MAKALAH REPRODUKSI VERTEBRATA (Reproduksi Biawak Air)
Oleh :
HASWANIA 1514141010 BIOLOGI SAINS
JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR 201
Struktur dan Fungsi Alat Reproduksi Biawak Jantan dan Betina serta Mekanisme Reproduksi
1. Biawak Jantan Secara umum sistem reproduksi jantan terdiri dari sepasang testis, saluran reproduksi dan kelenjar aksesori.
Gambar 2 Situs viscerum organ reproduksi jantan biawak air asia. A. di dalam rongga tubuh. B. Setelah dikeluarkan dari tubuh (tampak dorsal). ht: hati, lb: lambung, uh: usus halus, ub: usus besar, kk: kantung kemih, ts: testis, dd: ductus deferens, gj: ginjal, jl: jaringan lemak, kh: kantung hemipenis, hp: hemipenis saat ereksi, or: otot retraktor. a. Testis berfungsi memproduksi sel sperma dan sekresi hormon. Testis kanan dan kiri masing-masing menggantung di dinding dorsal coelom melalui mesorchium, tepatnya dibagian kranial ginjal. Testis berbentuk bulat lonjong (oval) yang berjumlah sepasang, berwarna putih pucat dan dibungkus oleh selaput peritoneum. b. Ductus epididimis merupakan saluran berwarna kuning keputihan, keluar dari bagian kranial testis dan berjalan berkelok-kelok memanjang ke arah kaudal. Pada saat melewati ginjal ductus epididymis menempel pada permukaan ventral ginjal dan berjalan
bersama ureter (Gambar 3A). Setelah melewati ginjal, ductus epididymidis melanjut menjadi ductus deferens yang berupa saluran kecil, lurus, pendek dan langsung ke hemipenis. Ductus deferens terhubung ke dinding tubuh dorsal oleh mesentrium ke kloaka.
Gambar 3 Organ reproduksi jantan biawak air asia (A. tampak dorsal dan B. tampak ventral). ts: testis, de: ductus epididymidis, gj: ginjal, dd: ductus deferens, kl: kelenjar, hp: hemipenis (posisi saat dalam pangkal ekor), or: otot retraktor, ur. ureter, kk: kloaka. c. Hemipenis Salah satu keunikan yang terdapat pada organ reproduksi V. s. bivittatus jantan seperti yang dilaporkan (Mahfud dkk., 2015) adalah memiliki sepasang hemipenis. Hemipenis (seperti halnya penis pada mamalia) adalah organ seksual pada biawak yang digunakan sebagai organ kopulatori (Kardong, 2008), yang juga
terdapat pada kelompok squamata lainnya. Hemipenis digunakan secara bergantian ketika kawin dengan biawak betina dan biasanya hanya salah satu yang digunakan untuk kopulasi. Sepasang hemipenis hewan ini tersimpan di pangkal ekor kaudal dari kloaka (Mahfud dkk 2015), yang menyebabkan bentuk ekor biawak jantan berbeda dibandingkan betina, sehingga dapat dijadikan sebagai salah satu ciri untuk menentukan jenis kelamin biawak. Hemipenis V. salvator merupakan organ berongga berbentuk silinder (truncus) dan masing-masing memiliki lubang untuk ereksi yang terletak di pangkal ekor kaudal dari kloaka. Truncus hemipenis dilapisi oleh epitel pipih banyak lapis yang didukung oleh jaringan ikat padat dan di bawahnya ditemukan corpus cavernous dengan cukup banyak pembuluh darah vena di dalamnya. Hal inilah yang menyebabkan truncus hemipenis hewan ini cukup fleksibel untuk membesar karena berisi darah sebelum kopulasi. Menurut Porto et al . (2013), adanya tekanan darah di dalam pembuluh darah corpus cavernous, menyebabkan hemipenis dapat melakukan ereksi dan pada saat yang sama otot propulsar mendorong hemipenis sampai terjadi kopulasi. Pembuluh darah ini bertanggung jawab untuk drainase darah dari hemipenis setelah terjadi kopulasi, sehingga hemipenis mengecil dan dapat ditarik masuk kembali ke ruangan di pangkal ekor. Pada saat diereksikan dengan memasukkan air menggunakan syringe, hemipenis akan keluar dari sisi lateral kloaka. Pada ujung kranial hemipenis ditutupi oleh tonjolan-tonjolan ( papillae) berbentuk konikal (Gambar 2B, 4B, dan 4C), dan di bagian tepi terdapat saluran sulcus spermaticus yang menempel seperti parit dan menjulur dari bagian dorsal kloaka sampai ke daerah papil hemipenis (Gambar 4B). Sulcus spermaticus merupakan saluran lanjutan dari ductus deferens menuju hemipenis. Pada saat hemipenis sengaja diereksikan, di tengah-tengah truncus bagian distal terdapat penjuluran seperti lidah berwarna putih dan bertekstur cukup keras seperti jaringan tulang rawan (Gambar 4C). Dalam keadaan tidak ereksi, jaringan tersebut berada di dalam truncus hemipenis dan terletak tepat di daerah kaudal (Gambar 4B). Pada bagian kaudal masing-masing hemipenis ditemukan otot retraktor yang dalam keadaan tidak ereksi, memanjang ke arah ekor dan terpisah
satu dengan yang lain (Gambar 2B). Otot retraktor berbentuk si lindris, dan ukuran otot retraktor semakin kecil atau meruncing ke arah ekor. Saat ereksi, di tengah bagian kaput hemipenis ditemukan penonjolan seperti kepala putik, agak keras dengan konsistensi seperti tendon, dan berwarna putih (Gambar 1A, 1B). Saat dalam keadaan tidak ereksi, jaringan tersebut berada di dasar truncus hemipenis yang berhubungan langsung dengan otot retraktor hemipenis (Gambar 2A). Secara histologis, penonjolan tersebut disusun oleh jaringan ikat dengan serabut kolagen (Gambar 2B), sedangkan otot retraktor hemipenis yang berhubungan langsung dengan hemipenis dan tonjolan tersebut disusun oleh otot lurik (Gambar 2C, 2D). Otot retraktor atau yang biasa dikenal sebagai otot propulsar (Karim, 1998), akan menarik hemipenis kembali ke dalam kantung yang terletak di pangkal ekor setelah kopulasi. Proses ini biasa disebut invaginasi. Selama ereksi, relaksasi otot retraktor menyebabkan masing-masing hemipenis akan keluar melalui lubang di pangkal e kor, yang biasa disebut evaginasi (Kardong, 2008).
Gambar 2. Struktur bagian kaudal dan otot retraktor hemipenis biawak V. s. bivittatus dalam kondisi tidak ereksi (A= tampak ventral, ↓ arah kaudal) (Mahfud dkk); Gambaran histologi sayatan melintang lipatan mukosa hemipenis (B),
daerah penyatuan otot retraktor dengan hemipenis (C) dan otot retraktor (D). 1. sulcus spermaticus, 2. jaringan ikat dengan bentuk seperti tendon, 3. lamina propia, 4. epitel pipih banyak lapis, 5. otot retraktor yang disusun oleh otot lurik, 6. jaringan ikat longgar. Pewarnaan B, C = MT, D = HE. Bar: A = 1 cm, B = 50 μm, C = 100 μm, D = 10 μm. d. Kelenjar Aksesori Kelenjar aksesoris berperan penting pada proses reproduksi. Kelenjar ini menghasilkan sekreta yang merupakan bagian dari plasma semen, berfungsi sebagai nutrisi dan media transpor bagia spermatozoa, perlindungan terhadap berbagai kuman infeksi, pembilas saluran uretra terhadap sisa-sisa urin, dan berperan dalam proses netralisasi pH saluran reproduksi jantan dan betina sebelum dilewati spermatozoa (Mohamad et al. 2001; Eroschenko 2008). Kelenjar aksesoris sistem reproduksi hewan jantan terdiri atas vesikula seminalis, kelenjar bulbourethralis (Cowper ), dan kelenjar prostat tunggal (Eroschenko 2008) serta ampula (Bacha & Bacha 2000). Biawak V. s. bivittatus hanya memiliki satu kelenjar aksesoris. Kelenjar aksesoris ditemukan di daerah dorsal kloaka pada ujung ductus deferens, berupa tonjolan yang menjulur dan menempel dengan sulcus spermaticus ke arah kantung hemipenis (Gambar 1A) dan berakhir sebelum pangkal kantung hemipenis. Hal ini berbeda dengan kelenjar aksesoris mamalia jantan pada umumnya yang terdiri atas vesikula seminalis, kelenjar Cowper (bulbourethralis), dan kelenjar prostat tunggal (Eroschenko 2008) serta ampula (Bacha & Bacha 2000) . Pada beberapa hewan, baik domestik maupun liar dilaporkan tidak memiliki salah satu atau beberapa kelenjar aksesoris. Misalnya pada karnivora, tidak ditemukan adanya kelenjar vesikula seminalis. Babi hutan memiliki ampula, tetapi tidak berkembang baik. Kucing hanya memiliki kelenjar prostat dan bulbouretralis (Foss et al. 2008), tetapi kelenjar prostat sendiri tidak ditemukan pada domba, kambing dan rusa (Bacha & Bacha 2000). Keberadaan kelenjar aksesoris secara langsung berhubungan dengan saluran reproduksi jantan dan menghasilkan berbagai produk sekretori yang bercampur dengan sperma untuk menghasilkan cairan yang disebut semen (Eroschenko 2008).
Secara mikroskopis, kelenjar bulbourethralis pada biawak ini memberikan gambaran tipe ujung kelenjar mukus (Gambar 1B). Struktur ini mirip kelenjar bulbourethralis pada mamalia (Bacha & Bacha 2000). Kelenjar bulbourethralis umumnya ditemukan pada hewan mamalia, kecuali anjing (Bacha & Bacha 2000; Foss et al. 2008) dan musang (Putra 2012). Epitel ujung kelenjar ini disusun oleh epitel silindris sebaris yang intinya terletak di bagian basal sitoplasma. Di bagian luar ujung kelenjar, dibungkus oleh jaringan ikat dan pada dinding ujung kelenjar yang tebal sering ditemukan sel otot polos. Pada lumen ujung kelenjar ditemukan adanya sekreta. Kelompok ujung kelenjar ini disatukan oleh jaringan ikat yang cukup tebal membentuk lobulus.
Gambar 1 Makroanatomi kelenjar bulbourethralis (tampak dorsal (A), mikroanatomi kelenjar bulbourethralis (B) dan distribusi karbohidrat asam (C) dan netral (D) pada kelenjar bulbourethralis biawak V. s. bivittatus. 1. sekreta (lumen kelenjar), 2. septula jaringan ikat antara lobulus, 3. jaringan ikat pembungkus (kapsul), 4. sel kelenjar (sekretoris). Pewarnaan B = HE, C = AB pH 2.5 dan D = PAS. Bar: A= 0.5 cm, B = 100 μm; C, D = 50 μm.
2. Biawak Betina
Pembuahan V. s. macromaculatus dilakukan secara internal. Sebagai bentuk
adaptasi terhadap strategi pembuahan internal, terdapat organ karakteristik pada sistem reproduksi betina. Karakteristik tersebut di antaranya oviduk yang berfungsi sebagai tempat fertilisasi, transpor telur, deposisi telur bercangkang, provisi nutrisi, kalsium, air, akomodasi dan menjaga telur, dan pengeluaran t elur (Blackburn 1998) sehingga menjamin keberhasilan reproduksi. Organ reproduksi betina dan organorgan lain yang terdapat di dalam rongga perut V. s. macromaculatus ditutupi oleh jaringan lemak dengan ketebalan bervariasi, dan terletak langsung di bawah otot dinding perut. Situs viscerum organ reproduksi betina biawak terlihat jelas setelah jaringan lemak tersebut diangkat dari rongga perut (Gambar 4.2). Organ reproduksi V. s. Macromaculatus betina terdiri atas ovarium, oviduk, kloaka, dan hemiklitoris. Hemiklitoris adalah struktur erektil bagian ventral pada pangkal ekor (Watiningsih, 2016). Oviduk polos biasanya lurus, tanpa ada tanda penebalan atau peregangan. Oviduk lurik melintang, masih “lurus”, tetapi dengan garis melintang sepanjang oviduk. Oviduk kelok adalah oviduk yang berlekuk-lekuk dengan penebalan dinding oviduk. Pengamatan folikel dilakukan secara 3 dimensi. Ovari V. s. Macromaculatus juvenil
didokumentasikan
dengan
menggunakan
stereo
mikroskop dan fotomikrografi yang dilengkapi optilab. Ovari V. salvator dewasa diamati secara visual dan setiap folikel diukur menggunakan jangka sorong (mm). Pengukuran folikel dilakukan pada posisi folikel yang tampak paling besar pada tiap gambar untuk diukur panjang mayor dan minor. Diameter telur merupakan rerata panjang mayor dan panjang minor (Watiningsih, 2016).
Gambar 4.2 Situs viscerum organ reproduksi V. s. macromaculatus betina. A. Jaringan lemak (adiposum) sebelum dibuang, B. Di dalam rongga
tubuh. C. Saluran pencernaan dihilangkan dan dikeluarkan dari tubuh (tampak ventral). 1. Jaringan lemak, 2. jantung, 3. hati, 4. lambung, 5. usus dua belas jari, 6. usus besar, 7. ovarium, 8. oviduk, 9. ginjal, 10. Hemiklitoris yang tidak ereksi, 11. otot retraktor. Skala bar: A, B, dan C = 2 cm Struktur oviduk V. s. macromaculatus secara umum berpasangan. Posisi oviduk V. s. macromaculatus sebelah kanan sedikit lebih anterior dibandingkan sisi kiri (Gambar 4.3). Oviduk pada individu juvenil tampak bening dan lurus (Gambar 4.3A) dibandingkan individu pradewasa (Gambar 4.3B) karena oviduk belum terdifferensiasi. Oviduk pada betina dewasa lebih lebar dan berlekuk setelah mengembang akibat perubahan fisiologi (Gambar 4.3C). Betina gravid (oviduk berisi telur) memiliki oviduk yang meregang lebar dan lurus (Gambar 4.3D).
Gambar 4.3 Tipe oviduk V. s. macromaculatus pada sisi ventral. Kepala berorientasi menuju ke anterior foto. A. Tipe oviduk smooth. B. Tipe oviduk striated . C. Tipe oviduk convoluted pada betina nongravid . D. Oviduk yang meregang pada betina gravid. O: Oviduk; I: Infundibulum; U: Uterus; V: Vagina. Skala bar pada oviduk: A, B, C, dan D = 2 cm
Ovari terletak di atas ginjal (ren) dan digantung dengan ligamen mesovarium di dalam rongga peritoneal. Bentuk ovarium sesuai dengan tahapan perkembangan kehidupan dan aktivitas reproduksi. Ovarium pada individu juvenil berbentuk pipih memanjang, berwarna dasar oranye terang, dengan permukaan bergranula (Gambar 4.4A). Tekstur tersebut hampir tidak tampak dengan mata telanjang karena sebagian besar folikelnya belum berkembang (diameter
folikelkurang dari 1 mm). Ovari pada subadult (Gambar 4.4B) berbentuk memanjang dan agak menggelembung dengan tekstur granulosa kompak karena kehadiran kelompok folikel pravitelogenik mulai aktif vitellogenesis (folikel kelas III). Ovari praovulasi pada individu dewasa aktif reproduksi (Gambar 4.4C) lebih menggembung dibandingkan dengan ovari sub adult karena memiliki folikel vitelogenik. Warna folikel keseluruhan adalah transparan dengan rona kemerahan yang disebabkan oleh tingginya vaskularisasi. Pada individu betina gravid , ovari mengalami regresi dengan maksimal ukuran folikel kurang dari 8 mm (Gambar 4.4D).
Gambar 4.4 Bentuk-bentuk ovarium dan tahap perkembangan folikel V. s. macromaculatus. A. Ovarium pada individu juvenil. B. Ovari pada individu subadult (pradewasa). C. Ovari praovulasi, D. Ovari regresi pada individu gravid. FBB: Folikel belum berkembang; FP Folikel pravitelogenik; FV: Folikel vitelogenik; KA: Korpus albikan. Skala bar pada ovari: A = 0.5 cm; B, C and D = 1 cm a. jumlah folikel Pada individu betina yang aktif reproduksi tampak adanya 2 kelompok folikel, yaitu pravitellogenik dan vitellogenik. Kelompok folikel pravitellogenik diduga akan berkembang sebagai kelompok folikel vitellogenik berikutnya dan akhirnya menjadi telur pada masa peneluran berikutnya. Jumlah total folikel pada setiap stadia reproduksi bervariasi dengan jumlah terkecil pada tingkatan juvenil pradewasa awal (hampir 100 folikel) dan terbesar pada dewasa praovulasi (sekitar 5x jumlah total folikel juvenil) (Gambar 4.6). Jumlah total folikel pada kelompok individu dewasa berkisar antara 219-544 butir.
Stadium Reproduksi Biawak Gambar 4.5 Histogram jumlah folikel dan telur berdasarkan kelas pada setiap stadia reproduksi V. s. macromaculatus. Keterangan: ■: kelas 1, ■: kelas 2, ■: kelas 3, ■: kelas 4, ■: kelas 5, ■: kelas 6
Keterkaitan antara reproduksi dan ukuran morfologi (Pmk) dapat ditentukan berdasarkan proporsi Pmk biawak betina dewasa terkecil dan terbesar (Shine 1986, Auffenberg 1994). Hasil proporsi yang kecil mengindikasikan spesies biawak tersebut diperkirakan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk dewasa. 2. jumlah telur dalam oviduk, yaitu sebesar 7 butir 3. ukuran telur, Jumlah sarang (clutch number) yang dihasilkan individu V. salvator betina asal Riau diestimasi berdasarkan ditemukannya 2 kelompok folikel, yaitu pravitelogenik dan vitellogenik pada individu betina dewasa aktif reproduksi. Kelompok folikel pravitelogenik, diduga akan berkembang sebagai kelompok folikel vitelogenik berikutnya dan akhirnya menjadi telur pada masa peneluran berikutnya sehingga diduga V. s. macromaculatus asal Riau minimal bertelur 2 kali dalam satu tahun. Pola reproduksi secara keseluruhan untuk meningkatkan peluang fertilisasi dan laju kesintasan anak disebut strategi reproduksi. Variasi strategi reproduksi biasanya dikaitkan ciri reproduksinya, seperti struktur organisasi ovari, ukuran saat mencapai dewasa atau maturity at size, dan jumlah telur dalam sarang atau clutch size (Ramírez-Bautista et al. 2015). Proses reproduksi dimulai dari perkawinan. Perilaku kawin biawak air dipicu oleh hujan deras yang pertama kali turun sebelum masuk ke musim hujan. Perilaku kawin meliputi pra-bercumbu, bercumbu dan perilaku kawin. Sistem
kawinnya poliandri atau poligini (Cota 2011a). Hewan ini bertelur sekitar kurang dari 2 bulan setelah kawin (Hairston dan Burchfield 1992). Biawak membuat sarang di tempat yang berbeda-beda, seperti tanah berpasir, lubang pada cabang pohon, sarang rayap, gundukan sarang burung, dengan lokasi tempat bersarang tunggal dan komunal (Gaulke 1992). Penggalian sarang dilakukan 10-14 hari sebelum meletakkan telur atau oviposisi (Hairston dan Burchfield 1992). Frekuensi bersarang (clutch number ) 2 - 3 kali dalam satu tahun dengan interval waktu 3 - 4 bulan (Gaulke 1992, Hairston dan Burchfield 1992). Lama inkubasi telur biawak air bervariasi 185-211 hari (Hairston dan Burchfield 1992). Musim kawin terjadi antara bulan Mei dan Agustus, dan telur komodo diletakkan pada bulan September (Jung 1999). Perilaku menyelisik merupakan perilaku komodo jantan menarik betina untuk menjadi pasangan kawin dengan cara menjilat-jilat dan mencium anggota tubuh bagian belakang, menggaruk/meraba sampai menaiki pasangannya. Hal ini merupakan ciri aktivitas kawin komodo. Aktivitas kawin mulai nampak setelah 3 hari menyelisik. Setelah itu aktivitas menyelisik dan kawin dilakukan dalam satu rangkaian perilaku kawin. Perkawinan dapat berlangsung selama 6 hari. Posisi jantan akan selalu di atas punggung betina. Setelah aktivitas menyelisik dan kawin tidak dilakukan lagi, aktivitas dan perilaku bertelur mulai terlihat. Perilaku awal yang dilakukan yaitu betina menjadi lebih aktif menjelajah untuk mencari tempat bertelur (Mulyana dan Ridwan 1992). Komodo akan menyimpan telurnya dalam tanah atau sarang yang telah digali sendiri. Sarang komodo dapat berupa lubang di tanah, sarang gundukan, dan sarang bukit (Jessop et al. 2007). Terkadang komodo menggunakan gundukan tanah seperti bekas sarang burung gosong. Masa pengeraman telur berlangsung selama 8 bulan dan telur menetas pada bulan April dan Mei dengan perbandingan jenis kelamin anak 3:1 (Ciofi dalam Monk et al. 2000). Komodo betina dapat menghasilkan telur 15-30 butir. Ukuran panjang rata-rata telur komodo adalah 8,6 cm, diameter 5,9 cm, dan berat 105 gram (Erdman 2004). Anak-anak komodo memiliki panjang 40 cm dengan berat kurang dari 100 gram. Betina akan meletakkan telurnya di lubang tanah, mengorek tebing bukit atau gundukan sarang burung gosong berkaki-jingga yang telah ditinggalkan
(Jessop et al . 2007). Komodo lebih suka menyimpan telur-telurnya di sa rang yang telah ditinggalkan. Sebuah sarang komodo rata-rata berisi 20 telur yang akan menetas setelah 7 – 8 bulan (Badger 2002). Betina berbaring di atas telur-telur itu untuk mengerami dan melindunginya sampai menetas di sekitar bulan April, pada akhir musim hujan ketika terdapat sangat banyak serangga. Proses penetasan adalah usaha melelahkan untuk anak komodo, yang cangkang telur setelah menyobeknya dengan gigi telur (kulit keras membentuk di moncong mulut ketika bayi menetas dari telurnya) yang akan tanggal setelah pekerjaan berat ini selesai. Setelah berhasil menyobek kulit telur, bayi komodo dapat berbaring di cangkang telur mereka untuk beberapa jam sebelum memulai menggali keluar sarang mereka. Ketika menetas, bayi-bayi ini tak seberapa berda ya dan dapat dimangsa oleh predator (Meilany, 2011). Komodo muda menghabiskan tahun-tahun pertamanya di atas pohon, tempat mereka relatif aman dari predator, termasuk dari komodo dewasa yang kanibal, yang sekitar 10% dari makanannya adalah biawak-biawak muda yang berhasil diburu (Badger 2002). Komodo membutuhkan tiga sampai lima tahun untuk menjadi dewasa, dan dapat hidup lebih dari 50 tahun (Cogger and Zweifel 1998). Di samping proses reproduksi yang normal, terdapat beberapa contoh kasus komodo betina menghasilkan telur dan menetas walaupun tanpa kehadiran pejantan (partenogenesis), fenomena yang juga diketahui muncul pada beberapa spesies reptil lainnya seperti pada Cnemidophorus (Burnie and Wilson 2010). Partenogenesis adalah bentuk reproduksi aseksual dimana betina memproduksi sel telur yang berkembang tanpa melalui proses fertilisasi. Pada tanggal 20 Desember 2006, dilaporkan bahwa Flora, komodo yang hidup di Kebun Binatang Chester, Inggris menghasilkan telur tanpa fertilisasi. Dari 11 telur 7 di antaranya berhasil menetas (BBC News 2006). Peneliti dari Universitas Liverpool di Inggris utara melakukan tes genetika pada tiga telur yang gagal menetas setelah dipindah ke inkubator, dan terbukti bahwa Flora tidak memiliki kontak fisik dengan komodo jantan. Fenomena tersebut merupakan contoh parthenogenesis pada komodo. Disebutkan bahwa pada 31 Januari 2008, Kebun Binatang Sedgwick County di
Wichita, Kansas menjadi kebun binatang yang pertama kali mendokumentasi partenogenesis pada komodo di Amerika. Kebun binatang ini memiliki dua komodo betina dewasa, yang salah satu di antaranya menghasilkan 17 butir telur pada 1920 Mei 2007. Hanya dua telur yang diinkubasi dan ditetaskan karena persoalan ketersediaan ruang; yang pertama menetas pada 31 J anuari 2008, diikuti oleh yang kedua pada 1 Februari. Kedua anak komodo itu berkelamin jantan (Sedgwick County Zoo 2008).
DAFTAR PUSTAKA
Mahfud. Adi Winarto. Chairun Nisa. 2017. Morfologi Hemipenis Biawak Air. Jurnal SainsVeteriner. 35 (1). Mahfud. Adi Winarto. Chairun Nisa. 2016. Mikromorfologi Alat Kelamin Biawak Air Jantan. Jurnal Kedokteran Hewan. 10 (1). Mahfud. Chairun Nisa. Adi Winarto. 2015. Anatomi Organ Reproduksi Jantan Biawak Air Asia, Varanus salvator (Reptil:Veranidae). ACTA Veteriner Indonesia 3 (1) Hlm 1-7. Seryawatiningsih Sri Catur. 2016. Karakteristik Biawak Air Asal Wilayah Sumatera: Tinjauan Morfologi, Molekuler dan Potensi Reproduksi. Institut Pertanian Bogor.