”Pemanfaatan Limbah Tapioka Sebagai Sumber Energi Alternatif Biogas dalam Upaya Penanggulangan Pencemaran Lingkungan dan Pembangunan Ketahanan Energi” A. Latar Belakang Kelangkaan sumber energi, terutama bahan bakar minyak (BBM) merupakan persoalan yang sedang dialami oleh dunia internasional. Peningkatan permintaan energi yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk dan menipisnya sumber cadangan minyak dunia serta permasalahan emisi dari bahan b ahan bakar fosil memberikan tekanan t ekanan kepada setiap seti ap negara untuk segera memproduksi dan menggunakan energi terbaharukan. Peningkatan harga minyak dunia yang mencapai 100 U$ per barel juga menjadi alasan yang serius yang menimpa banyak negara di dunia terutama Indonesia. Konsumsi BBM yang mencapai 1,3 juta/barel tidak seimbang dengan produksinya yang nilainya sekitar 1 juta/barel sehingga terdapat defisit yang harus dipenuhi melalui impor. Menurut data ESDM (2006) cadangan minyak Indonesia hanya tersisa sekitar 9 milliar barel. Apabila terus dikonsumsi tanpa ditemukannya cadangan minyak baru, diperkirakan cadangan minyak ini akan habis dalam dua dekade mendatang. Konversi BBM ke batu bara yang dilakukan pemerintah tidak berhasil dikarenakan persediaan batu bara di d i Indonesia harus di ekspor eks por demi menutupi defisit defis it negara. Kemudian pemerintah pun mengambil langkah yang kedua yaitu yait u dengan melakukan konversi ko nversi BBM ke gas. Semula cara ini dianggap lebih efektif untuk menanggulangi krisis BBM, namun pada kenyataannya kelangkaan gas juga terjadi karena meningkatnya permintaan masyarakat terhadap gas dalam pemenuhan kebutuhan. Untuk mengurangi ketergantungan terhadap bahan bakar minyak pemerintah telah menerbitkan Peraturan presiden republik Indonesia nomor 5 tahun 2006 tentang kebijakan energi nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti bahan bakar minyak. Kebijakan tersebut te rsebut menekankan pada sumber su mber daya yang dapat diperbaharui diper baharui sebagai altenatif pengganti bahan bakar minyak. Salah satu sumber energi alternatif adalah biogas. Salah satu jenis industri yang cukup banyak menghasilkan limbah adalah pabrik pengolahan tepung tapioka (tepung singkong). Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka, dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan mentahnya. Limbah ini biasa disebut onggok. onggok . Warga sekitar pabrik tapioka tapio ka sangat akrab dengan den gan bahan yang bernama onggok dan tahu persis sedahsyat apa baunya. Dalam keadaan kering sekalipun, onggok sudah mengeluarkan bau tak sedap, apalagi dalam keadaan basah saat musim hujan. Seperti yang terjadi di Pati, Limbah dari pabrik penghasil tepung tapioka mencemari sungai Suwatu desa Bulumanis Kidul kecamatan Margoyoso. Sungai, sumur, lahan pertanian dan tambak milik penduduk banyak yang tercemar. Hal ini sangat meresahkan masyarakat setempat, roduksi pertanian dan tambak hasilnya berkurang drastis. Sungai yang airnya dulu ber¬sih berubah menjadi hitam pekat pek at dan berbau lantaran dialiri limbah pabrik tapioka tapi oka dari tetangga desanya, yakni Ngemplak. Kalau ditaksir kemungkinan kerugian per tahun yang dialami masyarakat Pati sampai miliaran rupiah. Kerugian lahan pertanian mencapai 156 Hektare. Biasanya lahan 1 hektare pada saat panen menghasilkan menghas ilkan padi 7 ton menurun menjadi menj adi 4 ton saja. Air limbah juga membahayakan kehidupan ikan bandeng di tambak. Dengan de¬mi¬kian, petambak harus jeli saat mengisi air tambaknya agar ikannya tidak mati. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pati selama ini belum pernah terlibat dalam pembinaan masalah limbah cair ratusan industri tepung tapioka di Kecamatan Margoyoso. Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Pati belum bisa mengambil langkah apa pun menyikapi keluhan
masyarakat Desa Bulumanis Kidul yang terkena dampaknya. Pihaknya saat ini hanya terlibat dalam pembuatan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) untuk industri tapioka di Desa Sidomukti, Kecamatan Margoyoso. Dilaporkan pula bahwa onggok memiliki potensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok dalam penyusunan pakan ternak sangat terbatas, padahal kandungan serat kasar yang tinggi (lebih dari 35%). Berdasarkan kontribusi terhadap produksi nasional terdapat sepuluh propinsi utama penghasil singkong yaitu Jawa Timur, Jawa Tengah, Lampung, Sumatera Selatan, Sulawesi Tenggara, Maluku, Sumatera Selatan dan Yogyakarta. Berdasarkan permasalahan tersebut, penulis mempunyai alternatif yaitu dengan memanfaatkan limbah tepung tapioka yang selama ini merugikan masyarakat, khususnya di daerah PATI Jawa Tengah, sebagai bahan baku pembuatan biogas, serta menawarkan solusi atas pencemaran lingkungan dan krisis energi. B. Ruang Lingkup Proses pembuatan biogas dengan bahan baku limbah industri tapioka pada dasarnya sama dengan pembuatan biogas berbahan organik lainnya seperti dari kotoran ternak, limbah tahu,dll. Pemanfaatan limbah tapioka menjadi bahan baku pembuatan biogas merupakan salah satu solusi untuk mengatasi pencemaran lingkungan di daerah-daerah penghasil tepung tapioka, khususnya di Pati. Selain itu juga sebagai alternatif dalam mengatasi krisis energi yang terjadi saat ini. C. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dikaji dalam karya tulis ini adalah : 1. Bagaimana cara pembuatan biogas dengan bahan baku limbah tepung tapioka? 2. Apakah pembuatan biogas dengan bahan baku limbah tepung tapioka dapat memberikan solusi pencemaran lingkungan dan krisis energi? KAJIAN PUSTAKA A. Krisis Energi Krisis energi, kelangkaan dan kenaikan harga BBM adalah sebuah fenomena yang berdampak pada masalah ekonomi di Indonesia. Banyak energi dari alam yang terkuras khusunya BBM yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui akibat penyalahgunaan dari masyarakat. Penggunaan energi yang berlebihan tanpa adanya pelestarian yang seimbang inilah yang menjadi sebab utama terjadinya krisis energi. Permintaan masyarakat terhadap BBM yang terus meningkat dengan harga yang tidak stabil antara permintaan dan penawaran. Dengan adanya ketidak- stabilan tersebut mengakibatkan peningkatan harga minyak yang terus-menerus hingga saat ini. Kebutuhan kita akan energi semakin meningkat namun ketersediaan energi semakin menipis. Hal ini menyebabkan ketahanan energi mengancam kita. Sehingga banyak terjadi kekurangan energi di manamana. Ketahanan energi dapat terpenuhi apabila kebutuhan di mayarakat terhadap jumlah energi adalah seimbang. Salah satu jalan untuk melakukan penghematan BBM adalah dengan mencari sumber energi alternatif terutama yang dapat diperbarui. Sebagai contoh, potensi sumber daya alam yang dapat dikembangkan menjadi sumber energi adalah batu bara, panas bumi, aliran sungai, angin, matahari, sampah serta sumber-sumber lain yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti pohon jarak, dan energi biogas. B. Limbah Industri Tapioka Industri tepung tapioka merupakan salah satu industri yang menghasilkan limbah pada proses
produksinya. Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ketela pohon dan merupakan salah satu bahan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dll. Untuk memenuhi kebutuhan industri tersebut, pastinya produksi tepung tapioka juga akan meningkat. Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya yaitu berupa kotoran dan kulit dan pada waktu pemrosesan yang berupa ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Penanganan yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari udara. Penulis mempunyai alternatif dalam penanganan limbah tepung tapioka yaitu sebagi bahan utama pembuatan biogas. C. Biogas Sejarah penemuan proses anaerobik digestion untuk menghasilkan biogas tersebar di benua Eropa. Tahun 1884 Pasteour melakukan penelitian tentang biogas menggunakan kotoran hewan. Penelitian Pasteour menjadi landasan untuk penelitian biogas hingga saat ini. Biogas memberikan solusi terhadap masalah penyediaan energi dengan murah dan tidak mencemari lingkungan. Biogas merupakan sebuah proses produksi gas bio dari material organik dengan bantuan bakteri. Proses degradasi material organik ini tanpa melibatkan oksigen disebut anaerobik digestion. Gas yang dihasilkan sebagian besar (lebih 50 % ) berupa metana. material organik yang terkumpul pada digester (reaktor) akan diuraiakan menjadi dua tahap dengan bantuan dua jenis bakteri. Tahap pertama material orgranik akan didegradasi menjadi asam dan asidifikasi. Hidrolisis yaitu asam lemah dengan bantuan bakteri pembentuk asam. Bakteri ini akan menguraikan sampah pada tingkat hidrolisis penguraian senyawa kompleks atau senyawa rantai panjang seperti lemak, protein, karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Sedangkan asifdifikasi yaitu pembentukan asam dari senyawa sederhana. Saat ini, banyak negara maju meningkatkan penggunaan biogas yang dihasilkan baik dari limbah cair maupun limbah padat atau yang dihasilkan dari sistem pengolahan biologi mekanis pada tempat pengolahan limbah. Pemanfaatan biogas memegang peranan penting dalam manajemen limbah karena metana merupakan gas rumah kaca yang lebih berbahaya dalam pemanasan global bila dibandingkan dengan karbon dioksida. Karbon dalam biogas merupakan karbon yang diambil dari atmosfer oleh fotosintesis tanaman, sehingga bila dilepaskan lagi ke atmosfer tidak akan menambah jumlah karbon di atmosfer bila dibandingkan dengan pembakaran bahan bakar. Pemanfaatan limbah tahu untuk pembuatan biogas sudah banyak digunakan oleh pabrik yang memproduksi makanan tah. Pada dasarnya, bahan protein seperti kedelai kaya akan gas. Setiap protein melalui metabolisme alam akan menghasilkan gas. Sama halnya dengan biogas dengan memanfaatkan kotoran ternak. Prinsip kerja biogas limbah tahu mirip dengan biogas dari kotoran ternak. Limbah ditampung hingga mengeluarkan gas methan. PEMBAHASAN A. Mengatasi Limbah Tapioka Tapioka adalah tepung dengan bahan baku ketela pohon dan merupakan salah satu bahan untuk keperluan industri makanan, industri farmasi, industri tekstil, industri perekat, dll. Limbah cair industri tapioka dihasilkan dari proses pembuatan, baik dari pencucian bahan baku sampai pada proses pemisahan pati dari airnya atau proses pengendapan. Sedangkan limbah padat berasal dari proses pengupasan ketela pohon dari kulitnya, yaitu berupa kotoran dan kulit pada waktu pemrosesan yang berupa ampas yang sebagian besar berupa serat dan pati. Penanganan yang kurang tepat terhadap hasil buangan padat dan cair akan menghasilkan gas yang dapat mencemari udara.
Bahaya limbah industri tapioka apabila tidak diolah dengan baik dan benar dapat menimbulkan berbagai masalah yaitu penyakit gatal-gatal, timbul bau yang tidak sedap, air limbah bila masuk kedalam tambak akan merusak tambak sehingga ikan mati. Mencemari air sungai yang berada disekitar industri. Didalam kegiatan pengendalian pencemaran limbah, tidak hanya dilakukan pengolahan limbah saja, namun kegiatan untuk mengurangi jumlah limbah yang keluar dari industri juga merupakan suatu langkah yang akan membantu menurunkan beban pencemaran. Penanganan limbah tersebut sudah harus dimulai dari tahap pemilihan bahan baku hingga akhir proses produksi, disamping itu juga pengendalian dampak setelah proses produksi. Maka dibutuhkan informasi pemilihan bahan baku yang bersih dari bahan pencemar, teknologi proses yang bersih yang mampu menghasilkan limbah yang sedikit, efisiensi energi dalam proses, serta didukung teknologi daur ulang bahan buangan dan penanganan limbah yang sangat diperlukan. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam penanganan limbah tepung tapioka adalah dengan metode pembuatan biogas. Biogas adalah gas yang dihasilkan oleh aktifitas anaerobik atau fermentasi dari bahan-bahan organik termasuk diantaranya; kotoran manusia dan hewan, limbah domestik (rumah tangga), sampah biodegradable. Kandungan utama dalam biogas adalah metana dan karbon dioksida. Komposisi biogas bervariasi tergantung dengan asal proses anaerobik yang terjadi. Gas landfill memiliki konsentrasi metana sekitar 50.Berikut ini komposisi biogas : Komponen Rumus Kimia Jumlah Metana (CH4) 55%-75% Karbon dioksida (CO2) 25-45% Nitrogen (N2) 3%-5% Hidrogen (H2) 0%-1% Hidrogen sulfida (H2S) 0%-3% Oksigen (O2) 0.1%-0.5% Karbon Monoksida (CO) 0.1% Biogas sebagian besar mengandung gs metana (CH4) dan karbon dioksida (CO2) , dan beberapa kandungan yang jumlahnya kecil diantaranya hydrogen sulfida (H2S) dan hydrogen (H2), serta nitrogen yang kandungannya sangat kecil. Biogas di olah dengan teknologi fermentasi dan filterisasi. Biogas sendiri memberikan perlawanan terhadap efek rumah kaca melalui 3 cara. Pertama, biogas memberikan pengganti dari bahan bakar fosil untuk penerangan, kelistrikan, memasak dan pemanasan. Kedua, Methana (CH4) yang dihasilkan secara alami oleh limbah tapioka yang menumpuk merupakan gas penyumbang terbesar pada efek rumah kaca, bahkan lebih besar dibandingkan CO2. Pembakaran Methana pada Biogas mengubahnya menjadi CO2 sehingga mengurangi jumlah Methana di udara. Ketiga, dengan lestarinya hutan, maka CO2 yang ada di udara akan diserap oleh hutan yang menghasilkan Oksigen yang melawan efek rumah kaca. Prinsip kerja pembentukan biogas adalah pengumpulan limbah tapioka ke dalam suatu tamgki kedap udara yang disebut digester (pencerna). Di dalam digester tersebut, limbah tapioka dicerna dan difermentasi oleh bakteri yang menghasilkan gas methan serta gas-gas lain seperti pada tabel diatas. Gas yang timbul dari proses ini ditampung di dalam digester. Penumpukan produksi gas akan menimbulkan tekanan sehingga dapat disalurkan ke rumah dengan pipa. Gas yang dihasilkan tersebut dapat dipakai untuk memasak dengan menggunakan kompor gas atau untuk penerangan dengan mengubah lampu petromaks sesuai dengan bahan baker gas tadi. Gas yang dihasilkan ini sangat baik untuk pembakaran karena
mampu menghasilkan panas yang cukup tinggi, apinya berwarna biru, tidak berbau dan tidak berasap. B. Instalasi Biogas Instalasi yang digunakan untuk membuat biogas harus tidak bocor dan dapat dibuat dari logam, fiber glass, beton dll. Instalasi biogas yang sederhana dapat dibuat dari drum bekas minyak tanah / oli atau drum lainnya yang kuat, tebal dan tidak bocor. Cara lain adalah dengan membuat instalasi dengan lubang atau sumur di dalam tanah. Model instalasi biogas ada dua macam berdasarkan letak bak penampungnya, yaitu bak diatas digester dan bak penampung terpisah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat berbagai model instalasi biogas berikut ini : Instalasi Biogas Tipe China Instalasi biogas tipe China ini mempunyai dua bentuk, yakni bentuk sederhana (konvensional) dan bentuk modern seperti yang terlihat pada gambar 1 dan gambar 2 berikut ini. http://cakapsains.blogspot.com/2010/10/pemanfaatan-limbah-tapioka-sebagai_14.html Dian Norma Aprillia
MENINGKATKAN NILAI GIZI ONGGOK / AMPAS KETELA Onggok merupakan hasil samping dari pembuatan tapioka ubikayu. Karena kandungan proteinnya rendah (kurang dari 5%), limbah tersebut belum dimanfaatkan orang. Namun dengan teknik fermentasi, kandungan proteinnya dapat ditingkatkan. Sehingga onggokyang terfermentasi, dapat digunakan sebagai bahan baku pakan unggas. Ketersediaan onggok terus meningkat sejalan dengan meningkatnya produksi tapioka.Hal ini diindikasikan dengan semakin meluasnya areal p enanaman dan produksi ubikayu. Produksi ubikayu mengalami peningkatan dari 13,3 juta ton pada tahun 1990 menjadi 19,4 juta ton pada tahun 1995. Setiap ton ubikayu dapat dihasilkan 250 kg tepung tapioka dan 114 kg onggok. Dan onggok ini merupakan limbah pertanian yang sering menimbulkan masalah lingkungan, karena berpotensi sebagai polutan di daerah sekitar pabrik. Penggunaan onggok untuk bahan baku penyusunan pakan ternak masih sangat terbatas, terutama untuk hewan monogastrik. Hal ini disebabkan kandungan proteinnya yang rendah disertai d engan kandungan serat kasarnya yang tinggi (lebih dari 35%). Dengan proses bioteknologi dengan teknik fermentasi dapat meningkatkan mutu gizi dari bahan-bahan yang bermutu rendah. Misalnya, produk fermentasi dari umbi ubikayu (Cassapro/ Cassava protein tinggi), memiliki kandungan protein 18-24%, lebih tinggi dari bahan asalnya ubikayu, yang hanya mencapai 3%. Demikian juga, onggok terfermentasi juga memiliki kandungan protein tinggi yakni 18% dan dap at digunakan sebagai bahan baku ransum ayam ras pedaging. Onggok Terfermentasi Salah satu teknologi altematif untuk dapat memanfaatkan onggok sebagai bahan b aku pakan ternak adalah dengan cara mengubahnya menjadi produk yang berkualitas, yaitu melalui p roses fermentasi. Proses tersebut dapat dilakukan secara semi padat dengan menggunakan kapang Aspergillus niger sebagai inokulum, ditambah campuran urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen anorganik. Menurut Supriyati (2003), sebelum difermentasi onggok tersebut harus dikeringkan terlebih dahulu, sampai kadar airnya maksimal 20% dan selanjutnya digiling. Untuk setiap 10 kg bahan baku pakan dibutuhkan 80 gram kapang A. niger dan 584,4 gram campuran mineral anorganik. Sedang untuk preparasinya adalah sebagai berikut: 10 kg onggok kering giling dimasukkan ke dalam baskom besar (ukuran 50 kg). Selanjutnya ditambah 584,4 gram campuran mineral dan diaduk sampai rata. Kemudian ditambah air hangat sebanyak delapan liter, diaduk rata dan dibiarkan selama beberapa menit. Setelah agak dingin ditambahkan 80 gram A. niger dan diaduk kembali. Setelah rata dipindahkan ke dalam baki plastik dan ditutup. Fermentasi berlangsung selama empat hari. Setelah terbentuk miselium yang terlihat seperti fermentasi tempe, maka onggok terfermentasi dipotong- potong, diremas-remas dan dikeringkan dalam oven pada suhu 60 derajat C dan selanjutnya digiling. Setelah dianalisa kandungan nutriennya, antara onggok dan on ggok terfermentasi berbeda. Yaitu, kandungan protein kasar dan protein sejati, masing-masing meningkat dari 2,2 menjadi 25,6 dan 18,4%. Sedang karbohidratnya menurun dari 51,8 menjadi 36,2% (Tabel1). Hal ini terjadi karena selama fermentasi, kapang A. ni ger menggunakan zat gizi (terutama karbohidrat) untuk pertumbuhannya. Dan kandungan protein meningkat dari 2,2 menjadi 18,4%, dengan menggunakan urea dan ammonium sulfat sebagai sumber nitrogen. Aman untuk Unggas Penggunaan onggok fermentasi sampai dengan 10% dalam formulasi pakan ayam pedaging masih aman dan tidak menimbulkan dampak negatif. Artinya aman untuk dikonsumsi oleh ayam. Pada percobaan di Balai
Penelitian Ternak (Balitnak), digunakan 144 ekor ayam pedaging umur tiga h ari, dibagi menjadi tiga kelompok perlakuan. Masing-masing perlakuan (P1, P2 dan P3) diberi formula pakan dengan tiga tingkatan onggok terfermentasi yang berbeda. Yaitu, P1: 0% (kontrol), P2: 5,0% dan P3: 10,0% (onggok terfermentasi) dalam pakan. Namun kandungan protein kasar dari ransum tersebut telah diperhitungkan dan untuk tiap-tiap formula adalah sebagai berikut: P1: 20,7%, P2: 21,04% dan P3: 21,05%. Percobaan dilakukan selama empat minggu. Dari uji biologis tersebut menunjukkan bahwa, kinerja ayam pada semua kelompok,selama percobaan cukup baik dan tidak dijumpai adanya kematian ayam. Sedang pertambahan bobot badan dari kelompok ayam yang memperoleh pakan onggok terfermentasi 10% (P3) sebesar 960 gram. Dan ini tidak berbeda nyata dengan kelompok ayam P2 (5% onggok terfermentasi). Pada kedua pertakuan (P2 dan P3), juga tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol (0% onggok terfermentasi), yang mempunyai bobot hidup sebesar 988 gram. Konsumsi pakan juga tidak berbeda antar perlakuan dan selama perlakuan konsumsi pada kel. P1, P2 dan P3, masing-masing adalah 1882, 1912 dan 1869 gram. Sedang untuk nilai konversi pakan adalah 1,90 untuk semua perlakuan. Dengan demikian, maka onggok terfermentasi sampai dengan 10% dapat digunakan dalam formulasi pakan ayam pedaging. Dan terhadap persentase bobot karkas, bobot hati dan rempela juga tidak ada perbedaan yang nyata. Namun, pemberian lebih tinggi dari 10%, perlu pengkajian lebih lanjut. Sebab pada penelitian sebelumnya pernah dilaporkan bahwa, penggunaan cassapro ubikayu, lebih dari 10% dapat menimbulkan dampak negatif, baik terhadap pertambahan b obot badan maupun konversi pakan. Dari uraian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa, mutu onggok dapat ditingkatkan sebagai bahan baku pakan sumber protein, yang pemanfaatannya dapat dikembangkan pada tingkat peternak. Bila ditinjau dari a spek kandungan proteinnya, maka kemungkinan ke depan, penggunaan onggok terfermentasi untuk pakan unggas memiliki prospek yang baik dan diharapkan dapat menggantikan jagung/dedak atau polard.
http://fungisidaorganik.blogspot.com/2011/07/meningkatkan-nilai-gizi-onggok-ampas.html