PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH3) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR
LAPORAN
Oleh: MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI 0909045059
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA 2013 i
PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH3) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR LAPORAN Diajukan sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi Strata 1 Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman
Oleh: MUHAMMAD RIZKI SYA’BANI 0909045059
FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA 2013 ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi dengan judul :
Pengaruh Variasi Waktu Tinggal Hidraulik Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak (NH3) Dalam Air Limbah Domestik Pada Sistem Moving Bed Biofilm Reactor
yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S1 Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman, sejauh yang saya ketahui bukan merupakan tiruan atau duplikasi dari skripsi yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar kesarjanaan di lingkungan Universitas Mulawarman maupun di Perguruan Tinggi atau instansi manapun, kecuali bagian yang bersumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.
Jakarta, 18 Juni 2013
Muhammad Rizki Sya’bani NIM. 0909045059
iii
PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH3) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REACTOR Oleh: Muhammad Rizki Sya’bani 0909045059 Telah diujikan pada 31 Agustus 2013 dan dinyatakan telah memenuhi syarat Samarinda, 31 Agustus 2013 Disahkan oleh: Pembimbing I,
Pembimbing II,
Dwi Ermawati Rahayu, S.T., M.T. NIP. 19760608 200501 2 001
Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. NIP. 19590505 198603 1 014
Mengetahui, Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
Dr. Ir. H. Dharma Widada, M.T. NIP. 19690706 199512 1 004 iv
“Allah meninggikan orang yang beriman dan orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (QS 58:11)
Dengan Cinta dan Sepenuh Hati, Saya pesembahkan Skripsi ini, Kepada Ibunda dan Ayahanda, Serta Keluarga Besar Tercinta........
v
Muhammad Rizki Sya’bani 0909045059 Program Studi Teknik Lingkungan 2013, 72 Halaman
Dosen Pembimbing I. Dwi Ermawati Rahayu, S.T, M.T II. Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
PENGARUH VARIASI WAKTU TINGGAL HIDRAULIK TERHADAP EFISIENSI PENYISIHAN AMONIAK (NH3) DALAM AIR LIMBAH DOMESTIK PADA SISTEM MOVING BED BIOFILM REAKTOR ABSTRAK Masalah pencemaran air di Indonesia telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebabnya tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik, tetapi juga bersumber dari air limbah rumah tangga dan kantor (domestic sewage). Kota Jakarta memiliki tingkat kepadatan penduduk yang tinggi dengan ketersediaan lahan yang sedikit. Hal ini tidak memungkinkan penggunaan teknologi pengolahan air limbah dengan skala besar seperti lagoon ataupun trickling filter. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) merupakan salah satu pengolahan yang efektif digunakan untuk mengatasi masalah tersebut. Pada prinsipnya, MBBR adalah modifikasi lumpur aktif yang ditingkatkan yakni dengan penambahan media berukuran kecil pada reaktor aerasi, sehingga memungkinkan terjadinya dua proses pengolahan di dalam satu reaktor, yakni suspended growth dan attached growth. Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah bioball yang memiliki luas permukaan ± 210 m2/m3 dengan volume pengisian sebanyak 20 % volume reaktor. Pada penelitian ini, pengolahan MBBR menggunakan variasi waktu tinggal hidraulik (WTH) 12, 8, 6, dan 4 jam dengan analisis parameter yakni amoniak (NH3), nitrit (NO2), nitrat (NO3), suhu dan pH. Dari hasil penelitian, pada WTH 12 jam, 8 jam, 6 jam, dan 4 jam efisiensi penyisihan NH3 berturut-turut sebesar 94,05 %, 93,42 %, 89 %, dan 79,6 %. Sementara itu dalam setiap penyisihan amoniak (NH3) selalu diikuti dengan peningkatan kadar senyawa nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) pada kisaran 1-32 mg/l. Efluen hasil pengolahan limbah domestik dengan MBBR dalam penelitian ini sudah berada dibawah baku mutu yang telah ditetapkan oleh Kepmen LH dan Pergub DKI Jakarta. Kata kunci : Air Limbah Domestik, Amoniak, Bioball, MBBR
vi
Muhammad Rizki Sya’bani 0909045059 Program Studi Teknik Lingkungan 2013, 72 Halaman
Dosen Pembimbing I. Dwi Ermawati Rahayu, S.T, M.T II. Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng.
EFFECT OF VARIATION OF HYDRAULIC RETENTION TIME TO REMOVAL EFFICIENCY OF AMMONIA (NH3) IN DOMESTIC WASTEWATER SYSTEM MOVING BED REACTOR BIOFILMS ABSTRACT Water pollution problems in Indonesia have shown serious symptoms, the cause is not only derived from industrial waste plant, but also sourced from domestic wastewater and office (domestic sewage). Jakarta has a high population density with little land available. This does not allow the use of wastewater treatment technologies with large scale such as lagoon or trickling filters. Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR) is one of the effective processing is used to resolve the issue. In principle, MBBR is a modification of the activated sludge is enhanced by the addition of small to medium sized aeration reactor, thus allowing the two treatment processes in one reactor, the suspended growth and attached growth. Media used in this study is bioball which has a surface area to volume ± 210 M 2/M3 charging as much as 20 % of the reactor volume. In this study, using a variety of processing MBBR hydraulic residence time (WTH) 12, 8, 6, and 4 hours with an analysis of the parameters of ammonia (NH3), nitrite (NO2), nitrate (NO3), temperature and pH. From the research, the WTH 12 hours, 8 hours, 6 hours, and 4 hours of NH3 removal efficiency, respectively for 94.05%, 93.42%, 89%, and 79.6%. Meanwhile, in every stage of ammonia (NH3) is always followed by increased levels of nitrite compounds (NO2) and nitrate (NO3) in the range of 1-32 mg / l. Domestic sewage effluent results with MBBR in this study already under standards established by Decree LH and gubernatorial DKI Jakarta. Kata kunci : Air Limbah Domestik, Amoniak, Bioball, MBBR
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas segala curahan Rahmat dan bimbingan-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan penelitian skripsi yang berjudul “Pengaruh Variasi Waktu Tinggal Hidraulik Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak (NH3) Dalam Air Limbah Domestik Pada Sistem Moving Bed Biofilm Reactor” ini disusun berdasarkan pelaksanaan kegiatan penelitian yang telah dilakukan serta untuk memenuhi syarat kelulusan Strata 1 (S1) Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik, Universitas Mulawarman. Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu penulisan laporan ini baik berupa bantuan materi maupun non materi. Semoga segala bantuan yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan yang layak di sisi Tuhan Yang Maha Esa. Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada : 1.
Ayahanda Drs. H. Syahril Tarmidzi, M.Si serta Ibunda Dra. Hj. Nur Aisyiyah beserta keluarga yang selalu mendo’akan penulis;
2.
Bapak Dr. Ir. H. Dharma Widada, MT. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Mulawarman
3.
Ibu Henny Magdalena, ST. MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Lingkungan.
4.
Ibu Dwi Ermawati Rahayu, ST, MT. selaku Dosen Pembimbing I Skripsi;
5.
Bapak Ir. Nusa Idaman Said, M.Eng. selaku Dosen Pembimbing II Skripsi;
6.
Bapak Dr. Ir. Joko Prayitno S, M.Sc selaku Pimpinan Deputi Pusat Teknologi Lingkungan BPPT Jakarta Pusat.
7.
Bapak Dr. Ir. Rudi Nugroho., M.Eng selaku Kepala Bidang Teknologi Pengendalian Pencemaran Lingkungan BPPT Jakarta Pusat;
8.
Seluruh Pegawai lapangan dan Staf Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta Pusat;
9.
Seluruh Pegawai dan Staf gedung workshop Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta Pusat;
viii
10. Rekan-rekan Program Studi Teknik Lingkungan, khususnya Teknik Lingkungan angkatan 2009 serta rekan-rekan yang terlibat dalam penulisan laporan ini; 11. Seluruh Dosen dan Staf Fakultas Teknik Universitas Mulawarman;
Akhirnya penulis menyadari bahwa laporan ini jauh dari sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat diharapkan.
Jakarta, 18 Juni 2013
Penulis
ix
DAFTAR ISI Halaman
Halaman Judul .................................................................................................. ii Halaman Pernyataan Keaslian Skripsi ........................................................... iii Halaman Pengesahan ....................................................................................... iv Halaman Persembahan .................................................................................... v Abstrak .............................................................................................................. vi Abstract ............................................................................................................... vii Kata Pengantar ................................................................................................. viii Daftar Isi ............................................................................................................ x Daftar Gambar .................................................................................................. xiii Daftar Tabel ..................................................................................................... xiv Daftar Grafik..................................................................................................... xv Daftar Persamaan ............................................................................................. xvi Daftar Singkatan ............................................................................................... xvii Daftar Lampiran ............................................................................................... xviii BAB I 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5. 1.6.
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
Latar Belakang ........................................................................................ Tujuan Penelitian .................................................................................... Rumusan Masalah .................................................................................. Batasan Masalah ..................................................................................... Manfaat Penelitian .................................................................................. Sistematika Penulisan .............................................................................
1 4 4 5 5 5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................
8
Karakteristik Air Limbah Domestik ....................................................... Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis .................. Senyawa Amoniak (NH3) ....................................................................... Proses Penyisihan Amoniak (NH3) Secara Biologis............................... Lumpur Aktif (Activated Sludge) ........................................................... Definisi Lumpur Aktif ............................................................................ Keunggulan dalam Sistem Lumpur Aktif ............................................... Skema Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge) .................................... Variabel Analisis Lumpur Aktif ............................................................. Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biakan Melekat ........................ Klasifikasi Pengolahan dengan Proses Biakan Melekat ......................... Prinsip Kerja Pengolahan Air Limbah dengan Biakan Melekat .......................................................................... 2.4.3 Keunggulan Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Biakan Melekat .............................................................. 2.5. Moving Bed Biofilm Reactor...................................................................
8 10 10 14 17 17 18 18 20 22 22
2.1. 2.2. 2.2.1 2.2.2 2.3. 2.3.1 2.3.2 2.3.3 2.3.4 2.4. 2.4.1 2.4.2
x
23 25 26
2.5.1 2.5.2
Media Biofilm (biocarrier) ..................................................................... Sistem Pengadukan dalam Proses Moving Bed Biofilm Reactor................................................................... 2.5.3 Skema Standar Pengolahan Moving Bed Biofilm Reactor................................................................... 2.5.4 Parameter Desain dalam Moving Bed Biofilm Reactor ..........................
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN ....................................................
32
Lokasi Penelitian..................................................................................... Objek Penelitian ...................................................................................... Waktu Penelitian ..................................................................................... Variabel Penelitian .................................................................................. Variabel Bebas (Independen).................................................................. Variabel Kontrol (Moderasi) .................................................................. Variabel Terikat (Dependen) .................................................................. Rancangan Alat Penelitian ...................................................................... Menghitung Volume Efektif Reaktor Pengolahan .................................. Menghitung Volume Media Bioball dalam Reaktor............................... Menghitung Debit Alir Pengolahan (Sesuai HRT) ................................. Menghitung Debit Resirkulasi ................................................................ Menghitung Kebutuhan Udara Teoritis .................................................. Menghitung Volume Rongga Media Bioball.......................................... Metode Pengumpulan Data ..................................................................... Metode Analisis Data.............................................................................. Perhitungan Efisiensi Proses ................................................................... Perhitungan Laju Beban Volume ............................................................ Perhitungan Laju Beban Permukaan....................................................... Bahan dan Alat Penelitian....................................................................... Bahan ...................................................................................................... Alat.......................................................................................................... Tahapan Penelitian .................................................................................. Penentuan Lokasi Instalasi Alat Penelitian ............................................. Perancangan Alat Penelitian ................................................................... Tahapan Pelaksanaan Penelitian ............................................................. Diagram Alir Penelitian ..........................................................................
32 32 32 32 32 32 33 33 33 34 34 35 36 37 41 41 41 43 43 43 43 44 44 44 46 46 49
3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.4.1 3.4.2 3.4.3 3.5. 3.5.1 3.5.2 3.5.3 3.5.4 3.5.5 3.5.6 3.6. 3.7. 3.7.1 3.7.2 3.7.3 3.8. 3.8.1 3.8.2 3.9. 3.9.1 3.9.2 3.9.3 3.10.
BAB IV 4.1. 4.1.1 4.1.2 4.1.3 4.1.4 4.2.
28 29 30
PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL ....................................
50
Uraian Proses .......................................................................................... Proses Start-up ........................................................................................ Proses Seeding (Aklimatisasi) ................................................................ Proses Pengolahan dengan Variasi Waktu Tinggal ................................ Monitoring dan Analisa .......................................................................... Analisa Karakteristik Air Limbah Domestik ..........................................
50 50 51 53 53 53
xi
xi
4.3 4.4. 4.4.1 4.4.2 4.4.3 4.4.4 4.5. 4.6. 4.7. 4.8. 4.9.
4.10.
4.11. 4.12. 4.13. 4.14.
Analisa Hasil Seeding (Aklimatisasi) ..................................................... Analisa Penyisihan Amoniak dalamVariasi Waktu Tinggal .................. Analisa Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 12 Jam ................................................................... Analisa Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 8 Jam ..................................................................... Analisa Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 6 Jam ..................................................................... Analisa Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 4 Jam ..................................................................... Analisa Penyisihan Amoniak Selama Pengolahan (WTH 4-12 Jam) .................................................... Analisa Senyawa Nitrit dan Nitrat Terhadap Penyisihan Amoniak ............................................................... Analisa Media Bioball Selama Pengolahan Moving Bed Biofilm Reactor ............................................... Analisa Perhitungan Total Inorganik Nitrogen (TIN) ............................ Hubungan Antara Beban Volumetric Amoniak (NH3-Volumetric Loading) Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak ............................................................................... Hubungan Antara Beban Permukaan Amoniak (NH3-Surface Loading) Terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak ............................................................................... Kondisi dan Pengaruh Kebutuhan Udara Aerasi Selama Pengolahan ................................................................................. Pengukuran Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) ........................... Kondisi pH dan Suhu Selama Penelitian ................................................ Penentuan Waktu Tinggal (HRT) Terpilih .............................................
BAB V 5.1. 5.2.
53 57 57 58 59 60 60 63 66 68
71
73 76 77 77 79
PENUTUP........................................................................................
82
Kesimpulan ............................................................................................. Saran .......................................................................................................
82 83
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xii
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 3.3 Gambar 3.4 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Gambar 4.4 Gambar 4.5 Gambar 4.6
Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis .......................... Skema proses Nitrifikasi–Denitrifikasi ....................................... Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif Standar (Konvensional) ........................... Klasifikasi pengolahan air limbah secara biofilm atau biofilter mikrobiologi.............................................. Mekanisme penghilangan Ammonia di dalam proses biofilter ... Mekanisme sistem metabolisme di dalam proses biofilm........... Bentuk media biocarrier yang digunakan dalam moving bed biofilm reactor .............................................. Mekanisme pergerakan biocarrier oleh aerasi dan pengadukan dalam sistem Moving Bed Biofilm Reactor ...... Skema Proses Moving Bed Biofilm Reactor standar ................... Langkah-langkah mengukur volume rongga bioball .................. Skema Rancangan Alat Penelitian .............................................. Diagram alir proses pengolahan moving bed biofilm reactor untuk pengolahan air limbah domestik ....................................... Diagram Alir Penelitian .............................................................. Proses start-up alat penelitian sebelum proses seeding .............. Peristiwa rising sludge yang terjadi pada reaktor pengendap akhir .......................................................................... Lapisan biofilm yang mulai terlihat pada bioball di hari ke-6 proses seeding .......................................................... Lapisan biofilm pada bioball pada hari ke-8 proses seeding ...... Lapisan mikrobiologis pada media bioball ................................. Media bioball yang masih baru (sebelum pengolahan) dan media bioball setelah digunakan dalam pengolahan (selama 43 hari) ...........................................................................
xiii
11 17 19 23 24 25 27 28 30 38 45 48 49 50 52 55 56 67
68
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5 Tabel 2.6 Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 4.5 Tabel 4.6 Tabel 4.7 Tabel 4.8 Tabel 4.9 Tabel 4.10 Tabel 4.11 Tabel 4.12 Tabel 4.13 Tabel 4.14 Tabel 4.15
Komposisi Tinja Manusia .............................................................. Kuantitas Tinja dan Air Seni ......................................................... Karakteristik Limbah Domestik Atau Limbah Perkotaan ............. Spesies bakteri nitrifikasi dan habitatnya ...................................... Specific Surface Area untuk masing-masing sistem pengolahan dengan pertumbuhan mikroorganisme melekat ............................. Kriteria Desain Pengolahan dengan Sistem Moving Bed Biofilm Reactor ......................................................... Rancangan Reaktor Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor ........ Rancangan Alat dan Bahan Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor ......................................................... Spesifikasi Media Penyangga ........................................................ Daftar Reagen Analisa Parameter yang digunakan ....................... Metode Analisis Parameter ............................................................ Karakteristik Rata-rata Air Limbah Domestik yang diteliti .......... Data hasil seeding untuk parameter COD ..................................... Data hasil seeding untuk parameter Amoniak ............................... Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 12 Jam................................................................... Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 8 Jam..................................................................... Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 6 Jam..................................................................... Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 4 Jam..................................................................... Perbandingan Rata-Rata Penyisihan Amoniak Optimum pada masing-masing Variasi Waktu Tinggal ................ Data hasil penelitian untuk kenaikan nitrit dan nitrat air limbah .. Data hasil perhitungan total inorganik nitrogen ............................ Hubungan Beban Volumetric Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak ...................................................................... Hubungan Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak ...................................................................... Konsentrasi MLSS saat penelitian ................................................. Pengukuran pH dan suhu selama proses pengolahan .................... Data kualitas air hasil olahan dan efisiensi penelitian moving bed biofilm reactor ...........................................................
xiv
8 9 9 14 28 31 39 40 43 44 48 53 54 54 57 58 59 60 62 63 69 71 74 77 78 80
DAFTAR GRAFIK Halaman
Grafik 4.1 Grafik 4.2 Grafik 4.3 Grafik 4.4 Grafik 4.5
Grafik penyisihan amoniak selama proses seeding ....................... Grafik penyisihan amoniak dalam variasi waktu tinggal .............. Grafik penyisihan total inorganik nitrogen dalam variasi waktu tinggal ........................................................... Grafik Hubungan antara Beban Volumetric Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak ....................................................... Grafik Hubungan antara Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak .......................................................
xv
57 61 70 72 74
DAFTAR PERSAMAAN Halaman
Persamaan 2.1 Persamaan 2.2 Persamaan 2.3 Persamaan 2.4 Persamaan 2.5 Persamaan 2.6 Persamaan 2.7 Persamaan 2.8 Persamaan 3.1 Persamaan 3.2 Persamaan 3.3 Persamaan 3.4 Persamaan 3.5 Persamaan 3.6 Persamaan 4.1 Persamaan 4.1 Persamaan 4.2
Proses nitritasi .......................................................................... Proses nitratasi .......................................................................... Reaksi penguraian nitrat ........................................................... Reaksi penguraian nitrit ............................................................ Penyisihan nitrogen .................................................................. Sludge Volume Index ................................................................ Waktu tinggal hidraulik ............................................................ Rasio resirkulasi lumpur ........................................................... Volume efektif reaktor ............................................................. Debit alir pengolahan ............................................................... Debit resirkulasi........................................................................ Efisiensi proses ........................................................................ Volumetric loading ................................................................... Surface loading ......................................................................... Perhitungan total inorganik nitrogen ........................................ Linier volumetric loading ......................................................... Linier surface loading ..............................................................
xvi
15 15 16 16 16 20 22 22 33 34 35 41 42 42 69 72 75
DAFTAR SINGKATAN BPPT BOD COD DO IPAL MBBR MLSS MLVSS pH ppm R SALR SL SSA SVI VL WTH
: : : : : : : : : : : : : : : : :
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Biological Oxygen Demand Chemical Oxygen Demand Dissolved Oxygen Instalasi Pengolahan Air Limbah Moving Bed Biofilm Reactor Mixed Liquor Suspended Solids Mixed Liquor Volatile Suspended Solids Potential of Hydrogen Part Per Million Ratio Sludge Age Loading Rate Surface Loading Specific Surface Area Sludge Volume Index Volumetric Loading Waktu Tinggal Hidraulik
xvii
DAFTAR LAMPIRAN I.
Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Amoniak (NH3)
II.
Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrit (NO2)
III.
Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrat (NO3)
IV.
Foto Dokumentasi
xviii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masalah pencemaran air di kota besar di Indonesia telah menunjukkan gejala yang cukup serius, penyebab dari pencemaran tadi tidak hanya berasal dari buangan industri pabrik-pabrik, tetapi juga bersumber dari air limbah rumah tangga (domestic sewage) yang jumlahnya makin hari makin besar sesuai dengan perkembangan penduduk maupun perkembangan kota. Di Jakarta misalnya, sebagai akibat masih minimnya fasilitas pengolahan air buangan kota mengakibatkan tercemarnya badan – badan sungai oleh air limbah domestik, bahkan badan sungai yang diperuntukkan sebagai bahan baku air minum pun telah tercemar (Said, 2006).
Untuk mengatasi hal tersebut Pemerintah Provinsi DKI Jakarta telah mengeluarkan Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 122 Tahun 2005 Tentang Pengelolaan Air Limbah Domestik Di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Menurut Peraturan Gubernur Nomor 122 tahun 2005 Bab V pasal 7 tersebut telah mewajibkan semua pihak untuk mengolah air limbah domestik sebelum dibuang kesaluran umum.
Bangunan rumah tinggal atau bangunan non rumah tinggal wajib mengelola air limbah domestik (blackwater maupun greywater) sebelum dibuang ke saluran umum/drainase. Bangunan rumah tinggal dan atau bangunan usaha/ jasa/ industri yang telah dibangun dan belum memiliki instalasi pengelolaan air limbah domestik yang memenuhi syarat baku mutu air limbah, wajib memperbaiki dan atau membangun instalasi pengolahan air limbah domestik. Salah satu penanganan pengolahan limbah cair domestik saat ini dapat dilakukan dengan sistem aerob adalah pada proses lumpur aktif konvensional.
Proses ini termasuk proses biologis menggunakan mikroorganisme untuk mendegradasi bahan-bahan organik yang terkandung dalam limbah cair (William, 1999). Metode ini 1
adalah metode yang paling banyak digunakan di Indonesia, termasuk di DKI Jakarta. Selain metode pengolahan lumpur aktif, ada pula metode pengolahan air limbah lain yang mulai digunakan di wilayah DKI Jakarta, yakni proses pengolahan dengan biofilter melekat diam. Proses ini didasarkan oleh penggunaan media penyangga sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya bakteri pendegradasi senyawa pencemar yang diletakkan secara diam di dalam reaktor aerasi maupun non aerasi (anaerobik).
Namun, permasalahan yang banyak dihadapi dalam kedua pengolahan ini diantaranya adalah proses ini memerlukan waktu yang lama, lahan yang luas untuk memisahkan lumpur dan cairan olahan, tidak tahan terhadap fluktuasi debit limbah yang sangat besar, fungsi aerasi yang kurang baik, penyumbatan yang pada media biofilter, serta yang tidak kalah penting adalah kesalahan operasional akibat pengetahuan operator tentang proses yang tidak memadai. Disamping itu air hasil olahannya sering kali belum memenuhi baku mutu air limbah.
Jika mengacu pada peraturan sebelumnya, yakni Kepmen LH nomor 112 Tahun 2003, yang mana tidak dicantumkannya ketentuan tentang baku mutu untuk parameter amoniak. Namun, sejak tahun 2005 dengan peraturan yang semakin diperketat yakni dalam Pergub DKI Jakarta nomor 122 tahun 2005, telah dicantumkan baku mutu air limbah domestik untuk parameter amoniak (NH3), sehingga menjadi sebuah permasalahan baru. Terlebih lagi jika melihat dalam air hasil olahan untuk berbagai IPAL di kota Jakarta, seringkali parameter amoniak belum memenuhi baku mutu tersebut.
Amoniak (NH3) adalah senyawa gas yang bersifat mengikat oksigen apabila berada pada perairan dengan kondisi yang cukup oksigen. Sumber amoniak diantaranya berasal dari pemecahan senyawa protein dalam air limbah, fiksasi nitrogen N2 di atmosfer oleh bakteri diatozrof, maupun yang berasal dari proses asimilasi nitrogen, yakni berupa pembentukan senyawa kompleks oleh atom-atom N dan H di dalam siklus atmosfer. Keberadaan senyawa amoniak yang tinggi pada perairan dapat menurunkan kadar oksigen terlarut sehingga menyebabkan banyak kematian pada biota air.
2
Lebih lanjut amoniak sebagai sumber nutrien nitrogen (N) pada tanaman, apabila memiliki jumlah yang sangat besar di perairan akan menyebabkan eutrofikasi, yakni ledakan pertumbuhan alga/ganggang yang menyebabkan lapisan permukaan air tertutupi oleh tumbuhan tersebut sehingga menghalangi proses difusi oksigen maupun sinar matahari yang masuk ke dalam perairan, hal ini akan serta merta mengurangi kandungan oksigen dalam perairan.
Secara garis besar, penelitian ini membahas tentang pengolahan air limbah domestik menggunakan penggabungan dua pola pertumbuhan mikroba, yaitu pola pertumbuhan bakteri dengan biakan melekat seperti pada biofilter, dan pola pertumbuhan bakteri dengan biakan tersuspensi seperti pada sistem lumpur aktif konvensional. Penggunaan media dalam penelitian ini adalah sebagai tempat melekatnya mikroorganisme pendegradasi polutan, yakni dengan perbandingan volume media sekitar 20 % dari total volume air reaktor.
Oleh karena perbandingan volume media yang kecil dibandingkan dengan volume air reaktor, menyebabkan pada reaktor ini akan terjadi gerakan random/turbulensi antar media yang terkena aerasi sehingga masing-masing media akan berada pada kondisi bergerak. Istilah dari modifikasi perlakuan lumpur aktif ini diberi nama “Moving Bed Biofilm Reactor”atau MBBR.
Perlakuan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi serta menjaga stabilitas proses. Dengan penambahan media ke dalam bak aerasi maka proses pertumbuhan biologis mikroba dengan biakan tersuspensi dan biakan melekat akan terjadi secara bersamaan. Dengan cara demikan diharapkan selain meningkatkan jumlah mikroorganisme yang menguraikan polutan juga suplai oksigen akan lebih merata sehingga kemampuan penyerapan oksigen menjadi lebih besar serta optimal dalam penghilangan kadar polutan terutama amoniak (NH3).
Lebih lanjut diharapkan, perlakuan khusus ini dapat memperbesar kontak biologis antara air limbah dengan mikroorganisme, sehingga pada volume dan kapasitas pengolahan yang sama dengan proses lumpur aktif konvensional, akan didapatkan 3
Hydrolic Retention Time (WTH) yang optimum dan tentunya akan dapat menghemat volume reaktor, sehingga aktifitas pengolahan akan lebih efisien baik dalam penurunan kadar polutan pencemarnya maupun dari segi ekonomisnya.
1.2
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui penurunan kadar senyawa amoniak (NH3) pada limbah domestik dengan menggunakan sistem Moving Bed Biofilm Reactor (MBBR). 2. Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu tinggal hidrolik terhadap efisiensi penurunan senyawa amoniak (NH3) dalam sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan media isian bioball. 3. Untuk mengetahui pengaruh penurunan kadar amoniak (NH3) terhadap penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN) melalui pembentukan senyawa nitrit (NO2), dan nitrat (NO3) dalam air limbah domestik pada sistem moving bed biofilm reactor sesuai dengan kondisi pada penelitian ini. 4. Untuk mengetahui waktu tinggal terpendek yang dapat digunakan dalam pengolahan moving bed biofilm reactor dengan karakteristik reaktor yang sesuai dalam penelitian ini.
1.3
Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian ini ialah sebagai berikut :
1. Bagaimana pengolahan sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan media isian bioball dapat menurunkan kadar polutan amoniak (NH3) ? 2. Bagaimana efisiensi penurunan kadar amoniak (NH3) dalam masing-masing waktu tinggal pada pengolahan sistem Moving Bed Biofilm Reactor ? 3. Bagaimana pengaruh penurunan kadar amoniak (NH3) terhadap penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN) melalui pembentukan senyawa nitrit (NO2), dan nitrat
4
(NO3) dalam air limbah domestik pada sistem moving bed biofilm reactor sesuai dengan kondisi pada penelitian ini ? 4. Berapa waktu tinggal terpendek yang dapat digunakan oleh sistem moving bed biofilm reactor dalam menurunkan kadar amoniak sesuai dengan karakteristik reaktor yang ada dalam penelitian ini ?
1.4
Batasan Masalah
Batasan penelitian ini adalah : 1.
Penelitian ini dilakukan untuk menurunkan kandungan amoniak (NH3) pada air limbah domestik menggunakan sistem Moving Bed Biofilm Reactor dengan perbandingan volume media bioball sebanyak 20 % dari total volume air reaktor.
2.
Penelitian ini menggunakan variasi waktu tinggal 12 jam, 8 jam, 6 jam dan 4 jam dengan rasio resirkulasi sebesar R = 1,0.
3.
Penelitian ini tidak mengukur kandungan MLVSS lebih lanjut yang dihasilkan selama proses pengolahan berlangsung.
1.5
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini antara lain : 1. Sebagai alternatif pemecahan masalah dalam pengolahan air limbah sistem lumpur aktif dalam mengatasi tingkat pencemaran yang ada pada air limbah. 2. Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi peneliti yang berminat untuk mengkaji lebih lanjut tentang skripsi ini.
1.6
Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan skripsi ini mengandung bab-bab: pendahuluan, landasan teori, metodologi penelitian, analisa data serta kesimpulan dan saran.
5
a.
BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar belakang berisi perumusan masalah dan manfaat yang dapat diharapkan.
1.2
Tujuan penelitian menjelaskan secara spesifik hal-hal yang ingin dicapai.
1.3
Perumusan masalah memuat penjelasan mengenai alasan-alasan mengapa masalah yang dikemukakan dalam skripsi itu dipandang menarik, penting dan perlu diteliti.
1.4
Batasan masalah menjelaskan hal-hal atau parameter-parameter yang menjadi pembatas dalam penelitian yang dilakukan.
1.5
Manfaat penelitian memuat manfaat bagi pengembangan dan penerapan ilmu pengetahuan.
1.6
Sistematika penulisan berisi secara sistematis keseluruhan penulisan skripsi. Ditulis dalam bentuk uraian, bukan mengulang kembali daftar isi.
b.
BAB II LANDASAN TEORI Landasan teori memuat penjelasan tentang konsep dan prinsip dasar maupun berupa studi kasus dalam bentuk penelitian sebelumnya yang diperlukan untuk memecahkan masalah penelitian. Landasan teori yang digunakan berbentuk uraian kualitatif, model matematis, atau persamaan-persamaan yang langsung berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
c. BAB III KEGIATAN RISET
Kegiatan riset mengandung uraian tentang bahan atau materi penelitian, alat, tata cara penelitian, variabel dan data yang akan dikaji, perancangan, perencanaan yang akan dilakukan dan cara analisis yang akan dipakai. d. BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA Bab ini memuat hasil penelitian dan analisa, serta pembahasan dari penelitian tersebut yang sifatnya terpadu.
6
e. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan memuat pernyataan singkat dan tepat yang merupakan rangkuman dari hasil analisis dalam skripsi. 5.2 Saran memuat mengenai kemungkinan pengembangan dengan asumsi-asumsi yang belum dilakukan pada penelitian ini.
7
BAB II LANDASAN TEORI
2.1 Karakteristik Air Limbah Domestik Air limbah perkotaan adalah seluruh buangan cair yang berasal dari hasil proses seluruh kegiatan yang meliputi limbah domestik cair yakni buangan kamar mandi, dapur, air bekas pencucian pakaian, limbah perkantoran dan limbah dari daerah komersial serta limbah industri. Air limbah domestik dapat dibagi menjadi dua yakni air limbah toilet (blackwater) dan air limbah non toilet (greywater). Air limbah toilet terdiri dari tinja, air kencing serta bilasan, sedangkan air limbah non toilet yakni air limbah yang berasal dari air mandi, air limbah cucian, air limbah dapur, wastafel, dan lainnya.
Menurut Azwar (1995:74) seorang yang normal diperkirakan menghasilkan tinja ratarata sehari sekitar 83 gram dan menghasilkan air seni sekitar 970 gram. Kedua jenis kotoran manusia ini sebagian besar berupa air, terdiri dari zat-zat organik (sekitar 20% untuk tinja dan 2,5% untuk air seni), serta zat-zat anorganik seperti nitrogen, asam fosfat, sulfur, dan sebagainya. Perkiraan komposisi dan kuantitas tinja dapat dilihat pada Tabel 2.1 dan Tabel 2.2 (Soeparman, 2002). Tabel 2.1 : Komposisi Tinja Manusia Komponen
Kandungan (%)
Air
66-80
Bahan organik (dari berat kering)
88-97
Nitrogen (dari berat kering)
5,7-7,0
Fosfor (sebagai P2O5) (dari berat kering)
3,5-5,4
Potasium (sebagai K2O) (dari berat kering)
1,0-2,5
Karbon (dari berat kering)
40-55
Kalsium (sebagai CaO) (dari berat kering)
4-5
C/N rasio (dari berat kering)
5-10
Sumber : Soeparman, 2002
8
Tabel 2.2 : Kuantitas Tinja dan Air Seni Tinja/Air Seni
Gram/orang/hari Berat Basah
Berat Kering
Tinja
135-270
35-70
Air seni
1.000-1.300
50-70
Jumlah
1.135-1.570
85-140
Sumber : Soeparman, 2002
Dari hasil pengumpulan data terhadap beberapa contoh air limbah domestik yang berasal dari berbagai macam sumber pencemaran di DKI Jakarta menunjukan bahwa konsentrasi senyawa pencemar sangat bervariasi. Hal ini disebabkan karena sumber air limbah juga bervariasi sehingga faktor waktu dan metode pengambilan contoh sangat mempengaruhi besarnya konsentrasi. Secara lengkap karakteristik air limbah perkotaan dari berebagai macam sumber pencemar dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 2.3 : Karakteristik Limbah Domestik Atau Limbah Perkotaan
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Parameter BOD (mg/l) COD (mg/l) KMnO4 (mg/l) NH3 (mg/l) Nitrit (mg/l) Nitrat (mg/l) Khlorida (mg/l) Sulfat (mg/l) pH SS (mg/l) Deterjen (mg/l) Minyak/lemak (mg/l) Cadmium (mg/l) Timbal (mg/l) Tembaga (mg/l) Besi (mg/l) Warna (Skala Pt-Co) Phenol (mg/l)
Minimum 31,52 46,62 69,84 10,79 0,013 2,25 29,74 81,3 4,92 27,5 1,66 1 Ttd 0,002 Ttd 0,19 31 0,04
Maksimum 675,33 1183,4 739,56 158,73 0,274 8,91 103,73 120,6 8,99 211 9,79 125 0,016 0,04 0,49 70 150 0,63
Rata – Rata 353,43 615,01 404,7 84,76 0,1435 5,58 66,735 100,96 6,96 119,25 5,725 63 0,008 0,021 0,245 35,1 76 0,335
Sumber : Said, 2008
9
2.2 Klasifikasi Proses Pengolahan Air Limbah Secara Biologis Proses pengolahan air limbah secara biologis terbagi menjadi tiga jenis berdasarkan kebutuhan proses terhadap keberadaan oksigen terlarut, yaitu : 1. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan oksigen sebagai akseptor electron merupakan mekanisme untuk menghasilkan energi kimiawi bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara aerobik. 2. Oksidasi bahan-bahan organik menggunakan pengoksidasi selain oksigen seperti karbondioksida, senyawa-senyawa organik yang telah teroksidasi sebagian sulfat dan nitrat dapat digunakan oleh kelompok mikroorganisme yang berperan dalam proses pengolahan secara anaerobik. 3. Proses pengolahan limbah yang menggunakan mikroorganisme yang bersifat obligat aerob dan obligat anaerob atau fakultatif. Mikroorganisme tersebut dapat melakukan metabolisme terhadap bahan-bahan organik secara sempurna dengan adanya oksigen terlarut (Jenie & Rahayu, 1993)
2.2.1 Senyawa Amoniak (NH3)
Amoniak adalah bahan kimia gas dengan formula kimia NH3. Amoniak terdapat di atmosfer dalam jumlah yang kecil akibat pemecahan bahan organik. Amoniak adalah gas yang tidak mempunyai warna dan lebih ringan dari pada udara, yaitu dengan massa jenis 0,589 kg/m3. Amonia adalah sebutan untuk ammonium hidroksida (NH4OH), amoniak adalah gas yang terlarut di dalam ammonium hidroksida, dengan kata lain ammonium hidroksida (NH4OH) adalah NH3 yang terlarut dalam H2O, disebut dengan larutan amonia.
Senyawa amoniak memiliki titik lebur -75 °C dan titik didihnya ialah -33.7 °C. Sebanyak 10% dari larutan amonia dalam air mempunyai pH 12. Amonia dalam bentuk cair mempunyai muatan yang sangat tinggi. Amonia cair terkenal dengan sifat kelarutannya yang sangat baik. Amoniak (NH3) dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air. 10
2.2.1.1 Sumber Amoniak (NH3)
Sumber amoniak di perairan adalah pemecahan nitrogen organik (protein dan urea) dan nitrogen anorganik yang terdapat di dalam tanah dan air, yang berasal dari dekomposisi bahan organik oleh mikroba dan jamur (Proses fiksasi nitrogen dan amonifikasi). Skema proses pembentukan amoniak seperti yang terlihat pada Gambar 2.1.
Gambar 2.1 : Siklus nitrogen dalam proses oksidasi biologis (Eckenfelder, 1989)
Sumber amoniak adalah reduksi gas nitrogen yang berasal dari proses difusi udara atmosfer, limbah industri dan domestik. Amoniak yang terdapat dalam mineral masuk ke badan air melalui erosi tanah. Selain terdapat dalam bentuk gas, amoniak membentuk senyawa kompleks dengan beberapa ion-ion logam. Amoniak juga dapat terserap kedalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga mengendap di dasar perairan.
Ikan dan biota air tidak bisa bertoleransi terhadap kadar amonia bebas yang terlalu tinggi karena dapat mengganggu proses pengikatan oksigen oleh darah dan pada akhirnya dapat meningkatkan sifokasi. Gas amonia juga merupakan salah satu gas pencemar udara yang dihasilkan dari penguraian senyawa organik oleh mikroorganisme seperti dalam proses pembuatan kompos, dalam industri peternakan, dan pengolahan sampah kota. 11
Amoniak (gas) itu terdiri dari hidrogen dan nitrogen dengan perbandingan molar N:H ialah 3:1. Amonia disintesis dengan reaksi reversibel antara hidrogen dengan nitrogen. Seperti halnya reaksi revesibel lain, reaksi pembentukan amonia juga menghabiskan tenaga dan pikiran untuk mengatur reaksi dengan jumlah amonia pada kesetimbangan pada berbagai macam temperatur dan tekanan. Amonia juga dapat berasal dari sumber antrophogenik (akibat aktifitas manusia) seperti industri pupuk urea, industri asam nitrat dan dari kilang minyak (Dwipayani, 2001).
2.2.1.2 Akibat Keberadaan Senyawa Amoniak (NH3) di Perairan
Amoniak (NH3) pada suatu perairan berasal dari urin dan feses yang dihasilkan oleh ikan. Kandungan amoniak ada dalam jumlah yang relatif kecil jika dalam perairan kandungan oksigen terlarut tinggi. Sehingga kandungan amonia dalam perairan bertambah seiring dengan bertambahnya kedalaman. Pada dasar perairan kemungkinan terdapat amoniak dalam jumlah yang lebih banyak dibanding perairan di bagian atasnya karena oksigen terlarut pada bagian dasar relatif lebih kecil (Welch, 1952 dalam Setiawan, 2006).
Menurut Jenie, Rahayu (1993) dan Marlina (2004), konsentrasi amoniak yang tinggi pada permukaan air akan menyebabkan kematian ikan yang terdapat pada perairan tersebut. Toksisitas amoniak dipengaruhi oleh pH yang ditunjukkan dengan kondisi pH rendah akan bersifat racun jika jumlah amoniak banyak, sedangkan dengan kondisi pH tinggi hanya dengan jumlah amoniak yang sedikit akan bersifat racun juga.
Kadar amoniak pada perairan alami biasanya kurang dari 0,1 mg/liter. Kadar amoniak bebas yang tidak terionisasi pada perairan tawar sebaiknya tidak lebih dari 0,2 mg/liter. Jika kadar amoniak bebas lebih dari 0,2 mg/liter, perairan bersifat toksik bagi beberapa jenis ikan. Kadar amoniak yang tinggi dapat merupakan indikasi adanya pencemaran bahan organik yang berasal dari limbah domestik, industri, dan limpasan pupuk pertanian. Kadar amoniak yang tinggi juga dapat ditemukan pada dasar danau yang mengalami kondisi tanpa oksigen atau anoxic (Effendi, 2003).
12
Menurut Boyd (1990), amoniak dapat meningkatkan kebutuhan oksigen pada insang dan jaringan tubuh yang mengalami kerusakan, dan menurunkan kemampuan darah dalam membawa oksigen. Dalam kondisi kronik, peningkatan amoniak dapat menyebabkan timbulnya penyakit dan penurunan pertumbuhan. Pescod (1973) menyarankan agar kandungan amoniak dalam suatu perairan tidak lebih dari 10 mg/l, yaitu agar kehidupan ikan menjadi normal.
2.2.1.3 Pengaruh Senyawa Amoniak (NH3) terhadap Kesehatan Senyawa amoniak masuk ke dalam tubuh manusia melalui penafasan, kontak mata dan kontak kulit. Amoniak mudah larut didalam air sehingga akan dikeluarkan bersama dengan urine yang mengandung amoniak juga. Adapun akibat yang ditimbulkan apabila kadar amoniak yang berlebihan dalam tubuh akan menyebabkan iritasi terhadap saluran pernapasan, hidung, tenggorokan dan mata terjadi pada 400-700 ppm. Sedangkan pada 5000 ppm menimbulkan kematian. Kontak dengan mata dapat menimbulkan iritasi hingga kebutaan total. Kontak dengan kulit dapat menyebabkan luka bakar (frostbite).
2.2.1.4 Cara Menurunkan Kadar Amoniak
Reduksi kandungan amoniak pada air limbah yang paling efektif (bisa sampai dibawah 5 ppm) adalah dengan metode pengolahan limbah mikrobiologi dengan proses nitrifikasi yaitu amoniak diubah jadi nitrit/nitrat oleh bakteri nitrosomonas atau bakteri lain terus kemudian diubah lagi jadi nitrogen bebas (proses denitrifikasi) yang ramah lingkungan. Cara lainnya bisa dengan metode stripping, yaitu pemanasan amoniak dengan menggunakan steam atau heater supaya amoniaknya menguap ke udara bebas atau dengan cara membuas separti air mancur juga dapat mengurangi kadar ammonia, tapi tentunya hal ini hanya memindahkan fasa limbah dari cair menjadi gas.
Cara untuk menurunkan kadar amoniak dalam air adalah dengan mengganti air sebagian atau seluruhnya atau dengan cara filterisasi. Untuk budidaya ikan hias dalam akuarium atau kolam kecil, filterisasi ini paling sering digunakan karena lebih praktis dan menghemat waktu. Limbah amoniak dapat dinetralkan dengan asam sulfat (pupuk ZA).
13
2.2.2 Proses Penyisihan Amoniak (NH3) Secara Biologis 2.2.2.1 Nitriikasi
Nitrifikasi didefinisikan sebagai konversi nitrogen secara biologis dari komponen organik atau anorganik dari bentuk tereduksi ke bentuk teroksidasi. Pada penanganan polusi air, nitrifikasi adalah proses biologis yang akan mengoksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bantuan bakteri nitrifikasi. Spesifikasi dan habitat dari bakteri nitrifikasi dijelaskan pada Tabel 2.4 di bawah ini.
Tabel 2.4 : Spesies bakteri nitrifikasi dan habitatnya
Spesies
Habitat
Bakteri nitrit Nitrosomonas europaea
Tanah, perairan dalam dan pantai
Nitrosococcus oceanus
Laut
Nitrosospira briensis
Tanah, perairan dalam
Bakteri nitrat Nitrobacter winogradsky
Tanah, perairan dalam dan pantai
Nitrospira gracillis
Laut
Nitrococcus mobilis
Laut
Nitrospira marina
Laut
Sumber : Rheinheimer (1992)
Pada dasarnya, faktor-faktor yang berpengaruh pada proses nitrifikasi antara lain konsentrasi ammonia dan nitrit, konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH dan waktu retensi. Ion ammonia adalah salah satu sumber energi untuk bakteri nitrifikasi tetapi apabila jumlahnya berlebihan, maka akan menghambat pertumbuhan bakteri tersebut. Ammonia lebih bersifat menghambat pertumbuhan Nitrobacter bila dibandingkan dengan pengaruh penghambatannya pada bakteri nitrosomonas (Jenie & Rahayu 1993).
Konsentrasi nitrit yang tinggi dapat mereduksi aktifitas bakteri nitrifikasi pada kondisi asam. Daya racun nitrit yang tinggi dipengaruhi oleh bentuk persenyawaan nitritnya, yaitu bila terdapat dalam bentuk asam amino (HNO2) maka akan lebih toksik dari pada 14
bentuk ion nitrit. Nitrifikasi dapat berlangsung dengan baik pada suhu 30 – 36 OC. nitrifikasi yang dilakukan pada suhu yang lebih rendah dari suhu optimumnya akan menyebabkan laju pertumbuhan mikroba lambat dan berakibat pada peningkatan waktu retensinya (Jenie & Rahayu, 1993).
Pada umumnya nilai pH optimum bagi proses nitrifikasi adalah 7,5 -8,5, walau demikian pada pH rendah proses nitrifikasi masih dapat berlangsung. Bakteri nitrifikasi mampu beradaptasi pada kondisi pH yang rendah, bila pH diatur sekitar 5,5 – 6,0 maka laju oksidasi ammonia akan mencapai kondisi normal seperti halnya yang terjadi pada kondisi pH 7 (Jenie & Rahayu, 1993).
Faktor utama yang mempengaruhi kecepatan proses nitrifikasi adalah adalah konsentrasi mikroba nitrifikasi. Jumlah mikroba nitrifikasi tersebut dapat dicerminkan dengan waktu generasi mikroba yang berhubungan dengan jumlah energi yang dibutuhkan selama proses oksidasi (Jenie & Rahayu, 1993).
Pada proses ini terdapat 2 tahap proses yang dilakukan, yaitu :
1. Proses nitritasi yang mengoksidasi ammonium menjadi nitrit oleh bakteri Nitrosomonas. 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑠𝑜𝑚𝑜𝑛𝑎𝑠
(NH4+) + 1,5O2 →
NO2- + H2O + 2H+ ....…………………………. (2.1)
2. Proses nitratasi yaitu oksidasi nitrit menjadi nitrat oleh bakteri Nitrobacter. 𝑁𝑖𝑡𝑟𝑜𝑏𝑎𝑐𝑡𝑒𝑟
NO2- + 0,5O2 →
NO3- ……………………………………………...... (2.2)
2.2.2.2 Denitrifikasi Denitrifikasi adalah proses reduksi nitrat dan nitrit dimana nitrat digunakan sebagai terminal hydrogen pada saat potensial oksigen rendah dalam limbah. Produk akhir yang dihasilkan dari penguraian nitrat dan nitrit tersebut adalah gas nitrogen (N2) atau nitrogen oksida (N2O). kedua gas tersebut bersifat inert dan dapat menguap di udara. 15
Bakteri heterotrofik fakultatif yang mampu menggunakan nitrat atau nitrit antara lain adalah
Micrococcus,
Pseudomonas,
Denitro-bacillis,
Spirilum,
Vacilles,
dan
Achromobacter. Jalur metabolisme perubahan atom nitrogen menjadi ion nitrat dan perubahan ion nitrat menjadi N2 atau N2O belum diketahui dengan pasti. (Jenie & Rahayu, 1993).
Reaksi penguraian nitrat dan nitrit tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut : 𝑃𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑚𝑜𝑛𝑎𝑠
NO3- + organik →
𝑃𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑚𝑜𝑛𝑎𝑠
NO2- + organik →
sel + NO2- + CO2 + H2O …………………………….. (2.3) sel + N2 + CO2 + H2O ….……………………………. (2.4)
Denitrifikasi merupakan langkah kedua dalam penyisihan nitrogen setelah proses nitrifikasi. Faktor-faktor yang berpengaruh pada proses denitrifikasi antara lain konsentrasi bahan organik, konsentrasi oksigen terlarut, suhu, pH dan waktu retensi (Jenie & Rahayu, 1993).
Penyisihan nitrogen dari bentuk nitrat dikonversi menjadi gas nitrogen pada kondisi anoksik (tanpa oksigen). Reaksi penyisihan nitrat adalah sebagai berikut : NO3- NO2- NO N2O N2 ………………………………………………... (2.5)
Pada proses denitrifikasi dibutuhkan organik sebagai sumber karbon, selain itu juga dibutuhkan ion sulfat, fosfat, klorida, natrium, kalium, magnesium, kalsium, dan beberapa unsur mikro untuk membantu aktivitas enzim. Denitrifikasi adalah proses yang akan terjadi bila konsentrasi oksigen terlarutnya adalah nol.
Beberapa hasil studi melaporkan bahwa denitrifikasi biasa terjadi pada DO kira-kira 0,5 mg/l. laporan yang lain menunjukkan bahwa nitrat tidak direduksi pada konsentrasi DO antara 0,2 – 0,4 mg/l (Jenie & Rahayu, 1993). Proses penyisihan nitrogen secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 2.2.
16
Gambar 2.2 : Skema proses Nitrifikasi–Denitrifikasi (Michael H. Gerardi, 2002)
Proses denitrifikasi air limbah sangat efektif bekerja pada pH antara 7,0 dan 8,5 dan optimumnya adalah sekitar 7,0 (Metcalf & Eddy, 1991). Denitrifikasi dapat meningkatkan nilai alkalinitas dan pH (Henze et al. 1995). Waktu retensi minimum untuk proses denitrifikasi adalah 12 jam. Pada aplikasi praktis waktu retensi yang disarankan sekurang-kurangnya 3-4 hari (Jenie & Rahayu, 1993).
2.3 Lumpur Aktif (Activated Sludge) 2.3.1 Definisi Lumpur Aktif
Proses pengolahan air limbah sistem lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pengolahan polutan organik terlarut maupun tidak terlarut dalam air limbah menjadi flok mikroba tersuspensi yang dapat dengan mudah mengendap dengan teknik pemisahan padat cair sistem gravitasi (Eckenfelder, 1989).
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4, dan sel biomassa baru. Proses ini mempertahankan jumlah massa mikroba dalam suatu reaktor dan dalam keadaan tercampur sempurna. Suplai oksigen adalah mutlak dari peralatan mekanis, yaitu aerator/blower, karena selain 17
berfungsi untuk suplai oksigen juga dibutuhkan pengadukan yang sempurna. Perlakuan untuk memperoleh massa mikroba yang tetap adalah dengan melakukan resirkulasi lumpur dan pembuangan lumpur dalam jumlah tertentu (Gariel Bitton, 1994).
2.3.2 Keunggulan dalam Sistem Lumpur Aktif
Sistem lumpur aktif mempunyai penguraian polutan organik yang cukup baik dan cocok pada daerah dimana lahan tidak cukup tersedia. Dibandingkan dengan sistem biologis lainnya seperti Lagoon, sistem lumpur aktif memiliki beberapa keunggulan (Nusa, 2007), diantaranya : a.
Kualitas hasil olahan terutama pH dan kandungan oksigen lebih bagus.
b.
Kebutuhan lahan untuk IPAL relatif kecil.
c.
Cocok untuk kandungan polutan organik (BOD, COD) yang tidak terlalu tinggi (dibawah 3000 mg/l).
d.
Konsentrasi BOD pada air olahan dapat mencapai lebih rendah dari 25 mg/l.
Keaktifan lumpur ditentukan oleh konsentrasi MLSS. Limbah yang didegradasi oleh bakteri merupakan substrat yang digunakan untuk memperoleh karbon dan energi. Indikasi tersebut ditunjukkan dengan nilai BOD, yakni adalah sejumlah oksigen terlarut yang diukur dalam milligram per liter yang dibutuhkan oleh mikroorganisme, khususnya bakteri, untuk mengoksidasi atau mendegradasi limbah menjadi bentuk komponen inorganik yang sederhana, dan memperbanyak sel bakteri.
2.3.3 Skema Proses Lumpur Aktif (Activated Sludge)
Secara umum proses pengolahan lumpur aktif adalah sebagai berikut. Air limbah yang berasal dari sumber limbah ditampung ke dalam bak penampung air limbah. Bak penampung ini berfungsi sebagai bak pengatur debit air limbah serta dilengkapi dengan saringan kasar untuk memisahkan kotoran yang besar. Kemudian, air limbah dalam bak penampung di pompa ke bak pengendap awal. Bak pengendap awal berfungsi untuk menurunkan padatan tersuspensi (Suspended Solids) sekitar 30 - 40 %, dan BOD sekitar 25 %. 18
Air limpasan dari bak pengendap awal dialirkan ke bak aerasi secara gravitasi. Di dalam bak aerasi ini air limbah dihembus dengan udara sehingga mikroorganisme yang ada akan menguraikan zat organik yang ada dalam air limbah. Energi yang didapatkan dari hasil penguraian zat organik tersebut digunakan oleh mikrorganisme untuk proses pertumbuhannya. Dengan demikian didalam bak aerasi tersebut akan tumbuh dan berkembang biomasa dalam jumlah yang besar. Biomasa atau mikroorganisme inilah yang akan menguraikan senyawa polutan yang ada di dalam air limbah. Dari bak aerasi, air dialirkan ke bak pengendap akhir.
Di dalam bak ini lumpur aktif yang mengandung massa mikroorganisme diendapkan dan dipompa kembali ke bagian inlet bak aerasi dengan pompa sirkulasi lumpur. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir dialirkan ke bak khlorinasi. Di dalam bak kontaktor khlor ini air limbah dikontakkan dengan senyawa khlor untuk membunuh mikroorganisme patogen. Air olahan, yakni air yang keluar setelah proses khlorinasi dapat langsung dibuang ke sungai atau saluran umum.
Dengan proses ini air limbah dengan konsentrasi BOD 250-300 mg/l dapat di turunkan kadar BOD nya menjadi 20-30 mg/l. Skema proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif standar atau konvesional dapat dilihat pada Gambar 2.3.
Gambar 2.3 : Diagram Proses Pengolahan Air Limbah Dengan Proses Lumpur Aktif Standar (Konvensional).
19
2.3.4 Variabel Analisis Lumpur Aktif Analisis lumpur aktif yang perlu dilakukan dalam pengolahan limbah cair meliputi : 2.3.4.1 Volume Lumpur Analisis volume lumpur dilakukan untuk mengkaji kecepatan pengendapan lumpur. Sampel limbah dimasukkan ke dalam gelas ukur volume satu liter dan dibiarkan selama 30 menit. Hasil diperoleh dalam satuan ml/liter.
2.3.4.2 Mixed Liquor Suspended Solid (MLSS) Kandungan lumpur ditentukan dengan metode gravimetri. Sejumlah tertentu cairan lumpur aktif disaring, kemudian residu yang diperoleh dipanaskan selama satu jam pada suhu 105o C dan ditimbang. Hasil diperoleh dalam satuan mg/liter. Metode pengukuran lain yang dapat digunakan adalah metode evaporasi. Metode ini akan memberikan hasil yang lebih besar dibandingkan dengan metode gravimetri.
2.3.4.3 Sludge Volume Index (SVI)
Sludge volume index (SVI) adalah rasio antara sludge volume dan mixed liquor suspended solids. Untuk mengetahui SVI dapat dihitung dengan Persamaan 2.6 di bawah ini : SVI =
SV MLSS
(mg/liter) ………...……………………………………………......... . (2.6)
Unit pengolahan air limbah dengan lumpur aktif yang memiliki SVI > 200 mg/l menunjukkan dalam sistem tersebut terjadi sludge bulking.
2.3.4.4 Loading (Beban Polutan)
Karakteristik loading dari unit pengolah air limbah dapat diukur dengan BOD5, polutan organik atau inorganik, MLSS, flowrate dan volume bak. Karakteristik loading unit 20
pengolah limbah meliputi BOD loading (organic loading), space loading, dan sludge loading. Loading (beban polutan) adalah hasil analisis konsentrasi polutan dikalikan laju alir pada waktu tertentu, biasanya satu hari, sehingga menghasilkan perbandingan massa per waktu, kg BOD/hari misalnya.
Space Loading adalah beban polutan dibagi volume bak atau reaktor dinyatakan dalam satuan kg polutan/m3. Sedangkan Sludge loading adalah Beban polutan (kg/hari) dibagi dengan kandungan lumpur, MLSS (kg/m3). Sludge loading dinyatakan dalam satuan kg Polutan/kg MLSS.hari.
2.3.4.5 Kandungan Nitrogen
Air limbah mengandung nitrogen dalam bentuk yang berbeda-beda, baik organik maupun anorganik. Hasil analisis terhadap air membedakan empat jenis nitrogen, satu jenis di antaranya merupakan senyawa organik dan tiga jenis yang lain merupakan senyawa anorganik (ammonium, nitrit, dan nitrat). Total dari seluruh senyawa ini disebut total nitrogen (TN).
2.3.4.6 Rasio COD/BOD
Rasio antara COD dan BOD diukur untuk mengetahui kemampuan air limbah untuk diuraikan secara biologis. Limbah rumah tangga biasanya memiliki nilai rasio COD/BOD mendekati 2. Jika limbah industri memiliki nilai perbandingan yang lebih besar dari dua, berarti limbah tersebut mengandung sejumlah besar zat yang sulit terurai secara biologis. Namun harus diperhatikan bahwa effluent hasil pengolahan biologis yang baik memiliki rasio COD/BOD kira-kira 10 atau lebih.
2.3.4.7 Waktu Tinggal Hidraulik (Hydraulic Retention Time) Waktu tinggal hidrolik (WTH) adalah waktu rata - rata yang dibutuhkan oleh air limbah masuk dalam bak atau tangki aerasi. Untuk proses lumpur aktif, nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D ). Persamaan 2.8 adalah persamaan 21
yang digunakan untuk menentukan waktu tinggal hidraulik ini, yakni merupakan perbandingan antara volume (m3) dan flowrate (m3/jam).
WTH =
V Q
(jam) ………..………………………………………………………. (2.7)
Keterangan : V = Volume reaktor (m3) Q = Debit aliran masuk reaktor (m3/jam) 2.3.4.8 Rasio Resirkulasi Lumpur (R)
Ratio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi. Dinyatakan dalam persamaan 2.9 di bawah ini.
R=
Qr Q
……………………………..…………………………………………….. (2.8)
Keterangan : Qr = Debit aliran resirkulasi (m3/jam) Q = Debit aliran masuk reaktor (m3/jam)
2.4 Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biakan Melekat (Attached Growth) 2.4.1 Klasifikasi Pengolahan dengan Proses Biakan Melekat (Attached Growth)
Proses pengolahan air limbah dengan sistem biofilm atau biakan melekat secara garis besar dapat diklasifikasikan seperti pada gambar 2.4.
22
Gambar 2.4 : Klasifikasi pengolahan air limbah secara biofilm atau biofilter mikrobiologi
2.4.2 Prinsip Kerja Pengolahan Air Limbah dengan Biakan Melekat
Proses tersebut dapat dilakukan dalam kondisi aerobik, anaerobik atau kombinasi anaerobik dan aerobik. Proses aerobik dilakukan dengan kondisi adanya oksigen terlarut di dalam reaktor air limbah, dan proses anaerobik dilakukan dengan tanpa adanya oksigen dalam reaktor air limbah. Sedangkan proses kombinasi anaerob-aerob adalah merupakan gabungan proses anaerobik dan proses aerobik. Proses ini biasanya digunakan untuk menghilangan kandungan nitrogen di dalam air limbah.
Pada kondisi aerobik terjadi proses nitrifikasi yakni nitrogen ammonium diubah menjadi nitrat (NH4+) (NO3) dan pada kondisi anaerobik terjadi proses denitrifikasi yakni nitrat yang terbentuk diubah menjadi gas nitrogen (NO3 N2). Skema proses penghilangan senyawa ammonium dalam proses biakan melekat dapat dilihat pada Gambar 2.5.
23
Gambar 2.5 : Mekanisme penghilangan Ammonia di dalam proses biofilter
Mekanisme proses metabolisme di dalam sistem biofilm aerobik secara sederhana dapat diterangkan seperti pada Gambar 2.6. Gambar tersebut menunjukkan suatu sistem biofilm yang yang terdiri dari medium penyangga, lapisan biofilm yang melekat pada medium, lapisan alir limbah dan lapisan udara yang terletak diluar. Senyawa polutan yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD, COD), ammonia, phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan atau film biologis yang melekat pada permukaan medium.
Pada saat yang bersamaan dengan menggunakan oksigen yang terlarut di dalam air limbah senyawa polutan tersebut akan diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi yang dihasilhan akan diubah menjadi biomasa. Sulpai oksigen pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada sistem RBC yakni dengan cara kontak dengan udara luar, pada sistem “Trickling Filter” dengan aliran balik udara, sedangkan pada sistem biofilter tercelup dengan menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi. Jika lapiasan mikrobiologis cukup tebal, maka pada bagian luar lapisan mikrobiologis akan berada dalam kondisi aerobik sedangkan pada bagian dalam biofilm yang melekat pada medium akan berada dalam kondisi anaerobik.
24
Hal ini secara sederhana ditunjukkan seperti pada Gambar 2.6.
Gambar 2.6 : Mekanisme sistem metabolisme di dalam proses biofilm
Pada kondisi anaerobik akan terbentuk gas H2S dan jika konsentrasi oksigen terlarut cukup besar maka gas H2S yang terbentuk tersebut akan diubah menjadi sulfat (SO4) oleh bakteri sulfat yang ada di dalam biofilm. Selain itu pada zona aerobik nitrogen– ammonium akan diubah menjadi nitrit dan nitrat dan selanjutnya pada zona anaerobik nitrat yang terbentuk mengalami proses denitrifikasi menjadi gas nitrogen. Oleh karena didalam sistem bioflim terjadi kondisi anaerobik dan aerobik pada saat yang bersamaan maka dengan sistem tersebut maka proses penghilangan senyawa nitrogen menjadi lebih mudah. 2.4.3 Keunggulan Pengolahan Air Limbah dengan Proses Biakan Melekat Keunggulan Pengolahan air limbah dengan proses biofim tercelup antara lain : 1. Pengoperasiannya mudah 2. Lumpur yang dihasilkan sedikit 3. Dapat digunakan untuk pengolahan air limbah dengan konsentrasi rendah maupun konsentrasi tinggi. 4. Tahan terhadap fluktuasi jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi. 5. Pengaruh penurunan suhu terhadap efisiensi pengolahan kecil. 25
2.5 Moving Bed Biofilm Reactor Sistem moving bed biofilm reactor adalah sebuah konsep yang sangat efektif dalam pengolahan limbah cair secara biologis, konsep ini pertama kali ditawarkan oleh pemerintah Norwegia pada tahun 1980 yang bertujuan untuk mengurangi beban nitrogen dalam air laut. Sistem ini dikembangkan berdasarkan konsep biofilm treatment yang diintegrasikan di dalam sistem lumpur aktif konvensional. (Odegaard et al., 1994)
Ide dasar dari sistem ini adalah untuk mendapatkan sistem pengolahan air limbah dengan operasi yang berjalan terus menerus (continue), reaktor yang non clogging (tidak dapat buntu) yang tidak membutuhkan backwash, sedikit menurunkan kehilangan tekanan (headloss), dan luas permukaan biofilm yang besar. Hal ini didapatkan dengan pertumbuhan biofilm/biomass di dalam media (biocarrier) kecil yang bergerak di dalam reaktor. (Ravichandran & Joshua, 2012).
Dalam sistem ini, bahan pencemar (substrat) yang terkandung dalam air limbah akan tercampur sempurna di dalam sebuah reaktor, dimana mikroorganisme yang hidup di dalam limbah akan tumbuh melekat di media plastik (biocarrier) dan terakumulasi membentuk lapisan biomassa (biofilm) pada permukaan media tersebut. Media-media tersebut memungkinkan konsentrasi biomassa yang tinggi terjadi di dalam reaktor jika dibandingkan proses biakan tersuspensi, seperti proses lumpur konvensional Hal ini dapat meningkatkan kapasitas pengolahan biologis pada volume reaktor yang sama, sehingga menghasilkan effisiensi yang lebih baik.
Media plastik (biocarrier) didesain sedemikian rupa sehingga memiliki kepadatan unsur yang lebih rendah dibandingkan dengan air, serta menyediakan luas permukaan yang besar sebagai tempat tumbuh dan berkembangnya mikroorganisme.
2.5.1 Media Biofilm (biocarrier) Salah satu biocarrier yang seringkali digunakan dalam sistem ini adalah Media Biofilm Kaldnes 1 (K1), media ini dibuat dari bahan High Density polyethylene(HDPE) dengan 26
berat jenis ± 0,95 g/cm3 dan berbentuk silinder kecil, menyilang di dalamnya dan menyerupai sirip di luarnya (gambar 2.15). Silindernya memiliki panjang 7 mm dan diameter 10 mm (tidak termasuk siripnya). Media ini dapat menyediakan luas permukaan yang cukup besar untuk melekatnya bakteri (± 500 m2/m3). Belakangan ini, telah dilakukan beberapa percobaan terkait bentuk dan luas permukaan media dalam kemampuannya melekatkan bakteri pendegradasi. Di Norwegia, telah dibuat media yang lebih besar (K2) dengan bentuk yang mirip dengan panjang dan diameter ± 15 mm.
Gambar 2.7 : Bentuk media biocarrier yang digunakan dalam moving bed biofilm reactor
Jumlah biocarrier yang dimasukkan ke dalam reaktor tergantung dari kualitas dan kuantitas inffluent yang akan diolah, maximum filling sebesar ± 70 %. Namun, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Camp et. al, volume pengisian media biocarrier di dalam reaktor yang melebihi dari 67 % akan menyebabkan penurunan dalam effisiensi penyisihan organik.
Spesific surface area atau luas permukaan spesifik media didefinisikan sebagai total luas permukaan media yang tersedia untuk biofilm per satuan volume reaktor. Jenis media biocarrier yang berbeda-beda memiliki karakteristiknya masing-masing. Tabel 2.5 menggambarkan karakteristik SSA media dalam masing-masing sistem pengolahan.
27
Tabel 2.5 : Specific Surface Area untuk masing-masing sistem pengolahan dengan pertumbuhan mikroorganisme melekat Specific Surface Area (m2/m3) Trickling Filter Media Rock Plastic
45-60* 90 – 150*
Rotating Biological Contractor
100 – 150*
MBBR Media Kaldnes K1 Media Hydroxyl Media Kaldnes Flat Chip *Data From Metcalf & Eddy (2003)
500 400 1200
2.5.2 Sistem Pengadukan dalam Proses Moving Bed Biofilm Reactor Di dalam reaktor, media plastic Biocarrier akan berada dalam posisi bergerak, pergerakan ini disebabkan oleh energi sistem aerasi buatan yang berasal dari mesin blower/aerator ataupun dengan pengadukan mekanik secara konvensional. Mekanisme pergerakan media di dalam reaktor dapat dilihat pada Gambar 2.8.
Gambar 2.8 : Mekanisme pergerakan biocarrier oleh aerasi dan pengadukan dalam sistem Moving Bed Biofilm Reactor.
Kemampuan sistem ini sangat baik pada kondisi pengadukan secara turbulensi, sehingga proses penyerapan oksigen pada substrat akan lebih optimal karena terjadi
28
lebih merata sehingga mampu meningkatkan performa dari sistem pengolahan air limbah yang telah ada menjadi semakin efektif.
Seperti pada proses biakan melekat lainnya, difusi dari senyawa yang masuk dan keluar pada biofilm memainkan peran penting. Karena pentingnya difusi, ketebalan dari biofilm menjadi sangat penting. Biofilm yang ideal pada MBBR adalah tipis (100 µm) dan terdistribusi secara merata pada permukaan media (carrier). Agar bisa memperoleh hal itu, turbulensi pada reaktor sangatlah penting, baik untuk menyalurkan suibstrat ke biofilm dan mempertahankan ketebalan yang rendah pada biofilm (Ødegaard, 1999).
Dalam beberapa kasus, dimana turbulensi terlalu rendah, biofilm yang dihasilkan sangat banyak hingga biofilm juga terbentuk di dalam rongga media, sehingga mempersempit lintasan air dan substrat untuk biofilm. Saat turbulensi cukup (baik disebabkan dari aerasi atau pengadukan), biofilm yang terbentuk cukup tipis dan menutupi secara merata semua permukaan media.
Reaktor Moving Bed Biofilm Reactor menggunakan saringan untuk memisahkan media biocarrier bergerak dalam reaktor dengan air olahan yang keluar sebagai overflow dari reaktor. Waktu tinggal media di dalam reaktor yang cukup, ditambah lagi dengan pengadukan substrat yang merata dalam air limbah mendorong seleksi dan pengayaan mikroba untuk tumbuh sesuai dengan konsentrasi substrat yang diterima oleh mikroba di dalam kondisi reaktor yang stabil.
2.5.3 Skema Standar Pengolahan Moving Bed Biofilm Reactor
Pada proses Moving Bed Biofilm telah dapat digunakan untuk berbagai aplikasi yang berbeda. Seperti proses penghilangan zat organik, proses penghilangan amoniak, proses nitrifikasi dan proses penghilangan nitrogen. Proses ini baik digunakan untuk pengolahan air limbah pada daerah perkotaan dan pengolahan air limbah industri.
29
Reaktor moving bed biofilm dapat dioperasikan dalam kondisi aerobik untuk penghapusan BOD dan nitrifikasi atau dalam kondisi anoxic untuk denitrifikasi. Skema proses moving bed biofilm reactor standard dapat dilihat pada Gambar 2.9.
Gambar 2.9 : Skema Proses Moving Bed Biofilm Reactor standar
Pada gambar ini menjelaskan bahwa, dalam fase I menunjukkan sistem MBBR dengan proses nitrifikasi menggunakan pengolahan dengan kondisi aerob (dengan udara) dan tanpa proses anoxic (tanpa oksigen), sebuah sistem yang terdiri dari dua reaktor aerasi yang dipasang secara seri (2 stage). Sedangkan dalam fase II menunjukkan proses pengolahan dengan kombinasi proses aerob dan anoxic, yakni dengan proses nitrifikasi dan denitrifikasi.
2.5.4 Parameter Desain dalam Moving Bed Biofilm Reactor Dalam perancangan MBBR, terdapat beberapa parameter yang dianggap penting dan sangat mempengaruhi efisiensi pengolahan, parameter tersebut ialah : 1. Organic loading rate, yaitu kadar organik polutan yang dapat diukur dengan jumlah kg BOD5, dihitung per satuan volume dalam sehari. (Kg BOD/m3.hari)
30
2. Fill medium loading rate, ini adalah jumlah mikroorganisme yang menempel di media biocarrier per satuan luas dalam satuan waktu. (Kg/m2.hari) 3. Oxygen dissolved, yaitu kadar kandungan oksigen terlarut di dalam air di hitung berdasarkan satuan gr/m3. 4. Hydraulic Loading Rate, adalah waktu tinggal yang dibutuhkan air limbah di dalam reaktor yang dipenuhi media biocarrier. 5. Spesific surface area, adalah jumlah luas permukaan media biocarrier yang tersedia untuk biofilm per volume unit media. (m2 media/m3)
Kriteria desain lengkap untuk MBBR yang dapat digunakan dapat dilihat pada tabel 2.6 berikut :
Tabel 2.6 : Kriteria Desain Pengolahan dengan Sistem Moving Bed Biofilm Reactor
Parameter Value Anoxic WTH 0,5 – 2,0 Aerobic WTH 1–4 Biofilm Surface Area of Carrier 500 – 1200 Biomass per Units Surface Area 5 – 25 BOD SALR 7,5 – 25 COD SALR 15 – 50 NH4-N SALR 0,45 – 1,00 Secondary Clariefier Overflow Rate 200 – 600 Sumber : John Brinkley et al, n.d
Units Hours Hours m2/m3 g TS/m2 g/m2.d g/m2.d g/m2.d gpd/ft2
31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Pengkajian dan Penerapan Teknlogi (BPPT) Jakarta Pusat yang terletak di jalan M.H Thamrin No. 8 Jakarta.
3.2 Objek Penelitian Objek penelitian ini adalah air limbah domestik yang bersumber dari salah satu bak pengumpul limbah toilet (Septic Tank), yaitu campuran dari limbah cair blackwater dan graywater kantor BPPT Jakarta Pusat.
3.3 Waktu Penelitian Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret – hingga Agustus 2013.
3.4 Variabel Penelitian 3.4.1 Variabel Bebas (Independen) Variasi waktu tinggal (WTH) pada reaktor MBBR dengan menggunakan media bioball. Waktu tinggal yang digunakan antara lain 12 jam, 8 jam, 6 jam dan 4 jam.
3.4.2 Variabel Kontrol (Moderasi) Untuk pengontrolan dari penelitian digunakan :
a)
Tempat penelitian di ruang terbuka, dekat dengan sumber listrik dan tidak mudah mendapat gangguan (misal hujan dan binatang) selama penelitian sehingga mikroorganisme bisa tumbuh dengan baik. 32
b) Debit air limbah yang masuk ke dalam reaktor MBBR dikontrol sesuai dengan waktu tinggal 12 jam, 8 jam, 6 jam dan 4 jam, yakni 18 liter/jam, 27 liter/jam, 36 liter/jam, dan 54 liter/jam. c)
Suplai udara dari blower yang masuk ke dalam reaktor MBBR diatur menggunakan valve dengan debit aliran 10 - 70 liter/menit.
d) Debit sirkulasi dari bak pengendap yang masuk ke dalam reaktor MBBR adalah 100 % dari debit air limbah. (R = 1). e)
Jumlah media bioball yang dimasukkan ke dalam reaktor adalah sebesar 20 % dari total volume efektif air limbah di dalam reaktor.
3.4.3 Variabel Terikat (Dependen)
Parameter air limbah domestik yang diujikan meliputi Amoniak (NH3), Nitrit (NO2), Nitrat (NO3), suhu dan pH.
3.5 Rancangan Alat Penelitian Instalasi alat yang beroperasi dalam penelitian ini terdiri dari 3 (tiga) buah reaktor, yaitu reaktor penampung limbah, reaktor moving bed biofilm, dan reaktor pengendap akhir. Debit alir pengolahan dirancang menyesuaikan dengan waktu tinggal air limbah di dalam reaktor moving bed biofilm. Rancangan alat penelitian lengkap dapat dilihat pada Tabel 3.1 dan 3.2.
3.5.1 Menghitung Volume Efektif Reaktor Pengolahan
Volume efektif reaktor pengolahan moving bed biofilm reactor yang digunakan dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.1. Yaitu volume reaktor yang sesuai dengan bentuk reaktor (silinder) dan tinggi saluran output di dalam reaktor.
Vefektif reaktor =
1 4
πd2 𝑥 ℎ𝑠𝑎𝑙𝑢𝑟𝑎𝑛 𝑜𝑢𝑡𝑝𝑢𝑡 ………….………………………. (3.1)
33
Keterangan : π
= Konstanta luas lingkaran (3,14)
d
= Diameter (m)
h
= Tinggi saluran output dalam reaktor (m)
Dari hasil pengukuran, diketahui : Diameter reaktor
= 68 cm
Tinggi saluran output = 60 cm (terukur)
V efektif =
1 4
x 3,14 x (68 cm)2 x 60 cm
= 217,790 cm3 = 217,790 liter Dibulatkan 218 Liter 3.5.2 Menghitung Volume Media Bioball dalam Reaktor
Dalam penelitian ini, direncanakan volume media bioball yang dimasukkan ke dalam reaktor adalah sebesar 20 % dari total volume reaktor pengolahan MBBR. Total volume media bioball adalah sebagai berikut :
V media = 218 Liter x
20 100
= 43,6 Liter Dibulatkan 44 Liter
3.5.3 Menghitung Debit Alir Pengolahan (Sesuai WTH)
Debit alir pengolahan moving bed biofilm reactor dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.2 :
Q=
Vefektif WTH
……………………………………………………………...
(3.2)
Keterangan : 34
Q
= Debit Aliran (liter/jam)
Vefektif
= Volume efektif (liter)
WTH
= Waktu tinggal air limbah dalam reaktor (m)
Dari hasil perhitungan, diketahui :
Vefektif
= 218 liter
WTH
= 12 Jam, 8 Jam, 6 Jam, 4 Jam
a. Waktu tinggal 12 jam
Q untuk WTH 12 Jam =
218 liter 12 jam
= 18 liter/jam
b. Waktu tinggal 8 jam
Quntuk WTH 8 Jam
=
218 liter 8 jam
= 27 liter/jam
=
218 liter 6 jam
= 36 liter/jam
=
218 liter 4 jam
= 54 liter/jam
c. Waktu tinggal 6 jam
Quntuk WTH 6 Jam d. Waktu tinggal 4 jam
Quntuk WTH 8 Jam
3.5.4 Menghitung Debit Resirkulasi
Debit resirkulasi yang masuk ke dalam moving bed biofilm reactor dalam penelitian ini dapat dihitung dengan menggunakan Persamaan 3.3 :
Qr = Q in x R …………………………………………………………..
(3.3)
Keterangan : Qr = Debit resirkulasi (liter/jam) Qin = Debit masuk reaktor (liter/jam) R = Rasio resirkulasi (0,5 - 1,5) 35
Debit resirkulasi yang digunakan dalam penelitian ini selama proses seeding sebesar 0,5 Q, sementara itu dalam operasi waktu tinggal sebesar 1 Q. Dari hasil perhitungan debit air limbah dengan persamaan (3.3) sebelumnya, kemudian didapatkan debit resirkulasi lumpur yang sesuai dengan debit air limbah.
3.5.5 Menghitung Kebutuhan Udara Teoritis
Kebutuhan udara teoritis sangat penting dalam menentukan spesifikasi blower yang digunakan selama pengolahan ini. Perhitungan kebutuhan udara aerasi ini berdasarkan waktu tinggal air limbah 12 jam dan 4 jam (untuk mengetahui range), volume reaktor, dan asumsi beban hidrolik yang ingin dihilangkan. Perhitungan kebutuhan udara aerasi berdasarkan penghilangan beban amoniak adalah sebagai berikut :
Asumsi amoniak yang masuk
: 200 mg/l
Efisiensi Pengolahan
: 95 %
Amoniak yang dihilangkan
: 190 mg/l
Temperatur udara rata-rata
: 28o C
BM udara (T = 28o C)
: 1172,5 mg/l
Asumsi Oksigen / Udara
: 23,2 %
1. WTH 12 Jam Beban amoniak
= 18 liter/jam x 190 mg/l = 3420 mg/jam = 57 mg/menit
Faktor Keamanan
= 1,5 (ditetapkan)
Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,5 x 57 mg/menit = 85,5 mg/menit
Kebutuhan Udara teoritis : (85,5 mg/menit) (1172,5 mg/l x 0,232 mg O2/mg Udara)
= 0,314 liter/menit
36
Efisiensi Difuser
= 2,5 %
Kebutuhan Udara Aktual
=
(0,314 liter/menit) 0,025
= 12,57 liter/menit
2. WTH 4 Jam Beban amoniak
= 54 liter/jam x 190 mg/l = 10.260 mg/jam = 171 mg/menit
Faktor Keamanan
= 1,5 (ditetapkan)
Kebutuhan Oksigen Teoritis = 1,5 x 128,25 mg/menit = 256,5 mg/menit
Kebutuhan Udara teoritis : (256,5 mg/menit)
= 0,942 liter/menit
(1172,5 mg/l x 0,232 mg O2/mg Udara)
Efisiensi Difuser
= 2,5 %
Kebutuhan Udara Aktual
=
(0,707 liter/menit) 0,025
= 37,71 liter/menit
Melihat hasil perhitungan diatas, untuk menghasilkan efisiensi penghilangan amoniak 95 % dengan asumsi beban amoniak yang dihilangkan sebesar 190 mg/l. Maka, pada operasi waktu tinggal 4-12 jam, kebutuhan udara teoritis sebesar 12,57 – 37,31 liter/menit, untuk itu digunakan blower dengan spesifikasi range 0-70 liter/menit.
3.5.6 Menghitung Volume Rongga Media Bioball
Volume rongga media bioball dapat diketahui melalui suatu metode pengukuran dalam volume air tertentu. Untuk mendapatkan volume rongga bioball langkah pertama yang dilakukan adalah dengan mengisi penuh media bioball ke dalam gelas ukur 1000 ml, 37
kemudian siapkan air dalam wadah/botol sebanyak 1000 ml, selanjutnya air tersebut diisikan secara penuh kedalam gelas yang berisi bioball tadi sampai tanda batas 1000 ml, selisih air dalam wadah/botol sebelum dan sesudah itulah yang disebut dengan volume rongga media bioball, dalam satuan liter/liter (Said, 2013).
Untuk lebih jelasnya, metode ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 : Langkah-langkah mengukur volume rongga bioball
38
Tabel 3.1 : Rancangan Reaktor Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor No 1
2
3
Reaktor Penelitian Bak Penampung
Reaktor Aerasi (MBBR)
Bak Pengendap Akhir
Tipe Gentong Plastik
Profil Tank Plastik
Gentong Plastik
Spesifikasi Ukuran
Spesifikasi Rancangan (Hasil Pengukuran)
Diameter atas
:
52,5 cm
Volume efektif
:
100 liter
Diameter bawah
:
32 cm
Tinggi saluran output
:
45 cm
Diameter maks
:
57 cm
Tinggi
:
50 cm
Kapasitas
:
120 liter
Diameter tangki
:
68 cm
Tipe aliran
:
Downflow
Diameter mainhole
:
40 cm
Tipe saluran output
:
Weir dengan pipa 1,5" berlubang,
Tinggi tangki efektif
:
67 cm
Tinggi total tangki
:
87 cm
Tinggi saluran output
:
59 cm
Kapasitas
:
250 liter
Tinggi air efektif
:
60 cm
Volume efektif
:
218 liter
Debit influent
:
18 liter/jam
(WTH 12 Jam)
(Persamaan 3.2)
27 liter/jam 36 liter/jam 54 liter/jam
(WTH 8 Jam) (WTH 6 Jam) (WTH 4 Jam)
(Persamaan 3.2) (Persamaan 3.2) (Persamaan 3.2)
Diameter atas
:
52,5 cm
Diameter bawah Diameter maks Tinggi Kapasitas
: : : :
32 cm 57 cm 50 cm 120 liter
mengelilingi sisi tangki membentuk persegi
(Persamaan 3.1)
Rasio resirkulasi
:
0,5 ; 1
Debit resirkulasi
:
Menyesuaikan
(Persamaan 3.3)
Volume efektif Tinggi saluran output Rasio resirkulasi Debit resirkulasi
: : : :
88 liter 40 cm 0,5 ; 1 Menyesuaikan
(Hasil Pengukuran)
(Persamaan 3.3)
39
39
Tabel 3.2 : Rancangan Alat dan Bahan Penelitian Moving Bed Biofilm Reactor No 1
2
Alat Penelitian Bioball
Pompa Air
Tipe Thermoplastic Golf
ATMAN AQURA AQUARIA
3
Blower Aerasi
ATMAN GF-150 JEBO P-70
4
Diffuser Udara
Air disk (Fine bubble)
Spesifikasi Diameter Luas spesifik Berat Jenis Porositas
: : : :
3,5 cm ± 210 m2/m3 0,973 kg/m3 0,75
Debit maks
:
5400 liter/jam
Head maks
:
5m
Debit maks
:
2800 liter/jam
Head maks
:
2,5 m
Debit maks
:
2000 liter/jam
Head maks
:
1,8
Debit maks
:
70 liter/menit
Pressure maks
:
3m
Debit maks
:
70 liter/menit
Pressure maks
:
3m
Diameter efektif Output udara
: :
23 cm Membran
Spesifikasi Rancangan Volume Rongga % Volume Media bioball dalam reaktor
: :
0,75 liter/liter 20% (2500 buah bioball)
(Hasil Pengukuran) (Hasil Pengukuran)
Volume aktual
:
44 liter
(Hasil Pengukuran)
Debit
:
Menyesuaikan dengan waktu tinggal air limbah
Debit
:
Menyesuaikan dengan kondisi lapangan
Rancangan Model
:
Double diffuser (2 unit dipasang seri)
40
40
3.6 Metode Pengumpulan Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : A. Data primer, yakni data yang diperoleh langsung dari hasil analisis di lapangan, yaitu : Pemeriksaan awal sampel air limbah domestik yang masuk kedalam sistem. Debit air limbah yang akan diolah dan rancangan alat penelitian Hasil analisis parameter air limbah (NH4, NO3, NO2, dan pH) B. Data sekunder, yaitu data yang dikumpulkan dari studi literatur yang berkaitan dengan permasalahan penelitian baik yang diperoleh dari penelitian sebelumnya maupun dari instansi-instansi dan lembaga-lembaga terkait.
3.7 Metode Analisis Data Analisis data yang diperoleh disajikan menggunakan metode deskriptif dengan tabel, grafik dan narasi yang menggambarkan kondisi seluruh parameter penelitian (Walpole 1995) yang kemudian dianalisa secara komprehensif sesuai dengan teori yang ada. Langkah selanjutnya dari analisis ini adalah perhitungan efisiensi proses, beban volumetric loading, dan surface loading.
3.7.1 Perhitungan Efisiensi Proses
Menurut Verstraete dan Vaerenbergh (1986) perhitungan penghilangan kandungan zat polutan didasarkan atas perbandingan pengurangan konsentrasi zat pada titik masuk dan keluar terhadap konsentrasi zat di titik masuk, digambarkan dalam prosentase (%). Perhitungan tingkat efisiensi proses ini
dapat
dilakukan
dengan
menggunakan
persamaan : % Effisiensi = [
Co −C1 C0
] 𝑥 100 ……………………………………………….
(3.4)
41
Keterangan :
C0 = Nilai konsentrasi influent (mg/L) C1 = Nilai konsentrasi effluent (mg/L)
3.7.2 Perhitungan Laju Beban Volume (NH3-Volumetric Loading)
Metcalf dan Eddy (2003) mengatakan laju pembebanan zat didefinisikan sebagai jumlah senyawa zat yang terdapat dalam air yang diuraikan oleh mikroorganisme di dalam bioreaktor per unit satuan volume air limbah dalam reaktor per hari. Laju beban ini digunakan untuk mengetahui jumlah total beban zat di dalam air yang akan diolah dalam biofilter. Laju pembebanan amoniak volumetrik dihitung dengan persamaan di bawah ini :
VL =
Q x C1 V
………………………………………………………………..
(3.5)
Keterangan : VL = Laju pembebanan amoniak/NH3 loading (gr/m3.hari) Q
= Debit air yang diolah (m3/hari)
C1 = Konsentrasi amoniak dalam titik masuk (g/m3) V
= Volume reaktor (m3)
3.7.3 Perhitungan Laju Beban Permukaan (NH3 - Surface Loading) Metcalf dan Eddy (2003) menambahkan, selain beban volumetric loading laju pembebanan permukaan zat didefinisikan sebagai jumlah senyawa zat yang terdapat dalam air yang diuraikan oleh mikroorganisme di dalam bioreaktor per unit satuan luas permukaan media biofilm per hari. Laju pembebanan amoniak permukaan dihitung dengan persamaan di bawah ini :
SL =
Q x C1 A
………………………………………………………………..
(3.6) 42
Keterangan : SL = Laju pembebanan permukaan (gr/m2.hari) Q
= Debit air yang diolah (m3/hari)
C1 = Konsentrasi ammonium dalam titik masuk (g/m3) A = Luas permukaan media biofilm (m2)
3.8 Bahan dan Alat Penelitian 3.8.1 Bahan 3.8.1.1 Air Limbah Air limbah yang diolah dalam penelitian ini bersumber dari salah satu bak pengumpul limbah toilet (Septic Tank) kantor BPPT Jakarta Pusat. 3.8.1.2 Media Biofilm Media biofilm yang digunakan adalah media dari bahan thermoplastic tipe bioball golf dengan spesifikasi seperti yang terlihat pada Tabel 3.3. 3.8.1.3 Bahan Analisa Parameter (Reagen)
Bahan yang digunakan untuk analisis dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.4. Tabel 3.3 : Spesifikasi Media Penyangga Tipe
: Bioball Golf
Material
: Thermoplastic
Diameter
: 3 cm
Luas Spesifik
: ± 210 m2/m3
Berat Spesifik Media
: 164,34 kg/m3
Berat Jenis
: 0,970 kg/m3
Porositas
: 0,75
Warna
: Hitam
43
Tabel 3.4 : Daftar Reagen Analisa Parameter yang digunakan
No 1
Parameter COD
2
Amoniak
3 4
Nitrit Nitrat
Reagen Digestion Solution HR 1. Ammonium Salicylate 2. Ammonium Cyanurate NitriVer 3 LR NitraVer 5 MR
Range Performance (mg/l) 1-1500 0,01 – 0,5 0,001 – 0,3 0,1 – 10
3.8.1.4 Reaktor Percobaan Bahan yang digunakan sebagai reaktor adalah 2 unit gentong plastik kapasitas 120 liter dan 1 unit profil tank kapasitas 250 liter. Sedangkan untuk bahan distribusi air perpipaan digunakan pipa AW PVC Ø ½ inci, 1 inci, 2 inci, selang Ø 1 inci, selang Ø 10 mm, elbow, tee, valve, klep, dan penutup pipa. Skema alat penelitian diawali dengan bak penampung, profil tank MBBR, dan diakhiri dengan bak pengendap akhir. 3.8.2 Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pompa celup merk ATMAN, spesifikasi Qmax 5400 L/jam ; Head 5 m 2. Pompa aquarium merk AQUARIA, spesifikasi Qmax 2000 L/jam ; Head 1,8 m 3. Pompa merk AQURA, spesifikasi Qmax 2400 L/jam ; Head 2 m 4. Blower Aerasi merk ATMAN tipe GF-150 dan JEBO P-70 5. Difuser gelembung halus (fine bubble) 6. Spectofotometer DR 2800 7. Gelas ukur kimia 100 ml 8. pHmeter Hydrotester 9. Mikro Pipet 10 ml
3.9 Tahapan Penelitian 3.9.1 Penentuan Lokasi Instalasi Alat Penelitian Lokasi pengambilan air limbah yang akan diolah adalah pada salah satu bak penampung limbah toilet (septic tank), sehingga instalasi alat penelitian dioperasikan di lahan parkir kantor BPPT Jakarta Pusat, dekat dengan sumber air limbah. Skema alat dapat dilihat pada Gambar 3.2. 44
Gambar 3.2 : Skema Rancangan Alat Penelitian (Bani, 2013)
45
45
3.9.2 Perancangan Alat Penelitian Penelitian ini dilakukan dalam skala kecil (Pilot Plan) dengan kapasitas pengolahan sebesar 217 Liter. Rancangan alat pengolahan terdiri atas 1 buah bak penampung yang terbuat dari gentong plastik kapasitas maksimum 120 liter, 1 buah reaktor aerasi berkapasitas maksimum 250 liter yang diisi dengan media penyangga sebanyak 20 %, dan 1 buah reaktor pengendap akhir yang terbuat dari gentong berkapasitas 120 liter. Skema rancangan alat penelitian seperti yang dapat dilihat pada Gambar 3.2.
3.9.3 Tahapan Pelaksanaan Penelitian 3.9.3.1 Tahap Pembuatan Alat Untuk reaktor aerob dibuat dengan profil tank dengan kapasitas 250 liter. Volume efektif yang digunakan adalah 218 liter. Di dalam reaktor aerob dibuat weir dari pipa 1,5 inci yang telah diberi lubang dengan diameter 25 mm dengan menggunakan bor. Untuk difuser, digunakan jenis fine bubble berbentuk disc dengan diameter 30 cm sebanyak dua buah. Untuk blower digunakan merk Jebo kapasitas 70 liter/menit. Untuk mengatur debit udara dari blower digunakan valve.
Bak pengumpul dibuat dengan mengunakan gentong air dengan ukuran 120 liter. Fungsi dari bak pengumpul adalah untuk menstabilkan debit yang akan masuk ke dalam reaktor aerob. Di dalam bak pengumpul diberi pompa celup (pompa akuarium) yang digunakan untuk memompa air limbah ke reaktor aerob.
Bak pengendap akhir yang akan digunakan dalam penelitian adalah gentong air dengan kapasitas 120 liter. Pada dasar bak pengendap dilakukan penyemenan untuk membuat slope sebagai ruang lumpur. Pada bak pengendap akhir akan dibuat weir dengan menggunakan pipa 4 inci. Waktu tinggal pada bak pengendap akhir sama dengan debit limbah masuk dan tidak diperhitungkan secara lebih detail. Untuk proses resirkulasi, dilakukan dengan mengunakan pompa akuarium dengan rasio resirkulasi adalah 100 %.
46
3.9.3.2 Tahap Pengoperasian Alat
Pada tahap ini, air limbah domestik dari sum pit dipompakan menuju bak pengumpul, selanjutnya, air limbah kembali dipompakan menuju reaktor aerob. Didalam reaktor aerob yang telah ditambah media bioball, air limbah akan mengalami pengadukan yang disebabkan oleh adanya proses aerasi yang merata dengan menggunakan blower. Selanjutnya limpasan (over flow) dari reaktor aerob akan mengalir masuk ke dalam bak pengendap akhir.
Di dalam reaktor aerob, mikroorganisme pendegradasi zat polutan air limbah akan terdapat pada dua tempat, yakni mikroorganisme akan tersuspensi di dalam air limbah dan sebagian lagi akan melekat dan membentuk biofilm di media bioball. Sehingga pada reaktor aerob tersebut akan terjadi dua proses pengolahan biologis, yakni proses pengolahan biologi secara tersuspensi dan proses pengolahan biologi secara melekat.
Pada penelitian kali ini, akan terdiri dari beberapa proses, yakni : a.
Proses seeding dan aklimatisasi. Proses ini dilakukan untuk mengembang biakan mikroorganisme. Seeding dilakukan secara alami dengan cara mengalirkan air limbah domestik secara kontinyu ke dalam reaktor biofilter. Dalam proses ini telah terbentuk lapisan biofilm yang menyelimuti media bioball. Sedangkan aklimatisasi merupakan pengadaptasian mikroorganisme terhadap air buangan yang akan diolah. Proses aklimatisasi ini berjalan selama 2 minggu dengan waktu tinggal 12 jam dengan debit 18 liter/jam. Akhir dari aklimatisasi adalah ketika effisiensi penurunan konsentrasi COD dan Amoniak relatif stabil.
b. Proses penentuan waktu optimal Setelah proses seeding dan aklimatisasi, selanjutnya masuk ke proses penentuan waktu optimal. Pada proses ini, waktu tinggal diubah menjadi 8 jam, 6 jam dan 4 jam.
47
3.9.3.4 Tahap Pengujian Sampel
Pengujian sampel dilakukan secara periodik. Sampling Point ditetapkan diambil pada bak penampung dan outlet bak pengendap akhir. Dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap karakteristik air limbah domestik yang diolah yakni saat sebelum (influen) dan sesudah (efluen) memasuki pengolahan. Parameter yang diuji adalah amoniak, nitrit, nitrat, pH, dan COD. Metode analisis untuk berbagai parameter yang diteliti dapat dilihat pada tabel 3.5. Hasil analisis mengacu pada baku mutu air limbah domestik berdasarkan PerGub DKI Jakarta No.122 Tahun 2005. Tabel 3.5 : Metode Analisis Parameter No Parameter Metode Analisis 1 Ammonia (NH4+) Salicylate Method 2 Nitrit (NO2-) USEPA Diazotization 3 Nitrat (NO3 ) Cadmium Reduction Method 4 COD USEPA Reactor Digestion Method 5 TSS Photometric Method 6 pH pHmetri instrument Catatan : Spesifikasi tata cara analisis terlampir
Jenis Analisis Powder Pillows Spektrofotometer Powder Pillows Spektrofotometer Powder Pillows Spektrofotometer TNTplus 822 Spektrofotometer Spektrofotometer DR 2800 pHmeter Hydrotester PH-80
Diagram proses moving bed biofilm reactor untuk pengolahan air limbah domestik yang digunakan pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3 : Diagram alir proses pengolahan moving bed biofilm reactor untuk
pengolahan air limbah domestik 48
3.10 Diagram Alir Penelitian
IDE Identifikasi Masalah Studi Literatur
Pengumpulan Data Primer
Pengumpulan Data Sekunder
Proses Pembuatan Alat Penentuan Karakteristik Air Limbah Pengoperasian Moving Bed Biofilm Reactor
Analisis Laboratorium
HASIL
Analisis Hasil Terhadap Efisiensi Penurunan Parameter Limbah
KESIMPULAN DAN SARAN Gambar 3.4 Diagram Alir Penelitian
49
BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISA HASIL
4.1 Uraian Proses 4.1.1 Proses Start-up
Sebelum penelitian dimulai, dilakukan start-up alat dengan cara mengisi terlebih dahulu profil tank yang sudah berisi media bioball dengan air limbah yang akan diolah. Kemudian pada bak pengendap akhir juga diisi penuh dengan menggunakan air bersih. Selanjutnya jalankan pompa resirkulasi dengan debit ± 8 liter/jam, bersamaan dengan dijalankannya blower aerasi. Biarkan proses berlangsung secara batch selama 2 x 24 jam, hal ini dilakukan untuk mendapatkan proses pengendapan lumpur yang berjalan stabil di bak pengendap sebelum dimulainya proses seeding. Dalam proses start-up ini, tidak dilakukan penambahan lumpur secara khusus. Gambaran proses start-up seperti yang dapat dilihat pada Gambar 4.1 di bawah ini.
Gambar 4.1 : Proses start-up alat penelitian sebelum proses seeding
50
4.1.2 Proses Seeding (Aklimatisasi)
Setelah proses start-up berjalan dengan baik selama 2 hari, dilakukan proses seeding (aklimatisasi). Langkah awal dalam proses ini adalah dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam bak penampung. Kemudian pada bak penampung, air limbah dialirkan masuk kedalam moving bed biofilm reactor dengan bantuan pompa.
Pertumbuhan mikroorganisme dikondisikan dengan waktu tinggal hidrolis 12 jam pada laju alir 18 liter/jam dan rasio resirkulasi lumpur sebesar R = 0,5 Q, sehingga dengan waktu tinggal dan suplai oksigen yang cukup serta laju alir yang kecil dapat membantu pembentukan biofilm dan melekat dengan baik pada media biofilter. Air limpasan dari bak pengendap sebagai efluent di buang langsung ke saluran umum. Dengan berjalannya proses tersebut secara kontinu, maka proses seeding dimulai dan berlangsung selama 18 hari.
Saat proses seeding memasuki hari ke-7, terjadi kerusakan blower dan pompa resirkulasi yang menyebabkan menurun drastisnya efisiensi pengolahan. Kemudian dilakukan pergantian blower dan pompa resirkulasi di hari ke-8, sehingga proses seeding kembali dilanjutkan. Saat memasuki hari ke-12 proses seeding terjadi masalah pada bak pengendap akhir, yaitu timbulnya lumpur yang mengambang pada permukaan air limbah pada reaktor pengendap akhir, hal ini menyebabkan air hasil olahan membawa serta flok lumpur yang mengakibatkan efluent menjadi keruh. Peristiwa ini disebut dengan peristiwa “rising sludge”.
Rising sludge adalah proses naiknya lumpur yang berada di dasar bak pengendap ke permukaan. Ini disebabkan oleh proses resirkulasi lumpur yang terjadi tidak berjalan dengan efektif. Terjadi pengendapan yang terlalu cepat di bak pengendap, didukung pula oleh waktu tinggal lumpur yang lama menyebabkan lapisan lumpur yang terbentuk terlalu tinggi sehingga dalam suasana lumpur yang anaerobik terjadi reaksi denitrifikasi dan menyebabkan flok lumpur ikut naik bersamaan dengan naiknya gas Nitrogen (N2).
51
Selain itu, pompa yang digunakan untuk proses resirkulasi tidak mampu menyedot lumpur dengan baik pada laju alir yang kecil. Kendala lainnya adalah debit resirkulasi yang sering mengalami penurunan bahkan tidak mengalir karena terjadinya penyumbatan di dalam pipa. Untuk mengatasi hal tersebut dilakukan perubahan rasio resirkulasi lumpur menjadi R = 1.
Hal ini dilakukan untuk mempercepat penyedotan dan pengembalian lumpur ke dalam reaktor aerasi, disamping itu juga dapat meringankan kerja pompa resirkulasi agar tidak terjadi kerusakan kembali. Perlakuan ini terbukti cukup berhasil, karena tidak ditemukannya lagi lumpur yang mengambang pada reaktor pengendap untuk hari-hari selanjutnya.
Gambar 4.2 dibawah ini memperlihatkan lumpur yang mengambang pada reaktor pengendap akhir yang disebabkan oleh peristiwa rising sludge.
Gambar 4.2 : Peristiwa rising sludge yang terjadi pada reaktor pengendap akhir
Namun, dalam hari-hari berikutnya dapat terlihat pengolahan yang telah berlangsung stabil pada bak pengendap akhir, ini diindikasikan oleh tidak adanya lagi lumpur yang mengambang pada permukaan air dalam bak pengendap. Kemudian proses seeding dilanjutkan kembali hingga berakhir pada hari ke-18. 52
4.1.3 Proses Pengolahan dengan Variasi Waktu Tinggal Setelah proses seeding berjalan selama 18 hari, maka pengoperasian dilanjutkan dengan mengubah waktu tinggal air limbah di dalam moving bed biofilm reactor secara bertahap menjadi 8 jam, 6 jam, dan 4 jam dengan rasio resirkulasi lumpur sebesar R = 1. Pengolahan berlangsung selama ± 7-10 hari untuk masing-masing waktu tinggal. 4.1.4 Monitoring dan Analisa Monitoring dan analisa hasil penelitian dilakukan setiap hari secara berkelanjutan. Monitoring dilakukan 3 kali dalam sehari dan analisa sampel air limbah dilakukan setiap siang hari, terkecuali hari libur maupun hari-hari tertentu jika terjadi kendala yang menyebabkan berhentinya proses pengolahan.
4.2 Analisa Karakteristik Air Limbah Domestik Dari hasil analisa karakteristik air limbah domestik yang akan diolah, yakni berdasarkan perhitungan rata-rata influen yang masuk ke dalam reaktor pengolahan, parameter Amoniak (NH3) dan COD melebihi baku mutu air limbah domestik menurut Peraturan Gubernur DKI Jakarta No.122 Tahun 2005. Sedangkan hanya parameter pH yang sudah memenuhi baku mutu air limbah domestik. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 : Karakteristik Rata-rata Air Limbah Domestik yang diteliti Parameter
Satuan
Air Limbah Domestik (mg/l)
Baku Mutu (mg/l)
82,25 269 8,3
10 80 6–9
Amoniak (NH3) mg/l COD mg/l pH mg/l *Data primer hasil penelitian
4.3 Analisa Hasil Seeding (Aklimatisasi) Data primer hasil penelitian untuk parameter COD dan amoniak selama proses seeding dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3 : 53
Tabel 4.2 : Data hasil seeding untuk parameter COD Hari Operasi 1 4 5 6 7 11 12 13 15 18
COD (mg/l) Influen Efluen 287 161 250 70 297 75 250 76 324 89 206 26 189 18 248 39 214 39 114 25
% Efisiensi Removal 43.90 72.00 74.75 69.60 72.53 87.38 90.48 84.27 81.78 78.07
Tabel 4.3 : Data hasil seeding untuk parameter Amoniak Hari Operasi
NH3 (mg/l)
Influen 1 56.52 6 57.88 11 48.06 12 42.86 13 43.76 15 35.54 18 53.11 Sumber : Hasil Penelitian
Efluen 57.56 51.49 29.55 13.61 13.45 2.64 2.37
% Efisiensi Removal -1.84 11.04 38.51 68.25 69.26 92.57 95.54
Berdasarkan hasil pengamatan hari pertama proses seeding, pengolahan belum berjalan dengan baik. Ini dibuktikan dengan effisiensi penyisihan COD yang kurang dari 50 % serta terjadinya kenaikan senyawa Amoniak. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme yang ada di dalam moving bed biofilm reactor belum tumbuh secara optimal serta kurangnya pasokan oksigen aerasi yang menyebabkan suasana didalam reaktor menjadi anaerobik, ditambah lagi oleh masuknya air limbah dengan beban amoniak yang memiliki fluktuasi yang sangat tinggi secara kontinu ke dalam reaktor sehingga menyebabkan terjadinya akumulasi beban amoniak semakin yang besar. Hal ini menyebabkan terjadinya kenaikan amoniak pada hari pertama operasi.
Setelah proses berjalan selama 5 hari, mikroorganisme mulai tumbuh dan berkembang biak di dalam reaktor, ini di buktikan dengan lapisan biofilm yang mulai tumbuh dan 54
menyelimuti media bioball (Gambar 4.3). Lapisan biofilm pada bioball dapat dilihat melalui perubahan warna permukaan media menjadi berwarna cokelat serta mulai timbulnya lapisan berupa bulu-bulu halus seperti serat yang menempel pada permukaan media bioball. Dengan pertumbuhan mikroorganisme yang mulai optimal menyebabkan penyisihan COD yang berlangsung cukup tinggi, yakni sekitar 74 %. Hal ini mengindikasikan bakteri yang tumbuh di dalam reaktor moving bed biofilm telah mampu untuk mendegradasi senyawa amoniak yang terkandung di dalam air limbah.
Gambar 4.3 : Lapisan biofilm yang mulai terlihat pada bioball di hari ke-6 proses seeding
Atas dasar inilah, analisa amoniak kembali dilakukan pada hari ke-6 proses seeding, dan didapatkan efisiensi penyisihan amoniak sebesar 11 %. Namun hal tersebut belum sesuai dengan target yang diharapkan, ini disebabkan oleh kurangnya pasokan udara oleh blower aerasi yang terlihat menurun dibandingkan dengan hari-hari sebelumnya. Dari pengamatan secara fisik, seperti pada Gambar 4.4, akibat dari kurangnya oksigen menyebabkan terjadinya suasana anoxic di dalam reaktor moving bed biofilm mengakibatkan lapisan biofilm pada bioball menjadi berwarna putih dan menghasilkan bau yang menyengat. Hal ini juga secara fisik terlihat dari hembusan blower aerasi yang semakin lama semakin berkurang. Mengatasi hal tersebut kemudian dilakukan penambahan debit blower aerasi.
Pada hari ke-7 proses seeding berlangsung terjadi kerusakan pada blower aerasi dan unit pompa resirkulasi, hal ini menyebabkan pengolahan di hari ke-8 berlangsung tanpa adanya blower dan resirkulasi, diasumsikan efisiensi pengolahan menurun drastis di hari 55
tersebut. Setelah dilakukan perbaikan alat di hari ke-8 proses seeding, analisa sampel air limbah dilakukan kembali pada hari ke-11. Ini dikarenakan bahwa, pada hari ke-9 dan hari ke-10 diasumsikan sebagai fase adaptasi mikroba, sehingga efisiensi pengolahan dipastikan menurun, untuk itu tidak dilakukan analisis pada kedua hari tersebut. Hasil analisa menunjukkan terjadinya peningkatan effisiensi yang cukup signifikan memasuki hari ke-11. Hal ini dilihat dari penyisihan COD yang mencapai 87 %. Sementara itu, penyisihan amoniak masih belum menunjukkan hasil yang bagus, yakni hanya sekitar 38 %.
Gambar 4.4 : Lapisan biofilm pada bioball pada hari ke-8 proses seeding
Penyisihan amoniak mulai menunjukkan hasil yang bagus saat proses seeding memasuki hari ke-15, yaitu dengan effisiensi penyisihan mencapai 92 %. Hal ini terus berlanjut hingga memasuki hari terakhir proses seeding, dengan penyisihan amoniak mencapai 95 %. Penyisihan amoniak yang tinggi pada hari ke-18 menunjukkan bahwa proses seeding telah berjalan dengan baik dan sesuai dengan target yang diinginkan. Trend grafik penyisihan amoniak selama proses seeding dapat dilihat pada Grafik 4.1.
Jika dilihat dari trend Grafik 4.1, penyisihan amoniak sudah mencapai kestabilan saat memasuki hari ke-15 sampai hari ke-18. Hal ini mengindikasikan bahwa reaksi nitrifikasi untuk penyisihan amoniak yang terjadi didalam lapisan biofilm mulai mengalami kestabilan, itu artinya bakteri pendegradasi amoniak sudah tumbuh dengan optimal. Atas dasar inilah pengoperasian alat dilanjutkan dengan mengubah debit sesuai
56
dengan waktu tinggal air limbah di dalam reaktor, yaitu 8 jam dengan debit air limbah sebesar 27 liter/jam dan rasio resirkulasi lumpur R = 1 Q.
Waktu Tinggal 12 Jam, Volume Media Bioball 20 % 100 90
60
80
50
70
40
60 50
30
40
20
30 20
10
Efisiensi Penyisihan (%)
Konsentrasi Amoniak (Mg/L)
70
10
0
0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Hari Operasi Influen
Efluen
EFISIENSI
Grafik 4.1 : Grafik penyisihan Amoniak selama proses seeding
4.4 Analisa Penyisihan Amoniak dalam Variasi Waktu Tinggal 4.4.1 Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 12 Jam Data hasil penelitian penyisihan senyawa amoniak pada waktu tinggal 12 jam dapat dilihat pada Tabel 4.4 di bawah ini : Tabel 4.4 : Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 12 Jam Hari Operasi Waktu Tinggal 12 13 12 Jam 15 18 Sumber : Hasil Penelitian
Influen 42.86 43.76 35.54 53.11
Efluen 13.61 13.45 2.64 2.37
Efisiensi 68.25 69.26 92.57 95.54
Analisa penyisihan amoniak untuk operasi waktu tinggal 12 jam dimulai saat data memasuki hari ke 12, ini dikarenakan bahwa saat memasuki hari ke 12 dan 13 telah
57
terjadi kestabilan penyisihan amoniak dengan efisiensi 67-68 %, Pada fase ini disebut proses pematangan (Winkler, 1981).
Kemudian setelah mencapai kondisi stabil maka dapat disimpulkan mikroorganisme pengurai telah tumbuh dan bekerja dengan baik, yakni dimulai pada hari ke 15-18 dalam efisiensi penyisihan amoniak rata-rata mencapai 94,05 %, dengan konsentrasi amoniak efluen rata-rata sebesar 2,5 mg/l, jauh dibawah standar baku mutu yang ditetapkan oleh Peraturan Gubernur DKI Jakarta dan Peraturan Daerah Kalimantan Timur yaitu sebesar 10 mg/l.
Dari analisis data primer pada pengolahan dengan waktu tinggal 12 jam, dimulai pada hari ke 12 sampai hari ke 18, konsentrasi rata-rata amoniak influen sebesar 43,81 mg/l, konsentrasi rata-rata amoniak efluen 8,01 mg/l, dengan demikian efisiensi penyisihan amoniak rata-rata mencapai 81,4 %. Melihat hasil tersebut, operasi pengolahan di lanjutkan dengan mengubah waktu tinggal menjadi 8 jam dan dimulai pada hari ke-19.
4.4.2 Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 8 Jam
Data hasil penelitian penyisihan senyawa amoniak pada waktu tinggal 8 jam dapat dilihat pada Tabel 4.5 di bawah ini : Tabel 4.5 : Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 8 Jam Hari Operasi Waktu Tinggal 19 20 21 8 Jam 27 28 Sumber : Hasil Penelitian
Influen 136.73 106.82 114.03
Efluen 19.78 19.88 21.08
122.61 92.22
8.69 5.6
Efisiensi 85.53 81.39 81.51 92.91 93.93
Operasi pengolahan dengan waktu tinggal 8 jam, yakni dengan debit alir air limbah sebesar 27 liter/jam dimulai pada hari ke-19. Dalam operasi pengolahan ini, konsentrasi rata-rata amoniak influen sebesar 102,72 mg/l, konsentrasi rata-rata amoniak efluen sebesar 16,62 mg/l, dengan efisiensi penyisihan rata-rata mencapai 84,16 %. Konsentrasi efluen amoniak pada 2 hari terakhir dalam operasi waktu tinggal 8 jam ini 58
telah memenuhi standar baku mutu, yakni dengan efluen rata-rata 7,14 mg/l dengan efisiensi penyisihan yang telah dianggap stabil, yakni 93,42 %.
Oleh karena proses pengolahan dengan waktu tinggal 8 jam di hari ke-10 sudah mencapai kestabilan, selanjutnya waktu tinggal diturunkan menjadi 6 jam. 4.4.3 Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 6 Jam Data hasil penelitian penyisihan senyawa amoniak pada waktu tinggal 6 jam dapat dilihat pada Tabel 4.6 di bawah ini : Tabel 4.6 : Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 6 Jam Hari Operasi Waktu Tinggal 29 32 33 6 Jam 34 35 36 Sumber : Hasil Penelitian
Influen 97.41
Efluen 35.68
120.37 121.54 84.11 66.51 77.38
25.11 16.16 9.89 8.56 6.47
Efisiensi 63.37 79.14 86.70 88.24 87.13 91.64
Operasi pengolahan dengan waktu tinggal 6 jam, yakni dengan debit alir air limbah sebesar 36 liter/jam dimulai pada hari ke-29. Pada kondisi operasi dengan waktu tinggal 6 jam ini, konsentrasi rata-rata amoniak influen sebesar 94,55 mg/l, sementara itu konsentrasi rata-rata amoniak efluen sebesar 16,97 mg/l dengan efisiensi rata-rata penyisihan amoniak sebesar 82,7 %.
Pengolahan dalam operasi waktu tinggal 6 jam ini berlangsung cukup stabil dan tanpa ada kendala yang berarti. Efluen amoniak telah memenuhi standar baku mutu saat memasuki hari ke-6 dalam operasi waktu tinggal 6 jam ini, yakni dengan efluen ratarata sebesar 8,3 mg/l dan effisiensi mencapai 89.38 %. Selanjutnya operasi pengolahan dilanjutkan dengan waktu tinggal 4 jam.
59
4.4.4 Penyisihan Amoniak Pada Waktu Tinggal 4 Jam Data hasil penelitian penyisihan senyawa amoniak pada waktu tinggal 4 jam dapat dilihat pada Tabel 4.7 di bawah ini : Tabel 4.7 : Data Penyisihan Senyawa Amoniak pada Waktu Tinggal 4 Jam Hari Operasi Waktu Tinggal 37 39 40 4 Jam 41 42 43 Sumber : Hasil Penelitian
Influen 27.78 50.61 102.77 89.02 54.19 62.22
Efluen 3.99 8.60 19.92 18.19 11.11 12.59
Efisiensi 85.64 83.01 80.62 79.57 79.50 79.77
Operasi pengolahan dengan waktu tinggal 4 jam, yakni dengan debit alir air limbah sebesar 54 liter/jam dimulai pada hari ke-37. Dalam kondisi operasi dengan waktu tinggal 4 jam ini, konsentrasi rata-rata amoniak influen sebesar 64,43 mg/l, sedangkan konsentrasi rata-rata amoniak efluen sebesar 12,4 mg/l dengan efisiensi penyisihan ratarata mencapai 81,3 %.
Peningkatan debit air limbah yang dilakukan dalam kondsi (WTH 4 Jam) mengakibatkan kenaikan beban hidrolis dan kontak antara senyawa polutan limbah dengan lapisan biofilm semakin singkat, sehingga menyebabkan efisiensi pengolahan menurun. Hal ini terlihat saat kondisi stabil (steady state) dalam operasi ini yang hanya menghasilkan efisiensi rata-rata sebesar 79,6 %, dengan konsentrasi amoniak efluen rata-rata 13,96 mg/l, yang mana belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
4.5 Analisa Penyisihan Amoniak Selama Pengolahan (WTH 4-12 Jam) Secara keseluruhan, setiap perubahan waktu tinggal yang diturunkan mengakibatkan laju alir (debit) meningkat pula. Peningkatan laju alir air (debit) mengakibatkan waktu kontak air limbah dengan lapisan biofilm menurun dan diikuti dengan kenaikan laju pembebanan senyawa polutan, sehingga mengakibatkan efisiensi menurun. Fase ini disebut dengan fase adaptasi. Namun setelah pengolahan berjalan 3-4 hari, efisiensi 60
penyisihan mulai meningkat dan kembali stabil (steady state). Trend grafik penyisihan senyawa amoniak dalam berbagai kondisi waktu tinggal dapat dilihat pada Grafik 4.2.
GRAFIK PENYISIHAN AMONIAK (WTH 4-12 Jam, Volume Media Bioball 20 %, R = 1) 200
12 Jam
8 Jam
6 Jam
4 Jam
100
160
80
140 120
60
100 80
40
60 40
20
Efisiensi Penyisihan (%)
Konsentrasi Amoniak (mg/l)
180
20 0
0 12 13 15 18 19 20 21 27 28 29 32 33 34 35 36 37 39 40 41 42 43
Hari Operasi Influen
Efluen
Efisiensi
Grafik 4.2 : Grafik penyisihan amoniak dalam variasi waktu tinggal
Melihat trend grafik diatas, terlihat bahwa pengolahan dengan operasi waktu tinggal 4 jam terbilang lebih stabil dibandingkan dengan pengolahan sebelumnya, yakni pada waktu tinggal 12 jam, 8 jam dan 6 jam. Namun jika melihat efisiensi dan hasil air olahan, dalam kondisi pengolahan ini terjadi penurunan efisiensi dari hari ke harinya, dan juga hasil air olahan yang masih belum memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan.
Hal ini disebabkan oleh beban hidrolik loading yang tinggi dan tidak didukung dengan waktu kontak bakteri terhadap air limbah yang cukup, sehingga kemampuan bakteri dalam mendegradasi senyawa amoniak menjadi kurang maksimal, yang berakibat pada penurunan efisiensi pengolahan dan kualitas air hasil olahan.
Mengacu pada penelitian terdahulu yang pernah dilakukan oleh Nusa Idaman dan Kristianti Utomo, 2007, bahwa semakin pendek waktu tinggal air limbah di dalam reaktor pengolahan, semakin rendah pula efisiensi pengolahan dalam menurunkan kadar 61
amoniak. Ini disebabkan oleh terlalu singkatnya waktu kontak yang tersedia antara air limbah dengan mikroorganisme, sehingga degradasi
senyawa amoniak
oleh
mikroorganisme menurun dan kurang optimal.
Hal tersebut terbukti dalam penelitian ini, karena melihat hasil rata-rata penyisihan amoniak dalam kondisi stabil, selalu terjadi penurunan efisiensi saat perubahan waktu tinggal yang lebih singkat. Rata-rata efisiensi penyisihan senyawa amoniak dalam penelitian ini terhitung setelah kondisi proses pengolahan telah mencapai kondisi yang stabil, yakni pada 2 hari terakhir pengolahan dalam masing-masing operasi waktu tinggal, hal ini dikarenakan pada hari-hari tersebut bakteri nitrifikasi telah dinyatakan stabil dan telah melewati fase adaptasi dalam menyisihkan senyawa amoniak dalam air limbah.
Data rata-rata penyisihan senyawa amoniak dalam kondisi optimum dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini. Tabel 4.8 : Perbandingan Rata-Rata Penyisihan Amoniak Optimum pada masingmasing Variasi Waktu Tinggal Variasi Waktu Tinggal
Konsentrasi Rata-Rata Amoniak (mg/l)
Efisiensi Penyisihan
(WTH)
Influen
Efluen
(%)
12 Jam
44,32
2.5
94.05
8 Jam
107.41
7.14
93.42
6 Jam
76
8.3
89
4 Jam
68.47
13.96
79.6
Sumber : Hasil Penelitian
Selain itu jika dilihat dari Tabel 4.8 tentang konsentrasi efluen amoniak dalam masingmasing waktu tinggal, hasil ini menggambarkan bahwa semakin pendek waktu tinggal menyebabkan semakin sulitnya pengolahan mencapai hasil yang memenuhi standar baku mutu air limbah. Hal ini memberikan kesamaan persepsi jika dibandingkan dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Kristianti Utomo, 2007.
62
4.6 Analisa Senyawa Nitrit dan Nitrat terhadap Penyisihan Amoniak Dalam penelitian ini telah dilakukan juga analisa terhadap parameter-parameter yang mendukung teori penelitian. Parameter itu diantaranya adalah senyawa nitrit (NO2-) dan nitrat (NO3-). Berdasarkan hasil analisa senyawa nitrit dan nitrat yang dilakukan dalam penelitian ini, selama proses berlangsung terjadi kenaikan nitrit dan nitrat. Data kenaikan nitrat dan nitrit dapat dilihat pada Tabel 4.9. Tabel 4.9 : Data hasil penelitian untuk kenaikan nitrit dan nitrat air limbah Konsentrasi (mg/l) Efisiensi Hari Nitrit (NO2) Nitrat (NO3) Penyisihan Amoniak (%) Influen Efluen Influen Efluen 12 0.018 21.531 0.3 28.6 68.25 13 0.014 21.274 1.7 24.6 69.56 15 0.01 27.355 0.3 36.4 92.57 18 0.033 32.943 1.3 51.6 95.54 19 31.429 0.2 0.013 35.2 85.53 20 0.007 22.391 1.4 48.2 81.39 21 0.069 0.4 21.658 93.4 90.28 27 0.008 12.673 0.6 47.3 92.91 28 0.009 11.72 0.2 29.8 93.93 29 1.1 50.2 0.017 13.542 63.37 32 0.006 15.036 0.4 57.3 79.14 33 0.085 0.5 50.2 18.503 86.70 34 0.17 0.5 42.5 8.838 88.24 35 0.16 0.6 28.6 4.638 87.13 36 0.17 7.681 0.3 28.2 91.64 37 0.144 6.655 0.2 31.1 85.64 39 0.009 0.887 0.3 30.7 83.01 40 0.001 3.965 0.1 25.1 80.62 41 0.022 8.99 0.2 27.2 79.57 42 0.019 7.11 0.1 28.8 79.50 43 0.028 8.89 0.3 29.2 79.77 Sumber : Hasil Penelitian
Seperti yang terlihat pada Tabel 4.9 diatas, terjadi kenaikan senyawa nitrit dan nitrat yang sangat signifikan, dimulai pada hari ke-12, bersamaan dengan efisiensi penyisihan amoniak yang mulai meningkat drastis.
63
Pada prinsipnya, jika berada dalam kondisi yang kaya akan oksigen seperti yang terjadi pada reaktor aerasi dalam penelitian ini, serta ditandai dengan pertumbuhan Bakteri Nitrosomonas dan Nitrobacter, komponen nitrogen dalam air limbah berupa amoniak (NH4+) akan mengalami oksidasi menjadi nitrit dan nitrat. Akibatnya, kadar amoniak berkurang sedangkan kadar nitrit dan nitrat akan meningkat. Proses ini disebut dengan proses nitrifikasi.
Proses nitrifikasi didefinisikan sebagai konversi nitrogen ammonium (NH4-N) menjadi nitrit (NO2-N) yang kemudian menjadi nitrat (NO3-N) yang dilakukan oleh bakteri autotropik dan heterotropik. Proses nitrifikasi ini dapat dilihat dalam dua tahap yaitu : Tahap nitritasi, merupakan tahap oksidasi ion ammonium (NH4+) menjadi ion nitrit (NO2-) yang dilaksanakan oleh bakteri nitrosomonas. Reaksi ini dapat dilihat pada Reaksi di bawah ini : NH4+ + 1⁄2O2 + OHNO2- + H+ + 2H2O + 59,4 Kcal Nitrosomonas Kemudian tahap nitratasi, merupakan tahap oksidasi ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-) yang dilaksanakan oleh bakteri nitrobacter menurut reaksi yang sesuai dengan Reaksi berikut : NO2- + 1⁄2O2
Nitrobacter
NO3- + 18 Kcal
Kedua reaksi diatas merupakan reaksi eksotermik (reaksi yang mengahasilkan energi). Jika kedua jenis bakteri tersebut tidak ada, maka konsentrasi nitrit akan menjadi berkurang karena nitrit dibentuk oleh bakteri nitrosomonas yang akan dioksidasi oleh bakteri nitrobacter menjadi nitrat. Kedua bakteri ini dikenal sebagai bakteri autotropik yaitu bakteri yang dapat mensuplai karbon dan nitrogen dari bahan-bahan anorganik dengan sendirinya. Bakteri ini menggunakan energi dari proses nitrifikasi untuk membentuk sel sintesa yang baru.
64
Jika dilihat dalam Tabel 4.9, tepatnya pada hari ke-12 sampai dengan hari ke-21, peningkatan senyawa nitrit akibat dari oksidasi senyawa amoniak berada pada kisaran >20 mg/l dengan pembentukan senyawa nitrat yang tergolong sangat tinggi, yakni mencapai 93,4 mg/l pada hari ke-21. Kemudian terlihat juga konsentrasi senyawa nitrat selama pengolahan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan senyawa nitrit, ini dikarenakan senyawa nitrit merupakan produk akhir dari proses nitrifikasi. Hal ini mengindikasikan bahwa lapisan biofilm yang menempel pada permukaan media bioball berada pada kondisi aerob dimana proses nitrifikasi yang terjadi tergolong baik. Jika dilihat secara fisik, akan terlihat lapisan bioball dengan ketebalan ≤ 20 μm (Kofi Aseidu, 2001). Namun, pada kondisi ini diperkirakan belum tercipta fase anaerobik dalam lapisan biofilm, sehingga baik senyawa nitrit maupun nitrat masih berada pada konsentrasi yang sangat tinggi.
Sementara itu pada hari ke-27 hingga hari terakhir (hari ke-43), peningkatan senyawa nitrit berada pada kisaran <20 mg/l dengan pembentukan senyawa nitrat yang masih terbilang cukup tinggi, hal ini mengindikasikan bahwa lapisan biofilm masih berada pada kondisi nitrifikasi yang baik, dengan sedikit fase anaerobik yang terjadi didalamnya. Ini terlihat dari konsentrasi senyawa nitrit dan nitrat yang tidak lebih tinggi jika dibandingkan dengan konsentrasi seperti pada hari ke 12-21. Diindikasikan pula bahwa pada hari ke 27-43 ini pertumbuhan bakteri nitrobacter terjadi cukup tinggi di dalam lapisan biofilm.
Menurut (Rudi, 2008), konsentrasi amoniak yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan Bakteri Nitrobacter, sehingga proses nitrifikasi seringkali terjadi hanya sampai pada reaksi orde pertama (NH4 NO2). Namun pada kondisi pH dan suhu yang optimal, yakni pada pH ± 8,5 dan suhu 30oC (U.S. EPA, 1975), bakteri Nitrobacter tetap mampu tumbuh dan mendegradasi senyawa nitrit menjadi nitrat.
Kenaikan senyawa nitrit dan nitrat yang tinggi, tentunya akan menjadi permasalahan baru di lingkungan, mengingat kontaminasi senyawa nitrit yang tinggi pada manusia dapat menyebabkan menurunnya kapasitas darah, dan kelebihan senyawa nitrat diatas 65
50 mg/l akan menyebabkan terjadinya kelebihan nutrient nitrogen pada tanaman air (alga/ganggang), akibatnya terjadi ledakan pertumbuhan tanaman alga/ganggang di badan air yang dapat menutupi seluruh permukaan badan air sehingga menghalangi proses difusi sinar matahari ataupun oksigen dalam perairan, peristiwa ini disebut dengan eutrofikasi. Meskipun masalah ini tidak sebesar pencemaran amoniak yang bersifat toksik di perairan, yang mana senyawa nitrat tidak bersifat toksik terhadap organisme aquatik, namun tetap saja perlu dilakukan pencegahan dan pengolahan.
Salah satu cara mengatasi hal ini ialah dengan menambahkan pengolahan pada kondisi anaerobik (tanpa O2 dengan pengadukan) atau anoxic (tanpa O2 tanpa pengadukan), sehingga baik senyawa nitrit maupun nitrat akan dipecah menjadi nitrogen dan oksigen oleh bakteri heterotrof dalam kondisi yang tanpa oksigen, melalui suatu proses yang disebut denitrifikasi dan menghasilkan gas nitrogen (N2). Reaksi dalam proses denitrifikasi dapat dilihat pada Reaksi dibawah ini : 𝑃𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑚𝑜𝑛𝑎𝑠
NO3- + organik →
𝑃𝑠𝑒𝑢𝑑𝑜𝑚𝑜𝑛𝑎𝑠
NO2- + organik →
sel + NO2- + CO2 + H2O sel + N2 + CO2 + H2O
Denitrifikasi merupakan langkah kedua dalam penyisihan nitrogen setelah proses nitrifikasi. Reaksi denitrifikasi akan terjadi bila konsentrasi oksigen terlarutnya adalah nol (DO = 0). Artinya, dibutuhkan pengolahan dalam kondisi anaerob/anoxic untuk mengubah senyawa nitrit maupun nitrat menjadi gas nitrogen (N2).
4.7 Analisa Media Bioball Selama Pengolahan Moving Bed Biofilm Reactor Bioball digunakan dalam pengolahan moving bed biofilm reactor pada penelitian ini adalah
sebagai
media
tempat
tumbuh
dan
berkembangnya
mikroorganisme
pendegradasi senyawa amoniak (NH3). Hal ini terlihat secara fisik dari terbentuknya lapisan biofilm mikrobiologis yang menempel pada permukaan media bioball.
66
Lapisan mikrobiologis yang terbentuk pada permukaan media bioball terdiri dari 3 zona utama, yakni zona aerobik, fakultatif anaerobik dan zona anaerobik. Lapisan terluar adalah zona anerobik dimana terjadi reaksi oksidasi heterotropik terhadap senyawa nitrogen (reaksi nitrifikasi), dibawah lapisan aerobik terdapat lapisan atau zona fakultatif yakni zona yang membatasi zona aerob dan anaerob. Kemudian lapisan terdalam pada biofilm disebut dengan zona anaerobik, dimana terjadi reaksi denitrifikasi yakni perubahan senyawa nitrit dan nitrat menjadi gas nitrogen (N2).
Gambaran ilustrasi zona yang terbentuk pada lapisan biofilm yang menempel pada permukaan media bioball dapat dilihat pada Gambar 4.5 di bawah ini.
Gambar 4.5 : Lapisan mikrobiologis pada media bioball
Semakin lama hari operasi pengolahan berlangsung, lapisan biofilm yang tumbuh pada media bioball tersebut semakin tebal sehingga menyebabkan oksigen tidak dapat masuk ke dalam lapisan biofilm yang mengakibatkan terbentuknya zona anaerobik. Pada zona anaerobik ini, senyawa nitrat yang terbentuk diubah ke dalam bentuk nitrit yang kemudian dilepaskan menjadi gas nitrogen (N2). Proses demikian tersebut dinamakan proses denitrifikasi.
Namun, jika melihat data hasil penelitian tentang hubungan penyisihan amoniak terhadap pembentukan/penyisihan senyawa nitrit dan nitrat, mengindikasikan bahwa lapisan biofilm yang terbentuk pada media bioball belum maksimal pada zona anaerobik, ini terlihat dari kadar nitrit dan nitrat yang masih sangat tinggi pada efluen air limbah. Sedangkan lapisan biofilm yang menempel pada bioball lebih didominasi 67
oleh zona aerobik dengan reaksi nitrifikasi (NH3 NO2 atau NO3), ini dibuktikan dengan oksidasi amoniak yang tinggi selama pengolahan dan dibuktikan dari efisiensi penyisihan amoniak menjadi senyawa nitrit dan nitrat yang tinggi.
Gambar 4.6 di bawah ini menunjukkan kondisi media bioball saat sebelum dan setelah pengolahan selama 43 hari. Terlihat lapisan biofilm yang cukup tebal menyelimuti permukaan media bioball.
Gambar 4.6 : Media bioball yang masih baru (sebelum pengolahan) dan media bioball setelah digunakan dalam pengolahan (selama 43 hari)
4.8 Analisa Perhitungan Total Inorganik Nitrogen (TIN) Kenaikan senyawa nitrit dan nitrat yang terjadi selama proses penelitian berlangsung, bersamaan dengan peningkatan efisiensi penyisihan senyawa amoniak, menunjukkan terjadinya perubahan struktur kandungan nitrogen di dalam air limbah selama proses pengolahan berlangsung. Penyisihan total inorganik nitrogen ini menunjukkan berlangsungnya reaksi nitrifikasi maupun denitrifikasi. Dengan semakin tingginya oksidasi amoniak yang menghasilkan nitrit dan nitrat, didukung pula oleh proses denitrifikasi yang mengubah senyawa nitrit menjadi N2 mengindikasikan penyisihan total nitrogen semakin tinggi, begitu juga sebaliknya.
68
Untuk mengetahui perubahan tersebut, dilakukan analisa perhitungan total inorganik nitrogen (TIN) dalam air limbah sebelum dan sesudah diolah. Analisa total inorganik nitrogen dihitung dengan menggunakan Persamaan 4.1. (Said, 2013) TIN = ( 0,82 x [NH3 ] ) + ( 0,30 x [NO2 ] ) + ( 0,23 x [NO3 ] ) ………………….. (4.1) Keterangan : [NH3 ] = Konsentrasi amoniak (mg/l) [NO2 ] = Konsentrasi nitrit (mg/l) [NO3 ] = Konsentrasi nitrat (mg/l) 0,82 = Faktor perbandingan berat massa atom N dalam senyawa ammonium 0,30 = Faktor perbandingan berat massa atom N dalam senyawa nitrit 0,23 = Faktor perbandingan berat massa atom N dalam senyawa nitrat Dengan menggunakan persamaan diatas, didapatkan perbandingan total inorganik nitrogen di dalam air limbah sebelum dan sesudah memasuki pengolahan. Seperti yang terlihat dalam Tabel 4.10, terjadi penyisihan total inorganik nitrogen selama proses penelitian berlangsung, juga terlihat dalam grafik 4.3. Tabel 4.10 : Data hasil perhitungan total inorganik nitrogen Hari Operasi 12 13 15 18 19 20 21 27 28 29 32 33 34 35 36
Waktu Tinggal (HRT)
12 Jam
8 Jam
6 Jam
Konsentrasi (mg/l) Influen Efluen 35.22 24.20 36.28 24.89 29.21 16.92 43.86 23.69 112.17 33.74 87.92 34.10 93.62 45.27 100.68 21.81 75.67 14.96 80.13 44.87 98.80 38.28 99.80 30.35 69.14 20.54 54.72 14.99 63.57 14.10
Efisiensi (%) 31.30 31.38 42.09 45.98 69.92 61.21 51.65 78.34 80.23 44.01 61.25 69.59 70.30 72.61 77.83
69
Lanjutan Tabel 4.10 Konsentrasi (mg/l) Influen Efluen 37 22.87 12.42 39 41.57 14.38 40 4 Jam 84.29 23.30 41 73.05 23.87 43 51.10 19.71 Sumber : Hasil Perhitungan Data Primer Hari Operasi
Waktu Tinggal (HRT)
Efisiensi (%) 45.68 65.41 72.36 67.32 61.43
Berdasarkan data tabel diatas dapat terlihat bahwa dalam pengolahan dengan waktu tinggal 12 jam, penyisihan nitrogen belum mencapai target yang diharapkan, yakni masih dibawah 50 %. Hal ini mengingat dalam waktu tersebut masih berada dalam proses seeding bakteri, sehingga proses nitrifikasi masih belum sempurna dan hanya berada pada reaksi orde pertama (NH4 NO2). Grafik Penyisihan Total Inorganik Nitrogen (WTH 4-12 Jam, Volume Media 20 %, R = 1) 12 Jam
8 Jam
6 Jam
4 Jam
90
180
80
160
70
140
60
120
50
100
40
80
30
60 40
20
20
10
0
0
Efisiensi Penyisihan (mg/l)
Konsentrasi TIN (mg/l)
200
12 13 15 18 19 20 21 27 28 29 32 33 34 35 36 37 39 40 41 43
Hari Operasi Influen
Efluen
Efisiensi
Grafik 4.3 : Grafik Penyisihan Total Inorganik Nitrogen dalam Variasi Waktu Tinggal
Dalam pengolahan dengan waktu tinggal 8 jam, penyisihan nitrogen sudah mulai terlihat bagus, yakni pada hari ke-19 mencapai 70 %, kemudian kembali terjadi penurunan yang drastis sampai hari ke-25 yang disebabkan oleh masalah pada diffuser aerasi, namun kembali meningkat sampai pada hari ke-28, dan penyisihan nitrogen 70
mencapai 80 %. Untuk pengolahan dengan waktu tinggal 6 jam terlihat lebih stabil, dan trend dalam grafik menunjukkan bahwa terjadi adaptasi di hari pertama waktu tinggal 6 jam dengan penurunan efisiensi penyisihan nitrogen, namun mulai meningkat kembali pada hari-hari berikutnya dan stabil dalam penyisihan sebesar 72-77 %. Sedangkan pada pengolahan dengan waktu tinggal 4 jam, terjadi kenaikan hanya dalam tempo 4 hari pengolahan, selanjutnya efisiensi selalu menurun dari hari ke hari.
Penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN) ini menggambarkan bahwa telah terjadi proses fiksasi nitrogen (pembentukan senyawa kompleks nitrogen) dari reaksi nitrifikasi amoniak yang menghasilkan senyawa nitrit dan nitrat. Penyisihan total inorganik nitrogen (NH3, NO2, dan NO3) yang tinggi mengindikasikan telah terjadi pula reaksi denitrifikasi. Ini dikarenakan ketiga senyawa tersebut mengalami reduksi dalam lapisan biofilm menghasilkan senyawa N2.
4.9 Hubungan Antara Beban Volumetrik Amoniak (NH3-Volumetric Loading) terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak Dari hasil penelitian dapat dibuat hubungan antara besarnya beban amoniak (NH3Loading) terhadap efisiensi penyisihan senyawa amoniak (NH3). Beban amoniak dihitung berdasarkan jumlah senyawa yang masuk ke dalam reaktor MBBR per satuan volume reaktor per satuan waktu yang dinyatakan sebagai berat kg amoniak per satuan volume per hari. Data yang disajikan di bawah ini diambil berdasarkan hasil pengukuran hari sebelum dan sesudah pada setiap pergantian WTH. Hubungan antara beban amoniak dengan efisiensi penyisihan amoniak dapat dilihat pada Tabel 4.11. Tabel 4.11 : Hubungan Beban Volumetrik Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak Beban Volumetrik Amoniak (Kg/m3.hari) 0.106 0.408 0.275 0.388 0.308 0.302 Sumber : Hasil Penelitian
Efisiensi Penyisihan Amoniak (%) 95.54 85.53 93.93 63.37 91.64 83.01
71
Hubungan Beban Amoniak Volumetrik dengan Efisiensi Penyisihan Amoniak
Efisiensi Penyisihan (%)
120 100 y = -70.32x + 106.4 R² = 0.404
80 60
40 20 0 0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
0.35
0.4
0.45
Beban Volumetrik NH3 (kg/m3.hari) Beban Amoniak Volumetrik
Linear (Beban Amoniak Volumetrik)
Grafik 4.4 : Grafik Hubungan Beban Volumetrik Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak
Dari hasil perhitungan Tabel 4.11, dapat diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara Beban Volumetrik Amoniak terhadap efisiensi penyisihan amoniak. Seperti yang dapat dilihat dalam Grafik 4.4 yang menunjukkan hubungan linier antara laju pembebanan volumetrik dengan efisiensi penyisihan amoniak, dengan persamaan sebagai sebagai berikut : ya = -70,32(xa) + 106,4 ………………………………………………………… (4.2)
Keterangan : ya =
Efisiensi Penyisihan Amoniak, NH3 (%)
xa =
Laju Pembebanan Volumetrik Amoniak, NH3 (Kg/m3.hari)
Persamaan tersebut menunjukkan, bahwa pengoperasian reaktor Moving Bed Biofilm bermedia plastik bioball tipe golf yang memiliki luas permukaan spesifik sebesar ± 210 m2/m3 dengan laju pembebanan volumetrik amoniak sebesar 0,11 – 0.45 kg/m3.hari dalam kondisi yang optimal dapat menghasilkan efisiensi penyisihan senyawa amoniak mencapai 74-98%. 72
Nilai (-) pada absis dalam persamaan linier diatas menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara beban volume amoniak dengan efisiensi penyisihan amoniak, semakin besar beban volume amoniak semakin kecil pula efisiensi penyisihan amoniak yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Sementara itu nilai R2 menunjukkan faktor determinasi, yakni apabila semakin R mendekati nilai 1, maka persamaan tersebut semakin dianggap benar jika digunakan sebagai acuan. Melihat hasil diatas, nilai R2 hanya sebesar 0,404. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah fluktuasi beban hidrolik yang tinggi, data pengolahan saat stabil yang sangat sedikit, dan faktor lain seperti kurang maksimalnya operasional alat, sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Namun jika dilihat dari trend grafik linier, dapat dipastikan bahwa, penyisihan semakin menurun saat beban hidrolik bertambah.
Grafik ini dapat digunakan dalam perancangan pengolahan yang sesuai dengan penelitian ini, yaitu sistem lumpur aktif yang diiisi media bioball sebanyak 20 % dari volume reaktor (Moving Bed Biofilm Reactor).
4.10 Hubungan Antara Beban Permukaan Amoniak (NH3-Surface Loading) terhadap Efisiensi Penyisihan Amoniak Berdasarkan luas permukaan spesifik media bioball juga dapat dibuat hubungan antara besarnya beban permukaan amoniak (NH3-Loading) terhadap efisiensi penyisihan senyawa amoniak (NH3). Beban permukaan amoniak dihitung berdasarkan jumlah senyawa yang masuk ke dalam reaktor MBBR per satuan luas permukaan media bioball di dalam reaktor per satuan waktu yang dinyatakan sebagai berat kg amoniak per satuan luas permukaan media per hari. Berdasarkan volume media bioball di dalam reaktor yang terukur sebesar 20 % dari total volume reaktor, dengan luas permukaan spesifik ± 210 m2/m3, maka dapat dihitung luas permukaan media di dalam reaktor dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut : % Volume media bioball di dalam reaktor
: 20 %
Volume reaktor
: 0,218 m3 73
Volume media bioball di dalam reaktor
20
: 0,218 m3 x
100
= 0,044 m3
Luas permukaan spesifik media bioball golf : 210 m2/m3 Luas permukaan media di dalam reaktor
: 210 m2/m3 x 0,044 = 9,11 m2
Dari perhitungan diatas, didapatkan laju pembebanan permukaan amoniak per satuan luas media di dalam reaktor. Hubungan antara beban permukaan amoniak dengan efisiensi penyisihan amoniak dapat dilihat pada Tabel 4.12. Tabel 4.12 : Hubungan Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak Beban Permukaan Amoniak (Kg/m2.hari)
Efisiensi Penyisihan Amoniak (%)
Efisiensi Penyisihan (%)
0.0025185 0.00972569 0.00655967 0.00923845 0.00733878 0.00719984 Sumber : Hasil Penelitian
120
95.54 85.53 93.93 63.37 91.64 83.01
Hubungan Beban Amoniak Permukaan dengan Efisiensi Penyisihan Amoniak
100 80 60
y = -2943.x + 106.3 R² = 0.402
40 20 0 0.0025
0.005
0.0075
0.01
2
Beban Permukaan NH3 (Kg/m .hari) Beban Permukaan Amoniak
Linear (Beban Permukaan Amoniak)
Grafik 4.5 : Grafik Hubungan Beban Permukaan Amoniak dan Efisiensi Penyisihan Amoniak
74
Dari hasil perhitungan Tabel 4.12 diatas, dapat diplotkan dalam bentuk grafik hubungan antara beban permukaan ammonium terhadap efisiensi penyisihan ammonium. Seperti yang dapat dilihat dalam Grafik 4.5. Grafik ini menunjukkan hubungan antara laju pembebanan permukaan terhadap efisiensi penyisihan senyawa amoniak, dengan persamaan linier sebagai sebagai berikut : ya = -2943(xa) + 106,3 ………………………………………………………… (4.3)
Keterangan : ya =
Efisiensi Penyisihan Amoniak, NH3 (%)
xa =
Laju Pembebanan Permukaan Amoniak, NH3 (Kg/m2 media.hari)
Sama halnya dengan beban volume amoniak, persamaan diatas juga menunjukkan bahwa pengoperasian reaktor Moving Bed Biofilm bermedia plastik bioball tipe golf dengan persentase volume sebesar 20 % total volume reaktor, dengan laju pembebanan permukaan amoniak sebesar 0,0025 – 0.01 kg/m2media.hari dalam kondisi yang optimal dapat menghasilkan efisiensi penyisihan amoniak mencapai 74-98 % pula.
Nilai (-) pada absis dalam persamaan linier diatas menunjukkan adanya perbandingan terbalik antara beban volume amoniak dengan efisiensi penyisihan amoniak, semakin besar beban volume amoniak semakin kecil pula efisiensi penyisihan amoniak yang dihasilkan, begitu pula sebaliknya. Sementara itu nilai R2 menunjukkan faktor determinasi, yakni apabila semakin R mendekati nilai 1, maka persamaan tersebut semakin dianggap benar jika digunakan sebagai acuan. Melihat hasil diatas, nilai R2 hanya sebesar 0,404. Ini disebabkan oleh beberapa faktor, diantaranya adalah fluktuasi beban hidrolik yang tinggi, data pengolahan saat stabil yang sangat sedikit, dan faktor lain seperti kurang maksimalnya operasional alat, sehingga hasil yang didapatkan kurang maksimal. Namun jika dilihat dari trend grafik linier, dapat dipastikan bahwa, penyisihan semakin menurun saat beban hidrolik bertambah.
75
4.11 Kondisi dan Pengaruh Kebutuhan Udara Aerasi Selama Pengolahan
Kandungan oksigen sangat mempengaruhi proses yang terjadi di dalam reaktor pengolahan moving bed biofilm reactor dalam penelitian ini, terutama pada reaktor aerasi. Keberadaan oksigen yang cukup akan sangat membantu dalam proses nitrifikasi, yakni proses oksidasi senyawa amoniak (NH3) menjadi senyawa nitrit (NO2) dan nitrat (NO3) oleh bantuan bakteri nitrosomonas dan bakteri nitrobacter.
Kandungan oksigen yang ada dalam reaktor dapat digambarkan berdasarkan debit udara yang berasal dari blower aerasi selama pengolahan. Salah satu kelemahan dalam penelitian ini adalah selama pengolahan berlangsung tidak dilakukan pengukuran secara spesifik tentang kadar oksigen terlarut (DO) yang ada di dalam reaktor.
Namun, secara teknis pelaksanaan di lapangan, debit blower aerasi yang diatur menggunakan valve dengan bukaan setengah hingga penuh (1/2 Q max s/d Q max), ini artinya debit udara aerasi maksimal selama pengolahan adalah sebesar 35-70 liter/menit sesuai spesifikasi dari blower tersebut. Adapun jika dilihat berdasarkan penurunan efisiensi pengolahan, dapat dipastikan selama terjadinya penurunan kinerja blower (debit aerasi), maka akan menimbulkan suasana anaerobik (kekurangan oksigen) didalam air limbah, sehingga menurunkan efisiensi pengolahan, terutama dalam proses penyisihan senyawa amoniak (nitrifikasi).
Jika dilihat berdasarkan data hasil penyisihan COD pada hari ke-6, terjadi penurunan efisiensi sebesar 5 % dari hari sebelumnya, hal ini dikarenakan pada hari tersebut debit blower aerasi diasumsikan sebesar ± 35 liter/menit (bukaan valve ½), melihat hal tersebut maka dilakukan perbesaran debit blower menjadi 70 liter/menit (bukaan valve penuh). Atas perlakuan ini maka pada hari ke-7 terjadi kenaikan efisiensi pengolahan. Hal ini mengindikasikan pengaruh udara aerasi yang cukup besar terhadap efisiensi pengolahan, yang mana juga hal tersebut menggambarkan pentingnya keberadaan oksigen terlarut di dalam air limbah.
76
4.12 Pengukuran Mixed Liquor Suspended Solids (MLSS) Pengukuran konsentrasi mixed liquor suspended solids (MLSS) dilakukan dalam penelitian ini sebanyak 3 kali, yakni pada saat berakhirnya proses seeding dengan operasi waktu tinggal 12 jam (WTH terpanjang), kemudian juga saat berakhirnya proses pengolahan dengan waktu tinggal 8 jam dan 6 jam. Data pengukuran MLSS dapat dilihat dalam Tabel 4.13 dibawah ini : Tabel 4.13 : Konsentrasi MLSS saat penelitian WTH 12 Jam 8 Jam 6 Jam Sumber : Hasil Penelitian
Hari Operasi 18 28 36
MLSS (mg/l) 80 108 118
Melihat tabel diatas, konsentrasi MLSS menunjukkan peningkatan selama pengolahan berlangsung. Hal ini mengindikasikan kuantitas lumpur maupun biofilm semakin besar dan menumpuk dari hari ke hari.
Dikarenakan dalam penelitian ini tidak dilakukan pengukuran MLVSS, maka tidak bisa dipastikan berapa konsentrasi mikroorganisme yang hidup di dalam jumlah lumpur yang terbentuk. Namun dilihat dari efisiensi pengolahan yang cukup tinggi, menunjukkan bahwa ada peran mikroorganisme baik yang tersuspensi maupun melekat di biofilm.
4.13 Kondisi pH dan Suhu Selama Penelitian Selama penelitian dilakukan juga pengamatan terhadap kondisi pH yang dapat mempengaruhi proses penguraian zat pencemar pada reaktor. Data yang tersaji pada Tabel 4.14 dibawah ini meliputi pH air limbah yang masuk ke dalam pengolahan, pH air limbah selama proses berlangsung di dalam reaktor aerasi, dan pH air hasil olahan.
77
Tabel 4.14 : Pengukuran pH dan suhu selama proses pengolahan Derajat Keasaman (pH) Influen Efluen Reaktor 1 8.2 8.3 8.2 6 8.3 8.3 8.1 11 8.2 7.9 8 12 8.2 7.6 8 13 8.5 7.5 8 15 8.4 7.6 8.2 18 8.8 7.4 8.1 19 8.8 7.7 8.2 20 8.8 7.6 8.2 21 8.8 7.7 8.1 23 8.2 8.2 8 25 8.3 8.2 8 27 9.2 7.7 8.5 28 9 8.1 8.4 29 8.8 8.4 8.1 32 9.2 8 8.4 33 9.4 8 8.5 34 9.2 7.9 8.4 35 9.2 7.5 8.5 36 9.3 7.8 8.5 37 8.6 8 8.4 39 9.4 7.6 8.5 40 9.6 8.2 8.8 41 9.3 8 8.6 42 9 8.5 8.7 43 9.4 8.2 8.6 Sumber : Hasil Penelitian
Hari Operasi
influen 30.6 29.7 30.5 31.2 30.4 30.7 28.6 30.8 30.8 30.7 29.2 30.8 28.4 29.5 30.7 29.5 28.9 30.2 30.2 29 29.5 27.6 30.6 29.2 29.8 30.6
Suhu (oC) Efluen Reaktor 30.8 30.7 30.5 30 30.7 30.6 31.1 31 29.9 30 30 30.3 28.6 28.5 30.5 30.6 30.7 30.7 30.5 30.6 28.5 29 30.4 30.6 30.3 30.1 29.4 29.6 30.4 30.5 29 29 28.9 28.6 30 30.1 30 30 28.6 28.8 29.6 29.5 28.5 27.8 30.2 30.4 28.5 29 28.6 28.9 29.2 30.2
Berdasarkan hasil pengukuran pH yang dilakukan diatas, pH air limbah yang masuk ke dalam reaktor pengolahan selalu berada pada kondisi basa (pH>7). Nilai pH influen akan
mempengaruhi
jenis
mikroorganisme
yang
hidup
di
dalam
reaktor.
Mikroorganisme-mikroorganisme tersebut akan melekat pada permukaan media dan juga tersuspensi di air limbah dan selanjutnya akan mengurai polutan pencemar. Selain itu, terdapatnya senyawa amoniak (NH3) dalam kondisi pH dan temperatur yang memadai, serta aerasi yang cukup baik akan sangat memungkinkan terjadinya proses nitrifikasi yang optimal. 78
Menurut Bitton, 1994, kecepatan pertumbuhan bakteri nitrifikasi berada pada kisaran pH 7,5-8,5, yakni optimum pada pH 8,5 dan kisaran suhu 8-30oC yang optimum pada suhu 30oC. Berdasarkan kondisi pH yang terukur di dalam reaktor aerasi sesuai yang tertera pada Tabel 4.13 diatas, range pH yang terjadi selama pengolahan dari hari ke 125 berlangsung stabil antara pH 8,0 - 8,2.
Namun, memasuki hari ke-27 terjadi sedikit peningkatan pH air limbah dalam reaktor, yakni sampai pada hari ke-39 kisaran pH stabil pada 8,4-8,5. Ini mengindikasikan bahwa selama pengolahan dari hari ke 27-39 ini terjadi reaksi nitrifikasi yang cukup baik karena berada pada kondisi pH yang optimal, hal ini dapat terlihat dari konsentrasi amoniak yang mengalami penurunan dengan efisiensi yang stabil. Kemudian memasuki hari ke 40-43, pH air limbah di dalam reaktor aerasi mengalami peningkatan yakni pH>8,5 dimana kondisi pH telah melebihi kondisi yang optimum, ini dapat terlihat dari efisiensi penyisihan amoniak yang terus menurun setiap harinya. Hal ini dianggap bahwa, bakteri kurang mampu beradaptasi diatas pH optimum (pH>8,5).
Sama seperti pH, kondisi suhu berpengaruh terhadap jenis mikroorganisme yang hidup dalam reaktor. Suhu memegang peranan penting dalam bagi keberlangsungan proses pengolahan secara biologis di dalam reaktor. Dari hasil pengukuran suhu selama pengolahan berlangsung fluktuatif, baik pada influen, efluen maupun pada reaktor aerasi, suhu berada pada range 27-30oC. dan dapat dikatakan selalu dalam kondisi yang stabil pada suhu yang optimal yakni 30oC.
4.14 Penentuan Waktu Tinggal (WTH) Tepilih Waktu tinggal (WTH) terpilih ditentukan melalui seleksi nilai efisiensi penyisihan senyawa polutan amoniak dengan mempertimbangkan teknis perencanaan dan kelayakan aplikasi teknologi Moving Bed Biofilm Reactor. Waktu tinggal (WTH) yang dipilih adalah yang paling singkat namun masih dalam efisiensi penyisihan yang tinggi. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan waktu tinggal operasi terpilih dalam moving bed biofilm reactor yang dilakukan pada penelitian ini, antara lain:
79
1. Waktu tinggal hidrolis dalam reaktor singkat 2. Efisiensi penyisihan polutan tinggi 3. Air hasil olahan memenuhi kriteria baku mutu Selain itu, dalam aplikasi nyata di lapangan, perlu pula dipertimbangkan factor lain seperti ukuran atau dimensi reaktor, bobot reaktor, efisiensi penyisihan dan kebutuhan energi. Faktor ini penting dalam perencanaan pembangunan instalasi pengolahan air limbah. Ukuran reaktor menjadi acuan dalam penyediaan lahan sedangkan bobot reaktor menjadi pertimbangan konstruksi, dimana semakin kecil waktu tinggal hidrolis ukuran reaktor semakin hemat dalam penggunaan lahan dan dengan bobot reaktor yang lebih kecil memerlukan konstruksi yang lebih ringan. Sedangkan kebutuhan media yang sesuai dengan target pengolahan juga dipertimbangkan, yakni dengan jumlah volume media yang sedikit dengan specific surface area (SSA) yang besar. Reaktor dengan efisiensi tinggi pada laju alir (debit) yang sama mempunyai kemampuan yang lebih besar dalam mengolah air sehingga lebih efisien dalam pemakaian energi untuk peralatan pendukung seperti pompa dan blower. Kualitas air hasil pengolahan juga merupakan faktor yang penting di dalam penentuan pemilihan waktu tinggal hidrolis. Kualitas air baku dan hasil pengolahan serta efisiensi penyisihan senyawa amoniak pada sistem moving bed biofilm reactor dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4.15 di bawah ini : Tabel 4.15 : Data kualitas air hasil olahan dan efisiensi penelitian moving bed biofilm reactor WTH (Jam)
Penyisihan Polutan Amoniak (mg/l) Influen Efluen
Efisiensi Penyisihan Polutan Amoniak (%)
12
44.32**
2.5*
94
8
107.41**
7.14*
93
6
76**
8.3*
89
4
68.47**
13.96**
79
Keterangan : ** = Tidak memenuhi standar baku mutu PerGub DKI dan PerDa Kaltim * = Memenuhi standar baku mutu PerGub DKI dan PerDa Kaltim
80
Melihat hasil analisis diatas, waktu tinggal (WTH) 6 jam diambil sebagai waktu tinggal (WTH) terpilih, dimana pada waktu tinggal ini merupakan waktu tinggal (WTH) terpendek dengan efisiensi penyisihan yang tergolong cukup tinggi untuk mereduksi senyawa amoniak yaitu 89 %. Pertimbangan lain adalah air hasil pengolahan dengan WTH 6 jam telah memenuhi kriteria baku mutu sesuai dengan Peraturan Gubernur DKI Jakarta No. 122 Tahun 2005 dan Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Timur Nomor 2 Tahun 2011 jika diterapkan di kawasan wilayah Kalimantan Timur.
81
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan 1. Pengolahan air limbah domestik dengan proses moving bed biofilm reactor (media isian 20 %) dapat menurunkan kadar polutan amoniak (NH3) hingga 94 % dengan konsentrasi efluen <10 mg/l dan telah memenuhi standar baku mutu yang ditetapkan oleh Kementrian LH dan Peraturan Gubernur DKI Jakarta..
2. Untuk pengoperasian WTH 12 jam, efisiensi penyisihan amoniak (NH3) sebesar 94 %. Kemudian pada WTH 8 jam, efisiensi penyisihan mencapai 93%. Sementara itu untuk pengoperasian WTH 6 jam dan 4 jam, efisiensi penyisihan amoniak berturut-turut adalah 89 % dan 79 %. Hasil tersebut menunjukkan bahwa semakin pendek waktu tinggal air limbah di dalam reaktor pengolahan, semakin rendah pula efisiensi pengolahan dalam menurunkan kadar amoniak.
3. Oksidasi amoniak yang menghasilkan nitrit dan nitrat menyebabkan perubahan struktur nitrogen di dalam air limbah, hal tersebut diindikasikan oleh penyisihan Total Inorganik Nitrogen (TIN). Penyisihan TIN pada WTH 12 jam sebesar 45,98 %, kemudian berturut-turut pada operasi WTH 8, 6, dan 4 jam adalah 80,23 %; 77,83 %; dan 61,43 %. Hal ini menggambarkan terjadinya proses nitrifikasi dan denitrifikasi selama pengolahan.
4. Waktu tinggal terpendek yang dapat digunakan untuk pengolahan sistem moving bed biofilm reactor (media isian 20 %) dalam menurunkan kadar amoniak yaitu 6 jam, yakni dengan efisiensi penyisihan amoniak rata-rata mencapai 89 % dan efluen rata-rata 8,3 mg/l.
82
5.2 Saran
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk pengolahan air limbah sistem moving bed biofilm reactor dengan variasi debit yang lebih tinggi pada operasi pengolahan dengan waktu tinggal 1-4 jam.
2. Perlu dilakukannya variasi terhadap media yang digunakan, seperti contohnya menggunakan darcon, busa kasar, busa halus, maupun media plastik lainnya.
3. Perlu ditambahkan proses anoxic sebelum memasuki reaktor MBBR, agar pengolahan dapat berjalan lebih kompleks dalam menurunkan senyawa nitrogen (Nitrit, Nitrat dan TN) sampai tingkat akhir proses denitrifikasi.
4. Diperlukan ketelitian untuk memastikan bahwa resirkulasi lumpur dari bak pengendap akhir ke dalam proses moving bed biofilm reactor berjalan maksimal pada penyedotan lumpurnya.
83
DAFTAR PUSTAKA 1. Agustiyani, D, dkk., 2004. Pengaruh pH dan Substrat Organik Terhadap Pertumbuhan dan Aktifitas Bakteri Pengoksidasi Ammonia. Biodiversitas, Vol. 5, Hal 43-47. Bogor 2. Ari & Bayu. 2010. Karakteristik Proses Klarifikasi dalam Sistem NitrifikasiDenitrifikasi Untuk Pengolahan Limbah Cair dengan Konsentrasi Ammonia Tinggi. Skripsi Universitas Diponegoro. Semarang. 3. Asiedu, Kofi. 2001. Evaluating Biological Treatment Process. Thesis of Virginia Polytechnic Institute. Blacksburg Germany. 4.
B.A.D, Sitjak. 2010. Analisa Kinerja Horisontal Bioball Filter Untuk Pengolahan Grey Water (Limbah Domestik). ITS Surabaya : Surabaya.
5.
Bitton G. 1994. Wastewater Microbiology. Wiley-Liss, New York.
6.
Budiyono. et, al. 2003. Aktifitas Mikroba Lumpur Akhtif Konsentrasi Tinggi Pada Sistem Lumpur Aktif – Membran. Reaktor, Vol. 1, Hal 27-32. Semarang
7.
Dwipayani ,N.M.U.2001. Studi Penyisihan Gas Amonia (NH3) Menggunakan Teknik. Biofiltrasi di Bawah Kondisi Anaerob. Bandung : Fakultas Teknik.
8.
Effendi H. 2003. Telaah kualitas air. Penerbit Kanisius. Jakarta
9.
Ekenfelder, W.W. 1989. Industrial Water Pollution Control. McGraw-Hill Book Company., New York. di dalam Marlina, R. 2003. Pengaruh Kandungan Amonia dan Laju Alir Terhadap Efisiensi Penyisian Nitrogen Secara Biologis dalam Industri Perikanan. Skripsi. Fakultas Teknologi pertanian. IPB Bogor
10. Grady, C.P.L dan Lim, H.C. 1980. Biological Wastewater Treatment. Marcel Dekker Inc. New York. 11. Henriksson, Kristina and Tenfalt, Oscar. 2011. Measurements of Hydrolysis In Moving Bed Biofilm Reactor Carriers, Evaluation By Means of Oxygen Uptake Rate Measurements. Lund University : Lund. 12. Hermana, Joni. 2011. Pengolahan Biologis Sistem Tersuspensi dan Terekat. Modul 5. ITS. Surabaya 13. Hindarko, S. 2003. Mengolah Air Limbah : Supaya Tidak Mencemari Orang Lain. Penerbit ESHA : Jakarta
84
14. Jenie, B. S. L. dan W. P. Rahayu, 1993. Penanganan limbah Industri Pangan Kerjasama PAU Pangan dan Gizi IPB Kanisius, Yokyakarta 15. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003. Tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik. 16. Metcalf & Eddy. 1991. Wastewater Engineering : Treatment Disposal, reuse, 3rd ed. McGraw-Hill : New York. 17. Metcalf & Eddy. 2003. Wastewater Engineering : Treatment and Reuse, Fourth Edition, International Edition. McGraw-Hill : New York. 18. Nugroho, Rudi. 2005. Denitrifikasi Limbah Nitrat Pada Berbagai Tingkat Keasaman dengan Memanfaatkan Mikroba Autotrof. Jurnal Kelair, Vol. 1. Jakarta. 19. P.E.B, Jhon., Johnson, C.H., Souza, Robert. n.d. Moving Bed Biofilm Reactor Technology – A Full-Scale Installation for Treatment of Pharmaceutical Wastewater. North Carolina. 20. Pedoman Pengelolahan Air Limbah Perkotaan. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah. Direktorat Jenderal Tata Perkotaan dan Tata Pedesaan Tahun 2003. 21. Pekerjaan Penentuan Standar Kualitas Air Limbah Yang Boleh Masuk Ke Dalam Sistem Sewerage PD PAL Jaya. Dwikarsa Envacotama. PD PAL Jaya Tahun 1995. 22. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengolahan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. 23. Said, Nusa Idaman. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair dengan Proses Biologis. BPPT. Jakarta. 24. Said, Nusa Idaman. n.d. Teknologi Pengolahan Air Limbah Untuk Penghilangan Polutan Organik. BPPT : Jakarta. 25. Said, Nusa Idaman. 2005. Aplikasi Bio-ball Untuk Media Biofilter Studi Kasus Pengolahan Air Limbah Pencucian Jean. BPPT : Jakarta 26. Said, Nusa Idaman. 2008. Pengolahan Air Limbah Domestik Di DKI Jakarta. ” Tinjauan Permasalahan, Strategi dan Teknologi Pengolahan “. BPPT : Jakarta. 27. Said, N.I dan Utomo, Kristianti. 2007. Pengolahan Air Limbah Domestik Dengan Prose LumpurAktif Yang Diisi Dengan Media Bioball. BPPT. Jakarta
85
28. Said, N.I dan Hidayati Suly Meilani. 2000. Penghilangan Polutan Organik di Dalam Air Baku Air Minum Dengan Proses Biofilter Tercelup Menggunakan Media Plastik Sarang Tawon. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. BPPT. Jakarta. 29. Salmah. 2004. Proses Nitrifikasi dan Denitrifikasi Dalam Pengolahan Limbah. Skripsi Universitas Sumatera Utara. Medan. 30. Setiawan, D. 2006. Koefisien Respirasi Dan Ekskresi NH3 Benih Ikan. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. 31. Sunarno. 2006. Penentuan Konstanta Kinetika Reaksi Denitrifikasi Pada Pengolahan Limbah Cair Industri Hasil Perikanan Dengan Lumpur Aktif. IPB. Bogor. 32. Veenstra. 1995. Wastewater Treatment. IHE DELFT : Netherlands. 33. Winkler, M.A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. Jhon Willey and Sons. New York. 34. X.J.Wang. 2006. Nutrients Removal From Municipal Wastewater by Chemical Precipitation in a Moving Bed Biofilm Reactor. Biochemistry 4. Shanghai. 35. Ødegaard, H. 1999. The Moving Bed Biofilm Reactor. Norwegian University of Science and Technology : Trondheim.
86
LAMPIRAN I Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Amoniak (NH3)
87
METODE ANALISIS NITROGEN AMMONIA POWDER PILLOWS SALICYLATE SPEKTROFOTOMETER DR 2800 USER MANUAL METHOD 8155 RUANG LINGKUP : Lingkup pengujian meliputi cara pengujian kadar ammonia yang terdapat dalam air bersih/air limbah dengan range konsentrasi antara 0,01 – 0,5 mg/L dan metode salicylate dengan alat spektrofotometer pada kisaran panjang gelombang 600-700 nm. RINGKASAN : Metode pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pengujian kadar ammonia dalam air. Tujuan metode pengujian ini untuk memperoleh kadar konsentrasi ammonia dalam air. Peralatan dan bahan antara lain : Spektrofotometer DR 2800 User Manual 2 Reagen Bubuk Ammonia Cyanurate 2 Reagen Bubuk Ammonia Calicylate 2 Botol Uji Sampel 1-inch Square 10 ml Cara uji kadar ammonia (Spektrofotometer DR 2800) : 1. Tekan STORED PROGRAMS 2. Pilih metode analisis ammonia dengan kode 385 N, AMMONIA, SALIC 3. Siapkan sampel air yang akan diuji, masukkan sampel air yang akan diuji ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “sampel”. 4. Siapkan blank sebagai indikator penguji, masukkan aquadest ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “blank”. 5. Tambahkan pada masing-masing botol uji “sampel” dan “blank” 1 reagen bubuk ammonia calicylate. Tutup rapat kemudian dikocok hingga terlarut.. 6. Tekan TIMER > OK. Atur waktu tunggu selama 3 menit, reaksi akan berlangsung selama 3 menit. 7. Saat 3 menit waktu tunggu berakhir, tambahkan pada masing-masing botol uji “sampel” dan “blank” 1 reagen bubuk ammonia cyanurate. Tutup rapat kemudian dikocok hingga terlarut. 8. Tekan TIMER > OK. Atur waktu tunggu selama 15 menit, reaksi akan berlangsung selama 15 menit. Reaksi ditunjukkan dengan perubahan warna “blank” menjadi kuning dan perubahan warna “sampel” menjadi hijau (indikasi ammonia). 9. Saat 15 menit waktu tunggu berakhir, pastikan botol uji berada pada kondisi bersih dan tertutup rapat. Kemudian masukkan botol uji “blank” ke dalam spektrofotometer. 10. Tekan ZERO, layar spektrofotometer akan membaca nilai 0,00 mg/L NH3, keluarkan kembali botol uji “blank” dari spektrofotometer untuk disiapkan memasukkan botol uji “sampel”. 11. Masukkan botol uji “sampel” ke dalam spektrofotometer. 12. Tekan READ, catat hasil yang terbaca pada layar spektrofotometer dalam satuan mg/L NH3. 88
89
LAMPIRAN II Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrit (NO2)
90
METODE ANALISIS NITROGEN NITRIT POWDER PILLOWS DIAZOTIZATION SPEKTROFOTOMETER DR 2800 USER MANUAL METHOD 8507 RUANG LINGKUP : Lingkup pengujian meliputi cara pengujian kadar nitrit yang terdapat dalam air bersih/air limbah dengan range konsentrasi antara 0,002 – 0,3 mg/L dan metode diazotization dengan alat spektrofotometer pada kisaran panjang gelombang 500-600 nm. RINGKASAN : Metode pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pengujian kadar nitrit dalam air. Tujuan metode pengujian ini untuk memperoleh kadar konsentrasi nitrit dalam air. Peralatan dan bahan antara lain : Spektrofotometer DR 2800 User Manual 1 Reagen Bubuk NitriVer 3 2 Botol Uji Sampel 1-inch Square 10 ml Cara uji kadar nitrit (Spektrofotometer DR 2800) : 1. Tekan STORED PROGRAMS 2. Pilih metode analisis nitrit dengan kode 371 N, NITRIT LR PP 3. Siapkan sampel air yang akan diuji, masukkan sampel air yang akan diuji ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “sampel”. 4. Siapkan blank sebagai indikator penguji, masukkan sampel air yang akan diuji ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “blank”. 5. Tambahkan pada botol uji “sampel” 1 reagen bubuk NitriVer 3. Tutup rapat kemudian dikocok hingga terlarut. 6. Tekan TIMER > OK. Atur waktu tunggu selama 20 menit, reaksi akan berlangsung selama 20 menit. Reaksi ditunjukkan dengan perubahan warna “sampel” menjadi merah muda (indikasi nitrit). 7. Saat 20 menit waktu tunggu berakhir, pastikan botol uji berada pada kondisi bersih dan tertutup rapat. Kemudian masukkan botol uji “blank” ke dalam spektrofotometer. 8. Tekan ZERO, layar spektrofotometer akan membaca nilai 0,00 mg/L NO2, keluarkan kembali botol uji “blank” dari spektrofotometer untuk disiapkan memasukkan botol uji “sampel”. 9. Masukkan botol uji “sampel” ke dalam spektrofotometer. 10. Tekan READ, catat hasil yang terbaca pada layar spektrofotometer dalam satuan mg/L NO2.
91
92
LAMPIRAN III Metode Analisis Spektrofotometer User Manual DR 2800 Untuk Parameter Nitrat (NO3)
93
METODE ANALISIS NITROGEN NITRAT POWDER PILLOWS CADMIUM REDUCTION SPEKTROFOTOMETER DR 2800 USER MANUAL METHOD 8039 RUANG LINGKUP : Lingkup pengujian meliputi cara pengujian kadar nitrat yang terdapat dalam air bersih/air limbah dengan range konsentrasi antara 0,3 – 30 mg/L dan metode cadmium reduction dengan alat spektrofotometer pada kisaran panjang gelombang 500-600 nm. RINGKASAN : Metode pengujian ini dimaksudkan sebagai pegangan dalam pelaksanaan pengujian kadar nitrat dalam air. Tujuan metode pengujian ini untuk memperoleh kadar konsentrasi nitrat dalam air. Peralatan dan bahan antara lain : Spektrofotometer DR 2800 User Manual 1 Reagen Bubuk NitraVer 5 2 Botol Uji Sampel 1-inch Square 10 ml Cara uji kadar nitrat (Spektrofotometer DR 2800) : 1. Tekan STORED PROGRAMS 2. Pilih metode analisis nitrat dengan kode 355 N, NITRAT HR PP 3. Siapkan sampel air yang akan diuji, masukkan sampel air yang akan diuji ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “sampel”. 4. Siapkan blank sebagai indikator penguji, masukkan sampel air yang akan diuji ke dalam botol uji sampai tanda batas 10 ml, tandai sebagai “blank”. 5. Tambahkan pada botol uji “sampel” 1 reagen bubuk NitraVer 5. Tutup rapat kemudian dikocok hingga terlarut selama 1 menit. 6. Tekan TIMER > OK. Atur waktu tunggu selama 5 menit, reaksi akan berlangsung selama 5 menit. Reaksi ditunjukkan dengan perubahan warna “sampel” menjadi kuning metalic (indikasi nitrat). 7. Saat 5 menit waktu tunggu berakhir, pastikan botol uji berada pada kondisi bersih dan tertutup rapat. Kemudian masukkan botol uji “blank” ke dalam spektrofotometer. 8. Tekan ZERO, layar spektrofotometer akan membaca nilai 0,00 mg/L NO3, keluarkan kembali botol uji “blank” dari spektrofotometer untuk disiapkan memasukkan botol uji “sampel”. 9. Masukkan botol uji “sampel” ke dalam spektrofotometer. 10. Tekan READ, catat hasil yang terbaca pada layar spektrofotometer dalam satuan mg/L NO3.
94
95
LAMPIRAN IV Foto Dokumentasi
96
(a)
(b)
Gambar 1. (a) Reaktor penampung dan reaktor aerasi pada saat tahap perangkaian alat ; (b) Reaktor pengendap akhir saat pembuatan slope
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Proses start up alat ; (b) Proses seeding dan operasi waktu tinggal
Gambar 3. Foto Reagant, Botol analisis sampel, dan Spektrofotometer DR 2800
97
(a)
(b)
(c)
Gambar 4. (a) Pompa reaktor dan resirulasi ; (b) Diffusser fine bubble ; (c) Blower aerasi
(a)
(b)
Gambar 5. (a) Kondisi Media Bioball di dalam reaktor ; (b) Lapisan Biofilm yang terlihat menempel pada permukaan media
Gambar 6. Sumber limbah (kiri) dan buangan output (kanan)
98
(a)
(b)
Gambar 7. (a) Air limbah influen (kiri) dan efluen (kanan) ; (b) Rissing sludge
(a)
(b)
(c)
Gambar 8. (a) Indikator warna nitrat ; (b) Indikator warna nitrit ; (c) Indikator warna amoniak
99