MODEL SPASIAL PERUBAHAN PENGGUNAAN LAHAN UNTUK PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN MENGGUNAKAN CE LLULAR A UTO UTOMATA DI KOTA MATARAM, NUSA TENGGARA BARAT
PROPOSAL PENELITIAN
Ira Megawati Gunawan Putri 1606930804/2016
Telah disetujui oleh: Pembimbing 1 Dr. Supriatna, MT
Tanggal ................................... ...................................
.......................... ..........................
Raldi H.Koestoer, M.Sc., Ph.D., APU....................... APU.......................
......................... .........................
Pembimbing II
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU GEOGRAFI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS INDONESIA 2018
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan terhadap ruang atau lahan untuk pertanian, permukiman, infrastuktur, dan industri semakin meningkat. Hal tersebut berpengaruh terhadap sejauh mana ketersediaan dan kemampuan lahan dalam menopang kebutuhan manusia. Menurut Baja (2012), bahwa lahan juga memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan wilayah, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan perlindungan lingkungan hidup. Permasalahan mendasar mengenai lahan adalah jumlah populasi manusia terus meningkat, kebutuhan lahan terus meningkat, tetapi ketersediaan dan luasan lahan dalam jumlah yang tetap. Sehingga, dalam hal ini manusia memiliki peran dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dengan memerhatikan aspek ekologis dan keberlanjutan lingkungan. Lahan menurut Bintarto (1987) dapat diartikan sebagai land settlement yaitu yaitu suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. Berdasarkan definisi tersebut sangat jelas bahwa setiap makhluk hidup membutuhkan lahan untuk tumbuh dan berkembang, berbagai aktivitas manusia di dalam ruang bumi ini tidak lepas dari fungsi
lahan
penggunaannya.
yang
beragam
Menurut
dan
Sujarto
dapat
berubah
sewaktu-waktu
(1992) perubahan
penggunaan
dalam lahan
dipengaruhi oleh enam faktor yaitu: topografi, penduduk, nilai tanah, akses ibilitas, daya dukung lingkungan, sarana dan prasarana. Faktor-faktor tersebut akan menjadi salah satu referensi dalam penelitian ini sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian. Perubahan penggunaan lahan sangat erat kaitannya dalam perkembangan sebuah wilayah atau perkembangan sebuah kota. Semakin banyak infrastruktur, sarana atau aksesibilitas yang dibangun di suatu wilayah menjadi sebuah parameter bahwa wilayah tersebut berkembang dengan pesat. Namun, dalam hal ini untuk menjamin keberlanjutan lingkungan maka perkembangan sebuah kota
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan terhadap ruang atau lahan untuk pertanian, permukiman, infrastuktur, dan industri semakin meningkat. Hal tersebut berpengaruh terhadap sejauh mana ketersediaan dan kemampuan lahan dalam menopang kebutuhan manusia. Menurut Baja (2012), bahwa lahan juga memiliki peran yang sangat penting dalam pembangunan wilayah, untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia dan perlindungan lingkungan hidup. Permasalahan mendasar mengenai lahan adalah jumlah populasi manusia terus meningkat, kebutuhan lahan terus meningkat, tetapi ketersediaan dan luasan lahan dalam jumlah yang tetap. Sehingga, dalam hal ini manusia memiliki peran dalam pemanfaatan dan pengelolaan lahan dengan memerhatikan aspek ekologis dan keberlanjutan lingkungan. Lahan menurut Bintarto (1987) dapat diartikan sebagai land settlement yaitu yaitu suatu tempat atau daerah dimana penduduk berkumpul dan hidup bersama, dimana mereka dapat menggunakan lingkungan setempat untuk mempertahankan, melangsungkan dan mengembangkan hidupnya. Berdasarkan definisi tersebut sangat jelas bahwa setiap makhluk hidup membutuhkan lahan untuk tumbuh dan berkembang, berbagai aktivitas manusia di dalam ruang bumi ini tidak lepas dari fungsi
lahan
penggunaannya.
yang
beragam
Menurut
dan
Sujarto
dapat
berubah
sewaktu-waktu
(1992) perubahan
penggunaan
dalam lahan
dipengaruhi oleh enam faktor yaitu: topografi, penduduk, nilai tanah, akses ibilitas, daya dukung lingkungan, sarana dan prasarana. Faktor-faktor tersebut akan menjadi salah satu referensi dalam penelitian ini sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian. Perubahan penggunaan lahan sangat erat kaitannya dalam perkembangan sebuah wilayah atau perkembangan sebuah kota. Semakin banyak infrastruktur, sarana atau aksesibilitas yang dibangun di suatu wilayah menjadi sebuah parameter bahwa wilayah tersebut berkembang dengan pesat. Namun, dalam hal ini untuk menjamin keberlanjutan lingkungan maka perkembangan sebuah kota
haruslah sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah upaya pembangunan pembangunan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang serta untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sehingga, dalam hal penggunaan atau pemanfaatan lahan harus mengacu terhadap keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan. Penggunaan atau pemanfaatan lahan tergantung pada ketersediaan lahan yang terdapat di wilayah tersebut. Ketersediaan lahan dalam jumlah yang relatif tetap akan menyebabkan tingginya kompetisi penggunaan lahan, namun pada akhirnya prioritas perubahan penggunaan lahan cenderung kepada kebutuhan ekonomi dan sosial. Penggunaan lahan di suatu wilayah pada masa yang akan datang dapat diprediksi berdasarkan fakta atau data eksisting yang ada di wilayah tersebut. Cellular Automata Automata (CA) adalah metode berbasis agen diskrit, umumnya digunakan dalam aplikasi berbasis sel yang paling banyak digunakan untuk mensimulasikan perubahan penggunaan lahan dalam beberapa dekade terakhir (Davies, et al. 2014 & Chia-An, 2016). Cellular Automata Automata merupakan model sederhana dari proses terdistribusi spasial ( spatial spatial distributed process) process) dalam GIS. Data terdiri dari susunan sel-sel (grid), dan masing-masing diatur sedemikian rupa sehingga hanya diperbolehkan berada di salah satu dari beberapa keadaan. Model penggunaan lahan dengan menggunakan CA telah diterapkan sebagai alat untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan dan analisis kebijakan serta mengeksplorasi skenario untuk pembangunan di masa depan (Van Vliet et al., 2009). Pemodelan dengan pendekatan sistem dinamis memiliki sifat dinamik dalam waktu, sehingga dapat memprediksi kondisi waktu yang akan datang. Adapun pemodelan yang berbasis spasial dan bersifat dinamik, dapat dilakukan dengan pendekatan Cellular Automata-Markov (CA-M). (CA-M). Model ini dapat memprediksi kondisi di waktu yang akan datang secara spasial. Kota Mataram memiliki letak yang sangat strategis, sehingga menjadi pusat berbagai aktivitas seperti pusat pemerintahan, pendidikan, perdagangan, industri dan jasa. Kota Mataram saat ini sudah dikembangkan menjadi kota pariwisata. Keberadaan berbagai fasilitas penunjang merupakan salah satu yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan Kota Mataram menjadi kota pariwisata.
Penetapan Kota Mataram sebagai pusat kegiatan nasional dan salah satu destinasi pariwisata
nasional
menuntut
wilayah
tersebut
untuk
mengembangkan
infrastruktur, seperti: jaringan jalan, hotel, pusat perbelanjaan dan fasilitas lainnya. Selain itu, peningkatan jumlah penduduk yang terdapat di Kota Mataram juga menuntut terjadinya perubahan penggunaan lahan untuk area permukiman menjadi lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Menurut data statistik bahwa jumlah penduduk Kota Mataram tahun 2015 adalah sebesar 450.226 jiwa, sedangkan pada tahun 2016 jumlah penduduk di kota tersebut mencapai 459.314 jiwa, artinya bahwa pertumbuhan penduduk di Kota Mataram pada tahun tersebut kurang lebih sebesar 2,02% (Kota Mataram Mat aram Dalam Angka Tahun 2017, BPS). Beberapa faktor yang memicu atau driving factor terjadinya perubahan penggunaan lahan yang digunakan dalam penelitian ini beberapa diantaranya mengacu kepada referensi dari Sujarto (1992) (1992) dan Lambin & Geist Geist (2007), yaitu berdasarkan faktor fisik, faktor demografi dan aksesibilitas. akses ibilitas. Driving Driving factor dalam dalam penelitian ini adalah jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kemiringan lereng, curah hujan, jarak dari sungai, jarak dari garis pantai, dan jarak dari jalan. Berdasarkan tujuan dari penataan ruang Kota Mataram yaitu, mewujudkan Kota Mataram sebagai kota pendidikan, perdagangan dan jasa, industri, serta pariwisata berbasis kearifan lokal yang didukung dengan prasarana dan sarana perkotaan yang seimbang dan berwawasan lingkungan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis menganalisis perubahan penggunaan lahan dan melakukan prediksi penggunaan lahan sesuai dengan RTRW Kota Mataram No. 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031. Dalam penelitian ini penulis juga melakukan analisis dan prediksi perubahan penggunaan lahan Kota Mataram, serta arahan pengendaliannya yang dapat digunakan sebagai acuan untuk melakukan perencanaan pembangunan di kota tersebut dengan berpedoman kepada konsep Pembangunan Berkelanjutan. Sehingga, dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat membantu Pemerintah Kota Mataram dalam hal perencanaan pembangunan berkelanjutan.
pembangunan yang berlandaskan pada prinsip
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang akan menjadi fokus dalam penelitian ini dirumuskan berdasarkan pertimbangan data yang diperoleh sebelumnya, baik dalam rumusan yang terdapat dalam RTRW, maupun data statistik yang berkaitan dengan perubahan penggunaan lahan yang terdapat di Kota Mataram. Adapun beberapa rumusan masalah dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut: 1. Peningkatan jumlah penduduk di Kota Mataram rata-rata sebesar kurang lebih 2% per tahun, artinya berdampak pada peningkatan kebutuhan ruang untuk lahan terbangun dan kebutuhan aktivitas urban lainnya. Meningkatnya kebutuhan ruang untuk lahan terbangun tersebut mengakibatkan terjadinya perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun, berdasarkan data statistik BPS Kota Mataram tahun 2017 bahwa penggunaan lahan pertanian dari tahun 2012-2016 cenderung menurun dari 2819,42 ha menjadi 2726,78 ha. Dengan demikian, laju perubahan penggunaan lahan l ahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun atau lainnya perlu dikendalikan. 2. Beberapa penelitian sebelumnya, salah satunya oleh Rani Yudarwati (2016), mengenai perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dan Cianjur, dijelaskan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah tersebut adalah kemiringan lereng, elevasi, curah hujan dan jarak dari sungai. Sedangkan, aksesibilitas, kepadatan penduduk dan jarak dari pusat kegiatan ekonomi memiliki korelasi negatif. Dalam penelitian ini, belum diketahuinya faktor-faktor yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram, sehingga digunakan beberapa faktor atau variabel yang akan diuji berdasarkan referensi dari penelitian terdahulu untuk mengetahui faktor apa saja yang memiliki korelasi positif dan korelasi negatif terhadap perubahan penggunaan lahan yang terdapat di wilayah penelitian. Dengan demikian, dapat disusun suatu program yang dapat digunakan untuk pengendalian pemanfaatan ruang. 3. Data kebutuhan ruang/lahan berdasarkan dengan penggunaan lahan di masa mendatang saat ini belum tersedia, sehingga perlu dilakukan simulasi melalui
pemodelan spasial untuk mendapatkan peta prediksi penggunaan lahan yang berlandaskan Rencana Tata Ruang Wilayah di wilayah penelitian , maka penggunaan lahan yang diprediksi adalah sesuai RTRW Kota Mataram tahun 2031. Berdasarkan rumusan permasalahan dalam penelitian ini, maka pertanyaan penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana kondisi perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram tahun 2008, 2013, 2017? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan? 3. Bagaimana prediksi penggunaan lahan di Kota Mataram pada tahun 2031 dengan menggunakan metode Cellular Automata? 4. Bagaimana arah pengendalian dan penyempurnaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Mataram yang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram tahun 2008, 2013, dan 2017. 2. Menganalisis faktor apa saja yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram. 3. Memprediksi dan mensintesa penggunaan lahan tahun 2031 di Kota Mataram menggunakan pemodelan spasial Cellular Automata. 4. Merumuskan arahan pengendalian dan penyempurnaan RTRW Kota Mataram berlandaskan prinsip pembangunan berkelanjutan.
1.4 Batasan Penelitian
1. Penggunaan Lahan adalah cara bagaimana manusia memanfaatkan lahan dan sumberdaya yang ada padanya dan tujuan yang hendak dicapai dari pemanfaatan tersebut. (Meyer 1995, dalam Briassoulis, 2000). Dalam
penelitian ini, penggunaan lahan yang akan di analisis adalah penggunaan lahan di Kota Mataram tahun 2008, 2013 dan 2017. 2. Perubahan penggunaan lahan selalu disebabkan atau dipicu oleh berbagai faktor yang saling berinteraksi atau sering disebut driving force. Menurut Lambin dan Geist (2007) ada 6 faktor yang menjadi pemicu terjadinya perubahan penggunaan lahan, yaitu: perubahan kondisi alamiah (natural variability), faktor ekonomi dan teknologi (economic and technological factors),
faktor
demografi
(demographic
factors),
faktor
institusi
(institutional factors), faktor budaya (cultural factors), dan globalisasi ( globalization). Menurut Sujarto (1992) perubahan penggunaan lahan dipengaruhi oleh enam faktor yaitu: topografi, penduduk, nilai tanah, aksesibilitas, daya dukung lingkungan, sarana dan prasarana. Dalam penelitian ini beberapa faktor atau variabel penelitian yang digunakan adalah: faktor demografi (jumlah penduduk, kepadatan penduduk), faktor fisik (kemiringan lereng, curah hujan, jarak dari sungai, jarak dari garis pantai), dan faktor aksesibilitas (jarak dari jalan). 3. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota merupakan rencana mengatur struktur dan pola ruang wilayah kota yang merupakan hasil dari kegiatan perencanaan tata ruang (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). Dalam penelitian ini RTRW yang digunakan sebagai acuan adalah RTRW Kota Mataram tahun 2031. 4. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). 5. Pengendalian Pemanfaatan Ruang adalah upaya untuk mewujudkan tata ruang (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). Dalam penelitian ini arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan mengacu kepada RTRW Kota Mataram tahun 2031.
6. Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). Dalam penelitian ini jarak dari jalan merupakan salah satu faktor aksesibilitas yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah faktor tersebut mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian. 7. Sempadan Sungai adalah ruang yang tidak boleh dibangun yang berada di antara tepi air sungai tertinggi sampai batas kawasan boleh dibangun (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). Dalam penelitian ini jarak dari sungai merupakan salah satu faktor fisik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah faktor tersebut mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian. 8. Sempadan Pantai adalah kawasan perlindungan setempat yang merupakan dataran sepanjang tepian pantai yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai (Perda Kota Mataram Nomor 12 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram Tahun 2011-2031). Dalam penelitian ini jarak dari garis pantai merupakan salah satu faktor fisik yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengetahui apakah faktor tersebut mempengaruhi perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian. Faktor jarak dari garis pantai digunakan dalam penelitian ini karena Kota Mataram sebelah barat berbatasan dengan Selat Lombok yang berpotensi dalam pengembangan kawasan pariwisata. 9. Pembangunan berkelanjutan merupakan sebuah upaya pembangunan untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang serta untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Sehingga, dalam hal penggunaan atau pemanfaatan lahan harus mengacu
terhadap keseimbangan ekonomi, sosial dan lingkungan. Dalam penelitian ini pembangunan berkelanjutan merupakan landasan untuk menentukan arahan pengendalian dari perencanaan tata ruang yang terdapat di Kota Mataram. 10. Model pada dasarnya merupakan bentuk penyederhanaan dari realita atau fenomena dunia nyata. Pemodelan dengan pendekatan sistem dinamis umumnya bersifat dinamik dalam waktu sehingga dapat memprediksi kondisi di waktu yang akan datang (Munibah, 2008). Dalam penelitian ini pemodelan yang berbasis spasial dan bersifat dinamik yang digunakan adalah dengan pendekatan Cellular Automata-Markov (CA-M). Model ini dapat memprediksi kondisi di waktu yang akan datang secara spasial. 11. Lahan terbangun dapat diartikan sebagai lahan yang telah mengalami substitusi penutup lahan alami atau semi alami dengan penutup lahan buatan yang bersifat artifisial dan sering kedap air (BSN, 2010). Dinamika perkembangan lahan terbangun dapat terwujud salah satunya karena ada proses ekspansi lahan terbangun. Ekspansi lahan terbangun merupakan proses perubahan lahan non terbangun menjadi lahan terbangun (Suharyadi, 2010). Perkembangan kota dalam berbagai hal sering dikaitkan dengan perkembangan lahan terbangun, karena salah satu ciri fisik
perkembangan
area
perkotaan
adalah
dengan
meluas
dan
bertambahnya lahan terbangun. Sehingga, dalam penelitian ini lahan terbangun yang dimaksud adalah permukiman/rumah, sarana pendidikan, sarana peribadatan, perindustrian, pariwisata, infrastruktur, dll, semua yang berhubungan dengan sebuah bangunan di Kota Mataram untuk memprediksi perubahan penggunaan lahan di masa mendatang dengan tetap mengacu pada prinsip pembangunan berkelanjutan dan merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan untuk mencegah dampak buruk dari perkembangan lahan terbangun adalah memonitor dan memprediksi perkembangannya, sehingga dapat dicarikan solusi sebelum dampak buruk terjadi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penggunaan Lahan
Menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) lahan sebagai suatu wilayah di permukaan bumi, mencakup semua komponen biosfer, termasuk atmosfer serta segala akibat yang ditimbulkan oleh manusia di masa lalu dan sekarang. Lillesand dan Kiefer (1997) mendefinisikan penggunaan lahan berhubungan dengan kegiatan
manusia
pada
suatu
bidang
lahan.
Penggunaan
lahan
dapat
dikelompokkan dalam dua golongan besar, yaitu: penggunaan lahan pertanian dan penggunaan lahan non-pertanian. Menurut Arsyad (1989) penggunaan lahan pertanian dibedakan atas tegalan, sawah, kebun, padang rumput, hutan produksi, hutan lindung dan sebagainya, sedangkan penggunaan lahan non-pertanian dibedakan dalam penggunaan kota atau desa (pemukiman), industri, rekreasi, pertambangan dan sebagainya. Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk, kebutuhan terhadap ruang atau lahan semakin meningkat, sehingga berpengaruh terhadap penggunaan lahan di suatu wilayah. Penggunaan lahan berubah menurut ruang dan waktu, hal tersebut karena lahan merupakan salah satu sumber daya alam dan merupakan unsur yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Dengan demikian dalam perspektif pengembangan wilayah, lahan seharusnya tidak hanya dipandang dari sisi sumber daya yang menyediakan segala sesuatu untuk kemaslahatan umat manusia saja, tetapi juga harus dilihat dari sudut pandang ekologi dan lingkungan hidup yang harus dikonservasi secara baik. Upaya untuk menyeimbangkan antara pemanfaatan sumber daya dan perlindungan lingkungan dalam skala wilayah hanya dapat dilakukan melalui suatu perencanaan penggunaan lahan (Baja, 2012). Selain itu, dalam perencanaan penggunaan lahan terintegrasi dengan suatu pendekatan spasial. Menurut Baja (2012) hal tersebut juga sejalan dengan munculnya kebijakan spasial ( spatial development strategy) seperti perencanaan tata ruang, kebijakan informasi geospasial (IG), dan munculnya berbagai
teknologi pemrosesan informasi spasial secara cepat dan real time, akurat dan terpercaya (reliable). Pembahasan dalam penelitian ini lebih ditekankan kepada hasil dari integrasi perencanaan penggunaan lahan dengan pendekatan spasial, yang akan dikaitkan dengan kebijakan spasial seperti perencanaan tata ruang yang terdapat di wilayah penelitian. Kemudian, melalui penelitian ini akan muncul prediksi perencanaan penggunaan lahan sesuai dengan skenario bebas maupun skenario kebijakan yang berlaku di wilayah tersebut, agar dapat disusun sebuah arahan pengendalian terhadap penggunaan lahan di masa yang akan datang berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan.
2.2 Perubahan Penggunaan Lahan
Menurut Winoto et al . (1996), perubahan penggunaan lahan diartikan sebagai perubahan dari penggunaan lahan sebelumnya ke penggunaan lahan lain yang dapat bersifat permanen maupun sementara dan merupakan konsekuensi logis dari adanya pertumbuhan dan transformasi perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat yang sedang berkembang. kemudian, Perubahan penggunaan lahan dapat diartikan sebagai suatu proses pilihan pemanfaatan ruang guna memperoleh manfaat yang optimum, baik untuk pertanian maupun non-pertanian (Junaedi, 2008). Perubahan
penggunaan
lahan
adalah
sebuah
mekanisme
yang
mempertemukan permintaan dan penawaran terhadap lahan dan menghasilkan kelembagaan lahan baru dengan karakteristik sistem produksi yang berbeda. Fenomena alih fungsi lahan adalah bagian dari transformasi struktur ekonomi nasional. Pertumbuhan ekonomi dan penduduk yang memusat di wilayah perkotaan menuntut ruang lebih luas ke arah luar kota untuk berbagai aktivitas ekonomi dan pemukiman. Pada wilayah perkotaan, perubahan penggunaan lahan dapat dipicu oleh proses urbanisasi yang cepat, umumnya dalam upaya penyediaan sarana perumahan dan industri (Deng et al, 2009). Dengan demikian, Kota Mataram yang dijadikan sebagai Kota Pariwisata dan sebagai Pusat Kegiatan Nasional membuat pertumbuhan ekonomi dan penduduk memusat di wilayah
perkotaan. Hal tersebut juga memicu terhadap datangnya penduduk dari wilayah lain datang ke Kota Mataram untuk menetap dan memiliki aktivitas perekonomian di kota tersebut. Hal ini berdampak pada meningkatnya permasalahan dalam penyediaan lahan untuk permukiman, kemacetan lalu lintas, dan kehilangan lahan pertanian sebagai akibat pengalihfungsian lahan pertanian ke penggunaan lahan non-pertanian, sehingga banyak tenaga kerja (penduduk berpindah dari pedesaan ke kota) untuk mencari lapangan pekerjaan baru. Keseluruhan hal ini dan perubahan dalam penyebaran penduduk telah menghasilkan perubahan dalam penggunaan lahan (Sitorus, 2015). 2.3 Pembangunan Berkelanjutan
Penggunaan
lahan
dalam
penelitian
ini
ditekankan
kepada
aspek
pembangunan berkelanjutan. Ada beberapa makna mengenai pembangunan berkelanjutan, salah satunnya menurut Emil Salim (1992), bahwa pembangunan berkelanjutan atau suistainable development adalah suatu proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam sumber daya manusia, dengan menyerasikan sumber alam dengan manusia dalam pembangunan. Sedangkan menurut Sofyan Effendi (1991), bahwa Pembangunan berkelanjutan adalah suatu proses pembangunan yang pemanfaatan sumber dayanya, arah invesinya, orientasi pengembangan teknologinya dan perubahan kelembagaannya dilakukan secara harmonis dan dengan amat memperhatikan potensi pada saat ini dan masa depan dalam pemenuhan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara konseptual, pembangunan berkelanjutan dapat diartikan sebagai transformasi progresif terhadap struktur sosial, ekonomi dan politik untuk meningkatkan kepastian masyarakat Indonesia dalam memenuhi kepentingannya pada saat ini tanpa
mengorbankan
kemampuan
generasi
mendatang
untuk
memenuhi
kepentingan mereka). Dalam penelitian ini aspek pembangunan berkelanjutan sesuai dengan rumusan yang terdapat di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram tahun 2031. Sehingga arah perencanaan penggunaan lahan tidak melenceng jauh dari kebijakan yang telah ditentukan di wilayah penelitian. Kemudian, penulis
akan membuat beberapa skenario di dalam pembahasan arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram pada masa yang akan datang.
2.4 Pemodelan Spasial Perubahan Penggunaan Lahan
Menurut Jaya (2006), pemodelan mempunyai makna yang sama dengan analisis SIG, perbedaannya adalah bahwa pemodelan mempunyai ruang lingkup yang lebih sempit dibandingkan dengan analisis. Pemodelan merupakan suatu proses yang dapat berupa simulasi, prediksi maupun deskripsi. Tahapan dalam pemodelan, yaitu: 1. Menentukan atau identifikasi masalah 2. Mengelompokan masalah untuk menentukan tujuan yang ingin dipecahkan 3. Menetapkan nilai kesesuaian dengan tujuan 4. Memecahkan masalah Pemodelan spasial adalah suatu proses untuk melihat karakteristik dari sejumlah layer untuk setiap lokasi dalam rangka memecahkan masalah. Nilai dari masing-masing grid saling tumpang tindih dengan nilai cover lainnya yang menggambarkan atribut dari masing-masing lokasi. Pemodelan sering diartikan sama dengan analisis. Menurut Jaya (2006) pemodelan dikelompokkan menjadi tiga (3) pemodelan berdasarkan proses atau teknik analisisnya, yaitu: 1. Pemodelan kartografi, pada pemodelan ini disarankan untuk membuat diagram alir ( flow chart ) yang detail dan perencanaan yang teliti untuk memutuskan hal penting dan cara menggunakannya. 2. Pemodelan simulasi, dalam hal ini penggun mencoba untuk melakukan simulasi terhadap fenomena yang kompleks menggunakan kombinasi informasi spasial dan non spasial. Aspek ini memerlukan ahli khusus tentang cara suatu model dibangun. Sebagai contoh adalah kesesuaian habitat satwa liar, para ahli dapat menggunakan layer spasial yang mencakup informasi tentang vegetasi, elevasi, aspek, slope, kepemilikan, jalan dan aliran sungai. Selanjutnya model akan mengkombinasikan
informasi tersebut dengan suatu pembobotan. Model tersebut dapat digunakan untuk menentukan areal yang baik untuk habitat satwa liar. 3. Pemodelan prediktif, pada pemodelan ini biasanya digunakan teknik statistik, umumnya adalah analisis regresi untuk menyusun suatu model. Tahap awal adalah mengumpulkan informasi mengenai fenomena yang diamati, selanjutnya satu set informasi tersebut digunakan untuk membangun suatu model dengan melihat masing-masing layer dari informasi spasial dan masing-masing komponen dari informasi nonspasial. Jika dilihat dari prosedur analisisnya, pemodelan spasial terbagi menjadi 3 (tiga) kategori fungsi pemodelan spasial yang diterapkan pada objek-objek data geografis dalam SIG, yaitu: 1. Model Geometric: membuat, menghitung luas (area) dan keliling (perimeter) dan jarak Euclidean dari objek. 2. Model Konsidensi: overlay polygon. Operasi overlay polygon mencakup clip, erase, identity, union, intersect, merge, update. 3. Model Kedekatan: path finding dan location redistricting . Ketiga model ini mendukung operasi-operasi objek data geografis seperti titik, garis, polygon, TIN dan grid. Perubahan penggunaan lahan merupakan obyek kajian yang dinilai penting untuk diteliti karena berkaitan dengan isu global seperti pemanasan global, penurunan bio-diversitas ataupun isu lokal seperti dampak negatif terhadap kehidupan manusia didalamnya (Susilo, 2008). Terdapat banyak metode yang mampu mendeteksi perubahan penggunaan lahan seperti contohnya Markov Chain, Land Change Modeller , Composite Analysis, Image Differencing , Image Rationing , dan masih banyak lagi (Rismara, 2014). Pemodelan ini telah banyak dilakukan
dalam
beberapa
tahun
terakhir
untuk
mengetahui
peramalan
pengembangan kedepan, mengevaluasi rencana masa depan dan mengidentifikasi wilayah konservasi yang terancam keberadaannya (Nong, 2011). Model penggunaan lahan dengan menggunakan CA telah diterapkan sebagai alat untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan dan analisis kebijakan serta
mengeksplorasi skenario untuk pembangunan di masa depan (van Vliet et al., 2009). Perubahan penggunaan lahan, sebagai fenomena yang bersifat biner, hanya terdiri dari dua kategori yaitu berubah atau tidak berubah. Faktor yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan umumnya merupakan kombinasi antara variabel yang bersifat kontinu dan kategorikal (Xie et al., 2005). Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan didekati dengan persamaan regresi logistic binner (logit model).
2.5 Penginderaan Jauh dan Sistem Informasi Geografi
Perkembangan teknologi penginderaan jauh dapat digunakan sebagai alat untuk melakukan pengawasan (monitoring ) bagaimana perkembangan laju deforestasi dari waktu ke waktu (temporal ) dapat diketahui dari tutupan hutan secara berkala (range). Pemodelan spasial dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh karena dapat digunakan untuk mensimulasikan, memprediksi, dan mendeskripsikan kejadian-kejadian lingkungan berdasarkan ruang dan waktu dan pemodelan memerlukan waktu yang lebih singkat dalam melakukan penelitian (Jaya, 2006). Pemanfaatan penginderaan jauh untuk aplikasi pemetaan atau inventarisasi penutupan lahan dan deteksi perubahannya telah banyak dilakukan oleh berbagai peneliti, seperti pengelolaan dan penggunaan lahan di bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, dalam bidang bisnis dan perencanaan pelayanan, bidang logistik dan transportasi dan dalam bidang lingkungan (Purwadhi, 2001). Penelitian ini menggunakan citra SPOT 5 multispektral dengan resolusi spasial 10 meter untuk melihat perubahan penggunaan lahan pada tahun 2008. Sedangkan penggunaan lahan tahun 2013 dan 2017 menggunakan citra SPOT 6. SPOT (Satellite Pour l’Observation de la Terre) adalah sistem satelit observasi bumi milik Perancis. Satelit SPOT dirancang oleh Badan Antariksa Perancis, yaitu CNES (Centre Nationald’Etudes Spatiales). Sistem SPOT dilengkapi sistem penerima untuk pengendali satelit, sistem pemrograman, dan sistem produksi citra. (Purwadhi, dkk. 2015). SPOT terdiri atas tiga sistem wahana:
1. Seri pertama adalah SPOT 1, SPOT 2, dan SPOT 3 biasa disingkat dengan SPOT 123, ketiganya memiliki karakteristik yang identik, yaitu: resolusi tinggi, stereo, dan pengulangan orbit yang fleksibel menggunakan empat instrumen pada saluran pankromatik, hijau, merah, dan inframerah dekat. Waktu peluncuran masing-masing adalah, SPOT 1 bulan Februari 1986, SPOT 2 bulan Januari 1990, SPOT 3 bulan September 1993 dan beroperasi hingga November 1996 2. Seri kedua SPOT 4 diluncurkan pada Maret 1998 dan terdapat tambahan satu saluran (band) inframerah dekat dan instrument vegetasi, sehingga terdapat enam instrumnen, yaitu pada saluran pankromatik, hijau, merah, dua inframerah dekat, dan instrument vegetasi dengan saluran biru. 3. Seri ketiga SPOT 5 diluncurkan bulai Mei 2002. Sistem perekaman citra stereo SPOT 5 dengan sudut pandang 20 0 dan overlap 50%. SPOT 5 telah mengalami perombakan besar pada tingkat ketelitian, baik secara planimetri maupun altimetri. SPOT 5 masih menggunakan enam instrument seperti SPOT 4, tetapi resolusinya lebih rinci. Menurut Purwadhi, dkk (2015), dalam kaitannya dengan penataan ruang wilayah, maka kemampuan citra untuk membuat peta berhubungan dengan resolusi spasialnya yaitu 2000 kali penyebut skala, sehingga citra SPOT 4 multispektral resolusi spasialnya 20 meter, untuk peta penutup/penggunaan lahan sesuai resolusi spasialnya mampu untuk membuat peta skala 1:40.000. Kemampuan dapat ditingkatkan apabila digabungkan dengan SPOT pankromatik (resolusi spasialnya 10 meter) yang mampu untuk menyajikan informasi skala 1:20.000. Gabungan fusi dari citra SPOT 4 multispektral dan pankromatik misalnya gabungan 123PA ( color merger ) untuk membuat peta skala 1:25.000. Citra gabungan tersebut memberikan informasi penutup/penggunaan lahan skala 1:25.000 sesuai dengan UU No. 26 Tahun 2007 mengenai Penataan Ruang yang dapat digunkan untuk penyusunan RTRW tingkat kota. Citra SPOT 5 multispektral resolusi spasial 10 meter dan SPOT 5 pankromatik resolusi 2,5 meter dapat memberikan informasi jauh lebih rinci dibandingkan dengan citra SPOT 4. Citra tersebut dapat digunakan untuk membuat peta skala 1:20.000, sedangkan color merger dapat dibuat dengan resolusi spasial 5 meter sampai 2,5
meter. Dengan demikian dapat digunakan untuk pembuatan peta skala 1:10.000 sampai skala 1:5000 dan cocok untuk digunakan dalam pembuatan peta penggunaan lahan yang akan digunakan dalam perencanaan tata ruang rinci, yaitu Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) wilayah perkotaan. Satelit SPOT 6 yang dikembangkan oleh Astrium telah berhasil diluncurkan pada 9 September 2012 oleh sebuah peluncur PSLV dari Satish Dhawan Space Center di India. SPOT 6 pada sensor multispektral mempunyai resolusi spasial 8 meter dan pada sensor pankromatik mempunyai resolusi spasial 1,5 meter. Sesuai dengan landasan teori data satelit (Lilesan dan Kiefer 2004) citra SPOT 6 multispektral digunakan untuk membuat peta 1:20.000 hingga 1:15.000, sedangkan color merger antara SPOT 6 multispektral dan pankromatik memiliki resolusi spasial 1,5 meter, sehingga layak untuk pemetaan skala 1:5000 hingga skala 1:3000 yang dapat digunakan untuk penyusunan rencana detil tata ruang (RDTR) wilayah perkotaan. Penggunaan dataset citra satelit ini hampir sama dengan SPOT-5 yaitu mampu digunakan untuk pemetaan wilayah, perencanaan daerah perkotaan dan pedesaan, eksplorasi minyak bumi dan gas, serta digunakan untuk mengetahui kondisi daerah bencana alam (BDPJN, Pustek Data-LAPAN, 2014). SPOT 7 telah berhasil diluncurkan pada bulan Juni 2014. Satelit SPOT 6 dan SPOT 7 menawarkan konstelasi resolusi yang lebih tinggi, reaktivitas pemrograman yang lebih besar dan volume yang jauh lebih tinggi dari gambar yang diperoleh setiap hari (dalam mode monoscopic atau stereoscopic) (Terra, 2017). SPOT 7 memiliki potensi dalam pemantauan sumber daya alam, pemetaan zona perkotaan dan pemantauan lingkungan. Dalam penelitian ini, citra yang akan digunakan untuk melihat penggunaan lahan tahun 2008 adalah Citra SPOT 5, sedangkan untuk menginterpretasi penggunaan lahan tahun 2013 dan 2017 citra yang digunakan adalah citra SPOT 6.
Tabel 2.1 Aplikasi setiap saluran (band) SPOT Panjang Gelombang
No
Saluran (band)
1
PA (Pankromatik) HRV, HRVIR, HRS
0,49-0,69 μm
- Pemetaan Planimetrik - Identifikasi wilayah permukiman - Kontras bentang alam dan budaya - Identifikasi kenampakan geologi - Pemetaan altimetrik, ortho, dan DEM
2
Saluran 1: B1 (Hijau) HRV, HRVIR, HRG
0,49-0,61 μm
- Tanggap terhadap tuguh air dan penetrasi tubuh air - Mendeteksi muatan sedimen - Puncak pantulan vegetasi dapat membedakan kondisi vegetasi subur/tidak, identifikasi tanaman
3
Saluran 2: B2 (merah) HRV, HRVI R, HRG Saluran 3: B3 (NIR) HRV, HRVIR, HRG
0,61-0,68 μm
5
Saluran 4: B4 (SWIR) HRVIR, HRG
1,58-1,75 μm
- Deteksi air permukaan - Perbedaan kontras batuan - Kontras air, tanah, vegetasi
6
Saluran 0: B0 (Biru) Instrumen Vegetsi
0,43-0,47 μm
- Deteksi perbedaan indeks vegetasi - Biomasa vegetasi - Identifikasi jenis tanaman
4
Aplikasi
- Kontras kenampakan vegetasi dan bukan vegetasi - Identifikasi penutup lahan, kenampakan alam dan budaya 0,78-0,89 μm - Tanggap biomasa vegetasi - Kontras tanaman, tanah, air - Kenampakan geologi
Sumber: Purwadhi, dkk., 2015 Tabel 2.2. Hubungan antar skala dan resolusi citra No
Skala Peta
Ukuran Terkecil Terdeteksi (m)
Resolusi Citra (m)
1
1:1000
1
0,5
2
1:5000
5
2,5
3
1:10.000
10
5
4
1:25.000
25
12,5
5
1:50.000
50
25
6
1:100.000
100
50
Sumber: Purwadhi, dkk., 2015 Teknologi komputer yang berkembang pesat, mampu menangani basis data (data base), dan menampilkan gambar maupun grafik merupakan salah satu alternatif untuk menyajikan suatu peta. Sistem Informasi Geografi (SIG) atau Geographic Information System (GIS) merupakan sebuah sistem yang dapat
dikembangkan berupa perangkat keras (hardware) maupun perangkat lunak ( software) untuk kepentingan pemetaan agar fakta wilayah dapat disajikan dalam satu sistem berbasis komputer. SIG mampu mengumpulkan, menyimpan, mentransformasi, menampilkan, memanipulasi, dan memadukan informasi dari berbagai sektor, sehingga menghasilkan informasi berharga yang diperoleh dari mengorelasikan dan menganalisis data spasial atas fenomena geografis suatu wilayah (Purwadhi, 2005). Dalam konteks basis data (database based ), Aronoff (1989) menyatakan bahwa Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem berbasis komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang bereferensi geografi, yaitu pemasukan data, manajemen data (penyimpanan dan pemanggilan kembali), manipulasi dan analisis serta keluaran (output ), sedangkan dalam konteks organisasi (organization based ), Sistem Informasi Geografi (SIG) didefinisikan sebagai seperangkat fungsi-fungsi otomatis yang profesional dengan kemampuan lebih baik dalam hal penyimpanan, pemanggilan kembali, manipulasi, dan tampilan lokasi data secara geografis. Struktur data spasial dalam Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu struktur data vektor dan raster. Struktur data vektor kenampakan keruangan akan dihasilkan dalam bentuk titik dan garis yang membentuk kenampakan tertentu, sedangkan struktur data raster kenampakan keruangan akan disajikan dalam bentuk konfigurasi sel-sel yang membentuk gambar (Prahasta 2001). Salah satu metode dalam SIG adalah teknik tumpang tindih ( overlay). Jika pengolahan data dilakukan secara manual, pengguna harus bekerja dengan beberapa peta monolog dan beberapa informasi atribut yang diperlukan. Selanjutnya pengguna dapat menganalisis kedua data (peta dan atribut) untuk kemudian memplotkan hasil akhirnya kedalam peta. Beberapa kelemahan dari proses tersebut adalah selain membutuhkan waktu yang lebih lama, tingkat ketelitian dan akurasinya sangat bergantung pada kemampuan dan ketelitian penggunanya dalam mengolah data tersebut. Dengan teknologi SIG, pengguna memerlukan data spasial dan atribut dalam bentuk digital, sehingga prosesnya dapat dilakukan dengan cepat dengan tingkat ketelitian cukup baik dan proses
dapat diulang kapan saja, oleh siapa saja, dan hasilnya dapat disajikan dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhan pengguna (Adityo, 2014). Integrasi antara penginderaan jauh dan SIG merupakan teknologi yang dapat diandalkan untuk melakukan pengukuran, pemetaan pemantauan, pembuatan model pengelolaan suatu wilayah geografis secara cepat, akurat, dan efektif, sehingga dapat mengantisipasi perubahan yang terjadi. Kedua teknologi tersebut mampu digunakan untuk berbagai bidang pembangunan, yang berorientasi pada inventarisasi, pemantauan dan evaluasi di bidang pemetaan, kependudukan dan transmigrasi, sumber daya lahan daratan seperti kehutanan, pertanian, perkebunan, pertambangan, evaluasi sumber daya kelautan, dan keperluan hukum (Adityo, 2014). Karakteristik objek dapat dikenali berdasarkan 9 unsur interpretasi yaitu bentuk, ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti. Interpretasi secara digital adalah evaluasi kuantitatif tentang informasi spektral yang disajikan pada citra. Dasar interpretasi citra digital berupa klasifikasi citra pixel berdasarkan nilai spektralnya dan dapat dilakukan dengan cara statistik. Dalam pengklasifikasian citra secara digital, mempunyai tujuan khusus untuk mengkategorikan secara otomatis setiap pixel yang mempunyai informasi spektral yang sama dengan mengikutkan pengenalan pola spektral, pengenalan pola spasial dan pengenalan pola temporal yang akhirnya membentuk kelas atau tema keruangan (spasial) tertentu (Purwadhi, 2011).
2.6 Cellular Automata dan Pendekatan Markov Chain
Model pada hakekatnya merupakan bentuk penyederhanaan dari realita atau fenomena dunia nyata. Pemodelan dengan pendekatan sistem dinamis umumnya bersifat dinamik dalam waktu sehingga dapat memprediksi kondisi di waktu yang akan datang (Munibah, 2008). Pemodelan membantu para ilmuwan dan pembuat kebijakan untuk memahami, mengantisipasi dan mungkin mencegah dampak buruk dari perubahan penggunaan lahan dengan berorientasi pada kebijakan lokasi dengan mengembangkan skenario masa depan yang berbeda (Mas, et al. 2014). Model penggunaan lahan dengan menggunakan CA telah diterapkan sebagai alat untuk mendukung perencanaan penggunaan lahan dan analisis kebijakan serta
mengeksplorasi skenario untuk pembangunan di masa depan (Van Vliet et al., 2009). Konsep Cellular Automata (CA) pada mulanya diperkenalkan oleh Ulam dan Neumann
sekitar
tahun
1940-an
untuk
menyediakan
kerangka
untuk
menginvestigasi perilaku sistem yang kompleks (Huan et al, 2010). Metode ini merupakan sistem dinamis yang beroperasi dengan ruang dalam data raster dimana nilai data raster tersebut dapat didefinisikan kedalam data binari atau diskrit dan perilakunya dipengaruhi oleh ketetanggaan (Toffoli dan Margolis 1987 dalam Wen 2008). CA merupakan konsep yang dapat menggambarkan adanya transisi/pergerakan dari setiap elemen atau objek yang dinamakan automaton. Secara sederhana, automaton (bentuk tunggal automata) adalah suatu mekanisme pemrosesan diskrit. Mekanisme yang dimaksud adalah kemampuan untuk berubah berdasarkan sekumpulan aturan-aturan yang diterapkan pada dirinya sendiri (objek) dan juga berbagai masukan dari luar (Deliar, 2010). Komponen utama dalam Cellular Automata antara lain: 1. Ruang Sel ( Automaton/Cell Space) Ruang sel tersusun atas sel individu. Meskipun sel tersebut terdiri dari berbagai bentuk geometrik, kebanyakan CA mengadopsi grid regular 8 (berbentuk persegi) untuk merepresentasikan ruangnya, yang membuat CA sangat mirip dengan struktur cellular pada data bertipe raster dalam SIG. 2. State Sel (Cell States) State pada tiap sel mungkin merepresentasikan berbagai variabel spasial, contohnya berbagai variasi tipe penggunaan lahan. Transisi state dari CA didefinisikan dengan keterkaitan yang mengikutinya. Aturan Transisi (Transition Rules) Sebagai sebuah aturan transisi dan merupakan kontrol simulasi dinamik dari CA. Pada CA klasik, aturan transisi merupakan suatu model deterministik dan tidak berubah selama waktu simulasi. Akan tetapi, aturan transisi dapat dimodifikasi kedalam model stokastik dan metode logika samar yang terkontrol. 3. Ketetanggaan ( Neighborhood )
Hal ini didefinisikan dari ketetanggaan lokal dari tiap sel. Pada model CA dua dimensi terdapat dua model ketetanggan, yaitu Von Neumann Model dengan 4 (empat) tetangga sel dan Model Moore dengan 8 (delapan) tetangga sel. Metode ini memiliki karakteristik spasial berdasarkan sel yang perubahannya tergantung pada sel-sel tetangganya. Sel-sel tersebut akan hidup jika tiga atau lebih dari sel tetangganya hidup dan akan mati ata u berubah jika tiga atau lebih sel tetangganya juga mati/berubah.
Gambar 2. 1. Contoh Model Cellular Automata dari Kombinasi Beberapa Ahli (Sumber: hasil pengolahan data tahun 2017) Menurut Kardono dkk (2015), beberapa keuntungan model menggunakan Cellular Automata (CA), antara lain: 1. Dapat mereproduksi kompleksitas yang sebenarnya, sering terjadi di alam, distribusi spasial yang nyata. 2. Model CA kompatibel dengan database GIS, karena datanya dengan resolusi tinggi dan bersifat raster, sehingga bisa dihubungkan dengan cara yang relatif mudah. 3. Skala spasial, CA dapat dihubungkan melalui aturan transisinya dengan yang lain, model skala makro yang membatasi atau faktor penggerak dinamik CA, sehingga memudahkan pemodelan komprehensif terpadu antara lingkungan dan manusia.
4. CA didefinisikan dan dikalibrasi dalam operasi tunggal, karena jumlah kalibrasi untuk menemukan aturan transisi yang optimal. Model Markov Chain merupakan metode yang digunakan untuk pemodelan perubahan penggunaan lahan. Feller (1968) mendefinisikan Markov Chain sebagai sebuah metode stokastik yang merepresentasikan pencapaian sebuah keadaan atau kondisi di masa mendatang dan hal tersebut berkaitan dengan keadaan saat ini. Kondisi atau keadaan yang dimodelkan adalah kondisi permukiman, semak belukar, lahan kosong, dll. Trisasongko et al. (2009) menyatakan bahwa persamaan Markov Chain dibangun menggunakan distribusi penggunaan lahan pada awal dan akhir masa pengamatan yang terepresentasikan dalam suatu vektor (matriks satu kolom), serta sebuah matriks transisi (transition matrix). Selain itu, model ini tidak dapat menjelaskan kenapa perubahan dapat terjadi. Lambin (1997) mengatakan model ini hanya dapat mejelaskan kapan dan tipe penggunaan lahan yang mana yang akan berubah.
2.7 Rencana Tata Ruang Wilayah
Pada dasarnya teori tahapan perencanaan (theory of planning ) yang digunakan dalam rencana tata ruang adalah sama dengan teori perencanaan tata guna tanah karena sejarah perencanaan tata ruang berasal dari pengembangan rencana tata guna tanah. Dalam sejarah perencanaan, yang muncul terlebih dahulu adalah rencana tata guna tanah (land use plan) yang memiliki fokus terhadap pemilihan penggunaan tanah yang paling baik. Kemudian, berkembang menjadi komprehensif (comprehensive plan) kota atau wilayah, yaitu mencakup rencana penggunaan tanah dan prasarana dan sarana pendukungnya (rencana transportasi, rencana penyediaan utilitas, RTH, dsb). (Sadyohutomo, 2016) Rencana tata ruang adalah perluasan lingkup dari rencana komprehensif, tidak hanya pada tanah tetapi mencakup seluruh pengertian ruang. Pengertian ruang mencakup ruang daratan (tanah), ruang perairan, dan ruang udara. Rencana tata ruang mencakup sebagian materi rencana tata guna tanah, sehingga rencana
tata guna tanah tinggal berfokus pada penjabaran rencana tata ruang daratan yang mencakup aspek penggunaan dan penguasaan tanah. Rencana Tata Ruang Wilayah Kota yang selanjutnya disebut RTRW Kota adalah rencana mengatur struktur dan pola ruang wilayah Kota yang merupakan hasil dari kegiatan perencanaan tata ruang. Dalam Peraturan Daerah Kota Mataram No. 12 Tahun 2011, tertuang bahwa Kota Mataram memiliki tujuan penataan ruang, yaitu mewujudkan Kota sebagai Kota Pendidikan, Perdagangan dan Jasa, Industri, serta Pariwisata Berbasis Kearifan Lokal yang didukung dengan Prasarana dan Sarana Perkotaan yang Seimbang dan Berwawasan Lingkungan. Sehingga untuk mewujudkan tujuan tersebut disusun kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah kota yang terdiri dari: kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang dan pola ruang wilayah kota. 2.8 Arahan Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan
Arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan dihasilkan dengan memilih skenario prediksi penggunaan lahan yang memiliki nilai kesesuaian terbaik antara penggunaan lahan hasil prediksi dengan RTRW. Parameter yang digunakan sebagai arahan penggunaan lahan adalah skenario yang memiliki nilai sesuai terbesar dan ketidaksesuaian terkecil terhadap tata ruang di Kota Mataram. 2.9 State of The Art
Dalam proses penentuan variabel-variabel yang akan digunakan pada penelitian ini, penentuan metodologi yang tepat diperlukannnya sebuah tinjauan dari penelitian terdahulu. Penelitian sebelumnya dituangkan dalam bentuk tabel yang berisi lokasi penelitian sebelumnya, tujuan, bahkan hingga kesimpulan dari penelitian sebelumnya, sehingga dengan adanya tabel ini diharapkan peneliti dapat menjadikan penelitian sebelumnya sebagai acuan dalam proses pengambilan variabel dan metode yang tepat, berikut ini dapat dilihat pada Tabel 2.3. Penelitian Sebelumnya. Penelitian mengenai prediksi perubahan Land Use/Land Cover (LU/LC) dengan menggunakan metode Markov Chain-Cellular Automata (MCCA) sudah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Penelitian ini mengacu kepada
penelitian
yang
berjudul
“Perubahan
Penggunaan
Lahan
dan
Arahan
Pengendaliannya di Kabupaten Bogor dan Cianjur ” pada tahun 2016 oleh Rani Yudarwati. Penelitian tersebut lebih menekankan pada perubahan penggunaan lahan, khususnya lahan pertanian, karena wilayah penelitian merupakan salah satu wilayah yang menjadi sentra beras atau lumbung padi yang menopang kebutuhan pangan di sekitar Jawa Barat. Sedangkan pada penelitian ini diharapkan dapat membantu pada bidang perencanaan spasial di Kota Mataram, yang berpengaruh terhadap ekspansi lahan terbangun karena pemicunya adalah wilayah tersebut menjadi pusat kegiatan nasional dan kota pariwisata dan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam melakukan proses pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, penelitian ini perlu mengkombinasikan variabel-variabel yang ada untuk mendapatkan hasil simulasi yang maksimal, metode yang digunakan pun yaitu regresi 25ogistic untuk mengetahui variabel-variabel yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dan menggunakan metode Cellular Automata Markov (CA-M) untuk memprediksi penggunaan lahan sesuai dengan RTRW Kota Mataram tahun 2031, yang kemudian akan terfokus kepada arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram dengan berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan.
Tabel 2.3. Penelitian Sebelumnya
No
Judul Penelitian
Penulis
Lokasi
1
Perubahan Penggunaan Lahan dan Arahan Pengendaliannya di Kabupaten Bogor dan Cianjur (2016)
Rani Yudarwati
Kabupaten Bogor dan Cianjur
Tesis
Mengetahui dan membandingkan perubahan penggunaan lahan di Kabupaten Bogor dan Cianjur, mengetahui tren perubahan penggunaan lahan yang terjadi di kedua kabupaten, mengetahui faktor yang mempengaruhi keberadaan penggunaan lahan, mengevaluasi penggunaan lahan terhadap RTRW, serta menyususn arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan
2
Modelling spatial changes in
Derya Ozturk
Samsun, Turki
Tehnicki, vjesnik,
Melihat ekspansi Tutupan lahan, dari kota didaerah peta tutupan
Cellular automata
volume 24 (1), pages 99-107
Samsun pada tahun 2004-2034 menggunakan data tutupan lahan dengan metode Cellular Automata Markov Chain (CAMC)
markovchain (CAMC), Klasifikasi ISODATA, Weighting criteria
coastal areas of Samsun (Turkey) using a cellular automata-markov chain method (2017)
Sumber
3
Urban Sprawl modeling using cellular automata
Shikhar Deep, Akansha Saklani
Dehradun, India
The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences
4
Pemodelan spasial perkembangan Fisik Perkotaan
Muhammad Sufwandika Wijaya, dan Nuril Uman
Yogyakarta
Majalah Ilmiah Globë
Tujuan Penelitian
Variable
Metode
Kemiringan Pemodelan lereng, elevasi, Markovcurah hujan, Cellular jarak dari Automata, sungai, jarak Regresi dari jalan, Logistik jarak dari Biner ibukota kecamatan, jarak dari pusat kegiatan ekonomi, dan kepadatan penduduk,
lahan skala 1:1.000 dan 1:25.000 Variabel Fisik
Kesimpulan
Hasil prediksi penggunaan lahan tahun 2025 menunjukkan penurunan luasan hutan yang jauh lebih besar dari tahun 2014. Faktor yang mempengaruhi keberadaan hutan dan lahan pertanian memiliki korelasi positif terhadap lereng, elevasi, curah hujan dan jarak dari sungai, sedangkan aksesibilitas, kepadatan penduduk dan pusat kegiatan ekonomi memiliki korelasi negatif. Arahan pengendalian penggunaan lahan skenario kedua, dimana hutan yang berada di kawasan lindung dan sawah yang berada di kawasan pertanian lahan basah dipertahankan keberadaannya merupakan skenario yang paling efektif karena dapat meningkatkan kesesuaian penggunaan lahan terhadap RTRW Hasil menunjukkan metode CAMC yang diintegrasikan
dengan penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan secara efektif dalam studi terkait potensi perubahan pada masa depan, menganalisis arah perubahan tersebut, dan menilai tingkatan dan distribusi spasial tutupan lahan, dengan nilai kappa dari penelitian ini sebesar 82% Mengkomplikasi Land Penginderaan Hasil menjelaskan bahwa hasil penelitian Use/Land jauh dan Pemetaan urban sprawl untuk mengukur Cover GIS, CAmenggunakan urban sprawl di Map (2004 Markov RS, GIS, dan model CAKota Dehradun, and 2009), Markov bisa menjadi melalui model CA- Variabel instrumen sistem Markov yang fisik:jarak dari pendukung keputusan digunakan secara kota, jarak dari bagi pembuat kebijakan efektif untuk kereta api, untuk merancang rencana mempelajari jarak dari jalan perluasan kota dengan dinamika perkotaan pendekatan pembangunan dikota-kota yang habitat yang berkelanjutan. berkembang pesat. mengintegrasikan Jarak terhadap Regresi Hail Penekitian menunjukkan model SIG Cellular aksesibilitas Logistik perkembangan lahan Automata dengan dari jalan Biner, terbangun di Kota model lain berbasis utama dan Cellular
coastal areas of Samsun (Turkey) using a cellular automata-markov chain method (2017)
volume 24 (1), pages 99-107
3
Urban Sprawl modeling using cellular automata
Shikhar Deep, Akansha Saklani
Dehradun, India
The Egyptian Journal of Remote Sensing and Space Sciences
4
Pemodelan spasial perkembangan Fisik Perkotaan
Muhammad Sufwandika Wijaya, dan Nuril Uman
Yogyakarta
Majalah Ilmiah Globë
Yogyakarta menggunakan model Cellular Automata dan Regresi Logistik Biner
5
Spatio-temporal analysis and simulation pattern of land use/cover changes, case study: Naghadeh, Iran (2016)
Samsun pada tahun 2004-2034 menggunakan data tutupan lahan dengan metode Cellular Automata Markov Chain (CAMC)
lahan skala 1:1.000 dan 1:25.000 Variabel Fisik
dengan penginderaan jauh dan SIG dapat digunakan secara efektif dalam studi terkait potensi perubahan pada masa depan, menganalisis arah perubahan tersebut, dan menilai tingkatan dan distribusi spasial tutupan lahan, dengan nilai kappa dari penelitian ini sebesar 82% Mengkomplikasi Land Penginderaan Hasil menjelaskan bahwa hasil penelitian Use/Land jauh dan Pemetaan urban sprawl untuk mengukur Cover GIS, CAmenggunakan urban sprawl di Map (2004 Markov RS, GIS, dan model CAKota Dehradun, and 2009), Markov bisa menjadi melalui model CA- Variabel instrumen sistem Markov yang fisik:jarak dari pendukung keputusan digunakan secara kota, jarak dari bagi pembuat kebijakan efektif untuk kereta api, untuk merancang rencana mempelajari jarak dari jalan perluasan kota dengan dinamika perkotaan pendekatan pembangunan dikota-kota yang habitat yang berkelanjutan. berkembang pesat. mengintegrasikan Jarak terhadap Regresi Hail Penekitian menunjukkan model SIG Cellular aksesibilitas Logistik perkembangan lahan Automata dengan dari jalan Biner, terbangun di Kota model lain berbasis utama dan Cellular
statistik, yaitu jalan nonRegresi Logistik utama serta Biner untuk jarak terhadap memonitor serta pusat kegiatan memprediksi masyarakat perkembangan fisik perkotaan Yogyakarta melalui pendekatan terhadap fenomena ekspansi lahan terbangun.
Parsa Vahid Naghadeh, Amini, dan Iran Esmail Salehi
Journal of Urban Management
Menganalisis dan memantau LULC dalam kurun waktu 27 tahun dan memprediksi di masa depan trend perubahan selama periode 2014 – 2041
markovchain (CAMC), Klasifikasi ISODATA, Weighting criteria
Automata
Penggunaan Cellular lahan/ tutupan Autoamatalahan (tahun markov 1987, 2000, chain dan 2014): daerah terbangun, badan air, lahan pertanian dan laha kosong
Yogyakarta pada tahun 2003-2013 memiliki laju perkembangan sebesar 329 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah timur laut Kota Yogyakarta, Sedangkan hasil Prediksi menunjukkan perkembangan lahan terbangun di Kota Yogyakarta tahun 20132023 memiliki laju perkembangan 539 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah barat daya Kota Yogyakarta, yaitu di sekitar Kecamatan Mantijeron dan Kecamatan Kasihan. Hasil menunjukkan pertumbuhan daerah binaan (daerah perkotaan) pada tahun 1989 – 2014, sementara terjadi penurunan luas tanah. Sedangkan penggunaan lahan yang diproyeksikan untuk tahun 2014 menunjukkan lebih banyak urbanisasi dengan potensi
Yogyakarta menggunakan model Cellular Automata dan Regresi Logistik Biner
5
Spatio-temporal analysis and simulation pattern of land use/cover changes, case study: Naghadeh, Iran (2016)
statistik, yaitu jalan nonRegresi Logistik utama serta Biner untuk jarak terhadap memonitor serta pusat kegiatan memprediksi masyarakat perkembangan fisik perkotaan Yogyakarta melalui pendekatan terhadap fenomena ekspansi lahan terbangun.
Parsa Vahid Naghadeh, Amini, dan Iran Esmail Salehi
Journal of Urban Management
Menganalisis dan memantau LULC dalam kurun waktu 27 tahun dan memprediksi di masa depan trend perubahan selama periode 2014 – 2041
Automata
Penggunaan Cellular lahan/ tutupan Autoamatalahan (tahun markov 1987, 2000, chain dan 2014): daerah terbangun, badan air, lahan pertanian dan laha kosong
Yogyakarta pada tahun 2003-2013 memiliki laju perkembangan sebesar 329 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah timur laut Kota Yogyakarta, Sedangkan hasil Prediksi menunjukkan perkembangan lahan terbangun di Kota Yogyakarta tahun 20132023 memiliki laju perkembangan 539 ha/tahun dengan pusat perkembangan ke arah barat daya Kota Yogyakarta, yaitu di sekitar Kecamatan Mantijeron dan Kecamatan Kasihan. Hasil menunjukkan pertumbuhan daerah binaan (daerah perkotaan) pada tahun 1989 – 2014, sementara terjadi penurunan luas tanah. Sedangkan penggunaan lahan yang diproyeksikan untuk tahun 2014 menunjukkan lebih banyak urbanisasi dengan potensi
ekspansi di indonesia pertanian dan lahan kosng 6
Modelling of land use change in Indramayu District, West Java Province
LDW Handayani, MA Tejaningrum, F Damrah
Kabupaten Indramyu, Provinsi Jawa Barat
7
Coupling of Markov chains and Cellular Automata Spatial models to predict land cover changes, case study: upper Ci Leungsi catchment area (2016) Modelling land use/cover changes with markovcellular automata in Komering Watershed, South
K Marko, F Zulkarnain, E Kusratmoko
Daerah IOP Aliran Ci Conference Leungsi Series: Earth and Enviromental Science. Volume 47, No. 012032
Memprediksi Tutupan lahan Markov tutupan lahan (7 kelas) 3 chain menggunakan periode, cellular ,Markov chain- kemiringan automata Cellular Automata lereng, elevasi, (MCCA) infrastruktur dengan skenario Business as usual
Area terbangun pada DAS Ci Leungsi meningkat dari 24 ke 53% dan prediksi menggunakan MCCA ini memiliki nilai Kappa 82,58%
E Kusratmoko, SDY Albertus, Supriatna
Daerah aliran sungai Komering, Sumatera Selatan
Mempelajari dan menggembangkan model yang dapat merepresentasikan dan mensimulasikan
Hasil studi menunjukkan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang ada pada DAS Komering, perubahan terjadi dari penggunaan tanah
8
IOP Conf. Menganalisis Tutupan lahan Markov Area prediksi yang memilki Series: Earth perubahan (8 kelas) 3 chain kecocokan dengan RTRW and penggunaan tanah periode, soil cellular sebesar 136,22 Ha dan Environmental Indramayu dari physical automata prediksi yang dilakukan Sciience. tahun 2000 sampai properties, (MCCA) memiliki nilai Kappa Volume 54, 2011 dan diprediksi Kemiringan dengan sebesar 91,16 % No. 012021 ke tahun 2002 lereng, elevasi, skenario jenis batuan, Land use dan curah policy hujan (RTRW)
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. Volume 54,
Tutupan lahan, Markov Kemiringan Chain lereng, Cellular Elevasi, Automata Infrastruktur (MCCA) dengan
ekspansi di indonesia pertanian dan lahan kosng 6
Modelling of land use change in Indramayu District, West Java Province
LDW Handayani, MA Tejaningrum, F Damrah
Kabupaten Indramyu, Provinsi Jawa Barat
7
Coupling of Markov chains and Cellular Automata Spatial models to predict land cover changes, case study: upper Ci Leungsi catchment area (2016) Modelling land use/cover changes with markovcellular automata in Komering Watershed, South
K Marko, F Zulkarnain, E Kusratmoko
Daerah IOP Aliran Ci Conference Leungsi Series: Earth and Enviromental Science. Volume 47, No. 012032
Memprediksi Tutupan lahan Markov tutupan lahan (7 kelas) 3 chain menggunakan periode, cellular ,Markov chain- kemiringan automata Cellular Automata lereng, elevasi, (MCCA) infrastruktur dengan skenario Business as usual
Area terbangun pada DAS Ci Leungsi meningkat dari 24 ke 53% dan prediksi menggunakan MCCA ini memiliki nilai Kappa 82,58%
E Kusratmoko, SDY Albertus, Supriatna
Daerah aliran sungai Komering, Sumatera Selatan
Mempelajari dan menggembangkan model yang dapat merepresentasikan dan mensimulasikan
Hasil studi menunjukkan terjadinya perubahan penggunaan tanah yang ada pada DAS Komering, perubahan terjadi dari penggunaan tanah
8
Sumatera (2017)
IOP Conf. Menganalisis Tutupan lahan Markov Area prediksi yang memilki Series: Earth perubahan (8 kelas) 3 chain kecocokan dengan RTRW and penggunaan tanah periode, soil cellular sebesar 136,22 Ha dan Environmental Indramayu dari physical automata prediksi yang dilakukan Sciience. tahun 2000 sampai properties, (MCCA) memiliki nilai Kappa Volume 54, 2011 dan diprediksi Kemiringan dengan sebesar 91,16 % No. 012021 ke tahun 2002 lereng, elevasi, skenario jenis batuan, Land use dan curah policy hujan (RTRW)
IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. Volume 54,
No. 012103
9
Urban expansion simulation of Southeast England using population surface modelling and cellular automata (2002)
Wu Fulong, David Martin
10
Urban growth Nong dan Du pattern modeling using logistic regression (2011)
Southeast England
Jiayu, Provinsi Hubei, China
Tutupan lahan, Markov Kemiringan Chain lereng, Cellular Elevasi, Automata Infrastruktur (MCCA) dengan
pola distribusi spasial dari penggunaan tanah di DAS Komering hingga tahun 2030 Eniveronment Mensimulasikan Tutupan lahan, and Planning pertumbuhan populasi, (A). Volume empiris perkotaan Infrastruktur, 34, pages di southeast Transportasi 1855-1876 England pada tahun 2020
Geo-spatial Informat ion Science March 20 11, Volume 14, Issue 1, pp 62 – 67
skenario Landuse policy (RTRW)
perkebunan
Population Surface Modelling. Cellular Automata
Kebijakan Kompaksi perkotaan dapat menjadi pendukung dari pembangunan suatu perkotaan , kombinasi dari metode CA dan PSM menjadi sangat menarik karena pemodelan yang dilakukan relatif lebih transparasan sehingga membatasi informasiinformasi yang bersifat sederhana dan perautran yang masuk akal, seperti penggunaan lahan dan populasi yang dihasilkan dari pemodelan permukaan, pembangunan terkait dengan aksesbilitas
Memodelkan Kepadatan Cellular ekspansi perkotaan penduduk, Autoamata, dan mengetahui Penghasilan Logistic hubungan antara dari sektor Regression perkembangan industri, perkotaan dengan Penghasilan variabel yang dari sektor mendorong pertanian,
Prediksi probabilitas perubahan penggunaan lahan menjadi perkotaan
Sumatera (2017)
No. 012103
9
Urban expansion simulation of Southeast England using population surface modelling and cellular automata (2002)
Wu Fulong, David Martin
10
Urban growth Nong dan Du pattern modeling using logistic regression (2011)
Southeast England
Jiayu, Provinsi Hubei, China
pola distribusi spasial dari penggunaan tanah di DAS Komering hingga tahun 2030 Eniveronment Mensimulasikan Tutupan lahan, and Planning pertumbuhan populasi, (A). Volume empiris perkotaan Infrastruktur, 34, pages di southeast Transportasi 1855-1876 England pada tahun 2020
Geo-spatial Informat ion Science March 20 11, Volume 14, Issue 1, pp 62 – 67
skenario Landuse policy (RTRW)
perkebunan
Population Surface Modelling. Cellular Automata
Kebijakan Kompaksi perkotaan dapat menjadi pendukung dari pembangunan suatu perkotaan , kombinasi dari metode CA dan PSM menjadi sangat menarik karena pemodelan yang dilakukan relatif lebih transparasan sehingga membatasi informasiinformasi yang bersifat sederhana dan perautran yang masuk akal, seperti penggunaan lahan dan populasi yang dihasilkan dari pemodelan permukaan, pembangunan terkait dengan aksesbilitas
Memodelkan Kepadatan Cellular ekspansi perkotaan penduduk, Autoamata, dan mengetahui Penghasilan Logistic hubungan antara dari sektor Regression perkembangan industri, perkotaan dengan Penghasilan variabel yang dari sektor mendorong pertanian,
perkembangan
Jarak dari pusat kegiatan ekonomi, Jarak dari jalan, Kemiringan lereng
Prediksi probabilitas perubahan penggunaan lahan menjadi perkotaan
perkembangan
Jarak dari pusat kegiatan ekonomi, Jarak dari jalan, Kemiringan lereng
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alur Pikir Penelitian
Penelitian pemodelan spasial sebelumnya sudah banyak dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Dalam penelitian ini penggunaan penginderaan jauh diintegrasikan dengan pendekatan keruangan geografi. Membandingkan perubahan penggunaan lahan secara temporal dari tahun 2008, 2013 dan 2017, serta melakukan prediksi hingga tahun 2031 untuk mengetahui bagaimana perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Mataram agar dapat menentukan arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan yang tetap berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk menunjang penelitian tersebut ada beberapa variabel utama yang digunakan, yaitu: variabel fisik, sosial/kependudukan, aksesibilitas/infrastruktur, dan kebijakan. Variabel fisik indikatornya adalah, sungai, garis pantai, curah hujan, kemiringan lereng. Variabel sosial/kependudukan indikatornya adalah jumlah penduduk dan
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alur Pikir Penelitian
Penelitian pemodelan spasial sebelumnya sudah banyak dilakukan dengan menggunakan teknologi penginderaan jauh. Dalam penelitian ini penggunaan penginderaan jauh diintegrasikan dengan pendekatan keruangan geografi. Membandingkan perubahan penggunaan lahan secara temporal dari tahun 2008, 2013 dan 2017, serta melakukan prediksi hingga tahun 2031 untuk mengetahui bagaimana perubahan penggunaan lahan yang terjadi di Kota Mataram agar dapat menentukan arahan pengendalian perubahan penggunaan lahan yang tetap berlandaskan pada prinsip pembangunan berkelanjutan. Untuk menunjang penelitian tersebut ada beberapa variabel utama yang digunakan, yaitu: variabel fisik, sosial/kependudukan, aksesibilitas/infrastruktur, dan kebijakan. Variabel fisik indikatornya adalah, sungai, garis pantai, curah hujan, kemiringan lereng. Variabel sosial/kependudukan indikatornya adalah jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Variabel aksesibilitas/infrastruktur indikatornya adalah jaringan jalan. Dengan menggunakan metode Cellular Automata diharapkan penelitian ini mampu memberikan sebuah gambaran dalam memprediksi perubahan penggunaan lahan sesuai dengan skenario bebas dan skenario RTRW. Sensitivitas dan validasi untuk mengukur tingkat kestabilan dari model yang dibangun dapat dinyatakan valid jika akurasi >80%. Pemodelan spasial dalam penelitian ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif yakni analisisi regresi logistik biner, untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram. Melalui integrasi tiga pendekatan yakni, pendekatan geografi, pendekatan spasial dinamik Cellular Automata dan pendekatan kuantitatif. Pendekatan keruangan geografi dalam menghasilkan variabel berdasarkan karakteristik keruangan dilihat dari aspek fisik dan sosial sebagai analisa dalam penentuan faktor pendorong perubahan penggunaan lahan. Pendekatan spasial dinamik
Cellular Automata berfungsi sebagai proses simulasi dalam pembuatan model dengan bantuan citra penginderaan jauh yang merupakan alat untuk melakukan analisa secara akurat dan cepat dalam pembangunan sebuah model. Sedangkan, pendekatan kuantitatif analisis statistik dengan regresi logistik untuk melihat faktor apa saja yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan di Kota Mataram. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian.
Kota Mataram
Penggunaan Lahan Tahun 2008
Sosial
Kepadatan Penduduk
Penggunaan Lahan Tahun 2013
Fisik dan Aksesibilitas
Kemiringan Lereng Jarak dari Jalan
Jumlah Penduduk
Penggunaan Lahan Tahun 2017
Perubahan Penggunaan Lahan
Kebijakan ( Policy)
Pendekatan kuantitatif analisis regresi logistik
Rencana Tata Ruang Wilayah
Jarak dari Sun ai Curah Hujan Jarak dari Garis Pantai
Model Prediksi Penggunaan Lahan Tahun 2031
Skenario Bebas
Skenario RTRW
Arahan Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan
Model Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Untuk Pembangunan Berkelanjutan
Gambar 3.1 Alur Pikir Penelitian
3.2 Variabel Penelitian
Beberapa variabel yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya
dan
teori
mengenai
variabel
yang
mempengaruhi terhadap perubahan penggunaan lahan seperti yang telah dijelaskan Bab II Tinjauan Pustaka. Berikut di bawah ini dijelaskan lebih rinci seperti pada Tabel 3.1 Variabel, Parameter, Definisi dan Satuan Penelitian di bawah ini. Tabel 3.1 Variabel, Parameter, Definsi, dan Satuan Penelitian No Parameter 1
Jarak dari Garis Pantai Jarak dari sungai
Kemiringan Lereng
Curah Hujan
2 Jarak dari jalan
Variabel Definisi Kondisi Fisik Garis pantai didefinisikan sebagai garis dimana bertemunya daratan dengan badan air laut. (Alesheikh et al. 2004) Sungai adalah tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya serta sepanjang pengalirannya oleh garis sempadan (Peraturan Pemerintah No. 35 Tahun 1991 tentang : sungai) Kemiringan lereng adalah perbandingan antara beda tinggi (jarak vertikal ) suatu lahan dengan mendatarnya (Perdirjen bina pengelolaan DAS dan perhutanan sosial NO: P. 4/V-SET/2013 tentang : petunjuk teknis penyusunan data spasial lahan kritis) Curah Hujan didefinisikan sebagai banyak sedikitnya jumlah curah hujan yang turun rata-rata per tahun di Kota Mataram (mm /tahun) dalam satuan luas (ha) Aksesibilitas/Infrastruktur Kota Mataram Jalan adalah suatu prasarana perhubungan darat dalam bentuk apapun, meliputi segala bagian jalan termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu-lintas kendaraan, orang dan
Satuan
m (meter)
m(meter)
% (persen)
% (persen)
m (meter)
No Parameter
3 Kepadatan Penduduk Jumlah Penduduk 4 RTRW Kota Mataram tahun 20112031
Variabel Definisi hewan ( SNI 03-6967-2003 tentang persyaratan umum sistem jaringan dan geometrik jalan perumahan) Demografi/Kependudukan Kota Mataram Jumlah penduduk dibagi dengan luas wilayah (BPS Kota Mataram, 2017)
Banyaknya penduduk di masingmasing kecamatan di Kota Mataram (BPS Kota Mataram, 2017) Kebijakan Pemerintah Rencana Tata Ruang Wilayah Kota adalah kebijaksanaan yang menetapkan lokasi dari kawasan yang harus dilindungi dan dibudidayakan serta wilayah yang akan diprioritaskan pengembangannya dalam jangka waktu perencanaan. (RTRW Kota Mataram tahun 2011-2031)
Satuan
Jiwa/Hektar Jiwa
Hektar (ha)
3.3 Diagram Alur Kerja
Tahapan alur kerja dalam penelitian ini adalah yang pertama penentuan citra multitemporal yang diperoleh dari Lembanga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN). Adapun citra yang akan digunakan adalah citra SPOT 5 multispektral tahun 2008 dengan resolusi spasial 10 meter. Kemudian citra yang digunakan untuk tahun 2013 dan 2017 adalah citra SPOT 6 multispektral dengan resolusi spasial 8 meter. Tahap selanjutnya citra multitemporal tersebut dinterpretasi secara visual mengacu pada kunci interpretasi yaitu rona, tekstur, pola, ukuran, bentuk, bayangan, dan situs (Lilesand dan Kiefer, 1993), untuk menghasilkan penggunaan lahan pada tahun 2008, 2013 dan 2017. Hasil interpretasi kemudian diverifikkasi untuk mengetahui akurasi, kemudian akurasi tersebut dihitung dengan overall accuracy dan kappa accuracy. Uji akurasi untuk penggunaan lahan tahun 2017 dilakukan dengan pengecekan lapangan ( ground check ) yang dilakukan pada 80 titik pengamatan yang dapat mewakili masingmasing penggunaan lahan. Penggunaan lahan tahun 2008 dan 2013 tidak
dilakukan pengecekan lapang, namun luasan masing-masing penggunaan lahan mengacu pada luasan dalam Kota Mataram dalam angka yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik. Tahapan selanjutnya pengujian driving faktor dalam penelitian ini juga diuji dengan regresi logistik biner untuk melihat dan menganalisis faktor pendorong dalam perubahan penggunaan lahan di wilayah penelitian (Kota Mataram) . Kemudian, hasil dari regresi logistic diuji ketepatannya dengan metode ROC ( Relative Operating Characteristics) dengan nilai antara 0,5-1,0. Nilai 1,0 mengindikasikan bahwa hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5 mengindikasikan bahwa nilai dihasilkan karena pengaruh acak saja (Pontius dan Scheneider, 2001). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari kemiringan lereng, curah hujan, jarak dari sungai, jarak dari jalan, jarak dari garis pantai, jumlah penduduk, dan kepadatan penduduk. Dalam penelitian ini, penyusunan model bertujuan untuk mendapatkan model spasial yang bersifat dinamik. Model tersebut terbagi dalam 2 tahapan yaitu proses Markov Chain kemudian dilanjutkan dengan Celular Automata-Markov (CA-M). Output dari model ini adalah peta prediksi penggunaan lahan tahun 2017 yang kemudian di verifikasi dengan peta penggunaan lahan tahun 2017 eksisting dan peta penggunaan lahan tahun 2031. Pada tahap Markov Chain, matriks probabilitas dan area transisi dihasilkan dengan menggunakan input penggunaan lahan antara tahun 2008 dengan 2013, dan tahun 2008 dengan 2017. Metode ini dugunakan untuk mengetahui pola perubahan dan kemungkinan perubahan antara satu penggunaan lahan ke penggunaan lahan lain dalam rentang waktu tertentu. Pada tahap Cellular Automata-Markov merepresentasikan penggunaan lahan yang mana perubahannya tergantung pada aturan mempertimbangkan penggunaan lahan tetangganya (Manson, 2005). Model ini menggunakan filter matriks berukuran 5x5 yang merupakan penerjemahan dari konsep ketetanggaan. Ukuran tersebut diartikan bahwa perubahan penggunaan lahan pada piksel pusat dipengaruhi oleh nilai 24 piksel tetangganya. Ukuran piksel memberikan
informasi mengenai berapa radius yang berpengaruh pada perubahan penggunaan lahan pada piksel pusat. Filter matriks tersebut sifatnya bergerak secara horizontal atau vertical dalam melakukan analisis ketetanggaan pada suatu peta raster. Model pertama dilakukan dengan mengeksekusi model dengan input tahun dasar adalah tahun 2008, serta matriks trasition area tahun 2008-2013 sehingga menghasilkan peta prediksi penggunaan lahan tahun 2017. Validasi dilakukan dengan peta penggunaan lahan eksisting tahun 2017 yang didasarkan pada nilai kappa (Jensen, 1996). Setelah dilakukan validasi, maka simulasi dilakukan sampai tahun 2031. Hasil dari simulasi tahun 2031 kemudian dapat dilihat luas penggunaan lahan untuk lahan terbangun di tahun 2031. Hasil tersebut dapat dijadikan acuan untuk membuat arahan pengendalian penggunaan lahan berdasarkan skenario prediksi yang memiliki nilai kesesuaian terbaik yang telah ditentukan dalam penelitian dan mengacu kepada RTRW Kota Mataram Tahun 2031. Dari hasil tersebut dapat kita lihat bagaimana kesesuaian dari data hasil simulasi dan data RTRW. Alur kerja penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.2 Alur Pikir Penelitian.
Citra SPOT 5 (tahun 2008), Citra SPOT 6 (tahun 2013 dan 2017
Verifikasi Data Lapang
Peta Penggunaan Lahan tahun 2008
Kepadatan Penduduk
Interpretasi visual
Peta Penggunaan Lahan tahun 2013
Peta Penggunaan Lahan tahun 2017
Analisis Perubahan Penggunaan Lahan
Jumlah Penduduk
Markov Chain
Jarak dari Jalan Jarak dari Sungai Jarak dari Garis Pantai
Matriks Probabilitas
Peta Kesesuaian Penggunaan Lahan
Curah Hujan
Matriks Area Transisi
Kemiringan Lereng
CA Markov
Normalisasi
Regresi Logistik Biner
Analisis Faktor Pendorong Perubahan Penggunaan Lahan
Rencana Tata Ruang Wilayah
Analisis Kesesuaian Penggunaan Lahan terhadap RTRW
Validasi Model
Simulasi Prediksi Perubahan Penggunaan Lahan tahun 2031
Arah Pengendalian Perubahan Penggunaan Lahan
Gambar 3.2 Alur Kerja Penelitian
Skenario Perubahan Penggunaan Lahan
3.4 Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara dua tahap, yaitu pengumpulan data berupa data primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dari observasi lapang yang dilakukan di Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat. Data sekunder didapatkan dari studi literatur, dan pengumpulan data dari berbagai instansi terkait. Dalam tahap ini, penulis juga membuat sebuah peta kerja sebelum observasi dan validasi ke lapangan. Hal tersebut untuk mempermudah observasi di lapangan, sehingga perlu ditentukan sebuah titik sampel untuk pengamatan di lapangan. Semua pengamatan dan validasi di lapangan didokumentasikan dalam bentuk gambar sebagai bukti yang akan ditampilkan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan data sekunder utama berupa citra SPOT 5 multispektral untuk penggunaan lahan tahun 2008, serta citra SPOT 6 multispektral untuk penggunaan lahan tahun 2013 & 2017. Selain itu, data pendukung untuk menganalisis faktor atau variabel yang memengaruhi perubahan penggunaan lahan terdiri dari data jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kemiringan lereng, curah hujan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, dan jarak dari garis pantai. 3.4.1
Data Sekunder
Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah Citra SPOT 5 Multispektral dengan resolusi spasial 10 meter dan Citra SPOT 6 Multispektral dengan resolusi spasial 8 meter. Citra tersebut diperoleh dari LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional), citra yang digunakan adalah citra Kota Mataram pada tahun 2008, 2013, dan 2017 untuk melihat perubahan temporal di wilayah tersebut. Penentuan interval 5 tahun diharapkan dapat mewakili untuk perkembangan sebuah kota dalam interpretasi
sebuah
citra berdasarkan
penggunaan lahannya. Penentuan tahun penelitian didasari karena beberapa pertimbangan, yaitu: pemilihan tahun 2008 dikarenakan telah terjadi pemekaran wilayah di Kota Mataram pada tahun 2007, sehingga pemilihan tahun 2008 merupakan data yang sudah terbaharui dari 3 kecamatan menjadi 6 kecamatan. Kemudian, penentuan tahun 2013 karena menurut penelitian sebelumnya bahwa perkembangan kota dapat diinterpretasi dalam kurun waktu kurang lebih 5 tahun.
Sedangkan, penentuan tahun 2017 didasarkan pada data atau kondisi eksisting terbaru yang dijadikan patokan dalam pemodelan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hou et al., (2015) yang menyatakan bahwa penggunaan data citra untuk metode CA-M harus menggunakan interval yang cendrung singkat, sampai maksimum 15 tahun sebelumnya, untuk menghasilkan model yang akurat. Oleh karena itu pemilihan tahun 2008 masih masuk ke dalam kategori teori tersebut, karena range dari 2008-2017 adalah 10 tahun. Untuk melihat data sekunder yang digunakan terdapat dalam Tabel 3.2 Jenis Data dan Sumbernya Tabel 3.2 Jenis Data dan Sumbernya No
Jenis Data
1 Penggunaan Lahan
Sumber
3 Kepadatan Penduduk 4 Kemiringan Lereng
Penggunaan lahan tahun 2008 (Citra SPOT 5) dan Penggunaan lahan tahun 2013 dan 2017 (Citra SPOT 6) Kota Mataram Dalam Angka Kota Mataram Dalam Angka SRTM
5 Curah Hujan
Data Curah Hujan
6 RTRW
Dokumen dan Peta
7 Jarak dari Jalan
Citra SPOT
8 Jarak dari Sungai
Citra SPOT
2 Jumlah Penduduk
9 Jarak dari Garis Pantai Sumber: Penulis, 2018 3.4.2
Citra SPOT
Instansi
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Badan Pusat Statistik (BPS) Badan Pusat Statistik (BPS) NASA Dinas PSDA Provinsi Nusa Tenggara Barat BAPPEDA Kota Mataram Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN)
Data Primer
Data primer dalam penelitian ini berupa groundcheck yang bertujuan memvalidasi dan memperkaya data sekunder yang ada. Data primer termasuk plotting sampel dan kegiatan dokumentasi pada saat penulis ke lapangan. Proses dokumentasi foto dan plotting dilakukan berdasarkan pada pemilihan sampel, dalam penelitian ini pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan metode
purposive simple random sampling . Metode tersebut merupakan sebuah metode pengambilan sampel yang merupakan kombinasi dari metode purposive sampling dan metode sampling , dimana metode purposive sampling menurut Sugiyono (2012)
adalah
teknik
pertimbangan tertentu,
pengambilan atau
sampel
data
pengambilan sampel
dengan
menggunakan
yang telah
memenuhi
syarat/kriteria tertentu. Sedangkan, menurut Teddlie dan Yu (2007) bahwa simple random sampling merupakan sebuah metode pengambilan sampel yang mana satuan unit pada populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dijadikan sebagai sampel, sehingga probabilitas dari sebuah unit untuk dipilih sebagai sampel tidak dipengaruhi oleh adanya unit di sekitarnya yang telah terpilih (unit sampel bisa berdekatan/berjauhan). Sehingga dari kedua pengertian diatas, purposive simple random sampling merupakan sebuah metode sampling yang melibatkan pengambilan sampel secara acak, dimana sampel tersebut harus memenuhi kriteria/syarat yang telah diberikan sebelumnya (Kemper et al., 2003 dalam Teddlie dan Yu, 2007). 3.4.3
Peralatan Penelitian
Ada beberapa peralatan yang dibutuhkan dalam penelitian ini yang dapat menunjang dalam pengumpulan data dan pengolahan data primer maupun data sekunder. Peralatan tersebut diantaranya adalah dijelaskan secara rinci pada Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan dalam penelitian. Tabel 3.3 Peralatan yang digunakan dalam penelitian No 1 2 3 4 5 6
Alat Laptop Software Envi dan IDRISI Software Arc GIS Software SPSS GPS Kamera Sumber: Penulis, 2018
Fungsi Mengolah seluruh proses laporan Pengolahan Citra Satelit Pengolahan GIS dan pemetaan Pengolahan Data Statistik Validasi Dokumentasi
3.5 Pengolahan Data 3.5.1
Pengolahan Data Klasifikasi Citra Multitemporal
Pada tahapan pengolahan pertama, dilakukan klasifikasi terbimbing citra menggunakan software pengolahan
citra,
dengan
menggunakan
teknik
penginderaan jauh. Citra yang digunakan dalam penelitian ini adalah citra SPOT 5 dan SPOT 6 sesuai dengan tahun penggunaan lahan yang akan di interpretasi. Tahun 2008 menggunakan data citra SPOT 5 multispektral dengan resolusi spasial 10 meter, tahun 2013 dan 2017 menggunakan data citra SPOT 6 multispektral dengan resolusi spasial 8 meter. Citra tersebut diperoleh dari Lembaga Antariksa dan Penerbangan Nasional (LAPAN). Tahapan yang akan dilalui pada pengolahan ini adalah salah satunya adalah dengan menggunakan aplikasi (Envy 5.1, proses adalah mulai dari proses layer stacking untuk menggabungkan tiap band menjadi satu layer sampai proses klasifikasi terbimbing (Supervised Classification). Berikut pada tabel 3.4 Klasifikasi Kelas Penutupan Lahan yang digunakan dalam penelitian ini. Tabel 3.4 Klasifikasi Kelas Penutupan Lahan No 1 2 3 4 5
Klasifikasi
Permukiman dan lahan terbangun Daerah Pertanian Daerah Bukan Pertanian Lahan Terbuka Perairan Sumber: SNI 7465:2010
3.5.2
Pengolahan Data Driving F actors
Pengolahan data driving factors untuk mengetahui faktor pendorong yang mempengaruhi perubahan penggunaan lahan dengan menggunakan regresi logistik biner. Metode ini digunakan bila variabel bebas merupakan campuran antara logistik diskrit dan kontinyu dan distribusi data yang digunakan tidak normal (Wahyudin, 2004). Regresi logistik biner adalah model regresi dimana variabel bebas bersifat biner, dalam model ini, variabel biner direpresentasikan dengan nilai 0 atau 1. Nilai 0 menunjukkan tidak ada perubahan menjadi
penggunaan lahan tertentu dan nilai 1 berarti ada perubahan menjadi penggunaan lahan tertentu. Untuk meyeimbangkan rentang nilai data, semua variabel bebas dinormalisasikan
nilainya.
Normalisasi
ini
sangat
berpengaruh
terhadap
sensitivitas transformasi data regresi logistik (Ramlan et al, 2015). Selain itu, dalam analisis multivariat seperti regresi logistik, variabel bebas yang kontinyu harus memiliki skala yang sama (Nefeslioglu et al. 2008). Menurut Olaya (2004), proses normalisasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan berikut: X’ij = Xij – min ……………………………………………………………………………… .(1) Max Keterangan: X’ij
: Normalisasi data raster
Xij
: Nilai asal data raster
Asumsi dasar pada regresi logistik adalah bahwa probabilitas variabel bebas ditentukan dengan nilai satu mengikuti kurva logistiknya. Nilai tersebut dapat diperkirakan dengan rumus sebagai berikut: (P(y =1|X) = exp (∑ bx) …………………………………………… (2) 1+exp (∑ bx) Keterangan: P
: Probabilitas variabel tetap berubah menjadi 1
x
: Variabel bebas
b
: Koefisien variabel predictor
Model di atas dilakukan transformasi untuk menghilangkan batas 0 atau 1, sehingga menghasilkan probabilitas yang natural. Oleh karena itu, diterapkan transformasi berikut:
Logit (pi) = Ln ( P ) ……………………………………………… (3) 1-P
Logit pi pada dasarnya merupakan natural logaritma (ln) dari odd perubahan. Odd merupakan suatu indeks yang menyatakan peluang terjadi atau tidak terjadinya suatu peristiwa. Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan peristiwa adalah perubahan penggunaan lahan. Berdasarkan persamaan tersebut, probabilitas perubahan dapat diketahui dengan menggunakan eksponensial dari odd yang secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut: Ln ( P ) = b0+b1 x1+b2 x2+…..+b x i i+ε……………………………. (4) 1-P Hasil dari regresi logistik diuji ketepatannya dengan metode ROC ( Relative Operating Characteristics) dengan nilai antara 0,5 -1,0. Nilai 1,0 mengindikasikan hasil perhitungan tepat sempurna, sedangkan nilai 0,5 mengindikasikan bahwa nilai dihasilkan karena pengaruh acak saja (Pontius dan Scheneider, 2001). Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari faktor topografi seperti kemiringan lereng, dan curah hujan, faktor jarak antara lain jarak dari jalan, jarak dari sungai, jarak dari garis pantai, dan faktor sosial seperti jumlah penduduk dan kepadatan penduduk. Penyusunan model bertujuan untuk mendapatkan model spasial yang bersifat dinamik. Model ini terbagi dalam 2 proses yaitu proses Markov Chain kemudian dilanjutkan Cellular Automata-Markov (CA-M). Keluaran dari model ini adalah peta prediksi penggunaan lahan tahun 2017 yang kemudian diverifikasi dengan peta penggunaan lahan tahun 2017 dan peta penggunaan lahan tahun 2031. Berdasarkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini, ada beberapa klasifikasi yang dapat dilihat pada Tabel 3.5 Klasifikasi Kemiringan Lereng, Tabel 3.6 Klasifikasi Jarak dari Garis Pantai, dan Tabel 3.7 Klasifikasi Jarak dari Jalan.
Tabel 3.5 Klasifikasi Kemiringan Lereng No
1 2 3 4
Kemiringan Lereng Fungsi (%) 0-3 Kawasan Lindung, Hutan Manggrove 3-15 Permukiman, Sawah, Ladang, Kebun 15-40 Hutan, Ladang, Kebun >40 Hutan Lindung Sumber: Modifikasi dari Sandy dalam Arselan, 2009
Tabel 3.6 Klasifikasi Jarak dari Garis Pantai No Jarak dari Garis Pantai Kelas 1 < 100 Tidak Sesuai 2 100-2000 Sesuai 3 >2000 Sangat Sesuai Sumber: Modifikasi dari Ozturk (2017), Supriatna (2016), dan PERMEN PU
No. 40/PRT/M/2007
Tabel 3.7 Klasifikasi Jarak dari Jalan No Jarak dari jalan (m) Kelas 1 0-25 Sangat Sesuai 2 25-50 Sesuai 3 50-100 Cukup Sesuai 4 100-1000 Kurang Sesuai 5 >1000 Tidak Sesuai Sumber: Modifikasi dari Ozturk (2017), Supriatna (2016), dan Moghadam
(2013) Klasifikasi jalan dan garis pantai dimodifikasi dari penelitian sebelumnya, yaitu penelitian yang pernah dilakukan oleh Ozturk (2017), Moghadam (2013), dan Supriatna (2016), pengambilan penelitian tersebut karena penelitian diatas merupakan penelitian yang dilakukan pada daerah berbatasan dengan laut (Samsun, Turki, dan Pelabuhan Ratu, Indonesia). Supriatna (2016) melakukan penelitian di Pelabuhan Ratu dan menggunakan jarak dari jalan, jarak dari sungai, serta garis pantai untuk mencari kesesuaian lanskap yang tepat dalam pertumbuhan permukiman, kemudian Ozturk (2017), yang melakukan penelitian di Samsun, Turki, lebih memilih untuk menggunakan jarak dari tram rail, karena di Kota Mataram, tidak memiliki transportasi berbasis rel, maka variabel tersebut penulis tidak gunakan dalam
penelitian in, sedangkan hal yang sedikit berbeda digunakan oleh Moghadan (2013) yang menggunakan jarak dari jalan untuk melihat ekspansi dari permukiman di Mumbai, India, Moghadam tidak mengunakan jarak dari pantai, namun menggunakan jarak dari sungai dalam melakukan spasial, hal ini juga menjadi acuan bagi penulis untuk mengklasfikasikan jarak dari sungai, yang dikombinasikan dengan penelitian Supriatna (2016) yang juga menggunakan jarak dari sungai sebagai sebuah variabel. Melalui beberapa pertimbangan di atas bahwa penulis menggunakan beberapa faktor jarak untuk mencari kesesuaian penggunaan lahan, khususnya lahan terbangun, seperti permukiman, sarana dan prasarana pendidikan, peribadatan, pariwisata, dll sesuai dengan tujuan Kota Mataram dalam Rencana Tata Ruang Wilayah. Tabel 3.8 Klasifikasi Jarak dari Sungai No Jarak dari sungai (m) Kelas 1 0-15 Tidak Sesuai 2 15-25 Kurang Sesuai 3 25-50 Cukup Sesuai 4 50-12000 Sesuai 5 >12000 Sangat Sesuai Sumber: Modifikasi dari Moghadam (2013), Supriatna (2016), dan PERDA Kota
Mataram No 12 tahun 2011 Klasifikasi kepadatan penduduk penulis merujuk kepada SNI yang dibuat oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional) nomor 03-1733-2004 tentang tata ruang cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan, yang dapat dilihat pada tabel 3.9 Klasifikasi Kepadatan Penduduk Tabel 3.9 Klasifikasi Kepadatan Penduduk No 1 2 3 4
Jarak dari sungai (m) <150 151-200 201-400 >400 Sumber: SNI 03-1733-2004
Kelas
Rendah Sedang Tinggi Sangat Padat
3.5.3
Pembuatan Model
Pembuatan model spasial perubahan penggunaan lahan dilakukan pada software pemodelan (IDRISI Selva 17), yang merupakan perangkat lunak powerful yang dibuat oleh Prof. Ron Eastman (2003). Perangkat lunak tersebut memadukan kemampuan pengolahan citra digitak dan SIG berbasis raster yang sangat bermanfaat dalam pemodelan spasial berbasis citra. Pemodelan spasial digunakan dengan Tool Land Change Modeler (LCM) pada perangkat IDRISI. Tool LCM dapat menganalisa perubahan penggunaan lahan pada masa lalu, melakukan modeling adanya perubahan penggunaan lahan, memprediksi perubahan di masa depan (Eastman, 2006). Sehingga diharapkan dengan menggunakan tool ini penulis mendapatkan hasil sesuai dengan tujuan penelitian. Pemodelan dengan menggunakan IDRISI dapat memprediksi perubahan penggunaan lahan dengan memanfaatkan Citra SPOT 5 multispektral tahun 2008 dan citra SPOT 6 multispektral tahun 2013, 2017 dan prediksi penutupan lahan di masa yang akan datang sesuai RTRW tahun 2031 dengan beberapa faktor pendorong, yaitu: jumlah penduduk, kepadatan penduduk, kemiringan lereng, curah hujan, jarak dari jalan, jarak dari sungai, dan jarak dari garis pantai untuk menentukan perubahan penggunaan lahan. Dari hasil simulasi yang dilakukan, diharapkan akan tercapai akurasi >60%. Jika ternyata belum valid maka dilakukan iterasi model verifikasi pada setiap langkah pemodelan (Sancoko, 2017). 3.6 Analisis Data
Guna menjawab pertanyaan permasalahan dan tujuan dari penelitian, maka analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis spasial untuk menguji generalisasi dari hasil penelitian serta memberikan sebuah gambaran yang membantu menjawab pertanyaan permasalahan tersebut, maka analisis spasial akan berdampingan dengan analisis deskriptif yang akan dilakukan dengan cara: 1. Menganalisis secara tabular, spasial dan deskriptif terkait dengan petambahan/pengurangan suatu tutupan lahan di Kota Mataram pada ta hun 2008-2017, yang dikaitkan dengan variabel yang digunakan, berdasarkan pada data eksisting.
2. Menganalisis secara spasial dan deskriptif terkait dengan perubahan tutupan lahan yang terjadi dan pola spasial yang terbentuk di Kota Mataram dari tahun 2008-2017 menggunakan data eksisting. 3. Menganalisis secara tabular, spasial dan deskriptif terkait dengan pertambahan/pengurangan suatu tutupan lahan di Kota Mataram pada tahun 2008-2031, yang terkait dengan driving factors yang digunakan, berdasarkan pada data hasil simulasi yang sudah di validasi. 4. Menganalisis secara spasial dan deskriptif terkait dengan faktor-faktor yang memengaruhi perubahan tutupan lahan 5. Menganalisis
arahan
pengendalian
perubahan
berdasarkan RTRW Kota Mataram tahun 2031.
penggunaan
lahan
Daftar Pustaka
A.Abubakar. A., Al-sharif, Biswajeet Pradhan. (2013). Monitoring and predicting land use change in Tripoli Metropolitan City using an integrated Markov chain and cellular automata models in GIS . Doi: 10.1007/s12517-0131119-7 Aronoff S. 1989. Geographic Information System a Management Perspective. Ottawa (US): WDL Publication. Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Edisi Kedua. Bogor (ID): IPB Press. Badan Pusat Statistik (BPS). (2013. Proyeksi Penduduk Indonesia 2010- 2035. Jakarta. Katalog BPS: 2101018 Badan Pusat Statistik Kota Mataram. (2008). Kota Mataram dalam angka 2007. Kota Mataram Badan Pusat Statistik Kota Mataram. (2010). Kota Mataram dalam angka 2010. Kota Mataram Badan Pusat Statistik Kota Mataram. (2013). Kota Mataram dalam angka 2013. Kota Mataram Badan Pusat Statistik Kota Mataram. (2017). Kota Mataram dalam angka 2017. Kota Mataram Badan Standarisasi Nasional. (2002). SNI 19-6728.3-2002 tentang penyusunan neraca sumber daya-Bagian 3:Sumber daya lahan spasial. Jakarta Badan Standarisasi Nasional. (2004). SNI 03-1733-2004 tentang tata cara perencanaan lingkungan perumahan di perkotaan. Jakarta Badan Standarisasi Nasional. (2010). SNI 7645-2010 tentang klasifikasi penutup lahan. Jakarta Barlowe R. 1986. Land Resources Economics: The Economics of Real Estate. London (UK): Prentice-Hall. Bintarto, Surastopo. H, 1987. Metode Analisa Geografi. Jakarta. Lembaga Penelitian dan Penerangan Ekonomi dan Sosial. Briassoulis H. 2000. Analysis of Landuse Change. Theoretical and Modelling Aprroaches. Virginia (US): Regional Research Intitute. West Virginia University. Deep, Shikhar., Akansha Saklani. (2014). Urban sprawl modelling using cellular automata. The Egyption Journal of Remote Sensing and Space Science Volume 17, pages 179-187. Deliar A. 2010. Pemodelan Hibrid Dalam Prediksi Dinamika Perubahan Tutupan Lahan (Studi Kasus: Wilayah Bandung) [disertasi]. Bandung (ID): Teknik Geodesi dan Geomatika, Institut Teknologi Bandung. Deng JS, Wang K, Hong Y, and Qi JG. 2009. Spatio Temporal Dynamics and Evolution of Land Use Change and Landscape Pattern in Response to Rapid Urbanization. Landscape and Urban Planning. 92: 187-198. Eastman JR. 2003. IDRISI Kilimanjaro : Guide to GIS and Image Processing. Worcester. Massachussets (US): Clark University Guan D, Li H, Inohae T, Su W, Nagaie T, Hokao K (2011) Modeling urban land use change by the integration of cellular automaton and Markov model . Ecol Model 222:3761 – 3772. doi:10.1016/j.ecol model.2011.09.009
Guan, D., Li, H., Inohae, T., Su, W., Nagaie, T., & Hokao, K., (2011). Modeling urban land use change by the integration of cellular automaton and Markov model. Ecological Modelling, 222(20-22), 3761 – 3772. Hadi S. 2012. Model Spasial Penggunaan Lahan dan Arahan Rencana Penggunaan Lahan di Kabupaten Bogor [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Handayani, LDW., MA Tejaningrum, F Damrah. (2017). Modelling of land use change in Indramayu District, West Java Province. IOP Conf. Series: Earth and Environmetal Science. Volume 54, No. 012021 Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tata Guna Tanah. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Huan Y, Zhengwei H and Xin P. 2010. Wetland Shrink Simulation Using Cellular Automata: A Case Study in Sanjiang. China. Procedia Environmental Science. 2: 225-233. Ilyas, M. Munibah, K & Rusdiana, O. (2014). Analisis Spasial Perubahan Penggunaan Lahan Dalam Kaitannya Dengan Penataan Zonasi Kawasan Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Majalah Ilmiah Globë, 16(1): 33-42. Jensen JR. 1996. Introductory digital image processing: A remote sensing perspective. 2nd Edition. New Jersey (US): Prenctice Hall. Kusratmoko, E., SDY Albertus, Supriatna. (2017). Modelling land use/cover changes with markov-cellular automata in Komering Watershed, South Sumatera. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science. Volume 54, No. 012103 Lambin EF. 1997. Modelling and Monitoring Land Cover Change Processes in Tropical Rogion. Progress in Physical Geography 21:375-393. ______. Geist HJ and Lepers E. 2003. Dynamics of Land Use and Land Cover Change in Tropical Regions. Environmental Resources 28: 205-241. Lilesand MT dan Kiefer RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra [terjemahan]. Yogyakarta (ID) : Universitas Gadjah Mada. M. Lutfi. (2012). Daya Dukung Lingkungan untuk Perencanaan Pengembangan Wilayah. Page: 22-53 Manson S. 2005. Land Use in the Southern Yucata in Peninsular Region of Mexico: Scenarios of Population and Institutional Change. Environment and Urban Sytems 30: 230-253. Marko, K., F Zulkarnain, E Kusratmoko. (2016). Coupling of Markov chains and cellular automata spatial models to predict land cover changes (case study: upper Ci Leungsi catchment area). IOP Conference Series Earth and Envirnmental Science. Volume 47, No. 012l032 Mas JF, Puig H, Palacio JL and Sosa-Lopez A. 2004. Modelling Deforestation using GIS and Artificial Neural Network. Environmental Modelling & Software 19: 461-471 Munibah, K., Sitorus., S.R.P., Rustiadi, E., Gandasasmita, K. & Hartrisari . (2006). Perubahan Penggunaan Lahan dan Faktor yang Berpengaruh, studi kasus Di DAS Cidanau, Provinsi Banten. Majalah Ilmiah Globe 8(2): 91-104. Nong Y and Du Q. 2011. Urban Growth Pattern Modelling Using Logistic Regression. Geo-spatial Information Spatial 14(1):62-67.
Ozturk, Derya. (2017). Modelling spatial changes in coastal areas of Samsun (Turkey) using a cellular automata – markov chain method. Tehnicki vjesnik. Volume 24 (1), pages 99-107. Peraturan Pemerintah Daerah No.12. (2011). Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Mataram tahun 2011-2031. Mataram Pontius, R. G., & Schneider, L. C. (2001). Land-cover change model validation by an ROC method for the Ipswich watershed, Massachusetts, USA. Agriculture, Ecosystems & Environment, 85(1), 239- 248. Prahasta E. 2001. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung (ID): Penerbit Informatika. Rustiadi E. 1996. Land Use Change In The Suburb Area. A Thesis for The Degree of Master of Agriculture. Division of Tropical Agriculture, Japan (JP): Kyoto University. ______, Saefulhakim S, dan Panuju DR. 2006. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor (ID): Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sandy, I Made. (1977). Penggunaan tanah ( land use) di Indonesia. Jakarta: Dapartemen Dalam Negeri Direktorat Jenderal Agraria Direktorat Tata Guna Tanah. --------(1985). Republik Indonesia Geografi Regional. Jakarta: Jurusan GeografiFMIPA – Universitas Indonesia. Sandy, I Made. (1977). Penggunaan tanah (land use) di Indonesia. Jakarta: Dapartemen dalam negeri direktorat jendral agraria direktorat tata guna tanah Susilo B. 2008. Geokomputasi Berbasis Sistem Informasi Geografi dan Cellular Automata untuk Pemodelan Dinamika Perubahan Penggunaan Lahan di Daerah Pinggiran Kota Yogyakarta. Yogyakarta (ID): Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Trisasongko BH, Panuju DR, Iman LS, Harimurti, Ramly AF, Anjani V, dan Subroto H. 2009. Analisis Dinamika Konversi Lahan di Sekitar Jalur Tol Cikampek. Publikasi Teknis DATIN. Jakarta (ID): Kementerian Negara Lingkungan Hidup. van Vliet, J., White, R., & Dragicevic, S. (2009). Modeling urban growth using a variable grid cellular automaton. Computers, Environment and Urban Systems, 33(1), 35-43. Wijaya MS dan Bowo S. 2013. Integrasi Model Spasial Cellular Automata dan Regresi Logistik Biner Untuk Pemodelan Dinamika Perkembangan Lahan Terbangun (Studi Kasus: Kota Salatiga). Yogyakarta: Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada. Wu Fulong, David Martin. (2002). Urban expansion simulation of Southeast England using population surface modelling and cellular automata. Environment and Planning (A). Volume 34, pages 1855-1876 Wu Q,LiH-q, Wang R-s, Paulussen J, He Y, Wang M,Wang B-h,Wang Z (2006), Monitoring and Predicting Land Use Change in Beijing Using Remote Sensing and GIS. Landscape Urban Plan 78:322 – 333. doi:10.1016/j.landurbplan.2005.10.002