BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Mikropaleontologi cabang ilmu palenteologi yang khusus membahas semua sisa-sisa organisme yang biasa disebut mikro fosil.yang dibahas antara laian
adalah
mikrofosil,
kepentingannya
klasifikasi,
terhadap
morfologi,
stratigrafi.
ekologi
Kegunaan
dari
dan
mengenai
mempelajari
mikropaleontologi sangat penting bagi geologist karena merupakan sarana penting untuk mengetahui umur batuan dan lingkungan pengendapan suatu daerah, dengan mempelejari mikropaleontologi merupakan aplikasi untuk mengetahui keberadaan minyak dan gas saat diadakan eksplorasi migas. Praktikum mikropaleontologi kami lakukan untuk mengimplementasikan teori-teori yang telah kami dapatkan pada perkuliahan Mikropaleontologi di Jurusan Teknik Geologi Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya (ITATS) dengan melakukan praktik secara langsung. Praktikum juga dapat menjadi sarana yang ampuh dalam meningkatkan kompetensi kami sebagai mahasiswa dalam mengimplementasikan terori-teori yang telah kami terima guna melakukan kegiatan penelitian secara langsung/ mandiri.
1.2 Maksud dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari disusunnya laporan ini adalah; Maksud
:Sebagai syarat kelulusan mata kuliah Mikropaleontologi di
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknologi Mineral dan Kelautan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Tujuan
: Laporan ini kami buat dengan tujuan untuk mempertanggung
jawabkan kegiatan praktikum yang telah kami laksanakan. Selain itu, agar para mahasiswa dapat memahami, menghayati kemudian dapat menerapkan ilmu Mikropaleontologi secara baik dan benar di berbagai aspek disiplin ilmu kebumian.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
1
BAB II METODELOGI PENGAMATAN
2.1 Metode Pengamatan Pada praktikum kali ini, kami menggunakan metode praktikum aktif, yaitu dimana
seorang
praktikan
terlibat
langsung
dalam
proses
berjalannya
pembelajaran. Sehingga kami dapat menyusun laporan ini berdasarkan apa yang telah kami lakukan selama praktikum Mikropaleontogi. Dengan Tahapan kerja sebagai berikut; 1. Assisten Laboraturium memberikan pendahuluan tentang Makro dan Mikropaleontologi 2. Assisten Laboraturium menjelaskan bagaimana cara mengamati fosil 3. Mahasiswa diberikan beberapa sampel fosil makro dan mikro untuk diamati dan dideskripsikan 4. Mahasiswa mengamati dan mendeskripsikan fosil sesuai dengnan tahapan yang telah dibebebrkan Assisten Laboraturium 5. Mahasiswa mengisi modul pengerjaan sebagai tugas praktikum 6. Mahasiswa melakukan assistensi dan pengumpulan tugas
2.3 Diagram Alir Metode Penagamatan Pendahuluan dan Materi Pemeraian Fosil
Mengamati dan mendiskripsi Fosil
Membuat Laporan Praktikum
2.2 Peralatan yang Digunakan Alat dan Bahan yang kami gunakann dalam melakukan praktikum antara lain sebagai berikut; 1. Alat tulis LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
2
2. Modul Praktikum 3. Preparat mikropaleontologi 4. Sampel makropaleontologi 5. Sampel Batuan 6. Jarum 7. Lilin (malam) 8. Mikroskop Polarisasi 9. Ayakan 10. HCL 11. H2SO4 12. Air bersih 13. Plastik sampel
2.3 Waktu dan Lokasi Pengamatan Praktikum
mikropalontologi
diadakan
di
Laboratorium
Geologi
Dinamik, Fakultas Teknologi Mineral Kelautan, Institut Teknologi Adhi Tama
Surabaya pada: No 1 2 3 4 5 6
Kegiatan Praktikum
Breafing Praktikum Materi dan Penelitian Makropaleontologi ACC Makropaleontologi Materi dan Penelitian Mikropaleontologi Mengayak Fosil Mikropaleontologi ACC Mikropaleontologi
Waktu Pelaksanaan
Senin, 20 Maret 2017 Selasa, 21 Maret 2017 Kamis, 30 Maret 2017 Kamis, 30 Maret 2017 Senin, 3 April 2017 Kamis, 1 Juni 2017
Tabel 1.1 Jadwal Pelaksanaan Praktikum
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
3
BAB III DASAR TEORI
3.1 Proses Pemfosilan Fosil (bahasa Latin: fossa yang berarti “menggali keluar dari dalam tanah”) adalah sisa-sisa atau bekas-bekas makhluk hidup yang menjadi batu atau mineral. Untuk menjadi fosil, sisa-sisa hewan atau tanaman ini harus segera tertutup sedimen. Fosil yang paling umum adalah kerangka yang tersisa seperti cangkang, gigi dan tulang. Fosil jaringan lunak sangat jarang ditemukan. Ilmu yang mempelajari fosil adalah paleontologi, dan ilmu yang mempelajari fosil secara mikro (dengan bantuan mikroskop) adalah mikropaleontologi, cabang ilmu dari geologi. Jenis fosil ada dua yaitu tipe pertama adalah hewan itu sendiri yang terawetkan. Tulang, daun, cangkang dan hampir semua yang tersimpan berupa benda padat dan keras. Dapat juga secara utuh hewannya terawetkan. Contohnya Mammoth yang terawetkan karena es, atau serangga yang terjebak dalam getah tumbuhan (amber) termasuk fosil kayu. Sedangkan tipe kedua adalah sisa-sisa aktivitasnya. Fosil sisa aktivitas atau Trace Fosil (fosil jejak) karena yang terlihat hanya sisa-sisa aktivitasnya.
Jenis-jenis pemfosilan a. Unaltered Remains
Unaltered remains merupakan fosil yang terawetkan tanpa menalami perubahan secara kimiawi, meliputi tubuh lunak maupun tubuh keras dan bersifat insitu. Contoh : Fosil Mammouth dan Rhinoceros di dalam endapan es di Siberia. b. Altered Remains
Merupakan jenis pemfosilan dimana unsur-unsur kimia di dalam tubuh organism telah terubah baik secara keseluruhan maupun hanya sebagian. Proses tersebut dapat berupa : LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
4
Permineralisasi, terisinya pori-pori oleh mineral kalsit, silica, fosfat dan sebagainya tanpa merubah bentuk struktur cangkang atau tulang.
Replacement, tergantikannya unsur-unsur kimiawi di dalam bagian keras / rangka oleh mineral lain tanpa merubah bentuk asli dar i shell/rangka.
Leaching, terlarutkannya unsur-unsur kimia yang ada sehingga sedikit merubah bentuk asli dari shell/rangka.
Destilasi, hilangnya unsur nitrogen, oksigen dan hydrogen di dalam cangkang/shell yang tergantikan oleh lapisan tipis karbon.
Histometabesis, terubahnya unsur-unsur kimia pada fosil tumbuhtumbuhan.
c. Impression
Merupakan sisa tubuh organism yang tercetak pada lapisan batuan. Cetakan tersebut dapat berupa:
Internal mold, Cetakan langsung dari bagian dalam cangkang/tubuh organism
Eksternal mold, cetakan langsung dari bagian luar cangkang/tubuh organism.
Internal Cast, cetakan dari mold yang memperlihatkan bagian dalam dari cangkang/tubuh organism.
Eksternal cast, cetakan dari mold yang memperlihatkan bagian luar dari cangkang/tubuh organism.
Cetakan daun, merupakan cetakan dari fosil daun.
d. Fosil Jejak
Organisme selama hidupnya melakukan suatu aktifitas. Sisa aktifitas organism ini dapat terawetkan menadi suatu fosil, berupa :
Coprolite, merupakan kotoran binatang yang terfosilkan.
Trail, jejak ekor binatang
Track, jejak kuku binatang
Foot Print, jejak kaki
Burrows dan Boring, jejak berupa tempat tinggal binatang yang berbentuk lubang-lubang.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
5
3.2 Filum Makropaleontologi 3.2.1 Phylum Protozoa
Klasifikasi Protozoa
Protozoa diklasifikasi berdasarkan alat geraknya yang terdapat empat filum a dalah sebagai berikut... -
Ciliata (Ciliophora/Infusoria), jenis protozoa yang bergerak dengan menggunakan silia (rambut getar). Contoh protozoa jenis Ciliata adalah Paramecium sp
-
Rhizopoda (Sarcodina), jenis protozoa yang bergerak dengan pseudopodia (kaki semu). Contoh protozoa jenis Rhizopoda adalah Amoeba sp
-
Sporozoa (Apicomplexa), jenis protozoa yang tidak memiliki alat gerak. Contoh protozoa jenis Sporozoa adalah Plasmodium sp.
-
Flagellata (Mastigophora), jenis protozoa yang bergerak dengan flagela (bulu cambuk). Contoh jenis flagellata adalah Trypanosoma sp.
3.2.2 Phylum Porifera
Klasifikasi Protozoa (Protista Mirip Hewan) - Protozoa diklasifikasi berdasarkan alat geraknya yang terdapat empat filum Protozoa. Macam-Macam Klasifikasi Protozoa adalah sebagai berikut.
Ciliata (Ciliophora/Infusoria), jenis protozoa yang bergerak dengan menggunakan silia (rambut getar). Contoh protozoa jenis Ciliata adalah Paramecium sp
Rhizopoda (Sarcodina), jenis protozoa yang bergerak dengan pseudopodia (kaki semu). Contoh protozoa jenis Rhizopoda adalah Amoeba sp
Sporozoa (Apicomplexa), jenis protozoa yang tidak memiliki alat gerak. Contoh protozoa jenis Sporozoa adalah Plasmodium sp.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
6
Flagellata (Mastigophora), jenis protozoa yang bergerak dengan flagela (bulu cambuk). Contoh jenis flagellata adalah Trypanosoma sp.
3.2.3 Phylum Brachiopoda
Klasifikasi
Fillum
Brachiopoda
dibagi
menjadi
2
kelas
yaitu
klas
Articulata/Phygocaulina dan klas Inarticulata/Gastrocaulina.
·
Kelas Articulata/Phygocaulina (terdapat hinge/engsel)
Cangkang atas dan bawah (valve) dihubungkan dengan otot dan terdapat selaput dan gigi. Kelas Articulata / Pygocaulina memiliki masa hidup dari Zaman Cambrian hingga ada beberapa spesies yang dapat bertahan hidup sampai sekarang seperti anggota dari ordo Rhynchonellida dan ordo Terebratulida. Berikut adalah ciri-ciri dari kelas Articulata :
a.
Cangkang dipertautkan oleh gigi dan socket yang diperkuat oleh otot.
b.
Cangkang umunya tersusun oleh material karbonatan.
c.
Tidak memiliki lubang anus.
d.
Memiliki keanekaragaman jenis yang besar.
e.
Banyak berfungsi sebagai fosil index.
f.
Mulai muncul sejak Zaman Kapur hingga saat ini.
Pembagian Ordo dalam Kelas Articulata : n Ordo Orthida (Cambrian-Permian) n Ordo Strophomenida (Ordovician-Jurassic) n Ordo Pentamerida (Cambrian-Devonian) n Ordo Rhynchonellida (Ordovician-Recent) n Ordo Spiriferida (Ordovician-Jurassic) n Ordo Terebratulida (Devonian-Recent)
1. Ordo Orthida
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
7
Umumnya memiliki sepasang cangkang sangat biconvex dan “straight hinge line”. Impunctate shell = tidak terdapat indikasi perforasi sama sekali. Terdapat 2 suborder: a. Orthacea (impunctate): Orthis dan Platystrophia (Ordovisium). b. Dalmanellacea (punctate): Dalmanella (Ordovisium ~ Devonian).
2. Ordo Strophomenida Seperti Orthida yang diperkirakan merupakan nenek moyang (ancestor)-n ya, Ordo Strophomenida ini cangkangnya umumnya juga memiliki straight hinge lin e. Ciri lain dari Ordo Strophomenida ini adalah cangkangnya pseudopunctate (cangkangnya tidak perforate/pori tetapi terdapat bentuk-bentuk kanal yang disebut taleolae), dan umumnya salah satu cangkangnya cekung (brachial valve) dan cangkang lainnya cembung dengan radial ribs. Kisarannya dari Ordovisium ~ Jura.
3. Ordo: Pentamerida Ordo Pentamerida ini juga merupakan turunan langsung dari Ordo Orthida dimana cangkangnya juga bersifat impunctate. Umumnya berukuran besar dan sangat biconvex, memiliki hinge-line yang pendek dan delthyrium yang terbuka. Kisaran umurnya adalah Ordovisium ~ Perm.
4. Ordo: Rhynchonellida Genus ini memiliki cangkang impunctate (tidak memiliki perforasi) dan fibrous, spherical dan hinge line yang pendek. Umumnya dilengkapi dengan sulcus (lubang pembuangan) dan lipatan yang berbentuk paruh yang menonjol pada pedicle valve (rostrate). Diperkirakan merupakan turunan dari Pentamerida sebagai nenek moyangnya (ancestor). Pertamakali
muncul
pada
Ordovisium
Tengah
dan
mencapai
puncak
penyebarannya pada Mesozoikum.
5. Ordo: Spiriferida
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
8
Ordo Spiriferida ini adalah kelompok fosil Brachiopoda yang terbesar dan penting, dimana sebagian besar cangkangnya bersifat impunctate dan sebagian kecil bersifat punctuate. Memiliki radial ribbed atau cangkang yang terlipat (folded shell) dan bersifat “strongly biconvex”. Biasanya terdapat “interarea” yang mudah teramati (well developed interarea) pada pedicle valve, tetapi tidak terdapat pada brachial valve. Penyebaran vertical ordo ini adalah Ordovisium Tengah ~ Permian Atas, ada beberapa yang berhasil survive sampai Lias.
6. Ordo: Terebratulida Secara umum cangkangnya bersifat punctate (terdapat kanal-kanal kecil yang menerus sampai permukaan cangkang), permukaan cangkang relatif licin (smooth), hinge line relatif pendek, foramen (lubang) berbentuk bundar pada bagian paruh. Diasumsikan merupakan turunan dari Kelompok Dalmanellacea (Ordo Orthida). Pemunculan pertama-nya diketahui sejak Silur Atas dan mencapai puncak perkembangannya pada Zaman Kapur.
·
Kelas Inarticulata/Gastrocaulina (tanpa hinge/engsel)
Cangkang atas dan bawah (valve) tidak dihubungkan dengan otot dan terdapat socket dan gigi yang dihubungkan dengan selaput pengikat. Berikut ini adalah ciri-ciri dari kelas Inarticulata:
a.
Tidak memiliki gigi pertautan (hinge teeth) dan garis pertautan (hinge line).
b.
Pertautan kedua cangkangnya dilakukan oleh sistem otot, sehingga setelah
mati cangkang akan terpisah. c.
Cangkang umumnya berbentuk membulat atau seperti lidah, tersusun oleh
senyawa fosfat atau khitinan. d.
Mulai muncul sejak Zaman Cambrian awal hingga sekarang.
Pembagian Ordo dalam Kelas Inarticulata : n Ordo Lingulida n Ordo Acrotretida
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
9
1.
Ordo Lingulida: katu kecil memanjang.
- Genus Lingula terdapat hampir di seluruh dunia dan mulai ada sejak Ordovisium.
2.
Ordo Acrotretida (Inarticulata)
Pedicle valve umumnya “conicle”, “circular” relief tinggi sampai datar, brachial valve datar (flat). Contoh : Orbiculoida : Ordovisium – Kapur
3.2.4 Phylum Coelenterata
Klasifikasi filum Coelenterata
1. Hydrozoa a. Hidup di air tawar atau air laut. b. Cara hidup hydrozoa yaitu dengan berkoloni. c. Organisme ini mempunyai bentuk tubuh seperti silinder dan dapat bergerak di bebatuan untuk menangkap makanan. Setelah berhasil menangkap makanannya dimasukannya kedalam tubuh melalui HIPOSTOM (Mulut). d. Perkembang biakannya dilakukan secara aseksual dan seksual. Contoh hydrozoa yaitu : hydra dan obelia.
2. Scyphozoa a. Berukuran besar, banyak di pantai pantai sebagai ubur ubur.dan hidup di laut b. Alat pencernaannya berupa saluran bercabang c. Bagian tepinya di kelilingi tentakel d. Disekitar mulutnya terdapat empat lengan yang dilengkapi dengan NEMATOKIST yang berfungsi untuk melemahkan mangsa. e. Sistem saraf berbentuk anyaman Contoh aureliaaurita atau ubur ubur.
3. Anthozoa
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
10
a. Berbentuk mirip bunga, memiliki warna beraneka ragam b. Memiliki tentakel dalam jumlah yg banyak,kelipatan 8 c. Hewan ini hidup di air laut yang jernih d. Tidak memiliki bentuk medusa dan juga yang berbentuk polip yang sangat langka.
3.2.5 Phylum Mollusca
Klasifikasi Mollusca Berdasarkan bentuk, kedudukan kaki, cangkang, mantel, dan sistem syarafnya, Filum Mollusa terbagi menjadi lima kelas yaitu:
1.Polyplacophora
Polyplacophora merupakan satu dari lima kelas dalam filum mollusca. Polyplacophora memiliki bentuk bulat telur, pipih, dan simetri bilateral. Mulut terletak di bagian anterior tetapi tidak berkembang dengan baik. Sedangkan anusnya berada di bagian posterior. Polyplacophora tidak memiliki tentakel dan mata. contoh :Chiton sp.
2. Scapopoda
Hewan jenis ini pada umumnya bercangkang seperti kerucut atau tanduk. Di kedua ujung cangkang berlubang. Scapopoda biasa hidup di air. contoh: Dentalium vulgare
3.Gastropoda
- Struktur tubuh bekicot terdiri satu rumah atau cangkang bekicot berbentuk kerucut terpilin (spiral)yang simetris bilateral , - Bentuk tubuhnya sesuai dengan bentuk cangkok - Namun ada pula Gastropoda yang tidak memiliki cangkok, sehingga sering
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
11
disebut siput telanjang (vaginula) - Di kepala siput terdapat sepasang tentakel panjang dan sepasang tentakel pendek. - Pada tentakel panjang, terdapat mata. Mata ini hanya berfungsi untuk membedakan gelap dan terang. - Bersifat hermafrodit, tidak melakukan fertilisasi sendiri, - Bernapas dengan paru-paru melalui lubang pada ruang mantel (apertura pulminalis) - Sistem pencernaan dimulai dari mulut – faring berotot – esofagus – tembolok tipis-lambung – usus halus berkelok-kelok – anus. - Hewan ini memiliki kelenjar ludah di kiri kanan tembolok dan sebuah hati yang terhubung dengan lambung yang terletak di bagian atas rumah bekicot. - Sebelum dikeluarkan, kotoran disaring oleh ginjal, kemudian dikeluarkan ke ruang mantel. Contoh: Bekicot ( Achatina fulica)
4. Bivalvia(Pelecypoda)
Kalau dibuat sayatan memanjang danmelintang, tubuh kerang akan tampak bagian-bagian sebagai berikut.
Paling luar adalah cangkang yang berjumlah sepasang, fungsinya untuk melindungi seluruh tubuh kerang.
Mantel, jaringan khusus, tipis dan kuat sebagai pembungkus seluruh tubuh yang lunak. Pada bagian belakang mantel terdapat dua lubang yang disebut sifon. Sifon atas berfungsi untuk keluarnya air, sedangkan sifon bawah sebagai tempat masuknya air.
Insang, berlapis-lapis dan berjumlah dua pasang. Dalam insang ini banyak mengandung pembuluh darah.
Kaki pipih. Bila akan berjalan kaki dijulurkan ke anterior.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
12
di dalam rongga tubuhnya terdapat berbagai alat dalam seperti saluran pencernaan yang menembus jantung, alat peredarn, dan alat ekskresi (ginjal).
Contoh Bivalvia, antara lain : - Asaphis detlorata/remis, - Teredo navalis/kerang pengebor kayu, - Mytilus edulis/kerang hijau, - Meleagrina margaretifera/kerang mutiara. - Mytilus viridis/kerang hijau, - Anadara granosa /kerang darah - Tridagna gigas /kima
5. Cephalopoda
Kaki terdapat dikepala, tidak bercangkok (kecuali nautilus)
Bergerak lambat dengan tentakel, sirip, dan cepat dengan cara menyemprotkan air
Warna kulit berubah sesuail lingkungan (karena zat kromator pada kulitnya)
Alat kelamin terpisah
Contoh : Loligo indica (cumi), Octopus vulgaris (gurita), Sephia sp. (ikan sotong), nautilus
3.2.6 Phylum Arthropoda
Kelas Arachnida Kata Arachnida berasal dari bahasa Yunani, yaitu arachne yang artinya laba-laba. Akan tetapi, bukan berarti anggota kelas ini hanya laba-laba. Umumnya anggota kelas ini hidup di darat. Tubuhnya terdiri atas dua bagian, yaitu tubuh depan dan tubuh belakang. Namun, pada kalajengking dibagi menjadi tiga bagian,yaitu tubuh bagian depan, tengah, dan belakang. Pada tubuh depan, terdapat bintik mata dan bukan mata facet atau mata majemuk. Di tubuh bagian
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
13
kepala, terdapat mulut yang berfungsi memegang atau menangkap mangsa dan disebut kelisera. Di belakang kelisera terdapat pedipalpus sebagai alat peraba dan pemotong. Terdapat empat pasang kaki, namun pada larva Acarina terdapat tiga pasang. Bernapas dengan paru-paru buku. Darahnya mengandung hemoglobin. Arachnida dapat menjadi predator, parasit, atau pemakan bangkai. Contoh
hewan
yang
termasuk
Arachnida
adalah
kalajengking
(Thelyphonus caudatus), laba-laba Nephila, kalajengking biru (Heterometrus cyaneus), dan Boophilus annulatus yang hidup parasit pada sapi.
Kelas Crustacea Crustacea berasal dari bahasa latin crusta yang artinya cangkang. Terdapat lebih dari 20.000 spesies Crustacea yang telah diketahui. Sebagian besar Crustacea hidup di laut dan sebagian lagi di air tawar. Pada kepala terdapat dua pasang antena, yaitu sepasang antena panjang dan sepasang antena pendek. Tubuh udang terbagi menjadi sefalotoraks dan abdomen. Sefalotoraks adalah bagian kepala dan dada yang bersatu. Bagian ini dilindungi oleh eksoskeleton yang disebut karapak. Contoh hewan yang termasuk dalam kelas Crustacea adalah kutu air (Daphnia pulex), udang galah (Macrobrachium), kepiting (Portunus), dan yuyu (Parathelpusa maculata). Kelas Myriapoda Kata Myriapoda berasal dari bahasa Yunani, yakni myria artinya banyak dan podos artinya kaki. Myriapoda adalah hewan dengan banyak kaki. Bagian tubuh Myriapoda hanya dapat dibedakan atas kepala dan tubuh. Tubuhnya panjang seperti cacing dan bersegmen. Di bagian kepala terdapat sepasang antena dan mulut bertaring. Pada tiap segmen terdapat satu hingga dua pasang kaki.Myriapoda dikelompokkan atas Ordo Diplopoda dan Ordo Chilopoda. Diplopoda memiliki dua pasang kaki pada setiap ruas dan berantena pendek. Contohnya, kaki seribu (Lulus sp.). Adapun Chilopoda hanya memiliki satu
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
14
pasang kaki pada setiap ruas dan berantena panjang. Contohnya kelabang (Scutigera sp.). Beberapa ahli telah mengklasifikasikan Diplopoda dan Chilipoda menjadi kelas tersendiri karena perbedaannya tersebut Kelas Insecta Insecta meliputi dua per tiga seluruh jumlah hewan-hewan. Anggota kelas Insecta yang telah diketahui namanya, berjumlah lebih dari 700.000 spesies. Dari jumlah tersebut yang memiliki jumlah spesies terbanyak adalah kelompok Coleoptera. Pada umumnya, serangga hidup di tanah dan memegang peranan penting dalam menjaga keseimbangan biologis di tanh. Serangga ada yang merugikan dan ada yang menguntungkan. Serangga yang merugikan antara lain serangga yang bersifat hama, vektor penyakit (malaria, Trypanosoma sp., dan filariasis), dan parasit pada organisme lain. Sementara itu, serangga yang menguntungkan adalah serangga yang membantu penyerbukan pada tanaman, predator hama, dan serangga yang ikut ambil bagian dalam siklus materi di alam. Dapatkah Anda menyebutkan contohcontoh serangga tersebut? Ciri-ciri dari serangga antara lain sebagai berikut.
Tubuhnya terbagi menjadi kepala, dada, dan abdomen.
Memiliki tiga pasang kaki.
Tubuhnya dilindungi oleh kulit keras dari kitin yang berfungsi sebagai eksoskeleton.
Kepala terdiri atas bagian mulut, antena, mata majemuk, dan mata tunggal. Larva, pada umumnya bermata tunggal dan antena pada larva/ nimpa tereduksi atau menjadi lebih kecil. Antena berfungsi sebagai reseptor kimia dan mekanik.
Umumnya memiliki sayap.
Bernapas menggunakan trakea. sebagai alat untuk menusuk dan mengisap, misalnya pada nyamuk; sebagai alat untuk menjilat, misalnya pada lalat;
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
15
sebagai alat untuk menggigit atau menggunting, misalnya pada belalang; dan sebagai alat mengisap, misalnya pada kupu-kupu.
Dada atau toraks pada serangga dibagi menjadi protoraks, mesotoraks, dan metatoraks. Sebelah lateral toraks disebut pleura, sebelah ventral toraks disebut sternum. Seranggga memiliki dua pasang spirakel (stigmata) pada mesotoraks dan metatoraks. Namun, pada larva serangga hanya terdapat satu pasang spirakel pada toraks. Serangga memiliki anggota gerak berupa kaki pada setiap segmen toraks dan
memiliki
sayap
metatoraks. Berdasarkan
yang
terletak
metamorfosisnya,
di
antara
Insecta
mesotoraks
digolongkan
dan
menjadi
ametamorfosis (ametabola), metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola), dan metamorfosis sempurna (holometabola). Pada kelompok Insecta ametamorfosis, bentuk tubuh larva hingga dewasa tidak berbeda, contohnya kutu buku (Lepisma). Bentuk tubuh kelompok metamorfosis tidak sempurna mengalami sedikit perubahan, yaitu saat tubuhnya mengalami molting (pergantian kulit) dan bersayap, contohnya capung. Insecta yang mengalami metamorfosis sempurna mengalami perubahan bentuk tubuh pada tiap fasenya, yaitu telur larva kepompong (pupa) imago (dewasa). Contohnya pada kupu-kupu dan lalat yaitu serangga tidak bersayap (Apterygota) dan serangga bersayap (Pterygota). Kelompok Apterygota merupakan serangga primitif, kecil, dan pada umumnya hidup di tanah. Contoh serangga Apterygota adalah kutu buku (Lepisma saccharina).
Sementara
itu,
kelompok
Pterygota
adalah
serangga
bersayap. Meskipun demikian, terdapat juga kelompok Pterygota yang sayapnya rudimen atau tereduksi sama sekali, misalnya pada serangga yang bersifat parasit. Contoh serangga bersayap adalah lalat (Musca domestica) dan capung. Berikut ini tabel menjelaskan beberapa ordo dari Insecta. 3.2.7 Phylum Echinodermata
Kelas Archoidea Kelas archoidea adalah hewan yang dengan bentuk bintang yang biasa disebut bintang laut. Astroida sering ditemukan di laut pantai. Astroidea
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
16
merupakan spesies terbanyak dari kelas filum echinodermata yaitu terdapat 1.600 spesies. Archoidea mempunyai bagian tubuh oral (bagian tubuh dengan mulut) dan bagian aboral (bagian tubuh dengan anus). Kelas yang mempunyai sistem ambularaklakral terdiri atas pembuluh darah air (jaringan hidrolik) yang membentuk kaki/lengan, Bagian kaki/lengan memiliki fungsi sebagai alat gerak, untuk menempel, dan untuk menemukan makanan. Pada ujung kaki terdapat bintik mata yang mampu membedakan terang dan gelap. Bintang laut memiliki duri yang tumpul dan pendek. Disekelilingi duri terdapat duri kecil yang dinamakan pedicelaria yang berfungsi untuk menangkap makanan dan melindungi tubuh dari kotoran. Pada bagian dekat anus terdapat lubang air disebut dengan medreporit. Archoidea mempunyai saluran cincin yang berada di pusat tubuh, serta saluran radial yang merupakan cabang saluran cincin di bagian lengan.
Kelas Echinoidea Echinoidea merupakan kelas echinodermata yang tubuhnya dipenuh mirip duri. Bulu Babi atau landak laut merupakan salah satu jenis dari kelas Echinoidea. Bentuk tubuh dari echinoidea adalah agak bulat dan tidak mempunyai lengan, tetapi terdapat duri yang jumlahnya banyak. Terdapat dri ang pendek dan panjang. Duri echinoidea memiliki bentuk zat kapur. Tubuh echinoidea mempunyai otot dengan fungi untuk memutar duri tersebut sehingga dapat bergerak. Mulut hewan ini mempunyai struktur yang mirip rahang membantu dalam memakan mangsa.
Kelas Crinoidea Crinoidea mempunyai bentuk tubuh yang mirip dengan bunga atau tumbuhan. Crinoidea adalah anggota fillum echinodermata yang spesies paling sedikit yaitu terdapat 550 spesies. dan kelompok paling primitif dari filum echinodermata. Hewan yang hidup di pantai sampai kedalaman laut 3.500 meter dibawah permukaan laut. Tubuh yang tidak mempunyai duri, dan jika mempunyai tangkai disebut dengan lillia laut (jika bertangkai akan menempel pada dasar laut dengan sirri, yaitu bagian ujung tangkai memiliki zat tanduk), sedangkan yang tidak mempunyai tangkai disebut dengan bintang laut berbulu. Di bagian dasar tubuh (kaliks) jenis yang terdapat sisi oral (mulut) dan sisi anus sedangkan di
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
17
bagian lengannya berjumlah banyak yang mengelilingi di bagian kaliks tersebut. Umumnya jumlah lengan Crinoidea adalah kelipatan lima dan mempunyai cabang yang disebut dengan pinula. Di sisi oral terdapat celah yang bersilia disebut dengan celah ambulakral. Celah tersebut berfungsi dalam menangkap makanan berupa cairan, zooplankton, atau partikel lainnya yang tersebar di laut.
Kelas Ophiuroidea Kelas Ophiuroidea merupakan kelas berbentuk menyerupai bintang laut, tetapi memiliki lengan yang lebih panjang dan lebih kurus dan cakram pusat t ubuh yang lebih jelas. Jika kaki digerakkan maka pergerakannya mirip dengan ular, sehingga Kelas Ophiuroidea disebut dengan Bintang Mengular. Kaki tabungnya ini tidak mempunyai penyedot dan bergerak dengan mencambukkan kakinya, sehingga kaki ini lebih mudah patah. Pada kaki atau lengan berfungsi menangkap mangsanya, kemudian memasukkan ke dalam laut. Sebagian jenis dari pemakan cacing, moluska, suspensi atau bangkai. Hewan ini tidak mempunyai anus dan umumnya hidup di sela bebatuan.
Kelas Holothuroidea Holothuroidea merupakan hewan yang bentuk tubuh bulat memanjang dari permukaan oral ke permukaan aboral. Tubuhnya terlihat seperti bentuk buah timun sehingga sering disebut dengan timun laut. Tetapi konsistensi tubuhnya sedikit berbeda dengan kelas lain dan memiliki tubuh halus dan lunak serta tergolong memiliki bagian bagian tubuh yang berkelipatan lima dengan sistem ambulakral. Mentimun laut mempunyai tentakel di bagian oral yang berjumlah 10-30 buah. Tubuhnya terdapat kaki ambulakral denan fungsi bergerak dan bernapas. Pergerakan dilakukan dengan kontraksi otot ditubuhnya. Jenis hewan ini adalah hermafrodit (2 alat kelamin dalam satu tubuh), namun ada juga yang genokhoris (1 kelamin 1 individu). Pembuahan (fertilisasi) di air laut kemudian berkembang menjadi larva aurekularia. Makannya adalah plankton atau zat organik dalam laut. Ia melindungi diri dari mangsanya dengan memuntahkan organ dalam tubuhnya, sehingga mangsanya akan memakan organ itu, selanjutnya mentimun laut membentuk kembali organ yang dimuntahkan tadi.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
18
3.3 Ordo Foraminifera Keanekaragaman Foraminifera yang melimpah dan memiliki morfologi yang kompleks, fosil Foraminifera berguna untuk biostratigrafi dan memberikan tanggal relative yang akurat terhadap batuan. Sedangkan industri minyak sangat tergantung pada Foraminifera yang dapat menentukan deposit minyak potensial (Ryo, 2010). Fosil Foraminifera terbentuk dari elemen yang di temukan di laut sehingga fosil ini berguna dalam paleoklimatologi dan paleoceanografi. Fosil Foraminifera ini dapat digunakan untuk merekonstruksi iklim masa lalu dengan memeriksa isotop stabil rasio oksigen dan sejarah siklus karbon dan produktivitas kelautan dengan memeriksa rasio isotop karbon. Selain itu, menurut Muhtarto dan Juana (2001), Foraminifera dapat digunakan untuk menentukan suhu air laut dari masa ke masa sejarah bumi. Semakin rendah suhu pada zaman mereka hidup maka semakin kecil dan semakin kompak ukuran selnya dan lubang untuk protoplasma makin kecil. Dengan mempelajari cangkang forams dari sampel yang diambil dari dasar laut dan menghubungkan kedalaman sampel dengan waktu maka suhu s amudra dapat diperkirakan sepanjang sejarah. Hal ini membantu menghubungkannnay dengan zaman es di bumi dan memahami pola cuaca umum yang terjadi di mas a lalu. Pada
pola
geografis
fosil
Foraminifera
juga
digunakan
untuk
merekonstruksi arus laut. Ada beberapa jenis Foraminifera tertentu yang hanya ditemukan di lingkungan tertentu sehingga ini dapat digunakan untuk mengetahui jenis lingkungan di mana sedimen laut kuno disimpan (Ryo, 2010). Selain itu, Foraminifera juga digunakan sebagai bioindikator di lingkungan pesisir termasuk indicator kesehatan terumbu karang. Hal ini dikarenakan kalsium karbonat rentan terhadap pelarutan dalam kondisi asam, sehingga Foraminifera juga terpengaruh pada perubahan iklim dan pengasaman laut. Pada arkeologi beberapa jenis merupakan bahan baku batuan. Beberapa jenis batu seperti Rijang, telah ditemukan mengandung fosil Foraminifera. Jenis dan konsentrasi fosil dalam sampel batu dapat digunakan untuk mencocokkan bahwa sampel diketahui mengandung jejak fosil yang sama (Ryo, 2010).
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
19
Pengelompokan Fosil Foraminifera
Berdasarkan cara hidupnya Foraminifera terbagi menjadi 2, yaitu: a.
Foraminifera plantonik yang hidup mengambang mengikuti arus dan di pakai untuk menentukan umur batuan.
b.
Foraminifera bentonik yang hidup di dasar laut dan di pakai untuk menentukan lingkungan pengendapan.
3.4 Deskripsi Mikropaleontologi Tahapan pendeskripsian mikropaleontologi dapat dilakukan beberapa hal sebagai berikut: 1. Bentuk Test (Bentuk keseluruhan dari cangkang foraminifera)
a.
Tabular : bentuk tabung.
b.
Bifurcating : bentuk cabang.
c.
Radiate : bentuk radial.
d.
Arborescent : bentuk pohon.
e.
Irregular : bentuk tak teratur.
f.
Hemispherical : bentuk setengah bola.
g.
Zig-zag : bentuk berkelok-kelok.
h.
Spherical : bentuk bola.
i.
Palmate : bentuk daun.
j.
Discoidal : bentuk cakram.
k.
Fusiform : bentuk gabungan.
l.
Biumblicate : mempunyai dua umbilicus.
m.
Biconvex : cembung dikedua sisi.
n.
Flaring : bentuk seperti obor.
o.
Spironvex : cembung disisi dorsal.
p.
Umbiliconvex : cembung disisi ventral.
q.
Lenticular biambornate : bentuk lensa.
2. Bentuk Kamar
a.
Spherical – Hemispherical – Flatilosa
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
20
b. Pyriform – Angular rhomboid – Semicircular c.
Tabular – Clavate
d. Globular – Tubuluspinate e.
Ovate – Neat
f.
Angular truncate – Cyrical
3. Susunan Kamar
1. Planispiral Sifat-sifatnya: a. Terputar pada satu bidang. b. Semua kamar telihat. c.
Pandangan, serta jumlah kamar ventral dan dorsal sama.
2. Trochospiral Sifat-sifatnya: a.
Terputar tidak dalam satu bidang.
b. Pandangan serta jumlah kamar ventral dan dorsal berbeda. Sisi Ventral: a.
Jumlah kamar lebih sedikit, karena hanya kamar pada putaran terakhir terlihat.
b. Terlihat adanya aperture utama. c.
Terlihat adanya umbilicus.
Sisi Dorsal: a.
Jumlah kamar lebih banyak.
b. Semua kamar dan putarannya terlihat. c.
Kelihatannya adanya putaran.
4. Bentuk Suture
Suture adalah garis yang terlihat pada dinding luar test dan merupakan perpotongan antara septa dan dinding kamar. Macam-macam bentuk suture adalah: a.
Tertekan (melekuk), rata atau muncul dipermukaan test.
b. Lurus, melekuk lemah, sedang dan kuat. c.
Suture yang mempunyai hiasan. Keterangan :
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
21
a.
Protoculum : kamar utama pada cangkang foraminifera
b. Septa : sekat-sekat yang memisahkan antar kamar c.
Suture : garis pertemuan antara septa dengan dinding cangkang
d. Aperture : lubang utama pada cangkang foraminifera.
5. Komposisi Test
Penelitian pada cangkang foraminifera resen, dinding cangkang dapat terdiri atas beberapa macam sebagaimana yang dijelaskan berikut ini : a.
Dinding khitin atau tektin merupakan bentuk dinding yang paling ka nada pada foraminifera. Dinding ini terbuat dari zat ka nad yang menyerupai zat tanduk, fleksibel dan transparan, biasanya berwarna kuning dan tidak berpori (imperforate. Foraminifera yang mempunyai bentuk dinding ini jarang yang ditemukan sebagai fosil (kecuali golongan Allogromidae).
b.
Dinding aglutin atau arenaceous adalah dinding test yang terbuat dari material asing yang direkatkan satu sama lain dengan semen.
c.
Dinding tipe ini jrang ditemukan. Material silikaan dapat dihasilkan oleh organisme itu sendiri atau dapat juga merupakan material sekunder dalam pembentukannya. Contoh foraminifera yang dapat mempunyai dinsing silikaan adalah golongan Ammodiscidae, Hypermminidae, Silicimidae, dan beberapa spesies dari golonhan Miliolidae.
d.
Dinding gampingan, Williamson (1958), dalam pengamatannya pada foraminifera resen, mengklasifikasikan tipe dinding gampingan ini menjadi dua, yaitu dinding porselen dan ka nad. Tetapi, selain kedua tipe ini masih terdapat tipe dinding gampingan yang lain, yaitu dinding gampingan yang granuler dan kompleks.
e.
Dinding porselen terbuat dari zat gampingan, tidak berpori, mempunyai kenampakan seperti porselen, dengan sinar langsung (episkopik) berwarna opak (buram) dan putih, dengan sinar transmisi (diaskopik) berwarna amber.
f.
Dinding ka nad (vitrocalcarea), kebanyakan foraminifera mempunyai dinding tipe ini. Tipe dinding ini merupakan dinding gampingan bersifat bening dan transparan, berpori. Umumnya, yang berpori halus dianggap lebih ka nada daripada yang berpori kasar. Golongan Nadosaridae, Globigerinidae dan
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
22
Polymorphinidae mempunyai diameter pori sekitar 5-9 µm, sedangkan beberapa jenis lain seperti Anomalina, Planulina dan Cibicides besar lubang pori ± 15 µm. g. Dinding gampingan yang granular, kebanyakan foraminifera yang hidup pada zaman Paleozoikum (terutama Awal Paleozoik) mempunyai dinding cangkang yang terdiri atas ka nad kalsit yang granular tanpa ada material asing atau semen, seperti pada Endothyra, beberapa spesies Bradyina, Hyperamina dan beberapa penulis lain beranggapan bahwa materi pembentuk dinding ini dihasilkan oleh binatang itu sendiri. Dalam sayatan tipis, dinding ini tampak gelap. h.
Dinding gampingan yang kompleks, dinding tipe ini terdapat pada golongan Fusulinidae (foram besar), mempunyai beberapa lapisan yang berdasarkan lapisan-lapisan tersebut kita dapat membedakan antara tipe fusulinellid dan schwagerinid.
6. Jumlah Putaran dan Jumlah Kamar
a.
Planispiral : jumlah kamar ventral dan dorsal sama banyak. terputar sebanyak satu bidang
b. Trochospiral :
jumlah kamar ventral dan dorsal tidak sama banyak. terputar tidak pada satu bidang. Adapun cara menghitung jumlah putaran pada cangkang foraminifera kita
harus dapat melihat dahulu arah putarannya, apakah searah jarum jam atau berlawanan, ini dapat dilihat dari perkembangan kamarnya mulai dari perkembangan kamar-kamarnya. Setelah itu ditentukan nomor urutan perkembangan kamarnya mulai dari yang terkecil sampai yang terbesar. Baru ditarik garis yang memotong kamar satu, kamar nomor dua dan kamar terakhir. Selanjutnya menghitung jumlah putarannya.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
23
7. Aperture
Merupakan lubang utama pada test foraminifera yang biasanya terletak pada bagian kamar yang terakhir. Aperture ini berupa sebuah lubang yang berfungsi
untuk
memasukkan
makanan
dan
juga
untuk
mengeluarkan
protoplasma. Dengan demikian, aperture berperan penting dalam kehidupan foraminifera itu sendiri dan penting untuk klasifikasi. Khusus foraminifera golongan
plankton
bentuk
maupun
variasi
aperturenya
lebih
sedehana,
kebanyakan golongan ini mempunyai bentuk aperture utama intreriomarginal. Macam-macam aperture utama interiomarginal: a.
Primary aperture interiomarginal umbilical adalah aperture utama yang terletak di umbilicus atau pusat putaran.
b.
Primary aperture interiomarginal umbilical extra umbilical adalah aperture interiomarginal terletak pada daerah umbilicus dan melebar sampai peri-peri atau ke tepi.
c.
Primary aperture interiomarginal equatorial adalah aperture interiomarginal yang terletak di daerah equatorial.
d.
Secondary aperture adalah lubang utama dari aperture lain dan lebih kecil, atau lubang tambahandari aperture utama.
e.
Accesory aperture adalah aperture sekunder yang terletak pada struktur tambahan.
8. Ornamen (Hiasan) Foraminifera
Ornamen adalah aneka struktur mikro yang menghiasi bentuk fisik cangkang
foraminifera.
Hiasan
ini
merupakan
cerminan
dari
upaya
mikroorganisme ini dalam beradaptasi terhadap lingkungannya. Berdasarkan letaknya hiasan di bagi menjadi :
Pada Suture, antara lain; a.
Suture bridge : bentuk suture menyerupai jembatan
b. Suture limbate : bentuk suture yang tebal c.
Retral processes : bentuk suture zig-zag
d. Raised bossed : suture yang berbentuk benjolan-benjolan
Pada Umbilicus, antara lain;
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
24
a.
Deeply umbilicus : umbilicus yang berlubang dalam
b. Open umbilicus : umbilicus yang terbuka lebar c.
Umbilicuc plug : umbilicus yang mermpunyai penutup
d. Ventral umbo : umbilicus yang menonjol di permukaan.
Pada Peripheri, antara lain; a.
Keel : lapisan tepi yang tipis dan bening
b. Spine : bentuk luar daripada cangkang menyerupai duri
Pada Aperture, antara lain; a.
Lip atau rim : bibir aperture yang menebal
b. Flap : bibir aperture menyerupai anak lidah c.
Tooth : bentuk menyerupai gigi
d.
Bulla dan Tegilla :Bulla berbentuk segi enam teratur, Tegilla berbentuk segi enam tidak teratur.
Pada Permukaan Test, antara lain; a.
Smooth : permukaan yang licin
b. Punctate : permukaan yang berbintik-bintik c.
Reticulate : permukaan seperti sarang madu
d. Pustucolate : permukaan dipenuhi oleh tonjolan-tonjolan bulat
9. Penentuan Umur
Foraminifera dapat digunakan untuk menentukan umur batuan serta untuk mengetahui struktur geologi apa saja yang terjadi pada suatu daerah seperti sesar, lipatan dan kekar. Berikut ini adalah contoh penggunaan foraminifera dalam menetukan umur batuan. - Sesuai dengan hukum superposisi yaitu lapisan yang berada paling bawah merupakan lapisan batuan yang paling tua dan lapisan yang paling muda berada di paling atas. - Satuan batuannya selaras karena susunan lapisan batuannya dari yang tua sampai yang muda berurutan. Rentang waktu kedua dan ketiga masing-masing merupakan subbagian dari garis waktu sebelumnya yang ditandai dengan atau tanda bintang (asterisk).
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
25
Holosen, (kala terakhir) terlalu kecil untuk dapat terlihat jelas pada garis waktu ini. Dalam bahasa Inggris, berturut-turut skala waktu geologi dari yang terbesar
adalah eon, era, period , epoch,
Indonesia, eon kadang
diterjemahkan
dan stage.
Dalam bahasa
menjadi masa, period diterjemahkan
menjadi periode atau zaman, sedangkan epoch diterjemahkan menjadi kala. Tabel berikut memberikan ringkasan peristiwa-peristiwa utama dan karakteristik pada periode waktu yang membentuk skala waktu geologi. Seperti diagram di atas, skala waktu ini didasarkan padaInternational Commission on Stratigraphy. Tinggi tiap baris tidak menggambarkan rentang waktu tiap subdivisi waktu. 10. Penentuan Lingkungan Pengendapan
Foraminifera benthonik memiliki habitat pada dasar laut dengan cara hidup secara vagile (merambat/merayap) dan sessile (menambat). Alat yang digunakan untuk merayap pada benthos yang vagile adalah pseudopodia. Terdapat yang semula sesile dan berkembang menjadi vagile serta hidup sampai kedalaman 3000 meter di bawah permukaan laut. Material penyusun test merupakan agglutinin, arenaceous, khitin, gampingan. Foraminifera
benthonik
sangat
baik
digunakan
untuk
indikator
paleoecology dan bathymetri, karena sangat peka terhadap perubahan lingkungan yang terjadi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ekologi dari foraminifera benthonic ini adalah : a.
Kedalaman laut
b. Suhu/temperature c.
Salinitas dan kimia air
d. Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis e.
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
f.
Makanan yang tersedia
g. Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
26
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon mempunyai salinitas yang sedang karena merupakan percampuran antara air laut dengan air sungai.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
27
BAB IV HASIL DESKRIPSI
4.1 Modul Makropaleontologi (TERLAMPIR) 4.2 Modul Mikropaleontologi dan Zonasi Blow (TERLAMPIR) 4.3 Modul Ayakan dan Zonasi Blow (TERLAMPIR)
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
28
BAB V KESIMPULAN Setelah
kami
melakukan
praktikum
mikropaleontologi
kami
bisa
menyimpulkan kegunaan mempelajari mikropaleontologi. adalah sebagai berikut; a. Dalam korelasi untu membantu korelasi penampang suatu daerah dengan daerah lain baik bawah permukaan maupun di permukan. b. Menentukan umur misalnya umur suatu lensa batu pasir yang terletak di dalam lapisan serpih yang tebal dapat ditentukan dengan mikrofosil yang ada dalam batuan yang melingkupi. c.
Membantu studi mengenai species.
d. Dapat memberikan keterangan-keterengan palenteologi yang penting dalam menyusun suatu standar section suatu daerah. e. Membantu menentukan batas-batas suatu transgresi/regresi serta tebal/tipis lapisan. f.
Berdasarkan kegunaannya dikenal beberapa istilah, yaitu :
Fosil indeks/fosil penunjuk/fosil pandu. Yaitu fosil yang dipergunakan sebagai penunjuk umur relatif. Umumnya fosil ini mempuyai penyebaran vertikal pendek dan penyebaran lateral luas, serta mudah dikenal.
Fosil bathymetry/fosil kedalaman. Yaitu fosil yang dipergunakan untuk menentukan lingkungan kedalaman pengendapan. Umumnya yang dipakai adalah benthos yang hidup di dasar
Fosil horizon/fosil lapisan/fosil diagnostic. Yaitu fosil yang mencirikan khas yang terdapat pada lapisan yang bersangkutan
Fosil lingkungan. Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai penunjuk lingkungan sedimentasi
Fosil iklim. Yaitu fosil yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk iklim pada saat itu.
g. Dari pendiskripsian 10 mikrofosil sampel laboraturium yang kami lakukan , kami dapat menyimpulkan bahwa mikrofosil tersebut berumur Misosen awal hingga pleistosen dengan lingkungan hidup Lagon dan Abyssal.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
29
h. Dari pendiskripsian 8 mikrofosil dari hasil ayakan batuan sedimen karbonat (batupasir) yang kami lakukan,
kami dapat menyimpulkan bahwa batuan
tersebut berumur antara pliosen hingga pleistosen Misosen dengan lingkungan hidup Lagon dan Abyssal.
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
30
DAFTAR PUSTAKA
-
Blow, W.H., 1969, Late Middle Eocene to Recent planktonic foraminiferal
-
Buku Penuntun Praktikum Mikropaleontologi. H. Loise Taran ST
-
http://alvyanto.blogspot.com/2013/01/phylum protozoa.html#ixzz44Gn8mGam
-
https://mwamir.wordpress.com/geologi/laporan-praktikum/mikropaleontologi/
-
http://laporanp.blogspot.co.id/2010/02/bab-i-pendahuluan-1_07.html
-
http://id.scribd.com/doc/212673945/LAPORAN-MIKROpaleontologi#scribd
-
http://harpani.blogspot.com/2012/04/aplikasi-foraminifera.html
-
Micropaleontology, Elsevier, Amsterdam. pp. 19-77
- planktonic foraminifera. Assoc. Venezolana Geol., Min. Petrol., Bol. Inf., v. 9, h. 3-32. -
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara, suatu pendekatan baru. Disertasi Doktor, ITB, Bandung, 239 h.
-
Pringgoprawiro, H., 1983, Biostratigrafi dan paleogeografi Cekungan Jawa Timur Utara, suatu pendekatan baru. Disertasi Doktor, ITB, Bandung, 239 h.
-
http://geoenviron.blogspot.co.id/2012/03/proses-pemfosilan-ataufosilisasi.html
http://tropical-mcrm.blogspot.co.id/2010/07/ordo-
foraminifera.html http://www.artikelsiana.com/2015/05/pengertian-protozoaciri-ciri-klasifikasi-reproduksii.html
LAPORAN PRAKTIKUM MIKROPALEONTOLOGI
31