BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Kejang merupakan suatu manifestasi klinik gangguan neurologis yang relatif sering terjadi. Hanpir Hanpir 5% anak anak berumur dibawah 16 16 tahun
setidaknya pernah
mengalami kejang sekali selama hidupnya. Kejang mungkin sederhana, dapat berhenti sendiri, dan sedikit memerlukan pengobatan atau merupakan awal dari gejala penyakit yang berat dan cenderung menjadivstatus epileptikus. Kejang bisa terjadi karena adanya peningkatan aliran listrik pada neuron yang berlebihan, berkurangnya inhibisi dari neurotransmitter Gamma Amino Butyric Acid (GABA) atau meningkatnya eksitasi sinaptik oleh transmitter asam glutamate dan aspartat oleh proses eksitasi yang berulang ( Kania, 2007 ) Salah satu tanaman obat yang diduga mempunyai efek antikonvulsan adalah Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban). Pegagan merupakan salah satu tanaman yang banyak digunakan masyarakat sebagai alternatif pengobatan. Pegagan tumbuh liar di padang rumput, tepi selokan, sawah atau ditanam sebagai penutup tanah di perkebunan dan di pekarangan sebagai tanaman sayur.
Pegagan umumnya
dimanfaatkan sebagai sebagai obat tradisional baik dalam bentuk bahan segar, kering maupun yang sudah dalam bentuk ramuan. Sejak zaman dahulu, pegagan telah digunakan sebagai obat kulit, gangguan saraf dan memperbaiki peredaran darah. Pegagan dikenal sebagai obat yang memiliki berbagai macam efek pada sistem saraf pusat seperti stimulasi saraf, peningkatan memori serta intelegensi, penenang dan sedasi (Zheng and Qin, 2007). Pegagan dilaporkan memiliki aktivitas sebagai antiepilepsi pada status epilepticus (Katare and Ganachari, 2001). Dilaporkan pula bahwa ekstrak pegagan
kecuali ekstrak air, memiliki aktivitas antikonvulsan dan saraf dengan meningkatkan muatan asetilkolin dan penurunan aktifitas asetilkolinesterase berbeda-beda pada tiap bagian otak ketika di induksi dengan PTZ. Pemberian pegagan mampu mengembalikan asetilkolin dan asetilkolinesterase ke tingkat normal. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini mampu menghasilkan perubahan yang nampak di dalam sistem kolinergik sebagai salah satu efek aktivitasnya sebagai antikonvulsan. Dengan demikian dapat digunakan untuk manajemen yang efektif dalam pengobatan serangan epilepsi penelitian dan penurunan penurunan aktivitas ( Visweswari et al., 2010). Penelitian yang dilakukan Anissatul Mubarokah (2005) dengan metode potensiasi narkose menyebutkan bahwa ekstrak pegagan mempunyai efek sedatif pada mencit putih. Selain itu juga penelitian yang dilakukan oleh Rizki Amalia (2009) yang menguji pengaruh pemberian ekstrak pegagan terhadap efek sedasi pada mencit mengatakan mengatakan bahwa, bahwa, pegagan
merupakan salah satu obat tradisional dengan
kandungan brahmoside dan brahminoside, suatu glikosida yang sedatif. Senyawa kimia tersebut bekerja melalui mekanisme kolinergik, mengakibatkan peningkatan GABA, neurotransmiter yang berperan dalam proses sedative
B. Identifikasi Masalah Identifikasi masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Adakah pengaruh pemberian kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala terhadap efek antikonvulsan pada mencit jantan yang diinduksi PTZ ? 2. Bagaimanakah pengaruh pemberian kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala terhadap onset, durasi, frekuensi, dan jumlah kematian mencit jantan yang diinduksi PTZ ? 3. Pada kadar berapa kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala mempunyai fungsi sebagai antikonvulsan terhadap mencit jantan yang telah diinduksi PTZ ?
C. Batasan Masalah
Batasan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Dosis kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala yang digunakan adalah 100 mg/ Kg BB mencit dan 200 mg/ Kg BB mencit. 2. Perbandingan dosis kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala adalah 50:50 3. Pengaruh yang ditimbulkan serbuk herba pegagan dalam mempengaruhi onset, durasi, frekuensi, dan jumlah mencit yang mengalami kematian setelah diinduksi PTZ. D. Rumusan Masalah
1. Apakah kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala dapat mempengaruhi onset, durasi, jumlah kejang serta jumlah kematian pada mencit jantan Swiss yang telah diinduksi PTZ?
2. Pada dosis berapa kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala efektif sebagai antikonvulsan? D. Tujuan Penelitian
1. Untuk melihat pengaruh kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala dapat menunda onset, menurunkan durasi, jumlah kejang, dan jumlah kematian pada mencit jantan Swiss yang telah diinduksi PTZ. 2.
Mengetahui dosis kombinasi herba pegagan dan biji pala yang efektif sebagai antikonvulsan.
E. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain : 1.
Memberikan informasi yang berguna untuk meningkatkan pemanfaatan tanaman obat, khususnya herba pegagan dan biji pala sebagai obat antikonvulsan.
2. Dapat memberikan landasan yang ilmiah kepada masyarakat tentang khasiat herba pegagan dan biji pala sebagai obat antikonvulsan. 3. Sebagai sumber acuan yang dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya bagi perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori 1. Tumbuhan Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.)
a. Sistematika tanaman Kedudukan tumbuhan pegagan dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta Sub divisio : Angiospermae Class : Dicotyledonae Ordo : Apiales (Umbelliflorae) Familia : Apiaceae (Umbelliflerae) Genus : Centella Spesies : Centella asiatica (L.) Urb. (Backer and Brick, 1965). b. Nama daerah Di beberapa daerah di Indonesia, pegagan dikenal dengan nama Pegaga (Aceh), Pegago (Minangkabau), Kaki kuda (Melayu), Antanan bener (Sunda), Kerok Batok (Jawa Tengah), Gan Gagan (Madura), Taidah (Bali), Bebele (Sasak), Kelai lere (Sawo), Wisu-wisu (Makasar), Cipubalawo (Bugis), Hisu-hisu (Salayar), Sarowati (Halmahera), Kolotidi manora (Ternate), Dogauke (Irian) (Hutapea, 2000).
c. Deskripsi tanaman Pegagan merupakan herba atau semak rendah, perennial 0,1-0,8 m. Batang berupa batang pendek, percabangan batang merayap atau stolon. Daun tunggal dalai susunan roset atau spiral, 2-10 daun, bentuk ginjal, dengan pangkal yang melekuk ke dalam lebar, tepi beringgit-bergerigi, panjang tangkai daun 1-50 cm, pada pangkal berbentuk pelepah. Bunga tersusun dalam susunan payung, tunggal atau majemuk terdiri dari 2-3, berhadapan dengan daun, bertangkai 0,5-5 cm, semula tegak, kemudian membengkok ke bawah, daun pembalut 2-3. Tangkai bunga sangat pendek. Sisi lebar dari bakal buah saling tertekan. Mahkota dengan daun mahkota kemerahan, dengan pangkal pucat, panjang 1-1,5 mm. Buah lebar lebih panjang dibanding mahkota, tinggi 3 mm, berlekuk 2 tidak dalam, merah muda kuning berusuk (Sudarsono dkk., 2002). Tanaman Pegagan dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Pegagan (Centella asiatica (L.) Urb.)
d. Kandungan kimia Pegagan mengandung berbagai senyawa berkhasiat obat seperti asiatikosida (triterpenoids), karotenoids, dan garam-garam mineral bermanfaat. Triterpenoids
yaitu antioksidan sebagai penangkap radikal bebas yang dapat mematikan sel-sel otak, merevitalisasi pembuluh darah, memberikan efek menenangkan dan meningkatkan fungsi mental menjadi lebih baik. Vitamin berfungsi untuk meningkatkan stamina dan vitalitas serta sebagai antioksidan yang membantu dalai perkembangan sel-sel otak. Selain itu garam-garam mineral sebagai pembentuk sel darah merah (zat besi) berfungsi dalam mylenisasi otak dan peningkatan daya konsentrasi (Darusman, 2008). Senyawa yang paling penting dari komponen tanaman ini adalah triterpen. Triterpen merupakan kandungan utama yang terdiri dari asam triterpenik pentasiklik dan glikosid, antara lain asam asiatic, asiaticoside, asam mandecassic, madecassoside,
brahmoside,
asam
brahmic,
brahminoside,
thankuniside,
isothankuniside, centalloside, asam madasiatic, asam centic dan senyawa asam lainnya (Zheng and Qin, 2007). e. Sifat & manfaat pegagan Pegagan berasa manis, bersifat mendinginkan, berfungsi membersihkan darah, melancarkan peredaran darah, peluruh kencing (diuretika), penurun panas (antipiretik), menghentikan pendarahan (haemostatika), meningkatkan syaraf memori, antibakteri, tonik, antispasma, antiinflamasi, hipotensif, insektisida, antialergi, dan stimulan (Lasmadiwati, dkk., 2003). Pegagan memiliki efek antikejang, pereda nyeri, anticemas, antistres dan efek sedatif (Anonim, 2005). Semua efek pada sistem saraf pusat ini akibat meningkatnya GABA,
neurotransmiter
yang
mengatur
mengakibatkan
relaksasi
sel
(Awang,
syaraf
2009).
dan Pada
mencegah penelitian
kejang tentang
dan efek
farmakologinya, diketahui bahwa pegagan menunjukkan aktivitas antidepresan pada system syaraf pusat (Sakina dan Dandiya,1990), aktivitas sebagai antiepilepsi pada status epileptikus (Katare and Ganachari, 2001), dan mempunyai efek sedatif pada mencit (Amalia, 2009).
2. Tumbuhan biji pala (Myristica fragrans Houtt) a. Sistematika tanaman
Kedudukan tumbuhan pegagan dalam sistematika tumbuhan adalah sebagai berikut : Kingdom : Plantae Subkingdom : Tracheobionta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Subkelas : Magnoliidae Ordo : Magnoliales Famili : Myristicaceae Genus : Myristica Spesies : Myristica fragrans Houtt c. Deskripsi Tanaman Pala termasuk tumbuhan dari famili Myristicaceae (pala-palaan). Tumbuhan ini berumah dua (dioecious) sehingga dikenal pohon jantan dan pohon betina. Daunnya berbentuk elips langsing. Buahnya berbentuk lonjong seperti lemon, berwarna kuning, berdaging dan beraroma khas
karena mengandung minyak atsiri pada daging buahnya. Bila masak, kulit dan daging buah membuka dan biji akan terlihat terbungkus fuli yang berwarna merah. Satu buah menghasilkan satu biji berwarna coklat. Pohon pala dapat tumbuh di daerah tropis pada ketinggian di bawah 700 m dari permukaan laut, beriklim lembab dan panas, curah hujan 2.000 - 3.500 mm tanpa mengalami periode musim kering secara nyata.
Pala (Myristica fragrans Houtt) merupakan tumbuhan berupa pohon yang berasal dari kepulauan Banda, Maluku. Pala dipanen bijinya, salut bijinya (arillus), dan daging buahnya. Dalam perdagangan, salut biji pala dinamakan fuli, atau dalam bahasa Inggris disebut mace, dalam istilah farmasi disebut myristicae arillus atau macis. Daging buah pala dinamakan myristicae fructus cortex. Panen pertama dilakukan 7 sampai 9 tahun setelah pohonnya ditanam dan mencapai kemampuan produksi maksimum setelah 25 tahun. Tumbuhnya dapat mencapai 20 meter dan usianya bisa mencapai ratusan tahun. Sebelum dipasarkan, biji pala dijemur hingga kering setelah dipisah dari fulinya. Pengeringan ini memakan waktu enam sampai delapan minggu. Bagian dalam biji akan menyusut dalam proses ini dan akan terdengar bila biji digoyangkan. Cangkang biji akan pecah dan bagian dalam biji dijual sebagai biji pala, yang dikenal di pasaran dengan sebutan pala itu sendiri.
Gambar 2. Tumbuhan biji pala (Myristica fragrans Houtt)
d. Kandungan Kimia Daging buah pala seberat 100 g kira-kira terkandung air 10 g, protein 7 g, lemak 33 g, minyak yang menguap dengan komponen utama monoterpene hydrocarbons (61-88% seperti alpha pinene, beta pinene, sabinene), asam monoterpenes (5- 5%), aromatic eter (2-18%) seperti myristicin, elemicin). Pada arillus terdapat minyak atsiri, minyak lemak, zat samak, dan zat pati. Pada bijinya terdapat minyak atsiri, minyak lemak, saponin, miristisin, elemisi, enzim lipase, pektin, hars, zat samak, lemonena, dan19 asam oleanolat. Kulit buah mengandung minyak atsiri dan zat samak. Setiap 100 g bunga kira-kira mengandung air 16 g, lemak 22 g, minyak yang menguap 10 g, karbohidrat 48 g, fosfor 0,1 g, zat besi 13 mg. Warna merah dari fulinya
adalah lycopene yang sama dengan warna merah pada tomat. Biji pala mengandung minyak atsiri 7-14%. Bubuk pala dipakai sebagai penyedap untuk roti atau kue, puding, saus, sayuran, dan minuman penyegar (seperti eggnog). Minyaknya juga dapat dipakai sebagai campuran parfum atau sabun.
e. Sifat dan manfaat PaIa dikenal sebagai obat pelepas kelebihan gas di usus dan sebagai obat perut. Kulit dan daunnya mengandung minyak terbang dengan wangi pala yang menyenangkan. Pala Irian dipakai sebagai obat pencahar sedangkan pala jantan dipakai sebagai obat rnencret dan obat perangsang. Kegunaan khusus dari biji Pala, yarig dikenal sebagai Nux moschata M.moschata adalah sebagai obat homoeo-pathi. Obat homoeopathis berguna untuk mengobati sakit histeri, sembelit, mencret dan penyakit sulit tidur atau perut kembung. Sonawane dkk membuktikan aktivitas antikonvulsan Myristica fragrans menggunakan hewan percobaan dengan variasi dosis. Menunjukkan penurunan kejang mioklonik pada status epilepticus (VYAWAHARE, N.S, et al, 2007). Minyak pala dapat efektif terhadap kejang grand mal dan kejang parsial karena mencegah kejang tersebar pada hewan percobaan dan sedikit kejang klonik ( Talha jawaid, 2011) Pada penelitian lainnya disebutkan bahwa fraksi N-heksana tidak larut aseton dari petroleum eter menunjukkan aktivitas antidepresan dan mempunyai efek anxiogenic (Sonavena GS dkk., 2002).
3. Kejang a. Tinjauan umum Kejang adalah suatu bentuk manifestasi klinik akibat lepas muatan listrik yang berlebihan dari sebuah fokus kejang atau dari jaringan normal yang terganggu akibat suatu keadaan patologik (Price and Wilson, 2007). Manifetasi klinik kejang dapat berupa gangguan kesadaran, tingkah laku, emosi, motorik, sensorik atau otonom yang disebabkan oleh lepasnya muatan listrik yang berlebihan di neuron otak (Kania, 2007). b. Patofisiologi Mekanisme dasar terjadinya kejang adalah peningkatan aktifitas listrik yang berlebihan pada neuron-neuron dan mampu secara berurutan merangsang sel neuron lain dan secara bersama-sama akan melepaskan muatan listriknya. Hal tersebut diduga disebabkan oleh kemampuan membran sel yang melepaskan muatan listrik secara berlebihan, berkurangnya inhibisi oleh neurotransmiter GABA atau meningkatnya eksitasi oleh neurotransmiter asam glutamat atau aspartat. c. Etiologi Penyebab tersering terjadinya kejang antara lain : 1) Kejang demam 2) Infeksi: meningitis, ensefalitis 3) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hiponatremia, hipoksemia, hipokalsemia, gangguan elektrolit, defisiensi piridoksin. 4) Trauma kepala 5) Keracunan: alkohol, teofilin 6) Bahan kimia induksi kejang
7) Penghentian obat anti epilepsi 8) Lain-lain: tumor otak (Schweich and Zempsky, 1999). d. Jenis kejang Ada beberapa jenis kejang dan yang paling lazim adalah : 1) Petit mal atau absence Bercirikan serangan yang hanya singkat sekali, antara beberapa detik sampai setengah detik dengan penurunan kesadaran ringan tanpa kejang-kejang. Gejalanya berupa keadaan termangu-mangu (pikiran kosong, kehilangan respons sesaat), muka pucat, mendadak berhenti bergerak, terutama pada anak-anak. Serangan petit mal pada anak-anak dapat berkembang menjadi grand mal pada usia puberitas (Tjay and Rahardja, 2002). 2) Grand mal atau serangan tonik klonik umum Tepat sebelum terjadi serangan kadang-kadang terjadi aura. Setelah itu terjadi fase kejang tonik (kontraksi otot yang bertahan lama). Pasien saat ini kehilangan kesadarannya dan jatuh. Beberapa detik/menit kemudian serangan akan masuk pada fase klonik dengan kejang-kejang otot. Ini akan disertai dengan tidur yang dalam yang berlangsung singkat atau lama disertai pucat dan miosis. Pasien akan sadar dengan lambat dan masih pusing (Mutschler, 1991). e. Antikonvulsan Antikonvulsan adalah obat yang bisa meredakan konvulsi. Senyawa yang diharapkan untuk anti kejang dapat bekerja melalui mekanisme : 1. Peningkatan transmisi inhibisi (biasanya GABAergik).
2. Pengurangan transmisi eksitasi (biasanya glutamergik) (Price and Wilson, 2007). 4. Fenobarbital Fenobarbital (asam 5,5-fenil-etil-barbiturat) merupakan senyawa organik pertama yang digunakan dalam pengobatan antikonvulsi, dan merupakan obat pilihan utama untuk terapi kejang dan kejang demam pada anak. Dosis dewasa yang biasa digunakan ialah 2x100 mg sehari. Dosis anak ialah 30-100 mg sehari. Penghentian fenobarbital harus secara bertahap untuk mencegah kemungkinan frekuensi bangkitan kembali atau malahan bangkitan status epileptikus (Ganiswara, dkk.,2007).
Gambar 2. Struktur Fenobarbital
Mekanisme Kerja Mekanisme kerja Fenobarbital yang pasti belum diketahui, tetapi memacu proses penghambatan dan mengurangi transmisi listrik di otak. Data menunjukkan bahwa Fenobarbital dapat menekan saraf abnormal secara selektif, menghambat penyebaran dan menekan pelepasan listrik dari fokus. Dengan kadar terapi yang relevan, fenobarbital meningkatan penghambatan melalui GABA dan reduksi eksitasi melalui glutamat (Katzung, 1997). Indikasi dan Kontraindikasi
Fenobarbital digunakan pada terapi darurat kejang, seperti tetanus, eklamsia, status epilepsi, dan keracunan konvulsan. Fenobarbital juga digunakan sebagai obat sedasi pada siang hari. Fenobarbital tidak boleh pada pasien yang alergi pada fenobarbital, penyakit hati atau ginjal, dan penyakit Parkinson (Ganiswara, dkk.,2007). Farmakokinetika Fenobarbital diabsorbsi cepat dan beredar luas diseluruh tubuh. Ikatan fenobarbital pada protein plasma tinggi tetapi tingkat kelarutan lemak tidak begitu tinggi. Fenobarbital mencapai kadar puncak dalam waktu 60 menit dengan durasi kerja 10 hingga 12 jam. Fenobarbital dimetabolisme di hati dan dieksresikan ke urin. Kira-kira 25% fenobarbital diekskresi di urin dalam bentuk utuh (Donald, 2008). 5. Penthylenetetrazole (PTZ) PTZ disebut pula pentamethylenetetrazole dan leptazol. PTZ memiliki nama kimia 6, 7, 8, 9-tetrahidro 5-H tetrazolo (1, 5-a) azepin yang merupakan preparat stimulan SSP. C6H10N4 ini terdapat sebagai kristal berwarna putih, digunakan terutama untuk melawan kerja depresan, dengan pemberian per oral, intra vena dan sub cutan (Anonim, 1996 ). PTZ adalah bahan kimia konvulsan sering digunakan dalam model eksperimental untuk induksi kejang. PTZ menimbulkan efek kejang dengan mekanisme antagonis non-kompetitif GABAergik yang tidak berinteraksi dengan reseptor GABA, tapi memblok GABA dengan cara menghambat pemasukan ion Cl-. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa efek
farmakologis dari PTZ adalah melalui interaksi dengan saluran ion dari reseptor GABAA. Pemberian suntikan PTZ secara intraperitoneal pada tikusdapat menyebabkan kejang tonik-klonik umum (Brito, et al., 2006).
Gambar 3. Struktur Penthylentetrazole B. Penelitian yang relevan
Penelitian ini didasarkan pada penelitian tentang pengaruh ekstrak pegagan terhadap efek sedasi pada mencit BALB bahwa ekstrak pegagan dapat memberikan efek sedasi pada mencit Balb/c. Selama ini obat yang berefek sedasi juga bisa digunakan untuk menurunkan tingkat kecemasan. Pada dosis yang lebih tinggi, beberapa obat sedatif (khususnya barbiturat) akan menyebabkan hilang rasa. Karena efeknya dalam menekan sistem saraf pusat, beberapa obat sedatif hipnotik digunakan dalam mengobati epilepsi atau menghasilkan relaksasi otot (Amalia, 2009). Penelitian yang berjudul pengaruh antiepilepsi berbagai ekstrak Centella asiatica terhadap aktivitas Na + / K +, Mg2 + dan Ca2 +-ATPase di otak tikus yang disebabkan PTZ menyebutkan bahwa ekstrak pegagan, kecuali ekstrak air memiliki aktivitas antikonvulsan dan saraf dan dengan demikian dapat digunakan untuk manajemen yang efektif dalam pengobatan serangan epilepsi (Visweswari et al., 2010), Selain itu penelitian ini didasarkan pada
biji pala memepunyai aksi
kompleks pada system syaraf pusat, menunjukkan mempunyai aktivitas
antikonvulsan
terhadap
kejang
dengan
maximum
electroshock
(MES),
pentylenetetrazol (PTZ) dan lithium sulphate-pilocarpine nitrate (Li-Pilo) (G.S. SONAVANE, 2002). Penelitian yang meneliti berbagai minyak essential sebagai antikonvulsan menyebutkan bahwa minyak biji pala mempunyai aktivitas antikonvulsan pada kejang tonic klonic yang diinduksi pentylentetrazole (Reinaldo Nóbrega de Almeida, 2011)
C. Kerangka Berfikir
Pegagan telah terbukti mempunyai efek sedatif pada mencit karena memiliki kandungan glikosida brahmoside dan brahminoside. Senyawa kimia tersebut bersifat polar dan bekerja melalui mekanisme kolinergik, mengakibatkan peningkatan GABA (Amalia, 2009). Biji pala juga telah terbukti memiliki aktivitas sedative dan relaksan otot, biji pala mengandung aromatik eter (2 - 18% seperti myristicin, elemicin) yang bersifat membius sehingga bersifat sedatif. Berdasarkan kemampuan pegagan dan biji pala yang dapat meningkatkan neurotransmitter GABA maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut tentang kemampuan pegagan dikombinasikan dengan biji pala sebagai antikonvulsan. Hal ini disebabkan karena selain pada efek sedasi, peningkatan GABA juga bisa terjadi pada efek antikonvulsan (Anonim, 2005). GABA merupakan neurotransmiter penghambat utama di susunan syaraf pusat. GABA dapat menghambat transmisi rangsangan listrik di sinap (Tjay and Rahardja, 2002). Selain itu pegagan juga dilaporkan mampu mengembalikan asetilkolin dan asetilkolinesterase ke tingkat normal dimana sebelumnya terjadi peningkatan muatan asetilkolin dan penurunan aktivitas asetilkolinesterase pada otak tikus yang di induksi dengan PTZ. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman ini mampu menghasilkan perubahan yang nampak di
dalam sistem kolinergik yang merupakan salah satu efek aktivitasnya sebagai antikonvulsan (Visweswari, et al., 2010). Sehingga perlu dilakukan penelitian tentang efek antikonvulsan kombinasi serbuk herba pegagan dan biji pala terhadap mencit jantan Balpc yang diinduksi kejang PTZ. Kemampuan sebagai antikonvulsan bisa diamati dari parameter onset, durasi, jumlah kejang dan jumlah kematian pada mencit. D. Hipotesis
Hipotesis penelitian ini adalah bahwa pemberian kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala akan mempengaruhi onset, durasi, frekuensi kejang tonik klonik
umum, dan jumlah kematian mencit jantan yang diinduksi PTZ
sebagai efek anti konvulsan.
BAB III METODE PENELITIAN
A. Bahan dan Alat 1. Alat yang Digunakan
Alat yang digunakan untuk melakukan uji efek anti konvulsan kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk biki pala adalah kandang mencit, alat-alat gelas, timbangan, alat suntik oral, alat suntik injeksi, ayakan mesh 100, oven, lemari es, blender, dan stopwatch 2. Bahan yang Digunakan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah serbuk herba pegagan dan serbuk biji pala yang lolos mesh 100. Herba pegagan diperoleh dari petani daerah Ambarawa pada tanggal 26
Desember 2010 dan serbuk biji pala
diperoleh dari pasar Beringharjo pada tanggal
. Bahan pembanding yang
digunakan adalah tablet fenobarbital yang diperoleh dari Apotek UAD Yogyakarta dan sebagai kontrol negatif adalah CMC Na 0,5% yang diperoleh dari laboratorium Farmakologi UAD. Bahan yang digunakan untuk membuat mencit menjadi kejang adalah PTZ dari pabrik Sigma Co. 3. Hewan Uji
Hewan uji yang digunakan dalam percobaan ini adalah mencit jantan galur Balpc dengan bobot 25 – 30 gram yang berumur 5-6 minggu yang diperoleh
dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Universitas Gajah Mada,
Yogyakarta. Kondisi fisik hewan sehat dan tidak tampak cacat secara anatomi. Mencit dipelihara dalam kandang, tiap kandang berisi 6 ekor mencit, dan diberi makan pellet serta diberi minum secukupnya. B. Prosedur Penelitian 1.Determinasi Tanaman
Tanaman yang digunakan dideterminasi di Laboratorium Ilmu Alam Fakultas MIPA Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta. 2. Penanganan Pasca Panen
Herba pegagan diperoleh dari Ambarawa, di sekitar lereng Gunung Ungaran. Sebelum herba pegagan digunakan dalam penelitian, herba pegagan mengalami tahapan perlakuan sebagai berikut : (a)
Penyortiran
Penyortiran herba perlu dilakukan untuk membersihkan herba pegagan yang layak dipakai untuk bahan dan herba yang harus dibuang. Herba pegagan yang dipakai adalah pegagan yang segar, utuh, dan warnanya hijau. Herba yang cacat, kotor, berlubang, layu, dan menguning disortir untuk dibuang. (b) Pencucian
Sebelum
dicuci,
herba
pegagan
direndam
dalam
air
menggunakan ember yang bersih selam 15 menit. Setelah direndam, herba pegagan dicuci beberapa kali hingga bersih, dibilas dengan air mengalir sebanyak tiga kali. Hal ini dilakukan untuk memastikan herba pegagan sudah bersih dari kotoran yang menempel. (c) Pengeringan
Herba pegagan yang telah dicuci dan dirajang dengan pisau kemudian dikeringkan di dalam oven pada suhu 50º C hingga kering dan mudah diremas menjadi serpihan-serpihan. Pengeringan dilakukan untuk menghindari herba berlendir dan membusuk. (d) Pembuatan Serbuk
Herba pegagan yang telah dikeringkan dihaluskan dengan blender, kemudian serbuk yang sudah diblender diayak dengan ayakan mesh 100. Serbuk yang lolos ayakan inilah yang digunakan untuk penelitian. 3. Pembuatan Suspensi CMC Na 0,9%
Larutan CMC Na 0,5% dibuat dengan menimbang 0,5 gram CMC Na, digerus dalam mortir dengan air panas sedikit demi sedikit sampai larut, kemudian dimasukkan ke dalam labu takar sampai 100 ml. 4. Perhitungan Dosis dan Pembuatan Larutan Uji a. Dosis Fenobarbital
Dosis yang digunakan untuk anti kejang pada penelitian ini adalah 100mg/KgBB. Mencit dengan berat badan 25 g, maka dosis fenobarbital yang diperlukan adalah sebagai berikut : 100 mg/ Kg BB mencit = 25 g BB mencit x 100 mg 1000 g BB mencit = 2,5 mg/25 g BB mencit Pemberian peroral pada I ekor mencit dengan berat 25 g adalah 0,2 ml. Jadi untuk membuat larutan stok suspensi fenobarbital dengan volume 10
ml, dilakukan dengan menimbang 125 mg fenobarbital dilarutkan dalam CMC Na 0,5% ad 10 ml dalam labu takar. b. Dosis Suspensi Serbuk Pegagan dan biji pala
Dosis yang digunakan untuk penelitian ini adalah 100 mg/ Kg BB, 200 mg/ Kg BB, mencit. Perhitungan dosis missal dengan berat mencit 25 gram dan volume pemberian 0,2 mililiter adalah sebagai berikut: 100 mg/ Kg BB mencit = 25 g BB mencit x 100 mg 1000 g BB mencit = 2,5 mg/25 g BB mencit dalam 0,2 ml =125 mg/10 ml (larutan stok) 200 mg/ Kg BB mencit = 25 g BB mencit x 200 mg 1000 g BB mencit = 5 mg/25 g BB mencit dalam 0,2 ml = 250 mg/10 ml (larutan stok) c. Dosis PTZ
Dalam penelitian ini digunakan dosis 80mg/KgBB dalam larutan NaCl 0,9 % yang diberikan secara intra peritonial. Dosis didapat dari orientasi langsung yang dilakukan sebelum penelitian. 80 mg/ Kg BB mencit
= 25 g BB mencit x 80 mg
1000 g BB mencit = 2 mg/25 g BB mencit dalam 0,2 ml
= 100 mg/KgBB (larutan stok)
5. Perlakuan Terhadap Hewan Uji
Percobaan ini dilakukan dengan menggunakan hewan uji mencit jantan dengan bobot 25 – 30 gram yang telah diadaptasikan selama 1 minggu. Kemudian dibagi menjadi 4 kelompok masing-masing terdiri dari 5 mencit dan ditimbang untuk menghitung volume pemberian. Masing-masing dikandangkan sesuai kelompok untuk menghindari terjadinya kesalahan perlakuan. Semua mencit ditimbang untuk menghitung dosis pemberian. Kelompok mencit diberi perlakuan sebagai berikut : Kelompok I
: Sebagai kontrol negatif hanya mendapat pakan dan larutan
suspensi CMC Na 0,5%. Kelompok II
: Diberi suspensi kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk
biji pala (50:50) secara peroral dengan dosis 100 mg/KgBB. Kelompok III
: Diberi suspensi kombinasi serbuk herba pegagan dan serbuk
biji pala (50:50) secara peroral dengan dosis 200 mg/KgBB. Kelompok IV
: Diberi suspensi fenobarbital secara peroral dengan dosis 100
mg/KgBB. Kelompok I, II, dan III, diberi perlakuan selama 7 hari pada jam yang relatif sama. Untuk kelompokI V diberi perlakuan hanya pada hari ke-7. Setelah hari ketujuh 1 jam sesudah perlakuan, mencit diinduksi PTZ dengan dosis 80 mg/KgBB yang telah dilarutkan dalam NaCl 0,9%. Kemudian diamati onset, durasi, frekuensi, dan jumlah mencit mati dengan lama pengamatan selama 30
menit. Kemudian dibandingkan antara kelompok dosis dengan kelompok kontrol positif maupun negatif. Onset dihitung mulai dari penyuntikan pentylenetetrazole sampai waktu terjadinya kejang. Durasi dihitung dari mulai terjadi kejang sampai selesai kejang. Sedangkan frekuensi adalah jumlah kejang yang terjadi. Kejang yang diamati dalam penelitian ini adalah kejang tonik klonik.