REFERAT
Alat Bantu Pendengaran
Pembimbing:
dr. Kotë Noordhianta, Sp. THT-KL, M.Kes
Disusun Oleh:
Tegar Kharisma (2015-061-146)
Kepaniteraan Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta RSUD Syamsudin, S.H., Sukabumi Periode 10 Juli – 5 5 Agustus 2017
BAB I PENDAHULUAN Komponen panca indra pada manusia sangat penting dalam kelangsungan hidup manusia itu sendiri, termasuk telinga dengan fungsi pendengaran dan keseimbangan. Pendengaran yang baik merupakan salah satu kebutuhan hidup yang sangat penting bagi kita. Jika kita mengalami gangguan gangguan pendengaran maka hal itu akan sangat berdampak buruk dalam kehidupan sehari-hari. Pemenuhan kualitas hidup adalah hal penting bagi orang yang menderita gangguan pendengaran beserta keluar ganya. Gangguan pendengaran adalah hilangnya sebagian atau seluruh kemampuan seseorang untuk mendengar. Gangguan pendengaran dapat disebabkan faktor seperti genetik, penuaan, terpapar suara kelas, infeksi, kelainan kongenital, trauma pada telinga dan juga paparan toksin. Seseorang dengan gangguan pendengaran yang berat dimana suara yang cukup keras tidak dapat terdengar atau yang biasanya terjadi orang tersebut sangat sulit mengerti kata-kata yang diucapkan. Dalam kasus-kasus tersebut beberapa jenis suara atau percakapan sulit untuk didengar, terutama di lingkungan suara yang bising.(1,2) Saat ini sudah tersedia teknik penanganan gangguan pendengaran yang baru dan lebih baik. Penanganan gangguan pendengaran yang efektif telah terbukti menghasilkan efek positif terhadap kualitas hidup. Setelah diketahui seorang anak menderita ketulian upaya habilitasi pendengaran harus dilaksanakan sedini mungkin. American mungkin. American Joint Commitee on Infant Hearing (2000) merekomendasikan upaya habilitasi sudah harus dimulai sebelum usia 6 bulan. Penelitian-penelitian telah membuktikan bahwa bila habilitasi yang optimal sudah dimulai sebelum usia 6 bulan maka pada usia 3 tahun perkembangan wicara anak yang mengalami ketulian dapat mendekati kemampuan wicara anak normal. (1,2,3) Pemasangan alat bantu dengar (ABD) merupakan upaya pertama dalam habilitasi pendengaran yang akan dikombinasikan dengan terapi wicara atau terapi audio verbal. Sebelum proses belajar harus dilakukan penilaian tingkat kecerdasan oleh Psikolog untuk melihat kemampuan belajar anak. Proses rehabilitasi pasien tuna rungu membutuhkan kerjasama dari beberapa pihak, antara lain dokter spesialis THT, audiologist , ahli madya audiologi, ahli terapi wicara, psikolog anak, guru khusus untuk tuna rungu dan keluarga penderita. (4,5) 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga
2.1.1. Telinga Luar Telinga luar, yang terdiri dari aurikula (atau pinna) dan kanalis auditorius eksternus, dipisahkan dari telinga tengan oleh struktur seperti cakram yang dinamakan membrana timpani (gendang telinga). Telinga terletak pada kedua sisi kepala kurang lebih setinggi mata. Aurikulus melekat ke sisi kepala oleh kulit dan tersusun terutama oleh kartilago, kecuali lemak dan jaringan bawah kulit pada lobus telinga. Aurikulus membantu pengumpulan gelombang suara dan perjalanannya sepanjang kanalis auditorius eksternus. (1,2)
Gambar 1. Pembagian telinga (1)
Tepat di depan meatus auditorius eksternus adalah sendi temporal mandibular. Kaput mandibula dapat dirasakan dengan meletakkan ujung jari di meatus auditorius eksternus ketika membuka dan menutup mulut. Kanalis auditorius eksternus panjangnya sekitar 2,5 sentimeter. Sepertiga lateral mempunyai kerangka kartilago dan fibrosa padat di mana kulit terlekat. Dua pertiga medial tersusun atas tulang yang dilapisi kulit tipis. Kanalis auditorius eksternus berakhir pada membrana timpani. Kulit dalam kanal mengandung kelenjar khusus, glandula seruminosa, yang mensekresi substansi seperti lilin yang disebut serumen. Mekanisme pembersihan diri telinga mendorong sel kulit tua 2
dan serumen ke bagian luar tetinga. Serumen nampaknya mempunyai sifat antibakteri dan memberikan perlindungan bagi kulit.
(1,2,3)
2.1.2. Telinga Tengah Telinga tengah tersusun atas membran timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi osikuli (tulang telinga tengah) dihubungan dengan tuba eustachii ke nasofaring berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
(1,2)
Gambar 2. Membran Timpani(2)
Gambar 3. Tulang-tulang Pendengaran, Kanal semisirkularis, dan Potongan Koklea(2)
3
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen, yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam. Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe. Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm, menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii te rtutup, namun dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
(1,2)
2.1.3. Telinga Dalam Telinga dalam tertanam jauh di dalam bagian tulang temporal. Organ untuk pendengaran (koklea) dan keseimbangan (kanalis semisirkularis), begitu juga kranial VII (nervus fasialis) dan VIII (nervus koklea vestibularis) semuanya merupakan bagian dari komplek anatomi. Koklea dan kanalis semisirkularis bersama menyusun tulang labirint. Ketiga kanalis semisi posterior, superior dan lateral erletak membentuk sudut 90 derajat satu sama lain dan mengandung organ yang berhubungan dengan keseimbangan. Organ ahir reseptor ini distimulasi oleh perubahan kecepatan arah dan gerakan seseorang. Koklea berbentuk seperti rumah siput dengan panjang sekitar 3,5 cm dengan dua setengah lingkaran spiral dan mengandung organ akhir untuk pendengaran, dinamakan organ Corti. Di dalam lulang labirin, namun tidak sem-purna mengisinya,Labirin membranosa terendam dalam cairan yang dinamakan perilimfe, yang berhubungan langsung dengan cairan serebrospinal dalam otak melalui aquaduktus koklearis.
(1,2)
Labirin membranosa tersusun atas utrikulus, akulus, dan kanalis semisirkularis, duktus koklearis, dan organan Corti. Labirin membranosa memegang cairan yang dina¬makan endolimfe. Terdapat keseimbangan yang sangat tepat antara perilimfe dan
4
endolimfe dalam telinga dalam; banyak kelainan telinga dalam terjadi bila keseimbangan ini terganggu. Percepatan angular menyebabkan gerakan dalam cairan telinga dalam di dalam kanalis dan merang-sang sel-sel rambut labirin membranosa. Akibatnya terja¬di aktivitas elektris yang berjalan sepanjang cabang vesti-bular nervus kranialis VIII ke otak. (1,3) Perubahan posisi kepala dan percepatan linear merangsang sel-sel rambut utrikulus. Ini juga mengakibatkan aktivitas elektris yang akan dihantarkan ke otak oleh nervus kranialis VIII. Di dalam kanalis auditorius internus, nervus koklearis (akus-dk), yang muncul dari koklea, bergabung dengan nervus vestibularis, yang muncul dari kanalis semisirkularis, utrikulus, dan sakulus, menjadi nervus koklearis (nervus kranialis VIII). Yang bergabung dengan nervus ini di dalam kanalis auditorius internus adalah nervus fasialis (nervus kranialis VII). Kanalis auditorius internus membawa nervus tersebut dan asupan darah ke batang otak. (1,5) Fisiologi fungsional jendela oval dan bulat memegang peran yang penting. Jendela oval dibatasi olehj anulare fieksibel dari stapes dan membran yang sangat lentur, memungkinkan gerakan penting,dan berlawanan selama stimulasi bunyi, getaran stapes menerima impuls dari membrana timpani bulat yang membuka pada sisi berlawanan duktus koklearis dilindungi dari gelombang bunyi oleh menbran timpani yang utuh, jadi memungkinkan gerakan cairan telinga dalam oleh stimulasi gelombang suara. pada membran timpani utuh yang normal, suara merangsang jendela oval dulu, dan terjadi jedai sebelum efek terminal stimulasi mencapai jendela bulat. namun waktu jeda akan berubah bila ada perforasi pada membran timpani yang cukup besar yang memungkinkan gelombang bunyi merangsang kedua jendela oval dan bulat bersamaan. Ini mengakibatkan hilangnya jeda dan menghambat gerakan maksimal motilitas cairan telinga dalam dan rangsangan terhadap sel-sel rambut pada organ Corti. Akibatnya terjadi penurunan kemampuan pendengaran.
(1,4)
Gelombang bunyi dihantarkan oleh membrana timpani ke osikuius telinga tengah yang akan dipindahkan ke koklea, organ pendengaran, yang terletak dalam labirin di telinga dalam. Osikel yang penting, stapes, yang menggo dan memulai getaran (gelombang) dalam cairan yang berada dalam telinga dalam. Gelombang cairan ini, pada gilirannya, mengakibatkan terjadinya gerakan membrana basilaris yang akan merangsang sel-sel rambut organ Corti, dalam koklea, bergerak seperti gelombang.
5
Gerakan membrana akan menimbulkan arus listrik yang akan merangsang berbagai daerah koklea. Sel rambut akan memulai impuls saraf yang telah dikode dan kemudian dihantarkan ke korteks auditorius dalam otak, dan kernudian didekode menjadi pesan bunyi.
Gambar 4. Organ Corti (1)
Pendengaran dapat terjadi dalam dua cara. Bunyi yang dihantarkan melalui telinga luar dan tengah yang terisi udara berjalan melalui konduksi udara. Suara yang dihantararkan melalui tulang secara langsung ke telinga dalam dengan cara konduksi tulang. Normalnya, konduksi udara merupakan jalur yang lebih efisien; namun adanya defek pada membrana timpani atau terputusnya rantai osikulus akan memutuskan konduksi udara normal dan mengakibatkan hilangnya rasio tekanan-suara dan kehilangan pendengaran konduktif. (1,2,3,6)
2.2. Fisiologi Pendengaran
Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga (pinna) dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasi getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan oval window. Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang
6
menggerakkan oval window sehingga perilimf pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimf, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia selsel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius, lalu dilanjutkan ke nukleus auditorius sampai ke korteks pendengaran (area broadmann 39-40) di lobus temporalis.(1,2)
2.3. Gangguan Pendengaran
Tuli dibagi atas tuli konduktif, tuli sensorineural serta tuli campur (mixed deafness). Pada tuli konduktif terdapat gangguan hantaran suara, disebabkan oleh kelainan atau penyakit di telinga luar atau telinga tengah. Pada tuli sensorineural kelainan terdapat pada koklea karena sedikitnya jumlah hair cell , nervus VIII atau di pusat pendengaran, sedangkan tuli campur disebabkan oleh kombinasi tuli konduktif dan tuli saraf. Tuli campur dapat merupakan satu penyakit, misalnya tumor nervus VIII (tuli saraf) dengan radang telinga tengah (tuli konduktif). Gangguan telinga luar dan telinga tengah dapat menyebabkan tuli konduktif, sedangkan gangguan telinga dalam menyebabkan tuli sensorineural, yang terbagi atas tuli koklea dan tuli retrokoklea. Sumbatan tuba eustachius menyebabkan gangguan telinga tengah dan akan terdapat tuli konduktif. Gangguan pada vena jugulare berupa aneurisma akan menyebaban telinga berbunyi sesuai dengan dunyut jantung. Antara inkus dan maleus berjalan cabang n. fasialisis yang disebut korda timpani berfungsi untuk menghantarkan impuls dari taste bud menuju ke otak. Bila terdapat radang di telinga tengah atau trauma mungkin korda timpani terjepit, sehingga timbul gangguan pengecap. Di dalam telinga dalam terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Obat-obat dapat merusak stria vaskularis, sehingga saraf pendengaran rusak, dan terjadi tuli saraf. Setelah pemakaian obat ototoksik seperti streptomisin, akan terdapat gejala gangguan pendengaran berupa tuli saraf dan gangguan keseimbangan. Jadi jenis ketulian sesuai dengan letak kelainan. Jenis ketulian yang dapat dibantu dengan alat bantu dengar adalah tipe sensorineural.
7
Derajat Gangguan Pendengaran / Ketulian Menurut ISO (1) Derajat Pendengaran
Kehilangan Pendengaran
Normal
0-25 dB
Ringan
26 – 40 dB
Sedang
41 – 55 dB
Sedang Berat
56 – 70 dB
Berat
71 – 90 dB
Sangat berat
>90 dB
2.4. Alat Bantu Dengar (Hearing Aid)
2.4.1. Komponen Alat Bantu Dengar Alat bantu dengar merupakan suatu alat elektronik yang dioperasikan dengan batere, yang berfungsi memperkuat dan merubah suara sehingga komunikasi bisa berjalan dengan lancar. Alat bantu dengar terdiri dari:
Microphone, bagian yang berperan menerima suara dari luar dan mengubah sinyal suara menjadi energi listrik, kemudian meneruskannya ke amplifier.
Amplifier, berfungsi memperkeras suara dengan cara memperbesar energi listrik yang selanjutnya mengirimkannya ke receiver.
Receiver atau loudspeaker, mengubah energi listrik yang telah diperbesar amplifier menjadi energi bunyi kembali dan meneruskannya ke liang telinga
Batere, sebagai sumber tenaga. (7,8)
8
Gambar 5. Komponen Alat Bantu Dengar (11) Berdasarkan hasil tes fungsi pendengaran, seorang audiologis bisa menentukan apakah penderita sudah memerlukan alat bantu dengar atau belum (audiologis adalah seorang profesional kesehatan yang ahli dalam mengenali dan menentukan beratnya gangguan fungsi pendengaran). Alat bantu dengar sangat membantu proses pendengaran dan pemahaman percakapan pada penderita penurunan fungsi pendengaran sensorineural. Dalam menentukan suatu alat bantu dengar, seorang audiologis biasanya akan mempertimbangkan hal-hal berikut:
Kemampuan mendengar penderita
Aktivitas di rumah maupun di tempat bekerja
Keterbatasan fisik
Keadaan medis
Penampilan
Harga. (8,9)
2.4.2. Prinsip Kerja Alat Bantu Dengar Alat Bantu Dengar bekerja seperti mic dan speaker . Mic berfungsi untuk menangkap suara dari sekitar yang kemudian akan diubah menjadi gelombang listrik,
9
lalu diamplifikasi dengan menggunakan speaker, sehingga bunyi menjadi lebih keras dan bisa didengar oleh penderita.
Gambar 6. Cara Kerja Alat Bantu Dengar
2.4.3. Klasifikasi A. Menurut sistim kerjanya Cara kerja alat bantu dengar berbeda-beda tergantung pada elektronik yang dipakai. Ada 2 tipe utama yaitu analog dan digital.
Analog Alat bantu dengar analog mengubah gelombang suara menjadi sinyal listrik, yang kemudian diperkuat. Alat bantu dengar analog / disesuaikan dirancang khusus untuk memenuhi kebutuhan setiap pengguna. Alat bantu dengar diprogram oleh produsen sesuai dengan spesifikasi yang direkomendasikan oleh audiolog. Alat bantu dengar analog memiliki lebih dari satu program atau setting. Seorang audiologis dapat memprogram bantuan menggunakan komputer, dan dapat mengubah program sesuai dengan lingkungan yang berbeda-beda, dari sebuah ruangan kecil yang sepi, restoran yang ramai, hingga area terbuka yang luas, seperti teater atau stadion. Sirkuit analog dapat digunakan di semua jenis alat bantu dengar. Alat bantu analog biasanya lebih murah daripada alat bantu digital.
10
Digital Alat bantu dengar digital mengubah gelombang suara menjadi kode numerik, mirip dengan kode biner komputer, sebelum memperkuatnya. Karena kode tersebut juga mencakup informasi tentang nada atau kenyaringan suara, bantuan tersebut dapat diprogram secara khusus untuk memperkuat beberapa frekuensi lebih banyak daripada yang lain. Sirkuit digital memberi audiolog lebih banyak fleksibilitas dalam menyesuaikan bantuan dengan kebutuhan pengguna dan lingkungan mendengarkan tertentu. Alat bantu ini juga bisa diprogram untuk fokus pada suara yang datang dari arah tertentu. ABD Sistim digital menjadi sangat fleksibel karena secara otomatis dapat beradaptasi dengan suara yang keras atau halus, sehingga tidak terjadi perkerasan yang berlebihan Sirkuit digital dapat digunakan di semua jenis alat bantu dengar. Saat ini sebagian besar alat bantu dengar sudah memakai teknologi digital.
Gambar 7. Alat Bantu Dengar Analog dan Digital B. Menurut Hantarannya Berdasarkan jenis hantaran suaranya, ABD dapat dibedakan menjadi 2 macam: o
ABD Jenis hantaran tulang Bone conduction aid digunakan pada gangguan pendengaran jenis hantaran (konduktif). Biasanya dimanfaatkan pada kasus atresia liang telinga. Selain itu, jenis ini juga digunakan pada kasus dimana sewaktu-
11
waktu liang telinga terisi cairan yang berasal dari infeksi telinga tengah. ABD jenis hantaran tulang dibedakan menjadi:
ABD hantaran tulang konvensional Suara dari luar akan yang ditangkap akan mengaktifkan bone vibrator. Getaran tulang dihasilkan oleh bone vibrator yang ditempelkan pada tulang mastoid dengan bantuan ikat kepala khsus, kaca mata, atau plastik mirip bando. Kerugian ABD jenis ini adalah tidak praktis, penampulan kurang menarik (kosmetik), butuh amplifikasi besar dan timbul lecet pada kulit yang menempel dengan bone vibrator. Pilihan model ABD pada sistim ini adalah jenis saku atau BTE
ABD jenis BAHA (Bone Anchored Hearing AID) ABD yang mirip jenis saku dihubungkan melalui kabel dengan penggetar tulang (bone vibrator) yang dapat dipasang dan dilepas melalui sistim sekrup-baut dengan lempengan logam dari bahan titanium yang telah ditanam ke dalam tulang mastoid melalui tindakan operasi. Hantaran tulang lebih efektif dibandingkan ABD jenis hantaran tulang.
o
ABD Jenis hantaran udara
ABD jenis hantaran udara merupakan ABD yang lebih lazim ditemukan dan tersedia dalam berbagai bentuk. ABD jenis ini bekerja dengan prinsip mengurangi jarak dari sumber suara dengan cara meletakkan loudspeaker di telinga penderita. (7,9)
C. Menurut bentuknya Setiap bentuk ABD memiliki keuntungan dan kerugiannya masingmasing. Berikut adalah pembahasan beberapa jenis ABD yang ada saat ini: o
ABD Jenis Saku (Pocket / Body Worn Type) ABD jenis ini dapat dianggap sebagai ABD jenis terbesar. Mikrofon dan amplifier berada dalam satu unit berbentuk kotak; sedangkan receiver terpisah dan berada di liang telinga. Antara kotak (mikrofon, amplifier, dan baterai) dengan receiver dihubungkan melalui kabel. Biasanya kotak ditempatkan pada saku baju atau
12
kantung khusus yang digantungkan pada dada. Pada ABD jenis saku penempatan terpisah ini dimaksudkan agar pengguna dapat leluasa memperbesar output tanpa khawatir timbulnya bunyi feedback. Jadi ABD jenis saku ini diperlukan oleh penderita tuli berat atau sangat berat yang membutuhkan perkerasan bunyi atau output yang besar. Hal ini dianggap sebagai faktor yang menguntungkan untuk ABD jenis saku. Keuntungan lain adalah dapat menggunakan baterai silinder biasa (ukuran AAA) yang selain murah juga mudah didapat. Selain itu, tombol pengatur juga mudah disesuaikan. Faktor yang merugikan dari ABD jenis saku:
Penampilan kosmetik kurang baik
Kemampuan mikrofon melokalisir bunyi dari belakang terhalang oleh tubuh
o
Tidak praktis karena ukuran relatif besar
Kabel dapat putus
Dapat timbul bunyi gesekan antara ABD dengan kain saku
ABD jenis Belakang Telinga (BT) / Behind The Ear (BTE) ABD ini dipasang pada lekukan daun telinga bagian belakang, dengan mikrofon mengarah ke depan. Posisi ini cukup baik karena selain selalu mengikuti gerakan kepala juga menghadap lawan bicara. Suara yang telah diperkeras (output) disalurkan melalui pipa plastik (tubing) yang terhubung dengan ear mould di concha daun telinga, untuk selanjutnya diteruskan ke liang telinga. Kemampuan amplifikasinya cukup besar, juga tersedia jenis super power. Dalam hal mencegah bunyi feedback masih sedikit dibawah jenis saku. Sumber tenaga berupa batere yang bentuknya pipih dan tipis (disc). Penyetelan tombol pengatur juga relatif lebih mudah dibandingkan ABD jenis lain yang lebih kecil.
o
Open-fit mini BTE ABD jenis ini merupakan ABD yang paling baru dikembangkan. ABD jenis ini mengkombinasikan kelebihan akustik dari ABD berukuran besar dan kelebihan kosmetik dari ABD berukuran kecil.
13
Open-fit mini BTE terdiri dari alat BTE yang kecil, tuba kurus tersembunyi yang berfungsi sebagai pengait daun telinga, dan receiver yang halus dan tidak sampai menutupi liang telinga. Hasilnya, efek oklusi yang dialami pasien berkurang, baterai dan amplifier yang lebih baik dibandingkan tipe yang lebih kecil, tampilan kosmetik yang lebih baik dibanding ABD tipe besar lainnya, dan pemakaian yang lebih singkat karena tidak memerlukan cetakan personal yang presisi sebagaimana ABD tipe BTE dan ITE butuhkan. o
ABD Jenis Dalam Telinga (DT) / In The Ear (ITE) ABD jenis ITE ukurannya lebih kecil dibandingkan dengan BTE. Dipasang pada bagian concha daun telinga. Komponen ABD menyatu dengan ear mould. Karena ukurannya yang relatif kecil berarti jarak antara mikrofon dengan receiver juga lebih pendek, akibatnya kemampuan amplifikasinya terbatas sehingga hanya cocok untuk ketulian derajat sedang.
o
ABD tipe kanalis / In The Canal (ITC) & Completel y In Canal (CIC) ABD jenis ini dibedakan menjadi dua macam: ITC dan CIC. ABD jenis ITC ukurannya lebih kecil lagi daripada jenis ITE. Pemasangan sampai setengah bagian luar liang telinga. Amplifikasi suara baik untuk frekuensi tinggi, karena dipasang cukup dalam pada liang telinga. Akan tetapi karena keterbatasan ukuran, hanya bermanfaat untuk tuli derajat sedang. Selain itu juga terdapat jenis CIC yang merupakan ABD terkecil dan dipasang pada sisi dalam liang telinga, jadi lebih dekat dengan gendang telinga. Permukaan luar dilengkapi dengan tangkai plastik untuk mempermudah memasang dan melepaskan ABD. Sebagaimana halnya dengan jenis ITC, pengaturan secara manual lebih sulit. Namun hal ini dapat diatasi pada model terbaru yang telah dilengkapi dengan remote control
o
ABD jenis kacamata / Spectacle Aid
14
ABD ditempatkan pada tangkai kaca mata bagian belakang. Umumnya jenis BTE, namun dapat juga jenis bone conduction, meskipun emanfaatan cara ini untuk ABD jenis hantaran tulang kurang efektif karena tekanan bone vibrator tidak stabil
(7,10)
2.4.4. Pemakaian Alat Bantu Dengar A. Kandidat pemakai alat bantu dengar Setiap orang dengan kesulitan mendengar atau memahami pembicaraan harus mempertimbangkan penggunaan alat amplifikasi pendengaran. Hal ini terutama sangat dianjurkan untuk anak-anak dengan gangguan pendengaran, dimana intervensi harus dianjurkan sedini mungkin. Gangguan pendengaran dapat secara umum dikelompokkan menjadi: o
Mild Hearing Loss (20-40 dB) Penggunaan alat bantu dengar dapat membantu kemampuan komunikasi pasien. Beberapa pasien dapat mempertimbangkan pemakaian alat bantu dengar paruh waktu / pada kondisi-kondisi tertentu saja
o
Moderate Hearing Loss (45-65 dB) Penggunaan alat bantu dengar sudah menjadi kebutuhan bagi pasien dalam kategori ini. Pada umumnya alat bantu dengar memberikan hasil yang baik bila dipakai dengan strategi pemakaian yang sesuai
o
Severe Hearing Loss (70-85 dB) Alat
bantu
dengar
harus
digunakan
bila
pasien
masih
ingin
berkomunikasi dengan suara sebagai media penerimaan primernya. Pada beberapa kasus pasien dengan tingkat gangguan pendengaran ini membutuhkan implantasi koklea o
Profound Hearing Loss (>85 dB) Keberhasilan penggunaan alat bantu dengar pada pasien ini berbeda-beda tergantung umur dan berbagai faktor lainnya. Pada kasus yang baik, kemampuan komunikasi pasien dapat membaik, dan pada kasus terburuk pun, setidaknya alat bantu dengar masih dapat membantu sebagai warning device. Pasien dengan gangguan pendengaran jenis ini merupakan kandidat kuat untuk implantasi koklea
15
Selain tipe dan derajat ketulian, ada beberapa faktor lainnya yang perlu diperhitungkan mengenai apakah seorang pasien membutuhkan alat bantu dengar, antara lain: 1. Umur dan kondisi kesehatan mental dan fisik pasien secara umum 2. Motivasi pasien (Bukan keluarga atau pihak lain) 3. Kondisi keuangan pasien 4. Pertimbangan kosmetis 5. Kebutuhan pasien akan komunikasi, terutama dalam kehidupan dan pekerjaan (1,12,14)
B. Pemilihan Alat Bantu Dengar Setelah ditentukan bahwa kandidat akan sangat tertolong dengan pemakaian alat bantu dengar, maka harus diseleksi spesifikasi alat tersebut. Untuk tujuan ini telah dikembangkan sejumlah metode dan rumusan. Umumnya tiap prosedur pemilihan membutuhkan informasi audiometrik berupa: 1. Ambang pendengaran / Threshold (T) 2. Tingkat Pendengaran paling nyaman / Most Comfortable Level (MCL) 3. Tingkat kekerasan yang mengganggu / Loudness Discomfort Level (LDL) Setelah itu, klinisi harus menentukan apakah pasien membutuhkan alat bantu pendengaran pada satu atau kedua telinga. Bilamana mungkin sangat dianjurkan menggunakan alat bantu pada kedua telinga (binaural) Keuntungan amplifikasi binaural antara lain : 1. Minimalisasi / Eliminasi efek bayangan kepala ( Head Shadow) Efek bayangan kepala adalah berkurangnya intensitas sinyal dari sisi kepala yang berlawanan dari lokasi pemakaian alat bantu dengar. Dengan pemakaian binaural, hal ini dapat membaik atau bahkan hilang seluruhnya. 2. Peningkatan kemampuan lokalisasi
16
Dengan perbedaan intensitas dan waktu masuknya sinyal ke alat bantu dengar binaural, penderita dapat dengan lebih mudah menentukan lokasi sumber suara (lokalisasi). 3. “Efek peredam” atau penekanan bising latar belakang ( Binaural squelch) Binaural squelch adalah kemampuan otak untuk memisahkan suara dengan bising. Hal ini disebut juga sebagai central masking dan dapat bekerja dengan lebih baik dengan membandingkan suara dari dua telinga. 4. Sumasi binaural ( Binaural loudness summation) Sumasi binaural adalah kemampuan otak untuk memproses suara dengan lebih baik melalui informasi yang repetitif, dalam hal ini melalui sinyal suara yang serupa dari kedua telinga. Paham yang dianut sekarang adalah bilamana mungkin sangat dianjurkan menggunakan pendengaran binaural. Akan tetapi, untuk alasan pribadi ataupun audiologik, pada beberapa pasien tidak dapat dilakukan amplifikasi binaural. Dengan demikian perlu dilakukan pemilihan salah satu telinga yang paling diuntungkan dengan teknik amplifikasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa telinga yang terpilih adalah telinga dengan diskriminasi bicara yang lebih baik dan dengan rentang dinamik yang lebih luas. Rentang dinamik adalah perbedaan antara
tingkat
ambang
pendengaran
dengan
ambang
ketidaknyamanan
pendengaran. (10,13,15)
Gangguan Pendengaran Unilateral
Untuk pasien dengan gangguan pendengaran unilateral, diberlakukan penanganan yang berbeda. Bila ketulian unilateral tidak melampaui kehilangan sebesar 60-70 dB, atau bila diskriminasi bicara relatif baik dan jika bunyi yang diperbesar ditoleransi dengan baik, maka dapat dilakukan amplifikasi pada telinga yang terganggu. Akan tetapi bila telinga yang terganggu tidak memenuhi kriteria diatas, dapat digunakan alat bantu dengar CROS (Contralateral Routing Of Signals = Pengalihan sinyal kontralateral). Mikrofon diletakkan pada sat u alat bantu sementara amplifier dan penerima ditempatkan pada alat bantu kedua. Penataan seperti ini dapat pula diterapkan pada kacamata. Maka sinyal akan dihantarkan dari telinga yang terganggu ke telinga dengan pendengaran normal.
17
Suatu sirkuit frekuensi radio dapat digunakan untuk menghantarkan bunyi dari satu sisi ke sisi lainnya. Meskipun alat bantu dengar CROS hanya sedikit membantu dalam memperbaiki lokalisasi, namun alat ini kadang-kadang terbukti bermanfaat
pada beberapa
kondisi
mendengar suara
bising dan juga
meminimalkan efek bayangan kepala. (14) Berbagai variasi CROS yang disebut Bi-CROS atau Multi-CROS dapat digunakan bila terdapat gangguan pendengaran yang cukup bermakna pada telinga yang lebih baik, sedangkan telinga yang lebih buruk tidak sesuai untuk teknik amplifikasi. Tipe Bi-CROS memiliki mikrofo pada masing-masing alat bantu dan suatu pemasok bunyi amplifier pada telinga yang lebih baik
[BOIES]
Setelah itu, klinisi menentukan jenis alat bantu pendengaran yang sesuai dengan jenis gangguan pendengaran pasien dan mempertimbangkan keuntungan dan kerugian dari berbagai jenis alat bantu pendengaran, baik dari aspek medis maupun pribadi pasien.
Berikut tabel ringkas keuntungan dan kerugian macam-macam ABD: (11,13,15) Jenis alat bantu pendengaran
Body Worn Type
Behind-the-ear type
In-the-ear type
In-the-canal type
Completely-in-canal
Keuntungan
Kerugian
Harga murah Baterai tahan lama dan mudah didapat Feedback tidak ada Amplifikasi lebih kuat Pengaturan manual mudah
Bentuk besar Ada kabel Bunyi gesekan dengan kain Selit menangkap suara dari belakang Dapat rusak oleh sekret telinga pasien Amplifikasi kuat Membutuhkan ear mould Feedback minimal Memberikan efek oklusi Pengaturan manual relatif Dapat rusak oleh sekresi telinga pasien Sulit terlihat Amplifikasi terbatas Membutuhkan ear mould Sulit terlihat Rentan terhadap feedback Amplifikasi cukup baik Pengaturan manual sulit karena terpasang dalam Tidak terlihat kecuali melihat langsung ke liang telinga pemakai
Pengaturan manual sulit Rentan feedback Fitur tertentu tidak dapat digunakan
18
Spectacle aid
Open-fit mini BTE
Secara kosmetik lebih dapat diterima Baterai relatif lebih tahan Amplifikasi kuat Feedback minimal Pengaturan mudah Sulit terlihat Tidak perlu ear mould Tidak menimbulkan efek oklusi Memungkinkan keluarnya sekret telinga pasien
Letak receiver menjadi relatif tidak stabil Harga mahal Ketersediaan masih terbatas karena merupakan teknologi baru
Gambar 6. Tipe Alat Bantu Dengar. (8)
Gambar 7. Alat Bantu Dengar tipe Spectacle (16)
19
Gambar 8. Alat Bantu Dengar tipe Body Worn (4)
2.4.5. Cochlear I mplant (Implantasi Koklea)
Implan koklea adalah alat elektronik implan yang memberikan suara kepada orang dengan tuli sedang hingga berat pada kedua telinga; Pada tahun 2014, implan koklea telah digunakan secara eksperimental pada beberapa orang yang telah mendapatkan tuli di satu telinga setelah belajar berbicara. Implan koklea melewati proses pendengaran biasa; implan koklea memiliki mikrofon dan beberapa elektronik yang berada di luar kulit, umumnya di belakang telinga, yang mentransmisikan sinyal ke rangkaian elektroda yang ditempatkan di koklea, yang merangsang saraf koklea. Prosedur di mana perangkat ditanamkan biasanya dilakukan dengan anestesi umum. Risiko prosedur meliputi mastoiditis, otitis media (akut atau dengan efusi), pergeseran perangkat implan yang memerlukan prosedur kedua, kerusakan pada saraf wajah, kerusakan pada chorda tympani, dan infeksi pada luka. Pasien mungkin mengalami masalah dengan pusing dan keseimbangan sampai beberapa bulan setelah prosedur. Implan koklea dapat dipasangkan pada individu dari segala usia, meskipun Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Seringkat menetapkan bahwa anak harus berusia minimal 12 bulan untuk mendapatkan implan koklea.
20
Implan koklea hanya dapat membantu meningkatkan kemampuan mendengar. Namun, kualitasnya berbeda dengan pendengaran normal. Akan tetapi, mereka yang melakukan implan koklea kemungkinan besar kualitas hidunya akan meningkat. Karena implan memungkinkannya untuk berkomunikasi lebih jelas dan menjadi lebih efisien dalam menanggapi sinyal peringatan atau suara. Selain itu, anak-anak dengan cacat pendengaran yang mengenakan implan dari awal dapat belajar berbicara normal.
Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Implan Koklea
Indikasi pemasangan implan koklea adalah keadaan tuli sensorineural berat bilateral atau tuli total bilateral (anak maupun dewasa) yang tidak/sedikit mendapat manfaat dengan alat bantu dengar konvensional, usia 12 bulan keatas, tidak ada kontraindikasi medis dan calon pengguna mempunyai perkembangan kognitif yang baik. Sedangkan kontra indikasi pemasangan implan koklea antara lain tuli akibat kelainan pada jalur saraf pusat (tuli sentral), proses penulangan koklea, koklea tidak berkembang.
Perangkat implan koklea terdiri dari: 1. Komponen luar: mikrofon, speech processor, kabel penghubung mikrofon dengan speech processor, transmitter 2. Komponen dalam: receiver, multi chanel electrode
Cara Kerja Implan Koklea
Impuls suara ditangkap oleh mikrofon dan diteruskan menuju speech processor melalui kabel penghubung. Speech processor akan melakukan seleksi informasi suara yang sesuai dan mengubahnya menjadi kode suara yang akan disampaikan ke transmitter. Kode suara akan dipancarkan menembus kulit menuju receiver atau stimulator. Pada bagian ini kode suara akan diubah menjadi sinyal listrik dan akan dikirim menuju elektroda-elektroda yang sesuai di dalam koklea sehingga menimbulkan
21
stimulasi serabut saraf. Pada speech processor terdapar sirkuit listrik khusus yang berfungsi meredam bising lingkungan.
Gambar 9. Cara Kerja Implantasi Koklea
Persiapan Implantasi Koklea
Untuk mendapatkan hasil optimal dari implantasi koklea perlu dilakukan persiapan yang matang mencakup konsultasi dengan orang tua untuk memperoleh informasi tentang riwayat penyakit anak serta harapan orang tua terhadap implantasi koklea. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan THT, radiologik (CT-scan untuk melihat keadaan koklea), laboratorium darah. Tes pendengaran yang harus dilakukan antara lain Behaviora Observation Audiometry (BOA), timpanometri, OAE, BERA dan ASSR (Audiometry Steady State Response) bila diperlukan serta audiometri nada murni untuk anak yang lebih besar dan kooperatif. Tes kemampuan bicara dan berbahasa perlu dinilai sebelum menggunakan ABD. Sebelum operasi dianjurkan untuk menggunakan ABD selama 8 – 10 minggu bersamaan dengan terapi audio verbal ntuk menilai manfaatnya. Tes psikologi dilakukan untuk menilai kemampuan anak untuk belajar setelah dilakukan impantasi koklea.
22
Program Rehabilitasi Pasca Bedah
Switch on yaitu pengaktifan alat, dilakukan 2 – 4 minggu pasca bedah. Pemeriksaan CT-Scan pasca bedah untuk menilai keadaan elektroda yang telah dipasang di dalam kklea. Pada anak yang tidak kooperatif data awal dapat diperoleh dengan melakukan NRT (Neural Response Telemetry) terlebih dahulu kemudian menetapkan C (comfortable) level yaitu suara keras yang dapat ditoleransi tanpa menimbulkan rasa sakit dan T (treshold) level suara terkecil yang dideteksi. Yang dimakud dengan pemetaan (mapping) adalah proses untuk menetapkan dan mengatur sejumlah aliran listrik yang disampaikan ke kokea. Program yang dibuat disimpan pada speech processor dan jumlahnya tergantung pada jenis implan yang digunakan dan berbeda untuk setiap orang. SElanjutnya anak mengikuti program terapia udio verbal berkala secara teratur disertai pemetaan berkala. Keberhasil
implantasi
koklea
ditentukan
dengan
menilai
kemampuan
mendengar, pertambahan kosa kata dan pemahaman bahasa.
2.4.6. BAHA (Bone Anchored H earing Aid)
Bone Anchored Hearing Aid (BAHA) adalah alat yang ditanamkan secara bedah untuk membantu orang-orang dengan gangguan pendengaran. Mayoritas alat bantu dengar konvensional mengirimkan suara melalui media konduksi udara. BAHA menstimulasi koklea dengan mentransmisikan gelombang suara melalui tulang-tulang di tengkorak kita, atau konduksi tulang, sehingga melewati telinga bagian luar dan tengah. Setelah koklea menerima sinyal suara, informasi tersebut diubah menjadi sinyal saraf dan dipindahkan ke otak, di mana ia dianggap sebagai suara. Sehingga melewati telinga luar dan tengah.
Gambar 10. Bone Anchored Hearing Aid (BAHA)
23
BAB III KESIMPULAN Alat Bantu Dengar (ABD) adalah Alat suatu perangkat elektronik yang berguna untuk memperkeras (mengamplifikasi) suara yang masuk ke dalam telinga, sehingga si pemakai dapat mendengar lebih jelas suara yang ada di sekitarnya Pada umumnya, mekanisme kerja ABD berupa: masuknya suara melalui mikrofon, pengerasan suara oleh amplifier, dan penyampaian ulang suara oleh receiver / loudspeaker yang mana keseluruhan sistemnya diperdayai oleh suatu komponen baterai Terdapat berbagai macam jenis ABD: Menurut sistem kerjanya, Menurut jenis hantarannya, dan Menurut bentuknya yang memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Untuk pemakaian alat bantu pendengaran, pertama-tama klinisi harus mengidentifikasi derajat ketulian penderita, mengenali jenis ketuliannya, menentukan TL, MCL, dan LDL, menentukan jumlah alat bantu dengar yang sebaiknya digunakan oleh pasien, baru kemudian bersama pasien mempertimbangkan bentuk ABD yang akan digunakan beserta kelebihan, kekurangan, dan faktor-faktor lain dari diri pasien. Seringkali ABD sendiri tidak cukup untuk mengembalikan kualitas hidup pasien secara sempurna. Karenanya dibutuhkan pelengkap dari ABD yang bisa berupa: ALD, baik ALD yang dihubungkan ke ABD maupun tidak; Fitur-fitur tambahan; dan Implantasi koklea bila ABD tidak dapat memberikan hasil yang memuaskan Setelah Pemakaian ABD, perlu dilakukan penilaian ulang untuk menentukan keberhasilan pemakaian ABD dengan beberapa tes, seperti Assessment of Word Recognition & Sound Quality, Probe Tube Measure, dan Subjective Scaling
24
DAFTAR PUSTAKA 1. Arsyad, Efiaty S. dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2. Moller, Aage R. 2006. Hearing: Anatomy, Physiology, and Disorders of the Auditory System Second Edition. California: Academic Press 3. Thomas R. et al. 2006. Otolaryngology: Basic Science and Clinical Review. New York: Thieme Medical Publishers 4. Snow, James B Jr. 2002. Ballenger’s Manual of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. London: BC Decker 5. Menner, Albert L. 2003. A Pocket Guide to the Ear. New York: Thieme Medical Publishers 6. Peng, Shu-Chen. 2012. Hearing Aids: The Basic Information You Need to Know pada Scientific Reviewer in Audiology Center for Device and Radiological Health. (www.fda.gov) diakses tanggal 27 Juli 2017 7. Gwinner, Nanette. 2006. Your Veteran Affairs Hearing Aid. Denver: Department of Veterans Affairs Denver Distribution Center. 8. American Academy of Audiology. 2001. Hearing Aids. Mclean VA: NIH Publication 9. FDA Consumer Health Information. 2009. A New Online Guide to Hearing Aids. (www.fda.gov) diakses tanggal 27 Juli 2017 10. Swartz, Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC 11. Kimball, Suzanne H. et al. 2013. Hearing Aids (www.medscape.com) diakses tanggal 27 Juli 2017 12. Kochkin, Sergei. 2005. Your Guide to Hearing Aids. Alexandria: Better Hearing Institute
13. ( http://www.rehab.research.va.gov/mono/ear/portfoli.htm ) diakses tanggal 27 Juli 2017 14. https://www.nidcd.nih.gov/health/hearing-aids#hearingaid_01 15. http://www.cochlear.com/wps/wcm/connect/au/home/understand/hearing-andhl/hl-treatments/cochlear-implant
25