PENETAPAN AMBANG BATAS PEROLEHAN SUARA (P R E S I D E N TI TI A L T H R E S H OL O L D ) DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN A.
Latar Belakang Masalah
Pemerintahan sistem presidensial adalah suatu sistem pemerintahan dimana kedudukan eksekutif tidak bertanggung jawab kepada badan perwakilan rakyat, dengan kata lain kekuasaan eksekutif berada diluar pengawasan (langsung) parlemen.1 Dalam tipe ini kedudukan eksekutif tidak tergantung kepada badan perwakilan rakyat, adapun dasar hukum kekuasaan eksekutif dikembalikan kepada pemilihan rakyat. 2 Oleh karena itu, melalui amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, kepala negara dan kepala pemerintahannya adalah seorang Presiden, dan Presiden beserta wakilnya dipilih langsung oleh rakyat. Pemilihan dilakukan secara demokratis, Pasal 7 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa: “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan ”. Pergantian Presiden merupakan sebuah proses yang umum terjadi di
setiap
negara,
yang
menerapkan
1
sistem
republik.
Proses
ini
Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, 1945, (Jakarta: Prenada Media Group, 2010), hlm. 151. 2 Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi , (Jakarta: Rajawali Press, 2010), hlm. 72-73.
1
2
menunjukkan suatu negara dari pemimpin yang terdahulu, atau juga merupakan proses kesadaran rakyat untuk memilih seseorang atau partai yang dianggap mampu menampung aspirasi mereka. 3 Dalam hal pengisian jabatan Presiden dan Wakil Presiden, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengatur tata cara pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, yaitu Pasal 6A ayat (5) Undang-Undang
Dasar
Negara
Republik
Indonesia
Tahun
1945
menyatakan: “Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden lebih lanjut diatur dalam undang-undang ”. ”. Undang Undang yang dimaksud untuk pemilihan umum Presiden dan Wakil Presiden adalah Undang Undang Nomor 7 Tahun 2017. Undang-Undang ini memberikan pengaturan teknis dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, agar pemilihan umum dapat dilaksanakan secara demokratis. Dalam perkembangan politik dan ketatanegaraan saat ini adalah mengenai mekanisme pemilihan Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara serentak dengan pemilu legislatif. Pemilihan umum yang kemudian disingkat menjadi pemilu, dan selanjutnya kata pemilu begitu akrab dengan masalah politik dan pergantian pemimpin, karena pemilu, politik, dan pergantian pemimpin saling berkaitan. Pemilu yang diselenggarakan tidak lain adalah masalah 3
Harun Alrasyid, Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden Dalam Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: YLBHI, 1997), hlm. 9.
3
politik yang berkaitan dengan masalah pergantian pemimpin. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pemilihan berasal dari kata dasar pilih yang artinya “dengan teliti memilih”, tidak dengan sembarangan saja, mengambil mana-mana yang disukai, mencari atau mengasingkan mana mana yang baik, menunjuk orang, calon. 4 Kata umum berarti “mengenai seluruhnya atau semuanya, secara menyeluruh, tidak menyangkut yang khusus (tertentu) saja.5 Dengan demikian, kata pemilihan umum adalah memilih dengan cermat, teliti, seksama sesuai dengan hati nurani seorang wakil yang dapat membawa amanah dan dapat menjalankan kehendak pemilih. Menurut Ali Moertopo, pemilihan umum adalah sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi. 6 Manuel Kaisiepo menyatakan: “Memang telah terjadi tradisi penting hampir -hampir disakralkan dalam berbagai sistem politik di dunia. Lebih lanjut dikatakannya pemilihan umum penting karena berfungsi memberi legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari. “Pemilihan umum yang berfungsi mempertahankan status quo bagi rezim yang ingin terus bercokol dan bila pemilihan umum dilaksanakan dalam konteks ini, maka legitimasi dan status quo inilah yang dipertaruhkan, bukan soal demokrasi yang abstrak dan kabur ukuran-ukurannya itu”.7 Dari sudut pandang Hukum Tata Negara, pemilihan umum merupakan proses politik dalam kehidupan ketatanegaraan sebagai sarana
4
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1988), hlm. 683. 5 Ibid , hlm. 989. 6 Ali Moertopo, Strategi Pembangunan Nasional , CSIS, 1981, hlm. 179-190, lihat Bintan R. Saragih, Lembaga-lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia , (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), hlm. 167. 7 Manuel Kaisiepo, “Pemilihan Umum”, Prisma, September, 1981, LP3S, hlm. 2.
4
menunjuk pembentukan lembaga-lembaga perwakilan yang mengemban amanat rakyat. Menurut Sri Soemantri, “ pemilu yang dilaksanakan harus merupakan pemilihan umum yang bebas, sebagai syarat mutlak bagi berlakunya demokrasi, dan dapat dihubungkan dengan kenyataan dimana nilai suatu pemerintahan untuk sebagian besar bergantung kepada orang orang yang duduk di dalamnya ”.8 Hal ini, perlu juga harus diyakini bahwa pemilu adalah bentuk partisipasi politik rakyat atau warga negara yang paling dasar untuk menentukan pemerintahan dan program yang sesuai dengan keinginannya, paling tidak pemerintah atau program yang dapat diterimanya.9 Sebagai bangsa yang besar, Indonesia yang beraneka budaya memiliki
rasa
kebangsaan
untuk
membangun
bangsanya
sendiri.
Masyarakat memiliki kebebasan dalam bidang politik dan bebas menyatakan pendapat atau berserikat. Salah satu kebebasan politik adalah keikutsertaannya dalam pemilihan umum. Kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat dijamin dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang dapat dilakukan dengan pemberian suara dalam pemilihan umum. “ Pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan asas kedaulatan rakyat yang pada hakikatnya merupakan pengakuan dan perwujudan dari hakhak politik rakyat dan sekaligus merupakan pendelegasian hak-hak 8
Sri Soemantri Martosoewignjo, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989), hlm. 16. 9 Bintan R. Saragih, Lembaga-lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia , (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1988), hlm. 168.
5
tersebut
oleh
rakyat
kepada
wakil-wakilnya
untuk
menjalankan
pemerintahan”.10 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, menyatakan bahwa pemilihan umum merupakan salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil. Sesuai asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semua itu dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Oleh karena itu, pemilu adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat.11 Hal ini berarti, pemilihan umum harus diselenggarakan dengan demokratis berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil. Selain itu, pemilihan umum juga merupakan suatu cara untuk menyatakan hasrat rakyat terhadap garis-garis politik pemerintah. Oleh karena itu, pemilu merupakan sarana rakyat untuk menentukan garis-garis politik pemerintah. Ismail Sunny menyatakan: “ bahwa pemilihan umum adalah suatu kepastian dan suatu lembaga yang sangat vital untuk demokrasi. Suatu pemilihan yang bebas berarti bahwa dalam jangka waktu tertentu rakyat akan mendapat kesempatan untuk menyatakan hasratnya terhadap garis-garis politik yang harus diikuti oleh negara dan masyarakat dan terhadap orang-orang yang harus melaksanakan kebijaksanaan itu”.12 Pemilihan umum juga merupakan upaya mewujudkan cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia untuk tetap terus dalam
10
A.S.S., Tambunan, Pemilu di Indonesia dan Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, (Bandung: Binacipta, 1995), hlm. 3. 11 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, (Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, 1983), hlm. 329. 12 Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, (Jakarta: Aksara Baru, 1984), hlm. 21.
6
penyelenggaraan pemerintahan sebagaimana ditetapkan dalam UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pemilihan umum merupakan suatu keharusan bagi suatu negara yang menamakan dirinya sebagai negara demokrasi serta pemilihan umum dianggap penting dalam proses kenegaraan, setidak-tidaknya “ada dua manfaat yang sekaligus sebagai tujuan atau sasaran langsung yang hendak dicapai dengan pelaksanaan pemilu, yaitu pembentukan atau pemupukan kekuasaan yang absah (otoritas) dan mencapai tingkat keterwakilan politik ( political representativeness).13 Arbi Sanit menyimpulkan bahwa “ pemilu pada dasarnya memiliki empat fungsi utama yakni: 1) pembentukan legitimasi penguasa dan pemerintah; 2) pembentukan perwakilan politik rakyat; 3) sirkulasi elite penguasa; dan 4) pendidikan politik ”.14 Oleh karena itu, pemilihan umum bertujuan untuk: 1.
memungkinkan terjadinya peralihan pemerintahan secara aman dan tertib;
2.
melaksanakan kedaulatan rakyat; dan
3.
melaksanakan hak-hak asasi warga negara 15. Menurut Siti Komariah, pemilihan umum yang dilaksanakan di
Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sebenarnya mempunyai empat kerangka konsepsional. 16
13
Parulian Donald, Menggugat Pemilu, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1999), hlm. 5. Arbi Sanit, Partai, Pemilu dan Demokrasi, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1997), hlm. 158. 15 Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, op. Cit , hlm. 330. 14
7
a.
Konstitusi menghendaki agar pemilihan umum dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan dihindari pemilihan umum yang lebih dari satu kali dalam lima tahun, kecuali karena keadaan darurat;
b.
Memberikan kedaulatan kepada rakyat secara langsung untuk memilih dan menentukan presidennya, tanpa ada censorship baik dari lembaga perwakilan, apalagi dari partai politik;
c.
Jalan tengan antara pemberian peran kepada partai politik dan calon perseorangan; dan
d.
Terkait
dengan
pembangunan
partai
politik
dan
sistem
pemerintahan presidensial yang kuat, yaitu dengan memberi peran eksklusif kepada partai politik untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden yang ikut dalam pemilihan presiden dan wakil presiden langsung oleh rakyat. Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyatakan bahwa Negara Indonesia ialah Negara Kesatuan yang berbentuk Republik. Sehingga, kepala pemerintahan dan kepala negaranya adalah seorang Presiden. Presiden dalam bentuk negara republik dipilih untuk setiap periode tertentu. Dengan demikian, pergantian Presiden di negara berbentuk republik merupakan sebuah proses yang harus dilakukan dan umum terjadi. Menurut Harun Alrasid menyatakan:
16
Siti Komariah, “ Berkaca Pada Pemilu 1955 dan 2004, serta Membangun Partisipasi Politik Perempuan”, Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 8 April 2009.
8
“kedudukan lembaga Presiden merupakan kedudukan yang paling sentral dalam sebuah sistem pemerintahan republik. Presiden merupakan eksekutor terhadap seluruh kebijakan ekonomi, politik, kebudayaan, dan pertahanan yang diambil. Berjalannya mekanisme roda pemerintahan sebuah negara sangat tergantung oleh lembaga ini, maka lembaga ini tak pernah luput dari perebutan posisi, mengingat sentralnya kedudukan ini”.17 Pengusulan calon presiden dan wakil presiden dilakukan oleh partai politik atau gabungan partai partai politik, sebagaimana ketentuan Pasal 6A ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Partai politik yang dimaksud ialah partai politik peserta pemilu, yakni partai politik yang telah melalui tahapan pendaftaran, verifikasi dan penetapan sebagai peserta pemilu oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU). Berdasarkan hal demikian, maka dapat dipahami bahwa satu satunya mekanisme untuk menjadi Calon Presiden dan Wakil Presiden adalah melalui usulan partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu. Dengan kata lain, hak untuk mengajukan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden adalah hak eksklusif partai politik peserta pemilu dan tidak diperkenankan atau tidak ada kemungkinan sama sekali bagi pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden perseorangan atau independen diluar dari yang diusulkan partai politik atau gabungan partai politik tersebut, dan yang diusulkan oleh organisasi non-partai. 18
17
Harun Alrasid, Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden Dalam Hukum Positif Indonesia, (Jakarta: Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, 1997), hlm. 9. 18 Hanta Yuda A.R., Presidensialisme Setengah Hati: dari Dilema ke Kompromi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2010), hlm. 94.
9
Pengusulan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden diatur pula di dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, antara lain di dalam Pasal 222, yaitu : “ Pasangan Calon diusulkan oleh Partai Politik atau Gabungan Partai Politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20% (dua puluh persen) dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25% (dua puluh lima persen) dari suara sah secara nasional pada Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebelumnya”. Berdasarkan Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tersebut, persyaratan perolehan kursi yang harus dipenuhi oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu untuk dapat mengusulkan pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden, yakni paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) atau memperoleh 25% dari suara sah nasional dalam Pemilu anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. Hal tersebut menunjukkan bahwa berdasarkan hukum positif presidential threshold di Indonesia sebesar 25% suara sah nasional dari hasil pemilu legislatif atau 20% kursi parlemen yang terpilih. Dengan demikian, salah satu wujud dari kedaulatan rakyat adalah penyelenggaraan pemilihan umum untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden yang dilaksanakan secara demokratis dan beradab melalui partisipasi rakyat seluas-luasnya berdasarkan asas langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.
10
Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah diuraikan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dalam proposal skripsi yang berjudul PENETAPAN AMBANG BATAS PEROLEHAN SUARA ( PRESIDENTIAL
THRESHOLD)
DALAM
PEMILIHAN
UMUM
PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN.
B.
Identifikasi Masalah
Masalah yang akan dibahas dalam proposal ini adalah Bagaimana Ketentuan Penetapan Ambang Batas Perolehan Suara ( Presidential Threshold ) Dalam Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden yang diajukan oleh partai politik dalam struktur ketatanegaraan Indonesia yang menganut sistem multipartai C.
Pembatasan Masalah
Di dalam penulisan proposal skripsi ini penulis hanya membatasi Bagaimana penetapan ambang batas perolehan suara ( presidential threshold ) dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden. D.
Rumusan Masalah
Dari uraian di atas ada beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam karya ilmiah ini, dapat dirumuskan sebagai berikut: a.
Bagaimana
Ketentuan
Mengenai Presidential
threshold dalam
Keterkaitannya dengan Hak Partai Politik untuk Dapat Mengusulkan Calon Presiden dan Wakil Presiden?
11
b. Apakah Dengan Diterapkannya Penetapan Ambang Batas Perolehan Suara ( Presidential threshold ) Menjadi Syarat Partai Politik Dalam Mengajukan Diri Sebagai Peserta Pemilihan Umum? E.
Landasan Teori
Teori Pemilihan Umum Pemilu menurut Joseph Schumpeter adalah salah satu utama dari sebuah demokrasi merupakan suatu konsepsi, salah satu konsepsi modern yang menempatkan penyelenggaraan pemilihan umum yang bebas dan berkala sebagai kriteria utama bagi sebuah sistem politik agar dapat disebutkan sebuah demokrasi 19. Pemilu merupakan suatu pencerminan dari sistem
demokrasi,
dengan
dilakukannya
pemilu
dianggap
dapat
menyuarakan suara rakyat yang sesungguhnya. Di negara-negara yang demokratis,
pemilihan
umum
merupakan
alat
untuk
memberikan
kesempatan kepada rakyat untuk ikut serta mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah dan sistem politik yang berlaku, oleh sebab pemberian suara pada saat pemilihan umum merupakan bentuk partisipasi politik rakyat.20 Pemilu merupakan cara yang paling kuat bagi rakyat untuk partisipasi dalam demokrasi perwakilan modern. Joko Prihatmoko mengutip dalam Journal
19 20
hlm.7.
of
Democracy, bahwa
“ pemilu
disebut
Joseph Schumpeter, Capitalusm, Socialsm, and Democracy, New Nork Jarper, 1947. Sudijono, Sastroatmodjo, Perilaku Politik , Semarang: IKIP, Semarang Press, 1995,
12
“bermakna” apabila memenuhi kriteria, yaitu keterbukaan, ketepatan, keefektifan”.21 Sebagai salah satu sarana demokrasi, Pemilihan Umum merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang terbuka dan bersifat massal, sehingga diharapkan dapat berfungsi dalam proses pendewasaan dan pencerdasan pemahaman politik masyarakat. Melalui pemilu akan terwujud
suatu
infrastruktur
dan
mekanisme
demokrasi
serta
membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Masyarakat diharapkan pula dapat memahami bahwa fungsi pemilu itu adalah sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintah, dan pergantian pemerintah secara teratur.22 Pemilu juga merupakan ajang perebutan kekuasaan yang sah dalam demokrasi.
Melalui
pemilu
rakyat
mendapatkan
kedaulatan
yang
sepenuhnya. Suara terbesar dari rakyatlah yang akan menentukan pihak mana yang boleh memegang kekuasaan. Namun, justru disanalah dilema demokrasi. Ia menjunjung tinggi suara terbanyak, namun meminggirkan pihak minoritas. Pemilu merupakan wahana kompetisi yang mengharuskan adanya pemenang di atas pihak yang kalah. Namun pada dasarnya, ada 3 (tiga) tujuan dari Pemilihan Umum yakni:
21
Elkit, J dan Sevenson, Journal Of Democracy, Page 8 dalam prihatmoko, Joko J Mendemokratiskan Pemilu, Yogyakarta Pustaka Belajar, 2008. 22 Syamsuddin Haris, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1988, hlm. 152.
13
1.
Sebagai mekanisme untuk menyeleksi para pemimpin pemerintahan dan alternatif kebijakan umum. Dalam demokrasi, kedaulatan rakyat sangat dijunjung tinggi sehingga dikenal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Dalam sistem demokrasi perwakilan rakyat memiliki kedaulatan penuh akan tetapi pelaksanaan dilakukan oleh wakil wakilnya melalui lembaga perwakilan atau parlemen. Wakil rakyat tidak bisa sembarang orang, harus seseorang yang memiliki otoritas ekonomi atau kultural sangat kuat pun tidak layak menjadi wakil rakyat tanpa moralitas, integritas, dan akuntabilitas yang memadai. Karena itu diselenggarakan pemilihan umum sebagai mekanisme penyeleksi dan pendelegasian kedaulatan kepada orang atau partai;
2.
Pemilihan umum juga merupakan mekanisme memindahkan konflik kepentingan dari masyarakat kepada badan-badan perwakilan rakyat melalui wakil-wakil yang terpilih atau partai yang memenangkan kursi sehingga integrasi atau kesatuan masyarakat tetap terjamin. Manfaat pemilu ini berkaitan dengan asumsi bahwa masyarakat memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan bahkan saling bertentangan, dan pertentangan itu semestinya diselesaikan melalui proses musyawarah; dan
3.
Pemilihan umum merupakan sarana memobilisasi, menggerakkan atau menggalang dukungan rakyat terhadap proses politik. Hal yang terakhir semakin urgent, karena ada jarak yang lebar antara proses pengambilan kebijakan dan kepentingan elit dengan aspirasi rakyat
14
yang setiap saat bisa mendorong ketidakpercayaan terhadap partai politik dan pemerintah.23 Asas-asas dalam pemilu yakni terdiri dari: 1.
Langsung:
rakyat
sebagai
pemilih
mempunyai
hak
untuk
memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan kehendak hati nurani, tanpa perantara. 2.
Umum: mengandung makna menjamin kesempatan yang berlaku menyeluruh bagi semua warga negara, tanpa diskriminasi berdasarkan
suku,
agama,
ras,
golongan,
jenis
kelamin,
kedaerahan, pekerjaan dan status sosial. 3.
Bebas:
setiap
warga
negara
yang
berhak
memilih
bebas
menentukan pilihannya tanpa paksaan dari siapapun. 4.
Rahasia: dalam memberikan suaranya pemilih dijamin bahwa pilihannya tidak akan diketahui oleh pihak manapun.
5. Jujur: dalam penyelenggaraan pemilu, setiap penyelenggara pemilu, aparat pemerintah, peserta pemilu, pengawas pemilu maupun pemilih harus bertindak jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
23
Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik , Grasindo, Jakarta, 1992, hlm. 181-182.
15
6.
Adil: dalam penyelenggaraan pemilu, setiap pemilu dan peserta pemilu mendapat peralatan yang sama, serta bebas dari kecurangan pihak manapun.
F.
Definisi Operasional
Untuk memudahkan pembahasan serta memberikan gambaran yang jelas tentang topik permasalahan, maka penulis memberikan definisi sebagai berikut: a.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 adalah hukum dasar tertulis, konstitusi pemerintahan negara Republik Indonesia saat ini. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 disahkan sebagai undang-undang dasar negara oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus tahun 1945. Pada kurun waktu tahun 1999-2002, UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 mengalami 4 kali amandemen (perubahan) yang mengubah susunan lembaga lembaga dalam struktur ketatanegaraan Republik Indonesia.
b.
Pemilihan Umum adalah menurut M. Rusli Karim pengertian Pemilihan umum merupakan salah satu sarana utama untuk menegakkan tatanan demokrasi (kedaulatan rakyat), yang berfungsi sebagai alat menyehatkan dan menyempurnakan demokrasi, bukan sebagai tujuan demokrasi .
16
Menurut Kusnardy dan Harmaily Ibrahim, juga mengatakan Pemilihan umum adalah salah satu hak asasi warga negara yang sangat prinsipil, karena dalam pelaksanaan hak asasi adalah suatu keharusan pemerintah untuk melaksanakan pemilu. Sesuai asas bahwa rakyatlah yang berdaulat maka semua itu dikembalikan kepada rakyat untuk menentukannya. Oleh karena itu pemilu adalah suatu syarat yang mutlak bagi negara demokrasi untuk melaksanakan kedaulatan rakyat c. Presidential threshold menurut Titik Triwulan Tutik adalah ambang batas bagi partai politik atau gabungan partai politik untuk mengajukan calon presiden atau wakil presiden. G.
Metodologi Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pokok-pokok permasalahan yang dikemukakan di atas, terdapat beberapa masalah yang saling terkait dalam proses pembahasannya yang diharapkan mampu menambah bahan penelitian bidang pengetahuan hukum, khususnya Hukum Tata Negara. Untuk mengetahui bagaimana ketentuan presidential threshold dalam
keterkaitannya
dengan
hak
partai
politik
untuk
dapat
mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden serta apakah dengan diterapkan sistem presidential threshold menjadi syarat partai politik untuk mengajukan diri sebagai peserta pemilihan umum.
17
2. Pendekatan Penelitian
Dalam
penulisan
karya
ilmiah
ini
penulis
menggunakan
pendekatan penelitian kualitatif adalah suatu pendekatan yang banyak mengumpulkan data dari studi kepustakaan maupun pendapat dari doktrin atau pendapat ahli hukum. 3. Tipe Penelitian
Berdasarkan pada tujuan penelitian, maka tipe penelitian dalam penulisan karya ilmiah ini adalah tipe penelitian deskriptif. Maksudnya penelitian ini hanya mencari atau memaparkan hasil penelitian yang bersumber dari studi kepustakaan, undang-undang, dan lain sebagainya. 4. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan penulis menggunakan metode penelitian hukum normatif atau studi kepustakaan. 5. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian yuridis normatif
yaitu suatu penelitian yang menekankan pada peraturan
peraturan hukum yang berlaku serta dalam hal ini penelitian dilakukan dengan berawal dari penelitian terhadap data sekunder. Adapun cara-cara yang digunakan penulis untuk menghimpun data pada penelitian ini adalah penelitian kepustakaan, penelitian ini dilakukan dengan mengadakan kegiatan menghimpun dan meneliti
18
data-data yang berasal dari literatur, referensi, internet dan artikelartikel media cetak yang berkaitan dengan kajian penelitian yang penulis buat. 6. Kegunaan Penelitian
a.
Kegunaan Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan menambah ilmu pengetahuan tentang hukum, tentang ambang batas perolehan suara ( presidential threshold ) dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden.
b.
Kegunaan Praktis Hasil penelitian ini adalah untuk memenuhi salah satu persyaratan akademis dalam penyelesaian program studi strata satu jurusan ilmu hukum pada fakultas hukum universitas muhammadiyah jakarta.
7. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian hukum normatif ini, metode pengumpulan data yang dipergunakan adalah studi kepustakaan (library research), untuk memperoleh data sekunder meliputi: a.
Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat seperti peraturan-peraturan yang terkait dengan pemilihan kepala daerah.
19
b.
Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer seperti buku-buku hukum, hasil penelitian hukum, hasil-hasil penelitian, hasil karya analisis ahli hukum.
c.
Bahan hukum tersier atau bahan hukum penunjang yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Kamus Hukum.
8. Teknik Pengolahan Data
Untuk menjawab rumusan permasalahan dalam penelitian ini digunakan metode penelitian analisis kualitatif, yaitu data sekunder berupa bahan-bahan primer, sekunder dan tersier dihubungkan satu sama lain dan/atau ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban atas masalah penelitian. H.
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini terbagi dalam beberapa bab yang tersusun secara sistematis. Adapun sistematika dalam penulisan skripsi ini, adalah sebagai berikut :
20
BAB I :
PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, pembatasan, rumusan masalah, landasan teori, definisi operasional, metodologi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II :
TINJAUAN UMUM MENGENAI PEMILIHAN UMUM
Pada bab ini penulis akan memaparkan sejarah pemilihan umum di Indonesia. BAB III:
PENGATURAN THRESHOLD
TENTANG
SISTEM
PRESIDENTIAL
DALAM PEMILIHAN UMUM PRESIDEN
DAN WAKIL PRESIDEN
Pada bab ini penulis akan membahas bagaimana pengaturan tentang presidential threshold bagi partai politik dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden disertai dengan undang-undang yang mengatur tentang pemilihan umum dan ketentuan yang mengatur tentang presidential threshold . BAB IV:
PENETAPAN AMBANG BATAS PEROLEHAN SUARA (P R E S I D E N T I A L
THRESHOLD)
DALAM
PEMILIHAN
UMUM PRESIDEN DAN WAKIL PRESIDEN
Penulis akan memaparkan ketentuan mengenai presidential threshold bagi partai politik dalam mengusulkan presiden dan
21
wakil presiden serta syarat-syarat dan tahapan-tahapan partai politik dalam mengikuti pemilihan umum. BAB V:
PENUTUP
Bab ini berisi mengenai kesimpulan dari permasalahan yang dibahas serta saran-saran yang dapat dijadikan acuan dalam penyelesaian terhadap permasalahan yang timbul.
22
DAFTAR PUSTAKA
Arbi Sanit, Partai, Pemilu dan Demokrasi, Pustaka Pelajar, Jakarta, 1997. A.S.S. Tambunan, Pemilu di Indonesia dan Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPRD, Binacipta, Bandung, 1995. Bintan R. Saragih, Lembaga-lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia, Gaya Media Pratama, Jakarta, 1988. Harun Alrasyid, Pemilihan Presiden dan Pergantian Presiden Dalam Hukum Positif Indonesia, YLBHI, Jakarta, 1997 Ismail Sunny, Mekanisme Demokrasi Pancasila, Aksara Baru, Jakarta, 1984. Moh. Mahfud MD, Membangun Politik Hukum, Menegakkan Konstitusi, Rajawali Press, Jakarta, 2010. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia , Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, 1983. M. Rusli Karim, Pemilu Demokratis Kompetitif , Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta. Parulian Donald, Menggugat Pemilu, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1999. Ramlan Surbakti, Memahami Ilmu Politik , Grasindo, Jakarta, 1992. Sri Soemantri Martosoewignjo, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989.
23
Sodikin, Hukum Pemilu: Pemilu Sebagai Praktek Ketatanegaraan, Gramata Publishing, Bekasi, 2014. Syamsudin Haris, Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1988. Sudijono Sastroatmodjo, Perilaku Politik , Semarang IKIP, Semarang Press, 1995. Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen UUD 1945, Prenada Media Group, Jakarta, 2010.