TUGAS MATA KULIAH KONSERVASI DAN REHABILITASI SUMBERDAYA ALAM DAN LINGKUNGAN
REVIEW JURNAL LAND REHABILITATION METHODS BASED ON THE REFUSE INPUT : LOKAL PRACTISES OF HAUSA FARMERS AND APPLICATION OF INDIGENOUS KNOWLEGDE IN THE SAHELIAN NIGER PROGRAM STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA
OLEH ENDAH KARTIKA SUSANTI
NIM CFA : 214.006
YUSTANI LELUNO
NIM CFA : 214.024
YULIET TITA
NIM CFA : 214.025
PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PALANGKA RAYA PALANGKA RAYA 2015
i
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas karunia- Nya penyusun dapat menyelesaikan review jurnal berjudul
“ LAND
REHABILITATION METHODS BASED ON THE REFUSE INPUT : LOKAL PRACTISES OF HAUSA FARMERS AND APPLICATION OF INDIGENOUS KNOWLEGDE IN THE SAHELIAN NIGER ”. Tulisan ini mengupas secara garis
besar mengenai penggunakan masukan sampah dalam upaya rehabilitasi lahan dengan mempergunakan pengetahuan dan praktek yang dilakukan petani Hausa yang merupakan penduduk yang berada di areal Sahel Nigeria. Akhir kata penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan tugas kelompok ini. Semoga review ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Palangka Raya,
i
November 2015
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii 1. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1 2. TUJUAN PENELITIAN ............................................................................ 3 3. LOKASI PENELITIAN ............................................................................. 4 4. METODE PENELITIAN ........................................................................... 4 5. HASIL PENELITIAN .............................................................................. 10 6. KESIMPULAN ......................................................................................... 16
ii
Judul Jurnal
:
Land Rehabilitation Methods Based on the Refuse Input : Lokal Practises of Hausa Farmers and Applicatio n of Indigenous Knowlegde in the Sahelian Niger
Jurnal
:
Pedologist (2012)
Volume dan Halaman
:
Halaman 466 - 489
Tahun
:
2012
Penulis
:
Shuichi Oyama Graduate School of Asian and African Area Studies, Kyoto University
METODE REHABILITASI LAHAN MENGGUNAKAN MASUKAN SAMPAH (REFUSE INPUT) : PRAKTEK DAN PENERAPAN PENGETAHUAN MASYARAKAT LOKAL PETANI HAUSA, DI SAHEL AREA, NIGERIA
1. LATAR BELAKANG
Degradasi lahan dan penggurunan mengakibatkan kegagalan panen, kekurangan pangan dan kekurangan gizi pada negara-negara yang berada pada daerah yang disebut area Sahel. Sahel ialah zona perbatasan di Afrika antara Sahara ke utara dan daerah yang lebih subur di selatan meliputi (barat ke timur) utara Senegal, utara Mauritania, bagian tengah Mali, utara Burkina Faso, ujung selatan of Algeria, Niger, ujung utara Nigeria, bagian tengah Chad, tengah dan selatan Sudan, and utara Eritrea Negara – negara Sahel mengalami krisis kekeringan pada tahun 1972 – 1974. Hal ini mengakibatkan kekeringan, berkurangnya persediaan makanan, tidak memadai manajemen ternak, degradasi lingkungan, dan berkurangnya pendapatan tiap rumah tangga (Mortimore dan Adams 2001). Hal ini yang membuat negara-negara Sahel melakukan berbagai upaya untuk melestarikan
1
tanah, melindungi sumber daya alam dan melakukan pembangunan untuk mengurangi kemiskinan. Salah satu konsep besar yang dilakukan adalah greenbelt yaitu membuat perkebunan atau menanami pohon-pohon sebagai cincin-pagar bagi daerah pemukiman untuk melindungi kota dari serbuan pasir. Proyek Greenbelt memiliki 5 tujuan yaitu :
(1) melindungi tanah terhadap serbuan pasir, (2)
melawan erosi dan meningkatkan hasil panen produksi, (3) menghasilkan kayu bakar
dan
mengurangi
tekanan
pada
hutan
alam
yang
ada,
(4)
mengembangkandanmengelolahutan alam, dan (5) pasokan pakan untuk peternakan (Sahara dan Sahel Observatory 2008). Pada bulan September 2011, Uni Eropa dan Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa (FAO) memutuskan untuk memberikan dukungan dana sebesar € 1.750.000 untuk proyek ini agar dapat mengadopsi sistem yang lebih tepat secara ekologis dan berkelanjutan secara sosio ekonomi, sehingga dapat langsung dimanfaatkan oleh penguna air dan tanah lokal
melalui identifikasi dan meningkatkan praktek
managemen tanah yang baik (Europaafrica.net 2011). Kegiatan utama negara-negara di wilayah Sahel adalah budidaya pertanian dan penggembalaan. Tanaman utama adalah jagung ( Zea mays) dan singkong (Mahnichot exculenta) di bagian selatan, sorgum (Sorghum bicolor ) di bagian tengah, dan mutiara millet atau Penisetum glaucum) di bagian utara. Hujan hanya turun terbatas.di pinggiran Sahara dan areal pertanian. Masyarakat penggembala banyak memelihara ternak dan hidup berpindah bersama ternak mereka. Terdapat budaya tukar menukar hasil pertanian dan hasil ternak antara masyarakat penggembala dengan petani dengan sistem tertentu. Dimana masyarakat penggembala akan berdiam di ladang para petani untuk selama beberapa minggu atau bulan. Selain itu ternak dari penggembala akan menghasilkan kotoran dan para petani melihat hal tersebut baik untuk perbaikan kesuburan tanah di ladang mereka (Harris 1999; Shinjo et al 2008.). Daerah Sahel mempunyai pertumbuhan penduduk yang tinggi. Senegal memiliki peningkatan dari 2,4% per tahun, Mali memiliki 3,3%, Burkina Faso
2
memiliki 2,8%, dan Niger, 3,7% (United Nations2010). Pertumbuhan penduduk yang tinggi berpengaruh pada budidaya pertanian dan ternak yang mengakibatkan adanya tekanan pada lingkungan. Peningkatan penduduk yang cepat,
teknologi
rendah
pada
pertanian
dan
penggembalaan
dianggap
menyebabkan degradasi lahan di wilayah Sahel (Ayatunde 2000; Mortimore dan Turner 2005; Tschakert 2007). Gritzner (1988) membuat 7 usulan mengatasi degradasi lingkungan yang terjadi di area Sahel, yaitu : (1) penanaman dengan memanfaatkan wadi (sungai/irigasi
musiman)
(2)
Stabilisasi
bukit
pasir
dan
pemulihan
tanaman/pohon pada daerah hutan, (3) membangun sabuk untuk perlindungan dan sistem pemanfaatn energi yang modern di daerah perkotaan/pemukiman, (4) rehabilitasi daerah pinggiran kota, (5) konservasi spesies yang terancam punah dan area khusus bagi pengembangan keanekaragaman hayati, (6) mengalihkan kelebihan air sungai ke dalam suatu daerah cekungan agar dapat ditampung dan (7) meningkatkan pengelolaan hutan alam. Penelitian menunjukkan bahwa kesadaran warga setempat terhadap degradasi lahan konsisten dengan perkembangan informasi ilmiah mengenai ilmu tanah (Hayashi et al 2000a, 2000b;. Warren et al.2003; Oyama 2009). Artikel ini mengidentifikasi pengetahuan masyarakat adat mengenai tanah, praktek sehari-hari dan penanggulangan Petani Hausa terhadap degradasi tanah, dan untuk meneliti efek pemulihan tanaman setelah diberikan hasil sampah dosmestik dengan praktek percobaan insitu untuk selanjutnya mengembangkan metode rehabilitasi dan sistim pemeliharaan lahan.
2. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk : a.
Identifikasi pengetahuan masyarakat lokal (pribumi) di daerah Sahel, Nigeria dalam praktek sehari-hari dan cara penanggulangan yang dilakukan oleh
petani
Hausa
untuk
mengatasi
3
masalah
degradasi
lahan
b.
Menguji kemampuan pemulihan tanaman akibat dampak dari praktek pemMasukan Sampah (refuse input) perkotaan dengan penelitian setempat
c.
Mengembangkan metode rehabilitasi lahan dan sistem pemeliharaan lahan yang berkelanjutan
d.
Menjelaskan dampak kegiatan revegetasi akibat hasil Masukan Sampah (refuse input) perkotaan pada lapisan sedimen padat yang terjadi di lahan yang terdegradasi.
3. LOKASI PENELITIAN
Lokasi Penelitian adalah pada kota Dogondoutchi, Departemen Dosso, Nigeria, mempunyai altitude 240 dengan jumlah populasi 310 orang dan 60 rumah tangga (tidak termasuk para penggembala Fulbe dan Tuareg nomaden) pada tahun 2010. Penulis mengukur curah hujan mempergunakan Climatec Inc, CTK15PC pada periode juni – september, suhu udara dan angin sejak 2008. kota Dogondoutchi mengalami musim kemarau selama 8 bulan dari Oktober – Mei dengan temperatur maximum 35oC dan minimum pada 20oC. Wadi atau sungai musiman mengalir dari timur ke barat pada area utara dan selatan desa, sungai mengalir
sesaat
setelah
terjadi
hujan.
Tipe
tanah
adalah
Areanosols
(FAO/UNESCO 1971) yang merupakan tanah berpasir dengan kandungan bahan organik dan nitrogen yang buruk.
4. METODE PENELITIAN
Penelitian ini berlangsung selama 3 tahun yaitu sejak bulan Agustus 2008 sampai dengan November 2011 pada lahan yang telah terdegradasi seluas 45 x 50 meter dengan kemiringan lahan sebesar 3 0 arah timur ke barat. Pada area penelitian tersebut disiapkan 5 plot dengan ukuran masing-masing 4 x 30 meter dengan rincian :
Plot 1, tidak diisi dengan hasil Masukan Sampah (refuse input)
4
Plot 2, berisi 600 kg hasil Masukan Sampah (refuse input) (5 kg/m 2)
Plot 3, berisi 1.200 kg hasil Masukan Sampah (refuse input) (10 kg/m 2)
Plot 4, berisi 2.400 kg hasil Masukan Sampah (refuse input) (20 kg/m 2)
Plot 5, berisi 5.400 kg hasil Masukan Sampah (refuse input) (45 kg/m 2) Isian Masukan Sampah (refuse input) tersebut diangkut dengan traktor dari
Kota Dogondoutchi yang berjarak 7 km dari desa tempat penelitian dilakukan. Masukan Sampah (refuse input) ini terdiri dari pasir, residu tanaman dari pakan ternak, kotoran hewan, tas plastik bekas, pakaian dan sandal bekas, pot dan piring pecah (Gambar 1.)
Untuk selanjutnya dalam memperhitungkan
penggunaan selanjutnya, penulis tidak menggunakan sampah non organik dalam masukan sampah. Penelitian dilakukan pada tiga titik sampel acak dari Masukan Sampah (refuse input) yang tersebar di plot. Data curah hujan, temperatur udara, kelembaban udara, kelembaban tanah (kadar volume air) diambil dengan interval waktu setiap 1 jam yang secara otomatis direkam menggunakan data logger (Campbell Scientific Inc. C-CR1000). Data ini diambil selama 1.042 hari yaitu sejak tanggal 1 November 2008 sampai dengan 8 September 2011. Pada bulan Juni 2009, kedalaman tanah sampai dengan 30 cm diobservasi dan lapisan-lapisan tanah diklasifikasi berdasarkan istilah masyarakat Hausa seperti warna dan kekerasan yang diukur sebanyak 5 kali. Kekerasan tanah terbagi menjadi 5 kelompok yaitu loose, soft, slightly hard, hard, dan very hard . Kemudian pada bulan November 2009, lapisan tanah diobservasi, kekerasan tanah diukur dan sampel tanah diambil lagi. Hal ini diulangi kembali pada November 2010 dan November 2011. Sampel tanah yang diambil kemudian diseragamkan ukurannya yaitu 2 mm mesh dan disimpan pada wadah kedap udara untuk dikirim ke Jepang. Pada sampel tanah dianalisis data sebagai berikut :
pH (menggunakan metode glass electrode) konduktivitas elektrik (menggunakan alat specific conductivity meter)
5
total karbon dan total nitrogen (menggunakan metode dry combustion)
ketersediaan fosfat (menggunakan metode Bray no.2 dengan ultraviolet spectrophotometer )
Gambar 1. Lima Plot percobaan: (a) Plot 1 (no refuse), (b) Plot 2 (5 kg/m2), (c) Plot 3 (10 kg/m2), (d) Plot 4 (20 kg/m2), (e) Plot 5 (45 kg/m2)
6
5. HASIL PENELITIAN
A. Pengetahuan lokal terhadap degradasi dan rehabilitasi tanah Petani di Hausa mengenali perubahan kondisi tanah mereka dari hasil budidaya jawawut (Oyama 2009). Tanah di Hausa membagi sistem klasifikasi tanah menjadi 3 yaitu sebagai berikut : 1) Kasa (Tanah dengan kandungan organik tinggi)
0 – 3 cm (kasa taki), tanah kaya dengan struktur aggregat dan tingkat porositas yang tinggi, tingkat keasaman rendah dan mengandung banyak nutrisi tanah.
3 – 12 cm ( Kasa gara), tanah dengan ciri jumlah lubang rayap yang banyak dan kandungan nutrisi tanah yang buruk
12 – 30 cm ( foko), merupakan lapisan tanah lempung yang padat
2) Leso, merupakan tanah tipe kasa yang berubah menjadi leso setelah beberapa tahun digunakan untuk budidaya jawawut tanpa pemupukan.
0 - 9 cm (leso), mempunyai struktur agregat tanah pasiran berwarna putih atau orange pucat dengan kandungan sedikit lempung dan lanau, mempunyai kandungan nutrisi tanah yang buruk.
9 - 30 cm ( foko), dibawah leso ditemukan lapisan tanah berwarna coklat kemerahan yang padat berpasir.
3) Foko, setelah beberapa tahun tanah digunakan untuk budidaya tanpa pemeliharaan, maka akan terjadi erosi oleh angin dan air yang mengakibatkan erosi pada topsoil dan lapisan sedimen yang padat muncul, yang disebut sebagai Foko. Foko mempunyai kandungan pasir kuarsa (87,1%), Al2O3 (8,9%) dan keasaman tanah 1,6% dengan kandungan nutrisi yang sangat buruk
0 - 5 cm ( foko)
10 - 30 cm ( foko)
7
Menurut penduduk Hausa, tanah yang telah mengalami degradasi menjadi leso dan foko dapat dipulihkan dengan cara memberikan tambahan bahan buang sampah rumah tangga (taki) seperti sisa makanan ternak, batang pearl millet (jawawut), kotoran ternak bahkan sisa baju dan sandal vinyl bekas. Penduduk Hausa juga menyadari pentingnya aktivitas biologi dari rayap pada tanah ( gara) dalam melakukan dekomposisi bahan buang sampah dan bahan organik terutama sisa tanaman dan kotoran ternak merupakan bahan yang disukai rayap.
B. Masukan Sampah (refuse input) dan Pemulihan Produksi tanaman Plot 1 tanpa masukan sampah menunjukkan tidak memperlihatkan
adanya perubahan ataupun pertumbuhan tanaman dalam 3 tahun. Plot 2 diberi masukan sampah sebanyak 600 kg (5kg/m2) memiliki 16 spesies tanaman dengan berat 310g (25,83 kg / ha) setelah satu tahun (Tabel 2-1). Spesies tanaman yang dominan adalah bayam atau Amarantus spp. (8.00 kg / ha), Borreriaradiata dan B. stachydea (6,58 kg / ha), dan pearl millet atau Pennisetum glaucum (3,83 kg / ha). Setelah 2 tahun, tanaman berkurang menjadi 4 spesies dan pertumbuhan yang kecil, dengan berat 34 g (2,83 kg/ha) yaitu Digitaria longiflora (1,25 kg / ha), B. radiata dan B. stachydea (0,67 kg / ha) dan Zornia glochidiata. Setelah 3 tahun, tidak ada pertumbuhan tanaman. Plot 3 diberi masukan sampah sebanyak 1.200 kg (10kg / m 2), setelah
satu tahun terdapat 16 spesies tanaman dengan berat 4.003 g (333,58 kg/ha). Spesies tanaman dominan adalah millet mutiara atau P. glaucum (241,08 kg / ha), Jaquemontia tamnifolia (50,83 kg / ha) dan Amaranthus spp (15,67kg / ha). Setelah 2 tahun, tersisa 12 spesies tanaman seberat 1.002 g (83,50 kg / ha) spesies yang dominan adalah Z. glochidiata (30,17 kg / ha), Polycarpacea linearifolia (14,33 kg / ha), dan D. Longiflora (12,25 kg/ha). Enam spesies tanaman, seperti P. Lineariflora (14,33 kg / ha), Gynandropsis gynandra (5.33 kg / ha), B. Radiate dan B. Stachydea (4,92 kg/ha) dan Brachiaaria xantholeuca
8
(3,00 kg/ha) hanya terlihat pada tahun kedua saja. Pada tahun ke tiga hanya terdapat 3 species dengan berat 535 g (44,58 kg/ha) seperti Z. glochiata (36.92 kg/ha), B. Radiata dan B. stachydea (5.83 kg/ha), serta Balanites aegyptiaca (1.83 kg/ha). Plot 4 diberi masukan sampah sebanyak 24.000 kg (20 kg/m2) memiliki
banyak spesies tanaman yang tumbuh. Setelah satu tahun, terdapat 35 spesies dengan berat 59.547 g (4962,25 kg /ha). Spesies tanaman dominan yang millet mutiara ( P. gluacum) seberat 4.257,17 kg/ha, Hibiscus sabdariffa (225,50 kg / ha), dan B. radiata dan B. stachydea (166,08 kg/ha). Setelah dua tahun terdapat 17 spesies dengan berat 37.903 g (3.158,58 kg/ha). Berat mutiara millet menurun menjadi 0,6% dari total di 18,33 kg/ha. Spesies tanaman yang dominan adalah B. radiata dan B. stachydea (1.235,83 kg/ha), H. bdariffa (785,25 kg/ha), dan Indigofera prieureana (595,83 kg/ha). Lima spesies yaitu B. aegyptiaca, Ipomoea vegan, Z. glochidiata, dan dua spesies yang tidak diketahu baru berkecambah setelah dua tahun. Setelah tiga tahun, spesies tanaman tersisa 16 spesies dengan berat 15.674 g (1.306,17 kg/ha). Di antaranya yang dominan yaitu B. radiata dan B. stachydea (714,25 kg/ha), Schizachyrium exile (231,25 kg/ha), I. priureana (173,50 kg/ha). Enam spesies tanaman (Cassia obtusifolia, Indigofera astragalina, Aristida mutabilis, Pennisetum pedicellatum, Gymnospria senegalensis, satu tidak diketahui) baru berkecambah setelah tiga tahun. Plot 5 diberi masukan sampah sebanyak 5.400 kg (45 kg/m2) terdapat
17 spesies tanaman dengan berat total 43.847 g (3.653,92 kg/ha) setelah satu tahun. Di antaranya, millet mutiara (3.496,42kg / ha), S. exile (51,00 kg/ha) dan B. radiata dan B. stachydea (38,08 kg/ha). Dua tahun kemudian, spesies tanaman dihitung dan terdapat 18 spesies dengan berat 10.800 g (900.00 kg/ha). Berat mutiara millet menurun menjadi 7,2% dari total berat 64,58 kg / ha. Spesies tanaman yang dominan adalah I. preuriana (370,83 kg/ha), B. radiata dan B. stachydea (128,50 kg/ha), dan S. exile (83,75 kg/ha). Sembilan spesies hanya terlihat setelah dua tahun yaitu I. preuriana, G. gynandra, D.
9
longiflora, Acanthospermum hispidum, Alysicarpus rugosus, Celosiatrigyna, Sesamum alatum, Cymbopogon giganteus , dan Tephrosia purpurea. Setelah tiga tahun, spesies tanaman menjadi 13 dengan berat 9.099 gr (758,25 kg/ha). Yang dominan adalah I. preuriana (211,08 kg/ha), B. radiata dan B. stachydea (197,92kg/ha), dan S.exile (119,50 kg/ha). Tidak ada mutiara millet terlihat setelah tiga tahun seperti dalam Plot 4. Setelah tiga tahun, tiga spesies baru berkecambah: Indigofera tinctoria, Brachiaria xantholeuca, dan Zornia glochidiata. Wawancara
dengan
penggembala
Fulbe
dan
petani
Hausa
mengungkapkan bahwa Plot 2 dan 3 tidak memiliki cukup pertumbuhan tanaman karena menjadi lapangan penggembalaan, namun untuk pertumbuhan di Plot 4 dan 5 cukup sampai pada tahun ketiga setelah mendapat masukan sampah (refuse input).
Ini berarti diperlukan setidaknya 20kg/m2 masukan
sampah untuk pemulihan tanaman, dari sudut pandang dari penggembala dan petani.
C. Masukan Sampah (refuse input) dan Pemulihan Tanah Tiga titik sampel pada sampah bersifat basa lemah dengan pH 8,6 – 8,9 dan electrical conductivity (EC) 939 – 1.325 µS/cm, kaya kandungan mineral garam dan berisi kandungan nitrogen, karbon dan fosfat yang tinggi. Pada bulan Agustus 2008 penelitian pada 5 plot dimulai dan diperoleh data mengenai kemampuan tanah untuk memulihkan dirinya, yaitu sebagai berikut :
Plot 1 tidak diisi dengan Masukan Sampah (refuse input) sama sekali. Kategori kekerasan tanahnya adalah very hard, bersifat asam kuat dengan pH 4,5 dan EC rendah yaitu 41 – 88 µS/cm, berisi sedikit kandungan garam, nitrogen, karbon dan fosfat. Sehingga tidak sesuai sebagai media bagi tanaman.
Plot 2 berisi Masukan Sampah (refuse input) dengan ketebalan 0,5 – 1 cm. Setelah 7 bulan kemudian, tanah berisi beberapa kandungan organik dan
10
ditemui banyak lubang-lubang rayap. Setelah 36 bulan (3 tahun) kemudian dan mengalami erosi angin serta erosi air menghilangkan topsoil dan degradasi lahan pun berlanjut.
Plot 3 berisi Masukan Sampah (refuse input) dengan ketebalan 1,5 cm. Setelah 7 bulan kemudian, tanah berisi kandungan organik, kandungan mineral garam, nitrogen, karbon dan fosfat yang tinggi. Tanah bersifat netral dengan pH 6,9. Tetapi setelah 2 tahun kemudian, terlihat penurunan kandungan organik dan degradasi lahan pun berlanjut.
Plot 4 berisi Masukan Sampah (refuse input) dengan ketebalan 2 cm. Setelah 7 bulan kemudian, tanah berisi kandungan organik, kandungan mineral garam, nitrogen, karbon dan fosfat yang tinggi dan tanah bersifat netral dengan pH 7,6. Tetapi setelah 24 bulan (2 tahun) ditemukan erosi dan rayap
pada dekomposisi kandungan organik dan penurunan
kandungan organic, sehingga degradasi lahan pun berlanjut.
Plot 5 berisi Masukan Sampah (refuse input) dengan ketebalan 4 cm. Setelah 7 bulan kemudian, tanah berisi kandungan organik, kandungan mineral garam, nitrogen, karbon dan fosfat yang tinggi dan tanah bersifat netral dengan pH 7,4. Karena volume Masukan Sampah (refuse input) yang diisi pada plot 5 ini banyak sehingga tiupan angin menjadi terperangkap dan terakumulasi dan ini mengakibatkan manure sand (foko raka dalam istilah Hausa atau berarti permukaan tanah yang mengalami degradasi) tidak berkurang secara drastis.
11
Gambar 2. Pertumbuhan tanaman setelah 2 tahun diberikan masukan sampah (Refuse Input) (August 2010): (a) Plot 1 (no refuse), (b) Plot 2 (5 kg/m2), (c) Plot 3 (10 kg/m2), (d) Plot 4 (20 kg/m2), (e) Plot 5 (45 kg/m2)
D. Masukan Sampah (refuse input) dan kelembaban tanah Penulis membandingkan kelembaban tanah untuk 5 plot dengan atau tanpa tambahan Masukan Sampah (refuse input) pada kedalaman 5 cm. Pada plot 3,4,5 dengan
tambahan Masukan Sampah (refuse input) lebih dari
10kg/m2 kelembaban tanah lebih tinggi dibanding plot 1 tanpa tambahan Masukan Sampah (refuse input). Plot 2 dengan tambahan Masukan Sampah (refuse input) sebanyak 5 kg/m2 kelembaban tanah lebih rendah dari plot 1.
12
Jumlah tambahan Masukan Sampah (refuse input) yang tidak signifikan (5kg/m2) tidak akan menghasilkan infiltrasi kelembaban ke dalam tanah. Kecendrungan pola ini juga terjadi pada percobaan pada kedalaman 20 cm. Tambahan Masukan Sampah (refuse input) meningkatkan porositas tanah sejalan dengan aktivitas rayap yang mendukung infiltrasi air hujan dan menyimpannya dalam tanah. Peningkatan infiltrasi air akibat air hujan dianggap sama untuk setiap plot dan diukur sebelum hujan turun dan sesudah hujan berhenti. Dalam 3 tahun pengamatan (2009, 2010 dan 2011) tanah ini tetap mengalami degradasi lahan saat musim penghujan. Tambahan Masukan Sampah (refuse input) 10kg/m2 dapat meningkatkan penyerapan air hujan tapi hanya untuk satu tahun karena curah hujan yang tidak sama, sehingga diperlukan pengamatan
yang
lebih
detil.
Tetapi
menurut
penulis
berdasarkan
pengamatannya tambahan Masukan Sampah (refuse input) 20kg/m2 dapat memberikan hasil yang baik dan memperlambat degradasi lahan.
E.
Diskusi 1) Filosofi penggunaan Masukan Sampah urban (refuse input) untuk rehabilitasi lahan dan sistim pemeliharaan lahan Ada perbedaan pendapat antara para ilmuwan dan para petani mengenai keuntungan dari penggunaan bahan organik dan ide menggunakan sampah perkotaan (urban) oleh petani Hausa dalam rehabilitasi lahan. Perlu diketahui bahwa Hausa berada di area dengan iklim semiarid yang mempunyai iklim kering dan curah hujan yang tidak menentu sekitar 700 mm pertahun. Masyarakat Hausa menyadari bahwa ladang mereka rentan terhadap degradasi lahan dan tidak berdiam diri menghadapi kondisi yang parah. Saat mereka menyadari kesuburan tanah menurun, mereka kemudian melakukan perjanjian dengan penggembala Fulbe dan
13
masyarakat nomaden Tuareg untuk tinggal di tanah mereka untuk mendapatkan keuntungan dari kotoran ternak Fulbe dan Tuare g. Namun pada tahun 1960an, dibuka jalan yang memperluas daerah selatan Nigeria dan pasar banyak dibuka sepanjang jalan yang dibangun. Hal ini menyebabkan siklus bahan organik di ladang masyarakat Hausa mengalami gangguan dan penurunan hasil ladang, walaupun mereka mendapatkan keuntungan karena dapat menjual hasil ladangnya. Tingkat
pertumbuhan
penduduk
dan
pembangunan
yang
tinggi
mempunyai dampak yaitu menghasilkan buang sampah yang tidak tertangani dengan baik sehingga menimbulkan dampak lain yaitu munculnya penyakit seperti tifus dan kolera, di lain pihak area pertanian tidak mendapat cukup bahan organik dan terjadi penurunan bahan hara pada tanah sehingga terjadi penurunan produksi pertanian. Penulis berpendapat
bahwa
permasalahan
terletak
pada
adanya
ketidakseimbangan dalam siklus bahan hara dan menyatakan bahwa masukan sampah merupakan suatu keuntungan yang dapat digunakan untuk memperbaiki penurunan kualitas tanah pertanian dan dapat dipergunakan sebagai bahan rehabiltasi dan pemeliharaan tanah.
2) Kombinasi 7 efek dari masukan sampah perkotaan pada rehabilitasi lahan. Penelitian mengungkapkan bahwa masukan sampah urban pada lahan yang terdegradasi akan meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui 7 faktor berikut : Bahwa tanah dengan tipe Arenosols rentan mengalami kerusakan akibat erosi air dan angin (Bleich and Hammer, 1996). Tetapi gundukan yang rendah dengan elevasi topografi yang datar akan membantu menahan pasir dan bahan organik yang ada. (1) Petani Hausa menggunakan sandal plastik, tas, panci dan pecahan piring untuk disebarkan pada ladang karena tidak mudah ter-dekomposisi dan dimakan rayap sehingga akan
14
menahan tanah dari tiupan angin lebih lama dibandingkan bahan organik. Selanjutnya Penulis mempertimbangkan efek dari aktivitas rayap (2) yang disebabkan oleh masukan sampah yang menghasilkan perlindungan bagi bahan organik yang terkosentrasi dan rayap juga meningkatkan sejumlah kecil bahan lanau dan lempung dan mencampurnya dengan pasir yang tertiup angin. Lubang kecil (3) yang dihasilkan rayap membuat air hujan dapat masuk dan mengisi lapisan-lapisan sedimen tanah dan terbentuk struktur aggregat tanah (4) yang menghasilkan gundukan-gundukan yang porous dan menjadi media bagi akar tanaman, serta mengandung oksigen dan lembab sehingga tanaman dapat tumbuh. Sampah urban dan kotoran ternak bersifat netral sampai basa (5) dan dapat menertalkan keasaman tanah yang mengalami degradasi, menambah nutrisi pada tanah (6) dan sampah urban mengandung banyak benih dari bahan yang dapat dimakan (7) termasuk Pearl millet, Hibiscus subdarefa, Balanites egyptiaca, and tumbuhan yang digunakan sebagai pakan ternak.
Gambar 3. Tujuh efek dari masukan sampah perkotaan dalam upaya rehabilitasi tanah dan penggurunan ( desertification).
15
6. KESIMPULAN
Jurnal ini menggambarkan secara detil hasil percobaan selama 3 tahun untuk mengidentifikasi perubahan tanah dan regenerasi tanaman yang tumbuh. Percobaan memperlihatkan bahwa sampah urban dapat digunakan untuk mempersiapkan tanah untuk selanjutnya digunakan sebagai ladang millet (Jawawut). Namun tanah dan pertumbuhan tanaman dapat menjadi buruk setelah beberapa tahun berikutnya karena penipisan sumber hara melalui aktivitas rayap, penggembalaan oleh manusia dan erosi baik oleh air dan angin, sehingga untuk menjaga produktivitas tanaman dan kualitas tanah diperlukan masukan sampah yang terus menerus untuk mengimbangi penipisan nutrisi tanah.
16