Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam industri otomotif, terutama dalam industri kendaraan roda empat atau lebih sering digunakan proses pengelasan. Pada proses pengerjaan body mobil, proses pengelasan seringkali menggunakan Resistance Spot Welding (RSW). Proses yang sering digunakan yaitu Spot Welding, Seam Welding. Proses tersebut dipilih, karena sebagian besar bahan yang dipakai dalam proses perakitan body mobil adalah plat lembaran, sehingga apabila menggunakan proses las yang biasa (SAW, SMAW, dan lain sebagainya), maka material tersebut akan mengalami penurunan sifat mekanik karena ketebalan dari material yang rendah, selain itu juga karena alasan ekonomis. Bahan assembly body roda empat (car) berupa plat lembaran (sheet metal) dan alasan ekonomis baik biaya maupun waktu pengerjaan inilah merupakan faktor digunakannya resistance spot welding pada manufaktur roda empat (Car). Dalam proses spot welding, parameter yang sering diubah biasanya arus, tekanan, dan waktu pengelasan, namun perubahan tersebut tergantung dengan ketebalan dari material. Oleh karena itu harus ada pemilihan parameter las yang baik untuk ketebalan tertentu sehingga didapatkan hasil yang baik.
1.2 Permasalahan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
1
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana pengaruh variasi waktu pengelasan (welding time) terhadap diameter dan tinggi nugget serta mengetahui marfologi logam las berupa lebar haz (daerah haz), weld metal, base metal.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian praktikum las ini adalah : 1. Untuk mengetahui pengaruh variasi waktu pengelasan (welding time) terhadap tinggi nugget dan diameter nugget. 2. Untuk mengetahui marfologi logam las berupa lebar haz (daerah haz), weld metal, base metal. 3. Mengaplikasikan teori resistance spot welding dengan kondisi yang sebenarnya (kondisi praktek).
1.1 Batasan Masalah Untuk mencegah pembahasan yang terlalu luas dan mempermudah penelitian, maka penelitian praktikum las ini diberi batasan sebagai berikut : 1. Metode shunting (Penggunan Tang untuk penjepitan 2 material plat yang akan di las menggunakan resistance spot welder). 2. Arus yang digunakan = 4000 Ampere. 3. Komposisi kimia material benda kerja homogen. 4. Menggunakan mesin las : Miller resistance spot welder, model : MPS-20. BAB 2 DASAR TEORI Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
2
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
2.1 Prinsip Kerja Resistance Spot Welding merupakan salah satu proses pengelasan dari kelompok pengelasan menggunakan tahanan (resistance welding) dimana proses penggabungan dari dua logam dihasilkan pada bagian permukaan sambungan dengan cara panas yang dihasilkan oleh tahanan daripada proses kerja dengan jalan arus listrik. Suatu gaya selalu diberikan pada proses tersebut sebelum, selama, dan sesudah aplikasi dari arus listrik untuk membatasi area kontak las pada permukaan sambungan dan pada beberapa aplikasi untuk menempa logam lasan selama proses postheating. Pada gambar 2.1 mekanisme pembentukan nugget dapat kita lihat bahwa pada resistance welding, tahanan kontak khususnya pada permukaan sambungan memanaskan area secara local dengan I2R atau Joule Heating, sehingga menghasilkan peleburan dan pembentukan suatu (nugget).
Gambar 2.1 Mekanisme pembentukan nugget Resistance Spot welding merupakan proses yang terdiri dari serangkaian nugget diskrit yang diproduksi oleh adanya pemanasan akibat tahanan. Nugget Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
3
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
atau lasan diproduksi langsung dibawah electrode. Spot welding biasanya membutuhkan akses pada kedua sisi dari benda kerja. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa, resistance spot welding merupakan proses yang melibatkan suatu aplikasi dari arus listrik yang terkoordinasi serta tekanan mekanik pada arah dan durasi waktu yang benar. Arus pengelasan harus melewati dari electrode sampai benda kerja. Kontinuitasnya ditentukan oleh gaya yang diberikan pada electrode. Rangkaian proses tersebut pertama kali harus bisa membuat panas yang cukup untuk menaikkan volume logam yang dibatas ke titik lebur. Logam ini lalu didinginkan dengan tetap dibawah tekanan sampai logam tersebut memiliki cukup kekuatan untuk memegang kedua bagian. Tekanan pada benda kerja sangat penting. Pada saat benda kerja mengandung nugget cair, tekanan mencegah nugget cair agar tidak keluar dari daerah nugget, sehingga tidak akan terjadi void. Durasi dari dari arus pengelasan harus cukup singkat untuk mencegah panas yang berlebihan pada muka electrode, sebab apabila terjadi maka electrode akan terikat pada benda kerja dan akan menurunkan umur dari electrode. Berikut ini adalah contoh sirkuit dari suatu mesin resistance spot welding di bawah ini :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
4
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Gambar 2.2 Skema dari sirkuit spot weding, typical single phase
Perlengkapan mesin las titik (Resistance Spot Welding) biasanya ditentukan oleh desain dari joint, material, kebutuhan kualitas, jadwal produksi, dan pertimbangan ekonomis. Mesin las Resistance Spot Welding (RSW) memiliki 3 elemen utama : 1. Sirkuit listrik yang terdiri dari trasformer las dan sirkuit sekunder dengan elektrode yang menghantarkan arus ke benda kerja. 2. Sistem mekanik terdiri dari rangka mesin, dan mekanisme terkait untuk memegang benda kerja dan memberikan gaya penekanan, biasanya dengan mekanisme hidrolik, pneumatik. 3. Unit kontrol untuk menyalakan arus dan mengatur durasi waktu arus. Unit ini juga berfungsi sebagai kontrol besar arus, sekuen pengelasan, dan waktu lain yang ada dalam siklus pengelasan. Berikut gambar Mesin las titik tipe Rocker Arm di bawah ini :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
5
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Gambar 2.3 Mesin las titik tipe Rocker Arm
2.1.1. Pembangkitan panas Pada suatu konduktor listrik, jumlah dari panas bangkitan tergantung pada 3 faktor yaitu : 1. Arus 2. Tahanan dari konduktor (termasuk tahanan interface) 3. Durasi waktu dari arus (welding time) •
Faktor ketiga (3) tersebut dapat dirumuskan menjadi persamaan : Q = I2R t
Dimana
Q = Panas yang dibangkitkan (Joule)
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
6
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
I = Arus (ampere) R = Tahanan dari proses (ohm) t = Durasi waktu dari arus (detik) Panas yang dibangkitkan sebanding dengan kuadrat arus las dan berbanding lurus dengan tahanan dan waktu. Bagian dari panas bangkitan digunakan untuk pengelasan dan sebagian hilang disekeliling logam. Kombinasi dari arus yang tinggi dan waktu pendek akan menghasilkan distribusi panas yang tidak dikehendaki pada daerah las, sehingga terjadi pelelehan permukaan yang terputus dan kerusakan pada electrode. Suatu karakteristik dari las tahanan (Resistance Spot Welding) adalah cepatnya panas pengelasan yang dapat diproduksi. Distibusi temperatur dari benda kerja dan elektroda dapat dilihat pada gambar 2.4 di bawah ini :
Gambar 2.4 Distribusi temperatur dan tahanan dari proses spot welding
Dari gambar 2.4 dapat kita lihat bahwa sedikitnya ada 7 buah tahanan dalam suatu proses spot welding yaitu : •
1 dan 7, tahanan listrik dari elektroda dan material.
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
7
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
•
2 dan 6, tahanan kontak antara elektroda dan logam induk.Besarnya tahanan ini tergantung pada kondisi permukaan dari logam induk dan electrode, ukuran dan kontur dari permukaan electrode. Titik ini merupakan titik dimana panas bangkitan tinggi, tapi permukaan logam tidak mencapai temperatur fusi selama arus lewat karena tingginya koduktivitas thermal elektrode yang tinggi dan electrode didinginkan dengan air.
•
3 dan 5, tahanan total dari logam induk, dimana sebanding dengan resistivitas dan tebal, serta berbanding terbalik dengan penampang area dari jalur arus.
•
4, Tahanan pada daerah interface logam induk pada lokasi dimana lasan akan dibentuk. Titik ini merupakan titik dengan tahanan terbesar, sehingga merupakan titik terbesar dari panas yang dibangkitkan. Karena panas juga dibangkitkan pada titik 2 dan 6, panas bangkitan pada titik 4 tidak hilang pada electrode.
Panas pengelasan hanya diperlukan pada daerah interface pada logam induk, dan panas yang dibangitkan didaerah lain harus diminimalisir. Ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi pembangkitan panas, antara lain :
a. Arus Pengelasan Pada persamaan Q = I2R t, arus memiliki efek yang paling besar pada proses pembangkitan panas daripada tahanan dan waktu. Oleh karena itu arus merupakan variable penting yang harus dikontrol. Ukuran nugget dari lasan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
8
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
dan kekuatannya meningkat secara cepat seiring dengan meningkatnya kerapatan arus (current density). Adanya kelebihan kerapatan arus akan menyebabkan metal expulsion (akibatnya terjadi internal void), weld cracking, sifat kekuatan mekanik yang lebih rendah. Adanya kelebihan arus akan menyebabkan logam induk terlalu panas dan terjadi indentasi yang dalam, serta terjadi overheating, dan penurunan kekuatan dari electrode.
b. Waktu Pengelasan Laju dari pembangkitan panas haruslah sedemikian rupa sehingga lasan dengan kekuatan yang cukup baik terproduksi tanpa mengakibatkan terjadinya kelebihan panas dan penurunan kekuatan pada electrode. Jumlah total panas yang diproduksi sebanding dengan waktu pengelasan. Panas yang hilang terjadi pada daerah disekeliling logam induk dan pada electrode, sebagian kecil hilang karena radiasi. Panas yang hilang ini akan meningkat seiring dengan meningkatnyawaktu pengelasan dan temperatur logam.
c. Tekanan Pengelasan (welding pressure) Tahanan R dalam persamaan pembangkitan panas dipengaruhi oleh tekanan selama pengelasan melalui efek pada tahanan kontak pada didaerah interface antara benda kerja. Tekanan pengelasan(welding pressure) dihasilkan oleh gaya yang digunakan pada joint oleh electrode. Bila gaya electrode atau welding pressure naik, maka kekuatan arus(amperage) akan naik dalam nilai yang terbatas. Efek welding pressure pada panas bangkitan merupakan
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
9
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
kebalikan dari pernyataan diatas. Bila tekanan naik maka tahanan kontak dan panas yang dibangkitkan pada daerah interface akan menurun.
d. Elektrode Elektrode memainkan peranan yang vital dalam proses pembangkitan panas karena electrode yang menghantarkan arus las pada benda kerja. Elektrode harus memiliki konduktivitas listrik yang baik, kekuatan dan kekerasan yang cukup baik untuk mencegah terjadinya deformasi pada muka electrode itu sendiri, sebab deformasi tersebut dapat menyebabkan area kontak besar sehingga rapat arus dan welding pressure turun.
e. Kondisi Permukaan Kondisi permukaan dari benda kerja mempengaruhi pembangkitan panas karena tahanan kontak terpengaruh oleh oksida, debu/kotoran, minyak dan material asing lain yang ada pada permukaan. Sifat las-lasan yang paling uniform dapat diperoleh jika permukaan benda kerja bersih.
f. Komposisi Logam Resistivitas listrik dari suatu material secara langsung mempengaruhi pemanasan tahanan selama pengelasan. Komposisi material menentukan kalor jenis(specific heat), kalor laten fusi, dan konduktivitas thermal. Sifat-
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
10
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
sifat tersebut mempengaruhi jumlah kalor yang dibutuhkan untuk melelehkan logam dan menghasilkan lasan.
2.1.1. Keseimbangan Kalor Kesimbangan kalor muncul ketika penetrasi dalam
dua benda kerja
diperkirakan sama. Keseimbangan kalor dipengaruhi oleh : 1. Konduktivitas listrik relatif dan konduktivitas panas dari logam yang akan digabung. 2. Geometri relatif dari bagian-bagian pada daerah lasan 3. Konduktivitas listrik dan panas dari electrode 4. Geometri dari electrode.
Pemanasan akan menjadi tidak seimbang bila bagian yang akan dilas memiliki perbedaan yang signifikan pada komposisi, ketebalan, ataupun keduanya. Ketidakseimbangn ini dapat diminimalisir dengan desain benda kerja, material dan desain dari electrode. Keseimbangan panas juga dapat ditingkatkan dengan menggunakan waktus las yang terpendek dan arus terendah yang akan menghasilkan las-lasan yang baik.
2.1.1. Disipasi Kalor Selama pengelasan, panas yang hilang lewat konduksi dalam logam induk dan electrode dapat dilihat pada gambar 2.5 di bawah ini :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
11
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Gambar 2.5 Disipasi panas selama pengelasan spot welding
Disipasi panas ini berlangsung pada laju yang bervariasi selama proses dan setelahnya, sampai lasan telah dingin pada temperatur kamar. Proses disipasi ini bisa dibagi menjadi 2 fase, yaitu : 1. Selama waktu dimana arus dijalankan 2. Setelah arus mati
Telah kita ketahui sebelumnya bahwa panas bangkitan berbanding terbalik dengan konduktifitas listrik dari benda kerja. Konduktifitas listrik dan temperatur dari logam induk menentukan laju daripada panas yang didisipasikan atau dihantarkan dari daerah lasan. Jika electrode tetap kontak dengan benda kerja setelah arus pengelasan mati, maka akan mendinginkan weld nugget secara cepat. Laju disipasi panas pada sekitar logam induk akan turun bila waktu pengelasan lebih lama, karena semakin besar volume logam induk yang akan dipanaskan. Hal ini akan menurunkan gradien temperatur antara logam induk dengan weld nugget. Apabila electrode dilepaskan dari lasan terlalu cepat setelah arus dimatikan, maka akan timbul suatu Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
12
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
permasalahan. Pada plat lembaran yang tipis hal tersebut akan mengakibatkan terjadinya excessive warpage. Biasanya lebih baik bila electrode tetap kontak dengan benda kerja sampai lasan dingin ke temperatur kamar.
2.1.1. Siklus Pengelasan Siklus pengelasan pada las titik pada dasarnya terdiri dari empat fase yaitu :
1. Squeeze time atau waktu penekanan. Yaitu interval waktu antara penyalaan timer dan aplikasi pertama dari arus. Interval waktu ini dibutuhkan untuk memastikan bahwa electrode sudah kontak dengan benda kerja dan menghasilkan gaya electrode penuh sebelum arus diaplikasikan. 2. Weld time atau waktu pengelasan Waktu dimana arus las diaplikasikan pada benda kerja untuk membuat lasan (pada single-impulse welding).
3. Hold time atau waktu penahanan Waktu dimana gaya(penekanan) dipertahankan pada benda kerja setelah arus berhenti. Selama tahap ini weld nugget akan membeku dan didinginkan sampai memiliki kekuatan yang cukup baik. 4. Off time Waktu dimana electrode dilepaskan dari benda kerja(lasan) dan benda kerja dipindahkan ke posisi pengelasan selanjutnya. Tahap ini biasanya Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
13
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
dilakukan pada pengelasan berulang. Beriku gambar 2.6 siklus pengelasan di bawah ini :
Gambar 2.6 Siklus pengelasan las titik (single impulse welding)
2.1.1. Arus Pengelasan Pada proses las titik, arus yang digunakan dapat berupa arus searah (DC) atau arus bolak-balik (AC). Mesin las akan mengubah saluran daya menjadi tegangan rendah, dengan daya arus pengelasan yang tinggi. Beberapa aplikasi menggunakan arus bolak-balik (AC) single phase yang sama dengan frekwensi saluran daya, biasanya 60 Hz. Arus searah (DC) digunakan untuk proses yang memerlukan arus yang tinggi karena beban dapat diseimbangkan dengan kabel daya 3-fase. Pada percobaan kali ini mengunakan mesin dengan arus AC.
2.1.2. Waktu Pengelasan Waktu dimana arus dinyalakan atau weld time dikontrol dengan menggunakan system elektronik, mekanik, manual atau pneumatic. Waktu secara Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
14
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
umum memiliki jangkauan tertentu mulai dari one half cycle (1/120 detik) untuk setiap plat lembaran sangat tipis sampai dengan beberapa detik untuk plat lembaran tebal. Weld time ada 2 sistem, yaitu Single impulse welding dan Multiple impulse welding. Single Impulse Welding merupakan penggunaan satu arus secara berkesinambungan untuk membuat satu lasan. Sedangkan Multiple Impulse Welding terdiri dari dua atau lebih arus yang dipisahkan dengan cool tim.
2.1.3. Gaya Elektrode (Penekanan) Penyelesaian dari sirkuit listrik yang mengalir dari electrode ke benda kerja dipastikan dengan penerapan gaya electrode. Gaya ini dihasilkan oleh system hidrolik, pneumatic, magnetic, atau mekanik. Pada mesin yang dipakai untuk percobaan menggunakan system hidrolik.Tekanan yang dihasilkan pada daerah interfase tergsntung dari luasan muka electrode yang kontak dengan benda kerja. Fungsi dari gaya atau tekanan ini adalah :
1. Membawa beragam interfase menjadi kontak yang yang rapat. 2. Mengurangi tahanan kontak awal pada daerah interfase 3. Menekan pengeluaran paksa(expulsion) dari logam lasan cair dari daerah joint 4. Mengkonsolidasi weld nugget.
Gaya-gaya yang bisa dipakai selama pengelasan dapat berupa : 1. Gaya konstan 2. Kompresi awal dan gaya Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
15
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
3. Kompresi awal, gaya elektrode, dan gaya forging 4. Gaya electrode dan gaya forging
2.1.1. Elektroda Elektrode las titik mempunyai fungsi sebagai berikut : •
Menghantarkan arus listrik ke benda kerja
•
Mengirimkan gaya ke benda kerja
•
Mendisipasikan sebagian panas dari daerah lasan
Bahan dari electrode spot ini digunakan material yang nilai tahanan terhadap arus lebih kecil dari pada logam yang akan dilas. Karena electrode ini bersentuhan dengan benda yang akan dilas maka electrode ini dilengkapi dengan sistem pendingin agar elektrode tidak terlalu panas. Pemilihan elektrode ini telah distandarkan oleh RWMA (Resistance Welding Manufacturer Association), misal E – X-X-X, huruf pertama menerangkan bentuka dari ujung elektrode spot, angka pertama menunjukkan kelas paduan, angka kedua menunjukkan keruncingan elektrode, angka terakhir menunjukkan panjang tambahan ¼ inci dari elektrode. Adapun tabel jenis elektroda sebagai berikut :
Tabel 2.1 RWMA (Resistance Welding Manufacturer Association) alloy class Group
Class
A
1 2 3 4 5
Coduktivity Hardness (%) Rockwell 80 65 B 75 75 B 45 90 B 20 33 C 10 s/d 15 65 S/D 85 B
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Tensile Compressive (psi) 60 K 65 K 100 K 140 K 65 S/D 75 K 16
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
B
10 11 12 13 14
35 28 27 30 30
72 B 94 B 98 B 69 B 85 B
135 K 160 K 170 K 200 K 200 K
2.1.1. Daerah Hasil dari Las Titik Fitur yang dibentuk pada las tahan titik terdiri dari tiga bagian daerah. Bagian tengah, dalam daerah interfase yang telah leleh membentuk suatu struktur tipikal dari daerah fusion disebut weld nugget. Disekeliling nugget adalah HAZ (Heat Affected Zone), menunjukkan logam induk yang mengalami siklus pemanasan dan pendinginan. Permukaan luar dari plat lembaran menunjukkan indentasi akibay tekanan dari elektroda. Redukasi ketebalan pada titik ini tidak boleh lebih dari 10 % pada kondisi normal.
Indentasi HAZ
Logam induk Nugget
Gambar 2.7. Daerah hasil pengelasan las titik
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
17
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
A.Kelebihan dan Kekurangan Las Titik Keuntungan utama dari las tahanan titik adalah kecepatannya yang tinggi dan kemampuan adaptasi yang baik untuk otomasi dalam
assembly logam
lembaran dengan laju produksi yang tinggi. Las titik juga ekonomis dalam banyak operasi job-shops, karena lebih cepat dari proses las biasa dan tidak membutuhkan keahlian dalam memakai las titik. B.Sedangkan kerugian atau kekurangan sebagai berikut : 1. Proses pembongkaran untuk maintenance atau perbaikan sangat sulit 2. Lap joint menambah berat dan ongkos material dati produk bila dibandingkan dengan butt joint. 3. Ongkos perlengkapan pada umumnya lebih tinggi dari las listrik 4. Waktu yang pendek, dan kebutuhan listrik arus tinggi membuat kebutuhan kabel listrik tertentu, terutama pada mesin las single phase 5. Lasan memiliki kekuatan tarik dan fatigue yang rendah.
2.1.1. Baja Karbon Rendah Baja adalah paduan yang paling banyak digunakan oleh manusia, dikarenakan jenis dan bentuknya sangat banyak Mengingat luasnya pengguanaa maka baja banyak diklasifikasikan menurut keperluan. Sifat baja banyak ditentukan oleh kadar karbonnya disamping juga oleh unsur paduannya. Baja karbon rendah mempunyai kadar kabon sampai dengan 0,25%. Sangat luas pemakaiannya sebagai konstruksi umu, untuk baja profil, baja tulangan beton, plat lembaran, dan lain sebagainya. Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
18
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Beberapa sifat baja karbon rendah diantaranya adalah mudah dibentuk baik dengan pengerolan maupun pengepresan, sangat korosif, dan pada pengelasan mempunyai kepekaan retak yang rendah dibandingkan baja karbon lainya. Pada percobaan kali ini digunakan baja karbon rendah bentuk plat lembaran dengan kadar karbon 0,06 %.
2.1.2. Cacat pada Hasil Lasan Cacat yang sering terjadi pada proses las titik antara lain : 1. Diskontinuitas internal, meliputi crack/retak, porositas, kavitasi akibat penyusutan. Cacat ini terjadi akibat gaya elektroda yang terlalu rendah dan arus las terlalu tinggi. Namun cacat ini tidak menimbulkan efek yang terlalu buruk pada kekuatan fatigue bila terletak pada tengah-tengah weld nugget. 2. Penetrasi yang kurang sempurna, baik itu kelebihan maupun kekurangan penetrasi. Cacat ini disebabkan oleh arus yang terlalu kecil, terlalu pendek waktu pengelasan, gaya tekan yang besar, dan ujung elektroda yang sudah aus.
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
19
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
BAB 3 METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Diagram Alir Percobaan Berikut diagram alir percobaan dibawah ini :
Gambar 3.1 Diagram alir percobaan
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
20
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
3.2 Persiapan Material Material yang digunakan baja karbon rendah bentuk plat lembaran. Sebagai benda kerja harus dipersiapkan sedemikian rupa sehingga hasil yang didapatkan baik. Persiapan yang dilakukan antara lain : •
Pemotongan material awal dengan ukuran yang sesuai dengan standar .
Ketebalan spesimen 1 mm, maka dimensi spesimen yang dipakai mengikuti kriteria ke 3 yaitu :
Dimana :
–
W = 35 mm
–
L = 135 mm
–
T = 1 mm
W = lebar L = panjang T = tebal
Gambar 3.2 Dimensi spesimen las titik
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
21
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
•
Pembersihan permukaan material dari kotoran seperti karat, oli, dan lain sebagainya dengan menggunakan kertas gosok.
3.3 Persiapan Mesin Las Mesin spot welding yang digunakan milik lab Metalurgi Teknik Mesin ITS dengan spesifikasi sebagai berikut : •
Mesin Spot Welding
: Miller Resistance Spot Welder, Single phase Model MPS-26 AFT, Serial no JB 530570
•
Voltage
•
Amps
: 90 A
•
Single-phase
: 60 Hz
•
OCV
: 3.5
•
20 kVA at 50 % duty cycle
•
Tong size
: 230 V
: 12” dengan max 13250 A/detik
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
22
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Gambar 3.3 Mesin Resistance Spot Welder
Sebelum mesin las dipakai, harus dibersihkan terlebih dahulu debu – debu pada semua sistem yang bekerja agar tidak menghambat proses. Muka elektrode dibersihkan dari kotoran agar tidak menghambat laju penghantaran arus. Pemasangan selang untuk cooling water pada elektrode, pengecekan air supply pada kompresor dan minyak hidrolik pada sistem penekanan. Serta pengecekan sistem kontrol seperti besar arus, weld time, squeeze time, pedal las apakah semua berfungsi dengan baik.
3.4 Pengelasan Material dengan Resistance Spot Welding Pengelasan material dengan menggunakan 2 variasi parameter sebagai berikut :
A.Variasi Tetap Pengelasan : 1. Arus
= 4000 A
2. Hambatan
= 0,01 Ohm
3. Menggunakan = metode Shunting 4. Material
= Plat besi galvanish (Thickness = 1 mm)
B.Variasi Berubah pada pengelasan :
Waktu pengelasan dengan 3 variasi yaitu : 1. Plat 1 menggunakan waktu (t) = 1 detik Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
23
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
2. Plat 2 menggunakan waktu (t) = 2 detik 3. Plat 3 menggunakan waktu (t) = 3 detik 3.5 Pengamatan Etsa Makro Pengamatan
Etsa makro dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan
gambar atau visual daerah-daerah batas pada logam las (weld metal), HAZ (Heat Affected Zone), logam induk (Base metal), pada spesimen hasil proses pengelasan. Langkah-langkah yang diperlukan untuk mendapatkan Etsa makro adalah sebagai berikut : 1. Cutting atau pemotongan Tujuan dari pemotongan ini adalah untuk mempermudah proses grinding
dan
menggunakan
polishing. gergaji
Pemotongan
manual,
lalu
dilakukan
diproses
lagi
dengan dengan
menggunakan gerinda tangan untuk mendapatkan permukaan yang rata. 2. Grinding Spesimen digosok pada mesin polisher dengan menggunakan kertas gosok dari grid 120, 240, 320, , 400, 500, 600, 800, 1000 hingga 1500. 3. Etching Untuk mengamati struktur makro dari spesimen, dilakukan proses etsa. Spesimen dicelupkan pada larutan 95% Aquades 5% HNO3 selama 3-5 detik. 4. Pemotretan
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
24
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Spesimen yang telah dietsa, dikeringkan baru kemudian di foto dengan kamera digital. BAB 4 ANALISA PEMBAHASAN
4.1 Data Hasil Percobaan Berikut hasil visual penampang melintang ketiga bahan material tersebut dengan variasi waktu pengelasan, tampak bahwa semakin besar waktu pengelasan, maka semakin besar pula luasan area yang terkena dari pengaruh pengelasan resistance spot welding :
Gambar 4.1 Hasil visual penampang melintang pada 3 bahan material pengelasan
1.1.1. Analisa hasil percobaan dengan variasi waktu pengelasan = 1 detik Hasil pengelasan pada plat 1 menggunakan variasi waktu pengelasan yaitu 1 detik, dengan I = 4000 A dengan penampang melintang maka dapat di ukur luasan area yang terkena pengelasan resistance spot welding, dimana didapat data pengukuran luasan area yang terkena pengelasan sesuai gambar di bawah ini :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
25
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
(a).
(b).
Gambar 4.2 Visual hasil pengelasan pada plat 1 secara penampang melintang
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran luasan area secara penampang melintang, daerah yang terkena pengelasan yaitu :
•
Diameter area yang terkena pengelasan = 3 mm sesuai gambar 4.2 (a).
•
Tinggi area yang terkena pengelasan
= 2 mm sesuai gambar 4.2 (b).
Setelah dilakukan proses pemotongan bidang yang terkena pengelasan, maka dilakukan proses Etsa makro. Berikut hasil gambar visual dari proses etsa makro :
Gambar 4.3 Visual hasil pengelasan pada plat 1 setelah proses etsa makro
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
26
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran marfologi logam las berupa batas daerah dari logam induk, HAZ, logam las, yaitu :
•
Diameter nugget (logam las)
: 3 mm
•
Tinggi nugget
: 1 mm
•
Lebar HAZ (Heat affected zone)
: 1 mm (sisi kanan dan sisi kiri)
1.1.1. Analisa hasil percobaan dengan variasi waktu pengelasan = 2 detik Hasil pengelasan pada plat 2 menggunakan variasi waktu pengelasan yaitu 2 detik, dengan I = 4000 A dengan penampang melintang maka dapat di ukur luasan area yang terkena pengelasan resistance spot welding, dimana didapat data pengukuran luasan area yang terkena pengelasan sesuai gambar di bawah ini :
(a).
(b).
Gambar 4.4 Visual hasil pengelasan pada plat 2 secara penampang melintang
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran luasan area secara penampang melintang, daerah yang terkena pengelasan yaitu :
•
Diameter area yang terkena pengelasan = 4 mm sesuai gambar 4.4 (a).
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
27
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
•
Tinggi area yang terkena pengelasan
= 3 mm sesuai gambar 4.4 (b).
Setelah dilakukan proses pemotongan bidang yang terkena pengelasan, maka dilakukan proses Etsa makro. Berikut hasil gambar visual dari proses etsa makro :
Gambar 4.5 Visual hasil pengelasan pada plat 2 setelah proses etsa makro
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran marfologi logam las berupa batas daerah dari logam induk, HAZ, logam las, yaitu :
•
Diameter nugget (logam las)
: 2,5 mm
•
Tinggi nugget
: 2 mm
•
Lebar HAZ (Heat affected zone)
: 1,25 mm (sisi kanan dan sisi kiri)
1.1.1. Analisa hasil percobaan dengan variasi waktu pengelasan = 3 detik Hasil pengelasan pada plat 3 menggunakan variasi waktu pengelasan yaitu 3 detik, dengan I = 4000 A dengan penampang melintang maka dapat di ukur luasan area yang terkena pengelasan resistance spot welding, dimana didapat data pengukuran luasan area yang terkena pengelasan sesuai gambar di bawah ini :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
28
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
(a).
(b).
Gambar 4.6 Visual hasil pengelasan pada plat 3 secara penampang melintang
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran luasan area secara penampang melintang, daerah yang terkena pengelasan yaitu :
•
Diameter area yang terkena pengelasan = 5 mm sesuai gambar 4.6 (a).
•
Tinggi area yang terkena pengelasan
= 4 mm sesuai gambar 4.6 (b).
Setelah dilakukan proses pemotongan bidang yang terkena pengelasan, maka dilakukan proses Etsa makro. Berikut hasil gambar visual dari proses etsa makro :
Gambar 4.7 Visual hasil pengelasan pada plat 3 setelah proses etsa makro
Dari gambar diatas didapat, data pengukuran marfologi logam las berupa batas daerah dari logam induk, HAZ, logam las, yaitu :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
29
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
•
Diameter nugget (logam las)
: 2 mm
•
Tinggi nugget
: 1,5 mm
•
Lebar HAZ (Heat affected zone)
: 1,5 mm (sisi kanan dan sisi kiri)
4.1.4 Analisa waktu pengelasan fungsi Nugget Dari ketiga (3) visual hasil pengelasan dengan perbedaan waktu pengelasan yaitu (1, 2, 3) detik, dengan dilakukan pengukuran diameter nugget, tinggi nuget, daerah heat affected zone (HAZ), dapat disimpulkan fungsi nugget terhadap waktu pengelasan sesuai gambar grafik dibawah ini :
Gambar 4.8 Grafik variasi waktu pengelasan = f(nugget)
Dari data grafik diatas berdasarkan pengamatan yaitu : waktu pengelasan semakin besar, maka diameter nugget semakin rendah, sehingga berbanding terbalik antara waktu pengelasan dengan diameter nugget. Waktu pengelasan juga faktor dari tinggi nugget, akan tetapi kenaikan atau penurunan tinggi nugget tidak dapat diprediksi yang berbanding dengan waktu pengelasan. Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
30
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
4.1.5 Analisa waktu pengelasan fungsi heat affected zone (HAZ) Sedangkan dapat dilihat juga pada gambar di bawah grafik waktu pengelasan fungsi dari lebar heat affected zone (HAZ) :
Gambar 4.9 Grafik variasi waktu pengelasan = f(lebar HAZ)
Pada grafik diatas memperlihatkan bahwa waktu pengelasan merupakan faktor pada lebar HAZ, dimana Waktu pengelasan semakin tinggi maka semakin besar lebar HAZ (mm), dan sebaliknya. Sehingga waktu pengelasan berbanding lurus dengan lebar HAZ (mm).
4.1.6 Analisa perhitungan Heat Input Heat input yaitu suatu besaran energi yang digunakan untuk mencairkan bahan logam sesaat atau mencairkan bahan logam agar dapat bisa menyambung dengan bahan logam lain. Dimana rumus dari heat input untuk pengelasan resistance spot welding yaitu :
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
31
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
H= I2.R .t Keterangan : H
= Heat input (Joule)
I
= Arus (Ampere)
R
= hambatan (ohm)
t
= waktu pada saat arus mengalir (detik)
Berikut perhitungan heat input untuk ketiga (3) plat di bawah ini : 1. Plat 1 dengan variasi waktu pengelasan (t) = 1 detik, I = 4000 A, R = 0,0001Ω H= I2.R .t H= 40002A . 0,0001 Ω . 1 s=1600 Joule
2. Plat 2 dengan variasi waktu pengelasan (t) = 2 detik, I = 4000 A, R = 0,0001Ω H= I2.R .t H= 40002A . 0,0001 Ω . 2 s=3200 Joule
3. Plat 3 dengan variasi waktu pengelasan (t) = 3 detik, I = 4000 A, R = 0,0001Ω H= I2.R .t H= 40002A . 0,0001 Ω . 1 s=4800 Joule
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
32
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Gambar 4.10 Grafik variasi waktu pengelasan = f(Heat Input)
Pada grafik diatas terlihat bahwa waktu pengelasan merupakan faktor dari heat input, semakin tinggi waktu pengelasan maka semakin besar heat input yang terjadi, dan sebaliknya, sehingga waktu pengelasan berbanding lurus dengan faktor heat input sesuai dengan rumus : H= I2.R .t
BAB 5 PENUTUP
5.1 Kesimpulan Dari praktikum las resistance spot welding yang telah dilakukan dengan analisa-analisa yang telah di bahas maka dapat disimpulkan yaitu :
1. Waktu pengelasan merupakan faktor dari diameter dan tinggi nugget, semakin tinggi waktu pengelasan, maka semakin rendah diameter nugget. Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
33
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
Sebaliknya di dalam teori menjelaskan bahwa semakin besar waktu pengelasan, arus pengelasan, seharusnya diameter nugget juga semakin besar pula, ini dikarenakan proses pemotongan spesimen untuk dilakukan etsa makro tidak tepat pada posisi tengah dari luasan area yang terkena pengelasan.
2. Waktu pengelasan juga faktor dari tinggi nugget, akan tetapi kenaikan atau penurunan tinggi nugget tidak dapat diprediksi yang berbanding dengan waktu pengelasan. Sebaliknya di dalam teori menjelaskan bahwa semakin besar waktu pengelasan, arus pengelasan, seharusnya tinggi nugget juga semakin besar pula mengikuti diameter nugget yang semakin besar pula dikarenakan heat input yang diberikan semakin besar pula, sehingga energi yang diberikan untuk pengelasan semakin besar, sesuai dengan gambar 4.1 hasil visual penampang melintang pada 3 bahan material pengelasan. 3. Waktu pengelasan berpengaruh pada heat input, semakin tinggi waktu pengelasan semakin besar heat input, dan sebaliknya sehingga berbanding lurus antara waktu pengelasan dengan heat input. 4. Waktu pengelasan berpengaruh pada lebar HAZ, semakin tinggi waktu pengelasan semakin besar lebar HAZ (mm), dan sebaliknya. Sehingga waktu pengelasan (detik) berbanding lurus dengan lebar HAZ (mm).
5.2 Saran 1. Proses pemotongan material spesimen yang telah di lakukan pengelasan menggunakan resistance spot welding sebiknya harus sangat hati-hati dan Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
34
Laporan Praktikum Las “Pengaruh variasi waktu pengelasan Resistance Spot Welding dengan metode shunting terhadap marfologi Logam Las”
posisi pemotongannya diharapkan ¼ dari luasan area yang terkena pengelasan, ini dikarenakan luasan area pada sisi tengah jangan sampai terpotong untuk melihat batas daerah luasan dari heat affected zone (HAZ), logam las (weld metal), logam induk (base metal).
DAFTAR PUSTAKA
1. Khan, Md ibrahim. 2007. Welding science and technology. Prof. And head mechanical engineering department faculty of engineering Integral University Lucknow. New age publisher. 2. http://www.koyogiken.co.jp/english/spot/spot_5.html 3. www.millerwelds.com
(handbook for resistance spot welding,
resistance.pdf)
Jurusan Teknik Mesin Institut Teknologi Sepuluh Nopember
35