MAKALAH MANAJEMEN TERNAK PERAH
P akan Co C omplete lete Fe F eed untuk Sap S apii P er ah
“
”
Disusun oleh : Kelas F Kelompok 4
Debby Margarettha
200110150028
Dimas Prasetyo Singgih
200110150145
Rizky Nur Faidzan
200110150154
Ibnu Ubaidillah
200110150165
Muhammad Izzuddin
200110150295
Rizky Dwiputra
200110150304
FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG 2017
I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Perkembangan populasi sapi perah di Indonesia cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Konsekuensinya adalah semakin sulitnya memperoleh pakan sumber hijauan utamanya di musim kemarau. Produksi susu menurun drastis selama musim kemarau, karena rumput gajah yang menjadi sumber utama pakan hijauan tidak terpenuhi sesuai kebutuhan. Peternak hanya menggunakan limbah jerami padi atau jerami jagung sebagai sumber hijauan tanpa adanya pengolahan. Pakan sapi perah pada dasarnya dibedakan menjadi dua yaitu pakan kasar dan pakan konsentrat. Pakan kasar dapat berupa rumput, leguminosa, jerami dan limbah pertanian atau perkebunan, sedangkan pakan konsentrat umumnya berupa campuran bahan pakan sumber energi dan protein dengan kandungan protein > 18% dan SK < 18%. Olehnya itu, perlu ada solusi untuk mengganti rumput sebagai sumber serat atau pakan utama. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan memanfaatkan teknologi pakan komplit berbahan baku lokal. Pemberian ransum lebih efisien karena pakan komplit adalah makanan lengkap yang telah mengandung sumber serat, energi, protein dan semua nutrien yang dibutuhkan untuk mendukung kinerja produksi dan reproduksi ternak.
1.2.
Identifikasi Masalah
1. Bagaimana kebutuhan nutrisi complete feed pada sapi perah yang sedang laktasi? 2. Bagaimana komposisi pakan komplit yang sesuai dengan kebutuhan? 3. Bagaimana proses pembuatan dan penyediaan pakan komplit? 4. Bagaimana manajemen pemberian complete feed pada sapi pedet, dara, dan laktasi? 1.3.
Maksud dan Tujuan
1. Mengetahui dan memahami kebutuhan nutrisi complete feed pada sapi perah yang sedang laktasi. 2. Mengetahui dan memahami komposisi pakan komplit yang sesuai dengan kebutuhan. 3. Mengetahui dan memahami cara pembuatan dan penyediaan pakan komplit. 4. Mengetahui dan memahami manajemen pemberian complete feed pada sapi pedet, dara, dan laktasi.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Pakan Komplit ( Complete Feed )
Dalam teknologi pakan ternak kini dikembangkan sebuah inovasi produk yang baru yaitu pakan lengkap (complete feeds), secara umum complete feed adalah suatu teknologi formulasi pakan yang mencampur semua bahan pakan yang terdiri dari hijauan (limbah pertanian) dan konsentrat yang dicampur menjadi satu tanpa atau hanya dengan sedikit tambahan rumput segar yang mempunyai nilai nutrisi lebih lengkap dan lebih tinggi dibanding dengan bahan pakan asalnya. Menurut Pamuji (2012) pakan komplit adalah ransum berimbang yang telah lengkap untuk memenuhi kebutuhan nutrisi ternak, baik untuk pertumbuhan, perawatan jaringan maupun produksi. Pakan lengkap (complete feeds) merupakan sistem pemberian pakan dalam bentuk tunggal yang dapat dibuat dengan proses pelleting, yaitu proses pencampuran atau penggabungan beberapa bahan pakan melalui proses mekanik dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, menghindari seleksi pakan oleh ternak serta memudahkan pemberian pakan di lapangan (Owens, 1979). Ruminansia mempunyai sifat seleksi terhadap bahan pakan yang tersedia dan tidak ada kontrol terhadap kemungkinan akibat buruk suatu bahan pakan (Parakkasi, 1995). Pemberian pakan komplit pada ternak sapi potong diharapkan mampu mencukupi kebutuhan nutrisi ternak. Hartadi, dkk (1997) menyatakan bahwa pakan komplit adalah makanan yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat
fisiologi tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan mampu merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau substansi lain. Pakan komplit dapat dibuat dengan pelleting atau proses aglomerasi (penggabungan) beberapa bahan pakan melalui proses mekanik dengan tujuan untuk meningkatkan nilai nutrisi, palatabilitas, efisiensi pakan, serta memudahkan pemberian pakan di lapangan. 2.2.
Komposisi Pakan Komplit
Penyusunan pakan komplit dan konsentrat bahan pakan
yang digunakan
berasal dari limbah pertanian dan agro-industri yang dapat dikelompokkan ke dalam : 1. Bahan pakan sumber protein, yakni bungkil kacang, bungkil kelapa, ampas kecap, tepung ikan dan bungkil sawit. 2. Bahan pakan sumber energi, yakni polar, dedak kasar/halus, molases, limbah beras, minyak goreng, kulit coklat, suplemen konsentrat, onggok, pokphan dan kulit kacang. 3. Bahan pakan sumber mineral dan suplemen probiotik Dalam menyusun ransum, penggunaan bahan pakan berkisar 20-25%
sumber
protein
dengan komposisi sumber protein nabati 10-20% dan sumber
protein hewani 3-10%, sedangkan untuk bahan makanan sumber energi dalam ransum dapat menyusun 50-75% dan untuk mix mineral dalam ransum sebanyak 5% ( Kamal, 1990). Pakan komplit buatan,
bahan pakan sumber protein menyusun sebesar
29,4%, dengan sumber protein nabati 26,4% dan sumber protein hewani 3%, bahan makanan sumber energi sebesar 41,9%. Apabila pucuk tebu dianggap sebagai
pakan sumber energi maka
pakan
sumber energi menyumbang sebesar 67,9%
dan mix mineral hanya menyusun sebesar 2,7%. Dengan demikian proporsi bahan pakan sumber protein terlalu tinggi dan proporsi bahan makanan sumber energi dan mix mineral terlalu rendah. Namun apabila pucuk tebu hanya dianggap sebagai sumber serat, pakan sumber energi tersebut
masih
kurang.
Susunan ransum
tersebut dirasa kurang efisien dan efektif untuk sapi perah laktasi. Untuk konsentrat bahan pakan sumber protein nabati menyusun sebesar 33,6%, sumber hewani 0,6%, sumber energi 63,9% dan suplemen 1,99% (E. Pangestu, dkk, 2003). 2.3.
Bahan Pembuatan Pakan Komplit
Bahan untuk pembuatan complete feed adalah segala macam hijauan dan bahan dari tumbuhan lainnya yang disukai oleh ternak seperti ; rumput, sorghum, jagung, biji-bijian kecil, tongkol gandum, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nanas dll (KTT Kambing Petramas, 2011). • Bahan pakan berserat : rumput hijauan, jerami jagung, jerami jagung, klabot jagung, janggel jagung, kulit singkong, kulit kacang, brangksan kacang hijau. • Pakan Kosentrat : bahan pakan yang bermutu tinggi atau berproten tinggi. Baik dari satu bahan pakan atau lebih. Contohnya adalah Dedak padi, bekatul, ampas tahu, pollard atau dedak gandum, dedak jagung, bunkil sawit, dll atau pun pakan kosentrat yang dijual dipasaran. • Bahan suplemen : garam dapur, molasses atau tetes tebu, urea, dan probiotik yang sering kita temui di pasaran contohnya : starbio, probion, EM4, ragi tape jerami, SOC HCS, Probiotik Tangguh Nasa, Biofad, Probion, dll.
• Peralatan : Alat atau mesin pencacah/chopper, bak penampung sebagai tempat fermentasi, missal, silo, kantong plastic kedap udara, dlll. Terpal, gayung, kayu atau bamboo, sekop sebagai pengaduk. 2.4.
Proses Pembuatan Pakan Komplit
a. Bahan pakan sumber serat dicacah dengan chopper/mesin pencacah, kemudian diletakkan diatas terpal, hasil cacahan yang kecil akan semakin baik, karena saat pencampuran akan homogen (mudah tercampur dengan merata). b. Di atas cacahan pakan serat, ditambahkan konsentrat sebagai protein tinggi. tambahkan garam dapur dalam air secukupnya, tambahkan urea dengan air secukupnya. Setelah garam dapur dan urea telah larut. Kemudian baru ditambahkan molasses atau tetes tebu dan probiotik. Jika diperlukan agar dapat menambahkan air seperlunya. c. Semprotkan/percikan larutan garam dapur, urea, tetes tebu, dan probitiok di atas hamparan bahan pakan berserat. Kemudian diaduk-aduk rata dan bila diperlukan menambahkan air kembali, sehingga kandungan air mencapai 60%. Takarannya jika dipegang/dikepal bahan pakan basah di tangan, tapi air tidak menetes. d. Kemudian masukkan bahan pakan ternak tersebu dalam silo, atau tempat lainnya, ditekan agar padat, tidak ada udara(anaerob). Kemudian ditutup rapat selama 3 minggu.
e. Pakan komplit ini, bisa diberikan dan digunakan sesudah tiga hari proses fermentasi berlangsung, asalkan sesudah kita mengambil untuk diberi ke ternak harus ditutup rapat kembali. f. Sesudah proses fermentasi sekitar 3(tiga) minggu tersebut, pakan lengkap tersebut dapat disimpan dalam kondisi terbuka namun sebelumnya harus diangin-anginkan terlebih hingga kering. 2.5.
Keunggulan Complete F eeds
(1)
Peternak
tidak
harus
lagi
membanting
tulang
untuk
mencari
rumput(ngarit) setiap hari, sebab dengan fermentasi, pakan komplit dapat bertahan dan simpan lama sebagai cadangan pakan pada saat musim kemarau. (2) Kita tidak perlu lagi memperkajakan banyak tenaga kerja, hanya dengan satu orang, mampu memelihara kambing atau domba lebih kurang sekitar 200 ekor, begitu juga dengan sapi yang dapat dipelihara oleh 1 orang dengan jumlah 20 ekor. (3) Tentunnya kualitas pakan ternak terjamin dengahn nutrisi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan ternak.
III PEMBAHASAN
3.1.
Kebutuhan Nutrisi Pakan komplit Pada Sapi Laktasi
Menurut Hartadi, dkk (1997) menyatakan bahwa pakan komplit adalah makanan yang cukup gizi untuk ternak tertentu, di dalam tingkat fisiologi tertentu, dibentuk atau dicampur untuk diberikan sebagai satu-satunya makanan dan mampu merawat hidup pokok atau produksi (atau keduanya) tanpa tambahan atau substansi lain. Sehingga pakan komplit itu ialah kombinasi dari hijauan dan konsentrat yang sedemikian rupa diproses untuk menghasilkan produk pakan yang memiliki nilai nutrisi tinggi dan baik bagi dikonsumsi ternak. Pada sapi perah awal laktasi biasanya berkisar pada 100 hari pertama. Pada masa ini sapi perah akan sedikit mengalami penurunan konsumsi pakan yang berakibat terjadi penurunan bobot badan sapi. Hal ini karena daya adaptasi sapi perah yang masih melakukan adaptasi dari periose dara ke periode laktasi dengan perbedaan yang signifikan. Pada masa laktasi, sapi perah dikawinkan untuk dapat memproduksi susu pasca partus pertama sapi. Sapi perah akan dapat memproduksi susu jika telah kawin dan melahirkan pedet. Pemberian ransum pada sapi laktasi biasanya mengacu pada kebutuhan protein (CP) dan energy (net energy). Akan tetapi untuk mendapatkan produksi maksimal, pemberian ransum harus seimbang effective fiber, non-structural carbohydrates, ruminal undegraded protein, soluble protein-nya.
Pada masa awal laktasi, pemberian hijauan minimal 40% dari total DM . dengan panjang partikel hijauan minimal 2.6 cm agar pengunyahan (produksi saliva) maksimal. Hijauan yang diberikan pun harus berkualitas bagus untuk meningkatkan DM intake. Penambahan konsentrat peda pakan antara 0.5-0.7 kg/hari selama dua minggu pertama laktasi, jangan sampai kebanyakan hal ini untuk menghindari permasalahan pencernaan seperti asidosis, dan penurunan intake. Protein sangat penting pada awal laktasi. Jadi pada masa awal laktasi rekomendasi pemberian protein 17-19% pada ransum. Jika menggunakan pakan komplit pakan hijauan tersebut dapat di kombinasi bias dalam bentuk pelleting, mash, dan lain sebagainya. Menurut McDonald (2002) menyatakan periode pertengahan laktasi adalah periode dari 100 hari sampai 200 setelah melahirkan anak. Fase Pada periode ini sapi akan mengalami puncak produksi (8-10 minggu setelah kelahiran) sapi juga mengalami puncak DM intake sehingga tidak mengalami penurunan bobot badan. Kebutuhan protein pada masa pertengahan laktasi lebih rendah dibandingkan dengan masa awal laktasi. Oleh karena itu kandungan protein dalam ransum antara 15-16% (PK). Rata-rata sapi pada periode ini menghasilkan susu 200-225 kg dari seluruh masa laktasi sebelumya. Kunci dari periode pertengahan laktasi ini adalah memaksimalkan DM intake. Pada periode ini sapi dituntunt untuk diberi pakan dengan kualitas hijauan yang tinggi (minimal 40-45% DM pada ransum) dan tingkat efektifitas serat hampir sama dengan masa awal laktasi. Pemberian konsentrat jangan sampai melebih 2.3 % bobot badan dan sumber non-hijauan lainya. Menurut McDonald (2002) menyatakan periode akhir laktasi dimulai 200 hari setelah melahirkan dan diakhiri pada saat masa kering sapi. Sapi akan mengalami
peningkatan bobot badan, hal ini untuk mengganti jaringan yang hilang (BB) pada saat periode awal laktasi. Pakan hijauan yang diberikan 50-60% sedangkan konsentrat jangan melebihi 2.5%.
3.2.
Komposisi Pakan Komplit Sesuai Kebutuhan
Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah, yaitu pemberian pakan. Seekor sapi perah yang daya produksi susunya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup, baik kualitas maupun jumlah, tidak akan dapat menghasilkan air susu sesuai kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah,
mengakibatkan
penurunan
produksi,
gangguan
kesehatan,
bahkan
dapat
menyebabkan kematian. Untuk mencegah timbul kerugian, pemberian pakan harus diperhitungkan dengan cermat. Pemberian pakan harus dilakukan secara efisien. Bahan pakan kasar merupakan makanan utama untuk sapi perah yang terdiri dari rumput dan hijauan. Bahan pakan tersebut mengandung kadar serat kasar yang tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi dalam ransum, mengakibatkan ransum tersebut sulit dicerna. Tetapi sebaliknya kadar serat kasar terlalu rendah, menyebabkan gangguan pencernaan pada sapi perah. Oleh karena itu, kebutuhan minimum serat kasar dalam ransum sapi perah sapi dara dan sapi jantan dewasa15% dari kebutuhan bahan kering bahan kering. Sedangkan untuk sapi betina dewasa yang sedang laktasi dan kering kandang, kadar serat kasar dalam ransum minumum 17% dari kebutuhan bahan kering. Bila kadar serat kasar pada ransum sapi betina laksatasi kurang dari 17%, kadar lemak yang dihasilkan lebih rendah dari normal (Eriawan Bekti, 2010). Bahan pakan konsentrat merupakan pakan mengandung serat kasar rendah dan bersifat mudah dicerna, misalnya dedak, bungkil kedelai, bungkil kacang tanah, jagung, kedelai. Zat-zat makan yang tidak dapat dipenuhi oleh rumput dan hijauan untuk memenuhi kebutuhan zat makanan sapi perah, dilengkapi oleh zat-zat makanan yang berasal dari pakan konsentrat. •
Energi Semua mahluk hidup, memerlukan energi untuk kelangsungan hidup dan
produksi. Pada ternak muda, kekurangan energi menyebabkan menghambat pertumbuhan dan menunda dewasa kelamin, sedangkan pada sapi sedang laktasi, dapat menurunkan bobot badan sehingga kurus. Kekurangan energi lebih lanjut pada
sapi lakstasi, menekan fungsi reproduksi sehingga sapi tidak dapat menghasilkan anak. •
Protein Protein merupakan zat makanan yang penting untuk proses hidup di dalam
tubuh. Protein terdiri dari asam amino dan membentuk sel-sel tubuh dan organ didalam tubuh hewan, seperti: jantung, otak tulang, urat daging dan lain-lain. Protein diperlukan untuk mempertahankan pertumbuhan, reproduksi dan produksi air susu. Kekungan protein dalam makanan sapi perah, akan memperlambat laju pertumbuhan janin (fetus) dan anak sapi (pedet), sehingga menghasilkan anak sapi yang kecil pada waktu lahir dan menghambat pertumbuhan sapi muda. Pada sapi perah dewasa, kekurangan protein dalam makanan, akan menurunkan produksi air susu, sedangkan kekeurangan protein yang parah, sapi menjadi kurus pada permulaan laktasi dan tidak dapat atau sulit menjadi gemuk pada akhir laktasi. 3.3.
Proses Pembuatan dan Penyediaan Pakan Komplit
Complete feed dibuat demi memenuhi kebutuhan ternak, complete feed dianggap cara yang paling mudah, efektif dan efisien karena dalam setiap kali pemberian complete feed kebutuhan ternak dapat terpenuhi. Complete feed dibuat dari limbah pertanian seperti kulit kacang, tumpi jagung, jerami kedelai, tetes tebu, kulit kakao, kulit kopi, ampas tebu, bungkil biji kapok, dedak padi, onggok kering dan bungkil kopra, pakan tersebut diformulasikan sedemikian rupa sehingga kebutuhan ternak terpenuhi (Agus, 2008). Komposisi complete feed harus memenuhi segala kebutuhan ternak oleh karena itu setiap nutrien
harus terkandung dalam complete feed. Bahan-bahan yang biasa digunakan untuk pembuatan complete feed antara lain : 1). Sumber SK (jerami, tongkol jagung, pucuk tebu) 2).Sumber energi (dedak padi, kulit kopi, kulit kakao tapioka, tetes) 3).Sumber protein (bungkil kedelai, bungkil kelapa, bungkil sawit, bungkil biji kapuk) 4). Sumber mineral (tepung tulang, garam dapur) Dalam penyediaannya complete feed dapat dibagi menjadi berbagai macam yaitu dapat berbentuk mash, pellet, fermentasi, dan tanpa fermentasi akan tetapi untuk ruminansia hanya disajikan dalam bentuk fermentasi dan tanpa fermentasi. Proses pembuatan complete adalah sebagai berikut : 1. Jerami padi dicacah ( semakin kecil semakin baik ), kemudian dihamparkan diatas terpal dan diatasnya ditabur dedak, ampas singkong dan diikuti mineral serta kalsit. 2. Buat Larutan Garam, Urea, Tetes Tebu ( Molases ) dan Probiotik ( EM 4 ) dengan air secukupnya. 3. Semprotkan / Percikkan larutan No. 2 keatas hamparan bahan No. 1, selanjutnya diaduk – aduk hingga merata dan bila perlu ditambah air hingga kadar air campuran mencapai 60 %. 4. Untuk mengukur Kadar Air , adonan dikepalkan ditangan bila tangan basah tapi air tidak menetes berarti takaran kadar air sudah cukup. 5. Masukkan adonan No. 3 kedalam drum plastik, dipadatkan dan tutup rapat ( tidak ada udara luar yang masuk ).
6. Pakan Komplit hasil fermentasi ini dapat digunakan setelah 3 hari proses fermentasi berlangsung. Proses
tersebut
merupakan
proses
fermentasi
untuk
complete
feed.
Dilakukannya proses fermentasi agar dapat disimpan lebih lama dan menambah palatabilitas ternak (Tillman, 1991). Proses yang tidak menggunakan proses fermentasi tidak perlu dimasukkan kedalam drum plastik karena pakan complete tersebut dapat langsung diberikan kepada ternak. Proses tanpa fermentasi biasanya dilakukan pada industri ternak sapi potong dengan tujuan penggemukan.Proses pembuatan complete feed pada peternakan rakyat biasanya dilakukan dengan metode burger feed yaitu dengan mencampurkan bahan pakan hijauan lalu diatasnya ditaruh konsentrat
dan
dilanjutkan
oleh
hijauan
lagi
hingga
dirasa
cukup
lalu
menghomogenkan campuran tersebut. 3.4.
Manajemen Pemberian Complete F eeds pada Sapi Pedet, Dara, dan Laktasi
3.4.1. Pedet
Satu fase yang paling penting dari produksi ternak perah adalah pemberian pakan dan manajemen pedet. Lebih dari 20% pedet mati sebelum sebelum mencapai umur dewasa. Dengan manajemen yang baik mortalitas dapat ditekan 3-5%. Banyak pedet mati karena kesalahan nutrisi, perkandangan dan manajemen yang tidak benar. Dengan pemberian pakan, manajemen dan sanitasi yang baik (Arizona Dairy) dapat menurunkan mortalitas hingga hanya 2,7% (1,4% pada waktu lahir dan selama 24 jam pertama, dan 1,3% setelah 24 jam). Ada 4 bahan pakan yang biasa dib erikan pada pedet, yaitu:
(a) Colostrum Colostrum perlu diberikan secepat mungkin setelah kelahiran (idealnya 15 menit atau dalam jangka waktu 4 jam) untuk proteksi terhadap penyakit. Kolostrum dapat diberikan langsung dari induk, botol, atau ember. Pemberian kolostrum dini diperlukan karena : (1) Pedet yang baru lahir tidak mempunyai antibodi sebagai proteksi terhadap pe-nyakit; (2) Kemampuan pedet untuk menyerap immunoglobulin (komponen proteksi penya-kit) berkurang setelah 2436 jam; dan (3) Pedet mudah terinfeksi dengan bakteri patogen segera setelah lahir. Kolostrum biasanya diberikan sekitar 6% dari bobot badan. Surplus kolostrum (kelebihan kolostrum) dapat dibekukan dan disimpan dalam jangka waktu 1 tahun atau lebih tanpa kehilangan nilai antibodinya. Dapat dicairkan, panaskan sekitar 100 F. Sour colostrum adalah surplus kolostrum yang disimpan dan difermentasi secara alami. Kolostrum terdiri dari bahan kering yang sepertiga lebih banyak dari susu atau reconstituted milk replacer, dan sangat mudah dicerna. Oleh karena itu, penyimpan-an untuk pemberian pakan selanjutnya sangat dianjurkan. Dapat diberikan secara segar; dapat dibekukan kemudian dicairkan sebelum diberikan; atau disimpan se-bagai sour colostrum. Encerkan hingga 25-50% bila akan diberikan pada pedet lain (bukan yang baru lahir) untuk mencegah overfeeding dan scours (diarrhae). (b) Susu Pemberian pakan dengan susu penuh (susu segar), pedet menerima sejumlah terbatas susu hingga disapih. Pedet disapih bila telah mengkonsumsi cukup banyak konsentrat. Metode ini merupakan yang terbaik ditinjau dari pertambahan
bobot badan (PBB) dan menimbulkan gangguan lambung yang terendah, tetapi susu merupakan makanan yang mahal. (c) Milk Replacer Milk replacer bervariasi dalam kualitas, pembeli perlu mempelajari labelnya. Yang terbaik terdiri dari: (1) minimal 20% protein, semua dari produk susu seperti skim milk, butter milk powder, casein, milk albumen dll. Bila protein dalam milk replacer berasal dari tumbuhan, perlu protein lebih dari 22%. Sebagian besar protein dianjurkan dari produk susu.; dan (b) lemak 10-20%. Milk replacer dapat diberikan pada hari ke tiga setelah dilahirkan atau segera setelah susu dapat dipasarkan. Ikuti cara yang ditetapkan oleh pabrik dalam mencampur milk replacer. Metode umum: 1 pound milk replacer ditambah dengan 9 pound air. (d) Calf Starter Calf starter merupakan campuran butiran yang secara khusus disiapkan untuk pedet. Jagung dan gandum biasanya merupakan komponen utama dari calf starter. Starter mengandung sumber protein tinggi plus mineral dan vitamin. Starter harus palatable supaya pedet dapat makan sesegera mungkin. Beberapa ada yang ditambah dengan molase supaya terasa manis. Pedet lebih menyukai bentuk yang kasar daripada yang digiling halus. Calf starter sebaiknya mengandung 16-18% protein dan 72-75% TDN untuk mencukupi zat-zat makanan esensial bagi pedet. Calf grower diberikan bila pedet berumur 6-8 minggu. Level (kandungan) protein disesuaikan dengan kualitas hijauan.
Hijauan berupa hay kualitas bagus dapat diberikan bila pedet berumur 2 minggu atau umur 5-10 hari. Silage (jagung) atau pastura jangan diberikan sebelum umur 3 bulan karena kandungan air yang tinggi yang dapat membatasi konsumsi dan pertumbuhan. 3.4.2. Sapi Dara
Antara disapih dan beranak (12 minggu sampai umur 2 tahun) nutrisi sapi dara sering tidak diperhatikan. Sebaiknya program manajemen pemberian pakan pada periode ini meliputi 3 fase yang berbeda, yaitu: a) Sejak disapih (12 minggu) hingga umur 1 tahun. Selama periode ini, sapi dara diberi makan hijauan free choice dan butiran/kon-sentrat terbatas. Jumlah dan kandungan protein dari konsentrat ditentukan oleh kualitas hijauan. Pastura dapat digunakan dengan baik dalam program pemberian pakan, sepanjang disuplementasi dengan grain mix, hijauan kering,dan mineral yang mencukupi (dapat diberikan dalam grain mix atau free choice). Perlu disediakan air bersih dan segar. Selama periode ini sapi dara jangan overfeeding dan terlalu gemuk. Kondisi yang berlebihan akan meng-hambat perkembangan jaringan sekretori ambing selama periode kritis (per-kembangan yang maksimal) antara umur 3-9 bulan dan menyebabkan produksi susu rendah. Overconditioning setelah umur 15 bulan tidak mempengaruhi jaringan sekretori ambing. b) Sapi dara, umur 1 tahun - 2 bulan sebelum beranak pada umur 2 tahun. Bila tersedia hijauan kualitas tinggi, dapat menjadi satu-satunya bahan pakan untuk sapi dara umur 1 tahun (tanpa konsentrat), dilengkapi dengan mineral mix yang
disediakan free choice (adlibitum). Sapi dara dapat tumbuh 0,8-0,9 kg/hari. Bila pertumbuhan tidak memuaskan dapat ditambahkan konsentrat. c) Dua bulan sebelum beranak – beranak. Pemberian pakan periode ini dapat mempengaruhi produksi susu selama laktasi pertama. Selama 2 bulan terakhir kebuntingan sapi dara akan bertambah bobot badannya sekitar 0,9 kg /hari, sedangkan pada awal kebuntingan 0,8 kg/hari. Sapi dara yang tumbuh dengan cepat pada waktu beranak, dan secara kontinyu tumbuh selama laktasi pertama akan menjadi penghasil susu yang lebih persisten 2 dibandingkan dengan sapi dara yang full-size pada saat beranak. Jumlah konsentrat yang diberikan sebelum beranak akan dipengarui oleh: kualitas hijauan, ukuran dan kondisi sapi dara. Sebagai patokan beri konsentrat 1% dari bobot badan mulai 6 minggu sebelum beranak. Ransum perlu cukup protein, mineral, dan vitamin. Kelebihan konsumsi garam akan menyebabkan bengkak ambing, perlu dicegah pada 2 minggu terakhir sebelum beranak. Sapi dara yang tumbuh dengan baik tidak akan menghadapi problem yang serius pada waktu beranak. Namun manajemen nutrisi dapat memudahkan saat beranak dalam 2 hal, yaitu: (1) ukuran pedet, dan (2) tingkat kegemukan induk. Sapi dara yang gemuk aka menghadapi insiden distokia yang lebih tinggi karena pembukaan pelvic yang kecil dan biasanya ukuran pedet yang lebih besar. Underfeeding atau sapi dara yang tumbuh jelek membutuhkan lebih banyak asisten saat beranak dan resiko kematian lebih tinggi. 3.4.3. Sapi Laktasi
Pemberian pakan secara individu pada sapi laktasi di kandang atau milking parlor berubah mengarah ke sistem pemberian pakan yang baru. Meskipun metode
yang lebih baru tidak seefektif pemberian secara individual, sistem ini lebih ekonomis daripada semua sapi diberi sejumlah konsentrat yang sama tanpa memperhatikan produksi susu. Di samping itu, ada penghematan tenaga kerja dan fasilitas. Yang paling baik perbaikan pemberian pakan mengkombinasikan "seni dan ilmu pemberian pakan". Ada empat fase pemberian pakan sapi laktasi: Fase 1, laktasi awal (early lactation), 0 - 70 hari setelah beranak. Selama periode ini, produksi susu meningkat dengan cepat, puncak produksi susu dicapai pada 4-6 minggu setelah beranak. Pada saat ini konsumsi pakan tidak dapat memenuhi kebutuhan zat-zat makanan (khususnya kebutuhan energi) untuk produksi susu, sehingga jaringan-jaringan tubuh dimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan. Selama fase ini, penyesuaian sapi terhadap ransum laktasi merupakan cara manajemen yang penting. Setelah beranak, konsentrat perlu ditingkatkan 1-1,5 lb per hari untuk memenuhi kebutuhan zat-zat makanan yang meningkat dan meminimisasi problem tidak mau makan dan asidosis. Namun perlu diingat, proporsi konsentrat yang berlebihan (lebih dari 60% BK ransum) dapat menyebabkan asidosis dan kadar lemak yang rendah. Tingkat serat kasar ransum tidak kurang dari 18% ADF, 28% NDF, dan hijauan harus menyediakan minimal 21% NDF dari total ransum. Bentuk fisik serat kasar juga penting, secara normal ruminasi dan pencernaan akan dipertahankan bila lebih dari 50% hijauan panjangnya 1” atau lebih. Kandungan protein merupakan hal yang kritis selama laktasi awal. Upaya untuk memenuhi atau melebihi kebutuhan PK selama periode ini membantu konsumsi pakan, dan penggunaan yang efisien dari jaringan tubuh yang dimobilisasi untuk produksi susu. Ransum dengan protein 19% atau lebih diharapkan dapat me-menuhi kebutuhan
selama fase ini. Tipe protein (protein yang dapat didegradasi atau tidak didegradasi) dan jumlah protein yang diberikan dipengaruhi oleh kandungan zat makanan ransum, metode pemberian pakan, dan produksi susu. Sebagai patokan, yang diikuti oleh banyak peternak (di luar negeri) memberikan 1 lb bungkil kedele atau protein suplemen yang ekivalen per 10 lb susu, di atas 50 lb susu. Bila zat makanan yang dibutuhkan saat laktasi awal ini tidak terpenuhi, produksi puncak akan rendah dan dapat menyebabkan ketosis. Produksi puncak rendah, dapat diduga produksi selama laktasi akan rendah. Bila konsumsi konsentrat terlalu cepat atau terlalu tinggi dapat menyebabkan tidak mau makan, acidosis, dan displaced abomasum. Untuk meningkatkan konsumsi zat-zat makanan: (a) Beri hijauan kualitas tinggi, (b) Protein ransum cukup, (c) Tingkatkan konsumsi konsentrat pada kecepatan yang konstan setelah beranak, (d) Tambahkan 1,0-1,5 lb lemak/ekor/hari dalam ransum, (e) Pemberian pakan yang konstan, dan (f) Minimalkan stress. Fase 2, konsumsi BK puncak, 10 minggu kedua setelah beranak. Selama fase ini, sapi diberi makan untuk mempertahankan produksi susu puncak selama mungkin. Konsumsi pakan mendekati maksimal sehingga dapat me-nyediakan zat-zat makanan yang dibutuhkan. Sapi dapat mempertahankan bobot badan atau sedikit meningkat. Konsumsi konsentrat dapat banyak, tetapi jangan melebihi 2,3% bobot badan (dasar BK). Kualitas hijauan tinggi perlu disediakan, minimal konsumsi 1,5% dari bobot
badan (berbasis BK) untuk mempertahankan fungsi rumen dan kadar lemak susu yang normal. Untuk meningkatkan konsumsi pakan: (a) beri hijauan dan konsentrat tiga kali atau lebih sehari, (b) beri bahan pakan kualitas tinggi, (c) batasi urea 0,2 lb/sapi/hari, (d) minimalkan stress, (e) gunakan TMR (total mix ration). Problem yang potensial pada fase 2, antara lain: (1) produksi susu turun dengan cepat, (2) kadar lemak rendah, (3) periode silent heat (berahi tidak terdeteksi), (4) ketosis. Fase 3, pertengahan - laktasi akhir, 140 - 305 hari setelah beranak. Fase ini merupakan fase yang termudah untuk me-manage. Selama periode ini produksi susu menurun, sapi dalam keadaan bunting, dan konsumsi zat makanan dengan mudah dapat dipenuhi atau melebihi kebutuhan. Level pem-berian konsentrat harus mencukupi untuk memenuhi kebutuhan produksi, dan mulai mengganti berat badan yang hilang selama laktasi awal. Sapi laktasi membutuhkan pakan yang lebih sedikit untuk mengganti 1 pound jaringan tubuh daripada sapi kering. Oleh karena itu, lebih efisien mempunyai sapi yang me-ningkat bobot badannya dekat laktasi akhir daripada selama kering. Fase 4, periode kering, 45 - 60 hari sebelum beranak. Fase kering penting. Program pemberian pakan sapi kering yang baik dapat meminimalkan problem metabolik pada atau segera setelah beranak dan meningkatkan produksi susu selama laktasi berikutnya. Sapi kering harus diberi makan terpisah dari sapi laktasi. Ransum harus diformulasikan untuk memenuhi kebutuhannya yang spesifik: maintenance, pertumbuhan foetus, pertambahan bobot badan yang tidak terganti pada fase 3. Konsumsi BK ransum harian sebaiknya mendekati 2% BB; konsumsi hijauan minimal 1% BB; konsumsi konsentrat bergantung kebutuhan, tetapi tidak lebih 1%
BB. Setengah dari 1% BB (konsentrat) per hari biasanya cukup untuk program pemberian pakan sapi kering. Sapi kering jangan terlalu gemuk. Memberikan hijauan kualitas rendah, seperti grass hay, lebih disukai untuk membatasi konsumsi. Level protein 12% cukup untuk periode kering. Sedikit konsentrat perlu diberikan dalam ransum sapi kering dimulai 2 minggu sebelum beranak, bertujuan: mengubah bakteri rumen dari populasi pencerna hijauan seluruhnya menjadi populasi campuran pencerna hijauan dan konsentrat; dan meminimalkan stress terhadap perubahan ransum setelah beranak. Kebutuhan Ca dan P sapi kering harus dipenuhi, tetapi perlu dihindari pemberian yang berlebihan; kadang-kadang ransum yang mengandung lebih dari 0,6% Ca dan 0,4% P meningkatkan kejadian milk fever. Trace mineral, termasuk Se, harus disediakan dalam ransum sapi kering. Juga, jumlah vitamin A, D. dan E yang cukup dalam ransum untuk mengurangi kejadian milk fever, mengurangi retained plasenta, dan meningkatkan daya tahan pedet. Problem yang potensial selama fase 4 meliputi milk fever, displaced abomasum, retained plasenta, fatty liver syndrome, selera makan rendah, gangguan meta-bolik lain, dan penyakit yang dikaitkan dengan fat cow syndrome. Manajemen kunci yang harus diperhatikan selama periode kering, meliputi: (1) observasi kondisi tubuh dan penyesuaian pemberian energi bila diperlukan, (2) penuhi kebutuhan zat makanan tetapi cegah pemberian yang berlebihan, (3) perubahan ransum 2 minggu sebelum beranak, dengan menggunakan konsentrat dan jumlah kecil zat makanan lain yang digunakan dalam ransum laktasi, (4) cegah konsumsi Ca dan P yang berlebihan, dan (5) batasi garam dan mineral sodium lainnya dalam ransum sapi kering untuk mengurangi problem bengkak ambing. Pada waktu kering,skor kondisi tubuh sapi 2 atau 3,
sedangkan saat beranak 3,5 – 4,0. Selama 60 hari periode kering, sapi diberi makan untuk mendapatkan PBB: 120 - 200 lbs.
1V PENUTUP 4.1.
Kesimpulan
Adapun, kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini adalah : 1. Kebutuhan pakan periode laktasi sangatlah harus di perhatikan, dimana dalam masing masing periode laktasi kebutuhan pakan berbeda-beda dan harus di sesuaikan dengan masing-masing periode laktasi. 2. Salah satu faktor yang menentukan berhasilnya peternakan sapi perah, yaitu pemberian pakan. Seekor sapi perah yang daya produksi susunya tinggi, bila tidak mendapat pakan yang cukup, baik kualitas maupun jumlah, tidak akan dapat menghasilkan air susu sesuai kemampuannya. Cara pemberian pakan yang salah, mengakibatkan penurunan produksi, gangguan kesehatan, bahkan dapat menyebabkan kematian. 3. Dalam penyediaannya complete feed dapat dibagi menjadi berbagai macam yaitu dapat berbentuk mash, pellet, fermentasi, dan tanpa fermentasi akan tetapi untuk ruminansia hanya disajikan dalam bentuk fermentasi dan tanpa fermentasi. Prinsip pembuatan complete feed adalah menghomogenkan campuran bahan pakan. 4. Manajemen pemberian pakan pada sapi pedet, dara, dan laktasi umumnya berbeda-beda. Disesuaikan pada kebutuhan sapi pada setiap umur masingmasing tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Agus, A. 2008. Panduan Bahan Pakan Ternak Ruminansia. Ardana Media. Yogyakarta. Bekti, Eryawan. 2010. Pemberian Pakan Pada Sapi Perah. E. Pangestu, Dkk. 2003. Nilai Nutrisi Ransum Berbasis Limbah Industry Pertanian Pada Sapi Perah Laktasi. J.Indon.Trop.Anim.Agric.28 (3). Hartadi, H. S., Reksohadiprodjo, A. D., Tillman, 1997. Komposisi Bahan Pakan Untuk Indonesia. Gadja Mada University Press, Yogyakarta. Hidayat, Arif. 2001. Buku Petunjuk Peternakan Sapi Perah. Jakarta: Dairy Technology Improve Element Project Indonesia. Pamuji, T. 2012. Pembuatan Complete
Feed
(Pakan
Kumplit)
Untuk
Ternak
Ruminansia.
www.teguhpramuji.wordpress.com. Di download 16 Oktober 2017. Kamal, M. 1990.
Kontrol Kualitas Pakan dan Menyusun Ransum Ternak .
Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. KTT Kambing Petramas. 2011. Peternak Kambing Etawa Gumelar. Complete Feed Solusi
bagi
Permasalahan
Pakan
Ternak
Kambing
dan
Domba.
www.etawagumelar.blogspot.com. Di download Selasa, 26 Juni 2012. Mc Donald, P.R.A.Edwards, J.F.D. Greenhalg and C.A. Morgan. 2002. Animal Nutrition.6th Edition. Owen, S. J. dan Weller, P. J., 2006, Propilen Glycol, In: Rowe, R. C., Shesky, P. J., and Owen, S. C. (eds.), Handbook of Pharmaceutical Excipients, Fifth Edition, 624, Pharmaceutical Press, UK. Parakkasi, A., 1995. Ilmu Nutrisi Ruminansia Pedaging . Departemen Ilmu Pakan
Ternak, Fakultas Pertanian, IPB Bogor. Tillman, A. D., H. Hartadi, S. Reksohadiprojo, S. Prawirokusumo dan S. Lebdosoekono. 1991. Ilmu Makanan Ternak Dasar . Cetakan ke-V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. hlm : 249-267. .1997. Ilmu Makanan Ternak Dasar. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.