Penyediaan bahan eksplan
Induksi tunas
Multiplikasi tunas
Induksi perakatan
Aklimatisasi planlet
ANALISIS JURNAL
KULTUR JARINGAN TUMBUHAN
Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina L.)
dengan Teknik Kultur Jaringan
DISUSUN OLEH:
RINA RAHMAYANI
4401410052
JURUSAN BIOLOGI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2013
Hasil Analisis Jurnal
Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina L.)
dengan Teknik Kultur Jaringan
Latar Belakang
Rauwolfia serpentina atau di Indonesia dikenal dengan nama Pulai Pandak merupakan salah satu tanaman obat. Atun (2010) menyatakan bahwa obat hipertensi reserpine yang berasal dari pulai pandak (Rauvolfia serpentina). Bagian dari tanaman ini yang dimanfaatkan untuk keperluan obat adalah akarnya. Di dalam akar tanaman Pulai Pandak terkandung beberapa senyawa diantaranya reserpin, rescinamine dan ajmalin yang digunakan sebagai obat penurun tekanan darah tinggi, tranquilizer (penenang) dan gangguan pada sistem sirkulator (Yunita, 2011).
Peranan tanaman ini sangat besar, karena manfaatnya dapat digunakan sebagai obat, tanaman ini kini merupakan tanaman langka. Sulandjari (2008) menyatakan bahwa Pule pandak (Rauvolfia serpentina) tanaman obat yang telah dinyatakan langka karena pengambilannya secara langsung di habitatnya tanpa memperhatikan daya regenerasinya. Selain karena pengambilan yang tidak memperhatikan, perbanyakan tanaman ini juga tergolong sulit. Yunita (2011) menyatakan bahwa tanaman ini sulit diperbanyak secara konvensional dan penyebarannya terbatas. Seperti yang telah dikatakan bahwa tanaman obat ini sulit untuk dikembangkan dengan cara konvensional maka perlu adanya suatu perlakuan untuk tetap dapat mengembangkan tanaman ini agar tidak punah sehingga potensi yang dimilikinya dapat tetap dapat dimanfaatkan.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan oleh peneliti dalam mengkultur jaringan tanaman Pulai Pandak adalah dengan melakukan induksi tunas. Tahapan alur pelaksanaan digambarkan dalam diagram di bawah ini:
Penyediaan bahan eksplan
Rauwolfia serpentina disubkulturkan pada media MS (Murashige and Skoog) dengan menambahkan ZPT BAP 0,1mg/l. Penggunaan BAP karena dalam kultur Pulai Pandak yang akan ditumbuhkan adalah tunas. BAP adalah sitokonin sintesis. Nisak (2012) menyatakan bahwa sitokinin yang sering digunakan dalam kultur jaringan adalah BAP, karena BAP lebih tahan terhadap degradasi dan harganya kebih murah. pH media dibuat 5,8 dan disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121°C selama 15 menit. Setelah berumur 2 bulan sudah dapat disebut eksplan, dan bagian yang akan dikulturkan adalah batang dan daun. Daun dipotong segi empat dengan ukuran ± 0,7 cm x o,7 cm dan batang yang digunakan ialah internodul panjang ± 0,7 cm dan bagian nodul dibuang (Yunita, 2011).
Induksi tunas
Penanaman eksplan pada media MS yang telah ditambah BAP dengan konsentrasi 0,0; 0,1; 0,3 mg/l dikombinasikan dengan 2ip pada konsentrasi 0, 1, 2 mg/l dengan 30 pengulangan. 2iP merupakan ZPT yang tergolong ke dalam sitokinin yang berperan sebagai promotor dalam pembentukan jaringan (Yunita, 2011).
Multiplikasi tunas
Tunas yang dihasilkan dipindahkan ke media multiplikasi yakni media MS yang ditambah BAP 0,0; 0,5 mg/l dan dikombinasi dengan Thidiazuron 0,0; 0,1; 0,2 dan 0,3 mg/l dengan 30 kali pengulangan.
Induksi tunas
Tunas yang tingginya ± 5 cm lalu dipindahkan ke media MS dengan penambahan auksin IBA pada konsentrasi 0,0; 0,5; 1,0; 1,5; 2,0;2,5;3,0 mg/l. Penambahan diperlukana untuk pembentukan klorofil, pertumbuhan kalus, suspensi sel morfogenesis akar dan tunas (Ardiana, 2010).
Aklimatisasi planlet
Planlet dipindahkan dari botol dengan perlakuan yang berbeda yakni ditanam pada kompos (1), tanah (2), kompos+pasir (3), tanah+pasir (4), tanah+kompos (5), tanah+kompos+pasir (6). Masing-masing dengan 20 kali pengulangan.
Hasil
Induksi tunas
Berdasarkan hasil yang dipaparkan dalam jurnal, eksplan dari batang dapat membentuk tunas dengan persentase 100% kecuali pada perlakuan 0,1 mg/l BAP+ 1 mg/l 2iP yang hanya 60%, sedangkan eksplan dari daun persentase tumbuh tunas lebih rendah. Pada perlakuan 0,3 mg/l BAP+ 1 mg/l 2iP dan 0,3 mg/l BAP+ 2 mg/l 2 iP barulah persentase eksplan daun menghasilkan tunas 100% (pada minggu ke-10 setelah masa tanam). Pada perlakuan media MS yang dikombinasikan dengan 0,3 mg/l BAP dan 2 mg/l iP memberikan hasil rataan jumlah tunas yang lebih tinggi.
Multiplikasi tunas
Dari hasil yang dipaparkan terlihat bahwa pemberian thidiazuron secara tunggal memiliki kemampuan lebih tinggi dari pemberian BAP secara tunggal dalam meningkatkan kemampuan tunas bereplikasi. tetapi pemberian thidiazuron dan BAP secara bersamaan mampu meningkatkan kemampuan multiplikasi tunas daripada pemberian secara tunggal. Konsentasi yang menghasilkan tunas secara optimum adalah 0,5 mg/l BAP dan 0,2 mg/l thidiazuron.
Induksi perakaran
Dari hasil yang dipaparkan pemberian IBA yang memberikan hasil optimum untuk induksi perakaran adalah pada konsentrasi 1,0 mg/l, sedangkan peningkatan konsentrasi IBA lebih dari 1,0 mg/l menghambat pembentukan akar. Ardiana (2010) menyatakan bahwa pemberian IBA konsetrasi tinggi akan menghambat pemanjangan akar, sedangkan konsentrasi yang lebih rendah menghasilkan akar yang lebih panjang.
Aklimatisasi planlet
Dari hasil yang dipaparkan didapatkan bahwa kemampuan planlet untuk tumbuh berkisar 25-80% dan kemampuan tumbuh tertinggi yakni 80% pada perlakuan kompos+tanah.
Simpulan
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pada tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina) eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah pada ruas batang yang dikultur pada media MS+ 0,3 mg/l BAP+ 1 mg/l 2iP. Media untuk multiplikasi adalah MS+ 0,5 mg/l BAP+ 0,1 mg/l thidiazuron. Induksi perakaran pada media MS+ 1 mg/l IBA, dan pada tahap aklimatisasi pada perlakuan kompos+tanah.
Daftar Pustaka
Ardiana, Dwi Wahyuni dan Ida Fitrianingsih. 2010. Teknik Kultur Jaringan Tunas Pepaya dengan Menggunakan Beberapa Konsetrasi IBA. Buletin Teknik Pertanian Vol. 15 No. 2: 52-55. Solok: Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika.
Atun, Sri. 2010. Pemanfaatan Bahan Alam Bumi Indonesia Menuju Riset yang Berkualitas Internasional. Seminar Nasional Kimia 2010.
K, Nisak dkk. 2012. Pengaruh Konsetrasi ZPT NAA dan BAP pada Kultur Jaringan Tembakau Nicotiana tabacum var. Prancak 95. Jurnal Sains dan Seni Pomits Vol. 1 No. 1: 1-6. Surabaya: Jurusan Biologi FMIPA ITS.
Sulandjari. 2008. Hasil Akar dan Reserpina Pule Pandak (Rauvolfia serpentina Benth.) pada Media Bawah Tegakan Berpotensi Alelopati dengan Asupan Hara. Biodiversitas Vol. 9 No. 3: 180-183. Solo: Fakultas Pertanian UNS.
Yunita, Rossa dkk. 2011. Perbanyakan Tanaman Pulai Pandak (Rauwolfia serpentina L) dengan Teknik Kultur Jaringan. Jurnal Natur Indonesia 14 (1). Bogor: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian.
Penyediaan bahan eksplan
Induksi tunas
Multiplikasi tunas
Induksi perakatan
Aklimatisasi planlet