Untuk menggerakkan dan mengarahkan sumber daya manusia dalam organisasi, peranan kepemimpinan, motivasi staf, kerja sama dan komunikasi antar staf merupakan hal pokok yang perlu mendapat perhatian para manajer organisasi. D. Pengawasan dan Pengendalian
Fungsi pengawasan dan pengendalian merupakan fungsi yang terakhir dari proses manajemen. Fungsi ini mempunyai kaitan erat dengan ketiga fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Melalui fungsi pengawasan dan pengendalian, standar keberhasilan program yang dituangkan dalam bentuk target, prosedur kerja dan sebagainya harus selalu dibandingkan dengan hasil yang telah dicapai atau yang mampu dikerjakan oleh staf (Muninjaya, 2004).
15
2.2 Manajemen Logistik 2.2.1 Pengertian
Menurut Donald J. Bowersox (2000), manajemen logistik adalah unik karena ia merupakan salah satu aktivitas perusahaan yang tertua tetapi juga termuda. Aktivitas logistik yang terdiri 5 komponen : struktur lokasi fasilitas, transportasi, persediaan (inventory (inventory), ), komunikasi, dan pengurusan & penyimpanan telah dilaksanakan orang semenjak awal spesialisasi komersil. Sulit untuk membayangkan sesuatu pemasaran atau manufacturing yang yang tidak membutuhkan sokongan logistik. Manajemen logistik modern didefinisikan sebagai proses pengelolaan yang strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan barang jadi dari para suplier, diantara fasilitas-fasilitas fasilitas-fasil itas perusahaan dan kepada para pelanggan. Dengan tujuan menyampaikan barang jadi dan bermacam -macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah.
Melalui
proses
logistiklah
material
mengalir
ke
kelompok
manufakturing yang sangat luas dari negara industri dan produk-produk didistribusikan melalui saluran-saluran distribusi untuk konsumsi (Ali Maimun, 2008). 2.2.2 Tujuan Logistik
Tujuan logistik adalah menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah yang tepat pada waktu yang dibutuhkan, dan dalam keadaan yang dapat dipakai, ke lokasi dimana ia dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Sasaran penyelenggaraan logistik adalah mencapai level
16
sokongan manufacturing -pemasaran -pemasaran yang telah ditentukan sebelumnya dengan total biaya yang serendah mungkin. Tanggung jawab utama manajer logistik adalah merencanakan dan mengelola suatu sistem operasi yang mampu mencapai sasaran ini. Dalam tanggung jawab perencanaan dan pengelolaan yang luas ini terdapat banyak sekaligus yang kompleks dan mendetil. Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan tuntutan terhadap pemindahan dan penyimpanan yang strategis (Bowersox, 2000). 2.2.3 Fungsi-fungsi Manajemen Logistik
Fungsi-fungsi manajemen logistik sebenarnya sama dengan fungsi manajemen pada umumnya. Menurut Bowersox (2000), ada tujuh fungsi manajemen logistik dan sering diberi istilah Siklus Logistik. Perencanaan
Pemeliharaan
Penggunaan
Penganggaran
Pengendalian Pengadaan
Penyaluran
Penyimpanan Gambar 2.1 Siklus Logistik
17
2.3 Manajemen Logistik Terpadu 2.3.1 Alasan Logistik Terpadu
Manajemen logistik terpadu memberikan logika bahwa tantangan bagi masa depan adalah untuk mengintegrasikan kerumitan distribusi fisik itu dengan operasi manajemen material. Tantangan utama bagi masa depan adalah mengembangkan
suatu
logika
tunggal
untuk
menuntun
secara
teratur,
penyimpanan dan arus persediaan barang yang efisien dari sumber material ke kompleks manufacturing, terus ke saluran distribusi, dan sampai kepada nasabah. Logika tersebut makin lama makin menjadi lazim, sekurang-kurangnya menurut Bowersox (2000) karena 5 alasan. Alasan pertama adalah besarnya saling ketergantungan antara kedua bidang operasional itu yang dapat diusahakan untuk kemanfaatan perusahaan. Perspektif sistem total pergerakan/penyimpanan memberikan imbalan dan potensi sinergistik yang lebih besar. Potensi untuk pengintegrasian ini meliputi aktivitas yang jauh lebih besar daripada jika distribusi fisik atau manajemen material itu kita tinjau sendirian. Alasan kedua untuk menyokong logistik terpadu adalah bahwa konsep distribusi fisik dan manajemen material yang sempit tu besar kemungkinan menimbulkan keadaan yang negatif atau gangguan-gangguan. Kedua konsep ini sangat memberikan prioritas operasional pada sasaran-sasaran yang bertolak belakang. Alasan ketiga untuk mengintegrasikan aktivitas fisik distribusi fisik dengan manajemen material adalah bahwa kebutuhan pengawasan untuk masing-masing jenis operasi ini adalah sama. Alasan keempat adalah meningkatnya kesadaran bahwa banyak saling-timbal terdapat di antara ekonomi manufacturing dengan kebutuhan pemasaran yang dapat dirujukkan oleh suatu
18
sistem logistik yang dirancang dengan baik. Alasan yang kelima dan barangkali yang terpenting bagi logistik terpadu adalah bahwa kebutuhan akan misi logistik sekarang dan di masa datang tidak lagi dapat dipenuhi oleh penyebaran teknologi perangkat-keras saja (Bowersox, 2000). 2.3.2 Logistik Terpadu
Menurut Bowersox (2000), konsep logistik terpadu ini terdiri dari 2 usaha yang berkaitan, yaitu operasi logistik dan koordinasi logistik. A. Operasi Logistik
Aspek operasional logistik ini mengenai manajemen pemindahan dan penyimpanan material dan produk jadi perusahaan. Jadi, operasi logistik itu dapat dipandang sebagai berawal dan pengangkutan pertama material atau komponenkomponen dari sumber perolehannya dan berakhir pada penyerahan produk yang dibuat atau diolah itu kepada pelanggan atau konsumen. Untuk pembahasan, operasi logistik itu dapat dibagi kedalam 3 kategori : (1) manajemen distribusi fisik, (2) manajemen material, (3) transfer persediaan barang di dalam perusahaan. Proses manajemen distribusi fisik adalah menyangkut pengangkutan produk kepada langganan. Manajemen distribusi fisik adalah aspek logistik keseluruhannya yang berkaitan dengan pengolahan dan pengiriman barang yang dipesan oleh pelanggan. Dalam distribusi fisik, langganan di pandang sebagai pemberhentian terakhir dalam saluran pemasaran. Distribusi fisik ini esensial bagi pemasaran karena pengiriman produk pada waktunya dan ekonomis itu adalah perlu untuk transaksi yang menguntungkan. Proses pemasaran dalam arti luas dapat dibagi menjadi aktivitas penciptaan-transaksi dan aktivitas penyelesaian fisik. Distribusi fisik ini terutama menyangkut aktivitas penyelesaian fisik
19
tersebut. Melalui proses distribusi fisik inilah waktu dan ruang dalam pelayanan nasabah menjadi bagian yang integral dari pemasaran. Kesimpulannya, sistem tersebut menghubungkan bersama para manufaktur, para grosir, para pengecer ke dalam saluran pemasaran yang menjamin tersedianya produk sebagai suatu aspek yang integral dari proses pemasaran keseluruhannya. Manajemen material yang kadang-kadang disebut sebagai suplai fisik adalah menyangkut perolehan dan pengangkutan material. Suku cadang, dan/atau persediaan barang jadi dari tempat pembelian ke tempat pembuatan atau perakitan, gudang, atau toko pengecer. Aspek logistik yang berkenaan dengan pembelian barang mentah, suku cadang dan barang-dagang untuk dijual kembali disebut manajemen material. Titik pusat dari manajemen material adalah memberikan kontinuitas dan stabilitas dalam pembelian. Tujuan pokoknya adalah untuk memberikan assortment yang benar dari material, suku cadang, atau barang dagang untuk dijual kembali pada lokasi yang dikehendaki. Pemeliharaan suplai yang kontinu merupakan suatu aspek yang esensial dari manajemen material. Transfer persediaan internal adalah pemindahan yang dibutuhkan untuk mengintegrasikan operasi distribusi fisik dengan operasi manajemen material dalam suatu perusahaan. Tujuan utama dari manajemen material ini adalah memelihara arus bahan mentah yang teratur dan ekonomis dan membeli barang dari luar untuk perusahaan. Operasi distribusi fisik adalah berkenaan dengan pengolahan pesanan langganan dan mengantarkannya. Perbedaan kebutuhan pemindahan yang sangat besar terdapat antara distribusi fisik dengan manajemen ma najemen material. Spesialisasi manajemen distribusi fisik dan manajemen material dalam suatu perusahaan menimbulkan bidang yang kabur dalam pengawasan antara arus
20
material pabrik dengan arus barang-jadi ke langganan. Transfer persediaan merujukkan bidang yang kabur ini. Pergerakan produk, material, dan suku-cadang setengah jadi dan komponen-komponen diantara fasilitas-fasilitas perusahaan adalah tanggung jawab operasi transfer persediaan. B. Koordinasi Logistik
Koordinasi logistik adalah penentuan kebutuhan dan spesifikasi yang memadukan seluruh operasi logistik. Tujuan utama dari manajemen material adalah untuk memelihara teraturnya arus barang yang diberi dari luar ke dalam perusahaan. Operasi distribusi fisik mengatur penyerahan/pengantaran produk ke luar perusahaan ke para langganan. Sedangkan transfer persediaan internal adalah untuk menyeimbangkan operasi-operasi tersebut dengan mengatur pergerakan barang-barang setengah jadi diantara berbagai tahap pembuatan dan pergerakan barang jadi ke dan diantara gudang-gudang yang dipakai oleh perusahaan itu. Fungsi koordinasi logistik adalah untuk memastikan sistem bahwa seluruh pergerakan dan penyimpanan itu ada diselesaikan diselesaikan seefektif dan seefisien seefisie n mungkin. Apabila suatu perusahaan melaksanakan banyak operasi distribusi fisik manupun manajemen material, maka tentulah diperlukan tingkat koordinasi yang tinggi. Oleh karena kegiatan manajerial yang dapat diarahkan untuk pencapaian koordinasi yang efektif itu seringkali sudah ada dalam suatu perusahan, maka untuk memperbaiki koordinasi logistik tidak perlu lagi menciptakan atau membentuk aktivitas baru. Koordinasi logistik akan membahas peramalan, pengolahan pesanan dan terakhir membahas perencanaan perolehan produk dan perencanaan kebutuhan material.
21
Masukan utama bagi perencanaan dan pengkoordinasian operasi logistik adalah peramalan tentang permintaan langganan. Peramalan merupakan cara perusahaan untuk mencari tahu limit li mit ketidakpastian masa depan terhadap te rhadap operasi perusahaan. Hasil yang diharapkan dari peramalan ini adalah seperangkat perkiraan dari seluruh manajer mengenai level yang diharapkan dari kegiatan bisnis di masa depan dan perkiraan prestasi penjualan dari masi ng-masing produk. Jangka waktu proyeksi peramalan operasi logistik ini biasanya adalah satu tahun atau kurang, bergantung dari tujuan penggunaan rencana tersebut. Dalam menyajikan dua kategori yang paling lazim dari teknik peramalan matematisstatistis, dibuatlah asumsi bahwa suatu produk tunggal diramalkan dalam suatu pasar tunggal. Ada dua teknik te knik peramalan yang akan dibahas kali ini yaitu regresi dan analisa deret waktu. Ada 4 teknik analisa deret waktu menurut tingkat kompleksitasnya. 4 teknik tersebut adalah (1) rata-rata bergerak, (2) perataan eksponen (3) peranan diulur, (4) penataan disesuaikan.
2.4 Vaksin 2.4.1 Pengertian Vaksin
Menurut WHO (2002), vaksin adalah produk biologis yang terbuat dari kuman, komponen kuman yang telah dilemahkan atau dimatikan yang berguna untuk merangsang timbulnya kekebalan spesifik secara aktif terhadap penyakit tertentu. Semua vaksin merupakan produk biologis yang rentan sehingga memerlukan penanganan khusus. Beberapa situasi yang mempengaruhi vaksin antara lain: pengaruh kelembaban (humidity (humidity effect ). ). Kelembaban hanya berpengaruh terhadap vaksin yang disimpan terbuka atau penutupnya tidak
22
sempurna (bocor), pengaruh kelembaban sangat kecil dan dapat diabaikan jika kemasan vaksin baik, misalnya dengan kemasan ampul atau botol tertutup kedap (hermatically sealed) (Centers for Disease Control and Prevention, 2003 dalam Kristini, 2008) a. Pengaruh suhu (temperature ( temperature effect ). ). Suhu adalah faktor yang sangat penting dalam penyimpanan vaksin karena dapat menurunkan potensi maupun efikasi vaksin yang bersangkutan apabila disimpan pada suhu yang tidak sesuai. (Centers ( Centers for Disease Control and Prevention, 2003 dalam Kristini, 2008). Suhu penyimpanan vaksin yang tepat akan berpengaruh terhadap umur vaksin sebagaimana tabel berikut: Tabel 2.1 Daftar suhu penyimpanan dan umur vaksin berdasarkan jenis vaksin Jenis vaksin Suhu penyimpanan Umur vaksin
BCG Polio
+2 C s/d +8 C atau - 15 C s/d -25 C +2 C s/d +8 C - 15 C s/d -25 C +2 C s/d +8 C atau - 15 C s/d -25 C +2 C s/d +8 C +2 C s/d +8 C +2 C s/d +8 C +2 C s/d +8 C +2 C s/d +8 C °
°
°
°
°
Campak DPT Hepatitis B TT DT DPT-HB
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
°
1 tahun 6 bulan 2 tahun 2 tahun 2 tahun 26 bulan 2 tahun 2 tahun 2 tahun
Sumber : WHO.Thermostability of Vaccines.1998 23
Tabel tersebut menunjukan bahwa untuk jenis vaksin yang sensitif terhadap panas dapat disimpan pada lemari es dan freezer . Umur vaksin polio akan lebih lama bila disimpan pada suhu freezer jika dibandingkan bila disimpan pada suhu lemari es. Apabila terjadi penyimpangan terhadap suhu penyimpanan dari yang direkomendasikan, maka akan berpengaruh terhadap umur vaksin, sebagaimana tabel berikut:
23
Vaksin
Tabel 2.2 Suhu penyimpanan dan umur vaksin Pada suhu
Hepatitis B, DPT-HB DPT, , DT, TT DPT, DPT-HB, DT
-0,5 C -0,5 C s/d -10 C beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur temperatur < 34 C) beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur temperatur < 34 C) beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperature temperature < 34 C) beberapa C diatas suhu udara luar (ambient temperatur temperatur < 34 C) ° °
°
°
Dapat bertahan selama Maks 1,5 jam Maks 1,5 – 1,5 – 2 2 jam 14 hari
°
Hepatitis B & TT
°
30 hari
°
Polio
°
2 hari
°
Campak dan BCG
°
7 hari
°
Sumber : WHO.Thermostability of Vaccines. 1998.23
b. Pengaruh sinar matahari ( sunlight effect ). ). Setiap vaksin yang berasal dari bahan biologi harus dilindungi dari terhadap pengaruh sinar matahari langsung maupun tidak langsung, sebab bila tidak demikian, maka vaksin tersebut akan mengalami kerusakan dalam waktu singkat (WHO, 1998). Saat ini, kemasan vaksin telah dilengkapi dengan label VVM ( vaccine vial monitoring ) yang berfungsi sebagai indikator paparan panas, sehingga petugas dengan mudah dapat mengenali vaksin yang telah terpapar suhu panas dengan membaca perubahan pada label VVM (WHO, 1998). 2.4.2 Penggolongan Vaksin Essenti al A. Penggolongan berdasarkan berdasarkan asal antigen ( I mmun ization Ess )
Menurut Nossal (2003) dalam Kristini (2008), berdasarkan asal antigen, vaksin dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
Live attenuated (bakteri atau virus hidup yang dilemahkan)
Inactivated (bakteri, virus atau komponennya, dibuat tidak aktif)
24
1) Vaksin hidup attenuated. Vaksin hidup dibuat dari virus atau bakteri liar penyebab penyakit. Virus atau bakteri liar ini dilemahkan di laboratorium, biasanya dengan cara pembiakan berulang-ulang. Vaksin hidup attenuated bersifat labil dan mudah mengalami kerusakan bila kena panas dan sinar, oleh karenanya vaksin golongan ini harus dilakukan pengelolaan dan penyimpanan dengan baik dan hati-hati (WHO, 2002) Vaksin hidup attenuated yang tersedia :
Berasal dari virus hidup: vaksin campak, gondongan, rubella, polio, rotavirus, demam kuning.
Berasal dari bakteri : vaksin BCG dan demam tifoid oral.
2) Vaksin Inactivated Vaksin Inactivated Vaksin inactivated dihasilkan dengan cara membiakkan bakteri atau virus dalam media pembiakan, kemudian dibuat tidak aktif dengan penambahan bahan kimia (biasanya formalin) (WHO, 2002). Vaksin inactivated yang tersedia saat ini berasal dari:
Seluruh sel virus yang inactivated , contoh influenza, polio, rabies, hepatitis A.
Seluruh bakteri yang inactivated , contoh pertusis, tifoid, kolera.
Toksoid, contoh difteria, tetanus.
Polisakarida murni, contoh pneomukokus, meningokokus. meningokokus.
Gabungan polisakarida.
3) Rekombinan (rekayasa genetika)
25
Antigen vaksin dapat pula dihasilkan dengan car a teknik rekayasa genetik. Produk ini sering disebut sebagai vaksin rekombinan. Contoh vaksin dari rekayasa genetik yang saat ini telah tersedia: vaksin Hepatitis B dan vaksin tifoid. B. Penggolongan berdasarkan sensitivitas terhadap suhu
1). Vaksin yang peka terhadap suhu dingin dibawah 0 C yaitu vaksin FS ( Freeze °
Sensitive = Sensitif Beku). Vaksin yang tergolong FS adalah: Hepatitis B (dalam kemasan vial atau kemasan PID = Prefill Injection Device), Device), DPT, DPT-HB, DT, TT (WHO, 2002) 2). Vaksin yang peka terhadap suhu panas berlebih ( > 34 C ), yaitu vaksin HS °
( Heat Heat Sensitive = Sensitif Panas), seperti: BCG,Polio, Campak (WHO, 2002) 2.4.3. Pengelolaan Vaksin
Pengelolaan vaksin sama halnya dengan pengelolaan rantai vaksin yaitu suatu prosedur yang digunakan untuk menjaga vaksin pada suhu tertentu yang telah ditetapkan agar vaksin memiliki potensi yang baik mulai dari pembuatan sampai pada saat pemberiannya kepada sasaran (WHO dalam Kristini, 2008). Pengelolaan rantai vaksin sebagai suatu sistem pengawasan, mempunyai komponen yang terdiri dari input, proses, out put, efek, out come dan mekanisme umpan baliknya (Muninjaya, 2004). 1. Input Input dalam pengelolaan vaksin terdiri dari man. man. money, material, method, disingkat dengan 4 M. Man atau sumber daya manusia di tingkat dinas kesehatan minimal mempunyai tenaga yang bertugas sebagai petugas imunisasi dan pengelola cold chain dengan chain dengan standar kualifikasi tenaga minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain. chain. Pelayanan imunisasi dilaksanakan oleh
26
tenaga profesional/terlatih (Kemenkes RI, 2005). Oleh karena itu, untuk meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan petugas pengelola vaksin perlu dilakukan pelatihan. Studi tentang pengelolaan vaksin yang dilakukan oleh Kristini di Semarang (2008) menunjukan bahwa dengan pengetahuan yang baik dan ditindaklanjuti dengan praktik pengelolaan vaksin yang baik akan menurunkan jumlah vaksin yang rusak. Program pelatihan dapat mempengaruhi perilaku kerja dalam dua cara dan yang paling jelas adalah dengan langsung memperbaiki
keterampilan
yang
diperlukan
petugas
agar
berhasil
menyelesaikannya pekerjaannya. Money dalam pengelolaan vaksin adalah tersedianya dana operasional untuk pemeliharaan peralatan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi kerusakan peralatan. Material adalah dalam pengelolaan vaksin adalah peralatan rantai vaksin yang meliputi lemari es, vaccine carrier , termometer, kartu suhu, form laporan dan sebagainya. Method antara lain prosedur penerimaan dan penyimpanan vaksin (Muninjaya, (Muninjaya, 2004) 2. Proses Proses dalam pengelolaan vaksin adalah semua kegiatan pengelolaan vaksin mulai dari permintaan vaksin, penerimaan/pengambilan, penyimpanan, pendistribusian, pemakaian vaksin, dan pencatatan dan pelaporan (WHO, 2002). 2002). a. Permintaan vaksin Permintaan kebutuhan vaksin didasarkan pada jumlah sasaran yang akan diimunisasi dengan mempertimbangkan kapasitas tempat penyimpanan vaksin. Permintaan vaksin di semua tingkatan dilakukan pada saat stok vaksin telah
27
mencapai stok minimum oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus mencantumkan sisa stok yang ada. b. Penerimaan/pengambilan Vaksin Pengambilan vaksin harus menggunakan peralatan rantai vaksin yang sudah ditentukan, Misalnya cold box atau vaccine carrier atau termos. Sebelum memasukan vaksin ke dalam alat pembawa, petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG. Vaksin yang boleh digunakan hanya hanya bila indikator VVM A atau B, sedangkan bila VVM pada tingkat C atau D, vaksin tidak diterima karena tidak dapat digunakan lagi. Selanjutnya ke dalam vaccine carrier dimasukan kotak cair dingin (cool ( cool pack ) dan di bagian tengah diletakkan termometer. Vaccine carrier yang telah berisi vaksin, selama perjalanan tidak boleh terkena matahari langsung (WHO, 2003). 2003). c. Penyimpanan Vaksin Agar vaksin tetap mempunyai potensi yang baik sewaktu diberikan kepada sasaran maka vaksin harus disimpan pada suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari es/ freezer freezer diterima diterima vaksin secara konduksi (WHO, 2002). Di bawah ini merupakan gambaran tentang lama penyimpanan vaksin disetiap tingkatan:
28
Tabel 2.3 Lama penyimpanan vaksin di setiap tingkatan Pusat/Bio Provinsi Kab/Kota Pusk/Pustu, farma RS, dan unit lainnya
Jenis Vaksin
Bidan desa (khusus HB <7)
Masa simpan vaksin 6 bulan 3 bulan + 1 2 bulan 1 bulan + 1 bulan + 1 bulan minggu cadangan cadangan cadangan Freezer : suhu -15 C s/d -25 C +2 C s/d +8 C
Polio
°
°
°
°
DPT TT DT BCG Campak Polio HB DPT-HB Hb-uniject Hb-uniject
Suhu ruangan
+2 C s/d +8 C °
°
Sumber : World Health Organization, User’s handbook for vaccine cold room or freezer room, 2002.
Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio dan campak) pada pedoman sebelumnya harus disimpan pada suhu di bawah 0 C. Dalam perkembangan °
selanjutnya, hanya vaksin polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0
°
C di
provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2-8 C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu °
2-8 C °
d. Pendistribusian Pengertian distribusi disini adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari pusat ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke puskesmas dan dari puskesmas ke bidan di desa atau posyandu. pos yandu. Distribusi vaksin baik jumlah maupun frekuensinya harus disesuaikan dengan volume vaksin di
29
masing-masing provinsi serta biaya transportasi. Bila frekuensi distribusi vaksin dikurangi,
keuntungannya
adalah
biaya
transportasi
berkurang
sedang
kerugiannya sebagian besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat penyimpanan dipusat. Dari gudang provinsi vaksin diambil oleh petugas kabupaten/kota setiap bulan dan dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh petugas puskemas setiap bulan. Dengan demikian untuk kabupaten/kota dan puskesmas diperlukan biaya pengambilan vaksin setiap bulan. Dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi, ketentuan pemakaian cold/cool box, vaccine carrier, thermos, cold/cool pack harus harus diperhatikan. e. Pemakaian Prinsip yang dipakai dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, adalah, "Earliest Expired First Out/EEFO" (dikeluarkan berdasarkan tanggal kadaluarsa yang lebih dulu). Namun dengan adanya VVM (Vaccine Vial Monitor) ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam manajemen vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang ada (WHO, 2002). Kebijaksanaan program imunisasi adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada awalnya indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per vial/ampul, dengan semakin s emakin mantapnya manajemen program di unit pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semakin tinggi (Kemenkes RI, 2005).
30
f. Pencatatan dan Pelaporan Stok vaksin harus dilaporkan setiap bulan, hal ini untuk menjamin tersedianya vaksin yang cukup dan memadai. Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, no batch, batch, kondisi VVM, dan tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam kartu stok. Sisa atau stok vaksin harus selalu dihitung pada setiap kali penerimaan dan pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai kartu stok tersendiri, Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima vaksin juga perlu dicatat di Surat Bukti Barang Keluar (SBBK) (WHO, 2002) 3. Output Yang menjadi output dalam sistem pengelolaan rantai vaksin adalah kualitas vaksin. Kualitas vaksin hanya dapat dipertahankan jika vaksin disimpan dan ditangani dengan tepat mulai dari pembuatan hingga penggunaan (WHO-Unicef, 2003). Monitoring kualitas vaksin dapat dilakukan secara cepat dengan melihat indikator VVM dan Freeze dan Freeze tag atau freeze atau freeze watch. watch. VVM adalah indikator paparan panas yang melekat pada setiap vial vaksin yang digunakan untuk memantau vaksin selama perjalanan maupun dalam penyimpanan (WHO, 2002). Semua vaksin program imunisasi kecuali BCG telah dilengkapi dengan VVM. VVM tidak mengukur potensi vaksin secara langsung, namun memberikan informasi tentang layak tidaknya pemakaian vaksin yang telah terkena paparan panas. VVM mempunyai karakteristik yang berbeda, spesifik untuk tiap jenis vaksin. VVM untuk vaksin polio tidak dapat digunakan untuk vaksin Hb, begitu juga sebaliknya.
31
Kondisi VVM Kondisi A
Kondisi B
Kondisi C
Kondisi D
Tabel 2.4 Vaccine Vi al M onitor Cara membaca VVM ( Vaccine ) Keterangan
Warna segi empat lebih terang dari warna gelap di sekelilingnya Warna segi empat sudah mulai berwarna gelap namun masih lebih terang dari warna gelap di sekelilingnya Warna segi sama dengan warna gelap di sekelilingnya Warna segi empat lebih gelap dibanding dari warna gelap di sekelilingnya
Vaksin ini digunakan
dapat
Vaksin ini harus segera digunakan
Vaksin ini jangan digunakan lagi Vaksin ini jangan digunakan lagi
Sumber : World Health Organization. Vaccine Vial Monitor
Freeze tag dan freeze watch adalah alat pemantau paparan suhu dingin dibawah 0 C. Freeze tag dan freeze watch digunakan untuk memantau kinerja °
lemari es terhadap penyimpanan vaksin yang sensitif beku. Bila menemukan shak e test test ) dengan vaksin yang dicurigai beku maka perlu dilakukan uji kocok (shake
prosedur yang baru. Perbedaan uji kocok pada prosedur yang lama adalah adanya vaksin pembanding yang berupa vaksin yang sengaja dirusak atau dibekukan. Prosedur uji kocok vaksin adalah sebagai berikut: a. Pilih satu contoh dari tiap tipe dan batch batch vaksin yang dicurigai pernah beku, utamakan yang dekat dengan evaporator dan bagian lemari es yang paling dingin. Beri label “Tersangka Beku”. Bandingkan dengan vaksin dari ti pe dan batch yang sama yang sengaja dibekukan hingga beku padat seluruhnya dan beri label “Dibekukan”.
32
b. Biarkan contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka Beku” sampai mencair seluruhnya c. Kocok contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” secara bersamaan. d. Amati contoh “Dibekukan” dan vaksin “Tersangka beku” bersebelahan untuk membandingkan waktu pengendapan (umumnya 5 – 30 menit). Uji kocok dilakukan untuk tiap vaksin yang berbeda batch dan jenis vaksinnya dengan kontrol “Dibekukan” yang sesuai.
2.5 Imunisasi 2.5.1 Pengertian Imunisasi
Imunisasi adalah suatu cara untuk menimbulkan/meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga bila kelak ia terpapar dengan penyakit tersebut tidak akan sakit atau sakit ringan. Imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin ke dalam tubuh manusia, untuk mencegah penyakit. (Kemenkes RI, 2005) Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Dilihat dari cara timbulnya kekebalan, maka terdapat dua jenis kekebalan, yaitu kekebalan pasif dan kekebalan aktif. Kekebalan pasif adalah kekebalan yang diperoleh dari luar tubuh, bukan dibuat oleh individu. Contohnya adalah kekebalan pada janin yang diperoleh dari ibu atau kekebalan yang diperoleh setelah pemberian suntikan imunoglobulin. Kekebalan pasif tidak berlangsung lama karena akan dimetabolisme oleh tubuh (Grossman dalam Kristini, 2008). Kekebalan aktif adalah kekebalan yang dibuat
33
oleh tubuh sendiri akibat terpajan pada antigen seperti pada imunisasi, atau terpajan secara alamiah. Kekebalan aktif biasanya berlangsung lama karena adanya memori. 2.5.2 Tujuan dan manfaat
Tujuan imunisasi adalah mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Bellanti dalam Kristini, 2008). Imunisasi merupakan suatu teknologi yang sangat berhasil di dunia kedokteran sekaligus merupakan sumbangan ilmu pengetahuan yang terbaik yang pernah dapat diberikan oleh ilmuwan di dunia ini. Imunisasi adalah upaya kesehatan yang paling efektif dan efisien dibandingkan dengan upaya kesehatan lainnya. Berbagai keuntungan imunisasi, antara lain: 1) Pertahanan tubuh yang terbentuk akan dibawa seumur hidup; 2) Bersifat cost effective karena murah dan efektif; 3) Imunisasi tidak berbahaya. Reaksi yang sangat serius sangat jarang terjadi, jauh lebih jarang dari komplikasi yang timbul apabila terserang penyakit tersebut secara alamiah (Kemenkes RI, 2005). 2.5.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan imunisasi
Keberhasilan imunisasi tergantung pada beberapa faktor antara lain status imun pejamu, faktor genetik pejamu, serta kualitas dan kuantitas vaksin (Supriyono dalam Kristini, 2008) a. Status imun pejamu Terjadinya antibodi spesifik pada pejamu terhadap vaksin yang diberikan akan mempengaruhi keberhasilan imunisasi. Misalnya pada bayi semasa fetus
34
mendapat antibodi maternal spesifik terhadap virus campak, bila imunisasi campak diberikan pada saat kadar antibodi spesifik terhadap virus campak masih tinggi akan memberikan hasil yang kurang memuaskan. Demikian pula air susu ibu (ASI) yang mengandung IgA sekretori (slgA) terhadap virus polio dapat mempengaruhi keberhasilan imunisasi polio yang diberikan secara oral, namun pada umumnya kadar slgA terhadap virus polio pada ASI sudah rendah pada waktu bayi berumur beberapa bulan. Kadar slgA tinggi terdapat pada kolostrum. Karena itu bila imunisasi polio diberikan pada masa pemberian kolostrum (kurang atau sama dengan 3 hari setelah sete lah lahir), hendaknya ASI kolostrum jangan diberikan dahulu 2 jam sebelum dan sesudah imunisasi. Oleh karenanya, apabila imunisasi diberikan sebelum bayi berumur 2 bulan,
disarankan
untuk
memberikan
imunisasi
ulangan.
Status
imun
mempengaruhi pula hasil imunisasi. Individu yang mendapat imunosupresan, menderita defisiensi imun kongenital, atau menderita penyakit yang menimbulkan defisiensi
imun
sekunder
seperti
pada
penyakit
keganasan
juga
akan
mempengaruhi keberhasilan imunisasi. b. Faktor Genetik Interaksi antara sel-sel sistem imun dipengaruhi oleh variabilitas genetik. Secara genetik respons imun manusia dapat dibagi atas responder baik, cukup dan rendah terhadap antigen tertentu. Masing-masing dapat memberikan repsons rendah terhadap antigen tertentu namun terhadap antigen lain dapat lebih tinggi. Karena itu tidak heran bila kita menemukan keberhasilan imunisasi yang tidak mencapai 100% . (Levinson dalam Kristini, 2008)
35
c. Kualitas dan kuantitas vaksin Beberapa faktor kualitas dan kuantitas vaksin dapat menentukan keberhasilan imunisasi seperti cara pemberian, dosis, frekuensi pemberian, ajuvan yang dipergunakan dan jenis vaksin. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam pemberian imunisasi adalah: 1) Cara pemberian vaksin akan mempengaruhi respons imun yang timbul. Misalnya vaksin polio oral akan menimbulkan imunitas lokal di samping sistemik, sedangkan vaksin polio parenteral akan memberikan imunitas sistemik saja. 2) Dosis vaksin terlalu tinggi atau rendah juga mempengaruhi respons imun yang terjadi. Dosis terlalu tinggi akan menghambat respons imun yang diharapkan, sedangkan dosis terlalu rendah tidak merangsang sel-sel imunokompeten. Dosis yang tepat dapat diketahui dari hasil uji klinis, karena itu dosis vaksin harus sesuai dengan dosis yang direkomendasikan. 3) Frekuensi pemberian imunisasi juga mempengaruhi timbulnya respons imun yang terjadi. Pemberian imunisasi ulangan untuk meningkatkan antibodi yang mulai menurun. Respons imun sekunder menimbulkan sel efektor aktif lebih cepat, lebih tinggi produksinya dan afinitasnya lebih tinggi. Jarak pemberian imunisasi mempengaruhi respons imun. Vaksin yang berikutnya diberikan pada saat kadar antibodi spesifik masih tinggi, maka akan segera dinetralkan oleh antibodi spesifik yang masih tinggi. 4) Ajuvan adalah zat yang secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen, fungsinya memperluas permukaan antigen, atau memperlama penyimpanan antigen dalam tubuh hospes, dan dapat mengembangkan populasi limfosit T dan B.
36
5) Vaksin yang mengandung organisme hidup yang dilemahkan akan menimbulkan respons imun efektif yaitu memberikan perlindungan yang lebih besar dan lama dengan pemberian satu dosis. Rangsangan sel memori membutuhkan sel yang terinfeksi, sehingga diperlukan vaksin hidup untuk menginduksi
terbentuknya
antibodi.
Pemberian
vaksin
hidup
perlu
memperhatikan jadwal waktu pemberian karena bayi masih mempunyai antibodi maternal yang spesifik. 6) Penanganan vaksin sejak vaksin diterima, disimpan, didistribusikan dan dipergunakan dengan rantai vaksin merupakan bagian yang penting dan harus sesuai dengan persyaratan agar potensi vaksin tetap terjamin sampai di lapangan. Vaksin tidak poten disebabkan oleh buruknya sistem rantai vaksin dari pabrik sampai ke pelayanan. Ada penurunan yang bermakna titer virus vaksin sejak dari Biofarma sampai dengan tingkat posyandu. Vaksin yang telah dilarutkan lebih dari 8 jam potensinya telah menurun. Bila vaksin sudah dilarutkan, vaksin harus terlindung dari sinar matahari dan hanya han ya tahan 8 jam pada suhu 22 - 80C (Biofarma, 2002)
2.6 Penelitian Terdahulu
Tabel 2.5 Penelitian Terdahulu
No 1.
Peneliti, Tahun Judul Metode Tri Dewi Kristini, Faktor-faktor risiko kualitas Wawancara, pengamatan pengelolaan vaksin program dan pengukuran, FGD 2008 imunisasi yang buruk di unit pelayanan swasta ( Studi Kasus di Kota Semarang)
2.
Sri Pinti Rahmawati, 2007
Analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di Kabupaten Blora tahun 2006
Observasional dengan menggunakan pendekatan crosssectional
Variabel Kualitas pengelolaan vaksin, pelatihan petugas, pengetahuan petugas, fungsi lemari es, ketersediaan termometer, catatan suhu dan pedoman pengelolaan vaksin, cara membawa, menyimpan, menggunakan dan memantau suhu vaksin, komitmen pemilik/penanggung jawab, petugas, petugas sekaligus pemilik, supervisi/bimbingan tehnis petugas Variabel individu 1. Kemampuan dan ketrampilan individu 2. Latar belakang (keluarga, sosial, masa kerja) Variabel organisasi 1. Kepemimpinan 2. Supervisi 3. Ketersediaan sarana, dan prasarana 4. Kompensasi 5. Struktur organisasi Variabel psikologis 1. Motivasi 37
3.
Sutanti, 2002
Faktor-faktor manajemen inventori yang berpengaruh terhadap ketersediaan obat generik berlogo di apotek Kota Semarang Analisis faktor organisasi yang berhubungan dengan cakupan imunisasi puskesmas di Kabupaten Batang
4.
Ariebowo, HA, 2005
5.
Ummu Kalsum T, Evaluasi distribusi dan 2011 penyimpanan vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Majene Sulawesi Barat
Kualitatif dan kuantitatif, dengan analisa deskriptif analitik
Penelitian bbservasional dengan metode survey dan pendekatan cross sectional
Deskriptif kualitatif dan kuantitatif
2. Persepsi 3. Sikap 4. Kepribadian Metode dan proses perencanaan kebutuhan, metode dan proses pengadaan, proses penerimaan, metode dan proses penyimpanan, proses pendistribusian, penggunaan, pengendalian dan evaluasi Kejelasan pengarahan tugas petugas, keterlibatan pimpinan dalam rapat staf puskesmas, tanggapan pimpinan terhadap kesulitan petugas dalam pelaksanaan imunisasi, kesesuaian kemampuan supervisor dengan kegiatan imunisasi, pemberian masukan dan umpan balik oleh supervisor, insentif, kesempatan mengikuti kegiatan ilmiah dan melanjutkan pendidikan, ketersediaan alat dan transportasi Peraturan imunisasi, SDM pelaksana imunisasi, program pengelolaan anggaran imunisasi, ketersediaan vaksin, SIM, fasilitas dan infrastruktur, supervisi, distribusi vaksin, penyimpanan vaksin,
38
39
2.7 Kerangka Teori 2.7.1 Teori Input-Output
Lingkungan Eksternal Input 1. Human 2. Capital 3. Managerial 4. Technological
Proses transformasi
Reenergizing system
Gambar 2.2 Pendekatan sistem (Input-output model) Sumber :Harold Koontz, dkk (1984)
2.7.2 Mekanisme Pengelolaan Vaksin
Perencanaan Kebutuhan Pengadaan Supervisi dan Penyimpanan
Bimbingan Teknis
Distribusi Pemakaian Pencatatan dan Pelaporan Gambar 2.3 Mekanisme Pengelolaan Vaksin Sumber : Kemenkes RI (2005)
Output
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir
Kerangka pikir yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada Harold Koontz dkk (1984) dan Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi (Kemenkes RI, 2005). Lingkungan (Regulasi Manajemen Logistik Vaksin)
Input
Proses
Output
1. SDM
1. Permintaan vaksin
Kualitas
2. Dana
2. Penerimaan vaksin
vaksin
3. Material
3. Penyimpanan
4. Metode
vaksin 4. Pendistribusian vaksin 5. Pemakaian vaksin 6. Pencatatan dan pelaporan
Umpan balik
Ket :
= diteliti = tidak diteliti
40
41
3.2 Definisi Istilah
1. SDM (Sumber Daya Manusia) adalah petugas atau pengelola yang telah memenuhi standar kualifikasi sebagai tenaga pelaksana vaksin di setiap tingkatan dan telah mendapat pelatihan sesuai dengan tugasnya (Depkes, 2005) 2. Dana adalah dana operasional untuk pemeliharaan rantai vaksin secara rutin serta kondisi darurat bila terjadi kerusakan peralatan (Tri Dewi, 2008) 3. Material adalah peralatan yang digunakan dalam pengelolaan vaksin seperti lemari es, vaccine carrier , termometer, kartu suhu, form laporan, dsb (Tri Dewi, 2008) 4. Metode adalah prosedur yang digunakan dalam
penerimaan dan
penyimpanan vaksin 5. Permintaan vaksin adalah jumlah vaksin yang dibutuhkan berdasarkan jumlah
sasaran
dengan
mempertimbangkan
kapasitas
tempat
penyimpanan. Permintaan dilakukan saat sisa stok telah mencapai stok minimum oleh karena itu setiap permintaan vaksin harus mencantumkan sisa stok yang ada. 6. Penerimaan vaksin adalah pemeriksaan yang dilakukan sebelum menerima vaksin. Sebelum menerima vaksin, petugas harus memeriksa indikator vaksin (VVM) kecuali vaksin BCG (WHO, 2003). 7. Penyimpanan vaksin adalah tempat, suhu, lama waktu penyimpanan vaksin. 8. Pendistribusian vaksin adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari kabupaten ke puskesmas. Distribusi vaksin disesuaikan dengan volume vaksin masing-masing provinsi serta biaya transportasi. Ketentuan pemakaian cold/cool box, box , vaccine carrier , termos, cold/cool pack juga harus diperhatikan (Kemenkes RI, 2005) 9. Pemakaian vaksin adalah prinsip yang digunakan dalam menggunakan vaksin, yaitu prinsip utama EEFO ( Earliest Expired First Out ) dan VVM (Vaccine Vial Monitor ) sebagai pertimbangan kedua.
42
10. Pencatatan & pelaporan adalah pelaporan keluar masuknya vaksin secara terperinci menurut jumlah, harga, no batch, batch , dan tanggal kadaluarsa. Sisa stok vaksin harus dicantumkan, kondisi VVM juga harus dicatat di SBBK
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif yaitu penelitian yang proses pengumpulan datanya diperoleh melalui cerita, gambar, atau dokumen lainnya (Hidayat, 2011). Penelitian kualitatif bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai metode penelitian (Moleong, 2009). Metode penelitian kualitatif sangat cocok digunakan untuk meneliti ketika masalahnya belum jelas, dilakukan pada situasi sosial yang tidak begitu luas, sehingga hasil penelitian lebih mendalam dan bermakna. Berbeda dengan penelitian kuantitatif yang masalahnya sudah jelas dengan populasi yang luas sehingga hasil penelitian kurang mendalam (Saryono dan Mekar, 2011).
4.2 Informan Penelitian
Penelitian kualitatif membutuhkan partisipan/informan sebagai sumber informasi. Informan kunci adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar penelitian, mempunyai banyak pengalaman, dan secara sukarela menjadi anggota penelitian (Moleong, 2009). Cara pemilihan partisipan pada penelitian ini tidak diarahkan pada jumlah tetapi
43
44
berdasarkan pada asas kesesuaian dan kecukupan k ecukupan sampai mencapai saturasi data. Oleh karena itu, pemilihan partisipan pada penelitian ini berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan dan berdasarkan teori-teori atau konstrukoperasional sesuai dengan tujuan penelitian (Saryono dan Mekar, 2011). Informan kunci penelitian ini adalah informan yang dianggap paling mengerti tentang sistem dan kebijakan manajemen logistik vaksin yaitu Kepala Bidang P2PL dan Kasie Pencegahan, Pengamatan Penyakit & Matra. Informan biasa merupakan petugas pengelola vaksin di tingkat dinas kesehatan dan di tingkat puskesmas. Puskesmas yang akan dijadikan objek penelitian ada 2 puskesmas yaitu Puskesmas Indralaya dan Puskesmas PKM Sungai Pinang. Dalam menentukan informan, terdapat beberapa kriteria yang harus dipenuhi yaitu sebagai berikut. 1. Memiliki tugas dan kewajiban yang berhubungan dengan pengelolaan rantai vaksin 2. Memahami dan mengerti tentang cara pengelolaan rantai vaksin 3. Merupakan pekerja tetap dengan masa kerja minimal 1 tahun dalam tugas dan fungsi jabatan Tabel 4.1 Daftar Informan Penelitian
No
1.
Informan Informan Kunci Kepala Bidang P2PL
Jumlah
1 orang
Metode Pengumpulan Data Wawancara mendalam dan Telaah Dokumen
Informasi yang Ingin Diperoleh Sistem dan kebijakan manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
45
No
Informan
Jumlah
2.
Kasie Pencegahan, Pengamatan Penyakit & Matra
1 orang
Wawancara mendalam dan Telaah Dokumen
Sistem dan kebijakan manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
Informan Petugas pengelola vaksin
2 orang
Wawancara mendalam dan Telaah Dokumen
Petugas vaksin di puskesmas
3 orang
Wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen
Teknis pengelolaan sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir Teknis pengelolaan sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
3.
4.
Metode Pengumpulan Data
Informasi yang Ingin Diperoleh
4.3 Jenis, Cara, dan Alat Pengumpulan Data
Data yang akan digunakan dalam penelitian kali ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer ini adalah data yang kita peroleh langsung dari sumber pertama dimana dalam penelitian ini, data primer diperoleh dengan cara melakukan observasi langsung dan hasil wawancara mendalam terhadap informan kunci dan informan biasa. Data sekunder merupakan data yang sudah tersedia dan kita tinggal mencarinya dimana data sekunder ini kita diperoleh dengan cara telaah dokumen dan studi kepustakaan.
4.4 Pengolahan Data
a. Wawancara Mendalam 1. Mengumpulkan seluruh data yang didapatkan dari informan melalui wawancara mendalam
46
2. Data yang telah dikumpulkan kemudian dibuat transkip dengan mencatat seluruh data yang diperoleh 3. Kemudian dilakukan pemilihan data dan mengelompokkan data sesuai kategori masing-masing 4. Menyajikan data yang dijadikan sebagai kumpulan informasi yang tersusun dalam bentuk matriks dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan b. Lembar Observasi (Checklist) 1.
Memeriksa data sesuai dengan pertanyaan yang telah disusun
2.
Memeriksa kembali daftar jawaban, bila ada kesalahan segera diperbaiki. Data-data yang telah terkumpul kemudian dikelompokkan dan dianalisis
secara
kualitatif
untuk
dibandingkan
dengan
teori
manajemen logistik dan ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan dan WHO. c. Telaah Dokumen 1. Memeriksa dokumen-dokumen terkait dengan manajemen logistik vaksin 2. Pengkajian dokumen-dokumen terkait kesesuainnya dengan teori dan prosedur dan dianalisis secara kualitatif
4.5 Validitas Data
Metode yang digunakan untuk validitas data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan
47
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk kepentingan pengecekan data dan atau sebagai pembanding terhadap data itu. Triangulasi dilakukan untuk menguji apakah proses dan hasil metode yang digunakan sudah berjalan dengan baik. Triangulasi yang dilakukan adalah sebagai berikut (Moleong, 2009): 2009): a. Triangulasi Sumber Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan yang berbeda b. Triangulasi Metode Triangulasi metode yaitu pengecekan terhadap derajat kepercayaan penemuan hasil penelitian dengan melakukan teknik pengumpulan data atau metode yang berbeda yaitu wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen c. Triangulasi Data Triangulasi data dilakukan dengan menganalisis data yang telah dikumpulkan untuk kemudian meminta umpan balik dari informan. Umpan balik tersebut berguna bukan saja untuk alasan etik atau memperbaiki kesempatan agar hasilnya bisa dilaksanakan tetapi juga untuk memperbaiki kualitas proposal, data dan kesimpulan yang ditarik dari data tersebut.
48
4.6 Analisa dan Penyajian Data
Analisa data merupakan proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satu uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan temuan berdasarkan fokus atau masalah yang ingin dijawab (Moleong, 2009). Langkah-langkah analisa data yang mengarah kepada pembuatan atau menjustifikasi kesimpulan adalah (Saryono dan Mekar, 2011 ) : 1. Pengaturan/penataan data, sebelum mulai menganalisis data, penting untuk memastikan bahwa semua data telah lengkap, tercatat dan diberi label dengan
sistematis,
sehingga
data
menjadi
teratur
dan
mudah
dilacak/dipanggil 2. Melakukan koding dan kategorisasi, koding akan memudahkan dalam mengatur data yang begitu banyak dan melengkapi tuntutan untuk menafsirkan fenomena-fenomena. Proses koding berlangsung secara intuitif sekaligus kreatif. Susun kata kunci, tema, isu, dan pernyataan pernyataan
para
informan.
Inti
koding
adalah
menemukan
dan
membandingkan persamaan serta perbedaan materi data untuk membuat susunan kategori. 3. Mencari pola dan proposisi penelitian, banyaknya kategori yang berbeda beda perlu dikelompokkan menjadi tema-tema t ema-tema besar be sar sehingga sehin gga lebih stabil, rapi, dan logis serta masuk akal 4. Mengidentifikasi variabel-variabel dengan cara peneliti berlaku sebagai detektif yang mencari suatu fakta, menghitung fakta, dan menverifikasi hasil dengan melihat hasil observasi dan telaah dokumen
49
5. Mencari rantai dari fakta secara logis artinya membuat hubungan antar variabel yang mengarah ke suatu hasil berdasar f akta yang logis. Data dari hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman yang berupa informasi akan diringkas dan disajikan dalam bentuk narasi serta interpretasi dari informan kemudian dipindahkan dalam bentuk matriks ringkasan wawancara mendalam yang dikelompokkan sesuai dengan pertanyaan dan tujuan penelitian. Sedangkan data hasil observasi akan dianalisis serta dipadukan dengan data hasil wawancara mendalam dan dilakukan penilaian apakah sudah sesuai dengan standar yang dipergunakan dan memenuhi semua kriteria yang telah ditetapkan kemudian dibuat kesimpulan. Data dalam penelitian ini baik data primer maupun data sekunder dari hasil analisa disajikan dalam bentuk teks, tabel, dan gambar hasil dokumentasi di lapangan. Analisis data kualitatif harus bermakna, berguna dan kredibel, sehingga hasil penafsiran perlu dievaluasi ulang. Lakukan pencarian terhadap penjelasan alternatif dan kasus negatif, melakukan validasi terhadap keabsahan data responden dan refleksikan terhadap interpretasi yang telah dilakukan.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir 5.1.1 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir terdiri dari seorang Kepala Dinas Kesehatan yang dibantu oleh Sekretaris, Kepala Bidang Pemberantasan Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, Kepala Bidang Promosi dan Pelayanan Kesehatan Masyarakat, Kepala Bidang Farmasi, Makanan, Minuman, dan Kosmetika, Kepala Bidang Perencanaan, Registrasi, Akreditasi, dan Evaluasi Program, UPTD Lab Kesda, dan UPTD Puskesmas. Struktur organisasi lengkap dapat dilihat di lampiran. 5.1.2 Tugas Pokok dan Fungsi
Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dibentuk berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Ogan Ilir Nomor 03 Tahun 2008 tentang Pembentukan Organisasi Dinas Daerah Kabupaten Ogan Ilir tanggal 17 Januari 2008. Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir merupakan unsur Pemerintah Kabupaten di bidang kesehatan. Dinas Kesehatan mempunyai Tugas Pokok melaksanakan kewenangan otonomi Pemerintah Kabupaten Ogan Ilir dalam rangka pelaksanaan tugas desentralisasi dibidang Kesehatan.
Untuk melaksanakan tugas pokok
tersebut, Dinkes OI mempunyai fungsi sebagai berikut : a. Membantu Bupati dalam pembinaan dibidang kesehatan meliputi pendekatan penyuluhan (promotif), pencegahan (preventif), pengobatan (kuratif), dan pemulihan (rehabilitatif)
50
51
b. Menyusun rencana dan program kerja Dinas Kesehatan Kabupaten sebagai pedoman pelaksana tugas c. Mendelegasikan sebagian tugas kepada Kepala Bidang dan Sekretaris Dinas d. Membina pegawai di lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir untuk meningkatkan kemampuan dan disiplin dalam bekerja e. Memantau kegiatan puskesmas induk, puskesmas pembantu, dan poskesdes serta gudang farmasi f. Mengevaluasi
pelaksanaan
semua
tugas
Dinas
Kesehatan
dan
menindaklanjutinya g. Melaksanakan tugas lain yang didelegasikan oleh Bupati 5.1.3 Geografi dan Topografi
Kabupaten Ogan Ilir terbentuk melalui Undang-Undang nomor 37 tahun 2003 yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Ogan Komering Ilir dan diresmikan pada tanggal 07 Januari 2004. Kabupaten Ogan Ilir mengemban tugas untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat sehingga tercapai suatu pelayanan prima dalam rangka otonomi daerah yang nyata, luas, dinamis dan bertanggung jawab dengan luas wilayah wilayah 2.666,07 km 2 atau seluas 2666,07 hektar. Kabupaten Ogan Ilir mempunyai batasan administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kabupaten Banyuasin dan Kota Palembang
Sebelah Selatan Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Ogan Ogan Komering Komering Ulu Sebelah Timur
: berbatasan dengan kabupaten OKI dan OKU Timur
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kabupaten Muara Enim dan Kota
Prabumulih
52
Administrasi Pemerintahan Kabupaten Ogan Ilir terdiri dari 16 Kecamatan yaitu : (1) Kecamatan Indralaya terdiri dari 17 desa 3 kelurahan, (2) Kecamatan Indralaya Utara terdiri dari 15 desa 1 kelurahan, (3) Kecamatan Indralaya Selatan terdiri dari 14 desa, (4) Kecamatan Pemulutan terdiri dari 25 desa, (5) Kecamatan Pemulutan Barat terdiri dari 11 desa, (6) Kecamatan Pemulutan Selatan terdiri dari 15 desa, (7) Kecamatan Muara Kuang terdiri 13 desa dan 1 kelurahan, (8) Kecamatan Rambang Kuang terdiri dari 13 desa, (9) Kecamatan Lubuk Keliat terdiri dari 10 desa, (10) Kecamatan Tanjung Batu terdiri dari 19 desa 2 kelurahan, (11) Kecamatan Payaraman terdiri dari 11 desa 2 kelurahan, (12) Kecamatan Tanjung Raja terdiri dari 15 desa 4 kelurahan, (13) Kecamatan Sungai Pinang terdiri dari 12 desa 1 kelurahan, (14) Kecamatan Rantau Panjang terdiri dari 12 desa, (15) Kecamatan Rantau Alai
terdiri dari 13 desa, dan (16)
Kecamatan Kandis terdiri dari 12 desa. Total jumlah penduduk di Kabupaten Ogan Ilir adalah 432.449 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak ada di Kecamatan Pemulutan yaitu mencapai 50.492 jiwa dimana kecamatan ini juga terdiri dari desa terbanyak, yaitu 25 desa. Sedangkan jumlah penduduk paling sedikit ada di Kecamatan Kandis dan terdiri dari 12 desa.
5.2 Gambaran Umum Puskesmas Indralaya 5.2.1 Visi dan Misi
Visi Puskesmas Indralaya
Tahun 2012 “Tercapainya Kecamatan Sehat
Menuju Terwujudnya Indonesia Sehat”. Misi Puskesmas Indralaya Tahun 2012 : 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya
53
2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerja 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat serta lingkungan 5.2.2 Struktur Organisasi Puskesmas Indralaya
Adapun struktur organisasi Puskesmas Indralaya Tahun 2012 adalah Kepala UPTD Puskesmas Indralaya, Kepala Tata Usaha, dibantu 7 unit, Puskesmas Pembantu, dan Pos Kesehatan Desa. Struktur organisasi lengkap dapat dilihat di lampiran. 5.2.3 Geografi dan Demografi
Puskesmas Indralaya terletak di wilayah Kecamatan Indralaya Kabupaten Ogan Ilir dengan luas wilayah kecamatan sebesar ± 101,22 km. kecamatan Indralaya memiliki batasan administrasi sebagai berikut : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Indralaya Utara
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Indralaya Selatan
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Pemulutan Barat
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Indralaya Utara
Administrasi pemerintahan Kecamatan Indralaya yang di bawah wilayah kerja Puskesmas Indralaya terdiri dari 3 kelurahan dan 9 desa yaitu Kelurahan Indralaya Indah, Kelurahan Indralaya Mulia, Kelurahan Indralaya Raya, Desa Sakatiga, Desa Sakatiga Seberang, Desa Tanjung Sejaro, Desa Sejaro Sakti, Desa Tanjung Gelam, Desa Lubuk Sakti.
54
Penduduk Kecamatan Indralaya tahun 2012 berjumlah 38761 jiwa, sedangkan penduduk yang termasuk kedalam wilayah kerja Puskesmas Indralaya berjumlah 26.096 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak yang ada diwilayah kerja Puskesmas Indralaya Indralaya berada di Kelurahan Indralaya Mulia yaitu sebesar 4135 jiwa. Jumlah penduduk paling sedikit berada di Desa Sejaro Sakti yaitu sebesar 1012 jiwa.
5.3 Gambaran Umum Puskesmas Lebung Bandung 5.3.1 Visi dan Misi
Dalam rangka mewujudkan “K abupaten abupaten Ogan Ilir Sehat yang Mandiri dan Berkeadilan” serta untuk mencapai puskesmas sehat, maka telah ditetapkan visi dan misi Puskesmas Lebung Bandung. Adapun visi
“Tercapainya Derajat
Kesehatan yang Optimal dengan Bertumpu pada Pelayanan Prima dan Pemberdayaan Masyarakat”. Dalam mewujudkan visi Puskesmas tersebut, telah dirumuskan misi satuan kerja sebagai berikut: 1. Meningkatkan kemitraan dan pemberdayaan masyarakat. 2. Meningkatkan profesionalisme seluruh petugas kesehatan yang berorentasi pada standar pelayanan kesehatan. 3. Memelihara dan meningkatkan upaya pelayana kesehatan. 4. Menurunkan resiko kesakitan dan kematian. 5.3.2 Struktur Organisasi
Struktur organisasi Puskesmas Lebung Bandung adalah Kepala UPTD Puskesmas, Tata Usaha, dibantu 6 unit, dan beberapa poskesdes dibawahnya. Struktur organisasi lengkap dapat dilihat di lampiran.
55
5.3.3 Geografi dan Demografi
Puskesmas Lebung Bandung yang merupakan hasil pemekaran dari Puskesmas Kandis dan diresmikan pada tanggal 27 Agustus 2007 dan mempunyai luas wilayah 33,54 Km2. Puskesmas Lebung Bandung mempunyai mempunyai batasan administrasi administr asi sebagai berikut: Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Raja
Sebelah selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Kandis
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Keliat
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kota Kayu agung
Puskesmas Lebung Bandung terletak di Desa Lebung Bandung yang cukup ramai dan strategis karena berdekatan dengan desa kecamatan yaitu desa Rantau Alai. Wilayah kerja Puskesmas Lebung bandung terdiri dari 6 desa yaitu: (1) Desa Lebung bandung, (2) Desa Talang sari, (3) Desa Sirah Pulau Kilip, (4) Desa Tanjung mas, (5) Desa Sanding Marga, (6) Desa Suka Marga Penduduk Lebung Bandung tahun 2012 berjumlah 6165 jiwa dengan 2190 Rumah Tangga. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Desa Sanding Marga yaitu berjumlah 1311 jiwa dan memiliki 4 RT/RW. Sedangkan jumlah penduduk yang paling sedikit ada di Desa Sirah Pulau Kilip yaitu sebesar 292 jiwa dan memiliki 4 RT/RW. Penduduk di wilayah kerja Puskemas Lebung Bandung adalah sebagian besar penduduk yang berusia 46-59 tahun dan sebagian kecil berusia lebih dari 70 tahun.
5.4 Karakteristik Informan
Infroman dalam penelitian ini berjumlah 7 orang, yang terdiri 4 (empat) orang informan pegawai di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan 3 orang
56
pegawai puskesmas yaitu Puskesmas Indralaya dan Puskesmas Lebung Bandung. Tabel yang menunjukkan informan berdasarkan karakteristiknya dapat dilihat sebagai berikut : Tabel 5.1 Karakteristik Karakteristik Informan No
Inisial
1.
HK
2.
YA
3.
YU
4.
MM
5.
HR
6.
MKS
7.
NMP
Jabatan/ Pekerjaan Kepala Bidang P2PL (Dinkes OI) Kasie Pencegahan, Pengamatan, dan Matra (Dinkes OI) Staff Pengelola Vaksin (Dinkes OI) Staff Pengelola Vaksin (Dinkes OI) Staff Pengelola Vaksin (Pusk. Indralaya) Staff Pengelola Vaksin (Pusk. Indralaya) Staff Pengelola Vaksin (Pusk.Lebung Bandung)
Jenis Kelamin Laki-Laki
49
Lama Bertugas 5 tahun
Perempuan
34
2 tahun
DIII (Keperawatan) S2 (Sains)
Laki-Laki
31
3 tahun
Laki-Laki
39
1 tahun
S1 (Kes.Mas)
Perempuan
32
4 tahun
DIII (Keperawatan)
Perempuan
33
1 tahun
DIII (Keperawatan)
Perempuan
24
1 tahun
Pendidikan
S1 (Kes.Mas) S1 (Kes.Mas)
Umur
Dari tabel 5.4 dapat diambil kesimpulan bahwa komposisi petugas di Dinas Kesehatan Provinsi, Puskesmas Indralaya, dan Puskesmas Lebung Bandung sudah sesuai dengan standar kompetensi yang ada yaitu persyaratan bahwa tenaga pelaksana pengelolaan vaksin memiliki pendidikan berbasis kesehatan dan telah mendapatkan pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kinerja petugas dalam menjalankan tugasnya.
5.5 Hasil Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November sampai dengan Desember 2013 di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir, Puskesmas Indralaya, dan
57
Puskesmas Lebung Bandung. Setelah melalui proses wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen diperoleh hasil penelitian sebagai berikut: 5.5.1 SDM Pengelola Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan mengenai SDM pengelola vaksin yang ada di tingkat dinas kesehatan didapatkan penjelasan informasi mengenai kondisi SDM pengelola vaksin. Berikut pernyataan informan di dinas kesehatan mengenai hal tersebut : “Kalo untuk peng elola elola vaksin itu cuman 1 orang, Itu si Y, 1 orangnya lagi Pak M itu yang bantu-bantunya..” bantu-bantunya. .” (HK) “ Pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y sama Pak M. Pembagian tugasnya tidak terlalu dibagi secara khusus karena mereka kadang merangkap tapi lebih dominan si Y ……kualifikasi ……kualifikasi pendidikannya kalo Y itu DIII Akper satunya lagi Pak M itu S1 SKM dan S2nya M.Si. dengan jumlah tenaga 2 orang kayaknya masih kurang harus ada yang lebih khusus ditambah lagi orang … orang … pelatihan….b pelatihan….biasanya iasanya memang sering dilakukan, setahun itu bisa 1 sampai 2 kali, yang ngadain itu provinsi k an an kalo ada dana dari pusat… dari WHO.” WHO.” (YA) “… k alo alo pelaksanaannya itu bagusnya kan ado yang khusus ngelola vaksin kan, ado yang khusus laporan, paling dag petugasnyo tu kan minimal 3 lah.…pelatihan…kita lah.…pelatihan…kita kan kadang nyari-nyari informasi dari pusat jadi kadang ngikutin pelatihan yang diadoin daerah Jakarta, Bogor, di daerah puncak. Kita yang aktif nyari, bukan mereka yang minta.” minta.” (YU) “Kalo pembagian tugas itu secara khusus tertulisnya itu tidak ada, kalo secara lisan samo Y itu ado, misalnyo si Y bagian laporan samo humas. Kalo urusan anggaran, keuangan, urusan ke dalem lah, dominannyo ke aku. Pelatihan itu kalo dari anggaran APBD itu ada 1 tahun sekali. Tapi itu juga nasib-nasiban, belum tentu 1-3 1-3 tahun kedepan kito dapat lagi.” (MM) Dari hasil wawancara yang dilakukan di tingkat puskesmas, didapatlah informasi bahwa kedua puskesmas memiliki jumlah tenaga kerja yang berbeda. Berikut pernyataan informan mengenai hal tersebut. “Jumlah tenaga kerja di bagian peng elolaan peng elolaan vaksin ini ada 2 orang. Tenaga kerjanya itu saya dan Mbak M. Pembagian kerja itu tidak ada, kita sama-sama kerjanya….tidak kerjanya….tidak terlalu keteteran. kalo masalah pelatihan….. pelatihan….. diikutkan juga pelatihan tentang cara pengelolaannya, perawatannya. Pelatihan itu terakhir dilakukan bulan 10 tentang pengenalan vaksin baru dikoordinasi ” (HR)
58
“Kualifikasinya, saya DIII Keperawatan, si HR itu sudah SKM…k emaren SKM…k emaren pelatihannya…. yang yang mengikutinya itu si HR kan cuman diminta 1 orang, yang koordinasi pelatihannya itu Dinkes Provinsi.” Provinsi. ” (MKS) “ Jumlah pengelola vaksin itu cuma 1 orang yaitu saya sendiri dan biasanya juga sering dibantu oleh 1 orang TKS. Pekerjaannya ya semua kegiatan yang berhubungan dengan program imunisasi. Kualifikasinya ya saya lulusan DIII Keperawatan. Sejauh ini pelaksanaannya lancar-lancar… lancar-la ncar…tidak tidak ada kendala. Kalo pelatihan itu jarang dilakukan, biasanya kalo misalnya ada program baru… Terakhir itu dilakukan bulan Oktober tentang Pengenalan Vaksin Baru, itu saya yang mengikutinya.” mengikutinya.” (NMP) Hasil wawancara yang dilakukan dengan petugas di Dinas Kesehatan, didapatlah fakta bahwa pengelolaan vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI berada di bawah naungan program imunisasi yang dikelola oleh 2 orang tenaga kerja. Bila dilihat dari kualifikasi pendidikan, satu orang petugas merupakan lulusan DIII Keperawatan sedangkan satu orang lainnya lulusan S2 Science. Science. Petugas pengelola vaksin juga merasa jumlah tenaga kerja yang ada masih kurang karena petugas tidak hanya mengurus vaksin tetapi keseluruhan pekerjaan yang berhubungan dengan program imunsasi sehingga sering terjadi rangkap kerja. Dalam pelaksanaan kegiatan program, petugas juga merasa perlu dilakukan pembagian kerja secara khusus karena tidak ada pembagian kerja secara khusus diantara petugas pengelola vaksin. Pembagian tugas hanya terbatas secara lisan diantara sesama petugas. Dinas Kesehatan Ogan Ilir dirasakan masih membutuhkan 1 orang tenaga kerja lagi. Wawancara yang dilakukan dengan petugas dinkes juga menunjukkan bahwa pelatihan sering dilakukan, 1-2 kali dalam setahun, biasanya diikuti oleh kedua orang petugas dan dilaksanakan oleh Dinkes provinsi berdasarkan dana dari pemerintah pusat dan WHO. Dalam pelatihan ada dana khusus yang masuk dalam anggaran APBD tetapi dana tersebut juga tidak pasti didapatkan oleh
59
program imunisasi. Pelatihan yang terakhir dilakukan adalah pada bulan Oktober tentang Pengenalan Vaksin Baru dan diikuti oleh kedua petugas. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan, Kepala Seksi Pencegahan, Pengamatan dan Matra dibantu oleh 2 orang petugas yang bertugas mengelola program imunisasi khususnya pengelolaan vaksin. Dalam melakukan tugasnya, tidak ada SK yang dikeluarkan secara khusus untuk mengatur tugas diantara keduanya sehingga tidak ada pembagian tugas secara resmi. Hasil telaah dokumen tentang pelatihan juga membuktikan hasil yang sama. Saat melakukan pelatihan tentang Pengenalan Vaksin Baru, terdapat modul pelatihan yang diberikan oleh provinsi kepada petugas pengelola vaksin yang akan mengikuti pelatihan. Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas puskesmas didapatlah fakta bahwa Puskesmas Indralaya memiliki 2 orang tenaga, sedangkan di Puskesmas Lebung Bandung hanya 1 orang dan sering dibantu TKS. Petugas di Puskesmas Indralaya merupakan lulusan S1 Kesmas dan DIII Keperawatan, sedangkan petugas Puskesmas Lebung Bandung merupakan lulusan DIII Keperawatan. Dalam pengelolaan vaksin tidak ada pembagian kerja secara khusus, seluruh kegiatan dilakukan bersama-sama. Dengan jumlah tersebut, petugas kedua puskesmas merasa cukup karena masih bisa mengerjakan pekerjaan yang ada. Petugas Puskesmas Indralaya mengungkapkan bahwa pelatihan sering dilakukan dan dikoordinasi oleh Dinkes Provinsi Sumsel sedangkan menurut petugas Lebung Bandung jarang dilakukan. Pelaksanaan pelatihan tersebut bergantung dari Dinkes Provinsi dan hanya diikuti oleh 1 orang petugas.
60
Hasil telaah dokumen memperkuat pernyataan bahwa petugas pengelola vaksin di Puskesmas Indralaya memang terdiri dari 2 orang, sedangkan fakta di Puskesmas Lebung Bandung menunjukkan bahwa ternyata tidak hanya bertugas mengurusi program imunisasi saja tetapi banyak program lain juga. Program yang juga diurus dan dikelola adalah juga program program diare dan program ISPA. 5.5.2 Dana Pengelolaan Pengelolaan Rantai Rantai Vaksin
Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan tentang dana pengelolaan rantai vaksin, didapatkan hasil sebagai berikut. “Kalo dana khusus memang tidak ada, cuman kita alokasikan dana untuk pengambilan pengambilan vaksin dan transportasinya…d ana ana itu sendiri sebenarnya kurang, cuman ya dipas- pas’in aja. Kalo ga salah alokasi dananya danany a itu 1 bulan cuman 250rb.” (HK) “Kita cuman punya dana dari APBD… kalo pemeliharaan segala macem itu ga ada dananya…penggunaan dananya…p enggunaan dananya itu biasanya kita kerja dulu terus bikin pertanggungjawaban pertanggungjawaban ada surat tugasnya tanggal berapa permintaan vaksin itu dilakukan, kadang sampai 6 bulan baru keluar uangnya, sementara jadi kita pakai uang sendiri. Dibilang kekurangan kekura ngan ya jelas kurang.” (Y A) “Dag ado dana khusus, sukarela be dari kito dewek, hehehehe… kalo dana untuk perawatan selamo aku disini disini dag pernah ado.” ado. ”(YU) Hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di tingkat puskesmas tentang dana pengelolaan rantai vaksin, didapatkan hasil sebagai berikut. “Kalo dana khususnya kayaknya belum ada lah.”(HR) “Kalo dana k husus husus untuk vaksin kita tidak punya tapi kita ada dana BOK itu biasanya untuk penyuluhan imunisasi, posyandu tiap bulan, pengambilan vaksin, BIAS.”(NMP) Berdasarkan keterangan informan dari dinkes, didapatkan fakta bahwa di Dinas Kesehatan Kab. OI alokasi dana hanya disediakan sebatas untuk permintaan vaksin dan dana transportasi. Dana yang tersedia itu bersumber dari APBD dan hanya sebesar Rp.250.000 per bulan. Dana tersebut juga tidak serta merta diberikan
setiap
bulan,
harus
ada
surat
tugas
dan
membuat
surat
61
pertanggungjawaban oleh kepala seksi s eksi untuk diajukan ke atasan. Terkadang, dana tersebut baru dicairkan dalam waktu 6 bulan sehingga untuk sementara waktu petugas menggunakan uang sendiri. Petugas merasa kekurangan dengan jumlah dana yang disediakan tersebut, apalagi dana tersebut tidak langsung dikeluarkan dan terkadang harus menunggu dalam waktu yang cukup lama. Fakta yang sama juga didapatkan dari petugas pengelola vaksin di tingkat Puskesmas bahwa tidak tersedia dana khusus untuk pengelolaan vaksin itu sendiri. Dana yang tersedia bersumber dari dana BOK yang sebatas untuk pengambilan vaksin dan pelaksanaan posyandu yang ada di daerah puskesmas tersebut. Dana untuk pengelolaan rantai vaksin secara keseluruhan belum tersedia. 5.5.3 Material
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai material yang digunakan dalam pengelolaan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “Kondisi peralatan kita disini baik, cuman ada beberapa yang memang kondisinya sudah rusak karena memang sudah lama itu bantuan dari pusat. ” (HK) “Kondisi peralatannya baik ya, kita ada freezer ada kulkas, thermometer, cold box sama cold pack itu semuanya s emuanya baik. St andar andar acuan sih dag ado yo.”(Y A) “kulkas samo freezer ini kan kalo ga salah dari tahun 2001…. cuman ado 2 ikok yang bagusnyo tu. t u. thermometer kito ado 2 yang bunder itu, itu it u masih baru. Kalo kita selama ni produk kita dari luar jadi su dah ada standar dewek dari WHO.” (YU) “ yang bisa dipake sekarang,1 freezer 1 kulkas. Perawatan itu ada perawatan harian, mingguan, dan bulanan. Perawatan harian itu pengecekan suhu pagi dan sore. Perawatan mingguan ya buang salju, salj u, kalo ado endapan air dibuang. Kalo yang bulanan ya keseluruhan, debu-debu diluarnyo dibersihkan seluruhnyo dicek.”(MM) Hasil wawancara dengan informan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas tentang material rantai vaksin yaitu tergambar sebagai berikut.
62
“Kondisi peralatan disini masih baik, ini ada 2 kulkas 1 nya model kulkas lama satunya lagi model baru, yang lama ini ga dipake untuk vaksin lagi karena sering saljuan kan jadi cuman dipake untuk cold pack be…k be …k alo alo perawatan ini sebulan sekali lah bersihkan saljunya.”(HR) saljunya.”(HR) “…. yang yang model lama ini udah lama banget, sekitaran 5 tahunan lah. Standar yang digunakan kita ada buku ketentuan dari Kemenkes RI.” RI. ” (MKS) “Peralatan yang digunakan itu ada kulkas 1, thermometer 1, vaccine carrier 3 buah, cold pack ada beberapa. Kalo standar acuan kita menggunakan standar yang dikeluarkan Kemenkes, itu ada buku khususnya. Perawatan itu sering dilakukan, biasanya 1 minggu sekali untuk buang salju dari kulkasnya.” kulkasnya. ” (NMP) Hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan disimpulkan bahwa peralatan yang digunakan di Dinas Kesehatan Kab. OI dalam rantai vaksin yaitu freezer , lemari es, termometer, cold box, box, dan ada beberapa cold pack . Standar yang dijadikan acuan bagi material-material tersebut tidak terlalu diperhatikan karena material itu merupakan produk luar negeri yang menurut mereka pasti sudah berdasarkan standar WHO. Perawatan yang sering dilakukan adalah perawatan harian, perawatan mingguan, dan perawatan bulanan. Perawatan Perawata n harian itu berupa pengecekan suhu setiap 2 kali sehari yaitu setiap pagi dan sore, perawatan mingguan misalnya misaln ya dengan pembersihan salju es dan endapan air serta perawatan keseluruhan tempat penyimpanan yang biasanya dilakukan setiap bulan. Hasil yang sedikit berbeda didapatkan antara hasil wawancara dengan hasil checklist dan pengamatan lapangan yang dilakukan, dimana ternyata peralatan yang digunakan dalam rantai vaksin ada beberapa yang tidak dimiliki oleh dinas kesehatan, peralatan tersebut adalah cold box dan freeze tag. Berikut hasil checklist tentang material yang digunakan di tingkat kabupaten.
63
No 1
Tabel 5.2 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Dinas Kesehatan OI Peralatan Rantai Vaksin Ada Tidak Ket
lemari es
√ √
2 3
Freezer vaccine carrier
4 5 6
Termometer Termos cold box
√
7 8 9
cold pack kartu suhu freeze tag
√ √
1 buah
√
1 buah Tidak ada
√ √
2 buah Tidak ada Tidak ada
√
Banyak 2 buah Tidak ada
Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak dimiliki Dinkes OI. Peralatan tersebut berupa vaccine carrier, termos, cold box, dan freeze dan freeze tag. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan di Puskesmas Indralaya disimpulkan bahwa peralatan yang digunakan ada 2 buah lemari es, 1 lemari es merupakan model lama dan 1 lemari es lainnya merupakan model baru. Standar yang digunakan untuk material tersebut mengacu pada buku pedoman yang diterbitkan Kemenkes RI. Perawatan yang sering dilakukan adalah pembersihan salju, pembuangan endapan air dan pengelapan debu-debu di seluruh bagian lemari es. Kegiatan tersebut biasanya dilakukan 1 bulan sekali. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil checklist dan pengamatan lapangan yang dilakukan, berikut hasil checklist tentang material yang digunakan di tingkat puskesmas. Tabel 5.3 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Indralaya Peralatan Rantai Vaksin Ada Tidak Ket
No 1 lemari es 2 Freezer 3 vaccine carrier
√ √ √
1 buah Tidak ada 1 buah
64
No 4
Peralatan Rantai Vaksin Termometer
5 6
Termos cold box
7 8 9
cold pack kartu suhu freeze tag
Ada
Tidak
√ √
Ket 1 buah
√
1 buah Tidak ada
√
Banyak 2 buah Tidak ada
√ √
Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak dimiliki Puskesmas Indralaya. Peralatan tersebut antara lain freezer, lain freezer, cold box b ox,, dan freeze tag . Hasil wawancara dengan petugas di Puskesmas Lebung Bandung menunjukkan bahwa peralatan yang dimiliki berupa 1 buah kulkas, 1 buah termometer, 3 buah vaccine carrier , dan beberapa cold pack . Keseluruhan material tersebut masih dalam kondisi baik. Standar acuan yang digunakan adalah adanya buku pedoman yang diberikan Kemenkes RI. Perawatan dilakukan setiap seminggu sekali yaitu pembersihan salju. Hasil tersebut juga diperkuat dengan hasil checklist dan pengamatan lapangan yang dilakukan, berikut hasil checklist tentang material yang digunakan di tingkat puskesmas. Tabel 5.4 Hasil Checklist Peralatan Rantai Vaksin di Puskesmas Lebung Bandung No Peralatan Rantai Vaksin Ada Tidak Ket
1 2
lemari es Freezer
√
3 4
vaccine carrier Termometer
√ √
5 6 7 8 9
Termos cold box cold pack kartu suhu freeze tag
√
1 buah Tidak ada 3 buah 1 buah
√ √ √ √ √
Tidak ada Tidak ada Banyak 2 buah Tidak ada
65
Hasil checklist menunjukkan bahwa ada beberapa peralatan yang tidak dimiliki Puskesmas Lebung Bandung. Peralatan tersebut antara lain freezer, termos, cold box, box, dan freeze dan freeze tag . 5.5.4 Metode
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai metode
yang
digunakan
dalam
penerimaan
dan
penyimpanan
vaksin,
tergambarkan hasil sebagai berikut. “Metode khususnya itu ada yang sesuai dengan SOP, misalnya posisi BCG dimana, Polio dimana terus suhunya berapa derajat, yang menyus unnya…sejauh unnya…sejauh ini ini ya sudah berjalan sesuai SOP.”(HK) “Dalam menerima vaksin itu kan ada blanko-blanko blanko -blanko catetan berapa jumlah yang diterima dan juga ada buku khusus buku per item. Kita juga saat nerima itu periksa dulu status VVMnya. Berapa stock penerimaan, berapa yang keluar, ya metodenya ya itu. Kebijakan yang menjadi acuan ya ada buku yang diterbitkan oleh Kemenkes, acuan kita itu.” itu. ” (YA) “Metode yang digunakan kalo saat nyimpan vaksin itu harus merhatike jarak dari vaksin samo dinding kulkasnyo, harusnyo kan ado jarak minimal 5-10cm lah, tapi berhubung kita isinya banyak kan jadi kita dempet-dempet. Kalo saat nerimo itu kita liat VVM smo tanggal expirednyo.” (Y U) U) “Yang pasti SBBKnyo kito perhatike….p enyimpanan nyo bagi vaksin tertentu ada yang harus di freezer ada yang di kulkas. kulkas.” ” (MM) Dari hasil wawancara yang dilakukan dengan informan pengelola vaksin di tingkat puskesmas, tergambar sebagai berikut. “Metode saat nerima vaksin paling kita liat tanggal expired vaksinnya, kondisi VVMnya, metode penyimpanan ya lokasi vaksinnya, yang sensitive panas (Polio, Campak, BCG) di deket evaporatornyo, kalo yang sensitive dingin (Hb O, DPT, DT, T d) d) di taroknya di pinggir.” (HR) “Caran ya ya kita terima, terus diliat tanggal kadaluarsanya kadaluarsanya kapan.” kapan.” (MKS) “Metode dalam penerimaan pene rimaan vaksin itu ya saat diterima itu kita liat tanggal kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya masih bagus atau tidak .” tidak .” (NMP) Wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan menunjukkan bahwa di Dinas Kesehatan Kab. OI, metode dalam penerimaan
66
vaksin yaitu memperhatikan jumlah vaksin yang diterima dan mencatat dalam buku khusus per item vaksin, memperhatikan jumlah yang diterima dengan jumlah yang ada di SBBK. Saat menerima vaksin, kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa diperhatikan. Metode penyimpanan adalah memperhatikan posisi vaksin, ada beberapa vaksin yang harus ditempatkan di dalam freezer dan ada beberapa yang ditempatkan di dalam lemari es. Kebijakan yang menjadi acuan adalah adanya buku yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Metode itu tidak sepenuhnya digunakan karena mengingat keterbatasan tempat penyimpanan. Hasil telaah dokumen menunjukkan ada Standar Operational Prosedur (SOP) yang dimiliki oleh Dinkes OI sebagai acuan dalam metode penerimaan dan penyimpanan. Hasil checklist dibawah ini menunjukkan metode penyimpanan yang dilakukan di Dinkes OI Tabel 5.5 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Dinas Kesehatan No Susunan posisi vaksin Posisi dalam lemari es
1 2 3
Polio BCG Campak
Freezer Lemari es Freezer
4 5 6 7 8
DPT Hepatitis B uniject Td TT DT
Lemari es Lemari es Lemari es Lemari es Lemari es
Hasil checklist menunjukkan bahwa vaksin Polio dan Campak disimpan di dalam freezer dan vaksin yang lain yaitu BCG, DPT, Hep.B, Td, TT, dan DT disimpan dalam lemari es. Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, disimpulkan bahwa metode yang diterapkan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas saat akan
67
menggunakan vaksin adalah dengan memperhatikan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Metode yang digunakan saat akan menyimpan vaksin adalah memperhatikan sifat dari vaksin itu sendiri, ada beberapa vaksin yang sensitif panas dan ada beberapa yang sensitif dingin. Vaksin sensitif panas (Polio, Campak, BCG) diletakkan di dekat evaporator, sedangkan yang sensitif dingin (Hb O, DPT, DT, Td) diletakkan di pinggir atau dekat dinding lemari es. Penyimpanan vaksin disesuaikan dengan sifat vaksin tersebut. Hasil tersebut diperkuat dengan hasil lembar checklist yang dilakukan terhadap metode penyimpanan vaksin yaitu dengan cara melihat susunan posisi vaksin dalam lemari es. Hasil checklist tersebut adalah sebagai berikut. Tabel 5.6 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Puskesmas Indralaya No Susunan posisi vaksin Posisi dalam lemari es 1 Polio Dekat evaporator
2 3 4 5
BCG Campak DPT Hepatitis B uniject
Dekat dinding Dekat evaporator Dekat dinding Dekat dinding
Hasil checklist menunjukkan bahwa di Puskesmas Indralaya, posisi peletakkan vaksin Polio dan Campak adalah disimpan di dekat evaporator. Vaksin lainnya yaitu BCG, DPT, dan Hepatitis B disimpan di dekat dinding. Checklist yang sama juga dilakukan di Puskesmas Lebung Bandung dengan tujuan yang sama yaitu untuk melihat susunan posisi vaksin dalam lemari es penyimpanan vaksin, hasilnya sebagai berikut.
68
Tabel 5.7 Hasil Checklist Metode Penyimpanan di Puskesmas Puskesmas Lebung Bandung No Susunan posisi vaksin Posisi dalam lemari es
1 2 3
Polio BCG Campak
Dekat evaporator Dekat dinding Dekat evaporator
4 5
DPT Hepatitis B uniject
Dekat dinding Dekat dinding
6 7 8
Td TT DT
Dekat dinding Dekat dinding Dekat dinding
5.5.5 Permintaan Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai perhitungan jumlah permintaan vaksin, tergambarkan hasil hasil sebagai berikut. “Itu ditentukan dari permintaan setiap puskesmas, puskesmas juga melihatnya dari jumlah jumlah bayi yang akan diimunisasi.”(HK) “Cara menentukan ya dari jumlah puskesmasnya, jumlah bayinya, jumlah cakupan imunisasi per desa biasanya. Kebijakannya tadi ada peraturan khusus memang kemenkes, cara menghitungnya ada rumus khusus untuk menghitung jumlah permintaan itu tapi tapi secara global kan diambil dari jumlah cakupan.” cakupan. ” (YA) “Cara nentuin jumlahnyo ya liat permintaan dari pus kes-puskes trus juga kita liat pemakaian bulan kemaren berapo samo sisanyo jugo berapo. Bahan pertimbangannyo yo sisa stock vaksin itu samo tempat penyimpanan kito.” kito. ” (YU) “Itu sesuai dengan jumlah sasaran…. jumlah sasaran…. jumlah sasaran dari puskesmas-puskesmas terus dihitung diakumulasikan jumlahnyo.” (MM) Hasil wawancara mengenai permintaan vaksin dengan informan di tingkat puskesmas adalah sebagai berikut. “Permintaan vaksin itu kita menyesuaikan dengan pengeluaran bulan sebelumnya terus permintaannya itu biasanya agak lebih banyak dari bulan sebelumnya…pertimbangan sebelumnya…pertimbangan lainnya, itu bayi luar wilayah jadi kadang agak dilebihkan sedikit.” (HR) “Jumlah permintaan itu dihitung dengan cara jumlah cakupan dari masing masing masing desa itu berapa terus diliat juga pengeluaran bulan se belumnya.” (MKS)
69
“Cara menentukan jumlah permintaannya ya berdasarkan jumlah bayi, jumlah sasaran yang akan diimunisasi diimunisasi.” .” (NMP) Wawancara yang dilakukan dengan informan di dinas kesehatan mendapatkan kesimpulan bahwa cara yang digunakan di Dinas Kesehatan Kab. OI dalam menghitung jumlah permintaan vaksin adalah memperhatikan jumlah cakupan bayi yang akan diimunisasi, mengakumulasikan jumlah permintaan dari masing-masing puskesmas serta melihat jumlah pemakaian bulan sebelumnya. Dalam menentukan jumlah tersebut, sisa stock bulan sebelumnya dan kondisi tempat penyimpanan vaksin dijadikan bahan pertimbangan berikutnya. Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan. Perhitungan permintaan vaksin dilakukan berdasarkan laporan jumlah permintaan yang diberikan oleh puskesmas-puskesmas setiap bulannya. Hasil akumulasi jumlah permintaan tersebut dikurangkan dengan sisa stok yang ada. Hasil akhir tersebut yang dijadikan jumlah permintaan yang dikirim ke provinsi. Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, disimpulkan bahwa perhitungan jumlah permintaan vaksin di Puskesmas Indralaya didapat dengan cara menyesuaikan jumlah pengeluaran bulan sebelumnya dan memperhatikan jumlah cakupan imunisasi bayi. Selain itu i tu juga, mempertimbangkan kemungkinan adanya bayi luar wilayah yang datang ke wilayah kerja Puskesmas Indralaya. Penentuan jumlah permintaan vaksin di Puskesmas Lebung Bandung hanya memperhatikan jumlah sasaran cakupan imunisasi bayi, tanpa memperhatikan jumlah yang lain. Hasil telaah dokumen yang dilakukan menunjukkan bahwa terdapat dalam modul pelatihan terbaru yang diikuti petugas di puskesmas, juga terdapat proses
70
perencanaan logistik imunisasi. Proses perencanaan itu it u menjelaskan me njelaskan rumus untuk menghitung kebutuhan vaksin di tingkat puskesmas. 5.5.6 Penerimaan Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai proses penerimaan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “Proses penerimaannya itu dimasukkin dalam box besar itu cold bo x bo x di kasih cold pack terus disusun vaksin… vaksin … sebelum dimasukkan di cek dulu kondisi VVMnya gimana. Standar penerimaannya ada SOP khusus yang mengatur yang disusun Dinkes ini mengacu pada aturan aturan Kemenkes dan WHO.” WHO.” (YA) “Yo saat nerimo itu kita liat tanggal expirednyo tanggal berapo, kondisi VVM nyo cak mano.”(YU) “Ya prosesnyo kita ngasihke laporan permintaan, mereka ngasihke kito terus diterimo yo diambil dewek ke provinsi.”(MM) provinsi .”(MM) Hasil wawancara dengan informan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas tergambar sebagai berikut. “Proses penerimaan ya kita ngasih format laporan ya… kita cek vaksin yang diberikan itu berapa jumlahnya, kondisi VVMnya gimana tiap vaksin itu kemud ian ian tanggal kadaluarsanya.” (HR) “Proses penerimaan ya itu tadi, saat nerima kita periksa kita periksa dulu kondisi vaksinnya bagus po dag, tanggal kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya .” (NMP) Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas dinas kesehatan dapat disimpulkan bahwa proses penerimaan vaksin di Dinas Kesehatan Kab. OI adalah dengan memberikan format laporan permintaan saat menerima vaksin, vaksin langsung dimasukkan dalam cold box yang didalamnya sudah diberi cold pack. Sebelum memasukkan vaksin tersebut, terlebih dahulu diperiksa kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Standar acuan yang digunakan adalah adanya SOP yang disusun oleh Dinkes OI berdasarkan peraturan dan ketentuan dari Kemenkes RI dan WHO.
71
Berdasarkan keterangan informan di tingkat puskesmas diketahui bahwa saat akan menggunakan vaksin, pertimbangan utama adalah memperhatikan kondisi vaksin itu sendiri, bagaimana kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin tersebut. Dari hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa terdapat Standar Operasional Prosedur (SOP) yang mengatur tentang proses penerimaan vaksin yang disusun Dinas Kesehatan Kab. OI berdasarkan ketentuan Kemenkes RI dan WHO. 5.5.7 Penyimpanan Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai proses penyimpanan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “….k ebijakannya ebijakannya itu sesuai dengan SOP yang disu sun disu sun tadi ya, ditempel tadi.” (YA) “Kondisi tempat penyimpanan vaksin itu ada 2 buah yang masih baik, 1 buah freezer dan 1 buah kulkas, 2 nya lagi itu sudah rusak. Permasalahannya…… jumlahnya yang cuman 2 sedangkan vaksin yang nak dimasukke banyak jadi vaksin tadi dempet dempet disimpennyo….paling disimpennyo….p aling lamo disimpen sebulan biasonyo.”(YU) biasonyo .”(YU) “…baik-baik “…baik-baik saja karena sering dilakukan perawatan kan…bahan kan…bahan pertimbangannya ya suhu itu yang pasti harus diperhatikan oleh karena kalo melewati ketentuan 2-8 C kan vaksinnya bisa rusak.”(MM) rusak. ”(MM) °
Hasil wawancara dengan petugas pengelola vaksin di tingkat puskesmas mengenai proses penyimpanan yaitu sebagai berikut. “Kondisinya bagus….permasalahannya bagus….p ermasalahannya paling takut lampu mati …..paling …..paling lama disimpan 1 bulan.” (HR) “…..pertimbangannya “…..pertimbangannya kulkasnya tidak terkena matahari kan, tidak tempat orang lewat.” (MKS) “Kondisi nya ya bagus. Permasalahannya, ga ada sih…..p ertimbangannya ya tidak boleh terkena sinar matahari langsung, susunan vaksinnya juga diperhatikan kan ada vaksin yang haru s haru s deket dengan freezer ada yang…paling yang…paling lama disimpan biasanya 1 bulan.” bulan .” (NMP)
72
Menurut keterangan informan di dinas kesehatan dapat disimpulkan bahwa kondisi tempat penyimpanan vaksin sampai saat ini masih baik dan bisa digunakan, ada 2 buah (1 buah freezer dan 1 buah lemari es) yang masih bisa digunakan. Kebijakan yang dijadikan acuan adalah adanya SOP yang mengatur standar tempat penyimpanan vaksin yang disusun oleh Dinkes OI berdasarkan peraturan dan ketentuan Kemenkes RI dan WHO. Permasalahan terkait tempat penyimpanan adalah kurangnya jumlah karena jumlah vaksin yang akan masuk tidak seimbang dengan jumlah tempat penyimpanan. Pertimbangan utama tempat penyimpanan adalah suhu dan listrik karena bila listrik pada suhu didalam lemari es dan freezer dan freezer tidak tidak sesuai sehingga bisa merusak vaksin. Vaksin biasanya paling lama disimpan setidaknya 1 bulan. Keterangan
diatas
diperkuat
dengan
hasil
telaah
dokumen
yang
menunjukkan bahwa terdapat SOP yang mengatur tentang pemeliharaan ruang dingin tempat penyimpanan vaksin. Hasil checklist juga menunjukkan bahwa memang tempat penyimpanan vaksin yaitu freezer dan lemari es masing-masing hanya terdiri dari 1 buah. Hasil wawancara dengan petugas puskesmas, disimpulkan bahwa kondisi tempat penyimpanan sampai saat ini masih bisa digunakan dan belum mengalami permasalahan yang berarti. Pertimbangan utama tempat penyimpanan adalah letak dari lemari es itu sendiri dimana tidak terkena sinar matahari langsung, tidak menghalangi pergerakan dan dekat dengan tempat listrik. Sedangkan petugas Puskesmas Lebung Bandung juga mempertimbangkan susunan vaksin yang yang ada di dalam lemari es. Vaksin biasanya disimpan didalam lemari es paling lama 1 bulan.
73
5.5.8 Pendistribusian Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan mengenai proses pendistribusian vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “Ya standar kalo setiap puskesmas yang mau ngambil vaksin harus make vaccine carrier dan sejauh ini dalam proses pendistribusian itu tidak ada masalah khusus.” (HK) “Kebijakannya “Kebijakannya sesuai s esuai dengan SOP tadi….permasalahannya tadi….p ermasalahannya yang terkait dengan masalah kendaraan. Kalo dari sini ke puskesmas ya sama masalah transport dan jarak.” (YA) “….mbek “….mbek dari provinsi pake cold box terus didalemnyo d kasih cold pack, kirakira itu sekitar 1 jam…ke sini….d i dalam cold box itu kan ada freeze tag yang gunanya untuk melihat melihat kondisi suhu vaksin vaks in selama dalam perjalanan.” (YU) “….dari “….dari sini ke puskes ya puskesmas bawa format laporan permintaannya berapa dan stocknya berapa. Alat yang digunakan itu berupa vaccin e carrier….. paling paling lamo 3-4jam itu daerah muara kuang. Bahan pertimbangannyo yo jarak itu tadi samo macet…. jadi jadi yo cold pack dalam vaccine carriernyo dibanyakke biar vaksinnyo dag rusak.” (MM) Hasil wawancara dengan informan di tingkat puskesmas mengenai pendistribusian vaksin tergambar sebagai berikut. “….kita pake alat itu thermos kalo ga vaccine carrier yang didalamnya ada cold pack…l amanya amanya sih, dilama-lamakan 10-15 menit. Bahan pertimbangannya, ga ada sih, paling saat bawa vaksin itu ga boleh lama- lama.” (HR) “vaksinnya dibawa menggunakan vaccine carrier terus didalamnya dikasih cold pack….itu pack….itu paling jauh 30 menit. Bahan pertimbangannya ya paling lokasinya, kalo agak jauh kan kita kasih cold packnya banyak-banyak.” banyak-banyak. ” (NMP) Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan diperoleh kesimpulan bahwa proses pendistribusian adalah menggunakan alat cold box bila box bila dari provinsi ke dinkes kabupaten dan menggunakan vaccine carrier untuk untuk proses pendistribusian ke puskesmas. Pertimbangan utama saat proses pendistribusian adalah pertimbangan jarak dan kondisi perjalanan. Bila diperkirakan vaksin akan lama diperjalanan maka didalam cold box box dan vaccine carrier dimasukkan cold pack dalam dalam jumlah yang banyak, terutama untuk daerah puskesmas tertentu yang
74
bisa memakan waktu 3-4 jam diperjalanan. Standar yang digunakan dalam proses pendistribusian adalah adanya Standar Operasional Prosedur yang disusun berdasarkan peraturan provinsi yang mengacu pada peraturan peraturan Kemenkes RI. Keterangan informan ternyata tidak sesuai dengan hasil telaah dokumen yang dilakukan. Hasil telaah dokumen menunjukkan bahwa tidak ada SOP yang mengatur tentang proses pendistribusian, SOP hanya sebatas Protap Penerimaaan dan Protap Pemeliharaan Ruang Dingin tempat penyimpanan vaksin. Hasil checklist menunjukkan menunjukkan bahwa Dinkes Kab. OI tidak memiliki cold box dan freeze dan freeze tag , peralatan yang digunakan untuk proses pendistribusian. Setelah diumpan balik ke informan, cold box dan box dan freeze freeze tag tidak tidak dimiliki sendiri oleh Dinkes Kab. OI dan sering dipinjam oleh pihak lain. Berdasarkan keterangan informan di puskesmas, diketahui bahwa proses pendistribusian vaksin dari puskesmas ke tempat-tempat posyandu biasanya menggunakan vaccine carrier dan dan termos untuk Puskesmas Indralaya sedangkan Puskesmas Lebung Bandung hanya menggunakan vaccine carrier . Paling lama dalam proses pendistribusian tersebut adalah 10-15 menit untuk Puskesmas Indralaya dan 30 menit untuk Puskesmas Lebung Bandung. Pertimbangan utama adalah jarak karena bila jaraknya jauh maka didalam vaccine carrier dimasukkan dimasukkan banyak cold pack . Hasil checklist memperkuat pernyataan informan bahwa memang di Puskesmas Indralaya terdapat vaccine carrier dan dan termos yang digunakan dalam proses pendistribusian. Sedangkan di Puskesmas Lebung Bandung terdapat vaccine carrier berjumlah 3 buah yang digunakan untuk membawa vaksin ke lokasi-lokasi posyandu.
75
5.5.9 Pemakaian Vaksin
Dari hasil wawancara dengan informan di dinas kesehatan mengenai proses pemakaian vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “Kebijakannya dalam SOP itu tadi ada kan kalo penggunaan vaksin itu harus dalam suhu sekian, harus diperhatikan dulu VVMnya masih bagus atau tidak, liat tanggal expirednya.” expirednya.” (YA) “Yo itu tadi, sebelum make kito liat dulu VVMnyo kondisinyo cakmano samo tanggal expirednyo.” (YU) “……kalo “……kalo status VVMnyo A dan B itu masih bisa dipake, kalo C dan D itu sudah tidak bisa digunakan lagi.” (MM) Hasil wawancara dengan informan di tingkat puskesmas didapatkan hasil sebagai berikut. “Saat akan menggunakan vaksin itu kita liat tanggal expirednya, yang sudah dekat tanggal expired itu kita dahulukan, terus yang ada kondisi VVMnya B itu kita dahulukan. Terus juga misalnya masih ada sisa s tock bulan kemaren, itu it u dulu yang kita dahulukan.” dahulukan.” (HR) “…… sama seperti saat kita terima, kalo mau make nya kita liat dulu tanggal kadaluarsanyo, kondisi VVMnyo, kondisi vaksin itu keruh po dag.” (NMP) Berdasarkan hasil wawancara dengan petugas di tingkat kabupaten, disimpulkan bahwa saat akan menggunakan vaksin, kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin menjadi perhatian utama. Vaksin dengan kondisi VVM A dan B masih bisa digunakan sedangkan vaksin dengan kondisi VVM C dan D sudah tidak bisa digunakan lagi. Dalam pemakaian vaksin juga terdapat Standar Operasional yang dijadikan acuan oleh petugas pengelolaan vaksin yang disusun berdasarkan ketentuan dan peraturan Kemenkes RI dan WHO. Hal tersebut diperkuat dengan hasil telaah dokumen yang menunjukkan adanya Standar Operasional Prosedur yang digunakan petugas dalam proses penerimaan. Standar Operasional Prosedur tersebut yang mengatur semua kegiatan yang harus dilakukan saat melakukan penerimaan vaksin.
76
Menurut keterangan informan di tingkat puskesmas diketahui bahwa saat akan menggunakan vaksin, prinsip yang digunakan adalah memperhatikan kondisi vaksin yaitu kondisi VVM, tanggal kadaluarsa vaksin tersebut dan petugas di Puskesmas Lebung Bandung juga memperhatikan kekeruhan vaksin. Selain itu juga, sisa stok bulan sebelumnya dipertimbangkan untuk digunakan terlebih dahulu. Vaksin dengan kondisi VVM B dan mendekati tanggal kadaluarsa biasanya digunakan terlebih dahulu. 5.5.10. Pencatatan dan Pelaporan
Dari hasil wawancara dengan informan di tingkat kabupaten mengenai proses pencatatan dan pelaporan vaksin, tergambarkan hasil sebagai berikut. “Ya standarnya pelaporan dan pencatatan itu harus diberikan dibawah tanggal 10 karena laporan itu kita harus rekap harus dilaporin di provinsi. Permasalahannya ya paling-paling ada beberapa puskesmas terlambat memberikan laporan, kadang lewat dari tanggal 5. Cara mengatasinya ya dengan cara telepon atau sms kalau seandainya mereka belum sempat mengirimkan laporannya.” (HK) “Standar kebijakan pencatatan dan pelaporan ini dari kemenkes ada juknis, buku petunjuk teknis pencatatan dan pelaporan, blanko-blankonya ada. Terus juga kita ada program software juga untuk program imunisasi itu. ” (YA) “Kita disini ada SBBK….softwarenyo lagi error…k alo error…k alo permasalahan yo yang dari puskes tu lah……l aporan aporan imunisasi nyo tu ado tapi laporan pemakaiannyo yang dag ado jadi kadang aku kurangi, misal dio minta 50 cuman ku kasih 40.” (YU) “Laporan kita dimaksimalkan itu i tu tanggal 5 awal bulan sedangkan kami ke provinsi dibatas dibatas tanggal 10……k alo alo laporan vaksin itu kan ada SBBK, isinya itu ada jumlah, tanggal expirednya, harga. Permasalahannya ya itu tadi jarak, lokasi puskesmas yang jauh, solusinyo yo lewat sms berapa total permintaan dan sisa stock vaksinnya.” vaksinnya.” (MM) Hasil wawancara dengan informan pengelola vaksin di tingkat puskesmas tergambar sebagai berikut. “Setiap bulan……itu bulan…… itu vaksin masuk dan vaksin keluar kan dicatet terus kita ada lagi buku permintaan ke dinkes, terus ada SBBK, catatan stock per vaksin ini ada juga laporannya. Ini I ni jumlah vaksin, vaksin yang digunakan bulan kemaren, terus
77
sisa stock vaksin, vaksin yang masuk, vaksin yang keluar, ke luar, pemakaiannya berapa.” (HR) “Sistem pencatatan nya ya kita ada laporan set iap set iap bulan, laporan catatan stock vaksin untuk masing-masing vaksin. Jumlah sasaran, jumlah cakupan, per mintaan mintaan vaksinnya berapa.” (NMP) Berdasarkan keterangan informan di dinas kesehatan disimpulkan bahwa sistem pencatatan dan pelaporan vaksin di dinkes OI adalah adanya SBBK (Surat Bukti Barang Keluar). Sebelumnya terdapat software yang diberikan oleh pusat tapi sekarang masih belum bisa digunakan karena software tersebut error. Permasalahan utama dalam pencatatan dan pelaporan vaksin tersebut adalah keterlambatan puskesmas dimana setiap puskesmas itu diberi batasan waktu pelaporan adalah tanggal 5. Permasalahan tersebut kemungkinan disebabkan karena jarak yang terlalu jauh sehingga diberikan solusi dengan melaporkan jumlah permintaan, pengeluaran dan stok vaksin melalui sms ataupun telepon. Kebijakan dan standar yang mengatur proses pencatatan dan pelaporan tersebut adalah adanya buku pedoman yang diterbitkan oleh Kemenkes RI. Dari hasil wawancara dengan informan di puskesmas disimpulkan bahwa sistem pelaporan dan pencatatan di Puskesmas Indralaya sudah lengkap, terdiri dari laporan monitoring yang diberikan setiap bulannya ke Dinkes OI dan laporan stok vaksin berdasarkan masing-masing vaksin, dan juga SBBK. Data yang dimuat adalah jumlah vaksin yang digunakan, jumlah permintaan vaksin, jumlah vaksin yang diterima, dan sisa stok vaksin. Sedangkan di Puskesmas Lebung Bandung, sistem pencatatan dan pelaporan adalah adanya laporan setiap bulan, laporan catatan stok vaksin untuk setiap vaksin. Data yang dimuat didalam laporan tersebut adalah jumlah sasaran dan permintaan vaksin tersebut.
78
Hasil telaah dokumen memperkuat pernyataan informan bahwa memang di tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas terdapat buku panduan yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Buku panduan tersebut diterbitkan secara berbeda antara tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas. Hasil lembar checklist dan telaah dokumen menunjukkan bahwa SBBK yang berasal dari provinsi memuat data yaitu, jumlah, harga, no batch, batch, tanggal kadaluarsa. Sedangkan SBBK dari kabupaten hanya memuat jumlah. Telaah dokumen juga membuktikan bahwa memang di tingkat puskesmas telah dilakukan pencatatan per masing-masing vaksin.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Desain penelitian yang digunakan merupakan penelitian kualitatif dimana proses pengumpulan data dalam penelitian ini diperoleh melalui cerita dari informan. Keterbatasan penelitian kualitatif ini adalah jawaban informan yang cenderung bersifat subjektif. Pertanyaan wawancara yang diajukan kepada informan merupakan pertanyaaan seputar manajemen logistik vaksin yang ada di lingkungan organisasi tempat informan bekerja. Ada kemungkinan informan dipengaruhi oleh rasa takut dan segan dalam menjawab pertanyaan karena sebagian wawancara dilakukan di lingkungan kerja informan. Kecenderungan informan untuk menjawab pertanyaan seadanya dan memperbaiki jawaban dari keadaan sebenarnya disiasati dengan melakukan observasi dan telaah dokumen. Sementara itu untuk langkah telaah dokumen memiliki kendala yaitu dokumen yang diperlukan hilang, rusak, sudah dimusnahkan dan bahkan memang tidak ada karena kurang lengkapnya sistem dokumentasi yang ada di organisasi informan. Dalam proses penelitian ini, penulis juga menghadapi beberapa kendala namun penulis tetap berupaya semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang berkualitas. Kendala pertama yang dihadapi selama proses penelitian adalah kesulitan dalam menemui informan karena ada beberapa informan yang jarang berada di tempat. Kendala ini disiasati dengan mendatangi langsung tempat tinggal informan. Kendala kedua adalah jarak dan lokasi salah satu puskesmas yang sulit untuk dijangkau. Kendala berikutnya adalah ada salah satu informan
79
80
yang tidak mau direkam sehingga penulis hanya bisa mencatat hasil wawancara. Ada juga informan yang dikarenakan mempunyai tugas dan pekerjaan yang sama jadi wawancara dilakukan secara bersamaan dengan informan lainnya. Dalam penelitian ini diperlukan pemahaman yang mendalam menyangkut berbagai teori yang diperlukan. Sementara kepustakaan mengenai pengelolaan rantai vaksin masih sangat terbatas dan ada beberapa literatur yang diterbitkan langsung oleh WHO dalam bahasa inggris sehingga harus diartikan terlebih dahulu ke dalam bahasa
Indonesia. Selain itu penelitian tentang manajemen
logistik khususnya pengelolaan rantai vaksin jarang dilakukan sehingga masih sulit untuk membandingkan hasil penelitian yang diperoleh dengan hasil penelitian sejenis.
6.2 Pembahasan
Agar penelitian ini lebih mendapatkan keabsahan data dan sesuai dengan fakta yang ada, dalam penelitian ini juga dilakukan validitas data. Metode validitas data yang digunakan adalah metode triangulasi. Triangulasi sumber yaitu dengan membandingkan suatu informasi dari informan yang berbeda. Triangulasi metode yaitu dengan teknik pengumpulan data cara wawancara mendalam, observasi, dan telaah dokumen. Triangulasi data yaitu dengan meminta umpan balik dari informan atas data yang telah dikumpulkan. 6.2.1 SDM Pengelola Vaksin
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan informan di tingkat kabupaten, didapatlah fakta bahwa jumlah tenaga pengelola vaksin itu ada 2 orang. Masing-masing petugas dengan kualifikasi pendidikan DIII dan S2
81
Science. Science. Dalam melakukan tugas dan pekerjaannya, tidak ada pembagian khusus secara tertulis diantara petugas dan hanya sebatas lisan. Jumlah tersebut dirasakan kurang oleh petugas karena tidak sebanding dengan tugas dan pekerjaan yang harus dilakukan. Kedua petugas melakukan keseluruhan pekerjaan yang berhubungan dengan program imunisasi dan dalam pelaksanaannya sering terjadinya rangkap kerja dimana petugas tidak hanya melakukan perhitungan jumlah permintaan tetapi juga yang merawat tempat penyimpanan, mengurus semua pencatatan dan pelaporan, serta juga melayani puskesmas yang ingin melakukan pengambilan vaksin. Hasil telaah dokumen juga menunjukkan tidak adanya surat atau peraturan yang dengan jelas melakukan pembagian tugas diantara sesama petugas. Hasil yang sedikit berbeda didapatkan dari kedua puskesmas. Puskesmas Indralaya memiliki 2 orang tenaga petugas dengan kualifikasi pendidikan S1 Kesehatan Masyarakat dan DIII Keperawatan. Puskesmas Lebung Bandung memiliki 1 orang petugas dengan kualifikasi pendidikan DIII Keperawatan, dalam melakukan tugasnya sebagai petugas program imunisasi khususnya pengelola vaksin, petugas sering dibantu TKS (Tenaga Kerja Sukarela). Diantara petugas Puskesmas Indralaya tidak dilakukan pembagian kerja dan keseluruhan tugas dilakukan secara bersama-sama. Dengan jumlah tersebut, mereka tidak pernah merasa kesulitan dalam melakukan pekerjaan karena sering dilakukan bersamasama dan proses pendistribusian vaksin ke masing-masing posyandu itu terjadwal dengan baik. Begitu juga dengan petugas Puskesmas Lebung Bandung, ia tidak pernah merasa kesulitan karena sering dibantu oleh TKS dalam melakukan kegiatan pengelolaan rantai vaksin.
82
Keputusan Menteri Kesehatan RI R I No 1611 Tahun 2005 menyatakan bahwa di tingkat kabupaten, petugas pengelola program imunisasi minimal lulusan DIII kesehatan, sedangkan untuk petugas pengelola cold chain pendidikan minimal adalah SLTA. Tenaga pengelola program imunisasi dan pengelola cold chain itu chain itu dipisah dan memiliki tugas masing-masing. Di tingkat puskesmas, petugas pengelola program imunisasi juga bisa merangkap sebagai petugas pengelola cold chain. chain. Standar minimal pendidikan adalah lulusan SLTA dengan catatan telah mengikuti pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin. Jika dibandingkan dengan Kepmenkes RI diatas, dapat disimpulkan bahwa tenaga pelaksana pengelola program imunisasi dan pengelola vaksin tingkat kabupaten telah memenuhi standar kualifikasi dari segi pendidikan. Petugas pengelola vaksin Dinkes OI merupakan lulusan DIII Keperawatan dan S2 Science. Pelatihan juga sudah sering dilakukan di tingkat kabupaten. Kepmenkes mengatur bahwa harus dilakukan pelatihan untuk petugas pengelola rantai vaksin. Dari hasil wawancara dapat diketahui bahwa di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir belum dilakukan pembagian tugas tenaga pelaksana dimana tenaga pengelola program imunisasi juga melakukan pekerjaan yang berhubungan dengan pengelolaan cold chain. chain. Hal ini tidak sesuai dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI dan dimungkinkan bisa berdampak terhadap kualitas pekerjaan petugas. Hasil wawancara menunjukkan bahwa petugas merasa keberatan dalam melakukan tugasnya dan sering terjadinya rangkap kerja. Beberapa hal yang dianggap oleh responden dalam penelitian Rahmawati (2007) yang menjadi beban kerja yaitu adanya perangkapan tugas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 75% petugas imunisasi yang memiliki hasil kegiatan
83
imunisasi dasar bayi tidak sesuai target cenderung mempunyai persepsi yang kurang baik terhadap beban kerja. Responden menyatakan mempunyai tambahan tugas dalam pelaksanaan imunisasi, misalnya bulan imunisasi anak sekolah (BIAS), PIN (pekan imunisasi nasional) ataupun kegiatan imunisasi yang lain (recam reduksi campak, tt-wus), tt-wus), persiapan crash program imunisasi campak dan polio, masih ditambah dengan beberapa laporan dan tugas tugas yang lain. Petugas dengan jumlah pekerjaan yang banyak dan merangkap kerja akan mempengaruhi kualitas dari kinerja petugas tersebut. Petugas pengelola vaksin yang ada Puskesmas Indralaya dan Puskesmas Lebung Bandung juga sudah memenuhi kualifikasi dari segi pendidikan dan pelatihan. Pendidikan minimal yang diharuskan Kemenkes RI untuk tingkat puskesmas adalah SLTA atau SMK. Petugas Puskesmas Indralaya sendiri masingmasing merupakan lulusan S1 Kesehatan Masyarakat dan DIII Keperawatan, sedangkan petugas Puskesmas Lebung Bandung merupakan lulusan DIII Keperawatan. Petugas dari kedua puskesmas juga sudah pernah mengikuti pelatihan tentang pengelolaan rantai vaksin. Berdasarkan Kepmenkes RI, untuk tingkat puskesmas, petugas imunisasi juga bisa juga merangkap sebagai petugas pengelola cold chain. chain. Sebagian besar kesalahan pengelolaan vaksin (cara membawa vaksin, cara menyimpan vaksin, cara memantau suhu lemari es dan cara menggunakan vaksin) terdapat pada instansi dengan pengetahuan petugas yang kurang. Kesalahan pengelolaan vaksin oleh tenaga pengelola dengan pengetahuan yang kurang akan mempengaruhi output pengelolaan vaksin. (Kristini, 2008),
84
Dalam meningkatkan pengetahuan dan/atau keterampilan pelatih dan petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan. Pelatih dan petugas imunisasi yang telah mengikuti pelatihan diberikan tanda bukti pelatihan berupa sertifikat pelatihan. Pelatihan bagi pelatih pela tih dan petugas imunisasi harus dilaksanakan sesuai dengan modul latihan petugas imunisasi. (Kemenkes RI, 2005) Tabel 6.1 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel SDM dengan Standar No
1. 2.
SDM
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya Jumlah tenaga 2 orang 2 orang kerja (Y dan MM) (HR dan MKS) Kualifikasi DIII Keperawatan S1 Kesmas pendidikan dan dan S2 Science DIII Keperawatan
Pusk. Lebung Bandung 1 orang (NMP)
DIII Keperawatan
3.
Pembagian tugas
Tidak ada pembagian tugas secara tertulis, tetapi hanya sebatas lisan
Tidak ada pembagian tugas, semua pekerjaan dilakukan bersamasama
Semua pekerjaan dilakukan sendiri dan sering dibantu TKS
4.
Pelaksanaan tugas
Pelatihan
Dalam melakukan tugasnya, petugas tidak merasa keberatan karena dilakukan bersamasama Tidak terlalu sering, terakhir bulan Oktober
Dalam melakukan tugasnya, petugas tidak merasa keberatan karena sering dibantu TKS
5.
Jumlah tersebut dirasakan masih kurang. Banyaknya tugas dan pekerjaan sehingga sering rangkap kerja Sering dilakukan, 1 tahun sekali.
Jarang, hanya saat ada program baru
Kemenkes RI
Kabupaten : Pengelola Program Imunisasi : DIII Kesehatan Pengelola cold chain : chain : SLTA Puskesmas : Pengelola cold chain : chain : SLTA abupaten : Adanya pembagian tugas, petugas pengelola program imunisasi dan pengelola rantai vaksin. Puskesmas : Pengelola program imunisasi boleh sama dengan pengelola cold chain -
Untuk meningkatkan pengetahun dan keterampilan petugas harus dilakukan pelatihan
85
6.2.2 Dana Pengelolaan Rantai Vaksin
Berdasarkan hasil wawancara didapatkan fakta bahwa tidak ada dana khusus yang disediakan Dinkes OI untuk pengelolaan rantai vaksin. Dana yang disediakan hanya sebatas untuk permintaan dan transportasi pengambilan vaksin tersebut.
Pencairan
dana
juga
tidak
tentu
karena
harus
ada
surat
penanggungjawaban sehingga untuk sementara petugas harus mengambil vaksin menggunakan dana sendiri. Dana yang disediakan untuk APBD dibatasi Rp.250.000 setiap bulannya. Padahal, kebutuhan vaksin tidak selalu sama setiap bulan. Ada bulan-bulan tertentu dimana kebutuhan vaksinnya akan meningkat contohnya bulan Oktober dan November yang merupakan bulan BIAS sehingga jumlah permintaan vaksin bertambah yaitu vaksin vaksin DT dan Td. Hasil yang serupa juga didapatkan d itingkat puskesmas. Ketersediaan dana hanya sebatas untuk pengambilan vaksin dan pelaksanaan posyandu, tidak tersedia dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin. Dana yang tersedia untuk tingkat puskesmas berasal dari dana BOK (Bantuan Operasional Kesehatan.) Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Tjandra Yoga Aditama, anggaran rutin imunisasi yang wajib diberikan sesuai program imunisasi berkelanjutan. Alokasi anggaran rutin imunisasi Depkes tahun 2009 sekitar Rp 400 miliar untuk sasaran sekitar 5 juta bayi. Dana itu digunakan untuk pengadaan alat suntik, vaksin, dan kotak pengaman vaksin. Adapun dana operasional untuk pemantauan dan supervisi dari pemerintah pusat sekitar Rp 1,5 miliar. Sementara itu, dana
86
operasional untuk membawa vaksin dari dinas kesehatan di daerah menuju sasaran menjadi tanggung jawab pemerintah daerah. (Kemenkes RI, 2009) Menurut keterangan Kemenkes RI diatas, dana yang digunakan untuk pengadaan vaksin itu berasal dari pemerintah pusat. Selanjutnya, pendistribusian dan pengelolaan rantai vaksin lainnya disediakan oleh pemerintah daerah. Namun pada kenyataannya, tidak disediakan dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin tersebut di Dinkes OI maupun puskesmas. Seharusnya, penyediaan dana untuk pengelolaan rantai vaksin itu disediakan oleh pemerintah daerah. Akibatnya, peralatan yang rusak seperti kulkas dan lemari es tidak pernah diperbaiki karena tidak memiliki dana perawatan. Kondisi ini diperparah dengan kesulitan untuk meminta dana karena harus memenuhi berbagai proses administrasi. Alokasi dana BOK di Puskesmas 60% dialokasikan untuk upaya kesehatan prioritas sedangkan 40% lainnya untuk upaya kesehatan lainnya dan manajemen puskesmas. Pemanfaatan dana BOK hanya untuk dukungan operasional pelaksanaan kegiatan upaya kesehatan promotif, preventif dan manajemen di puskesmas sera ser a jaringannya jari ngannya yaitu Poskesdes/Polindes dan Posyandu. Dana hanya digunakan untuk transportasi, perjalanan dinas, dan pembelian barang berupa belanja ATK, biaya administrasi perbankan, pembelian materai, foto kopi, dan pembelian konsumsi. Tahun 2013, Dana BOK tidak dapat dimanfaatkan untuk Pemeliharaan Gedung dan Kendaraan Puskesmas dan Jaringannya. Di dinkes, pemanfaatan dana digunakan untuk honorarium, transport tr ansport lokal, perjalanan dinas dalam batas kabupaten dan luar kabupaten, pertemuan dan pembelian barang ATK, penggandaan, komputer supply, supply, administrasi bank, pembelian materai,
87
biaya pengiriman surat/laporandan biaya konsumsi rapat/meeting terkait dengan BOK. (Juknis BOK, 2013) Dana yang tersedia dari BOK untuk dinas kesehatan dan puskesmas hanya untuk kegiatan operasional, tanpa adanya alokasi dana untuk perawatan dan maintenance. Dana untuk dinas kesehatan yang bersumber dari APBD dialokasikan hanya untuk permintaan vaksin dan transportasi padahal seharusnya, dana perawatan disediakan oleh pemerintah daerah dan dana untuk permintaan vaksin tersebut telah disediakan oleh pemerintah pusat. Tabel 6.2 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Dana dengan Standar No Dana Dinkes OI Pengelolaan 1. Ketersediaan Dana tersedia dan penggunaan hanya untuk dana permintaan vaksin dan transportasi. Dana dibatasi Rp. 250.000 setiap bulannya dan belum ada dana untuk perawatan rantai vaksin
Puskesmas Pusk. Lebung Indralaya Bandung Tidak tersedia Tidak tersedia dana khusus untuk dana khusus pengelolaan rantai untuk vaksin, dana pengelolaan hanya tersedia rantai vaksin, untuk dana berasal dari pengambilan BOK dan hanya vaksin untuk pengambilan vaksin
Kemenkes RI
Dana pengadaan aksin berasal dari emerintah pusat. Pendistribusian dan engelolaan rantai aksin lainnya disediakan emerintah daerah
6.2.3 Material Pengelolaan Rantai Vaksin
Hasil wawancara yang dilakukan dengan informan di tingkat kabupaten didapatkan informasi bahwa peralatan yang digunakan untuk pengelolaan rantai vaksin adalah freezer , lemari es, termometer , freeze tag, cold box box dan ada beberapa cold pack . Namun setelah dilakukan checklist dan dan pengamatan, peralatan yang dipergunakan hanya terdiri dari freezer dari freezer , lemari es, termometer , dan beberapa cold pack . Peralatan tersebut masih dalam kondisi baik walaupun memang jumlah lemari es dan freezer dan freezer yang digunakan terbatas, masing-masing hanya 1 buah dan
88
sudah sangat lama. Padahal saat diamati langsung dilapangan, ada banyak jumlah lemari es dan freezer di dalam gudang tempat penyimpanan dan hanya 2 buah yang berfungsi dengan baik. Adanya kulkas dan freezer yang rusak dikarenakan memang umur kulkas dan freezer dan freezer tersebut sudah sangat lama dan tidak bisa dilakukan perbaikan karena tidak tersedia dana. Perawatan yang dilakukan hanya sebatas perawatan harian yaitu pengecekan suhu, perawatan mingguan pembersihan salju, dan perawatan bulanan berupa pengecekan keseluruhan bagian kulkas. Perawatan seperti pengecekan atau penggantian suku cadang tidak pernah dilakukan karena karena memang tidak tersedianya dana untuk pembelian suku cadang tersebut. Hal ini mengakibatkan kulkas dan freezer akan mudah rusak apalagi usia kulkas dan freezer tersebut tersebut yang sudah lama. Peralatan yang digunakan di tingkat puskesmas adalah lemari es, termometer, vaccine carrier , dan cold pack . Puskesmas Indralaya memiliki 2 buah lemari es tempat penyimpanan vaksin, 1 merupakan model lama dan 1 lagi model terbaru. Lemari es yang model lama tidak lagi digunakan sebagai tempat penyimpanan vaksin karena sudah sering muncul bunga es dan hanya digunakan sebagai tempat penyimpanan cold pack . Selain itu juga, puskesmas ini memiliki 1 buah vaccine carrier, 1 buah termos, 1 buah termometer, dan beberapa cold pack . Puskesmas Lebung Bandung memiliki 1 buah lemari es, 3 buah vaccine carrier , 1 buah termometer, dan beberapa cold pack . Berdasarkan hasil checklist dan pengamatan peneliti, peralatan tersebut sudah sesuai ketentuan. Perawatan yang dilakukan petugas hanya sebatas pembersihan bunga es dan keseluruhan bagian
89
lemari es yang dilakukan oleh Puskesmas Indralaya 1 bulan sekali dan Puskesmas Lebung Bandung 1 minggu sekali. Peralatan yang digunakan dalam pengelolaan rantai vaksin menurut WHO (2004) dan Kemenkes RI (2005) untuk tingkat kabupaten berupa lemari es, freezer, cold box, cold pack p ack , termometer, dan freeze dan freeze tag . Penyediaan suku cadang lemari es dan freezer merupakan salah satu upaya agar lemari es dapat selalu berfungsi dengan baik dan benar. Suku cadang harus tersedia te rsedia sesuai s esuai dengan jenis dan tipe masing-masing lemari es. Sedangkan untuk tingkat puskesmas, peralatan yang digunakan adalah lemari es, vaccine carrier atau termos, termometer dan cold pack . Suku cadang juga harus tersedia di tingkat puskesmas dan disesuaikan dengan tipe lemari es yang digunakan. Menurut WHO (2002), perawatan peralatan tingkat kabupaten sama dengan tingkat puskesmas yaitu berupa perawatan harian, perawatan mingguan, dan perawatan bulanan. Perawatan harian berupa pemeriksaan suhu 2 kali sehari setiap pagi dan sore, mendengarkan bunyi peralatan. Perawatan mingguan yaitu pembersihan bagian luar lemari es/ freezer freezer untuk menghindari karat, memeriksa stop kontak listrik, dan memeriksa penyusunan penyimpanan vaksin. Perawatan bulanan adalah pembersihan keseluruhan bagian lemari es/ freezer freezer dan pencairan bunga es. Berdasarkan SOP Dinkes OI, pembersihan bulanan lain yang harus dilakukan adalah pemeriksaan kerapatan karet pada tempat penyimpanan dan melakukan pembersihan. Selanjutnya melakukan validasi pada termometer dan termograf.
Hasil
evaluasi
tersebut
kemudian
dilakukan
evaluasi
dan
mendiskusikannya dengan staff pengelola yang lain. Bila menggunakan genset,
90
dilakukan penggantian oli setiap 100 jam beroperasi atau 4 bulan, dalam hal ini mana yang mencapai duluan. Material yang digunakan untuk pengelolaan vaksin ditingkat kabupaten belum bisa dikatakan lengkap karena ada beberapa material yang tidak dimiliki oleh Dinkes OI. Ketentuan Kemenkes RI bahwa peralatan yang digunakan untuk tingkat kabupaten adalah berupa lemari es, freezer, cold box, cold pack , termometer, dan freeze tag sedangkan Dinkes OI belum memiliki cold box box dan freeze tag sendiri. sendiri. Lain halnya dengan tingkat puskesmas dimana peralatan yang digunakan sudah lengkap dan sesuai dengan ketentuan Kemenkes RI karena sudah memiliki lemari es yang sesuai yaitu buka atas, vacciner carrier atau termos, termometer dan cold pack . Perawatan yang dilakukan tingkat kabupaten sudah cukup baik walaupun ada beberapa perawatan yang belum dilakukan. Perawatan yang belum lengkap dilakukan adalah perawatan mingguan yaitu pemeriksaan stop kontak listrik dan perawatan bulanan yaitu validasi pada termometer dan termograf. Sama halnya dengan perawatan di kabupaten, perawatan di tingkat puskesmas belum berjalan dengan baik karena hanya sebatas pembersihan bunga es dan endapan air tanpa ada perawatan-perawatan lain seperti pemeriksaan stop kontak listrik dan kabelkabel, pemeriksaan karet, dan validasi termometer. Baik di tingkat kabupaten dan puskesmas belum bisa memenuhi ketentuan Kemenkes RI dalam hal penyediaan suku cadang. Hal inilah yang diperkirakan menjadi salah satu pemicu rusaknya lemari es dan freezer dan freezer yang yang ada di Dinkes OI dan tidak diperbaiki lagi. Hasil penelitian Rahmawati (2007) menunjukkan ketersediaan peralatan penunjang merupakan salah satu faktor yang mampu mempengaruhi hasil
91
kegiatan petugas imunisasi. Kondisi sarana dan prasarana yang baik antara lain lengkap, modern, berkualitas, dan jumlah cukup akan memberikan kepuasan karyawan yang kemudian dapat meningkatkan kinerjanya. Begitu juga dengan penelitian
HA,
Ariebowo
(2005),
terdapat
hubungan
bermakna
antara
ketersediaan alat untuk imunisasi dengan kinerja petugas pelaksana imunisasi di tingkat puskesmas. 26 responden yang cakupan imunisasinya tidak sesuai, keseluruhannya mempersepsikan bahwa peralatan imunisasi tidak sesuai. Tabel 6.3 Perbandingan Hasil Wawancara Variabel Material dengan Standar No
1.
Material Pengelolaan Vaksin
Jumlah material
Dinkes OI
Material yang digunakan 1 buah freezer buah freezer , 1 buah lemari es, 2 termometer, beberapa cold ack.
Puskesmas Indralaya
Material yang digunakan 1 uah lemari es odel baru dan 1 buah model ama, 1 buah accine carrier , 1 buah termos, 1 buah ermometer, dan eberapa cold ack
Puskesmas Lebung Bandung
Kemenkes RI & SOP Dinkes OI
Material yang digunakan 1 buah lemari es, 1 buah termometer, 3 buah vaccine carrier , dan beberapa cold pack .
Kabupaten :
Freezer
Lemari es
Termometer
Cold box
Freeze tag
Cold pack Puskesmas Lemari es
Vaccine carrier
Termos
Termometer
Cold pack
2.
Kondisi material
1 buah freezer Keseluruhan dan 1 buah eralatan yang lemari es yang digunakan bagus, 2 lainnya asih dalam rusak. Peralatan ondisi baik yang lain kondisi baik.
Keseluruhan peralatan yang digunakan masih dalam kondisi baik
Fungsi dari tiap peralatan baik. Pengoperasian peralatan bisa dilakukan dengan mudah.
3.
Perawatan material
Harian : Bulanan : pengecekan embuangan suhu unga es dan Mingguan : endapan air pembersihan bunga es Bulanan : keseluruhan bagian kulkas dan freezer dan freezer .
Mingguan : pembuangan bunga es
Harian : pemeriksaan suhu 2 kali setiap pagi dan sore. Mingguan : pembersihan bagian luar lemari es/ freezer freezer untuk menghindari
92
No
Material Pengelolaan Vaksin
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya
Puskesmas Lebung Bandung
Kemenkes RI & SOP Dinkes OI
karat dan memeriksa stop kontak listrik. Bulanan : pembersihan keseluruhan bagian lemari es/ freezer freezer dan pencairan bunga es
6.2.4 Metode Pengelolaan Rantai Vaksin
Hasil wawancara dengan informan di tingkat kabupaten didapatkan fakta bahwa metode yang digunakan saat penerimaan adalah pemeriksaan administrasi yaitu SBBK. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan kesesuaian jumlah vaksin yang diterima dengan jumlah yang tertera di SBBK. Metode selanjutnya saat penerimaan adalah dengan memeriksa kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Vaksin yang diterima hanya vaksin dengan kondisi VVM A dan VVM B serta belum melewati tanggal kadaluarsa. Metode yang digunakan saat penyimpanan vaksin adalah dengan memperhatikan karakteristik vaksin. Ada beberapa vaksin yang disimpan di freezer seperti Polio, Campak, dan BCG. Ada juga yang harus disimpan di lemari es seperti DPT, TT, DT, Td, dan Hep. B. Sekarang ini, vaksin BCG dan Campak juga bisa disimpan di dalam lemari es. Metode penerimaan yang dilakukan di Puskesmas Indralaya dan Lebung Bandung adalah dengan memperhatikan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Vaksin yang diterima hanya vaksin dengan kondisi VVM A dan VVM B serta belum melewati tanggal kadaluarsa. Sedangkan metode penyimpanan, memperhatikan kesesuaian sifat vaksin dengan lokasi penyimpanan vaksin.
93
Vaksin yang memiliki sifat sensitif panas (Polio, Campak, BCG) diletakkan di dekat evaporator, sedangkan vaksin yang sensitif dingin (Hb O, DPT, DT, Td) diletakkan di pinggir. Hasil
wawancara
menunjukkan
bahwa
metode
penerimaan
dan
penyimpanan yang digunakan oleh Dinkes OI, walaupun sudah cukup baik tapi tidak sepenuhnya sesuai dengan ketentuan SOP yang dikeluarkan oleh Dinkes OI sendiri. Berdasarkan ketentuan SOP, proses penerimaan dimulai dengan pemeriksaan kelengkapan administrasi vaksin tersebut. Administrasi tersebut berupa SP, CoA, VAR, dan SBBK. Pemeriksaan adminsitrasi yang dilakukan petugas Dinkes OI hanya sebatas SBBK sedangkan petugas tingkat puskesmas tidak melakukan pemeriksaan adminsitrasi sama sekali. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan VVM dan tanggal kadaluarsa secara random pada beberapa bagian kotak vaksin yang diterima. Pemeriksaan ini telah dilakukan oleh petugas tingkat kabupaten dan petugas puskesmas. Menurut Kemenkes RI (2005), metode penyimpanan vaksin disesuaikan dengan sifat dan karakteristik vaksin tersebut. Untuk tingkat kabupaten, vaksin polio, BCG, dan campak disimpan di freezer, Namun pada perkembangannya, BCG dan campak juga bisa disimpan di kulkas. Sedangkan vaksin lainnya disimpan di dalam kulkas yaitu TT, DPT, DT, Hep.B. Untuk tingkat puskesmas, vaksin Heat Sensitive Sensitive (BCG, Campak, Polio) diletakkan pada dekat dengan evaporator. Vaksin Freeze Sensitive Sensitive (DPT, TT, DT, Hep.B) diletakkan jauh dengan evaporator. Peletakkan dus vaksin mempunyai jarak minimal 1-2 cm baik itu di tingkat kabupaten maupun di puskesmas.
94
Metode penyimpanan untuk tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas sudah cukup baik, karena berdasarkan hasil check list dan observasi langsung peneliti, lokasi tempat penyimpanan vaksin telah sesuai ketentuan Kemenkes K emenkes RI. Hanya saja, jarak penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten yang sangat rapat dan tidak sesuai dengan jarak minimal yaitu 1-2 cm. Hal ini dikarenakan jumlah tempat penyimpanan yang terbatas, tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang akan disimpan. Tabel 6.4 Perbandingan Hasil Wawancara Metode Penerimaan dan Penyimpanan Vaksin dengan Standar No Metode Penerimaan & Penyimpanan
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya
1
Metode Penerimaan
Pemeriksaan kesesuaian jumlah vaksin, pemeriksaan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa
Pemeriksaan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin
2
Metode Penyimpanan
Memperhatikan arak vaksin dengan dinding tempat penyimpanan dan kesesuaian sifat vaksin dg tempat penyimpanan
Menyesuaikan sifat vaksin den tempat penyimpanan
Puskesmas Lebung Bandung
Pemeriksaan kondisi VVM, tanggal kadaluarsa, dan segel vaksin
Kemenkes RI dan SOP Dinkes OI
Pemeriksaan kelengkapan administrasi berupa SP, CoA, VAR, dan SBBK. Selanjutnya pemeriksaan VVM dan tanggal kadaluarsa secara random pada beberapa bagian kotak vaksin yang diterima. .Untuk kabupaten, vaksin polio, disimpan di freezer, Vaksin disimpan didalam kulkas yaitu TT, DPT, DT, Hep.B. BCG dan Campak bisa di keduanya. Untuk tingkat puskesmas, vaksin HS (BCG, Campak, Polio) diletakkan pada dekat dengan evaporator. Vaksin FS (DPT, TT, DT, Hep.B) diletakkan
95
No Metode Penerimaan & Penyimpanan
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya
Puskesmas Lebung Bandung
Kemenkes RI dan SOP Dinkes OI
jauh dengan evaporator. Peletakkan dus vaksin mempunyai jarak minimal 1-2 cm.
6.2.5 Permintaan Kebutuhan Vaksin
Hasil wawancara dengan informan tingkat kabupaten dapat disimpulkan bahwa informan sebenarnya telah mengetahui bahwa dalam jumlah permintaan vaksin setiap bulannya itu dihitung berdasarkan ketentuan-ketentuan atau pertimbangan tertentu. Ketentuan utama yang diperhatikan adalah menghitung jumlah
permintaan kebutuhan vaksin
dengan mengakumulasikan
jumlah
permintaan dari masing-masing puskesmas. Selanjutnya adalah memperhatikan jumlah permintaan bulan sebelumnya. Hal yang dijadikan bahan pertimbangan adalah sisa stok bulan sebelumnya dan tempat penyimpanan vaksin. Dalam menentukan jumlah permintaan petugas juga mempertimbangkan jumlah cakupan bayi yang akan diimunisasi. diimunisasi. Hasil yang serupa didapatkan dari informan di tingkat puskesmas. Perhitungan jumlah permintaan adalah dengan menghitung jumlah sasaran bayi yang akan diimunisasi dan jumlah permintaan bulan sebelumnya. Padahal untuk tingkat puskesmas seharusnya banyak pertimbangan yang harus diperhatikan karena puskesmas merupakan instansi terbawah dari rantai pengelolaan vaksin. Berdasarkan Kepmenkes RI (2005), perhitungan jumlah permintaan vaksin untuk tingkat kabupaten adalah dengan menghitung akumulasi kebutuhan vaksin dari seluruh puskesmas, RSU pemerintah/RS swasta, RB dan lain-lain di tingkat kabupaten. Sedangkan untuk jumlah permintaan tingkat puskesmas adalah dengan
96
memperhatikan jumlah sasaran imunisasi, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi, indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Untuk menghindari penumpukan vaksin, vaksin, jumlah kebutuhan dikurangi dikurangi dengan sisa vaksin tahun lalu. Sasaran imunisasi adalah bayi, anak sekolah dasar kelas 1,2, dan 3, dan wanita usia subur. Berdasarkan pedoman Kemenkes RI (2013), menghitung jumlah sasaran bayi di Puskesmas dilakukan dengan menganalisa penambahan bayi beberapa tahun terakhir, kemudian persentase penambahan rata-rata. Untuk menghitung sasaran bayi tahun berjalan berdasarkan besarnya jumlah sasaran bayi tahun lalu ditambah dengan rata-rata penambahan bayi beberapa tahun terakhir. Penetapan target cakupan biasanya berdasarkan tingkat pencapaian dimasingmasing wilayah kerja, maksimal target adalah 100%. Menghitung indeks pemakaian vaksin (IP) berdasarkan jumlah cakupan imunisasi yang dicapai secara absolut dibagi dengan jumlah vaksin yang dipakai. Setelah menghitung jumlah sasaran, target cakupan dan IP vaksin, maka data-data tersebut digunakan untuk menghitung kebutuhan vaksin dengan menggunakan rumus. Jumlah permintaan vaksin =
sasara sasaran n x target target IP vaksin
Penggunaan rumus tersebut belum sepenuhnya dipergunakan di tingkat puskesmas. Puskesmas hanya menghitung jumlah cakupan dari masing-masing desa dan mempertimbangkan jumlah penggunaan bulan sebelumnya. Padahal berdasarkan ketentuan Kemenkes RI, perhitungan jumlah permintaan tidak hanya menghitung jumlah cakupan dari masing-masing desa tetapi juga mempertimbang kan target cakupan yang direncanakan puskesmas dan indeks pemakaian vaksin tahun sebelumnya. Selain itu juga, menurut WHO (2002), penentuan jumlah
97
permintaan harus mempertimbangkan sisa stok dan tempat penyimpanan vaksin tersebut. Perencanaan merupakan salah satu unsur manajemen yang penting dalam pengelolaan program imunisasi. Pada dasarnya perhitungan kebutuhan untuk pelayanan imunisasi harus berasal dari unit Puskesmas (buttom-up) buttom-up) dengan dasar besaran jumlah sasaran tiap jenis pelayanan imunisasi untuk menghindari terjadi kelebihan, kekurangan atau tidak sesuai dengan situasi riil di wilayah kerja. (Kemenkes RI, 2013). Tabel 6.5 Perbandingan Hasil Wawancara Permintaan Vaksin dengan Standar No Permintaan Vaksin
1
Penentuan umlah permintaan vaksin
Dinkes OI
Mengakumulasikan umlah permintaan dari masing-masing puskesmas serta melihat jumlah pemakaian bulan sebelumnya. Sisa stok bulan sebelumnya dan kondisi tempat penyimpanan vaksin dipertimbangkan
Puskesmas Indralaya
Puskesmas Lebung Bandung
Menyesuaikan Menghitung pengeluaran bulan jumlah sebelumnya dan sasaran melihat jumlah cakupan cakupan imunisasi bayi imunisasi bayi. Bayi luar wilayah dijadikan pertimbangan
Kemenkes RI
Kabupaten: Akumulasi kebutuhan vaksin dari seluruh puskesmas. Puskesmas: memperhatikan umlah sasaran imunisasi, target cakupan yang diharapkan untuk setiap jenis imunisasi, indeks pemakaian vaksin tahun lalu. Sisa stok dipertimbangkan
6.2.6 Penerimaan Vaksin
Dalam proses penerimaan vaksin, Kemenkes RI telah mengeluarkan ketentuan dan peraturan yang telah diadopsi oleh Dinkes OI menjadi sebuah Standar Operasional Prosedur (SOP). Fungsi dari SOP ini adalah untuk mengetahui kesesuaian jumlah vaksin yang diterima dengan Surat Pengiriman (SP) vaksin dan mengetahui kondisi vaksin apakah dalam kondisi baik atau tidak.
98
Pada pelaksanaannya, penerimaan vaksin tidak sepenuhnya berjalan sesuai dengan SOP yang telah disusun sendiri oleh Dinkes OI. Saat akan menerima vaksin, petugas tingkat kabupaten hanya memberikan laporan permintaan dan kemudian menerima lalu memeriksa kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa. Proses penerimaan vaksin hanya sebatas itu tanpa memperhatikan hal-hal lainnya. Begitu juga dengan petugas puskesmas, saat menerima vaksin petugas memastikan kesesuaian jumlah vaksin, kondisi VVM, dan tanggal kadaluarsa vaksin. Berdasarkan SOP Dinkes OI dan Kemenkes RI (2013), banyak hal yang harus diperhatikan dan dilakukan saat akan menerima vaksin untuk tingkat kabupaten/kota. Hal pertama yang dilakukan adalah dengan memperhatikan kelengkapan administrasi vaksin tersebut diantaranya SP (Surat Pengiriman vaksin) berisi jumlah dan jenis vaksin, CoA (Certificate ( Certificate of Analysis), Analysis), VAR (lembar Vaccine Arrival Report ), ), dan alat pemantau suhu. Setelah memeriksa administrasi kemudian mencatat dalam buku stock vaksin tanggal menerima vaksin, jumlah, nomor batch dan batch dan tanggal kadaluarsa. Selanjutnya memeriksa dan mencatat kondisi VVM pada vial vaksin, pemeriksaan VVM tersebut dilakukan secara random pada setiap bagian dus vaksin. Pemeriksaan yang dilakukan di tingkat kabupaten belum sepenuhnya sesuai dengan SOP. Petugas hanya memperhatikan VVM dan tanggal kadaluarsa padahal banyak sekali pemeriksaan lain yang harus dilakukan bila menuruti dengan prosedur yang telah ditetapkan. Tidak hanya pemeriksaan VVM dan tanggal kadaluarsa, pemeriksaan administrasi vaksin juga harus dilakukan. Pemeriksaan VVM juga seharusnya dilakukan secara random, tidak mesti
99
keseluruhan vaksin. Random dilakukan dengan mengambil 1 dus bagian atas, 1 dus bagian tengah, dan 1 dus bagian bawah. Selanjutnya, kesesuaian jenis dan jumlah vaksin yang diterima dengan yang tertera dalam SP vaksin juga harus diperhatikan. Untuk tingkat puskemas, pemeriksaan yang dilakukan saat akan menerima vaksin adalah dengan memeriksa label vaksin dan pelarut. Selanjutnya periksa alat pemantau vaksin (VVM). Vaksin yang diterima adalah vaksin dengan kondisi VVM A dan B, kondisi C dan D adalah kondisi yang tidak bisa digunakan lagi. Pemeriksaan selanjutnya adalah tanggal kadaluarsa vaksin. (Kemenkes RI, 2013). Bila melihat ketentuan kemenkes diatas, saat melakukan proses penerimaan, petugas puskesmas telah melakukan pemeriksaan yang sesuai. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa serta segel atau label vaksin tersebut. Tabel 6.6 Perbandingan Hasil Wawancara Penerimaan Vaksin dengan Standar No Penerimaan Vaksin
1
Proses penerimaan vaksin
Dinkes OI
Memberikan format permintaan, kemudian menerima lalu memeriksa kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin
Puskesmas Indralaya
Memberikan format permintaan, memerika kesesuaian umlah, memeriksa kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa
Puskesmas Lebung Bandung
Kemenkes RI dan SOP Dinkes OI
Memeriksa kondisi vaksin, VVM dan tanggal kadaluarsa.
Pertama memperhatikan kelengkapan administrasi vaksin SP berisi jumlah dan jenis vaksin, CoA, VAR, dan alat pemantau suhu. Selanjutnya mencatat jumlah, no batch, dan tanggal kadaluarsa lalu memeriksa dan mencatat kondisi VVM yang tdilakukan secara random pada setiap bagian dus vaksin
100
6.2.7 Penyimpanan Vaksin
Vaksin harus disimpan sesuai di lokasi penyimpanan dengan suhu tertentu dengan lama penyimpanan yang telah ditentukan di masing-masing tingkatan administrasi. Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi dan daya antigennya. Susunan vaksin dalam lemari es harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari es/ freezer freezer diterima diterima vaksin secara konduksi (WHO, 2002). Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa secara umum kondisi tempat penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten sudah cukup bagus. Penyimpanan vaksin yang dilakukan sudah sesuai dengan ketentuan suhu dan sifat dari masingmasing vaksin itu sendiri. Berdasarkan keterangan informan dan hasil checklist yang dilakukan, tempat penyimpanan vaksin ada 2 buah yang masih bisa digunakan. Letak penyimpanan vaksin disusun berdasarkan sifat dari masingmasing vaksin tersebut. Didalam freezer disimpan vaksin Polio dan Campak yang merupakan vaksin sensitif panas. Vaksin yang disimpan didalam lemari es adalah vaksin BCG, DPT, Hep.B, TT,DT, dan DPT-HB. Suhu saat penyimpanan lemari es adalah 7°C dan suhu freezer suhu freezer adalah adalah -5°C. Hasil yang sama juga didapatkan di tingkat puskesmas, dimana penyimpanan vaksin tersebut ters ebut sudah cukup baik. Lemari es yang digunakan sudah sesuai ketentuan Kemenkes RI dan WHO. Letak penyimpanan vaksin juga disesuaikan. Vaksin yang sensitif panas (Polio, BCG, Campak) diletakkan didekat evaporator. Vaksin yang sensitif dingin (DPT, Hep.B, TT, DT, Td) diletakkan didekat dinding dan jauh dari evaporator.
101
Berdasarkan ketentuan Kepmenkes RI (2005), cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi atau daya antigennya. Faktorfaktor yang mempengaruhi penyimpanan vaksin adalah suhu, sinar matahari, dan kelembaban. Vaksin yang sensitif panas (polio, campak, BCG) pada pedoman sbeelumnya harus disimpan pada suhu dibawah 0 °C. Dalam perkembangan selanjutnya, hanya vaksin Polio yang masih memerlukan suhu di bawah 0 °C di provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak dan BCG dapat disimpan di refrigerator pada suhu 2-8 °C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8°C. Vaksin Hep.B, DPT, TT dan DT tidak boleh terpapar suhu beku. Permasalahan yang terjadi menyangkut penyimpanan adalah kurangnya tempat penyimpanan vaksin. Freezer dan dan lemari es yang masing-masing hanya 1 buah tidak seimbang dengan jumlah vaksin yang akan disimpan. Akibatnya, penyusunan vaksin didalam lemari es dan freezer disusun secara bertumpuktumpuk. Padahal menurut Kemenkes RI (2005), jarak minimal antar dus vaksin adalah 1-2 cm. Lama penyimpanan vaksin untuk masing-masing instansi telah diatur oleh Kemenkes RI dan WHO. Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak lebih dari stock maksimalnya, untuk menghindari terjadinya penumpukan vaksin. Bila frekuensi pengambilan vaksin ke provinsi 1 (satu) kali perbulan maka stok minimal di kabupaten adalah 1 bulan dan stok maksimal 3 bulan, bila frekuensi pengambilan ke kabupaten 1 kali perbulan maka stok maksimal di puskesmas adalah 1 bulan dan stok minimal adalah 1 minggu. (Kemenkes RI, 2005). Hasil telaah dokumen yang dilakukan, didapatkan hasil bahwa ada beberapa vaksin di tingkat kabupaten yang disimpan melebihi masa stok
102
maksimal yaitu lebih dari 3 bulan. Vaksin yang diperkirakan mempunyai masa penyimpanan lebih dari 3 bulan adalah adalah vaksin BCG, DPT, dan Hepatitis B. Hal ini tentu saja tidak sesuai dengan ketentuan Kemenkes RI. Vaksin yang disimpan terlalu lama akan mempengaruhi kualitas dari vaksin itu sendiri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cara menyimpan vaksin merupakan faktor resiko berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan vaksin. Cara menyimpan vaksin yang salah memiliki resiko 3,5 kali untuk menyebabkan kualitas pengelolaan vaksin menjadi buruk dibanding bila vaksin disimpan dengan benar. (Kristini, 2008). Tabel 6.7 Perbandingan Hasil Wawancara Penyimpanan Vaksin dengan Standar No Penyimpanan Vaksin
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya
Masih cukup bagus, ada 2 buah kulkas, model terbaru dan model lama. Model lama hanya digunakan untuk cold pack
Pusk. Lebung Bandung Masih cukup bagus.
Kemenkes RI
1
Kondisi penyimpanan vaksin
Masih cukup bagus walaupun sudah lama dan hanya 2 yang bisa digunakan, 2 buah lainnya sudah rusak
2
Permasalahan tempat penyimpanan
Kurangnya tempat Tidak mengalami Tidak penyimpanan vaksin, kendala mengalami umlah vaksin yang kendala akan disimpan banyak. Akibatnya, penyusunan vaksin bertumpuk-tumpuk
Peletakan dus vaksin minimal 1-2 cm didalam tempat penyimpanan
3
Lama penyimpanan
Ada beberapa vaksin Maksimal 1 bulan (BCG, DPT, Hep.B) yang diperkirakan melebihi 3 bulan.
Kabupaten : stok maksimal 3 bulan, stok minimal 1 bulan. Puskesmas : stok maksimal 1 bulan, stok minimal 1 minggu
Maksimal 1 bulan
Berfungsi baik
dengan
103
6.2.8 Pendistribusian Vaksin
Proses pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten adalah dengan menggunakan cold box yang box yang didalamnya sudah dimasukkan cold pack dan freeze dan freeze tag . Proses tersebut sudah sangat baik karena dalam masa pendistribusiannya, petugas tetap memperhatikan kondisi vaksin dengan terus memantau freeze tag dan memasukkan banyak
cold
pack .
Pertimbangan
utama
saat
proses
pendistribusian ini adalah kondisi jalanan yang biasanya macet. macet. Proses pendistribusian dari kabupaten ke puskesmas adalah dengan menggunakan vaccine carrier yang tentunya didalamnya juga sudah diberi cold pack . Begitu juga dengan pendistribusian ke lokasi-lokasi posyandu, juga menggunakan vaccine carrier . Pertimbangan utama adalah jarak dari puskesmas ke lokasi posyandu. Apabila jarak tersebut diperkirakan jauh, maka petugas akan menambahkan banyak cold pack kedalam kedalam vaccine carrier . Menurut Kemenkes RI (2005), dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi, ketentuan pemakaian cold/cool box, vaccine carrier, thermos, cold/cool pack harus harus diperhatikan. Cara membawa vaksin atau transportasi vaksin merupakan bagian yang paling kritis dalam pengelolaan vaksin. Transportasi vaksin yang tepat sesuai dengan tingkat wilayah distribusi dimaksudkan untuk mempertahankan suhu vaksin sesuai sifat vaksin dengan mempertimbangkan jarak dan lama tranportasi (WHO, 2002). Penelitian Kristini (2008) menunjukkan bahwa transportasi/cara membawa vaksin merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadap kualitas pengelolaan vaksin. Vaksin yang dibawa dengan cara yang salah mempunyai risiko 9,4 kali lebih besar menyebabkan kualitas pengelolaan vaksin menjadi buruk jika
104
dibandingkan bila vaksin dibawa dengan cara yang benar. Vaksin dengan kondisi VVM rusak (C atau D) dan vaksin beku sebagian besar terjadi pada UPS dengan kesalahan cara membawa vaksin Pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten, dari kabupaten ke puskesmas, dan dari puskesmas ke lokasi posyandu telah dijalankan dengan benar. benar. Penggunaan alat distribusi yaitu berupa cold box box dan vaccine carrier yang didalamnya telah diberi cold pack telah benar dilakukan. Pendistribusian yang dilakukan dengan benar diharapkan dapat meningkatkan kualitas vaksin. Tabel 6.8 Perbandingan Hasil Wawancara Pendistribusian Vaksin dengan Standar No Pendistribusian Vaksin 1 Alat yang digunakan
Dinkes OI
Puskesmas Indralaya Cold box, freeze Vaccine tag dan dan cold pack arrier , secukupnya erkadang ermos, dan eberapa cold ack
2
Lama waktu
Sekitar 1 jam
3
Pertimbangan saat proses pendistribusian
Jarak dan kondisi lalu lintas
Pusk. Lebung Bandung Vaccine carrier dan beberapa cold pack .
WHO dan Kemenkes RI Provinsi ke kabupaten : cold box yang box yang didalamnya diberi cold pack dan dan reeze tag untuk untuk pemantauan suhu. Kabupaten ke puskesmas dan puskesmas ke posyandu: vaccine carrier dan bisa juga termos, didalamnya diberi cold pack .
Kabupaten ke Kabupaten ke uskesmas : puskesmas : 10 menit maks.1 jam Puskesmas ke Puskesmas ke osyandu : posyandu : maks. aks. 30 30 menit enit aksin tidak oleh terlalu ama dijalan
Lokasi tempat posyandu
Penggunaan peralatan yang tepat, suhu, dan lwaktu pendistribusian
105
6.2.9 Pemakaian Vaksin
Cara pemakaian vaksin yang dilakukan di tingkat kabupaten dan tingkat puskesmas sudah cukup baik. Sebelum menggunakan vaksin, kondisi VVM vaksin diperhatikan terlebih dahulu dan juga kondisi tanggal kadaluarsa vaksin. Pertimbangan sisa stok vaksin bulan sebelumnya juga diperhatikan. Sisa stok bulan sebelumnya akan dipergunakan terlebih dahulu. Vaksin dengan kondisi VVM B akan lebih dulu digunakan dibandingkan dengan vaksin yang tanggal kadaluarsanya sudah dekat. Menurut Kemenkes RI (2005), dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, prinsip yang dipakai sebelumnya adalah EEFO ( Earliest Expired First Out ). ). Namun dengan adanya VVM maka ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedua. VVM sangat membantu petugas dalam manajemen stok vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang ada. Apabila ada vaksin dengan kondisi VVM B maka vaksin tersebut yang dipergunakan terlebih dahulu walaupun ada vaksin yang sudah mendekati tanggal kadaluarsa. Jumlah vaksin yang diperlukan di tingkat puskesmas yang akan digunakan disesuaikan dengan pengalaman pemakaian rata-rata setiap hari pelayanan vaksin. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi kelebihan vaksin dan vaksin tidak berada di luar lemari es secara percuma. Bila ada sisa vaksin sepulang dari lapangan dan belum dibuka, vaksin tersebut
diberi tanda khusus untuk didahulukan
penggunaannya pada jadwal pelayanan berikutnya b erikutnya selama VVM nya masih baik. (Depkes RI, 2006)
106
Berdasarkan ketentuan Kemenkes, baik Dinkes OI maupun Puskesmas Indralaya dan Puskesmas Lebung Bandung telah menjalankan ketentuan pemakaian dengan benar. Pertimbangan yang utama adalah kondisi VVM vaksin kemudian baru tanggal kadaluarsa vaksin. Walaupun ada vaksin yang sudah mendekati tanggal kadaluarsa tetapi jika ada vaksin dengan kondisi VVM B maka vaksin dengan kondisi VVM B tersebut yang didahulukan. Tabel 6.9 Perbandingan Hasil Wawancara Pemakaian Vaksin dengan Standar No Pemakaian Vaksin
1
Proses pemakaian vaksin
Dinkes OI
Memperhatikan kondisi vaksin, VVM, dan tanggal kadaluarsa vaksin.
Puskesmas Indralaya
Memperhatikan ondisi VVM aksin dan anggal adaluarsa serta sisa stok bulan sebelumnya
Pusk. Lebung Bandung
Kemenkes RI
Memperhatikan kondisi vaksin, VVM, tanggal kadaluarsa, dan kekeruhan vaksin
Pertama pertimbangan VVM lalu prinsip EEFO.
6.2.10 Pencatatan dan Pelaporan Vaksin
Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada di dinas kesehatan kabupaten ogan ilir belum sepenuhnya dilakukan dengan baik. Sistem pencatatan yang ada hanya sebatas SBBK (Surat Bukti Barang Keluar) dan format laporan yang diberikan kepada provinsi saat akan meminta vaksin. Data yang dimuat di SBBK sudah lengkap, terdiri dari jumlah, jumlah dosis, harga satuan, jumlah harga, no batch, dan tanggal kadaluarsa. Pencatatan lainnya yaitu pencatatan suhu vaksin yang dilakukan setiap 2 kali sehari setiap pagi dan sore hari. Hal yang sama juga terjadi te rjadi di Puskesmas Lebung Bandung bahwa sistem si stem pencatatan dan pelaporan hanya sebatas pencatatan jumlah penerimaan dan stok vaksin yang diterima tanpa adanya pencatatan dan pelaporan yang lain. Untuk tingkat Puskesmas Indralaya, pencatatan dan pelaporan sudah sangat berjalan dengan baik. Semua format pelaporan dibuat dengan baik. Puskesmas selalu
107
mengirimkan format permintaan setiap bulan ke kabupaten. Dalam format laporan tersebut dimuat sisa stok vaksin, jumlah penggunaan bulan sebelumnya dan jumlah permintaan yang diminta. Saat menerima vaksin, petugas juga akan memuat laporan dari masing-masing vaksin dalam laporan khusus vaksin yang memuat jumlah penerimaan dan sisa stok vaksin. Puskesmas juga menerima SSBK dari setiap melakukan permintaan di kabupaten. Dalam memantau kondisi suhu vaksin juga dilakukan pecatatan pada kartu suhu. Berdasarkan buku pedoman yang diterbitkan oleh Kemenkes RI (2009), banyak sekali laporan yang harus dibuat dalam hal pengelolaan rantai vaksin di tingkat kabupaten. Laporan itu berupa laporan pencatatan stok vaksin per masingmasing vaksin, laporan penerimaan vaksin, format pencatatan grafik dan pencatatan suhu lemari le mari es, format SBBK, dan laporan pemakaian vaksin. Format laporan yang sama juga untuk sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat puskesmas. Keluar masuknya vaksin terperinci menurut jumlah, nomor batch, batch, dan tanggal kadaluarsa harus dicatat dalam buku stok vaksin. Sisa atau stok vaksin harus dihitung setiap kali penerimaan atau pengeluaran vaksin. Masing-masing jenis vaksin mempunyai buku stok sendiri. Selain itu kondisi VVM sewaktu menerima dan mengirimkan vaksin ke puskesmas juga perlu dicatat pada buku stok dan SBBK (Surat Bukti Barang Keluar). Pelaporan dilakukan oleh setiap unit yang melakukan kegiatan program imunisasi. Pelaporan dari tingkat puskesmas ke kabupaten dilakukan paling lambat tanggal 5 setiap bulannya. Sedangkan untuk pelaporan tingkat kabupaten ke provinsi dilakukan paling lambat tanggal 10 setiap bulan. (Kemenkes, 2005)
108
Permasalahan utama yang dihadapi oleh petugas tingkat kabupaten adalah adanya keterlambatan dalam penerimaan laporan tingkat puskesmas dikarenakan jarak puskesmas dengan kabupaten. Karena sering terlambat dan sulit dalam mengirimkan laporan, maka puskesmas biasanya hanya mengirimkan laporan dalam bentuk sms dan bukan format laporan yang telah ditentukan Kemenkes RI. Ketidaklengkapan sistem pencatatan dan pelaporan ditingkat puskesmas tentunya akan sangat berpengaruh terhadap sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat kabupaten Sistem pencatatan dan pelaporan di Puskesmas Indralaya sudah sangat bagus. Sistem Sis tem pencatatan dan pelaporannya sangat lengkap dan dilakukan secara berkelanjutan. Format laporan yang dibuat sudah sesuai ketentuan Kemenkes RI yaitu format pencatatan stok vaksin untuk masing-masing vaksin, format pencatatan stok logistik vaksin, format laporan penerimaan vaksin, format pencatatan grafik dan pencatatan suhu lemari es, format SBBK, dan format laporan pemakaian vaksin. Hanya saja, data yang dimuat di SBBK tidak lengkap, hanya sebatas jumlah vaksin dan harga. Padahal di SBBK seharusnya juga dimuat no batch dan tanggal kadaluarsa. Hasil yang berbeda di Puskesmas Lebung Bandung dimana sistem pencatatan dan pelaporannya belum sepenuhnya lengkap. Laporan yang dibuat berupa laporan catatan stok vaksin dan laporan bulanan. Berdasarkan hasil hasi l telaah dokumen yang dilakukan, pelaporan yang diberikan Puskesmas Lebung Bandung belum dilakukan setiap bulan dan jugas SBBK tidak diterima Puskesmas Lebung Bandung setiap bulan. Hal ini dikarenakan mungkin karena Puskesmas Lebung Bandung tidak melakukan permintaan setiap bulan.
109
Pencatatan
dan
pelaporan
dalam
manajemen
program
imunisasi
memegang peranan penting dan sangat menentukan. Selain menunjang pelayanan imunisasi juga dapat menjadi dasar untuk membuat perencanaan dan evaluasi program. Ketepatan dan kelengkapan laporan imunisasi khususnya vaksin sampai saat ini masih belum menjadi perhatian petugas, padahal laporan imunisasi yang tidak lengkap atau terlambat datangnya akan menyulitkan dalam melakukan analisa kegiatan program. (Kemenkes RI, 2009). Tabel 6.10 Perbandingan Hasil Wawancara Pencatatan dan Pelaporan dengan Standar No Pencatatan dan Dinkes OI Pelaporan 1 Format Format pencatatan dan pencatatan grafik, pelaporan SBBK dan pelaporan bulanan
Puskesmas Indralaya Laporan pencatatan stok vaksin per masing-masing vaksin, laporan penerimaan vaksin, format pencatatan grafik suhu lemari es, format SBBK, dan laporan pemakaian vaksin
Pusk.Lebung Bandung Laporan setiap bulan, laporan catatan stok vaksin untuk masing-masing vaksin
2
Isi format laporan Jumlah vaksin, harga, tanggal expired
Jumlah vaksin, vaksin yang digunakan bulan sebelumnya, sisa stok vaksin, vaksin yang masuk, vaksin yang keluar
Jumlah sasaran, jumlah cakupan, jumlah permintaan vaksin
3
Permasalahan
Keterlambatan Belum ada laporan dari masalah puskesmas akibat arak yang jauh sehingga laporan berupa sms atau telepon
elum ada masalah
Kemenkes RI
Format pencatatan stok vaksin, format laporan penerimaan vaksin, format pencatatan grafik dan pencatatan suhu lemari es, format SBBK, format laporan pemakaian vaksin Format pencatatan : umlah, nomor batch, batch, tanggal kadaluarsa, harga Format laporan: umlah pengeluaran dan sisa stok vaksin
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, maka didapatkan kesimpulan sebagai berikut : 1. Berdasarkan Kepmenkes RI No 1611 Tahun 2005, Sumber Daya Manusia (SDM) pengelola vaksin yang ada di tingkat kabupaten maupun puskesmas sudah baik karena sudah sesuai dengan kualifikasi pendidikan maupun jumlahnya 2. Dana yang tersedia hanya untuk permintaan vaksin di tingkat kabupaten yaitu sebesar Rp. 250.000 per bulan dan di tingkat puskesmas hanya untuk pengambilan vaksin. Dana khusus pengelolaan pengelolaan vaksin belum ada. 3. Material yang digunakan di tingkat kabupaten belum lengkap karena belum memiliki cold box dan freeze tag . Kondisi peralatan ada yang sudah rusak. Material yang ada di puskesmas sudah lengkap dan bisa dipergunakan dengan baik. 4. Penerapan metode penerimaan dan penyimpanan di tingkat kabupaten sudah cukup baik walaupun pemeriksaan administrasi berupa pemeriksaan SP, CoA, dan VAR yang belum dilakukan, sedangkan penyimpanan vaksin masih terkendala dengan jumlah tempat penyimpanan. Di tingkat puskesmas, metode penerimaan hanya sebatas pemeriksaan VVM vaksin tanpa ada pemeriksaan administrasi. Metode penyimpanan telah dilakukan dengan benar.
110
111
5. Perhitungan jumlah permintaan vaksin di tingkat kabupaten telah dilakukan dengan benar sebaliknya, perumusan jumlah permintaan di puskesmas belum dilakukan sepenuhnya. sepenuhnya. 6. Proses penerimaan vaksin di tingkat kabupaten belum melakukan pemeriksaan administrasi sepenuhnya hanya sebatas pemeriksaan jumlah di SBBK dan pengecekan VVM. Sedangkan di tingkat puskesmas, hanya sebatas pengecekan VVM tanpa adanya pemeriksaan lain 7. Proses penyimpanan vaksin di tingkat kabupaten telah dilakukan dengan baik hanya saja masih terkendala dengan jumlah tempat te mpat penyimpanan.. Di tingkat puskesmas, proses penyimpanan telah dilakukan dengan baik. 8. Pendistribusian vaksin baik di tingkat kabupaten maupun puskesmas telah menggunakan peralatan dan pertimbangan yang tepat. 9. Prinsip saat akan menggunakan vaksin telah dilakukan dengan benar baik di tingkat kabupaten maupun puskesmas. 10. Sistem pencatatan dan pelaporan di tingkat kabupaten belum berjalan dengan baik karena ada beberapa format laporan dan pencatatan yang belum dilakukan. Puskesmas Indralaya telah melakukan pencatatan dan pelaporan dengan sangat baik, sedangkan Puskesmas Lebung Bandung hanya sebatas laporan bulanan dan laporan stok vaksin.
7.2 Saran
Adapun saran yang direkomendasikan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan sistem manajemen logistik vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir adalah sebagai berikut :
112
1. Dalam hal pengelolaan rantai vaksin, sebaiknya disediakan dana khusus dari APBD dan BOK, terutama untuk perawatan material yang digunakan. Dana tersebut juga bisa dipergunakan untuk memperbaiki peralatan yang rusak. 2. Adanya peralatan yang sudah rusak, sebaiknya perlu disediakan alokasi untuk perbaikan material sehingga bisa memaksimalkan jumlah tempat penyimpanan vaksin. Kelengkapan jumlah peralatan juga diperhatikan, sebaiknya Dinkes OI segera memiliki cold box dan freeze dan freeze tag 3. Dalam hal penerimaan vaksin, sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan adminstrasi vaksin, mulai dari jumlah dan jenis vaksin, CoA ( Certificate of Analysis), Analysis), VAR (Vaccine (Vaccine Arrival Report ) dan alat pemantau suhu. 4. Perhitungan menggunakan
jumlah
permintaan
perumusan
jumlah
di
tingkat
puskesmas
perencanaan
vaksin
sebaiknya yang
telah
dikeluarkan oleh Kemenkes RI karena puskesmas merupakan tingkat manajemen terendah dalam rantai pengelolaan vaksin. 5. Lama waktu penyimpanan vaksin sebaiknya disesuaikan dengan ketentuan Kemenkes RI dan diupayakan agar tidak melebihi stok maksimal di tingkat kabupaten yaitu 3 bulan 6. Sebaiknya kelengkapan sistem pencatatan dan pelaporan dilakukan sesuai ketentuan Kemenkes RI, terutama di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir dan Puskesmas Lebung Bandung agar membuat juga laporan untuk masing-masing vaksin, membuat buku stok vaksin dan melengkapi data yang ada di dalam SBBK
DAFTAR PUSTAKA
Anshari, Muhammad. 2009. Aplikasi Manajemen Pengelolaan Obat dan Makanan. Makanan. Yogyakarta: Numed Bowersox, J. Donald. 2000. Manajemen 2000. Manajemen Logistik . Jakarta: Bumi Aksara Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. 2010, Profil Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Selatan. Selatan. Dinas Kesehatan, Palembang Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. 2011, Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir . Dinas Kesehatan, Indralaya FKMUI, 1999. Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan. Kesehatan. Depok: FKMUI HA, Ariebowo. 2005, Analisis faktor organisasi yang berhubungan dengan cakupan imunisasi puskesmas di Kabupaten Batang . Batang . [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 18 September 2013. Hidayat, A. Aziz Alimut. 2011. Metode Penelitian Kebidanan Teknik Analisis Data. Data. Surabaya: Salemba Medika Kalsum, Ummu T.2011, Evaluasi Distribusi dan Penyimpanan Vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Majene Sulawesi Barat . [Tesis]. Program pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada, Yogyakarta. http://www.ph-gmu.org/ Diakses tanggal 18 September 2013 Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2000, Modul Latihan Petugas Imunisasi. Imunisasi. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005, Modul Pelatihan Safe Injection. Injection. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2005, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi. Imunisasi. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2006, Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas. Puskesmas. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi untuk Provinsi dan Kabupaten/Kota. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2009, Pedoman Teknis Pencatatan dan Pelaporan Program Imunisasi bagi Petugas Puskesmas . Kemenkes RI, Jakarta
Kementerian Kesehatan RI. 2013, Modul Pelatihan Tenaga Pelaksana Imunisasi Puskesmas-Pengelolaan Peralatan Rantai Vaksin Vaksin.. Kemenkes RI, Jakarta Kementerian Kesehatan. 2013. Petunjuk Teknis, Bantuan Operasional Kesehatan 2013. 2013 . Kemenkes RI, Jakarta. Koontz, Harold dkk. 1984. Management Eighth Edition, International Student Edition. Singapore: Edition. Singapore: Tien Wah Press Pte. Ltd Kristini, Tri Dewi. 2008, Faktor-faktor risiko kualitas pengelolaan vaksin program imunisasi yang buruk di unit pelayanan swasta ( Studi Kasus di Kota Semarang). Semarang) . [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. http://eprints.undip.ac.id/ Semarang. http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 12 September 2013. Kusmanto, Heru, dkk. 1999. Modul Manajemen Logistik & Obat Rumah Sakit . Jakarta : UI Maksuk. 2011. Pengelolaan rantai vaksin di tingkat puskesmas di Kota Palembang Tahun 2011. http//poltekkespalembang.ac.id/ Diakses tanggal 15 Desember 2013. Moleong, L. J. 2009. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Revisi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen 2004. Manajemen Kesehatan. Kesehatan. Jakarta : EGC Puskesmas Indralaya. 2012, Profil Puskesmas Indralaya Kabupaten Ogan Ilir Tahun 2012. 2012 . Puskesmas Indralaya, Indralaya Puskesmas Lebung Bandung. 2012, Profil Kesehatan Puskesmas Lebung Bandung Tahun Tahun 2012. Puskesmas 2012. Puskesmas Lebung Bandung, Lebung Bandung Rahmawati, Sri Pinti. 2007, Analisis faktor sumber daya manusia yang berhubungan dengan hasil kegiatan imunisasi dasar bayi oleh petugas imunisasi puskesmas di kabupaten blora tahun 2006 . 2006 . [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang. http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 18 September 2013. Saryono & Mekar Dwi Anggraeni. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif dalam bidang Kesehatan. Yogyakarta: Kesehatan. Yogyakarta: Mulia Medika Sutanti. 2002, Faktor-faktor manajemen inventori yang berpengaruh terhadap ketersediaan obat generik berlogo di apotek kota Semarang Semarang [Tesis]. Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro, Semarang http://eprints.undip.ac.id/ Diakses tanggal 12 September 2013. World Health Organization. 1998, Thermostability of Vaccine. Vaccine. [on line] dari http://www.who.ch/gpv-documents/ [19 September 2013]
World Health Organization. 2002, Ensuring 2002, Ensuring Quality of Vaccines at Country Level A Guidelines for Health Staff . [on line] dari http://www.who.int/vaccinesdocuments/ [1 Oktober 2013] World Health Organization. 2002, User’s Handbook for Vaccine Cold Room or Freezer Room. Room. [on line] dari http://www.who.int/vaccines-documents/ [1 Oktober 2013] World Health Organization. 2004, Immunization in Practice: A Practical Guide for Health Staff . [on line] dari http://www.who.int/vaccines-documents/ [18 Desember 2013] World
Health Organization, Vaccine Vial Monitor . www.accessbook.org/ [19 September 2013]
[on
line]
dari
World
Health Organization. 2013, Vaccine http://www.who.int/ [19 September 2013]
[on
line]
dari
World
Health Organization-Indonesia. 2013, Program Imunisasi dan Pengembangan Vaksin 3 . [on line] dari http://www.who.or.id/ [19 September 2013]
Quality. Quality.
World Health Organization – Unicef. Unicef. Inisiatif Pengelolaan Penyimpanan Vaksin, Modul 1: 10 Kriteria umum pengelolaan penyimpanan vaksin yang efektif, 2003. P: 23-29. 23-29 . WHO, Geneva.
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
INFORMAN KUNCI
I. Jadwal Wawancara
:
Hari/Tanggal
:
Waktu mulai dan selesai
:
II. Identitas Informan
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Jabatan
:
Pendidikan terakhir
:
III. Pertanyaan Penelitian
:
A. INPUT SDM 1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ? Probe : Berapa jumlah tenaga kerja ? Siapa tenaga kerja ? Apa saja tugas masing-masing tenaga kerja ? Bagaimana kualifikasinya bila dilihat dari standar ? Bagaimana pelaksanaan pengelolaan vaksin dengan jumlah tenaga kerja yang seperti itu ? 2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ? Probe : Pelatihan tentang apa ? Kapan terakhir dilakukan ? Siapa yang mengikuti ? Biasanya berapa kali dilakukan ? Seberapa rutin pelatihan itu dilakukan ? Siapa yang menyelenggarakan pelatihan tersebut ?
Dana 1. Bagaimana penyediaan dana dalam pemeliharaan rutin rantai vaksin ? Probe : Bagaimana penggunaan dana tersebut ? Kapan biasanya dana tersebut digunakan ? Dalam
penggunaan
dana
tersebut,
pernahkah
terjadi
kekurangan atau kelebihan dana ? Kapan hal tersebut bisa terjadi ? 2. Bagaimana kebijakan dalam pengelolaan dana vaksin ? Probe : Bagaimana regulasi khusus dalam pengelolaan dana ? Siapakah yang menjadi penanggung jawabnya ? 3. Bagaimana permasalahan terkait penyaluran dan penggunaan dana dalam logistik vaksin ? Probe : Apa saja permasalahan yang pernah terjadi ? Bagaimana cara mengatasinya ? Material 1. Bagaimana kondisi peralatan yang digunakan dalam sistem manajemen logistik vaksin ? 2. Menurut Anda, bagaimana standar peralatan yang yang digunakan tersebut ? Probe : Standar material apa yang dijadikan acuan ? Bagaimana aplikasi dari standar tersebut ? Metode 1. Bagaimana
metode
yang
digunakan
dalam
penerimaan
dan
penyimpanan vaksin ? Probe : Kebijakan apa yang menjadi acuan dalam penerapan metode tersebut ? Bagaimana penerapan standar kebijakan dalam metode yang digunakan ? Bagaimana
permasalahan
terkait
digunakan ? Bagaimana cara mengatasinya ?
dengan
metode
yang
B. PROSES Permintaan Vaksin 1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam menentukan jumlah permintaan vaksin ? Penerimaan 1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses penerimaan ? Penyimpanan 1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses penyimpanan ? Pendistribusian 1. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses pendistribusian vaksin ? Probe : Bagaimana permasalahan yang terjadi terkait dengan dengan standar yang diterapkan dalam proses pendistribusian ? Bagaimana cara mengatasinya ? Pemakaian 1. Bagaimana
kebijakan
dan
standar
yang
diterapkan
saat
akan
menggunakan vaksin ? Probe : Bagaimana permasalahan yang terjadi terkait dengan dengan standar yang diterapkan dalam proses pendistribusian ? Bagaimana cara mengatasinya ? Pencatatan dan Pelaporan 1. Bagaimana kebijakan dan standar pencatatan dan pelaporan vaksin? Probe :
Bagaimana permasalahan terkait standar pencatatan dan pelaporan tersebut ? Bagaimana cara mengatasinya ?
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM
Analisis Sistem Manajemen Logistik Vaksin di Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir
INFORMAN BIASA
I. Jadwal Wawancara
:
Hari/Tanggal
:
Waktu mulai dan selesai
:
II. Identitas Informan
:
Nama
:
Jenis Kelamin
:
Usia
:
Jabatan
:
Pendidikan terakhir
:
III. Pertanyaan Penelitian
:
A. INPUT SDM 1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ? Probe : Berapa jumlah tenaga kerja ? Siapa tenaga kerja ? Apa saja tugas masing-masing tenaga kerja ? Bagaimana kualifikasinya bila dilihat dari standar ? Bagaimana pelaksanaan pengelolaan vaksin dengan jumlah tenaga kerja yang seperti itu ? 2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ? Probe : Pelatihan tentang apa ? Kapan terakhir dilakukan ? Siapa yang mengikuti ? Biasanya berapa kali dilakukan ? Seberapa rutin pelatihan itu dilakukan ? Siapa yang menyelenggarakan pelatihan tersebut ?
Dana 1. Bagaimana penyediaan dana dalam pemeliharaan rutin rantai vaksin ? Probe : Bagaimana penggunaan dana tersebut ? Kapan biasanya dana tersebut digunakan ? Material 1. Bagaimana kondisi peralatan yang digunakan dalam sistem manajemen logistik vaksin ? 2. Bagaimana dengan peraturan terkait standar peralat an yang digunakan ? Probe : Standar material apa yang dijadikan acuan ? Bagaimana aplikasi dari standar tersebut ? 3. Bagaimana dengan perawatan peralatan tersebut ? Probe : Kapan terakhir dilakukan perawatan ? Seberapa sering dilakukan perawatan ? Siapa yang biasanya melakukannya ? Metode 1. Bagaimana
metode
yang
digunakan
dalam
penerimaan
dan
penyimpanan vaksin ? Probe : Menurut Anda, bagaimana kesesuaian dan ketepatan metode tersebut dengan kondisi di Dinas Kesehatan sendiri ? Bagaimana
permasalahan
terkait
dengan
metode
yang
diterapkan ? Kapan biasanya masalah tersebut terjadi ? Bagaimana
usaha
yang
dilakukan
untuk
menghadapi
permasalahan tersebut ?
B. PROSES Permintaan Vaksin 1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ? 2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jumlah permintaan vaksin ? Penerimaan 1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ?
2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangaan saat menerima vaksin ? Penyimpanan 1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ? 2. Bagaimana permasalahan terkait tempat penyimpanan ? 3. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan tempat penyimpanan vaksin ? 4. Berapa lama vaksin biasanya disimpan ? Pendistribusian 1. Bagaimana proses pendistribusian vaksin ? Probe : Alat apa saja yang digunakan ? Berapa lama waktu pendistribusiannya ? 2. Apa
saja
yang
menjadi
bahan
pertimbangan
dalam
proses
pendistribusian vaksin ? Pemakaian 1. Bagaimana prinsip yang diterapkan saat akan menggunakan vaksin ? Probe : Bagaimana prinsip tersebut digunakan ? Menurut Anda, bagaimana kesesuaian dan ketepatan prinsip tersebut dengan kondisi di Dinas Kesehatan sendiri? Pencatatan dan Pelaporan 1. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan logistik vaksin ? 2. Apa saja yang dimuat dalam pencatatan dan pelaporan tersebut ? 3. Bagaimana permasalahan terkait pencatatan dan pelaporan tersebut ?
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN KUNCI DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR
No
1.
Pertanyaan SDM 1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ? 2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ?
Interpretasi
Pernyataan Informan HK
Y
1. Kondisi pengelola vaksin ya ? kalo untuk pengelola vaksin 1. Tenaga kerja pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y sama itu cuman 1 orang khusus pengelola program imunisasi, Pak M, 2 orang ini tugasnya untuk pengelolaan vaksin ya seluruh kegiatan imunisasi termasuk lah vaksin itu. Itu sama untuk data-data pokoknya khusus untuk vaksin si Y, 1 orangnya lagi Pak M itu yang bantu-bantunya. program imunisasi. Pembagian tugasnya tidak terlalu Pembagian tugasnya ya itu, si Y pengelola imunisasi, Pak dibagi secara khusus karena mereka kadang M yang ngebantunyo. Si Y itu kan DIII Keperawatan, Pak merangkap tapi lebih dominan si Y, kerja sama lah M itu sudah S2. Memang kalo masalah program ini kan pokoknya mereka berdua itu. Kualifikasi pendidikannya tidak ada peraturan peraturan undang-undang yang pendidikannya kalo Y itu DIII Akper satunya lagi Pak mengatakan harus S2 atau S3. Sejauh ini pelaksanaannya M itu S1 SKM dan S2nya M.Si. dengan jumlah tenaga lancar-lancar saja tidak ada kendala dengan jumlah 2 2 orang kayaknya masih kurang harus ada yang lebih orang ini. khusus ditambah lagi orang kan karena ini masih . Sering, sering dilakukan pelatihan tentang imunisasi merangkap-rangkap. Masih butuhlah 1 orang tingkat regional maupun nasional. Biasanya yang 2. Pelatihan petugas terbaru itu tentang Introduksi vaksin mengikuti ya diantara mereka berdua, giliran, kalo ga Y baru, kemaren dilakukan bulan Oktober yang ya Pak M karena ga boleh kosong kan kalo gek ado mengikuti kemaren Y sama Pak M berdua. Biasanya puskes yang nak mintak vaksin. Terakhir kapan kapan dilakukan memang sering dilakukan, setahun itu bisa 1 sampai 2 saya kurang tau karena harus buka file lagi. Seberapa kali, yang ngadain itu provinsi kan kalo ada dana dari seringnya saya juga kurang tau, yang sering ngadain ya pusat jadi kadang dag pasti juga, kalo pelatihan kan itu kalo ga provinsi, pusat jadi tergantung mereka seberapa biasa dari pusat, dari WHO. seringnya. Pengelolaan logistik vaksin berada dibawah naungan program imunisasi yang dikelola oleh 2 orang petugas yaitu Y dan M. Tidak ada pembagian kerja secara khusus diantara keduanya, mereka saling bantu membantu dalam melaksanakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan vaksin, hanya saja sebagian besar pekerjaan dilakukan oleh Y. Bila dilihat dari kualifikasi pendidikan, keduanya telah memenuhi syarat karena telah memiliki latar belakang pendidikan kesehatan. Dengan jumlah 2 orang yang melaksanakan semua kegiatan program imunisasi khususnya pengelolaan rantai vaksin, jumlah tersebut dirasakan kurang karena tidak sebanding dengan banyaknya pekerjaan. Informan menginginkan penambahan tenaga kerja 1 orang lagi. Pelatihan dilakukan 1-2 kali setahun tergantung dari
2.
3.
dinas provinsi karena biasanya dinas provinsi yang sering melakukan pelatihan dengan biaya dari pemerintah pusat. Dana 1. Bagaimana penyediaan dana . Kalo dana khusus memang tidak ada, cuman kita alokasikan 1. Kita cuman punya dana dari APBD dan dana itu dalam pemeliharaan rutin rantai dana untuk pengambilan vaksin dan transportasinya karena kita untuk pengambilan vaksin ke dinas provinsi kalo vaksin ? tidak memiliki kendaraan sendiri jadi kita nyewa mobil. Dana pemeliharaan segala macem i tu ga ada dananya. 2. Bagaimana kebijakan dalam itu sendiri sebenarnya kurang, cuman ya dipas- pas’in dipas- pas’in aja. Kalo Penggunaan dananya itu biasanya kita kerja dulu pengelolaan dana vaksin ? ga salah alokasi dananya itu 1 bulan cuman 250rb untuk terus bikin pertanggungjawaban ada surat 3. Bagaimana permasalahan keseluruhan vaksin sekaligus nyewa mobil. tugasnya tanggal berapa permintaan vaksin itu terkait penyaluran dan . Pengelolaan dananya ya tidak ada peraturan khusus karena tidak dilakukan, kadang sampai 6 bulan baru keluar penggunaan dana dalam logistik ada mata pasal khusus yang mengatur keuangan vaksin. uangnya, sementara jadi kita pakai uang sendiri. vaksin ? . Sejauh ini tidak ada permasalahan khusus, cuman ya dengan Dibilang kekurangan ya jelas kurang, hehehe, jumlah yang seperti itu kita sering terjadi kekurangan dana tidak pernah kelebihan apalagi kita tidak punya kendaraan sendiri kan jadi harus 2. Ya ada peraturan khusus yang mengatur dana itu tambah biaya sewa mobil. karena ini dana APBD kan itu yang mengaturnya Perbup. Penanggung jawab dana itu ya Kasie ya itu saya sendiri 3. Masalahnya ya kurang itu, hehehe masih sering kekurangan dana, kadang pas-pasan. Dalam 1 bulan itu kan pengambilannya 1 kali dan kadang pas kita ngambil vaksinnya itu belum mencukupi, jadi kita harus kesana lagi buat ngambil sedangkan dana transportasinya kan cuman 1 kali jalan. Nah cara ngatasinya pake duit dewek, kebetulan juga kan petugasnya balek ke Palembang jadi kadang dio yang ngambil langsung Dana hanya tersedia untuk permintaan dan pendistribusian vaksin, tidak ada dana rutin untuk perawatan atau kondisi darurat yang mungkin terjadi. Dana tersebut terbatas dan tidak mudah didapatkan. Setiap bulannya hanya disediakan Rp. 250.000 untuk biaya permintaan dan pendistribusian vaksin. Karena dana berasal dari APBD maka peraturan yang Interpretasi mengatur adalah Perbup. Permasalahan terkait penggunaan dana ini adalah cara mendapatkan dana yang harus melalui proses administrasi yang rumit dan j umlah yang sedikit. Dana juga baru dikeluarkan setelah tugas dilakukan jadi harus menggunakan dana pribadi petugas terlebih dahulu. Material 1. Bagaimana kondisi peralatan . Kondisi peralatan kita disini baik, cuman ada beberapa yang 1. Kondisi peralatannya baik ya, kita ada freezer ada
yang digunakan dalam sistem manajemen logistik vaksin ? 2. Menurut Anda, bagaimana standar peralatan yang digunakan ?
Interpretasi
4.
Metode 1. Bagaimana metode yang digunakan dalam penerimaan dan penyimpanan vaksin ?
Interpretasi
5.
Permintaan 1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam menentukan jumlah permintaan vaksin ?
Interpretasi
memang kondisinya sudah rusak karena memang sudah lama itu kulkas, thermometer, cold box sama cold pack itu bantuan dari pusat. Sekarang ini cuman ada 3 kulkas yang bisa semuanya baik. Kalo kulkasnya itu umurnya dipakai. sudah lebih dari 10 tahunan lah . Standarnya itu ada misalnya kulkas satu dengan kulkas yang 2. Standar acuan sih dag ado yo lainnya jaraknya itu minimal 30cm untuk ruang sirkulasi udara dan didalam kulkas itu tidak boleh ada yang masuk kecuali vaksin Kondisi peralatan masih baik dan bisa digunakan walaupun ada kulkas yang rusak memang sudah lama bantuan dari pemerintah pusat. Kulkas dan freezer yang masih bisa digunakan ada 3 buah dan itu juga sudah berusia lebih dari 10 tahun. Tidak ada standar khusus yang ditetapkan dalam peralatan yang digunakan. . Metode khususnya itu ada yang sesuai dengan SOP, misalnya 1. Dalam menerima vaksin itu kan ada blanko posisi BCG dimana, Polio dimana terus suhunya suhunya berapa derajat blanko catetan berapa jumlah yang diterima dan kan gitu, yang menyusunnya itu kita tapi itu sudah sesuai juga ada buku khusus buku per item. Kita juga dengan ketentuan WHO. Sejauh ini ya sudah berjalan sesuai saat nerima itu periksa dulu status VVMnya. SOP, tidak ada permasalahan ya setau kami, kalo staf kan kalo Berapa stock penerimaan, berapa yang keluar, ya ada masalah ngelapor tapi berhubung belum ada laporan artinya metodenya ya itu. Kebijakan yang menjadi acuan bagus kan ya ada buku yang diterbitkan oleh Kemenkes, acuan kita ya itu Metode yang digunakan dalam menerima vaksin pertama adalah proses pencatatan, jumlah yang diterima dicatat dalam buku khusus per item vaksin. Saat menerima juga diperiksa kondisi VVMnya. Pada proses penyimpanan, posisi dan suhu diperhatikan, disesuaikan dengan karakteristik vaksin itu sendiri. . Itu ditentukan dari permintaan setiap puskesmas, puskesmas 1. Cara menentukan ya dari jumlah puskesmasnya, juga melihatnya dari jumlah bayi yang akan diimunisasi, bayi jumlah bayinya, jumlah cakupan imunisasi per yang baru lahir. Jumlah seluruh permintaan puskesmas desa biasanya. Ada rumusnya sih untuk diakumulasi ditambah stock pengaman 10% kan. permintaan vaksin tapi kitakan secara global dari . Memang ada kebijakan khusus cuman akunya kurang hapal, jumlah cakupannya jumlah desa teknisnya itu staf ya, memang ada cara menghitung nya itu tapi 2. Ada peraturan khusus memang kemenkes, rumus terus terang aku kurang hapal khusus untuk menghitung jumlah permintaan itu tapi secara global kan diambil dari jumlah cakupan Cara menentukan jumlah permintaan vaksin adalah dengan menghitung akumulasi dari jumlah permintaan-permintaan yang diajukan oleh setiap puskemas. Jumlah itu dihitung berdasarkan jumlah cakupan sasaran imunisasi, jumlah bayi
setiap desa diakumulasikan dari setiap puskesmas puskesmas ditambah stock pengaman 10%. Ada kebijakan yang yang mengatur cara perhitungan jumlah permintaan yaitu peraturan kemenkes tetapi petugas hanya menghitung secara global yaitu jumlah sasaran berupa jumlah bayi di setiap desa dari masing-masing puskesmas. 6.
Penerimaan 1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses penerimaan ?
Interpretasi
7.
Penyimpanan 1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ? 2. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses penyimpanan ? Interpretasi
8.
Pendistribusian 1. Bagaimana kebijakan dan standar yang digunakan dalam proses pendistribusian vaksin ?
Interpretasi
. Ya yang nerima itu pengelola langsung ya si Y ama Pak M, 1. Proses penerimaannya itu dimasukkin dalam cold diterima itu mereka sendiri yang ngambilnya terus ditempatkan box di kasih cold pack terus disusun vaksin, sesuai tempatnya di tempat penyimpanannya dilakban lalu di bawa ke sini. Yang pasti sebelum . Tidak ada kebijakan khusus tentang penerimaan vaksin ini, dimasukkan di cek dulu kondisi VVMnya gimana yang jelas, setiap vaksin kalo sudah diterima langsung 2. Standar penerimaannya ada SOP khusus yang ditempatkan di tempatnya masing-masing di tempat mengatur yang disusun Dinkes ini mengacu pada penyimpanan aturan Kemenkes dan WHO Pada saat menerima vaksin, sebelum dimasukkan ke dalam cold box, vaksin diperiksa terlebih dahulu kondisi VVM nya. Didalam cold box tersebut juga dimasukkan cold pack. Standar kebijakan yang dijadikan sebagai acuan dalam proses penerimaan adalah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang disusun oleh Dinas Kesehatan Ogan Ilir mengacu pada peraturan yang dikeluarkan Kemenkes Kemenkes dan WHO . Kondisinya baik sampai sekarang masih baik dan bisa dipake, 1. Kondisinya sampe sekarang baik. ado 3 itu yg dipake 2. Kebijakannya itu sesuai dengan SOP yang . Standar nya ya jarak antar kulkas itu contohnya minimal 30cm, disusun tadi ya, ditempel tadi ruangannya harus ruangan yang dingin Kondisi tempat penyimpanan baik, ada 3 buah kulkas yang masih bisa digunakan dan ada juga yang sudah rusak karena memang kulkas dan freezer yang ada di Dinas Kesehatan ini sudah berusia kurang lebih 10 tahun dan merupakan bantuan dari pemerintah pusat. Dalam proses penyimpanan j uga terdapat SOP yang ditempel ditempat penyimpanan yang disusun oleh Dinas Kesehatan dan mengacu pada peraturan Kemenkes dan WHO. . Ya standar kalo setiap puskesmas yang mau ngambil vaksin 1. Kebijakannya sesuai dengan SOP tadi, SOP itu harus make vaccine carrier dan sejauh ini dalam proses berdasarkan peraturan provinsi, provinsi juga pendistribusian itu tidak ada masalah khusus khusus kayaknya mengacu pada peraturan pusat. Permasalahannya yang terkait dengan masalah kendaraan. Kalo dari sini ke puskesmas ya sama masalah transport dan jarak Kebijakan yang mengatur proses pendistribusian adalah adanya SOP yang dibuat mengacu pada peraturan provinsi yang juga disusun berdasarkan peraturan Kemenkes dan WHO. Salah satu contoh standarnya adalah dalam proses
pendistribusian harus menggunakan vaccine carrier. Permasalahan terkait pendistribusian adalah tidak adanya transportasi milik dinas kesehatan untuk mengambil vaksin ke dinas provinsi. Dalam proses pendistribusian ke puskesmas, permasalahannya adalah adalah transportasi dan jarak yang jauh. 9.
Pemakaian 1. Bagaimana kebijakan dan standar yang diterapkan saat akan menggunakan vaksin ?
. Sebetulnya tidak ada kebijakan khusus atau aturan khusus sih, 1. Kebijakannya dalam SOP itu tadi ada kan kalo ya jelas lah sebelum memakai vaksin, si petugas harus melihat penggunaan vaksin itu harus dalam suhu sekian, dulu kondisi si bayi apakah dalam keadaan sakit, demam atau harus diperhatikan dulu VVMnya masih bagus panas jadi ya harus ditunggu dulu sampe dia sembuh baru atau tidak, liat tanggal expirednya. Selama ini kemudian di vaksinasi tidak pernah ditemukan permasalahan selama ini lancar-lancar saja. Kebijakan dan standar yang digunakan sesuai dengan SOP yaitu dimana sebelum akan menggunakan vaksin harus diperhatikan terlebih dahulu kondisi VVM dan tanggal expirednya. Sebelum itu juga kita harus melihat kondisi suhu vaksin selama disimpan apakah sesuai atau tidak. Selama ini tidak ada permasalahan khusus dalam proses pemakaian vaksin
Interpretasi
10.
Pencatatan dan Pelaporan 1. Bagaimana kebijakan standar pencatatan pelaporan vaksin?
dan dan
. Ya standarnya pelaporan dan pencatatan itu harus diberikan dibawah tanggal 10 karena laporan itu kita harus rekap harus dilaporin di provinsi. Permasalahannya ya paling-paling ada beberapa puskesmas terlambat memberikan memberikan laporan, ketetapan kita kan tanggal 5 kadang mereka baru ngasih tanggal 6 atau 7. Cara mengatasinya ya dengan cara telepon atau sms kalau seandainya mereka belum sempat mengirimkan laporannya.
1. Standar kebijakan pencatatan dan pelaporan ini dari kemenkes ada juknis, buku petunjuk teknis pencatatan dan pelaporan, blanko-blankonya ada. Terus juga kita ada program software juga untuk program imunisasi itu. Permasalahannya ya puskesmas kadang tidak melaporkan jumlah penggunaan vaksin dan sisa stock vaksin di tempat mereka. Kalo mau minta vaksin itu kadang lewat sms atau cuman berupa catetan kecil trus juga yang minta itu kadang bukan jurimnya jadi kita ga bisa nanya-nanya. Pelaporan-pelaporan itu juga kadang puskes telat ngasihnya, kita kan sebelum tanggal 10 harus sudah ngasih laporan ke provinsi jadi kita ngasih jadwal ke puskes itu sebelum tanggal 5 tapi kadang mereka telat bahkan ga ngasih kan. Cara mengatasinya ya lewat sms atau telepon, kalaupun mereka ga bisa nganter karena jauh kan bisa lewat sms aja.
Interpretasi
Standar dan kebijakan yang dijadikan acuan adalah adanya buku petunjuk teknis yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI. Permasalahan serius terkait pencatatan dan pelaporan adalah tidak adanya kepatuhan jurim beberapa puskesmas untuk melaporkan jumlah penggunaan dan sisa stock vaksin ke dinas kesehatan. Padahal laporan tersebut seharusnya dilaporkan paling lambat tanggal 5 karena tanggal 10 Dinkes OI harus melaporkan penggunaan, sisa stock, dan permintaan vaksin ke dinkes provinsi. Cara untuk mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara melaporkan lewat telepon atau sms.
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN BIASA DI DINAS KESEHATAN KABUPATEN OGAN ILIR No.
1.
Pertanyaan SDM 1. Bagaimana kondisi SDM pengelola vaksin ? 2. Bagaimana pelaksanaan pelatihan terhadap petugas ?
Interpretasi
Pernyataan Y
MM
. Jumlah tenaga kerja pengelola vaksin disini ada 2 1. Jumlah tenaga kerja ya ada 2, saya sama Y kan. Kalo orang, saya dan pak M, tidak ada pembagian kerja pembagian tugas itu secara khusus tertulisnya itu secara khusus, samo samo lah, kalo seandainya ada tidak ada, kalo secara lisan samo Y itu ado, misalnyo kegiatan di puskesmas dan saya berhalangan hadir si Y bagian laporan, samo humas berhubungan maka pak M menggantikennyo, intinyo samo2 lah, tapi dengan orang luar soalnyo dio taunyo lebih banyak kalo memang banyaknyo, lebih banyak ke aku. Kalo kan daripada aku yang baru di program imunisasi ini. dari kualifikasi, saya DIII Keperawatan dan Pak M Kalo urusan anggaran, keuangan, urusan ke dalem lulusan SKM. Kalo pelaksanaannya itu bagusnya kan lah, dominannyo ke aku. Kalo dilihat dari jumlah ado yang khusus ngelola vaksin kan, ado yang khusus yang cuman 2 orang pengelolaan vaksin ini laporan, paling dag petugasnyo tu kan minimal 3 lah kekurangan tenaga SDMnyo, memang kito maklum biar lebih bagus kerjonyo jugo, program-program yang lain jugo banyak yang . Pelatihan pernah dilakukan, terakhir itu pas bulan lagi kekurangan Oktober kalo dag salah. Pelatihannya tentang 2. Pelatihan itu kalo dari anggaran APBD itu ada 1 Introduksi Vaksin Baru itu yang ngikutnyo kami tahun sekali. Tapi itu juga nasib-nasiban, belum tentu be’duo, tapi kalo misalnyo pelatihannyo pelatihannyo cuman nyuruh 1-3 tahun kedepan kito dapat lagi. Terbaru ini kita sikok yo aku. Seberapa seringnyo it u tergantung advokasi vaksin baru itu yang ngikutin kita berdua provinsi, biasonyo setahun sekali, tapi kita kita kan kadang samo ado juga lintas sektoral program yankes kami nyari-nyari informasi dari pusat jadi kadang ngikutin ajak jugo itu pelatihan dari provinsi. pelatihan yang diadoin daerah Jakarta, Jakarta, Bogor, di daerah puncak. Kita yang aktif nyari, bukan mereka yang minta Petugas pengelola vaksin itu ada 2 orang, Y dan M. Tidak ada pembagian kerja khusus, sesama pekerja saling tolong menolong dalam melakukan kegiatan. Dengan jumlah 2 orang tersebut dirasakan oleh petugas masih kurang, masih membutuhkan 1 orang lagi tenaga kerja untuk membantu agar pekerjaan menjadi lebih maksimal dan juga akan lebih bagus bila dalam pengerjaannya ada pembagian tugas secara khusus, misalnya khusus untuk pencatatan dan pelaporan, khusus untuk pengambilan. Pelatihan juga sering dilakukan biiasanya 1 tahun sekali dan itu dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Ogan Ilir. Pelatihan Pelatihan terbaru itu pada bulan Oktober tentang pengenalan vaksin baru itu dan diikuti diikuti oleh kedua petugas.
2.
3.
Dana 1. Bagaimana penyediaan dana dalam pemeliharaan rutin rantai vaksin ? Interpretasi Material 1. Bagaimana kondisi peralatan yang digunakan dalam sistem manajemen logistik vaksin ? 2. Bagaimana dengan peraturan terkait standar peralatan yang digunakan ? 3. Bagaimana dengan perawatan peralatan tersebut ?
Interpretasi
4.
Metode 1. Bagaimana metode yang digunakan dalam penerimaan dan penyimpanan vaksin ?
. Dag ado dana khusus, sukarela be dari kito dewek, 1. Dag ada dana khusus APBD dari kabupaten hehehehe… kalo dana untuk perawatan selamo aku disini dag yang khusus untuk pengelolaan vaksin itu pernah ado Dalam proses pengelolaan vaksin ini tidak ada dana khusus yang disediakan dari APBD. . Kalo kondisinya, kulkas samo freezer ini kan kalo ga salah 1. Kondisi peralatan itu cuman 2 yang bagus, dari tahun 2001, sampe sekarang itu masih bisa digunakan lah yang bisa dipake sekarang. 1 freezer 1 kulkas walaupun cuman ado 2 ikok yang bagusnyo tu. Kalo 2. Dag, dag tentu, itu mano yang dikasih dari thermometer kito ado 2 yang bunder itu, itu masih baru galo pusat be . Kalo kita selama ni produk kita dari luar jadi sudah ada 3. Perawatan itu ada perawatan harian, standar dewek dari WHO mingguan, dan bulanan. Perawatan harian itu . Perawatannya ya paling bersihke kulkas itu buang saljunyo, pengecekan suhu pagi dan sore. Perawatan biasonyo seminggu sekali. Kalo bersihke secara keseluruhan mingguan ya buang salju, kalo ado endapan itu misalnyo bersihke debu, airnyo, pokoknyo dicek galo-galo air dibuang. Kalo yang bulanan ya itu biasonyo sebulan sekali. Yang ngelakuin itu kalo ga saya keseluruhan, debu-debu diluarnyo dibersihkan ya pak M. Seharusnya sih kulkas itukan harus dikalibrasi seluruhnyo dicek. Yang ngelakuin yo diantara tetapi selamo aku disini dag pernah. Perawatannyo yo paling kito berduo, siapo yang sir be yang galak cak-cak tadilah yang katik gawi Peralatan yang masih digunakan dalam penyimpanan vaksin yaitu kulkas ada 2 buah, 1 freezer dan 1 lemari es. Kondisi peralatan tersebut walaupun sudah lama digunakan sekitar tahun 2001 namun masih bisa digunakan. Sebenarnya kulkas dan lemari es jumlahnya ada 4 buah tetapi hanya 2 buah yang bisa digunakan karena 2 buah lainnya sudah rusak. Tidak ada standar peraturan tetap yang ditetapkan bagi peralatan yang ada karena Dinkes Kab OI menerima langsung peralatan tersebut dari pemerintah pusat. Perawatan peralatan yang sering digunakan yaitu perawatan harian, mingguan, dan bulanan. Perawatan harian yaitu pengecekan suhu yang dilakukan setiap pagi dan sore. Perawatan mingguan yaitu pembersihan salju kulkas dan pembuangan endapan air. Perawatan bulanan merupakan perawatan secara keseluruhan seperti pembersihan debu dan keseluruhan kulkas. Perawatan seperti kalibrasi kulkas belum pernah dilakukan. . Metode yang digunakan kalo saat nyimpan vaksin itu harus 1. Yang pasti SBBKnyo kito perhatike, yang merhatike jarak dari vaksin samo dinding kulkasnyo, masuk berapo yang keluar berapo terus yang harusnyo kan ado jarak minimal 5-10cm lah, tapi berhubung kito perhatike jugo SBBK puskesmasnyo. kita isinya banyak kan jadi kita dempet-dempet. Kalo saat Penyimpanan nyo bagi vaksin tertentu ada nerimo itu kita liat VVM smo tanggal expirednyo, kalo dag yang harus di freezer ada yang di kulkas.
Interpretasi
5.
Permintaan Vaksin 1. Bagaimana menentukan jumlah permintaan vaksin ? 2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan dalam menentukan jumlah permintaan vaksin ?
Interpretasi
6.
Penerimaan 1. Bagaimana proses penerimaan vaksin ? 2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan saat menerima vaksin ?
bagus lagi yo idag kito terimo. Permasalahannya ya itu Contohnya, yang pasti harus di freezer itu terkendala dengan kulkasnya, kalo saat stock kita banyak kan Polio, kalo campak samo BCG itu biso di kito paksoke masuk galo freezer biso di kulkas. Metode yang digunakan dalam penerimaan vaksin adalah memperhatikan jumlah vaksin yang diterima, kesesuaian jumlah dalam SSBK dengan jumlah yang diterima, selanjutnya adalah memperhatikan kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa vaksin. Metode penyimpanan adalah memperhatikan jenis vaksin dan jarak vaksin dengan dinding tempat penyimpanan. Ada beberapa jenis vaksin tertentu yang harus disimpan didalam freezer dan ada yang harus disimpan didalam lemari es. Jarak dengan dinding freezer atau lemari es seharusnya 5-10 cm tetapi karena jumlah tempat penyimpanan terbatas dan vaksin yang harus disimpan jumlahnya banyak, peraturan tersebut diabaikan. . Cara nentuin jumlahnyo ya liat permintaan dari puskes-puskes 1. Itu sesuai dengan jumlah sasaran, provinsi trus juga kita liat pemakaian bulan kemaren berapo samo minta berapa jumlah sasaran kamu. Kami juga sisanyo jugo berapo. Misal bulan kemaren kito minta 500, kan berdasarkan jumlah sasaran dari dipake 450 berarti masih ado siso 50 jadi kito biso minta 500 puskesmas-puskesmas terus dihitung atau 450, tergantung yang dikasih provinsi berapo, kadang diakumulasikan jumlahnyo kito minta 500 di kasih 1000, kadang juga di kasih dag 2. Bahan pertimbangan lain yo dag ado, yang nyampe 500, kito dag biso sesuai teori nian soalnyo, sesuai pasti itu jumlah sasaran tu lah keadaam . Bahan pertimbangannyo yo sisa stock vaksin itu samo tempat penyimpanan kito, kalo seandainyo kita minta 500 trus provinsi nak ngasih 1000 kita liat dulu masih muat dag, kalo muat yo aku mbek, kalo dag muat lagi aku tolak Perhitungan jumlah permintaan vaksin adalah dengan melihat jumlah permintaan dari masing-masing puskesmas dan juga melihat pemakaian bulan sebelumnya dan sisa stock yang ada. Selain itu juga dengan memperhatikan jumlah sasaran bayi yang akan diimunisasi. Bahan pertimbangan dalam menentukan jumlah pertimbangan adalah sisa stock bulan sebelumnya dan kondisi tempat penyimpanan vaksin serta jumlah sasaran yang akan diimunisasi. . Yo saat nerimo itu kita liat tanggal expirednyo tanggal berapo, 1. Ya prosesnyo kita ngasihke laporan kondisi VVM nyo cak mano permintaan, mereka ngasihke kito terus . Yang pasti kita liat kondisi VVMnyo, itu yang paling utama diterimo yo diambil dewek ke provinsi samo expirednyo, kalo misalnyo yang kito simpen itu ada tgl 2. Bahan pertimbangan khusus dag jugo, dag expired nyo Jan-14 trus kito dapat lagi expired nyo Maret-14 ado pertimbangan tapi VVMnyo B jadi yang kito dahuluke yang si B ini dulu
Interpretasi
7.
Penyimpanan 1. Bagaimana kondisi tempat penyimpanan vaksin ? 2. Bagaimana permasalahan terkait tempat penyimpanan ? 3. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan tempat penyimpanan vaksin ? 4. Berapa lama biasanya vaksin disimpan ?
Interpretasi
8.
Pendistribusian 1. Bagaimana proses pendistribusian vaksin ? 2. Apa saja yang menjadi bahan pertimbangan dalam proses pendistribusian ?
Proses penerimaan vaksin adalah melihat tanggal expired dan kondisi VVM dari vaksin yang akan diterima. Tentunya sebelum menerima vaksin, petugas memberikan terlebih dahulu laporan permintaan kepada petugas vaksin di Dinkes Provinsi. Bahan pertimbangan utama yang diperhatikan adalah kondisi VVM, tanggal kadaluarsa menjadi pertimbangan kedua dalam menggunakan vaksin. . Kondisi tempat penyimpanan vaksin itu ada 2 buah yang masih baik, 1 buah freezer dan 1 buah kulkas, 2 nya lagi itu sudah rusak . Permasalahannya ya itu tadi, jumlahnya yang cuman 2 sedangkan vaksin yang nak dimasukke banyak jadi vaksin tadi dempet dempet disimpennyo. Permasalahannya ya jumlah . Suhunyo itu yang pasti, samo listrik, kalo listrik padam kan jadinyo kulkas samo freezer dag dingin, vaksinnyo pacak rusak . Sebulan biasonyo, tapi kadang jugo aku langsung ngambil stock untuk 2 bulan
1. Selama ini kondisi penyimpanannya baik-baik saja oleh karena sering dilakukan perawatan kan 2. Alhamdulillah tidak ada permasalahan yang serius, kita permasalahannya cuman kekurangan kulkas dan lemari es, itulah 3. Bahan pertimbangannya ya suhu itu yang pasti harus diperhatikan oleh karena kalo melewati ketentuan 2-8 C kan vaksinnya bisa rusak 4. Sebulan biasanya, karena kita permintaan ke provinsi itu setiap bulan Kondisi tempat penyimpanan vaksin ada 2 buah yaitu 1 freezer dan 1 buah lemari es yang masih bisa digunakan sedangkan 2 buah lainnya sudah rusak. Dengan jumlah yang hanya 2 buah menimbulkan permasalahan karena jumlah vaksin yang ingin disimpan banyak dan tidak bisa sesuai dengan hanya 1 buah freezer dan 1 lemari es. Dalam menyimpan vaksin, pertimbangan utama yang diperhatikan adalah suhu lemari es dan freezer. Menurut perkiraan petugas, vaksin paling lama disimpan dalam tempat penyimpanan adalah sekitar 1 bulan dan kadang 2 bulan. °
. Proses pendistribusiannyo yo kito mbek dari provinsi pake 1. Proses pendistribusian dari sini ke puskes ya cold box terus didalemnyo d kasih cold pack, kira-kira itu puskesmas bawa format laporan sekitar 1 jam kan dari Palembang ke sini. Kalo dari sini ke permintaannya berapa dan stocknya berapa. puskesmas itu pake vaccine carrier, seberapo lamo itu Alat yang digunakan itu berupa vaccine tergantung jarak puskesmasnyo yang paling jauh itu tambang carrier. Waktu pendistribusiannyo itu kan rambang kalo jalannyo lancar 2 jam’an lah. paling lamo 3-4jam itu daerah muara muara kuang . Pertimbangannyo yo paling lamonyo dijalan, kalo cak dari plg 2. Bahan pertimbangannyo yo jarak itu tadi ke sini kan kadang macet. Di dalam cold box itu kan ada samo macet, karena dia jauh kan lama freeze tag yang gunanya untuk melihat kondisi suhu vaksin diperjalanan jadi yo cold pack dalam vaccine selama dalam perjalanan carriernyo dibanyakke biar vaksinnyo dag
rusak
Interpretasi
9.
Pemakaian 1. Bagaimana prinsip yang diterapkan saat akan menggunakan vaksin ?
Interpretasi
10.
Pencatatan dan Pelaporan 1. Bagaimana sistem pencatatan dan pelaporan logistik vaksin ? 2. Apa saja yang dimuat dalam pencatatan dan pelaporan tersebut tersebut ? 3. Bagaimana permasalahan terkait pencatatan dan pelaporan tersebut tersebut ?
Proses pendistribusian vaksin dari provinsi ke kabupaten menggunakan alat yaitu vaccine carrier dan didalamnya diberi cold pack dengan lama waktu pendistribusian kurang lebih 1 jam. Sedangkan proses pendistribusian dari kabupaten ke puskesmas menggunakan vaccine carrier dengan lama waktu pendistribusian paling lama sekitar 3-4 jam, tergantung jarak puskesmas. Jarak dan kondisi jalanan merupakan pertimbangan utama dalam proses pendistribusian. Apabila jarak jauh dan diperkirakan akan l ama diperjalanan, maka didalam cold box dan vaccine carrier tersebut diberi cold pack dalam jumlah yang banyak. . Yo itu tadi, sebelum make kito liat dulu VVMnyo kondisinyo 1. Yang diperhatike itu tanggal kadaluarsa samo cakmano samo tanggal expirednyo. Kalo pun dio tanggal VVM di vaksinnyo, kalo status VVMnyo A expirednyo ado yang bulan Januari tapi ado yang bulan Maret dan B itu masih bisa dipake, kalo C dan D itu tapi VVMnyo lah B, kito dahuluke dulu yang Maret ini. sudah tidak bisa digunakan lagi. Prinsip yang diterapkan sebelum menggunakan vaksin adalah terlebih dahulu memeriksa tanggal kadaluarsa vaksin. Bila vaksin sudah mendekati tanggal kadaluarsa maka vaksin tersebut yang didahulukan untuk digunakan. Pertimbangan selanjutnya adalah kondisi VVM vaksin, bila status VVM A dan B maka itu masih bisa digunakan namun bila C dan D maka tidak bisa digunakan lagi. VVM merupakan pertimbangan yang utama, kalaupun seandainya ada vaksin yang sudah mendekati tanggal kadaluarsa namun ada vaksin dengan kondisi VVM B maka vaksin tersebut yang terlebih dulu digunakan. . Kita disini ada SBBK, kalo kemaren itu ada software. 1. Sistem pencatatan dan pelaporan kami Softwarenya itu software khusus tapi softwarenyo lagi error, sekarang dipermudah dengan via sms, oleh pas masukkenyo salah rumus jadi dari depan sampe belakang karena kita maklum kan jaraknya jauh. salah semua. Lah ku tanyoke samo yg pusat yg buatnyi, dio Laporan kita dimaksimalkan itu tanggal 5 jugo dag tau. awal bulan sedangkan kami ke provinsi . Jumlah, harga, expired, itu dibatas tanggal 10. . Kalo permasalahan yo yang dari puskes tu lah, kadang puskes 2. Kalo laporan vaksin itu kan ada SBBK, isinya itu yang laporan untuk permintaan kesini itu dag ado cuman itu ada jumlah, tanggal expirednya, harga. lewat sms, kadang cuman pake secuil kertas, yo cakmano lagi, 3. Permasalahannya ya lokasi puskesmas yang intervensi sdm puskes itu susahnyo minta ampun. Laporan jauh, di puskesmas itu terkendala dengan imunisasi nyo tu ado tapi laporan pemakaiannyo yang dag ado bidan desa, bidan desa kadang memberikan jadi kadang aku kurangi, misal dio minta 50 cuman ku kasih laporan ke puskesmas lewat dari tanggal 5 40. jadi kalo itu lewat kito jugo kadang lewat dari tanggal 10 jadi solusinyo lewat sms berapa
Interpretasi
total permintaan dan sisa stock vaksinnya Sistem pencatatan dan pelaporan di Dinas Kesehatan adalah adanya SBBK yang diberikan untuk masing-masing puskesmas dan yang diterima dari Dinkes Provinsi saat menerima vaksin. Dinkes OI juga memberikan format laporan kepada Dinkes Provinsi berupa laporan sisa stock vaksin, jumlah pengeluaran vaksin tahun sebelumnya dan jumlah per mintaan vaksin. Seharusnya puskesmas-puskesmas juga memberikan format laporan seperti itu tetapi karena permasalahan jarak, ada beberapa puskesmas tertentu yang kadang hanya memberikan laporan lewat sms dan kadang hanya menuliskan permintaan vaksin pada secuil kertas. Keterlambatan laporan dari puskesmas juga sering terjadi padahal pihak Dinkes telah mengharuskan untuk memberikan laporan sebelum tanggal 5 karena pada tanggal 10 harus sudah memberikan laporan kepada pihak Dinkes Provinsi. Cara mengatasi permasalahan tersebut adalah dengan cara mengharuskan pihak puskesmas untuk memberikan laporan walaupun tidak bisa memberikan secara langsung dalam bentuk secarik kertas tetapi bisa member tahu lewat sms atau telepon terutama untuk puskesmas yang lokasinya jauh. jauh.
MATRIKS WAWANCARA MENDALAM DENGAN INFORMAN BIASA DI PUSKESMAS No.
1.
Pertanyaan
HR
Pernyataan MKS
NMP SDM 1. Bagaimana kondisi SDM 1. Jumlah tenaga kerja di bagian 1. Tenaga kerja disini ada 2 orang, saya 1. Jumlah pengelola vaksin itu lebih pengelola vaksin ? pengelolaan vaksin ini ada 2 orang. dengan HR kan, kita juga ga cuma tepatnya program imunisasi itu 2. Bagaimana pelaksanaan Tenaga kerjanya itu saya dan Mbak mengelola vaksin tapi keseluruhan cuma 1 orang yaitu saya sendiri pelatihan terhadap petugas M. Tugasnya, tiap awal bulan itu program imunisasi. Kalo pembagian dan biasanya juga sering dibantu ? mengambil vaksin ke dinas tugas ga ada ya, sama-sama lah oleh 1 orang TKS. Pekerjaannya kesehatan, pencatatan jumlah kerjanya. Kualifikasinya, saya DIII ya semua kegiatan yang vaksin yang diterima, sisa vaksin Keperawatan, si HR itu sudah SKM. berhubungan dengan program bulan kemaren, semua itu dicatet di Dengan jumlah 2 orang ini ga terlalu imunisasi, posyandu, termasuk buku stock vaksin. Pembagian kewalahan sih, kalo ke posyandu juga pengelolaan vaksin ini. kerja itu tidak ada, kita sama posyandu itu kita kan ada jadwalKualifikasinya saya lulusan DIII kerjanya atau gantian. Sejauh ini jadwalnya jadi ga terlalu repot Keperawatan. Sejauh ini dengan jumlah yang seperti itu kita 2. Pelatihan khusus pengelolaan itu pelaksanaannya lancar-lancar saja bisa menangani ya. tidak ada, biasanya kalo ada karena kan juga dibantu oleh . Pelatihan khusus tentang logistik pelatihan tentang imunisasi atau tenaga TKS itu jadi tidak ada belum, tapi kalo tentang vaksin kan vaksin, pengelolaan vaksin juga kendala. pasti diikutkan juga pelatihan dikasih tau, seperti yang baru ini kan 2. Kalo pelatihan itu jarang tentang cara pengelolaannya, tapi pelatihan tentang pengenalan vaksin dilakukan, biasanya kalo kalo khusus untuk pengelolaan baru, disitu juga diberi pelatihan misalnya ada program baru, baru vaksin belum lah. Pelatihan itu tentang pengelolaan vaksin itu diadakan pelatihan, yang ngadain terakhir dilakukan bulan 10 tentang bagaimana. Kemaren pelatihannya itu biasanya Dinkes OI ni lah. pengenalan vaksin baru dilakukan bulan Oktober, yang Terakhir itu dilakukan bulan dikoordinasi oleh Dinkes Provinsi. mengikutinya itu si HR kan cuman Oktober tentang Pengenalan diminta 1 orang, yang koordinasi Vaksin Baru, itu saya yang pelatihannya itu Dinkes Provinsi. Provinsi. mengikutinya. Jumlah tenaga kerja pengelola vaksin ada 2 orang yaitu HR dan MKS. Dalam Tenaga kerja pengelola vaksin melakukan tugasnya, tidak ada pembagian kerja secara khusus, petugas hanya ada 1 orang dan biasanya Interpretasi melakukan pekerjaannya secara bersama-sama. Bila dilihat dari kualifikasi petugas ini dibantu oleh TKS. pendidikan, kedua petugas ini telah memenuhi standar dimana HR adalah S1 Pekerjaan yang dilakukan petugas
Kesmas dan MKS lulusan DIII Keperawatan. Dengan jumlah 2 orang tersebut, petugas merasa tidak kewalahan dalam melakukan pekerjaannya karena setiap pekerjaan dilakukan bersama-sama. bersama-sama.
2.
Dana 1. Bagaimana penyediaan 1. Kalo dana khususnya kayaknya 1. Dana khusus untuk dana dalam pemeliharaan belum ada lah. vaksin itu belum ada rutin rantai vaksin ?
Belum ada tersedia dana khusus untuk pengelolaan rantai vaksin Interpretasi
3.
ini adalah keseluruhan kegiatan yang berhubungan dengan imunisasi. Pendidikannya adalah DIII Keperawatan. Walaupun hanya sendiri, petugas tidak merasa keberatan dalam melakukan pekerjaannya karena sering dibantu oleh TKS.
pengelolaan 1. Kalo dana khusus untuk vaksin kita tidak punya tapi kita ada dana BOK itu biasanya untuk penyuluhan imunisasi, posyandu tiap bulan, pengambilan vaksin. Terdapat dana BOK yang digunakan untuk posyandu dan pengambilan vaksin.
Material 1. Bagaimana kondisi 1. Kondisi peralatan disini masih 1. Peralatannya masih bagus, ada 2 1. Kondisinya sampe sekarang itu peralatan yang digunakan baik, ini ada 2 kulkas 1 nya model kulkas ini 1 model yang lama 1 lagi baik, masih bisa digunakan. dalam sistem manajemen kulkas lama satunya lagi model model terbaru, yang model lama ini Peralatan yang digunakan itu ada logistik vaksin ? baru, yang lama ini ga dipake udah lama banget, berapa tahunnya kulkas 1, thermometer 1, vaccine 2. Bagaimana dengan untuk vaksin lagi karena sering ga tahu pasti, saya disini kulkas ini carrier 3 buah, cold pack ada peraturan terkait standar saljuan kan jadi cuman dipake sudah ada, kalo yang model baru ini beberapa. peralatan yang digunakan ? untuk cold pack be sekitaran 5 tahunan lah. 2. Kalo standar acuan kita 3. Bagaimana dengan . Ada sih memang standar, 2. Standar yang digunakan kita ada menggunakan standar yang perawatan peralatan kulkasnya kan harus buka atas itu, buku ketentuan dari Kemenkes RI, dikeluarkan Kemenkes, itu ada tersebut ? make standar dari kemenkes, ini acuan kita dari situ buku khususnya. ada bukunya 3. Perawatan ya setiap hari kan kita 3. Perawatan itu sering dilakukan, . Kalo perawatan ini sebulan sekali ngambil vaksin itu sekalian dilihat biasanya 1 minggu sekali untuk bersihkan saljunya, tapi kan kita kondisi saljunya gimana, kalo buang salju dari kulkasnya. tiap hari ngambil vaksin jadi di liat pembersihannya biasanya 1 bulan Biasanya yang ngelakuin itu ya lah. Itu yang ngelakuin kita berdua sekali. Kita bersihkennyo samokalo ga mbak, TKS tadi, gantian lah, tolong menolong, samo, saling tolong menolong, lah, saling tolong
Interpretasi
4.
5.
Kondisi peralatan ada 2 buah lemari es tetapi hanya 1 yang digunakan untuk penyimpanan vaksin. 1 buah lemari es lainnya merupakan lemari es model lama yang sudah hampir rusak dan hanya digunakan sebagai tempat penyimpanan cold pack. Standar yang dijadikan acuan dalam peralatan vaksin khususnya lemari es mengacu pada buku yang diterbitkan oleh Kemenkes RI. Perawatan yang sering dilakukan adalah pembersihan salju dan endapan air dan biasanya 1 bulan sekali.
Metode 1. Bagaimana metode yang 1. Metode saat nerima vaksin paling 1. Caranya ya kita terima, terus diliat digunakan dalam kita liat tanggal expired vaksinnya, VVMnya gimana, tanggal penerimaan dan kondisi VVMnya, metode kadaluarsanya kapan. Kalo dalam penyimpanan vaksin ? penyimpanan ya lokasi vaksinnya, penyimpanan kita sesuaikan dengan yang sensitive panas (Polio, sifat vaksin itu sendiri, kan ada yang Campak, BCG) di deket sensitive panas ada yang sensitive evaporatornyo, kalo yang sensitive dingin, jadi itu disesuaikan juga dingin (Hb O, DPT, DT, Td) di taroknya di pinggir Metode penerimaan vaksin adalah pengecekan kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa vaksin. Metode penyimpanan adalah memperhatikan sifat vaksin. Interpretasi Vaksin yang sensitive panas (Polio, Campak, BCG) di dekat evaporator dan yang sensitive dingin (Hb O, DPT, DT, Td) diletakkan di dekat dinding. Permintaan Vaksin 1. Bagaimana menentukan 1. Permintaan vaksin itu kita 1. Jumlah permintaan itu dihitung jumlah permintaan vaksin ? menyesuaikan dengan pengeluaran dengan cara jumlah cakupan dari 2. Apa saja yang menjadi bulan sebelumnya, terus masing-masing desa itu berapa terus bahan pertimbangan dalam permintaan itu biasanya agak lebih diliat juga pengeluaran bulan menentukan jumlah banyak dari bulan sebelumnya, sebelumnya berapa, itu disesuaikan permintaan vaksin ? paling beda dikit dengan bulan sebelum juga . Pertimbangan lainnya, itu bayi luar 2. Pertimbangannya ya itu tadi, jumlah wilayah yang datang ke wilayah cakupan bayi yang akan diimunisasi, kita jadi kadang kadang dilebihkan sedikit terus penggunaan bulan sebelumnya Jumlah permintaan vaksin ditentukan dengan melihat jumlah penggunaan Interpretasi vaksin bulan sebelumnya. Jumlah cakupan bayi yang akan diimunisasi juga
Kondisi peralatan masih bagus, ada 1 lemari es, 3 buah vaccine carrier, 1 buah teermometer dan beberapa cold pack. Standar acuan itu buku dari Kemenkes RI. Pembersihan salju biasanya dilakukan 1 minggu sekali, dilakukan oleh petugas ataupun TKS. 1. Metode dalam penerimaan vaksin itu ya saat diterima itu kita liat tanggal kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya masih bagus atau tidak, keadaan vaksinnya lah apakah masih layak pakai atau tidak
Metode penerimaan vaksin adalah memperhatikan dengan melihat segel vaksin, kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa. 1. Cara menentukan jumlah permintaannya ya berdasarkan jumlah bayi, jumlah sasaran yang akan diimunisasi 2. Bahan pertimbangannya ya kemungkinan ada bayi umur 1-3 tahun yang akan melakukan imunisasi lanjutan, itu be sih Cara menentukan jumlah permintaan vaksin adalah dengan
dipertimbangkan dalam menentukan jumlah permintaan. Pertimbangan selanjutnya adalah kemungkinan adanya bayi luar daerah yang melakukan imunisasi di wilayah kerja puskesmas. 6.
7.
Penerimaan 1. Bagaimana proses 1. Proses penerimaan ya kita ngasih 1. Saat nerima vaksin ya kita liat dulu penerimaan vaksin ? format permintaan ke dinas kondisi vaksinnya gimana, itu dilihat 2. Apa saja yang menjadi kesehatan sini, terus mereka dari kondisi VVMnya, kita cek bahan pertimbangan saat ngasih, kita cek vaksin yang jumlah vaksin yang diterima, kondisi menerima vaksin ? diberikan itu berapa jumlahnya, vaksin itu gimana kondisi VVM vaksinnya gimana 2. Pertimbangannya ya melihat kondisi . Pertimbangannya ya itu, VVM itu, tanggal kadaluarsanya jumlahnya, kondisi VVMnya, tanggal kadaluarsanya Proses penerimaan vaksin adalah pertama menerima SBBK yang diberikan Dinkes Kab OI kemudian memeriksa kesesuaian jumlah vaksin yang diterima Interpretasi dengan jumlah yang tertera didalam SBBK. Selanjutnya dilakukan pemerijsaan kondisi VVM vaksin dan tanggal kadaluarsa vaksin. Penyimpanan 1. Bagaimana kondisi tempat 1. Kondisinya bagus, ini masih bisa 1. Kondisinya ya bagus ya, sampai saat penyimpanan vaksin ? digunakan ini masih bagus 2. Bagaimana permasalahan . Permasalahannya paling takut 2. Kendala berarti sih ga ada palingan terkait tempat penyimpanan lampu mati kita sering takut mati lampu, tapi ? . Bahan pertimbangannya, harus didalam kulkas kan ada cold pack 3. Apa saja yang menjadi terlindung, tidak terkena sinar juga jadi kalo bentar aman lah bahan pertimbangan tempat matahari langsung, tidak tempat 3. Pertimbangannya kulkasnya tidak penyimpanan vaksin ? lalu lalang, deket dengan colokan terkena matahari kan, tidak tempat 4. Berapa lama biasanya listrik orang lewat, deket dengan colokan vaksin disimpan ? . Tidak terlalu lama ,paling 1 bulan jadi kabel nya ga berserakan Kondisi tempat penyimpanan vaksin masih baik, permasalahan yang sering dihadapi adalah kemungkinan mati lampu. Pertimbangan tempat penyimpanan tersebut adalah tidak boleh terkena sinar matahari langsung, tidak menghalangi Interpretasi tempat lalu lalang dan dekat dengan tempat listrik. Vaksin biasanya paling lama disimpan 1 bulan.
cara melihat jumlah cakupan bayi yang akan diimunisasi.
1. Proses penerimaan ya itu tadi, saat nerima kita periksa dulu kondisi vaksinnya bagus po dag, tanggal kadaluarsanya, kondisi VVMnya, segelnya. 2. Bahan pertimbangannyo yo kondisi VVM, tanggal kadaluarsanyo, samo segelnyo Proses penerimaan vaksin adalah memeriksa segel, kondisi VVM, dan tanggal kadaluarsa vaksin.
1. Kondisi nya ya bagus, masih bisa menyimpan vaksin sampe sekarang 2. Permasalahannya, ga ada sih, sejauh ini aman-aman be 3. Pertimbangannya ya tidak boleh terkena sinar matahari langsung, susunan vaksinnya juga diperhatikan kan 4. Paling lama biasanya 1 bulan Tempat penyimpanan vaksin masih dalam kondisi baik dan sejauh ini belum menghadapi permasalahan yang serius. Pertimbangan tempat penyimpanan tersebut adalah tidak boleh terkena sinar matahari
langsung dan kesesuaian letak vaksin dalam lemari es dengan sifat vaksin itu sendiri. Vaksin biasanya paling lama disimpan 1 bulan. 8.
9.
Pendistribusian 1. Bagaimana proses 1. Proses pendistribusiannya ya kita 1. Prosesnya ya vaksin di bawa dari sini pendistribusian vaksin ? pake alat itu termos ya, vaccine ke posyandu-posyandu itu kalo ga 2. Apa saja yang menjadi carrier yang didalamnya ada cold pake thermos ya pake vaccine bahan pertimbangan dalam pack, di bawa ke tempat-tempat carrier, di dalamnya juga biasanya proses pendistribusian ? posyandunya. Lamanya sih, dimasukkan cold pack yang banyak dilama-lamakan 10-15 menit kan. Kalo dari dinkes ke sini . Bahan pertimbangannya, ga ada lamanya itu paling 15menit lah sih, paling saat bawa vaksin itu ga 2. Bahan pertimbangannya ya boleh lama-lama, dari termos itu vaksinnya ga boleh lama-lama di harus dimasukke dalam kulkas jalan kan, jadi harus cepet-cepet langsung dag boleh lama-lama dimasukkan kulkas, paling macet Proses pendistribusian vaksin menggunakan vaccine carrier atau thermos yang dibawa langsung ke tempat-tempat posyandu. Di dalam thermos atau vaccine carrier tersebut juga diberi cold pack. Lama proses pendistribusian paling lama adalah 10-15 menit. Bahan pertimbangan dalam proses pendistribusian adalah lamanya proses tersebut karena vaksin tidak boleh terlalu lama dijalan. Interpretasi
1. Prosesnya ya vaksinnya dibawa dari sini ke tempat-tempat posyandu menggunakan vaccine carrier terus didalamnya dikasih cold pack. Lama waktu pendistribusiannya biasanya itu paling jauh 30 menit 2. Bahan pertimbangannya ya paling lokasinya, kalo agak jauh kan kita kasih cold packnya banyak biar vaksinnya ga rusak Pendistribusian vaksin ke posyandu-posyandu menggunakan vaccine carrier dan diberi cold pack didalamnya. Lama proses pendistribusian tersebut sekitar 30 menit. Bahan pertimbangannya adalah jarak dari puskesmas ke lokasi posyandu. Bila jaraknya jauh maka didalam vaccine carrier diberi cold pack yang lebih banyak.
Pemakaian 1. Bagaimana prinsip yang 1. Saat akan menggunakan vaksin itu 1. Prinsipnya sebelum menggunakan 1. Saat akan menggunakan ya sama diterapkan saat akan kita liat tanggal expirednya, yang kita liat dulu tanggal expired sama seperti saat kita terima, kalo mau menggunakan vaksin ? sudah dekat tanggal expired itu kita kondisi VVM nya, kalo ada yang make nya kita liat dulu tanggal dahulukan, terus yang ada kondisi sudah deket tanggal expired itu yang kadaluarsanyo, kondisi VVMnyo, VVMnya B itu kita dahulukan tapi kita dahulukan, terus kondisi VVM kondisi vaksin itu keruh po dag, jarang sih yang B soalnya nya juga kalo misalnya sudah ada terus vaksin itu jugo dag boleh di pendistribusiannya cepet. Terus yang B, itu kita pake duluan buka lamo-lamo, kalo sudah di
Interpretasi
10
juga misalnya masih ada sisa stock bulan kemaren, itu dulu yang kita dahulukan Prinsip yang digunakan saat akan menggunakan vaksin adalah memperhatikan kondisi VVM dan tanggal kadaluarsa vaksin. Sisa stock vaksin bulan sebelumnya biasanya juga diperhatikan, stock bulan sebelumnya akan digunakan terlebih dahulu.
buka langsung kulkas
dimasukke
di
Saat akan menggunakan vaksin, prinsip yang digunakan adalah memperhatikan kondisi VVM, tanggal kadaluarsa, dan kekeruhan vaksin.
Pencatatan dan Pelaporan 1. Bagaimana sistem 1. Setiap bulan, itu setiap bulan 1. Sistem pencatatan dan pelaporan kita 1. Sistem pencatatan nya ya kita ada pencatatan dan pelaporan dilaporke, kita punya buku kayak ada laporan setiap bulan, itu laporan setiap bulan, laporan logistik vaksin ? gini, itu vaksin masuk dan vaksin monitoring logistik vaksin dilaporin catatan stock vaksin untuk 2. Apa saja yang dimuat keluar kan dicatet terus kita ada ke dinkes kalo mau minta vaksin kan masing-masing vaksin dalam pencatatan dan lagi buku permintaan ke dinkes, kita harus ngasih laporan itu, terus 2. Jumlah sasaran, jumlah cakupan, pelaporan tersebut ? terus ada SBBK, catatan stock per nanti dinkes bakalan ngasih SBBK permintaan vaksinnya berapa 3. Bagaimana permasalahan vaksin ini ada juga laporannya kan, kita juga ada laporan stock 3. Dag ado permasalahan, sejauh ini terkait pencatatan dan . Ini jumlah vaksin, terus sisa stock vaksin berdasarkan masing-masing baik-baik be pelaporan tersebut ? vaksin, vaksin yang masuk, vaksin vaksin. yang keluar, pemakaiannya berapa 2. Jumlah vaksin, sisa stock, vaksin . Kayaknya dag ado, paling pas lupo yang digunakan, vaksin yang saat ke desa catet penggunaannya diterima berapo tapi gek pas balik di catet 3. Selama ini belum ada permasalahan lagi yang berarti sih Sistem pencatatan dan pelaporan yang ada yaitu pencatatan jumlah vaksin yang Sistem pencatatan dan pelaporan masuk dan keluar per vaksin, catatan stock vaksin, buku permintaan vaksin, ada vaksin berupa laporan setiap bulan, bulan, juga SBBK. Dalam laporan tersebut dimuat jumlah vaksin yang digunakan laporan catatan stock vaksin untuk bulan sebelumnya, sisa stock vaksin, vaksin yang masuk, dan vaksin yang masing-masing vaksin. Dalam keluar. Dalam proses pencatatan dan pelaporan vaksin, belum ditemukan laporan tersebut dimuat jumlah Interpretasi permasalahan yang serius. sasaran, jumlah cakupan, jumlah permintaan vaksin. Sejauh ini belum ditemukan permasalahan dalam proses pencatatan dan pelaporan
FORM CHECKLIST (Dinas Kesehatan)
No. 1.
Hal yang diamati Adanya peralatan rantai vaksin : lemari es freezer vaccine carrier termometer termos cold box cold pack kartu suhu freeze tag
4. 5.
Pengecekan suhu Adanya catatan stock vaksin
6.
Kelengkapan perincian dalam pencatatan laporan
Jumlah No. Batch Kondisi VVM
Tanggal Kadaluarsa Adanya SBBK
7.
Susunan posisi vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT Suhu penyimpanan vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT
Ada
Tidak
√ √
Ket
√
1 (bagus), 1 (tidak) 1 (bagus), 1 (tidak) Tidak Ada 2 buah (bagus) Tidak Ada Banyak Tidak Ada Pencatatan suhu Tidak Ada
√
Sesuai Standar Tidak Sesuai Standar
√ √ √ √ √ √ √
√ √ √ √
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar
√
Sesuai standar
Posisi
Ket
Freezer Lemari Es Freezer Lemari Es Lemari Es Lemari Es Lemari Es Lemari Es Suhu
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Ket
-15 C 7 C -15 C 7 C 7 C 7 C 7 C 7 C
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar
°
°
°
° ° ° ° °
FORM CHECKLIST (Puskesmas (Puskesmas Indralaya)
No. 1.
Hal yang diamati Adanya peralatan rantai vaksin : lemari es freezer vaccine carrier termometer termos cold box cold pack kartu suhu freeze tag
4. 5.
Pengecekan suhu Adanya catatan stock vaksin
6.
Kelengkapan perincian dalam pencatatan laporan
Jumlah
Ada
Tidak
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Sesuai standar Sesuai standar
√
Sesuai standar Tidak sesuai standar Tidak sesuai standar Tidak sesuai standar
√ √ √
Kondisi VVM
7.
Susunan posisi vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT Suhu penyimpanan vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT
2 buah Tidak Ada 1 buah 1 buah 1 buah Tidak Ada Banyak 1 buah Tidak Ada
√ √
No. Batch
Tanggal Kadaluarsa Adanya SBBK
Ket
√
Sesuai standar
Posisi
Ket
Dekat evaporator Dekat dinding Dekat evaporator Dekat dinding Dekat dinding Suhu
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Belum Ambil Belum Ambil Belum Ambil Ket
3 3 3 3 3 3 3 3
C C C C C C C C
° ° ° ° ° ° ° °
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar
FORM CHECKLIST (Puskesmas (Puskesmas Lebung Bandung)
No. 1.
Hal yang diamati Adanya peralatan rantai vaksin : lemari es freezer vaccine carrier termometer termos cold box cold pack kartu suhu freeze tag
4. 5.
Pengecekan suhu Adanya catatan stock vaksin
6.
Kelengkapan perincian dalam pencatatan laporan
Jumlah
Ada
Tidak
√ √ √ √ √ √ √ √ √
Sesuai standar Sesuai standar
√
Sesuai standar Tidak Sesuai standar Tidak Sesuai standar Tidak Sesuai standar
√ √ √
Kondisi VVM
7.
Susunan posisi vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT Suhu penyimpanan vaksin dalam lemari es Polio BCG Campak DPT Hepatitis B uniject Td TT DT
1 buah Tidak Ada 3 buah 1 buah Tidak Ada Tidak Ada Banyak Pencatatan suhu Tidak Ada
√ √
No. Batch
Tanggal Kadaluarsa Adanya SBBK
Ket
√
Sesuai standar
Posisi
Ket
Dekat evaporator Dekat dinding Dekat evaporator Dekat dinding Dekat dinding Dekat dinding Dekat dinding Dekat dinding Suhu
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Ket
4 4 4 4 4 4 4 4
C C C C C C C C
° ° ° ° ° ° ° °
Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar Sesuai standar