B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
4-3. 4-3. RE REK A YASA PENG PENGGAL GALIAN IAN MA SSA B ATUA ATUA N DISC CUTTER
1
Perkembangan Disc is c C utter ut ter Cut B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Jika Jika tepa tepatt digu diguna naka kan n disc cutter dapa dapatt seefis seefisien ien drag pick. Pada umumnya, disc cutter pali paling ng efek efekti tiff jika jika digu diguna naka kan n pada pada batu batuan an keras keras mesk meskip ipun un pene penetr tras asin iny ya akan akan berku berkura rang ng seiri seiring ng deng dengan an pemakaian.
Fen Fen (198 (1987) 7) menyat menyatak akan an bahw bahwa a dalam dalam pros proses es peng pengha hancu ncura ran n pada pada luas luas daer daerah ah yang ang sama, sama, disc cutter lebih lebih efisie efisien n diban dibandin dingka gkan n dengan button cutter .
Analisis menunjukkan bahwa pada pemotongan unrelieved SE disc Tetapi pada pada pemo pemoto tong ngan an relieved, SE atau cutter 10X SE drag pick. Tetapi efisiensi disc seband sebanding ing dengan dengan pick jika spasi disc optimal dan masi masing ng-ma -masi sing ng alat alat memp mempun unya yaii ting tingka katt keaus keausan an yang ang sama sama (Roxborou (Roxborough gh 1985). 1985).
2
Perkembangan Disc is c Cut Cutter ter -1 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Rolling disc cutter bias biasan anya ya digu diguna naka kan n pada pada peng pengga gali lian an batu batuan an kera keras s c 30 275 MPa MPa (Home (Home 1982; 1982; Hand Handew ewith ith & Dahmen Dahmen 1982). 1982).
Pengg Pengguna unaann annya ya untuk untuk pengg penggali alian an batuan batuan ditahu ditahun n 1950 1950 sebag sebagai ai metode metode altern alternati atiff dari dari pembo pemboran ran & peleda peledakan kan,, khusu khususny snya a pada pada mesin mesin penero penerowo wonga ngan n full face yang yang akhirn akhirnya ya membaw membawa a pada pada pengg pengguna unaan an free rolling disc cutter . Disc teta tetap p pert pertam ama a kali kali digu diguna naka kan n pada pada mesi mesin n pengg enggal alii di abad abad 19 untu untuk k mengga menggalili terow terowong ongan an dengan dengan diamet diameter er 2,1 2,1 m dan dan panjan panjangny gnya a 10 mete meterr pada pada batuan batuan granit granit dekat dekat Silv Silver er Plume Plume Colo Colorad rado. o. Awal 1950, free rolling disc cutter digunakan digunakan pertama pertama kali bersama-sa bersama-sama ma dengan drag pick pada tunnel boring machine berben berbentuk tuk lingk lingkara aran n untuk untuk membua membuatt terow terowong ongan an sepanj sepanjan ang g 7 km pada pada proyek proyek Oahe Oahe Dam USA. USA. Di sini, sini, drag pick merup merupaka akan n alat alat pemoto pemotong ng batuan batuan utama, utama, sedan sedangka gkan n disc cutter bera berada da di bela belaka kang ng drag pick untu untuk k memb membua uang ng batu batuan an yang yang tertin tertingg ggal al pada pada alur alur yang yang diben dibentuk tuk oleh oleh pick. Batu Batuan an pada pada proy proyek ek Oahe ahe Dam Dam terdi terdiri ri dar dari bent benton onit it yang yang sang sangat at luna lunak k dan dan shal shale e denga dengan n c 1 – 3 MPa MPa (Sta (Stack ck 1982 1982). ).
3
Perkembangan Disc is c Cut Cutter ter -2 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
1958, rolling disc cutter untuk untuk pertam pertama a kaliny kalinya a mengga mengganti ntikan kan drag pick pada mesin penerowon penerowongan gan full face untuk untuk proye proyek k salur saluran an Hamme Hammerr River River di Toront Toronto o yang yang melew melewati ati tipe tipe batua batuan n yang yang berv bervari ariasi asi c 55 – 190 MPa MPa (Robbi (Robbins ns 1987). 1987). Pada Pada awal awalny nya a mesi mesin n akan akan meng menggu guna naka kan n pick, teta tetapi pi kare karena na tipe tipe batu batuan anny nya a lebi lebih h kera keras s & lebi lebih h brittle, tingkat tingkat penghancu penghancuran ran pick kurang kurang tingg tinggii & mahal mahal,, sehing sehingga ga mesin mesin hanya hanya menggu menggunak nakan an disc cutter . Diband Dibandingk ingkan an dengan dengan menggunakan pick, tern ternya yata ta laju laju peng pengga gali lian an memb membai aik k & biaya biaya pemo pemoto tong ngan an berk berkur uran ang g kare karena na berk berkur uran angn gnya ya keau keausa san n & wakt waktu u peng pengga gant ntia ian n gigi gigi gali gali.. Seja Sejak k itu disc cutter cender cenderung ung diguna digunakan kan untuk untuk mengg menggant antika ikan n drag pick pada pemoto pemotonga ngan n batuan batuan keras. keras. Hingga Hingga saat saat ini, ini, peng penggun gunaan aan disc cutter dibat dibatas asii pada pada terowo terowonga ngan n lingka lingkaran ran.. Biasany raise borers borers dan shaft borers. iasanya a dipas dipasang angka kan n pada pada full face TBM, raise Meski Meskipun pun terow terowong ongan an berben berbentu tuk k lingk lingkara aran n mempun mempunyai yai bebera beberapa pa keuntu keuntunga ngan, n, apli aplika kasi siny nya a terb terbat atas as pada pada bent bentuk uk tapa tapall kuda kuda,, khus khusus usny nya a untu untuk k jala jalan n utam utama a tambang. Pengo Pengoper perasi asian annya nya TBM TBM tidak fleksi fleksibel bel & keekono keekonomis misann annya ya minim minimum um pada jarak jarak terowo terowonga ngan n 3 km sehingg sehingga a pengg pengguna unanny nnya a terbat terbatas as 4
Perkembangan Disc Cutter -3 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Perkembangan di atas 10 – 15 tahun terakhir ini membawa pada penggunaan disc cutter pada road header (tipe boom) crawler mounted excavation machine , Mobile Minner (Robbins 1985; Boyd 1987). Percobaan menunjukkan bahwa prinsip mesin road header menggunakan disc dapat menggali batuan keras secara kontinyu meskipun biayanya belum efektif (McIlwain 1988).
Sebagai hasil kinerja dan monitoring komponen selama penggunaannya, dilakukan perubahan rancangan pada mesin model Mark II. Mesin menggunakan drum pemotong besar yang pada tepinya dipasang rangkaian disc cutter dan didukung oleh swing arm boom.
Mesin ini sangat berpotensi pada pekerjaan sipil & tambang pada batuan keras karena penggunaannya fleksibel untuk berbagai penampang terowongan, lebih mudah bergerak & berbiaya rendah
5
Tunnel Boring Machine B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
6
Robbins Mobile Miner at Mt. Isa Mine B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
7
Fragmentasi Batuan Menggunakan Disc Cutter B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Rolling disc cutter tahanan terhadap tegangan tinggi yang diperlukan untuk menyebabkan batuan retak. Masing-masing disc beroperasi seperti roda yang berputar bebas pada sumbu yang sejajar dengan permukaan batuan. Pada batuan yang sama, laju pemakaian disc cutter pada umumnya lebih kecil daripada drag pick. Disc cutter perlu thrust yang lebih tinggi untuk luas kontak yang kecil antara cutter dan batuan untuk menghasilkan penetrasi yang dalam dan potongan batuan yang besar. Permukaan kontak yang kecil akan menyebabkan tegangan yang tinggi pada batuan. Jika gaya thrust kurang, tegangan akan melebihi kuat tekan batuan dan batuan akan hancur pada daerah pertengahan disc (Cook 1968). Rekahan akan membesar dari zona hancuran dan akan memberikan penetrasi yang kurang, beberapa mekanisme pelepasan tegangan dipicu dalam batuan yang akan menyebabkan hancuran secara tiba-tiba pada daerah di antara alur yang berdekatan dan menghasilkan potongan-potongan yang besar. Pada skala makro, bentuk mekanisme pelepasan tegangan ini bervariasi terhadap geometri pemotong, spasi pemotong dan pada skala mikro bergantung pada tingkat gaya dan penetrasi, struktur batuan, distribusi ukuran butiran, tingkat anistropi batuan dan adanya retakan-retakan mikro atau poripori yang potensial untuk menyebabkan konsentrasi tegangan yang menimbulkan penjalaran retakan 8
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Fragmentasi Batuan Menggunakan Disc Cutter
Teale (1961) merumuskan pemecahan primer batuan meliputi dua tahap,
pertama penghancuran lokal dan
kedua penghancuran lateral dari fragmen batuan.
Hal yang sama juga terdapat pada analisis mekanisme pemotongan Lawn dan Swain (1975), Farmer & Glossop (1980) dan Snowdon, dkk (1982).
9
Penghancuran Primer Batuan B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
1. Deformasi batuan karena dibebani oleh disc. Jika batuan adalah material brittle, deformasi elastik akan diikuti oleh lepasnya ikatan antar butir karena kuat tekannya terlampaui dan hancurnya partikel batuan. Energi disc diubah menjadi energi permukaan seperti bidang bebas baru yang terbentuk. 2. Terbentuknya retak pada massa batuan di dasar alur. Karena gaya utama pemotongan adalah gaya thrust, maka tegangan tekan diberikan pada batuan. Sebagai akibat dari tegangan tekan ini, tegangan tarik terjadi sejajar dengan permukaan yang menyebabkan rekahnya batuan. Pada beban kritis yang bergantung pada fracture toughness batuan, tegangan tarik dapat menyebabkan terbentuknya retakan. 3. Pemberian gaya thrust menyebabkan retakan menjalar searah dengan tegangan prinsipal mayor. Retakan cenderung bergabung untuk meminimalkan kehilangan energi melalui energi permukaan dan membentuk median vent. 4. Perpindahan disc sepanjang batuan mengurangi tegangan tekan dan tegangan tarik. Ketika sumber energi dihilangkan, penjalaran retakan berhenti dan retakan tertutup. 5. Sejalan dengan perpindahan disc, akan terbentuk lateral vent. Deformasi elastik awal batuan pada pelepasan gaya menyebabkan tegangan tarik pada massa batuan tegak lurus permukaan batuan. Tegangan dan gaya gesek antara batuan dan disc menyebabkan pembentukan retakan di luar daerah kontak dan sejajar dengan permukaan batuan.
10
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Snowdon, dkk (1982) meneliti vent median dan lateral pada inti batuan yang diambil dari pemotongan dengan disc. Ozdemir, dkk (1976) mendapatkan bahwa meskipun terdapat vent median, dua retakan radial lain yang berasal dari daerah hancuran dan diproyeksikan pada batuan lebih terlihat. Mereka menyatakan bahwa retakan median mulai terbentuk tetapi menjadi stabil dan tertutup seperti dua retakan radial terbentuk. Sanio (1985) juga menyatakan adanya lebih banyak retakan yang menjalar pada permukaan.
Roxborough dan Phillips (1975b) mencatat bahwa pada batupasir Bunter, beberapa retakan “… menandakan geseran batuan sepanjang permukaan…. pada kedalaman penetrasi penuh” . Hal ini juga dicatat oleh Snowdon, dkk (1982) untuk batuan yang lebih keras pada penetrasi lebih rendah.
Pada kasus batupasir Gregory yang merupakan batuan lunak (UCS 50 MPa) pola penghancuran berbentuk cekung dari dasar alur. Hal ini cenderung untuk membentuk permukaan yang tajam dan mengindikasikan tipe mekanisme karena tarik.
Ozdemir, dkk (1976) juga menyimpulkan bahwa batuan hancur karena geseran, sementara Sanio (1985) menyatakan bahwa potongan batuan terbentuk karena hasil rekahan tarik. 11
Diagram Dua Tipe Retakan Batuan Menggunakan Disc B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Rock surface
Failure plane due to slabbing Rock surface
Failure plane due to undercutting
Batu pasir lebih lunak berbentuk cekung
12
Berbagai Jenis Batuan Penting Dalam Rekayasa Batuan B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Basalt
Gneiss
Gneiss
13
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Ozdemir (1987) meneliti hubungan langsung antara potongan dan frekuensi gaya puncak dengan jalan menentukan periode antara peningkatan gaya puncak (atau frekuensi turun) terhadap panjang potongan.
Vibrasi disc selama pemotongan pada umumnya terjadi pada frekuensi rendah, 0 – 10 Hz dengan sebagian besar energi digunakan untuk pembentukan potongan antara 0 – 2 Hz seperti pada drag pick.
Rolling disc cutting lebih efisien terhadap jumlah total energi yang diperlukan
untuk menyebabkan fragmentasi. Lindqvist (1985) mengindikasikan hanya 2 – 3% dari total energi yang digunakan sebagai energi permukaan untuk membentuk fragmentasi batuan. Sebagian besar energi, sekitar 61 %, hilang pada saat terjadi deformasi elastik dan gesek.
Untuk tipe lain roller cutter , disc cutter lebih efisien daripada button cutter yang cenderung untuk menggali batuan dengan penggerusan. Disc cutter cenderung untuk menghasilkan potongan yang lebih besar dibandingkan drag pick.
14
Variabel Pemotongan Dengan Disc B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Variabel disc: diameter, D dan sudut sisi alat, Variabel operasional: kecepatan potong n, penetrasi p, & jarak, s Front elevation Normal to cutting direction
Side elevation Section parallel to cutting direction Direction of cutting FT
/2 D/2
FR
F
p
p = Penetration = Breakout force D = Disc diameter FT = Thrust force R = Rolling force = Tool edge angle F 15
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Sanio (1985): pentingnya mempertimbangkan kondisi batuan jika ha sil uji laboratorium akan digunakan di lapangan untuk memprediksi kinerja pemotongan yang lebih baik. Sanio memberikan contoh penelitian Auberti & Wanner (1978) dimana tingkat kemajuan pada batuan yang sama sangat bervariasi, yang 100 % bergantung pada arah kemajuan terowongan terhadap schistosity. Kemajuan menjadi minimum pada saat pemotongan sejajar dengan bidang foliasi, tetapi akan meningkat mendekati dua kalinya jika pemotongan 60o terhadap bidang. Contoh lain adalah cleat, suatu struktur di dalam batubara.
Evans dan Pomeroy (1966): orientasi cleat terhadap arah pemotongan mempunyai pengaruh penting pada kinerja pemotong dengan menggunakan drag pick. Sanio klaim bahwa struktur lain seperti joint dan bedding juga mempengaruhi kinerja pemotongan. Selain struktur batuan, variabel geomekanika yang lain adalah orientasi dan besar tegangan insitu batuan dan perubahannya terhadap bentuk penggalian selama pemotongan.
Variabel geomekanika ini penting karena sangat mempengaruhi kinerja pemotongan aktual di atas variabel disc dan operasional. Tidak seperti yang sebelumnya, variabel yang terakhir ini bergantung pada kondisi lapangan dan dapat dipelajari di laboratorium untuk mengoptimalkan kinerja 16
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Hasil Investigasi Laboratorium
17
Diameter Disc vs. Gaya Potong B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Batuan Batupasir Bunter, c = 49,2 MPa, t = 2,64 MPa (Roxborough dan Phillips 1981) 40 Disc-FDia
30
20 Thrust Rolling
10
0 50
100
150
200
250
Diameter of Disc - mm 18
Sudut Sisi Alat Al at (Tool Edge Angle) vs. Gaya Potong B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
tipe batuan batupasir Bunter c = 49,2 MPa, t = 2,64 MPa (Roxborough dan Phillips 1981) 40 Edgeangle-FtFr
30
20
Thrust Rolling
10
0 50
60
70
80
90
Disc Edge Angle - degree
100
110 19
Dua Tipe Disc Cutter Dengan Profile Disc Standard dan Profil Penampang Konstan B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Standard disc profile
Constant cross section profile
20
Pengaruh Kecepatan Pemotongan B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Seperti kasus drag pick, kecepatan pemotongan tidak berpengaruh pada parameter kinerja pemotongan dengan rolling disc pada kecepatan yang digunakan dalam praktek (Roxborough dan Phillips 1975b; Fenn 1987). Hal ini disebabkan oleh kecepatan pemotongan dinyatakan baik di bawah kecepatan yang menyebabkan retakan menjalar melalui batuan meskipun hal itu sedikit atau tidak berpengaruh pada proses penghancuran (Roxborough dn Phillips, 1975b; Evenden dan Edwards, 1985). Harga kecepatan penjalaran retakan bervariasi antara 250 m/s pada gelas, material brittle, (Kirna 1983) sampai lebih dari 500 m/s pada Barnsley Hards, batubara brittle (Evenden dan Edwards 1985).
Ozdemir (1987) meneliti bahwa laju pembentukan potongan per unit panjang tidak bergantung pada kecepatan pemotong. Juga diteliti bahwa pada kecepatan yang lebih besar frekuensi getaran akan meningkat. Dapat diperkirakan bahwa frekuensi gaya puncak atau frekuensi getaran cutter bergantung pada panjang potongan 21
Pengaruh Penetrasi B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Gaya thrust dan gaya putar (unrelieved) meningkat terhadap peningkatan laju penetrasi (Roxborough dan Phillips, 1975b; Phillips, 1975; Howards, 1980; dan Fenn, 1985).
Sanio (1985): gaya meningkat terhadap penurunan laju penetrasi atau gaya thrust sebanding dengan akar kuadrat penetrasi.
Pemotongan akan berubah dari kondisi pemotongan unrelived ke relieved seperti penetrasi sebanding dengan penurunan gaya resultan.
Koefisien pemotongan (FT/FR) juga dipengaruhi oleh penetrasi karena perbedaan laju peningkatan gaya thrust dan gaya putar. Didasarkan pada analisis teori geometri pemotongan rooling disc, Roxborough dan Phillips (1975b) mengembangkan model yang memperkirakan variasi koefisien pemotongan terhadap penetrasi sebagai fungsi diameter disc dan penetrasi.
FT FR
D p p
FT = gaya thrust FR = gaya putar D = diameter disc p = penetrasi disc 22
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Model Alternatif Analisis Geometri Disc Ozdemir, dkk (1976) FT FR FT FR
tan
5
FT FR
(1 cos )
sin cos
D 2 p cos D
D
4 p
A p oi nt of sp eci al s ig ni fi cance i n all th e abo ve m od els is th at the rat io of fo rc es o n a dis c is in dependent of t he disc edge angle and the material prop erties of the roc k and dependent only on t he disc di ameter and penetration . Equally important, the models also predict values in the same order of magnitude and follow the same trend as the observed results.
23
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Model Alternatif Analisis Geometri Disc Sanio (1985) FT FR
5
D
4 p
Sanio also derived an Equation by integrating the forces about the edge the disc in a static situation. This Equation was shown to have a good correlation with the results of rock cutting tests in five different rock types and was also shown to be independent of the orientation of the major planes of weakness to the direction of cutting (Roxborough 1985). A point of special significance in all the above models is that the ratio of forces on a disc is independent of the disc edge angle and the material properties of the rock and dependent only on the disc diameter and penetration. Equally important, the models also predict values in the same order of magnitude and follow the same trend as the observed results. 24
60 Disc-PFtFr
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Thrust Rolling
40
20
0 0
2
4
6
8
10
12
Penetration - mm 60 Disc-PSE
Pengaruh Penetrasi vs. Gaya (Roxborough & Philli ps 1981 )
50
40
30
20 0
2
4
6 Penetration - mm
8
10
12 25
300 250 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
200 150 Penetration 2 mm Penetration 4 mm Penetration 6 mm Penetration 8 mm
100 50 0 0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
Spacing - mm
40
Pengaruh Spasi vs. Gaya (Snowdon et al. 1982)
30
20 Penetration 2 mm Penetration 4 mm Penetration 6 mm Penetration 8 mm
10
0 0
20
40
60
80
100
Spacing - mm
120
140
160
180 26
2.5
Pengaruh Spasi/Penetrasi vs. Produksi
2.0 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
1.5 1.0 0.5 0.0 0
5
10
15
20
25
30
Spacing/penetration
Any increase in spacing ratio above the optimum lead to a dramatic decrease in yield to the value observed in unrelieved c utting that is the optimum spacing ratio is synonymous with the maximum spacing ratio. The optimum spacing ratio with discs is the maximum separation which will still cause rock breakage --between grooves (Roxborough 1978). This is in contrast with picks as some lateral breakage is still observed if picks are spaced in excess of the optimum spacing. Rad (1974) and Snowdon et al. (1982) have argued the existence of a critical spacing in addition to the optimum spacing and that it is the critical spacing which delineates the point between unrelieved and relieved cutting
35
Nilai rasio optimum spasi terhadap kedalaman bervariasi antara 5 – 15 (Roxborough dan Phillips, 1975b, Snowdon, dkk 1982). Dalam usaha untuk memperkirakan spasi optimum, Roxborough & Phillips (1975b) mengembangkan model berdasarkan sifat material batuan sebagai berikut
s p
c o
s = jarak p = penetrasi c = kuat tekan uniaksial 0 = kuat geser batuan
27
Pengaruh Kedalaman Al ur Alur (Howard & Roxborough 1982) B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
6
6
STAGE - 1
STAGE - 2
STAGE - 1 REPEAT
STAGE - 3
5
5
4
4 Mean thrust
3
3
2
2
1
1 Yield
0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
INCREMENT No.
28
Cutting Coefficient B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Roxborough (1988) menyatakan
FT
bahwa gaya thrust meningkat
FR
secara linear terhadap penetrasi. Dia menetapkan bahwa gaya
d D p p
p
thrust pada berbagai kedalaman tidak bergantung pada peningkatan ukuran.
Dengan mengacu pada koefisien pemotongan, Roxborough (1988)
FT FR d D p
= = = = =
gaya thrust gaya putar kedalaman alur total diameter disc penetrasi disc
mengembangkan persamaan dengan memasukkan pengaruh putaran disc pada gaya sebagai berikut 29
Pengaruh Keausan Disc Cutter B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Fenn (1987) menemukan bahwa pemakaian rolling disc cutter dapat mempengaruhi parameter-parameter kinerja. Dia mendapatkan bahwa gaya thrust akan meningkat 47% dan gaya putar meningkat 13% selama
pemotongan dengan blunt disc jika dibandingkan dengan pristine disc.
30
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
TEORI GAYA -GAYA POTONG DENGAN DISC CUTTER
31
Model Failure Disc dari Evans -1 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Model paling akhir untuk perhitungan gaya yang menyebabkan hancurnya batuan oleh disc diberikan oleh Evans dan Murrell (1968).
Model ini berhubungan dengan tahanan penembusan akibat adanya bidang baji dalam batuan.
Evans dan Murrell (1857) mengemukakan bahwa dengan mengabaikan gesekan, maka secara teoritis, tahanan penembusan harus sama dengan tegangan normal antara baji dan batuan.
Mereka menemukan: “ …… tahanan penembusan (untuk baji) sama dengan kekuatan batubara pada saat penekanan uniaksial”. Dan berdasarkan penelitian, mereka mengembangkan suatu persamaan yang menyatakan hubungan antara gaya tahanan, penembusan dan kuat tekan sebagai berikut:
32
Model Failure Disc dari Evans -2 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
FT
FT = 2 p w
c { + tan (/2)}
FT p w
: gaya tekan : penembusan : Lebar atau panjang kontak baji : Koefisiern gesekan antara batuan dan alat : tool edge angle
p
W
33
Model Failure Disc dari Evans -3 B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Evans (1974) mengembangkan suatu model tegangan bidang hasil penggalian yang tidak terlepaskan, berdasarkan kriteria failure Mohr-Coulomb. Dalam penelitiannya, dia mengasumsikan tegangan utama yang menyebabkan failure sebuah bidang adalah tegak lurus dengan arah penggalian. Model mempertimbangkan sisi baji yang mempunyai panjang tidak terbatas. Perhitungan gaya untuk tegangan diperlukan untuk menimbulkan shear failure dalam massa batuan (yang pemecahan pertamanya dilakukan oleh disc) meluas dari ujung disc ke beberapa titik pada permukaan batuan. Dengan menganalisis tegangan normal dan geser pada bidang failure C
FT
2 p c Sin (
2 1 2 Sin { ( )} 4 2 2 FT
: Kohesi
: Koefisiern gesekan antara batuan dan alat : sudut gesek dalam
) Cos
p
R
R
34
Gaya Hidrostatik Disc dari Crow B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Pendekatan Crow (1975) dalam perhitungan gaya-gaya pada disc menggunakan dasar yang sama dengan Evans., yaitu tegangan pada disc berlawanan dengan penghancuran batuan. Evans dalam persamaan [6-8] mengasumsikan potongan dengan panjang tertentu, dan Crow menghitung luas proyeksi permukaan disc. Perhitungan gaya menggunakan asumsi distribusi tegangan seragam di atas daerah disc. Dengan dasar hidrostatik, Crow berargumen bahwa gaya total pada disc sama dengan integral tegangan pada daerah yang tegak lurus gaya. Karena tegangan diasumsikan konstan, maka integral menjadi tegangan rata-rata dikalikan luas daerah proyeksi. Luas daerah proyeksi disc adalah luas antara dua parabola.
FT = A a = [(4/3) p1.5 D0.5 tan (/2) ]
Front elevation
FR = A a = [ p2 tan (/2)] a
Side elevation Direction of cutting
a tan (/2) = 8 c FT = 7.5 p1.5 D0.5 c FR = 8 p2
c
A
a
D/2
/2
: luas kontak disc : sudut sisi disc : tegangan rata-rata
Projected area of contact
F
FT FR
p
35
Analisis Gaya Disc dari Roxborough dan Phillips B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Roxborough dan Phillips (1975) memodelkan gaya-gaya pada disc didasarkan pada usulan Evans dan Murrell (1957, 1958) bahwa ketahanan penetrasi oleh baji atau disc (gaya thrust) dihubungkan dengan kuat tekan material. Yang membedakan dari Evans adalah luas daerah yang terkena tegangan.
Seperti Crow, mereka mempertimbangkan bahwa gaya thrust dikenakan di atas luas daerah proyeksi disc pada batuan, tetapi Roxborough dan Phillips mempunyai perhitungan yang berbeda
2
Dp p
A 2 p tan
2
Front elevation
Side elevation
FT
Direction of cutting
2
D/2
/2
= panjang permukaan kontak A = luas proyeksi = sudut sisi disc
S
F
FL
1/2FT
F
FT FR
p
l 2p tan
Projected area of contact
36
An alisis Gaya Disc dari Roxborough dan Phillips Analisis B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Dengan mengasumsikan lebar disc konstan, besarnya gaya thrust dengan kondisi rolling disc bebas sama dengan
FT
4 c p tan
2
Dp p 2
Analisis ini digunakan pada kasus di mana penetrasi disc tegak lurus terhadap permukaan batuan dan tegangan didistribusikan merata pada semua permukaan kontak disc, yang dinyatakan sebagai kasus statis. Roxborough dan Phillips (1975b) mendapatkan bahwa gaya thrust pada kasus statis identik dengan gaya thrust puncak pada disc selam berputar pada permukaan batuan. Gaya putar pada disc pada pemotongan tunggal
FR
4 c p tan 2
2
Pada pemotongan ganda, Roxborough (1988) menemukan bahwa gaya thrust tidak bergantung pada penambahan ukuran dan hanya bergantung pada kedalaman total,
FT
4 c d tan
2
Dd d 2
FR
4 c dp tan
2 37
An alisis Gaya Disc dari Roxborough dan Phillips Analisis B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
D d D p
untuk D >> d dan D >> p Pemotongan tunggal merupakan kasus khusus persamaan umum dengan d = p. Saat p mendekati d, gaya putar akan meningkat hingga maksimum pada pemotongan tunggal. Phillips (1975) menghitung kembali luas kontak dan menemukan bahwa penentuan luas yang lebih teliti adalah
A
FT
8 3
tan
2
Dp p 2
8
3
2
c d tan
Dd d
2
FR
8 3
c dp tan
2
38
Analisis Gaya Disc dari Ozdemir B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Analisis Ozdemir, dkk (1976) mempunyai kemiripan dengan Crow, Roxborough dan Phillips pada beberapa bagian, hanya berbeda pada asumsi untuk menghitung gaya. Satu perbedaan yang paling penting pada Ozdemir adalah bahwa analisisnya menekankan pada gaya yang menyebabkan hancuran di antara alur yang mendukung gaya yang diperlukan untuk penghancuran primer dan sekunder. Hal ini terjadi pada pemotongan dengan jarak antara dua alur yang lebih k ecil dari jarak optimum.
Analisis sebelumnya membatasi pada daerah hancuran dan potongan yang terbentuk, yang juga dapat digunakan pada pemotongan ganda sebelum terjadi pemotongan.
Ozdemir, dkk menyatakankan bahwa luas kontak yang terbentuk yaitu setengah proyeksi permukaan disc mempengaruhi besarnya gaya thrust pada rolling disc.
Gaya thrust yang diperlukan untuk menyebabkan lekukan dapat dinyatakan sebagai F T1
Gaya disc yang diperlukan untuk menyebabkan slabbing antara alur sebagai F T2
Gaya vertical total disc sebagai F T dengan asumsi batuan massif hancur k arena slabbing pada semua tingkat penetrasi yang tidak terjadi pada rasio jarak yang besar atau penetrasi kecil
A FT1
FT
D2 4
sin cos tan
A c
c
D
2
4
D 2p D
λ cos 1
2
sin cos tan
2
4 s φ φ D0.5 p1.5 σ c 2τ 0 2tan tan 2 2 p 3
FT 2
s 2 p tan D 0 tan 2 2
s 2 p tan 4 0 2 2 tan FR c p D sin cos 2 39
Analisis Gaya Disc dari Sanio FN
B T I n a g n a b m t r e P k i n k e T n e m e t r a p e D K S n a i l a g g n e P n a r o b m e P # 4
Model failure Sanio (1985) mengasumsikan potongan yang dihasilkan lebih disebabkan oleh retakan tarik daripada retakan geser antara alur. Crack yang terbentuk pada dasar alur berada di luar daerah hancuran. Jelas bahwa retakan yang terbentuk pada saat tegangan diberikan pada batuan disebabkan oleh disc yang melebihi tegangan tariknya.
Chip
FR d/2
D = Penetration Cutting trace
A = proyeksi daerah kontak
= sudut sisi disc h = tekanan hidrostatik pada daerah hancuran
Disc Cutter
FN
Gaya thrust pada disc sama dengan waktu kontak antara batuan dan alat dan daerah hancuran bervariasi terhadap kedalaman, sehingga gaya thrust juga bervariasi sepanjang lengkung kontak. Gaya thrust total sama dengan integral gaya thrust sepanjang lengkung kontak.
Tensile cracks
h
Tekanan hidrostatik kritis pada daerah hancuran tidak bergantung pada geometri alat, melainkan pada sifat batuan.
H = kedalaman titik sepanjang lengkungan disc
Crsuhed zone
Daerah hancuran diasumsikan berbentuk lingkaran dengan jari-jari proporsional terhadap penetrasi disc; bahwa luas daerah hancuran meningkat dengan meningkatnya putaran disc hingga maksimum pada dasar alur.
Spacing
S = Spacing
FT
A σ h 2σ h h tan
φ 40