BAB I
PENDAHULUAN
TEORI UMUM
Dari sejarahnya, oksidasi diterapkan untuk proses-proses dimana yang didasarkan pada reaksi redoks. Reaksi-reaksi yang melibatkan oksidasi reduksi lebih sering digunakan dalam analisa titrimetrik daripada reaksi-reaksi asam basa, pembentukan kompleks atau pun pengendapan ion-ion dari berbagai unsur hadir dalam wujud oksidasi yang berbeda-beda mengakibatkan timbulnya banyak keyakinan reaksi-reaksi oksidasi-reduksi (redoks). Kebanyakan dari reaksi-reaksi ini yang layak digunakan dalam analisa titrimetrik dan aplikasinya sangat beraneka ragam.
Oksidasi adalah kehilangan satu atau lebih elektron yang dialami oleh suatu atom, molekul, atau ion. Sementara reduksi adalah perolehan elektron. Tidak ada elektron bebas dalam sistem kimiawi yang biasa dan kehilangan elektron yang dialami oleh suatu spesies kimiawi selalu disertai oleh perolehan elektron pada bagian yang lainnya. Istilah reaksi transfer elektron terkadang dipergunakan untuk reaksi-reaksi redoks.
Dalam percobaan ini kita menggunakan kalium permanganat yang distandarisasi dengan menggunakan Natrium oksalat atau sebagai Arsen (III) oksida. Standar-standar primer yang ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat yang mana MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam sampel.
Titrasi permanganometri ini sering digunakan dalam dunia farmasi, khususnya dalam penentuan kadar suatu senyawa berdasarkan reaksi redoks untuk pembuatan sediaan-sediaan obat. Misalnya dalam bentuk kapsul, tablet, maupun injeksi serta menetukan kadar besi dalam tubuh dengan cara mengobatinya. Contoh sediaan obatnya yaitu sangobion, cymafort, mirabion, dan desabion.
MAKSUD DAN TUJUAN
Maksud Percobaan
Mengetahui dan memahami cara penetapan kadar suatusampel menggunakan metode volumetri.
Tujuan Percobaan
Membuat larutan baku KMnO4 0,1 N
Menstandarisasikan larutan baku KMnO4 dengan asam oksalat
Menentukan kadar H2O2 dengan metode permanganometri
PRINSIP PERCOBAAN
Penentuan kadar H2O2 menggunakan metode permanganometri berdasarkan reaksi redoks dimana sampel bersifat asam dengan penambahan H2SO4 dan dititrasi dengan larutan baku KmnO4 yang bersifat basa dan titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna merah muda.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
TEORI UMUM
Titrasi permanganometri adalah titrasi berdasarkan prinsip oksidasi-reduksi dan digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer. Larutan baku yang digunakan adalah larutan KmnO4.
Dalam suasana asam encer :
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51o V
dan dalam suasana penetapan asam atau basa lemah akan terbentuk endapan coklat MnO2 yang mengganggu.
MnO4- + 4H+ + 3e MnO3 + 2H2O Eo = 1,70o V
Dalam larutan netral atau basa :
MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH-
( Haeria, 2011 : 11 )
Kalium permanganat telah banyak digunakan sebagai agen pengoksidasi selama lebih dari 1000 tahun. Reagen ini dapat diperoleh dengan mudah, tidak mahal dan tidak membutuhkan indikator kecuali untuk larutan yang amat encer. Satu tetes permanganat 0,1 N memeberikan warna merah muda yang jelas pada volume dari larutan yang biasa digunakan dalam sebuah titran, warna ini dipergunakan untuk mengidentifikasi reagen tersebut.
Reaksi yang paling umum diterapkan dalam laboratorium adalah reaksi yang terjadi di dalam larutan-larutan yang bersifat amat asam, 0,1 N atau lebih. Permanganat bereaksi secara cepat dengan banyak agen pereduksi atau penggunaan sebuah katalis untuk mempercepat reaksi.
Kalium permanganat secara luas dipergunakan sebagai larutan standar oksidimetri, ia dapat berlaku sebagai indikatornya sendiri. KMnO4 0,1 N adalah suatu larutan yang setiap liternya mengandung 1/5 gram mol KmnO4 jika dipergunakan dalam lingkungan asam. Perlu diketahui bahwa KmnO4 ini sebelum dipergunakan dalam proses permanganometri, harus distandarisasi terlebih dahulu. Untuk menstandarisasi larutan KMnO4 ini, dapat digunakan zat reduktor seperti asam oksalat ( H2C2O4 ), natrium oksalat ( Na2C2O4 ), dan lain-lain.
( Harjadi, 1993 : 21-25 )
Selama lebih dari satu abad, kalium permanganat telah digunakan sebagai alat pengoksidasi yang penting dalam reaksi redoks. Dalam suasana asam reaksi paro kalium permanganat sebagai berikut:
MnO4- + 8H+ + 5e 2Mn2- + 5Cl2 + 8H2O
Kalium permanganat jika digunakan sebagai oksidator dalam larutan alkalis kuat, maka ada dua kemungkinan bagian reaksi, yaitu pertama reaksi yang berjalan relatif cepat :
MnO4- + e MnO42-
Dan reaksi kedua yang berlangsung lambat :
MnO42- + 2H2O + 2e MnO2 + 4OH-
Potensial standar reaksi yang pertama adalah Eo = 0,56 volt. Sedangkan pada reaksi yang kedua sebesar E0 = 0,06 volt. Dengan mengatur suasana sebaik- baiknya ( misalnya menambahkan ion barium yang dapat berjalan dengan baik sekali ).
Dalam suasana alkalis, permanganat secara kuantitatif direduksi menjadi mangan dioksidasi menurut reaksi berikut dengan nilai potensial standar E0 = 0,59 volt.
Mn04 + 2 H2O + 3E MnO2 + 4 OH
Dari uraian di atas maka untuk membuat larutan baku kalium permanganat harus di jaga. Faktor – faaktor yang dapat menyebabkan penurunan yang besar dari kekuatan larutan baku tersebut, aantara lain dengan pemanasan daan penyaringan untuk menghilangkan zat-zat yang mudah dioksidasi.
( prof.Dr.Ibnu Gholib Gandjar, 2007,155-156).
Beberapa sistem Redoks :
a). Ce (IV) sulfat adalah oksidator yang sangat baik dengan indikator 0-fenantrolin. Pada reaksi Ce4+ Ce3+ + e elektron orbital 4f-lah yang dibebaskan. Laju reaksi dipengaruhi oleh pelarut dan pembentukan kompleks Ce ( IV ) selama reaksi dalam medium H2SO4, dan HNO3 dan HClO4 berada dalam bentuk kompleks. Potensial formal pasangan Ce ( IV )- Ce ( III ) adalah 1,70 V dalam HClO4 = 1,60 V dalam HNO3 dan 1,42 V dalam larutan H2SO4. Tidak begitu stabil dalam medium HCl dengan potensial formal 1,88 V yang merupakan potensial campuran. Ce ( IV ) dalam H2SO4 distandarkan oleh Na2C2O4. Ce ( IV ) standar dapat dipersiapkan dari amonium heksanitrosenat.
b).Kalium permanganet adalah oksidator kuat. Tidak memerlukan indikator. Kelemahannya adalah dalam medium HCl Cl- dapat teroksidasi, demikian jua larutannya, mempunyai kestabilan yang terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam o,1 N : MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 Volt. Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat padat pada temperatur ruang. Untuk mempercepat perlu pemanasan. Sedangkan reaksinya dengan As ( III ) memerlukan katalis. Titik akhir permanganat tidak permanen dan warnanya dapat hilang karena reaksi :
2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
Ungu ( # berwarna )
Larutan dalam air tidak stabil dan air teroksidasi dengan cara :
4MnO4- + 2H2O 4MnO4 + 3O2 + 4OH-
Penguraiannya dikatalis oleh cahaya panas asam basa, ion Mn ( II ) dan MnO2. MnO2 biasanya terbentuk dari dekomposisinya sendiri dan bersifat auto katalitik. Untuk mempersiapkan larutan standar KMnO4, harus dihindarkan adanya MnO2. KMnO4 dapat distandarkan terhadap Na2C2O4 : 2MnO4- + 5H2C2O4 + 6H+ 2Mn2+ + OCO2 + 8H2O. Hal ini digunakan untuk analisis Fe (II), H2C2O4, Ca dan banyak senyawa lain.
c). Kalium dikromat. Reaksi ini berproses seperti :
Cr2O72- + 14H+ + 6e Cr3+ + 7H2O Eo = 1,33 V
Zat ini mempunyai keterbatasan dibandingkan KMnO4 atau Ce ( IV ), yaitu kekuatan oksidasinya lebih lemah dan reaksinya lambat. K2Cr2O7 bersifat stabil dan inert terhadap HCl. Mudah diperoleh dalam kemurnian tinggi dan merupakan standar primer. Biasanya indikator yang digunakan adalah asam Defenilamin sulfonat. Terutama digunakan untuk analisis besi ( III ) menurut reaksi :
6Fe 2+ + Cr2O72- + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ + 7H2O
d). Kalium Bromat ini adalah oksidator kuat. Reaksinya
BrO3- + 6H+ + 6e Br- + 3H2O Eo = i,44 V
BrO3- adalah standar dari primer dan sifatnya stabil. Methyl orange or red digunakan sebagai indikator tetapi tidak sebaliknya –nafta flavon, quinoline yellow. kalium bromat banyak digunakan dalam kimia organik misalnya, titrasi dengan oksin.
e). Kalium iodat, banyak dipakai dalam kimia analitik IO3- + 5I- + 6H+ 3I2 + 3H2O dan reaksi dalam titrasi Andrew's :
IO3- + Cl- + 6H+ + 4e ICI + 3H2O Eo = 1,20 V
Titrasi Andrew dilakukan pada suasana asam HCl 6M dalam CCl4. Titrasi akhir ditetapkan pada saat warna ungu menghilang. Untuk mendapatkan warna titik akhir yang tepat perlu dilakukan pengocokan. ( Khopkar , 1990 : 52-53 )
Dalam suasana netral,ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut :
MnO4- + 4H+ + 3e- MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt
Dan dalam suasana basa atau OH 0,1N, ion permanganat akan mengalami reduksi sebagai berikut :
MnO4- + e- MnO42- Eo = 0,5 volt (Svehla .1995 : 123)
Asam salisilat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan asam klorida, kemungkinan terjadi reaksi 2MnO4- + 10 Cl- + 16H+ 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Dan sedikit permanganat dapat terpakai dalam pembentukan klor. Rekasi ini terutama berkemungkinan akan terjadi dengan garam-garam besi, kecuali jika tindakan-tindakan pencegahan yang khusus diambil. Dengan asam bebas yang sedikit berlebih, larutan yang sangat encer, temperatur yang rendah dan titrasi yang lambat sambil mengocok terus menerus, bahaya dari penyebab ini telah dikurangi sampai minimal. Pereaksi kalium permanganat bukan merupakan larutan baku primer dan karenanya perlu dibakukan terlebih dahulu. Pada percobaan ini, untuk membakukan kalium permanganat ini dapat digunakan natrium oksalat yang merupakan standar primer yang baik untuk permanganat dalam larutan asam. (Basset. 1994 )
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai asam sulfat , karena asam ini tidak menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya, jika dipakai asam klorida dapat terjadi kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini mengakibatkan dipakainya permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun untuk beberapa reaksi dengan arsen (II) oksida , antimoni (II) dan hidrogen peroksida, karena pemakaian asam sulfat justru akan menghasilkan beberapa tambahan kesulitan. Kalium permanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Namun beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini. (Svehla .1995)
Banyak sekali metode-metode volumetri yang berprinsip pada transfer elektron, pemisahan oksidasi reduksi menjadi komponen-komponennya, yaitu reaksi separuhnya adalah cara untuk menunjukkan masing-masing spesies yang memperoleh maupun kehilangan elektron. Reaksi oksidasi reduksi berasal dari transfer langsung elektron daro donor ke akseptor. (Rivai, 1995; 362)
Bermacam reaksi redoks dapat digunakan untuk analisis titrasi volumetri asalkan kesetimbangan yang tercapai setiap penambahan titran dapat berlangsung dengan cepat. Dan diperlukan juga adanya indikator yang mampu menunjukkan titik ekuivalen stokiometri dengan durasi yang tinggi. Banyak titrasi redoks dilakukan dengan menggunakan indikator warna. Dua setengah reaksi untuk setiap sistem titrasi redoks selalu dalam kesetimbangan pada seluruh titik setelah memulai titrasi, sehingga potensial reduksi untuk separuh sel adalah identik pada seluruh titik.
(Rivai, 1995; 363)
Metode permanganometri didasarkan atas reaksi oksidasi ion permanganat. Oksidasi ini dapat dijalankan dalam suasana asam, netral ataupun alkali. Jika titrasi dilakukan dalam lingkungan asam, maka akan terjadi reaksi
MnO4- + 4 H+ + 3 e Mn2+ + 4 H2O
Dimana potensial oksidasinya sangat dipengaruhi oleh adanya kepekatan ion hidrogen akan tetapi konsentrasi ion mangan (II) pada persenyawaan di atas tidak terlalu berpengaruh terhadap potensial redoks, karena konsentrasi ion mangan (II) sendiri mampu mereduksi ion permanganat dengan membentuk ion ion Mn3+ dan MnO2. Dalam suasana asam reaksi di atas berjalan sangat lambat, tetapi masih cukup cepat untuk memucatkan warna dari permanganat setelah reaksi sempurna. Jadi umunya titrasi dilakukan dalam lingkungan asam karena lebih mudah mengamati titik akhirnya. (Roth, 1988;287)
Oksidasi dengan permanganat dalam lingkungan asam lemah, netral atau alkali dengan reaksi sebagai berikut.
MnO4- + 4 H+ + 3 e MnO2 + 2 H2O
Disini dapat dilihat bahwa pengaruh konsentrasi ion H+ agak kurang dibandingkan dalam suasana asam.
Titrasi yang dilakukan dalam lingkungan alkali menghasilkan endapan yang berwarna coklat tua dari mangan oksida, atau hidratnya MnO(OH)2 yang akan menyulitkan pengamatan titik akhir. Dalam lingkungan alkali ion permanganat yang akan tereduksi lebih lanjut menjadi MnO2.
Kalium permanganat (KMnO4) merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam. Karena itu titrasi harus dilakukan dalam larutan yang bersifat asam kuat (H2SO4 1 N). Meskipun demikian KMnO4 juga merupakan oksidator kuat dalam larutan yang bersifat asam lemah, netral atau basa lemah.
Oksidimetri merupakan analisis kuantitatif yang didasarkan pada sifat oksidasi dari larutan standartnya. Pada umumnya larutan zat yang ditritrasi bersifat reduktor, sehingga dalam reaksi ini reaksinya berupa reaksi redoks. Dalam analisis oksidimetri tidak digunakan indikator dari luar (estern indicator), tetapi larutan standartnya telah dapat berfungsi sebagai indikator sendiri (auto indicator). Beberapa metode analisis oksidimetri sesuai dengan jenis larutan standar yang digunakan yaitu : permanganometri, kromatometri, iodo-iodimetri, cerimetri dan lain-lain.
(Harjadi, 1995;73)
Kelemahan dari kalium permananganat adalah dalam medium HCl Cl- dapat teroksidasi, demikian juga larutannya,mempunyai kestabilan yang terbatas, biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N .
MnO4-+8H++5e Mn2++4H2O E0 = 1,51 v
Reaksi oksidasi terhadap H2C2O4 berjalan lambat pada temperatur ruang. Untuk mempercepat perlu pemanasan. (Khophar.2007 :53)
Dalam titrasi redoks, permanganometri adalah proses titrasi dimana garam kalium permanganat (KMnO4) digunakan sebagai zat standard karena kalium permanganat (KMnO4) tidak murni, banyak mengandung oksidanya (MnO dan Mn2O3), maka zat tersebut bukan merupakan standard primer melainkan zat standard sekunder sehingga larutannya harus distandarisasi dengan zat standard primer. Standarisasi dapat dilakukan dengan beberapa reduktor, seperti : As2O3, Fe, Na2C2O4, H2C2O4.2H2O, KHC2O4, K4{Fe(CN)6}, Fe(NH4)2(SO4)2.
Reaksi reduksi ion permanganat (MnO4 -) tergantung pada suasana larutan. Dalam suasana asam ion permanganat (MnO4 -) yang berwarna ungu mengalami reduksi menjadi Mn2+ yang tidak berwarna menurut reaksi
MnO4 - + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O
Dengan demikian, 1 ekivalen MnO4 - = 1/5 mol, atau berat ekivalen (BE) = 158/5 = 31,6. Dalam suasana asam ini dapat digunakan untuk menentukan secara langsung berbagai macam kation maupun anion, antara lain :
Kation / anion Hasil oksidasi
Fe2+, Sn2+, VO2+, H2O2 Fe3+, Sn4+, VO3 -, O2
Mo3+, As3+, Ti3+, U4+ Mo3+, As3+, Ti3+, U4+
C2O4 2-, NO2 -, SO3 2- CO2, NO3 -, SO4 2-
Sedangkan secara tidak langsung, melalui penambahan reduktor berlebih dapat digunakan untuk menentukan : MnO4 -, Cr2O7 2-, Ce4+, MnO2, Mn3O4, PbO2, Pb2O3, dan Pb3O4.
Dalam suasana netral dan basa, MnO4 - mengalami reduksi menjadi endapan MnO2 yang berwarna hitam, menurut reaksi :
MnO4 - + 2H2O + 3e- MnO2 + 4OH-
Dalam reaksi tersebut, 1 ekivalen MnO4 - = 1/3 mol, atau berat ekivalen (BE) = 158/3 = 52,7. Zat-zat yang dapat ditentukan secara permanganometri dalam suasana netral dan basa ini antara lain garam-garam Mn(II), asam format, dan garam format.
Pada proses titrasi permanganometri tidak perlu ditambahkan indikator untuk mengatahui terjadinya titik ekivalen, karena MnO4 - yang berwarna ungu dapat berfungsi sebagai indikator sendiri ( auto indicator ).
(Fernando, 1997,103-105)
Dari sejarahnya istilah oksidasi diterapkan untuk proses – proses dimana oksigen diambil oleh suatu zat. Maka reduksi dianggap sebagai proses dimana oksigen diambil dari dalam suatu zat. Kemudian penangkapan hydrogen disebut juga reduksi, sehingga kehilangan hydrogen harus disebut oksidasi. Sekali lagi reaksi – reaksi lain dimana baik oksigen maupun hydrogen tidak ambil bagian belum dapat dikelompokkan sebagai oksidasi atau reduksi sebelum definisi oksidasi dan reduksi yang paling umum, yang didasarkan pada pelepasan dan pengambilan electron, disusun orang. Sebelum mencobamendefinisikan lebih cermat apa arti istilah – istilah itu, baiklah diperiksa beberapa reaksi ini
Reaksi antara ion besi(III) dan timah(II) menuju terbentuknya besi(II) dan Timah(IV):
2Fe3+ + Sn2+ 2Fe2+ + Sn2+
Jika reaksi ini dijalankan dengan hadirnya asam klorida, hilangnya warna kuning ( ciri khas Fe3+) dapat diamati dengan mudah. Dalam reaksi ini Fe3+ dan direduksi menjadi Fe2+ dan Sn2+ dioksidasi menjadi Sn4+. Sebenarnya apa yang telah terjadi adalah warna Sn2+ memberikan electron – electron pada Fe3+, maka terjadilah serah terima (transfer electron)
Jika sepotong besi (misalkan Paku) dibenamkan dalam larutan tembaga sulfat, paku itu akan tersalut logam tembaga yang merah, sementara itu dapatlah dibuktikan adanya besi(II) dalam larutan. Reaksi yang berlangsung adalah :
Fe + Cu2+ Fe2+ + Cu
Dalam hal ini logam besi menyumbangkan electron – electron kepada ion tembaga(II). Fe teroksidasi menjadi Fe2+ dan Cu2+ tereduksi menjadi Cu.
Pelarutan zink dalam asam klorida juga merupakan reaksi oksidasi – reduksi
Zn + 2H+ Zn 2+ + H2
Elektron diambil oleh H+ dari dalam Zn2+; atom hydrogen tanpa muatan bergabung menjadi molekul H2.
Dalam suasana asam, ion bromat mampu mengoksidasi iodide menjadi iod, sementara dirinya direduksikan menjadi bromida :
BrO3- + 6H+ + 6I- Br- + 3I2 + 3H2O
Tidak mudah untuk mengikuti serah terima electron dalam hal ini, karena suatu reaksi asam basa (penetralan H+ menjadi H2O) berimpit dengan tahap redoksnya. Namun Nampak bahwa ion iodida kehilangan 6 elektron, yang pada gilirannya diambil oleh sebuah ion bromat tunggal.
Lebih ruwet lagi adalah oksidasi hydrogen peroksida menjadi oksigen dan air oleh permanganat, yang ia sendiri tereduksi menjadi mangan(II):
2MnO4- + 5H2O2 + 6H+ 2Mn2+ + 5O2 + 8H2O
Sepuluh electron disumbangkan oleh lima molekul hydrogen peroksida kepada dua electron ion permanganat dalam proses ini.
(Shevla, 1990; 107)
Penentuan titik akhir titrasi didasarkan atas perubahan warna dari ion permanganat (ungu) menjadi Mn2+ yang tidak berwarna. Pengasaman dilakukan dengan H2SO4. Untuk dapat digunakan sebagai larutan standar KMnO4 harus distandarisasi terlebih dahulu dengan Na-oksalat, selanjutnya metode permanganometri diterapkan untuk menentukan kadar MnO2 dalam pirolusit dan nitrit dalam KNO2
Standardisasi
Standardisasi terhadap larutan satandard KMnO4 dapat dilakukan dengan zat standard primer, antara lain :
As2O3 (Warangan) - NH4Fe(SO4)2. 6aq (amonium fero sulfat)
Na2C2O4 (Anhidris) - K4Fe (CN)6
Reaksi :
As2O3 oksi As2O5 1 N = ¼ mol
C2O4 oksi H2O + CO2 + 2e 1 N = ½ mol
Fe2+ oksi Fe3+ + 3e 1 N = 1 mol
Fe (CN)63- oksi Fe (CN)63- 1 N = 1 mol
Larutan standard KMnO4 harus disimpan dalam tempat yang berwarna coklat atau gelap. Hindarkan dari debu, zat organik ataupun sinar/ cahaya, sebab larutan KMnO4 mudah beruabah menjadi endapan MnO2. Standarisasi maupun penetatapan dilakukan pada temperature 400 C– 800 C agar reaksi oksidasinya berjalan dengan cepat.
Menyelidiki kemurnian nitrit
Garam nitrit (KNO2) bersifat kurang stabil, dengan pengaruh udara atau asam akan berubah menjadi senyawa nitrat (KNO3). Oleh karena itu untuk menetapkan kemurnian nitrit titrasinya harus dibalik yang berartu bahwa asamnya dicampur pada larutan standard KMnO4 nya.
MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
NO2- + H2O NO3- + 2H+ + 2e +
2 MnO4- + 6H+ + 5NO2- 5NO3- +2Mn2+ + 3H2O
Oksidasi dan Reduksi
Bilangan oksidasi
Bilangan oksidasi adalah muatan formal atom dalam suatu molekul atau dalam ion yang dialokasikan sedemikian sehingga atom yang ke-elektronegativannya lebih rendah mempunyai muatan positif. Karena muatan listrik tidak berbeda dalam hal molekul yang terdiri atas atom yang sama, bilangan oksidasi atom adalah kuosien muatan listrik netto dibagi jumlah atom. Dalam kasus ion atau molekul mengandung atom yang berbeda, atom dengan ke-elektronegativan lebih besar dapat dianggap anion dan yang lebih kecil dianggap kation. Misalnya, nitrogen berbilangan oksidasi 0 dalam N2; oksigen berbilangan oksidasi -1 dalam O22-; dalam NO2nitrogen +4 dan oxygen -2; tetapi dalam NH3 nitrogen -3 danhidrogen +1. Jadi, bilangan oksidasi dapat berbeda untuk atom yang sama yang digabungkan dengan pasangan yang berbeda dan atom dikatakan memiliki muatan formal yang sama nilainya dengan bilangan oksidasinya. Walaupun harga nilai muatan formal ini tidak mengungkapkan muatan sebenarnya, namun nilai ini sangat memudahkan untuk untuk menghitung elektron valensi dan dalam menangani reaksi redoks.
Reaksi redoks
Awalnya, oksidasi berarti pembentukan oksida dari unsurnya atau pembentukan senyawa dengan mereaksikannya dengan oksigen, dan reduksi adalah kebalikan oksidasi. Definisi reduksi saat ini adalah reaksi yang menangkap elektron, dan oksidasi adalah reaksi yang membebaskan elektron.
Oleh karena itu, suatu pereaksi yang memberikan elektron disebut reduktor dan yang menangkap elektron oksidator. Akibat reaksi redoks, reduktor mengalami oksidasi dan oksidator mengalami reduksi. Contohnya, dalam reaksi antara logam molibdenum dan gas khlor membentuk molibdenum pentakhlorida,
2 Mo + 5 Cl2 Mo2Cl10
Molibdenum adalah reduktor dan berubah bilangan oksidasinya dari 0 menjadi +5 dan khlor adalah oksidator dan berubah bilangan oksidasinya dari 0 ke -1.
Bilangan oksidasi logam dalam senyawa logam transisi dapat bervariasi dari rendah ke tinggi. Bilangan oksidasi ini dapat berubah dengan reaksi redoks. Akibat hal ini, jarak ikatan dan sudut ikatan antara logam dan unsur yang terkoordinasi, atau antar logam, berubah dan pada saat tertentu keseluruhan struktur kompleks dapat terdistorsi secara dramatik atau bahkan senyawanya dapat terdekomposisi.
Reaksi senyawa logam transisi dengan berbagai bahan oksidator atau reduktor juga sangat penting dari sudut pandang sintesis. Khususnya, reaksi reduksi digunakan dalam preparasi senyawa organologam, misalnya senyawa kluster atau karbonil logam.
Sementara itu, studi transfer elektron antar kompleks, khususnya reaksi redoks senyawa kompleks logam transisi telah berkembang. Taube mendapat hadiah Nobel (1983) untuk studi reaksi transfer elektron dalam kompleks logam transisi dan mengklasifikasikan reaksi ini dalam dua mekanisme. Mekanisme transfer elektron dengan ligan jembatan digunakan bersama antara dua logam disebut dengan mekanisme koordinasi dalam, dan mekanisme reaksi yang melibatkan transfer langsung antar logam tanpa ligan jembatan disebut mekanisme koordinasi luar.
Mekanisme koordinasi dalam bila [CoCl(NH3)5]2+ direduksi dengan [Cr(OH2)6]2+, suatu kompleks senyawa antara, [(NH3)5Co-Cl-Cr(OH2)5]4+, terbentuk dengan atom khlor membentuk jembatan antara kobal dan khromium. Sebagai akibat transfer elektron antara khromium ke kobalmelalui khlor, terbentuk [Co(NH3)5Cl]+, dengan kobal direduksi dari trivalen menjadi divalen, dan [Cr(OH2)6]3+, dengan khromium dioksidasi dari divalen menjadi trivalen. Reaksi seperti ini adalah jenis reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi dalam. Anion selain halogen yang cocok untuk pembentukan jembatan semacam ini adalah SCN-, N3-, CN-,dsb.
Mekanisme koordinasi luar. Bila [Fe(phen)3]3+ (phen adalah ortofenantrolin) direduksi dengan [Fe(CN)6]4- , tidak ada jembatan ligan antar logam dan elektron berpindah dari HOMO Fe(II) ke LUMO Fe(III) dalam waktu yang sangat singkat dan kontak langsung antar dua kompleks. Akibat transfer elektron ini, terbentuk [Fe(phen)3]2+ dan [Fe(CN)6]3-. Reaksi seperti ini adalah reaksi redoks melalui mekanisme koordinasi luar, dan karakteristik sistem kompleks yang memiliki laju substitusi ligan yang sangat lambat dibandingkan dengan laju transfer elektron, khususnya dalam sistem yang memiliki ligan yang sama tetapi bilangan oksidasi yang berbeda, [Fe(CN)6]3- dan [Fe(CN)6]4- yang memiliki laju transfer elektron yang besar. (svehla, 1995 278)
URAIAN BAHAN
Aquadest ( Dirjen POM, 1979 : 96 )
Nama resmi : AQUA DESTILLATA
Nama lain : Air suling
Rumus molekul : H2O
Rumus bangun : 18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarnah,
Tidak berbau,tidak mempunyai rasa
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai pelarut.
Asam Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 58 )
Nama resmi : ACIDUM SULFURICUM
Nama lain : Asam sulfat
Rumus molekul : H2SO4
Berat molekul : 98,07
Pemerian : Cairan kental seperti minyak,
korosif, tidak berwarna, jika
ditambahkan air menimbulkan
panas.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai pemberi suasana asam
Besi ( II ) Sulfat ( Dirjen POM, 1979 : 381 )
Nama resmi : FERROSI SULFAS
Nama lain : Besi ( II ) Sulfat
Rumus molekul : FeSO4.7H2O
Berat molekul : 151,90
Pemerian : Hablur atau granul, warna hijau
kebiruan, pucat tidak berbau dan
rasa seperti garam, meleleh di udara
kering, segera teroksidasi dalam
udara lembab, pH lebih kurang 3,7.
Kelarutan : Larut dalam air bebas CO2 P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai sampel / titer
Hidrogen Peroksida (Dirjem POM, 1979; 296)
Nama resmi : HYROGEN PEROXYDUM
Nama lain : Hirogen peroksida
RM/BM : H2O2 / 34,01
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna,
Bereaksi asam
terhadap lakmus, terurai secara perlahan dan dipengaruhi oleh cahaya.
Kelarutan : Tercampur dengan air, larut dalam
eter, tidak larut dalam petroleum
eter.
Penyimpanan :Dalam wadah berisi tidak penuh, dilengkapi dengan lubang udara kecil, dan disimpan di tempat
sejuk.
Kegunaan : Sebagai sampel
Kalium Permanganat ( Dirjen POM, 1979 : 330 )
Nama resmi : KALII PERMANGANAS
Nama lain : Kalium permanganat
Rumus molekul : KMnO4
Berat molekul : 162,5 gr/mol
Pemerian : Hablur mengkilap, ungu tua atau
hampir hitam, tidak berbau, rasa
manis atau sepat.
Kelarutan : Larut dalam 16 bagian air, mudah
larut dalam air mendidih.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Kegunaan : Sebagai titran
PROSEDUR KERJA
Pembuatan dan standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N
Pembuatan Larutan Baku
Timbang seksama 3,3 gr kalium permnganat lalu masukkan ke dalam labu ukur 1000 ml dan larutkan dengan air suling.panaskan larutan selama 15 menit, tutup dan simpan selama 2 hari. Saring dengan saringan asbes lalu pindahkan ke dalam botol.
Standarisasi Larutan KMnO4 0,1 N dengan Asam Oksalat
Timbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan pada suhu 110o dan masukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. Larutkan dengan 100 ml air suling kemudian tambahkan asam sulfat dan panaskan pada suhu 70o. Titrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah yang stabil selama 15 menit. Suhu titrasi tidak boleh lebih rendah dari 60o . Hitung normalitasnya.
Penetapan Sampel
Penetapan FeSO4
Timbang seksama 500 mg FeSO4.7H2O, masukkan dalam erlenmeyer. Tambahkan 25 ml asam sulfat encer dan 25 ml air suling. Titrasi dengan larutan kalium permanganat 0,1 N sampai warna merah muda tetap. Ulangi perlakuan dua kali lagi, hitung kadar FeSO4
Tiap ml KMnO4 0,1 N setara dengan 15,19 KMnO4 atau 27,80 mg FeSO4.7H2O.
Penetapan Kadar H2O2
Diukur secara seksama 2 ml larutan H2O2. Pindahkan ke dalam labu ukur yang berisi 20 ml H2O. Tambahkan 20 ml H2SO4 encer dan titrasi dengan KMnO4 0,1 N hingga warna merah muda yang mantap.
.
BAB III
METODE PERCOBAAN
ALAT DAN BAHAN
Adapun alat yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Buret, botol semprot, erlenmeyer, gelas ukur, gelas kimia, lap kasar, lap halus, pipet volume, pipet tetes, sendok tanduk, statif dan klem serta neraca analitik.
Adapun bahan yang digunakan dalam percobaan ini, yaitu Air suling, Aluminium foil, Kertas timbang, Larutan hidrogen peroksida (H2O2 pekat), Larutan asam sulfat (H2SO4) encer 0,1 N, Asam oksalat, Larutan baku kalium permanganat (KMnO4) 0,1023 N, dan Tisu gulung.
CARA KERJA
Pertama-tama disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan, lalu diukur larutan sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur , kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer dan ditambahkan 20ml H2SO4 encer 0,1 N. Lalu dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Diulangi perlakuan di atas sebanyak dua kali.
Pembuatan Larutan Baku
Ditimbang seksama 3,3 gram KMnO4, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 1000 ml. Kemudian dilarutkan dengan air suling, dipanaskan larutan selama 15 menit, kemudian ditutup dan disimpan selama dua hari. setelah itu, disaring dengan saringan asbes.
Standarisasi Larutan KMnO4 dengan asam Oksalat
Ditimbang seksama 200 mg asam oksalat yang telah dikeringkan pada suhu 110oC. Kemudian dilarutkan dalam 100 ml air suling, lalu ditambahkan H2SO4, setelah itu dipanaskan pada suhu 70o, kemudian dititrasi dengan larutan KMnO4 0,1 N hingga timbul warna merah muda yang stabil selama 15 menit. Lalu dihitung normalitasnya.
BAB IV
HASIL PENGAMATAN
TABEL PENGAMATAN
Ukuran sampel
Volume titrasi
Perbahan warna
2 ml
0,1 ml
Merah muda
2 ml
0,2 ml
Merah muda
PERHITUNGAN
Mgrek H2O2 : Mgrek KMnO4
mg : N XV
BE
mg : 0,1023X0,1
34,02
Mg : 0,3480 mg
: 0,000348 gram
% kadar : 0,000348 X 100%
0, 00058
: 60%
H2O2 mengandung 29% 31,0%
29mg = X
100ml 2 ml
x = 58
100
= 0,58 mg
= 0,00058 gram
Mgrek H2O2 = Mgrek KMnO4
Mg = N x V
Be
Mg = 0,1023 x 0,2
34,02
Mg = 0,6960 mg
= 0,000696 gram
% Kadar = 0,000696 x 100 %
0,00058
= 120 %
kadar H2O2 = 60 % + 120 %
2
= 90%
Reaksi
MnO4- + 8H+ + 5e- Mn2+ + 4H2O x2
O22- 1 ̸2 O2 + 2e- x5
2MnO4- + 16H+ + 10e- 2Mn2+ + 8 H2O
5O22- 5 ̸ 2 O2 + 2e-
2Mn04 + 5O2- + 16H+ 2 Mn2+ + 5 ̸ 2 O2 + 8 H2O
BAB V
PEMBAHASAN
Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kucit sebagai titran. Titran ini didasarkan atas reduksi dan oksidasi atau redoks. Kalium permanganat telah digunakan sebagai pengoksida secara meluas lebih dari 100 tahun. Reagensia ini mudah diperoleh, murah dan tidak memerlukan indikator kecuali bila digunakan larutan yang sangat encer. Permanganat beraksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7.
Dalam suasana asam [H+] o, I N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion mangan (II) sesuasi reaksi.
MnO4- + 8H+ + 5 e Mn2+ + 4H2O Eo = 1,51 volt
Dalam suasana netral, ion pemanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut.
MnO4- + 4H+ + 3e MnO2 + 2H2O Eo = 1,70 volt
Dalam suasana basa atau [OH-] 0, I N, ion permanganat akan mengalami reduksi sebagai berikut.
MnO4- + e- Mn O22- Eo = 0,56 volt
Adapun cara kerja pada percobaan ini, yakninpertama—tama disiapkan alat dan bahan, lalu diukur sampel H2O2 sebanyak 2ml menggunakan gelas ukur, kemudian dimasukkan dalam erlenmeyer dan ditambah 20 ml H2SO4 encer 0,1 N. Lalu dititrasi dengan KMnO4 sampai berwarna merah muda. Perlakuan ini diulang sebanyak dua kali.
Titrasi permanganometri digunakan untuk menetapkan kadar reduktor dalam suasana asam sulfat encer dengan menggunakan kalium permanganat sebagai titran.
Dalam perconaan ini digunakan erlenmeyer karena memiliki luas permukaan pada mulut labu lebih sempit, sehingga senyawa-senyawa yang kemungkinan menguap dapat diminimalisir, dan digunakan gelas ukur karena memiliki tingkat ketelitian yang lebih tinggi, serta digunakan buret untuk menetrasi sehingga kita dapat mengetahui skala atau volume sampel yang ada didalam buret dan untuk mengetahui kecepatan titran.
Dalam percobaan ini digunakan sampel H2O2 karena memiliki sifat sebagai pereduktor kuat sehingga dapat bereaksi sempurna dengan KMnO4 yang bersifat sebagai pengoksidator kuat. Reduktor merupakan suatu senyawa yang mengalami oksidasi sedangkan oksidator merupakan suatu senyawa yang mengalami reduksi
. Pada percobaan ini, tidak digunakan indikator karena KMnO4 adalah pereaksi dapat di pakai tanpa penambahan indikator dan dapat pula bertindak sebagai indikaor. Pada saat percobaan larutan ditambahkan H2SO4 untuk memberi suasana asam, selain itu H2SO4 tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Adapun sampel-sampel yang dapat dititrasi dengan metode permanganometri yaitu sampel yang mengandung Fe3+, H2O2, NO2-, HSO3-, dan H3AsO3.
Dalam percobaan ini, H2O2 yang direaksikan dengan KMnO4 akan menghasilkan uap gas dalam bentuk O2, endapan Mn2+ yang memberikan warna merah muda dan H2O.
Mekanisme perubahan warna pada titrasi permanganometri biasanya tidak memerlukan indikator karena larutan baku KMnO4 sendiri yang berwarna ungu sudah berfungsi sebagai indikator (autoindikator). Pada awal titrasi larutan KMnO4 yang berwarna ungu akan hilang warnanya setelah direaksikan dengan analat. Menjelang titik akhir titrasi, dengan kelebihan satu tetes KMnO4 menimbulkan warna yang dengan mudah dapat dipakai sebagai penunjuk berakhirnya titik akhir titrasi yaitu warna merah mudah pucat yang mantap. Hanya 0,01 – 0,02 ml KMnO4 sudah cukup untuk memberikan warna yang tampak dalam 100 ml air. Warna pada titik akhir titrasi ini tidak tetap bertahan, yang setelah beberapa lama lenyap kembali akibat reaksi antara kelebihan MnO4 dengan ion Mn2+ hasil reaksi penetapan.
Adapun hasil yang diperoleh dari percobaan ini, yaitu kadar H2O2 pada erlenmeyer I sebesar 60%, erlenmeyer II sebesar 120%. Kadar rata-rata H2O2 sebesar 90% sedangakan menurut literatur kadar H2O2 sebesar atau tidak kurang dari 29,0% dan tidak lebih dari 31,0%. Hasil yang didapatkan tidak sesuai dengan literatur karena adanya faktor kesalahan yang mungkin terjadi yaitu ketepatan dalam mengukur dan tehknik menitrasi yang kurang baik.
Adapun faktor-faktor yang dapat memepengaruhi hasil akhir percobaan ini adalah :
1.Larutan KMnO4 yang digunakan sudah banyak yang menguap atau tereduksi menjadi MnO2 atau Mn2+
2.Pembuatan larutan yang tidak disaring, sehingga pengotor masih terdapat di dalam larutan.
3.Asam oksalat yang digunakan tidak diketahui kadarnya dengan pasti, karena tidak dibakukan.
4.Alat-alat yang digunakan sudah tidak memenuhi persyaratan untuk analisis kuantitatif, seperti timbangan yang tidak pernah dikalibrasi.
Adapun hubungannya dalam dunia farmasi, yaitu untuk menentukan kadar dari obat, selain itu kita dapat menentukan zat-zat penyusun (zat-zat kimia) yang terkandung dalam obat dan makanan yank tidak diketahui zat-zat penyusunnya.
BAB VI
PENUTUP
Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang dilakukan dapat ditarik kesimpulan bahwa :
Kadar H2O2 pada Erlenmeyer I sebesar 60%
Kadar H2O2 Erlenmeyer II sebesar 120%.
Kadar rata-rata H2O2 sebesar 90% sedangakan menurut farmakope indonesia kadar H2O2 tidak kurang dari 29,0% dan tidak lebih dari 31,0%.
Saran
Untuk laboratorium :
Diharapkan kelengkapan bahan yang akan digunakan dalam peraktikum, serta alat yang akan digunakan agar praktikum berjalan dengan baik tanpa hambatan
Untuk asisten :
Tetap semangat,ikhlas dan sabar menghadapi kami,serta jangan pernah berhenti untuk selalu mentransfer ilmu yang kakak miliki kepada kami maupun orang lain, karena itu sangat berguna.
DAFTAR PUSTAKA
Basset, J. Etc. Buku Ajar Vogel Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik.
Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. 1994
Dirjen POM. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI: Jakarta. 1979 Fernando. Kimia Analitik Kuantitatif. Penerbit Andi: Yogyakarta. 1997
Gholib Ibnu Gandjar, Abdul Rahman. Kimia Analisis Farmasi. Pustaka
Pelajar: Jakarta. 2007
Haeria,S.si. Praktikum Kimia Analisis. Uin Alauddin Makassar.
: Makassar. 2011
Harjadi, W. Ilmu Kimia Analitik Dasar. PT. Gramedia: Jakarta. 1990
Khopkar, S.M. Kimia Analisis Kuantitatif. UIP Press: Yogyakarta. 2008
Rivai. H., Asas Pemeriksaan Kimia. Universitas Indonesia. Jakarta. 1996
Svehla, G. Vogel Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Makro dan
Semimikro. Kalman Media Pustaka: Jakarta. 1995
Roth J. Blaschke.G., Analisis Farmasi. UGM Press. Jakarta. 1988
SKEMA KERJA
Penetapan kadar H2O2
Disiapkan alat dan bahan
2 ml H2O2
20 ml H2O
20 ml H2SO4 encer 0,1 N
Titrasi dengan KMnO4 0,1023 N
Pembuatan H2SO4 encer
Ukur 10 ml H2SO4 0,1 N
Dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml
Ditambahkan air dalam 100 ml
homogenkan