PNEUMONIA Irawaty Djaharuddin Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Unhas
I.
Definisi
Pneumonia didefinisikan sebagai suatu peradangan akut parenkim paru yang disebakan diseba kan oleh mikroorganisme (bakteri, jamur, virus dan parasit). Pneumonia
yang
disebabkan
oleh Mycobacterium
tuberkulosis tidak
termasuk. Peradangan paru yang disebabkan oleh nonmikroorganisme (bahan kimia, radiasi, aspirasi bahan toksik, obat-obatan dan lain-lain) disebut pneumonitis. (Pneumonia Komunitas, PDPI, 2014) Berdasarkan pneumonia
kllnis dan epidemiologis, pneumonia dibedakan atas
komunitas
(Community-Acquired
Pneumonia
=
CAP),
Pneumonia didapat dari Rumah sakit (Hospitals-Acquired Pneumonia = HAP), Health Care Associated Pneumonia = HCAP dan pneumonia akibat pemakaian ventilator (Ventilator Associated Pneumonia = VAP) Community-acquired pneumonia (CAP) adalah salah satu penyakit menular yang paling umum dan merupakan penyebab penting mortalitas dan morbiditas di seluruh dunia. Bakteri patogen khas yang menyebabkan CAP termasuk Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, dan Moraxella
catarrhalis. Patogen virus yang paling umum ditemukan dari pasien yang
dirawat di rumah sakit dengan CAP adalah rhinovirus. Health Care Associated Pneumonia (HCAP) didefinisikan sebagai pneumonia pada pasien non-hospitalized yang memiliki pengalaman yang signifikan dengan sistem kesehatan. Kontak tersebut dapat mencakup (1) terapi intravena untuk perawatan luka dalam 30 hari terakhir, (2) tinggal di fasilitas perawatan jangka panjang, (3) rawat inap di sebuah rumah sakit dengan perawatan akut dalam 90 hari terakhir, dan / atau ( 4) pengobatan rawat jalan di rumah sakit atau klinik hemodialisis dalam 30 hari terakhir. Pneumonia nosokomial atau hospital acquired pneumonia (HAP) adalah pneumonia yang didapat di rumah sakit menduduki peringkat ke-2 sebagai infeksi nosokomial di Amerika Serikat, hal ini berhubungan dengan peningkatan angka kesakitan, kematian dan biaya perawatan di rumah sakit. Pneumonia nosokomial ini terjadi 5-10 kasus per 1000 pasien yang masuk ke rumah sakit dan menjadi lebih tinggi 6-20x pada pasien yang memakai alat bantu napas mekanis. mekan is. Angka kematian pada pneumonia pneum onia ini sekitar 20-50%.
II.
Epidemiologi
Pneumonia komunitas adalah peradangan parenkim paru yang didapat di masyarakat. Pneumonia komunitas merupakan penyakit yang sering terjadi dan bersifat serius, berhubungan dengan angka kesakitan dan angka kematian, khususnya umur lanjut dan pasien dengan komorbid. Pneumonia
komunitas merupakan salah satu penyakit infeksi yang banyak terjadi dan juga penyebab kematian dan kesakitan yang terbanyak di dunia. Angka kematian pneumonia komunitas pada rawat jalan 2%, rawat inap 5-20%, lebih meningkat pada pasien di ruang intensif yaitu lebih dari 50%. Risiko kematian lebih meningkat pada pasien umur > 65 tahun, laki-laki dan ada komorbid. Di Amerika, rata-rata insidens tahunan 6/1000 pada kelompok umur 18-39 tahun dan menigkat menjadi 34/1000 pada kelompok umur diatas 75 tahun. Sekitar 20-40 % pasien pneumonia komunitas memerlukan perawatan rumah sakit dan sekitar 5-10 % memerlukan perawatan ruang intensif. Angka kematian pada pasien rawat jalan 1% dan pada pasien rawat inap meningkat sekitar 25% sehingga diperlukan tatalaksana adekuat dan optimal untuk mencegah peningkatan kematian. Di Indonesia, penumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit dengan proporsi kasus 53,95% laki-laki dan 46,05% paerempuan, dengan crude fatality rate (CFR) 7,6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya. Data epidemiologi dapat memberikan petunjuk kepada patogen tertentu menyebabkan pneumonia, sebagai berikut:
Patogen keseluruhan paling umum adalah S. pneumoniae
Penyakit yang mendasari paru obstruktif kronik (PPOK): H. influenzae atau M. catarrhalis
Infeksi influenza: Staphylococcus aureus
Pasien beralkohol menunjukkan gambaran "kismis jelly" sputum: Klebsiella pneumoniae
Perkiraan epidemiologi menunjukkan bahwa HAP terjadi pada 0,5% sampai 5% dari semua pasien dirawat di rumah sakit. Hal ini jauh lebih sering di antara pasien ventilasi mekanik, terjadi dengan frekuensi 15% sampai 25% dalam subkelompok penting ini. Sementara risiko kematian di antara pasien pneumonia di rumah sakit jauh lebih tinggi daripada risiko rata-rata pasien dirawat di rumah sakit, sudah sulit untuk membedakan mortalitas terkait terkait dengan HAP dari kematian disebabkan kondisi yang mendasari atau alasan utama untuk rawat inap. Setidaknya untuk VAP, tampak bahwa tingkat kematian kasar 30% sampai 70% mencakup sekitar 15% sampai 50% kematian disebabkan khusus terkait dengan episode VAP. VAP. Ini risiko risiko kematian mungkin berbeda tergantung pada waktu VAP dan organisme yang menginfeksi, karena pseudomonas dan pneumonia stafilokokus memiliki tingkat kematian lebih tinggi daripada bentuk-bentuk lain dari VAP. Perkembangan VAP antara pasien ventilasi mekanik menambahkan sekitar 7 sampai 9 hari di rumah sakit tambahan dan antara $ 12.000 dan $ 40.000 biaya kesehatan langsung tambahan. tambah an. Kombinasi didapat di rumah sakit pneumonia (HAP) dan ventilatorassociated pneumonia (VAP) merupakan penyebab paling umum kematian di antara semua infeksi didapat di rumah sakit, dengan tingkat kematian hingga
33%. Insiden internasional dan prevalensi pneumonia nosokomial adalah mirip dengan yang di Amerika Serikat, dengan tingkat yang sebanding mikroorganisme yang bertanggung jawab. predilections rasial dan seksual pneumonia nosokomial tidak memiliki predileksi rasial atau seksual. Pneumonia nosokomial adalah yang paling umum pada pasien usia lanjut. Namun, pasien dari segala usia u sia mungkin akan terpengaruh.
III.
Etiologi
Pneumonia dapat disebabkan oleh berbagai macam kuman, yaitu bakteri, virus, jamur dan protozoa. Penelitian Pe nelitian di beberapa bebe rapa negara ne gara melap orkan bahwa bakteri Gram Positif penyebab utama uta ma pneumonia komunitas. kom unitas. Data dari beberapa rumah sakit di Indonesia tahun 2012 menunjukkan bahwa penyebab terbanyak pneumonia komunitas di ruang rawat inap dari bahan sputum adalah kuman gram negatif seperti Klebsiella pneumoniae, Accinetobacter baumanii, Pseudomonas aerunosa sedangkan gram positif
seperti Streptococcus pneumoniae, Streptococcus aureus ditemukan dalam jumlah sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa dalam 10 tahun terakhir terjadi perubahan pola kuman pada pneumonia komunitas di Indonesia, hingga memerlukan penelitian lebih lanjut. Data Survelans Sentinel SARI (Severe Acute Respiratory Infection) 2010 yang dilakukan oleh Badan penelitian dan Pengembangan Kesehatan RI mendapatkan hasil biakan sputum yaitu Klebsiella pneumoniae (29%),
Acinetobacter baumanii (27 %), Staphylococcus aureus (16%), Streptococcus pneumonia (12%), Acinobacter calcoaticus (8%), Pseudomonas aeruginosa
(6%) dan Escherichia coli (25). Pada pasien penyakit paru kronik seperti bronkiectasis, fibrosis kistik dan PPOK bila terdapat infeksi biasanya berhubugan dengan kuman gram negatif, seperti Pseudomonas aeruginosa ae ruginosa. Penelitian pada tahun 2006 sampai 2008 di beberapa negara di Asia yaitu, Indonesia, Philipina, Korea, Thailand, Malaysia, Taiwan dan Hongkong terhadap pasien PPOK Eksaserbasi mendapatkan pola kuman sebagai berikut: Klebsiella pneumonia 26,5%, Haemophilus
influenzae 17,44%, Pseudomonas
aeruginosa 15,47%,
Stertococcus pneumoniae 7,86%, Acinetobacter baumannii 5,40%, dan Moraxella catarrhalis 5,15%. Hal ini tidak berbeda yang dilaporkan oleh
ATS/IDSA 2007. Faktor risiko yang berkaitan dengan infeksi pseudomonas menurut ATS/IDSA 2007 adalah pemakaian kortikosteroid > 10mg/hari, riwayat penggunaan antibiotik spektrum luas >7 hari dalam bulan sebelumnya dan malnutrisi. Faktor risiko yang berhubungan dengan infeksi Gram negatif lainnya yakni, keganasan, penyakit kardiovaskular dan merokok.
IV.
Patofisiologi dan patogenesis
Jalan pernapasan yang menghantarkan udara ke paru-paru adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus dan bronkhiolus. Saluran pernapasan
dari hidung sampai bronkhiolus dilapisi oleh membran mukosa bersilia. Ketika udara masuk melalui rongga hidung, maka udara disaring, dihangatkan dan dilembabkan. Dalam keadaan normal, saluran pernapasan bagian bawah mulai dari faring sampai alveoli selalu dalam keadaan steril. Ada beberapa mekanisme pertahanan paru yaitu filtrasi partikel di hidung, pencegahan
aspirasi dengan
refleks epiglotis, refleks batuk,
sistem
pembersihan oleh lapisan mukosiliar, dan respon imun. Apabila mekanisme pertahanan paru ini terganggu maka partikel asing atau organisme dapat masuk atau menginfeksi saluran pernapasan bagian atas hingga bawah dan kemungkinan besar terjadi pneumonia. Rute yang dilalui oleh agen infeksi berbeda-beda untuk dapat sampai ke paru-paru dan d an menyebakan pneumonia. pneumonia . Agen infeksi ini paling sering masuk ke paru-paru dengan cara terhirup. Penyebab tersering infeksi saluran pernapasan adalah virus. Infeksi virus primer menyebabkan mukosa membengkak dan menghasilkan banyak lendir sehingga
bakteri
dapat
berkembang
dengan
mudah
dalam
mukosa.
Pneumonia biasanya mulai pada lobus kanan bawah, kanan tengah, atau kiri bawah, karena gaya gravitasi daerah-daerah daerah-dae rah tersebut maka kemungkinan terbesar untuk membawa sekresi saluran napas bagian atas yang diaspirasi pada waktu tidur. Refleks batuk yang menjadi gejala klinik pneumonia dirangsang oleh material-material yang melalui barier-barier yaitu glottis dan laring yang berfungsi melindungi saluran napas bagian bawah. Gambaran patologis tertentu dapat ditunjukkan oleh beberapa bakteri tertentu bila
dibandingkan dengan bakteri lain. Infeksi Streptococcus pneumonia biasanya bermanisfestasi sebagai bercak-bercak konsolidasi merata di seluruh lapangan paru (bronkopneumonia), (bronkopneumo nia), dan pada remaja dapat dap at berupa konsolidasi pada satu lobus (pneumonia lobaris). Pneumotokel atau abses-abses kecil sering disebabkan
oleh
Staphylococcus
aureus
pada
neonates,
karena
Staphylococcus aureus menghasilkan berbagai toksin dan enzim seperti
hemolisin, lekosidin, stafilokinase, dan koagulase. Toksin dan enzim ini menyebabkan nekrosis pendarahan, dan kavitasi. Koagulase berinteraksi dengan faktor plasma dan menghasilkan bahan aktif yang mengkonversi fibrinogen menjadi fibrin, sehingga terjadi eksudat fibrinopurulen. Terdapat korelasi antara produksi koagulase dan virulensi kuman. Staphylococcus yang tidak menghasilkan koagulase jarang menimbulkan penyakit yang serius. Pneumotokel dapat menetap hingga berbulan-bulan, tetapi biasanya tidak memerlukan terapi lebih lanjut (Rahajoe dkk., 2008).
V.
Diagnosis
Diagnosis pneumonia didapatkan dari anamnesa, pemeriksaan fisis, foto thoraks dan laboratorium. A. Anamnesis Gambaran klinik biasanya ditandai dengan demam, menggigil, suhu tubuh meningkat dapat melebihi 40°C, batuk dengan dahak mukoid atau purulen kadang-kadang kadang-kadan g disertai darah, sesak napas dan nyeri dada.
B. Gejala Klinis Gejala khas adalah demam, menggigil, berkeringat, batuk (baik non produktif atau produktif atau menghasilkan sputum berlendir, purulen, atau bercak darah), sakit dada karena pleuritis dan sesak. Gejala umum lainnya adalah pasien lebih suka berbaring pada sisi yang sakit dengan lutut tertekuk karena nyeri dada. Pemeriksaan fisik didapatkan retraksi atau penarikan dinding dada bagian bawah saat pernafas, takipneu, kenaikan atau penurunan taktil fremitus, perkusi redup sampai pekak menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara pernafasan bronkial, pleural friction rub. C. Pemeriksaan Fisis Temuan pemeriksaan fisis dada tergantung dari luas lesi di paru. Pada inspeksi dapat terlihat bagian yang sakit tertinggal waktu bernapas, pada palpasi fremitus dapat mengeras, pada perkusi redup, pada auskultasi terdengar suara napas bronkovesikuler sampai bronkial yang mungkin disertai ronki basah halus, yang kemudian menjadi ronki basah kasar pada stadium resolusi. D. Pemeriksaan Penunjang
Gambaran radiologis Foto toraks (PA/lateral) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis. Gambaran radiologis dapat berupa infiltrat sampai konsolidasi dengan "air bronchogram", penyebab bronkogenik dan interstisial serta gambaran kaviti. Foto
toraks saja tidak dapat secara khas menentukan penyebab pneumonia, hanya merupakan petunjuk ke arah diagnosis etiologi, misalnya gambaran pneumonia lobaris tersering disebabkan oleh Steptococcus pneumoniae, Pseudomonas
infiltrat
bilateral
atau
aeruginosa sering
gambaran
memperlihatkan
bronkopneumonia
sedangkan
Klebsiela pneumonia sering menunjukkan konsolidasi yang terjadi
pada lobus atas kanan meskipun dapat mengenai beberapa lobus.
Pemeriksaan labolatorium Pada pemeriksaan labolatorium terdapat peningkatan jumlah leukosit, biasanya lebih dari 10.000/ul, kadang-kadang mencapai 30.000/ul, dan pada hitungan jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri serta terjadi peningkatan LED. Untuk menentukan diagnosis etiologi diperlukan pemeriksaan dahak, kultur darah dan serologi. Kultur darah dapat positif pada 20-25% penderita yang tidak diobati. Analisis gas darah menunjukkan hipoksemia dan hiperkarbia, pada stadium lanjut dapat terjadi asidosis respiratorik.
VI.
Diagnosis Banding
Ada beberapa kondisi penyakit yang sering menjadi diagnosa banding dari pneumonia, antara lain :
1. Bronkitis akut, dimana tanda dan gejalanya ringan, tidak ditemukan ronkhi dan paling sering disebabkan oleh virus pada saluran pernapasan bagian atas. 2. PPOK eksaserbasi, dimana tanda dan gejalanya ada peningkatan batuk dan perubahan sputum purulen, sesak napas tambah berat. Umumnya perokok. Tampak hiperinflasi h iperinflasi pada Ro thorax. 3. Asma Eksaserbasi, dimana tanda dan gejala dari bronkospasme dengan diperberat oleh penyakit paru yang mendasarinya. 4. Bronkiektasis Terinfeksi, dimana tanda dan gejalanya peningkatan batuk dan perubahan sputum purulen, sesak napas tambah berat dengan penyakit dasar penyakit paru. Umumnya infeksi yang berulang. Tampak gambaran “honeycomb” pada Ro thorax.
5. TB paru, riwayat perjalanan penyakit yang lama dan biasanya pasien hidup di daerah endemik, serta tampak cavitas pada Ro thorax. 6. Tumor, gejalanya tidak terlalu khas, pada Ro thorax terdapat multiple konsolidasi yang disertai dengan efusi pleura. 7. Empyema, gejalanya umum dan disertai dengan infeksi yang berulang. Efusi pleura terlihat pada Ro thorax dan mikrobiologi cairan pleura dapat mengetahui mikroorganisme infeksi.
Banyak pasien yang memiliki kriteria klinis pneumonia, dan sulit dibedakan dengan penyakit paru lain, dan menjadi sebab penggunaan
antibiotik yang berlebihan. Selanjutnya, demam pada Pneumonia kadang tidak khas, bahkan beberapa pasien tidak didapatkan gejala klinis demam (Johnson et.al. 2002)
VII.
Tatalaksana
Dalam mengobati pasien pneumonia sesuai dengan ATS/IDSA 2007 perlu diperhatikan
Pesian tanpa riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
Pasien dengan komorbid atau mempunyai riwayat pemakaian antibiotik 3 bulan sebelumnya
Pemilihan antibiotik secara empiris berdasarkan beberapa faktor, termasuk
Jenis kuman yang kemungkinan besar sebagai penyebab bardasarkan pola kuman setempat
Telah terbukti dalam penelitian sebelumnya bahwa obat tersebut efektif.
Faktor
risiko
resisten
antibiotik.
Pamilihan
antibiotik
harus
mempertimbangkan kemungkinan resisten terhadap Streptococcus pneumoniae yang merupakan penyebab utama pada CAP yang
memerlukan perawatan
Faktor komorbid dapat mempengaruhi kecenderungan terhadap jenis kuman tertentu dan menjadi faktor penyebab kegagalan pengobatan
a. Pnemokokus resisten terhadap penisilin
Umur lebih dari 65 tahun
Memakai obat-obata golongan beta laktam selama 3 bulan terakhir
Pecandu alkohol
Penyakit gangguan kekebalan
Penyakit penyerta yang multiple
b. Bakteri enteriik Gram negatif
Penghuni rumah jompo
Mempunyai penyakit dasar kelainan jantung dan paru
Mempunyai kelainan pemyakit multiple
Riwayat pengobatan antibiotik
c. Pseudomonas aeruginosa
Bronkieectasis
Pengobatan kortikosteroid >10mg/hari
Pengobatan antibiotik spektrum luas > 7 hari pada bulan terakhir
Gizi kurang
Penatalaksanaan pneumonia komunitas dibagi menjadi a. Pasien rawat jalan
Pengobatan suportif/ simtomatik
Istirahat di tempat tidur
Minum
secukupnya
untuk
mengatasi
dehidrasi
Bila panas tinggi perlu di kompres atau minum obat penurun panas
Bila perlu dapat diberikan mukolitik dan ekspektoran
Pengobatan antibiotik harus segera diberikan
b. Pasien rawat inap di perawatan biasa
Pengobatan suportif/ simtomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemasangan infus untuk rehidrasi dan koreksi kalori serta elektrolit
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitik
Pengobatan antibiotik harus diberikan sesegera mungkin
c. Pasien rawat inap di ruang rawat intensif
Pengobatan suportif/ simtomatik
Pemberian terapi oksigen
Pemsangan
infus
untuk
koreksi kalori serta elektrolit
rehidrasi
dan
Pemberian obat simptomatik antara lain antipiretik, mukolitis
Pengobatan antibiotik diberikan sesegera mungkin
Bila ada indikasi pasien dipasang ventilasi mekanis
Pemberian antibiotik dievaluasi secara klinis dalam 72 jam pertama
Jika didapatkan perbaikan klinis terapi dapat dilanjutkan,
Jika perburukan maka antibiotik harus diganti sesuai hasil biakan atau pedoman empiris
VIII.
Komplikasi
Efusi pleura pada pneumonia, infeksi parenkim paru akan menyebabkan aktivasi makrofag alveolar yang akan mengeluarkan sitokin inflamasi yang merangsang peningkatan permeabilitas vaskular. Permeabilitas vaskular yang meningkat menyebabkan cairan kaya protein keluar dari vaskular menuju interstitial sehingga dapat menyebabkan m enyebabkan efusi e fusi pleura eksudat
Empiema adalah akumulasi pus dan jaringan nekrotik di rongga pleura. Empiema dapat terjadi apabila infeksi di parenkim paru menyebar hingga ke rongga pleura. Pembentukan empiema dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu tahap eksudatif, fibropurulent, dan organisational. Pada tahap eksudatif terjadi akumulasi cairan di rongga pleura yang disebabkan oleh
inflamasi dan peningkatan permeabilitas di pleura viseral. Tahap fibropurulen dimulai dengan invasi bakteri di rongga pleura dan ditandai dengan deposisi fibrin pada membrane pleura viseral dan parietal serta pembentukan septa fibrin, lokulasi dan adhesi. Aktivitas metabolik m etabolik yang tinggi menyebabkan rendahnya konsentrasi glukosa dan penurunan kadar pH, dan lisis neutrofil menyababkan peningkatan kadar LDH. Apabila infeksi
terus
berlanjut,
empiema
menjadi
terorganisir
dengan
pembentukan lapisan pleura yang tebal dan nonelastis serta septa fibrin yang padat yang dapat menghambat pergerakan paru.
Abses paru adalah nekrosis jaringan pulmoner dan pembentukan kavitas yang berisi debris nekrotik atau cairan yang disebabkan infeksi bakteri.
Necrotizing pneumonia dapat terjadi ruptur pleura viseral yang
menyebabkan udara terakumulasi di rongga pleura (pneumothoraks) sehingga pleura kehilangan tekanan negatifnya sehingga elastisitas paru terganggu dan paru dapat kolaps
Gagal nafas adalah ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi fundamental pernafasan yaitu untuk membawa oksigen ke darah dan untuk mengeliminasi karbondioksida disebabkan karena inflamasi parenkim paru.
IX.
Prognosis
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor pasien, bakteri penyebab dan pengunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat mempengaruhi prognosis penyakit pada pasien pa sien yang dirawat. Angka kematian pasien pneumonia kurang dari 5% pada pasien rawat jalan dan da n 20% pada pasien rawat inap.
X.
Daftar Pustaka
1. Pneumonia Komunitas, Pedoman diagnostik dan penatalaksanaan Pneumonia Komunitas di Indonesia, PDPI Edisi II, 2014 2. Johnson PDR, Irving LB, Turnidge JD, 2002, Community-acquired pneumonia, MJA Practice Essentials: Infection Diseases 3. Schmitt S, 2010, Community-Acquired Pneumonia, Diseases Management 4. Jain S, Self WH, Wunderink RG, Fakhran S, Balk R, Bramley AM, et al. Community-Acquired Pneumonia Requiring Hospitalization among U.S. Adults. N Engl J Med . 2015 Jul 30. 373 (5):415-27. 5. Musher DM, Thorner AR. Community-acquired pneumonia. N Engl J Med . 2014 Oct 23. 371 (17):1619-28. 6. Cunha BA. Swine Influenza (H1N1) Pneumonia: Clinical Considerations. Infect Dis Clin N Am. 2010. 24:203-228.
7. American Thoracic Society and the Infectious Diseases Society of America. Guidelines for the management of adults with hospital-acquired, ventilator-
associated, and healthcare-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med . 2005 Feb 15. 171(4):388-416.
8. Yap V, Datta D, Metersky ML. Is the present definition of health careassociated pneumonia the best way to define risk of infection with antibioticresistant pathogens?. Infect Dis Clin North Am. 2013 Mar. 27 (1):1-18. 9. [Guideline] Kalil AC, Metersky ML, Klompas M, Muscedere J, Sweeney DA, Palmer LB, et al. Management of Adults With Hospital-acquired and Ventilator-associated Pneumonia: 2016 Clinical Practice Guidelines by the Infectious Diseases Society of America and the American Thoracic Society. Clin Infect Dis. 2016 Jul 14.
10. Chastre J, Fagon JY. Ventilator-associated pneumonia. Am J Respir Crit Care Med. 2002;165:867-903. 11. Heyland DK, Cook DJ, Griffith L, Keenan SP, Brun-Buisson C. The attributable morbidity and mortality of ventilator-associated pneumonia in the critically ill patient. Am J Respir Crit Care Med. 1999;159:1249-1256. 12. Fagon JY, Chastre J, Hance AJ, Montravers P, Novara A, Gibert C. Nosocomial pneumonia in ventilated patients: a cohort study evaluating attributable mortality and hospital stay. Am J Med. 1993;94:281-288. 13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI). Pneumonia Komuniti, Pedoman Praktis Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia; 2003 14. Conroy, Marsha L. Atlasof Pathophysiology, 3rd Edition. USA. Lippincott Williams & Wilkins. 2010)