IMPLIKASI LANDASAN PEDAGOGIK TERHADAP PENGEMBANGAN TEORI DAN PRAKTEK PENDIDIKAN DI INDONESIA DAN DUNIA Diselesaikan Guna Memenuhi Salah Satu Tugas Tugas Mata Kuliah Landasan Pedagogik Dosen Pengampu : Dr. Babang Robandi M.Pd
Disusun Oleh : Amaira Utami
1707073
Cintya Putri Permata
1707969
Meili Yanti
1706377
PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM - B SEKOLAH PASCASARJANA UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA BANDUNG 2017
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengembangan kepribadian individu atau sekelompok orang tidak dapat dilepaskan dari peran Pendidikan. Pendidikan merupakan aktivitas terstruktur yang bertujuan untuk mengajar, membina dan mengembangkan seluruh potensi individu agar dapat menjadi warga negara yang bertanggung jawab. Pendidikan menjadi sentral perhatian yang harus ditekankan untuk mengubah masyarakat bangsa menjadi semakin maju dan beradab, dalam pencaturan interaksi dengan masyarakat dunia. karena itu, Pendidikan menjadi tanggung jawab seluruh masyarakat bangsa atau masyarakat dunia. Proses Pendidikan telah dimulai sejak penciptaan manusia pertama didunia. Manusia memiliki tanggung jawab untuk mengelola semesta agar dapat dimanfaatkan dengan baik. Manusia memerlukan pengetahuan dan keahlian untuk melakukan tugas pengelolaan alam tersebut dengan baik. Karena itu mereka berupaya belajar melalui proses Pendidikan untuk mengembangkan potensi intelektual, bakat, dan kreativitasnya, kegiatan Pendidikan yang bersifat informal berlangsung pertama kali di lingkungan lingkungan keluarga. Orang tua berperan sebagai guru yang tampil mengajar dan mendidik anak-anak, agar mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menjalankan suatu pekerjaan tertentu. Kegiatan Pendidikan keluarga yang dijalankan oleh orang tua, selanjutnya dikembangkan oleh sebagian orang menjadi sekolah yaitu suatu kegiatan yang bersifat formal, sistematis dan terstruktur untuk disesuaikan dengan perkembangan masyarakat. Sekolah sudah menjadi Lembaga formal yang mempersiapkan anakanak manusia untuk dapat mengembangkan seluuruh potensinya secara optimal. Dalam jangka panjang, Pendidikan formal memegang peranan penting untuk pengembangan dan kemajuan suatu bangsa. Pendidikan yang maju akan memberi sumbangsi maksimal, untuk peningkatan kesejahteraan dan kemamuran suatu bangsa.
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana implikasi landasan pedagogik terhadap pengembangan teori pendidikan di sekolah, keluarga dan dan masyarakat.? 2. Bagaimana Implikasi landasan pedagogik terhadap praktek pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat? 3. Bagaimana implikasi landasan pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan dan tenaga kependidikan secara nasional dan internasional?
C. Tujuan
Tujuan daripada penulisan makalah ini ialah : 1. Memahami sejauh mana implikasi landasan pedagogik dalam pengembangan teori pendidikan di sekolah, keluarga dan masyarakat 2. Bagaimana praktik pendidikan di lapangangan dan dan apakah landasan pedagogik memiliki implikasi terhadap hal tersebut. 3. Mengetahui akan implikasi landasan pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan dan tenaga kependidikan secara nasional dan internasional.
D. Manfaat
Adapun manfaat yang dapat diambil dari pembuatan makalah ini adalah: 1. Menjadi referensi dalam pembuatan makalah selanjutnya 2. Dapat menjadikan mahasiswa terutama Pendidikan IPA mengetahui aspekaspek yang terdapat pada lingkungan pendidikan
2
BAB II KAJIAN TEORI A. Pedagogik
Pedagogi berasal dari istilah Yunani, yaitu Paedos yaitu Paedos yang yang artinya seorang anak yang sedang belajar sesuatu dari orang lain (dewasa) yang memiliki pengetahuan, pengalaman dan keahlian yang lebih baik. Pegagog artinya seseorang yang melakukan tugas pengajaran, pembimbingan, pembinaan secara professional terhadap individua tau kelompok , agar tumbuh kembang menjadi pribadi yang bertanggung jawab di masyarakat. Istilah-istilah ini diadopsi untuk dipergunakan sebagai sebuah ilmu yang berhubungan dengan masalah-masalah Pendidikan, pembelajaran maupun maupun pengajaran suatu disiplin disiplin ilmu dalam pengetahuan pengetahuan bagi bagi anak, remaja, atau orang dewasa. Secara umum, pedagogy umum, pedagogy diartikan diartikan sebagai suatu disiplin ilmu yang mempelajari proses, tujuan dan manfaat kegiatan Pendidikan bagi pengembangan segenap potensi potensi individu maupun kelompok dari masa bayi bayi sampai dewasa, agar menjadi warga negara yang bertanggung jawab dimasyarakat. Purwanto (2003) menyatakan bahwa pedagogoik sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki, merenungkan tentang gejala-gejala perbuatan mendidik. Selanjutnya Purwanto menyebutkan bahwa pedagogia artinya pergaulan dengan anak-anak. Peadogogos anak-anak. Peadogogos ialah ialah seseorang yang pelayan atau bujang yang bertugas mengantar dan menjemput anak-anak dari sekolah. Kemudian berkembanglah istilah paedagoog ,
seseorang
yang
tugasnya
membimbing
anak
dalam
pertumbuhannya agar dapat berdiri sendiri, Menurut Langeveld (Salam, 1997) pedagogik ialah suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak-anak agar dapat mencapai kedewasaan dalam kehidupan di masa yang akan datang. Ada 3 unsur dalam pedagogic yaitu orang dewasa, bimbingan dan anak-anak. Orang dewasa berperan sebagai pendidik yang memiliki keahlian, pengalaman maupun pengetauan untuk membimbing dan mendidik anak-anak. Bimbingan sebagai upaya yang disadari oleh orang dewasa yang menjalankan tugas dan tanggung jawab untuk membantu dan membina anakanak guna menatap masa depan hidupnya. Anak-anak ialah suatu periode
3
perkembangan manusia yang ditandai dengan perubahan-perubahan fi sik, kognitif dan psikososial, untuk menuju kemasa remaja maupun masa dewasa. Para ahli sering tidak kali menggunakan istilah pedagogy, tetapi menggantinya dengan istilah Bahasa Indonesia yaitu ilmu Pendidikan. Kedua istilah tersebut memang berbeda tetapi memiliki pengertian yang sama, yaitu ilmu yang berhubungan dengan proses pengembangan potensi manusia melalui program-program Pendidikan yang terarah dan sistematis. Pedagogik merupakan mendidik anak yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap anak dan sesuai dengan perkembangannya baik secara fisik maupun kejiwaan (psikis).
B. Teori Pendidikan
Pengertian dari kata “teori” telah banyak diungkapkan oleh beberapa ahli. Diantaranya Sukmadinata (1999:17) mengungkapkan bahwa teori adalah satu set pernyataan (a set of statement) yang menjelaskan serangkaian hal. Menurut Kerlinger dalam Nazir (2005:19) teori merupakan satu set konsep yang berhubungan dengan yang lainnya dan merupakan suatu set dari proporsi yang memuat suatu pandangan sistematis dan fenomena. Menurut teori koherensi, suatu teori dikatakan benar bukan bersesuaian dengan realitas, tetapi kesesuaian dengan pengetahuan atau teori yang telah dipahami atau dimiliki dan kesesuaian dengan asumsi-asumsi atau dalil yang berlaku. Sedangkan definisi teori berdasarkan cara berfikir rasional deduktif, teori merupakan seperangkat prinsip yang berkaitan erat sebagai petunjuk praktis, hal i ni memiliki arti bahwa teori bukan sekedar penjelasan akan suatu fenomena tetapi sebagai petunjuk untuk membangun dan mengontrol pengalaman. (Sadulloh, 2007:4) Berdasarkan beberapa pengertian dari ahli di atas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa teori merupakan suatu landasan yang digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan suatu praktik tertentu, dimana landasan ters ebut terbentuk dari suatu kesimpulan empiris. Dalam pembahasan kali ini, praktik yang dimaksud adalah praktik pendidikan pada anak. Sesuai dengan salah satu pendapat ahli yang
4
sudah disebutkan di atas, suatu teori pendidikan tidak selalu sejalan dengan praktik di lapangan. Akan tetapi, teori ini sangat bermanfaat se bagai pijakan atau landasan awal bagi seseorang dalam mendidik. Pengertian dari teori pendidikan itu sendiri adalah teori yang digunakan dalam proses belajar mengajar. Mudyahardjo (2002) menjelaskan bahwa teori pendidikan adalah suatu pandangan atau serangkaian pendapat yang berkaitan dengan pendidikan yang disajikan dalam sistem konsep. Sedangkan Sagala (2006:4) berpendapat bahwa teori pendidikan adalah sistem konsep yang terpadu, menerangkan dan memprediksi peristiwa pendidikan. Teori pendidikan ada yang berperan sebagai asumsi pemikiran pendidikan dan ada yang beperan sebagai definisi menerangkan makna. Sehingga dapat penulis simpulkan bahwa teori pendidikan adalah seperangkat landasan atau dasar yang rasional sistematis yang berisikan aspek-aspek penting yang berhubungan dengan pendidikan sebagai suatu sistem. Suatu sistem pendidikan dapat terselenggara tentunya tidak terlepas dari seuatu teori yang mendasarinya. Di dalam dunia pendidikan abad 21 ini telah menganut berbagai macam teori pendidikan. Terdapat empat teori pendidikan yang akan dibahas dalam makalah ini. Dari ke empat teori pendidikan tersebut akan menghasilkan
desain
kurikulum
yang
masing-masing
berbeda
sehingga
menciptakan masyarakat sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Empat teori pendidikan tersebut dikemukakan oleh Sukmadinata (1997). Empat teori tersebut adalah sebagai berikut. Bagan 1. Empat Teori Pendidikan
Pendidikan Klasik
Pendidikan Teknologi
Teori Pendidikan
Pendidikan Pribadi
Pendidikan Interaksional
5
1. Pendidikan klasik
Teori pendidikan klasik berlandaskan pada filsafat klasik, seperti Perenialisme, Eessensialisme, dan Eksistensialisme dan memandang bahwa pendidikan
berfungsi
sebagai
upaya
memelihara,
mengawetkan
dan
meneruskan warisan budaya. Teori ini lebih menekankan peranan isi pendidikan dari pada proses. Isi pendidikan atau materi diambil dari khazanah ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan para ahli tempo dulu yang telah disusun secara logis dan sistematis. Dalam prakteknya, pendidik mempunyai peranan besar dan lebih dominan, sedangkan peserta didik memiliki peran yang pasif, sebagai penerima informasi dan tugas-tugas dari pendidik. Sebagai salah satu contoh lembaga pendidikan yang mengimplementasikan teori pendidikan klasik adalah Pesantren Salaf. Pondok pesantren salaf menggunakan kurikulum (dalam arti materi pembelajaran) yang berasal dari kitab-kitab klasik karya para ulama’Salaf. Hal ini dapat diartikan bahwa tradisi dan khasanah keilmuan para ulama’salaf dianggap sebagai sesuatu yang final dan harus dijaga, dipelihara, dan diwariskan kepada generasi berikutnya. Berdasarkan penjelasan di atas, system yang ada di pondok pesantren salaf sejalan dengan teori pendidikan klasik dimana tujuan pendidikannya diarahkan untuk menjaga, memelihara, dan meneruskan warisan tradisi yang ada di masa lalu. Implementasi teori pendidikan klasik dalam proses pembelajaran ditandai dengan peran seorang pendidik sebagai pusat pembelajar an. Pendidik dianggap sebagai sumber pengetahuan yang dominan, sedangkan siswa cenderung menerima pembelajaran yang diberikan oleh pendidik secara pasif. 2. Pendidikan pribadi
Teori pendidikan memiliki asumsi bahwa sejak dilahirkan setiap manusia telah memiliki potensi-potensi yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pendidikan harus dapat mengembangkan potensi-potensi yang dimiliki peserta didik dengan didasarkan pada kebutuhan dan minat peserta didik. Dalam teori pendidikan pribadi ini, peserta didik menjadi pelaku utama pendidikan. Sedangkan pendidik hanya menempati posisi kedua, yang lebih berperan
6
sebagai pembimbing, pendorong, dan fasilitator bagi proses pengembangan potensi para peserta didik. Salah satu aliran pendidikan yang muncul dari teori pendidikam pribadi ini adalah aliran pendidikan progressif dan pendidikan romantic dengan tokoh utamanya adalah Francis Parker dan John Dewey. Aliran ini memandang bahwa peserta didik merupakan satu kesatuan yang utuh. Aliran ini menjadikan pengalaman yang sesuai dengan kebutuhan dan minat peserta didik sebagai bahan materi pembelajaran. Peserta didik ditekankan untuk merefleksikan pengalaman mereka yang berkaitan dengan kebutuhan dan minta mereka sehingga hasilnya mampu dimanfaatkan dalam kehidupan nyata. Teori pendidikan pribadi menjadi sumber bagi pengembangan model kurikulum humanis. yaitu suatu model kurikulum yang bertujuan memperluas kesadaran diri dan mengurangi kerenggangan dan keterasingan dari lingkungan dan proses aktualisasi diri. Kurikulum humanis merupakan reaksi atas pendidikan yang lebih menekankan pada aspek intelektual (kurikulum subjek akademis). 3. Teknologi pendidikan
Teknologi pendidikan merupakan teori pendidikan yang memiliki kosep yang hampir sama dengan pendidikan klasik tentang peranan pendidikan dalam menyampaikan informasi. Akan tetapi dari kedua teori pendidikan tersebut memiliki perbedaan. Dalam teknologi pendidikan, lebih diutamakan adalah pembentukan dan penguasaan kompetensi atau kemampuan praktisnya, bukan pengawetan dan pemeliharaan budaya lama. Pada pratiknya teori pendidikan ini, isi pendidikan dipilih oleh tim ahli bidang khusus. Isi pendidikan berupa data-data obyektif dan keterampilanketerampilan yang yang mengarah kepada kemampuan vocational. Isi disusun dalam bentuk desain program atau desain pengajaran dan disampaikan dengan menggunakan bantuan media elektronika dan para peserta didik belajar secara individual. Dalam pengembangan desain program, teknologi pendidikan juga melibatkan penggunaan perangkat keras, alat-alat audiovisual dan media elektronika.
7
Peserta didik berusaha untuk menguasai sejumlah besar bahan dan pola kegiatan secara efisien tanpa refleksi. Keterampilan-keterampilan barunya segera digunakan dalam masyarakat. Dalam teori pendidikan teknologi ini, pendidik berfungsi sebagai direktur belajar, lebih banyak tugas-tugas pengelolaan dari pada penyampaian dan pendalaman bahan. Teori ini juga berpendapat bahwa pendidik adalah ilmu bukan seni dan merupakan cabang dari teknologi ilmiah. Teknologi pendidikan merupakan suatu proses yang kompleks dan terintegrasi meliputi manusia, alat, dan sistem termasuk diantaranya gagasan, prosedur, dan organisasi. Teknologi pendidikan memakai pendekatan yang sistematis dalam menganalisa dan memecahkan persoalan proses belajar. Teknologi pendidikan merupakan suatu bidang yang berkaitan dengan pengembangan secara sistematis berbagai macam sumber belajar, termasuk di dalamnya pngelolaan dan penggunaan sumber tersebut. Teknologi pendidikan beroperasi dalam seluruh bidang pendidikan secara rasional berkembang dan berintegrasi dalam berbagai kegiatan pendidikan. Teknologi pendidikan merupakan spesialisasi lebih lanjut dari ilmu pendidikan yang terutama bertujuan mengatasi masalah belajar pada manusia, dengan memanfaatkan berbagai macam sumber dan menerapkan konsep system dalam usaha pemecahannya itu. Pelaksanaannya didasari oleh sejumlah teori, model, konsep, dan prinsip dari bidang dan disiplin lain seperti ilmu perilaku, ilmu komunikasi, ilmu kerekayasaan, teori/konsep system, dan lain-lain yang tidak dapat diperinci satu per satu. Hal ini dilakukan dengan sistematik dan sistemik. Teknologi pendidikan berusaha menjelaskan, merin gkaskan, member orientasi, dan mensistematiskan gejala, konsep, teori yang saling berkaitan, dan menggabungkannya menjadi satu, yang merupakan pendekatan isomeristik, yaitu pendekatan yang menekankan pada perlunya ada daya lipat atau sinergi. Teknologi pendidikan juga berusaha mengidentifikasi hal-hal yang belum jelas/belum terpecahkan, dan mencari cara-cara baru yang inovatif sesuai dengan perkembangan budaya dan hasrat manusia untuk memperbaiki diri nya.
8
4. Pendidikan interaksional
Pendidikan interaksional merupakan teori yang memiliki sebuah konsep pendidikan yang berlandasan pada pemikiran manusia sebagai makhluk sosial yang senantiasa berinteraksi dan bekerja sama dengan manusia lainnya. Pendidikan sebagai salah satu bentuk kehidupan juga berlandaskan kerja sama dan interaksi. Dalam pendidikan interaksional menekankan interaksi dua pihak dari pendidik kepada peserta didik dan dari peserta didik kepada pendidik. Lebih dari itu, dalam teori pendidikan ini, interaksi juga terjadi antara peserta didik dengan materi pembelajaran dan dengan lingkungan, antara pemikiran manusia dengan lingkungannya. Interaksi terjadi melalui berbagai bentuk dialog. Dalam pendidikan interaksional, belajar lebih sekedar mempelajari fakta-fakta. Interaksi antara pikiran siswa dengan kehidupannya didasarkan pada kebenaran tidak pernah dianggap otentik sebelum dijalankan dalam kehidupan sehari-hari.
Apabila
siswa
telah
mengalaminya,
pengalaman
tersebut
dikembalikan kepada proses interaksi antara dirinya dengan pikirannya sehingga siswa memperoleh pandangan baru tentang kehidupan. Peserta didik mengadakan pemahaman eksperimental dari fakta-fakta tersebut,
memberikan
interpretasi
yang
bersifat
menyeluruh
serta
memahaminya dalam konteks kehidupan. Filsafat yang melandasi pendidikan interaksional yaitu filsafat rekonstruksi sosial.
C. Praktik Pendidikan
Menurut Redja M, dalam Sadulloh ( 2007:2) mengemukakan bahwa praktik pendidikan merupakan seperangkat kegiatan bersama yang bertujuan membantu pihak lain agar mengalami perubahan tingkah laku yang diharapkan. Sedangkan Suyitno (2009) berpendapat bahwa tujuan dari praktik pendidikan yaitu unruk membantu seseorang atau sekelompok orang (peserta didik) agar mencapai tujuan pendidikan. Dapat disimpulkan bahwasnya praktik pendidikan merupakan suatu usaha bersama antara pendidik dengan peserta didik dalam mencapai tujuan yang diharapkan dalam pendidikan. Dalam implementasinya, praktik pendidikan
9
mempunyai tiga aspek penting yang saling beririsan. Bagan 2.1 menunjukan hubungan antara praktik pendidikan dengan ketiga aspek yang mempengaruhi. Bagan 2.1 Tiga Aspek Praktik Pendidikan
Tujuan
Motivasi
Praktik Pendidikan
Proses
Keterangan : 1. Tujuan Praktik Pendidikan Tujuan dari praktik pendidika ialah membantu pihak lain mengalami perubahan tingkah laku fundamental yang diharapkan. 2. Proses Proses merupakan seperangkat kegiatan sosial, berusaha menciptakan peristiwa pendidikan dan mengarahkannya secara sadar dengan berlandaskan prinsip-prinsip pendidikan. 3. Motivasi Motivasi disini muncul karena dirasakan adanya kewajiban untuk menolong orang lain.
Dalam upaya pelaksanaan praktik pendidikan tentunya dilakukan dalam suatu lingkungan sosial. Lingkungan merupakan segala sesuatu yang ada di luar diri individu. Lingkungan dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu lingkungan alam dan lingkungan sosial budaya. Lingkungan pendidikan adalah berbagai faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap praktek pendidikan atau berbagai lingkungan tempat berlangsungnya proses pendidikan, yang merupakan bagian dari lingkungan sosial (Kunaryo,
10
1999:62). Menurut Surya (2014), lingkungan adalah segala hal yang merangsang individu, sehingga individu turut terlibat dan mempengaruhi perkembangannya. Sedangkan fungsi dari lingkungan pendidikan adalah membantu peserta didik dalam berinteraksi dengan berbagai hal di lingkungannya dan berbagai sumber daya pendidikan yang tersedia agar dapat mencapai tujuan pendidikan yang harus dicapai. Menurut Ki Hajar Dewantara, lingkungan pendidikan dibedakan menjadi 3 jenis yang terkenal sebagai Tri Pusat Pendidikan (Ahmadi dan Uhbiyati, 1995), yaitu: 1. Lingkungan Keluarga
Hasbullah (2008:38) mengemukakan Lingkungan keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama, karena berawal dari inilah anak akan mendapatkan pendidikan dan bimbingan, juga merupakan suatu lingkungan pendidikan yang utama dimana anak akan mendapatkan pendidikan sebagian besar di lingkungan keluarga. Keluarga memiliki tugas utama dalam pendidikan anak yakni sebagai peletak dasar terhadap pendidikan akhlak dan dasar agama. Indrakusuma dalam Hasbullah (2008:38) menyatakan bahwa sifat dan tabiat anak adalah sebagian besar diambil dari kedua orang tuanya dan kerabat disekitarnya. Pendidikan keluarga adalah juga pendidikan masyarakat, karena disamping keluarga itu sendiri sebagai kesatuan kecil dari bentuk kesatuan-kesatuan masyarakat, juga karena pendidikan yang diberikan oleh orang tua kepada anakanaknya sesuai dan dipersiapkan untuk kehidupan anak-anak itu di masyarakat kelak. Pendidikan yang tidak mau mengikuti derap langkah kemajuan masyarakat. Dengan demikian nampaklah adanya hubungan erat antara keluarga dengan masyarakat (Ahmadi dan Uhbiyati, 1995). a. Fungsi keluarga
Syaripudin dan Kurniasih ( 2014:84 ) menyatakan bahwa keluarga memiliki berbagai fungsi, antara lain fungsi biologis, fungsi ekonomi, fungsi edukatif, fungsi religius, fungsi sosialisasi, fungsi rekreasi, fungsi orientasi dll. Sedangkan George Petter Murdock mengemukakan empat fungsi keluarga:
11
1.) Sebagai pranata yang membenarkan hubungan seksual antara pria dan wanita dewasa berdasarkan pernikahan. 2.) Mengembangkan keturunan 3.) Melaksanakan pendidikan 4.) Sebagai kesatuan ekonomi b. Orang tua sebagai pengemban tangung jawab pendidikan anak
Salah satu fungsi keluarga yang yang bersifat universal adalah melaksanakan pendidikan. Dalam hal ini orang tua adalah pengemban tanggung jawab pendidikan bagi anak-anaknya. Orang yang berperan sebagai pendidik bagi anak di dalam keluarga utamanya adalah ayah dan ibu. c. Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang bersifat wajar atau informal.
Pendidikan di dalam keluarga dilaksanakan atas dasar tanggung jawab kodrati dan atas dasar kasih sayang yang secara naluriyah muncul pada diri orang tua. Sejak anaknya lahir orang tua sudah terpanggil untuk menolongnya, melindunginya, dan membantunya. Di dalam keluarga pelaksanaan pendidikan berlangsung tidak dengan cara-cara yang artificial, melainkan bersifat wajar. d. Keluarga sebagai peletak dasar pendidikan anak
Pendidikan yang dilakukan si dalam keluarga sejak anak masih kecil akan menjadi dasar bagi pendidikan dan kehidupannya di masa datang. Hal ini sebagaimana dikemukakan M.I. Soelaeman (1985) bahwa : “pengalaman dan perlakuan yang didapat anak dari lingkungannya masih kecil dari keluarganya menggariskan semacam pola hidup bagi kehidupan selanjutnya. e. Tujuan dan isi pendidikan dalam keluarga.
Tujuan pendidikan dalam keluarga adalah agar anak menjadi pribadi yang mantab, beragama, bermoral, dan menjadi anggota masyarakat yang baik dan bertanggung jawab. Adapun isi pendidikan dalam keluarga biasanya meliputi nilai agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan.
12
f.
Fungsi pendidikan dalam keluarga
1.) Sebagai peletak dasar pendidikan anak. 2.) Sebagai persiapan kearah kehidupan anak dalam masyarakatnya. g. Faktor-faktor yang menentukan kualitas pendidikan di dalam keluarga.
Jenis keluarga, gaya kepemimpinan orang tua, kedudukan anak dalam urutan keangotaan keluarga, fasilitas yang ada dalam keluarga, hubungan keluarga dengan dunia luar, status social ekonomi orang tua, akan turut mempengaruhi perkembangan pribadi anak. h. Karakteristik pendidikan di dalam keluarga
1.) Pendidikan di dalam keluarga lebih menekankan pada pengembangan karakter 2.) Peserta didiknya bersifat heterogen 3.) Isi pendidikannya tidak terprogram secara formal/tidak ada kurikulum tertulis 4.) Tidak berjenjang 5.) Waktu pendidikan tidak terjadwal secara ketat, relative lama. 6.) Cara pelaksanaan pendidikan bersifat wajar 7.) Evaluasi pendidikan tidak sistematis dan incidental 8.) Credentials tidak ada dan tidak penting. 2. Lingkungan Sekolah
Kegiatan pendidikan pada mulanya dilaksanakan dalam lingkungan keluarga dengan menempatkan ayah dan ibu sebagai pendidikan utama, dengan semakin dewasanyaanak semakin banyak hal-hal yang dibutuhkannya untuk dapat hidup di dalam masyarakat secara layak dan wajar. Sebagai respon dalam memenuhi kebutuhan tersebut muncullah usaha untuk mendirikan sekolah di lingkungan keluarga (Zuhairini, 2012). Hasbullah ( 2008: 46) berpendapat bahwa pendidikan di sekolah merupakan pendidikan yang diperoleh oleh seseorang di Sekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat.
13
Rasyidin dan Soelaeman mengemukakan bahwa sekolah adalah suatu satuan unit sosial atau lembaga sosial yang kekhusussan tugasnya ialah melaksanakan proses pendidikan.( Odang Muchtar, dalam Syaripudin dan Kurniasih, 2014:89). a. Komponen sekolah
Komponen sekolah antara lain terdiri atas : 1) Tujuan pendidikan 2) Sumber daya manusia seperti guru/pendidik, murid/siswa, laboran, pustakawan, tenaga administrasi, petugas kebersihan, dst. 3) Kurikulum (isi pendidikan) 4) Media pendidikan dan teknologi pendidikan, 5) Sarana, prasarana, dan fasilitas 6) Pengelola sekolah Tiga komponen utama sekolah yaitu : 1) Peserta didik 2) Guru 3) Kurikulum b. Fungsi pendidikan sekolah
1) Fungsi transmisi (konservasi) kebudayaan masyarakat 2) Fungsi sosialisasi (memilih dan mengajarkan peranan social) 3) Fungsi integrasi sosial 4) Fungsi mengembangkan kepribadian anak didik 5) fungsi mempersiapkan anak didik untuk suatu pekerjaan 6) Fungsi inovasi/mentransformasi masyarakat dan kebudayaannya. c. Tujuan dan fungsi pendidikan sekolah
Secara umum sekolah memiliki tujuan pendidikan sejalan dengan fungsifungsi sekolah. Implikasinya, maka isi pendidikan di sekolah akan disesuaikan dengan jenjang dan jenis sekolah yang bersangkutan. Adapun tujuan dan isi pendidikan masing-masing sekolah tentunya telah terumuskan secara tertulis (formal) di dalam kurikulumnya.
14
d. Sekolah sebagai lembaga pendidikan formal
Sekolah merupakan kesatuan kegiatan-kegiatan menyelenggarakan pembelajaran yang dilakukan oleh para petugas khusus dengan cara-cara terencana dan teratur menurut tatanan nilai dan norma yang telah ditentukan untuk mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. e. Formalitas sekolah merembes ke dalam kurikulum dan pembelajaran
Formalitas sekolah berakar pada status para individu yang menjadi komponennya, serta system nilai dan norma yang serba resmi. Perlu kita sadari bahwa selanjutnya formalitas tersebut merembes ke dalam kurikulum dan cara-cara pembelajaran. f.
Karakteristik pendidikan di sekolah
1) Secara faktual, pendidikan di sekolah lebih menekankan kepada pengembangan kemampuan intelektual 2) Peserta didiknya bersifat homogen 3) Isi pendidiknya terprogram secara formal/kurikulumnya tertulis 4) Berjenjang dan berkesinambungan 5) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat, relative lama. 6) Cara pelaksanaan pendidikan bersifat formal dan artifisial 7) Evaluasi pendidikan dilaksanakan secara sistematis 8) Credentials ada dan penting. 3. Lingkungan Masyarakat
Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati suatu daerah, diikat oleh pengalaman-pengalaman yang sama, memiliki sejumlah persesuaian dan sadar akan kesatuannya, serta dapat bertindak bersama untuk mencukupi krisis kehidupannya (Hasbullah, 2012). a. Fungsi masyarakat sebagai lingkungan pendidikan
Di dalam lingkungan masyarakat, anak akan memperoleh pengalaman tentang berbagai hal, antara lain berkenaan dengan lingkungan alamnya, seperti flora dan fauna. Di lingkungan masyarakat anak pun akan memperoleh pengaruh dari orang-orang yang ada di sekitarnya, baik dari teman sebaya, maupun orang dewasa. Anak juga akan memperoleh pengaruh dari hasil
15
karya masyarakat. Di dalam masyarakat anak belajar tentang nilai-nilai dan peranan-perana yang seharusnya mereka lakukan. Anak memperoleh pengalaman bergaul dengan teman-temannya di luar rumah dan di luar lingkungan Sekolah. Karena itu pendidikan anak dalam lingkungan masyarakat dapat berfungsi sebagai pelengkap, penambah, dan mungkin juga pengembang pendidikan di dalam keluarga dan sekolah, bahkan dapat berfungsi sebagai pengganti pendidikan di sekolah. b. Tanggung jawab pendidikan di lingkungan masyarakat.
Selain menjadi tanggung jawab pemerintah, pendidikan di lingkungan masyarakat harus menjadi tangung jawab bersama para orang dewasa yang ada di lingkungan masyarakat yang bersangkutan. c. Pendidikan informal dalam masyarakat
Pendidikan informal dalam masyarakat antara lain dapat berlangsung melalui adapt kebiasaan, pergaulan anak sebaya, upacara adat, pergaulan di lingkungan kerja, permainan, pagelaran kesenian, dan bahkan percakapan biasa sehari-hari. Dalam konteks ini pendidikan merupakan pewaris sosial yang berfungsi untuk melestarikan nilai-nilai budaya masyarakat. d. Pendidikan nonformal di dalam masyarakat
1.) Definisi. Pendidikan nonformal adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapat dilaksanakan secara terstruktur dan berjenjang (Pasal 1 ayat (12) UU RI No. 20 Tahun 2003). 2.) Fungsi. Pendidikan nonformal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasan pengetahuan dan keterampilan fungsional serta pengembangan sikap dan kepribadian professional. 3.) Lingkup. Pendidikan nonformal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini, pendidikan kepemudaan, pendidikan pemberdayaan perempuan, pendidikan keaksaraan, serta pendidikan lain yang ditunjukan untuk mengembangkan kemampuan peserta didik.
16
4.) Satuan Pendidikan. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas lembaga kursus, pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat, dan majelis taklim serta satuan pendidikan yang sejenis. e. Karakteristik pendidikan di masyarakat.
1.) Secara
faktual
tujuan
pendidikannya
lebih
menekankan
pada
pengembangan keterampilan praktis 2.) Peserta didiknya bersifat heterogen. 3.) Isi pendidikannya ada yang terprogram secara tertulis, ada pula yang tidak terprogram secara tidak tertulis. 4.) Dapat berjenjang dan berkesinambungan dan dapat pula tidak berjenjang dan tidak berkesinambungan. 5.) Waktu pendidikan terjadwal secara ketat atau tidak terjadwal, lama pendidikannya relative singkat 6.) Cara pelaksanaan pendidikan mungkin bersifat artifisial mungkin pula bersifat wajar. 7.) Evaluasi pendidikan mungkin dilaksanakan secara sistematis dapat pula tidak sistematis. 8.) Credentials mungkin ada dan mungkin pula tidak ada. 4. Praktik Pendidikan di Indonesia
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun merupakan perwujudan pendidikan dasar untuk semua anak usia 6 – 15 tahun. Pelaksanaan program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun dicanangkan oleh Presiden Republik Indonesia pada tanggal 2 Mei 1994, dan pelaksanaannya dimulai tahun ajaran 1994/1995. Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia lebih merupakan universal education daripada compulsory education. Universal education berusaha membuka kesempatan belajar dengan menumbuhkan aspirasi pendidikan orang tua agar anak yang telah cukup umur mengikuti pendidikan. Dengan demikian, program wajib belajar pendidkan dasar 9 tahun di Indonesia lebih mengutamakan: (1) pendekatan persuasif; (2) tanggung jawab moral orang tua dan peserta didik agar merasa terpanggil untuk mengikuti
17
pendidikan karena berbagai kemudahan yang disediakan; (3) pengaturan tidak dengan undang-undang khusus; dan (4) penggunaan ukuran keberhasilan yang bersifat makro, yaitu peningkatan angka partisipasi pendidikan dasar (Sa’ud dan Sumantri, 2010). Indonesia merupakan Negara kepulauan yang terbagi dalam 34 provinsi. Ketika Belanda menjajah Indonesia, di negara kita didirikan berbagai jenis sekolah,
seperti
ELS
( Eurospeesch
Lagere
Putera,Sekolah Desa, dan HBS ( Hogere
School ),
Sekolah
Bumi
Burger School ). Pada hari
kemerdekaan, 17 Agustus 1945 sistem pendidikan di Indonesiapun ikut berubah (Nanuru, 2013). Sebenarnya, kurikulum di Indonesia tidak kalah dengan kurikulum di Negara maju. Seperti kurikulum KBK, KTSP serta Kurikulum 2013 (Kurikulum Nasional) memiliki misi yang sama dengan kurikulum di Negara
maju.
Namun
permasalahannya
adalah,
dalam
penerapannya.
Terkadang, pendidikan yang terjadi tidak sesuai dengan yang diharapkan. 5. Praktik Pendidikan di Dunia
Program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun di Indonesia bukanlah wajib belajar dalam arti compulsory education seperti yang dilaksanakan di negara-negara maju, dengan ciri-ciri: (1) ada unsur paksaan agar peserta didik bersekolah; (2) diatur dengan undang-undang tentang wajib belajar; (3) tolok ukur keberhasilan wajib belajar adalah tidak ada orang tua yang terkena sanksi, karena telah mendorong anaknya tidak bersekolah; dan (4) ada sanksi bagi orangtua yang membiarkan anaknya tidak bersekolah (Sa’ud dan Sumantri, 2010). Pendidikan di Amerika menggunakan kurikulum terintegrasi (integrated curriculum), metode mengajar yag berpusat pada siswa ( student centered teaching method ), pengajaran atas dasar kemampuan dan minat individu (individualized instruction), dan sekolah alternatif. Sedangkan Cina, membagi pendidikannya ke dalam empat sektor, yaitu basic education, technical and vocational education, higher education, dan adult education. Bahkan, pemerintahnya juga menyediakan pendidikan prasekolah yang materinya
18
meliputi permainan, kegiatan kelas, olahraga, aktivitas sehari-hari serta pekerjaan fisik (Nanuru, 2013). Peringkat pertama pendidikan di dunia diperoleh Finlandia berdasarkan hasil survey international pada tahun 2003 yang dilakukan oleh Organization for Economic Cooperation and Development (OECD). Hebatnya, Finlandia bukan hanya unggul dalam pendidikan formal, tetapi juga unggul dalm pendidikan anak-anak lemah mental. Finlandia tidak memberi pekerjaan rumah (PR) yang berat kepada siswa juga letak kesuksesan pendidikan disana terletak di gurunya. Di Finlandia, guru merupakan pekerjaan yang professional yang sangat dihargai. Finlandia tidak mengenal sistem ranking, karena sistem ranking hanya memusatkan perhatian kepada siswa yang berprestasi (Ruhimat, 2010).
D. Landasan Pendidikan Kependidikan dan Tenaga Kependidikan
Landasan
pendidikan
merupakan
hal
yang
utama
dalam
upaya
penyelenggaraan pendidikan. Pidarta (2007) mengemukaan tujuh landasan kependidikan. Landasan tersebut yaitu landasan hukum, filsafat, sejarah, sosial budaya, psikologi, ekonomi, dan profesionalisme pendidikan. 1. Landasan Hukum
Landasan hukum didefiniskan sebagai suatu peraturan baku yang digunakan sebagai dasar dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam hal ini, kegiatan yang dimaksud adalah kegiatan pendidikan. Akan tetapi tidak semua kegiatan pendidikan itu dilandasi oleh aturan baku ini. Sebagian kegiatan dilandasi oleh aturan-aturan lainnya. Seperti contohnya aturan mengajar, aturan kurikulum, aturan membuat rancangan pembelajaran, aturan supervisi, dan sebagainya. Sedangkan kegiatan pendidikan yang berlandasan pada aturan baku (hukum) antara lain: wajib belajar 9 tahun, sistem pendidikan nasional, dan kemajuan budaya nasional. Beberapa contoh tersebut merupakan kegiatan pendidikan yang telah diatur di dalam Undang-Undamg Dasar 1945 pasal 31 dan 32. Pasal 31 membahas tentang pendidikan dan pasal 32 membahas tentang kebudayaan. Bunyi pasal 31 adalah sebagai berikut:
19
a. Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. b. Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. c. Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sis tem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketkwaan serta akhlak yang mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang. d. Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. e. Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
Dasar hukum lainnya yang juga membahas tentang sistem pendidikan khususnya sistem pendidikan nasional adalah Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003. UU RI No. 20 Tahun 2003 ini biasa disebut sebagai induk induk peraturan perundang-undangan yang membahas tentang pendidikan. Dalam tulisan ini akan membahas satu pasal yang menurut penulis memerlukan penjelasan yang lebih mendalam. Pasal 1 ayat 2 dan ayat 5. Bunyi pasal 1 ayat 2 yaitu pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia, dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman. Berdasarkan pasal 1 ayat dua ini praktik dan teori pendidikan di Indonesia harus berakar pada kebudayaan Indonesia dan agama. Pidarta (2007) berpendapat bahwa sebagian besar teori pendidikan yang diterapkan di Indonesia merupakan teori pendidikan dari luar negeri. Hal ini berarti teori tersebut belum sesuai dengan kebudayaan di Indonesia. Sehingga kondisi seperti ini menjadi sebuah tantangan tersendiri bagi para pendidik.
20
Selanjutnya pasal 1 ayat 5 berbunyi tenaga kependidikan adalah anggota masyarakat yang mengabdikan diri dalam penyelenggaraan pendidikan. Pada pasal 39 ayat 1 juga menjelaskan bahwa tenaga kependidikan mencakup tenaga administrasi, pengelola atau kepala lembaga pendidikan, penilik/pengawas, peneliti, dan pengembang pendidikan, pustakawan, laboran, dan teknisi sumber belajar. Undang-undang lain yang juga membahas tentang tenaga kependidikan yaitu Undang-undang RI nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. Pasal 8 dalam undang-undang ini berbunyi guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikasi pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Selanjutnya pada pasal 10 menyebutkan bahwa kompetensi guru mencakup pedagogic, kepribadian, social dan professional. Berdasarkan dua pasal ini berarti seorang guru tidak hanya berkewajiban untuk mengajar tetapi juga berkewajiban mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Sedangkan salah satu pasal yang membahas tentang dosen yaitu pada pasal 46. Pasal tersebut membahas tentang dosen minimal lulusan magister untuk mengajar di program diploma dan sarjana dan lulusan program doktor untuk mengajar di pascasarjana. 2. Landasan Filsafat
Pidarta (2007) mendefinisikan filsafat pendidikan adalah sebagai hasil pemikiran dan perenungan tentang pendidikan secara mendalam sampai ke akar-akarnya. Perlu kita ketahui bahwa filsafat pendidikan nasional Indonesia berakar pada nilai-nilai budaya yang terkandung pada Pancasila. Nilai Pancasila
tersebut
harus
ditanamkan
pada
peserta
didik
melalui
penyelenggaraan pendidikan nasional dalam semua level, tingkat dan jenis pendidikan. Nilai-nilai tersebut bukan hanya mewarnai muatan pelajaran dalam kurikulum tetapi juga dalam corak pelaksanaan.Rancangan penanaman nilai budaya bangsa tersebut dibuat sedemikian rupa sehingga bukan hanya dicapai penguasaan kognitif tetapi lebih penting pencapaian afektif.Lebih jauh lagi pencapaian nilai budaya sebagai
landasan filosofis
bertujuan untuk
21
mengembangkan bakat, minat kecerdasan dalam pemberdayaan yang seoptimal mungkin. Dua hal yang dipertimbangkan dalam menentukan landasan filosofis dalam pendidikan nasional Indonesia.
Pertimbangan
tersebut
adalah
pandangan tentang manusia Indonesia dan pandangan filosofis pendidikan nasional sebagai pranata sosial yang selalu berinteraksi dengan kelembagaan sosial lain dalam masyarakat. Filosofis pendidikan nasional memandang manusia Indonesia sebagai: a. Makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan segala fitrahnya. b. Sebagai makhluk individu dengan segala hak dan kewajibannya. c. Sebagai makhluk sosial dengan segala tanggung jawab yang hidup di dalam masyarakat yang pluralistik baik dari segi lingkungan sosial budaya, lingkungan hidup dan segi kemajuan Negara kesatuan Republik Indonesia di tengah-tengah masyarakat global yang senantiasa berkembang dengan segala tantangannya.
Landasan filosofis pendidikan nasional memberikan penegsan bahwa penyelenggaraan
pendidikan
nasional
di
Indonesia
hendaknya
mengimplementasikan ke arah: a. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma persatuan bangsa dari segi sosial, budaya, ekonomi dan memlihara keutuhan bangsa dan negara. b. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang proses pendidikannya memberdayakan semua institusi pendidikan agar individu dapat menghargai perbedaan individu lain, suku, ras, agama, status sosial, ekonomi dan golongan sebagai manifestasi rasa cinta tanah air. Dalam hal ini pendidikan nasional dipandang sebagai bagian dari upaya pembentukan karakter bangsa bagi bangsa Indonesia. c. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma kerakyatan dan demokrasi. Pendidikan hendaknya memberdayakan pendidik dan lembaga pendidikan untuk terbentuknya peserta didik
22
menjadi warga yang memahami dan menerapkan prinsip kerakyatan dan demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Prinsip kerakyatan
dan
demokrasi
harus
tercermin
dalam
input-proses
penyelenggaraan pendidikan Indonesia. d. Sistem pendidikan nasional Indonesia yang bertumpu pada norma keadilan sosial untuk seluruh warga negara Indonesia. Perencanaan dan pelaksanaan pendidikan menjamin pada penghapusan bentuk diskriminatif dan menjamin terlaksananya pendidikan untuk semua warga negara tanpa kecuali. e. Sistem pendidikan nasional yang menjamin terwujudnya manusia seutuhnya yang beriman dan bertaqwa, menjunjung tinggi hak asasi manusia, demokratis, cinta tanah air dan memiliki tanggungjawab sosial yang berkeadilan. Dengan demikian Pancasila menjadi dasar yang kokoh sekaligus ruh pendidikan nasional Indonesia. 3. Landasan Sejarah
Informasi-informasi pada masa lampau merupakan bagian dari sejarah. Khususnya informasi yang berkaitan dengan kejadian, model, konsep, teori, praktik, moral, cita-cita, bentuk dari suatu sistem pendidikan dapat digunakan sebagai tolak ukur atau perbandingan terhadap perkembangan pendidikan di masa sekarang. Umur sejarah pendidikan dunia dapat dikatakan tua. Mulai dari zaman Hellenisme tahun 150 SM- 500, ke zaman pertengahan tahun 500-1500, zaman Humanisme atau Renaissance serta zaman reformasi dan kontra reformasi pada tahun 1600-an (Pidarta, 2007). Sejarah pendidikan di Indonesia juga cukup panjang. Terdapat tiga tokoh pendidikan sekaligus pejuang kemerdekaan Indonesia yang berjuang melalui pendidikan. Tokoh tersebut adalah Mohamad Syafei, Ki Hajar Dewantara, dan Kyai Haji ahmad Dahlan. Mohamad Syafei mendirikan sekolah INS ( Indonesisch Nederlandse School ) di Sumatra Barat pada tahun 1926. Ki hajar dewantara mendirikan Taman Siswa di Yogjakarta. Sedangkan K.H. Ahmad Dahlan mendirikan organisasi islam pada tahun 1912 di Yogjakarta.
23
Perkembangan pendidikan yang terjadi di sejarah dapat dijadikan sebagai alat untuk merefleksikan diri. Sehingga pendidikan yang terjadi pada mas a kini dapat terus maju dan berkembang. Dengan adanya landasan sejarah ini, maka sistem Pendidikan akan dapat diketahui kekurangannya dan dapat dicari solusinya. 4. Landasan Sosial budaya
Landasan Pendidikan yang keempat adalah Landasan Sosial Budaya. Pendidikan tidak akan terlepas dari manusia, sedangkan setiap manusia selalu menjadi anggota masyarakat dan pendukung kebudayaan tertentu. Oleh karena itu dalam Undang-undang RI no. 20 Tahun 2003 Pasal 1 ayat 2 ditegaskan bahwa, pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasar Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945, yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap perubahan zaman. Kebudayaan dan pendidikan merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan. Perlu kita ketahui bahwa kebudayaan merupakan hasil dari budi daya manusia. Kebudayaan akan berkembang bila budi daya manusia ditingkatkan. Sedangkan budi daya manusia itu dapat ditingkatkan dan dikembangkan melalui pendidikan. Sehingga dapat disimpulkan bahwa apabila kebudayaan di suatu negara maju, maka pendidikan nya pun dapat dikatakan maju dan sebaliknya (Pidarta, 2007). 5. Landasan Psikologi
Landasan Pendidikan yang kelima adalah landasan Psikologis. Pendidikan selalu melibatkan aspek kejiwaan manusia, sehingga psikologis merupakan salah satu landasan yang penting dalam pendidikan. Salah satu faktor keberhasilan pendidikan dapat diukur dari pemahaman seorang pendidik terhadap peserta didik dari aspek psikologisnya. Oleh karena itu hasil kajian dalam penemuan psikologis sangat diperlukan penerapannya dalam bidang pendidikan. Sebagai contohnya pengetahuan tentang urutan perkembangan anak.
24
Perlu kita ketahui bahwa setiap individu memiliki bakat, minat, kemampuan, kekuatan, serta tempo dan irama perkembangan yang berbeda antara satu individu dengan individu lainnya. Sebagai akibatnya pendidik tidak mungkin
menyamakan
perlakuannya
kepada
seluruh
peserta
didik.
Penyusunan kurikulum harus berhati-hati dalam menentukan jenjang pengalaman belajar yang akan dijadikan garis-garis besar program pengajaran serta tingkat keterincian bahan belajar yang digariskan. 6. Landasan Ekonomi
Pada dasarnya setiap manusia tidak dapat terlepas dari kebutuhan ekonomi. Sama halnya di dalam bidang pendidikan juga tidak dapat terlepas dari kebutuhan ekonomi. Peran ekonomi dalam dunia pendidikan cukup menentukan, tetapi bukan pemegang peranan utama. Faktor yang paling menentukan kehidupan dan kemajuan pendidikan adalah dedikasi, keahlian, dan ketrampilan pengelola dan pendidik. Akan tetapi ekonomi juga memiliki pengaruh terhadap dunia pendidikan, karena ttanpa ekonomi yang memadahi dunia pendidikan tidak akan bisa berjalan dengan lancer dan baik. Seperti contohnya ketika ada gempa bumi sehingga mengakibatkan bangunan sekolah rusak, maka peserta didik dan pendidik akan mengungsi ke tempat lain. Hal ini dapat mengurangi intensitas proses pembelajaran. Contoh lainnya yaitu sekolah yang tidak memiliki meja dan kursi, maka peserta didiknya akan belajar di lantai. Sehingga dapat mempengaruhi minat belajarnya. Atau sekolah-sekolah dengan SPP yang terlalu kecil, akan mengakibatkan guru-guru harus bekera keras mencari tambahan di luar. Demikian besar dampak negative terbatasnya ekonomi. 7. Landasan Profesionalisme Pendidikan
Pengertian pendidik yang khas adalah membuat kesempatan dan menciptakan situasi yang kondusif agar peserta didik bersedia dan dapat belajar atas motivasi dari dalam dirinya sendiri yang bertujuan untuk mengembangkan bakat, pribadi, dan potensi-potensi lainnya secara optimal dalam rangka mencapai tujuan pendidikan. Berdasarkan definisi pendidik tersebut hanya pendidik yang profesionl lah yang mampu melakukan pekerjaan mendidik.
25
Beberapa perilaku yang perlu dikembangkan oleh pendidik dalam mendidik adalah hubungan dengan peserta didik, disiplin permisif, berdialog dengan pikiran kritis, melakukan dialektika budaya lama dengan nilai-nilai budaya modern, memberikn kesempatan kreatif, berproduksi, dan berperilaku seharihari yang positif pada setiap peserta didik. Dalam melakukan manajemen pendidikan perlu banyak strategi, pendekatan, metode, dan kiat sebab bermuara pada keberhasilan perkembangan semua peserta didik.
26
BAB III PEMBAHASAN
A. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori Pendidikan Di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat.
Implikasi
suatu
landasan
pedagogik
terhadap
pengembangan
teori
pendidikan, dapat penulis kategorikan cukup besar dan terbagi pada lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. 1. Pengembangan teori pendidikan di keluarga
Rumah yang di huni oleh keluarga meskipun memiliki kekurangan tetap merupakan tempat yang paling ideal dan nyaman bagi seluruh anggota keluarga serta untuk kepentingan pendidikan anak-anak mereka. Ketentraman dan kedamaian yang tercipta di rumah dapat mendukung perkembangan anak. Pada anak usia dini, suasana keluarga yang nyaman dapat mendukung perkembangan anak usia dini pada beberapa aspek. Di antaranya adalah keimanan, ketaqwaan dan perilaku positif; kemampuan fisik dan motoriknya, da ya nalar, kemampuan berbahasa, kemampuan sosialisasi dan pengendalian emosi serta kemampuan seni. Sedangkan pada anak remaja, suasana keluarga yang nyaman akan mencegah anak untuk mencari pelarian di tempat lain yang dikhawatirkan dapat membawa dampak negatif pada anak. Setiap keluarga memiliki cara-cara sediri dalam mengasuh anak, cara yang baik perlu dilanjutkan, tetapi cara yang tidak sesuai dengan perkembangan zaman harus diubah. Untuk itu orang tua perlu terus belajar. Beberapa hal yang dapat dilakukan oleh orang tua di rumah untuk mendukung perkembangan anak antara lain: a. Menumbuhkan budi pekerti anak Beberapa contoh penumbuhan budi pekerti yang dapat dilakukan oleh orang tua di rumah adalah dengan melakukan pembiasaan anak menjalankan perilaku positif seperti menjalankan perintah agama, mengajarkan anak untuk hidup mandiri dan bertanggung jawab, berperilaku sopan, santun,
27
berpamitan saat hendak bepergian, meminta maaf ketika salah, perilaku menolong. b. Menciptakan lingkungan rumah yang aman dan menyenangkan Hal ini penting untuk dilakukan agar anak merasa disayangi, aman, nyaman, dan didukung. Beberapa hal yang dapat dilakukan misalnya dengan mengatur jam menonton TV dan program yang dapat dilihat anak, mengatur penggunaan gawai, membiasakan perilaku hidup bersih dan sehat, berkomunikasi efektif dengan anak, meluangkan waktu melakukan kegiatan bersama anak, menumbuhkan kebiasaan literasi, dan melatih anak untuk melindungi dirinya dari kekerasan. c. Mencegah dan menanggulangi kekerasan pada anak Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya perilaku kekerasan misalnya dengan menyayangi anak sepenuh hati agar anak merasa aman dan percaya diri, mengajarkan anak bersikap tegas, mendukung anak berkembang sesuai jenis kelaminnya, menanamkan rasa malu, mengajarkan anak tentang perilaku positif, mendiskusikan sentuhan atau pembicaraan yang pantas atau tidak pantas baginya, mengajarkan anak terkait situasi yang tidak aman dan bagaimana menghindari atau memberikan perlawanan dalam kondisi darurat, serta mengajarkan untuk berhias yang pantas (tidak berlebihan).
Pedagogik merupakan ilmu mendidik anak, hal ini telah menunjukan bahwa pedagogik berimplikasi terhadap suatu teori pendidikan anak di dalam keluarga. Keluarga memiliki fungsi, tujuan, juga peran dalam upaya mendidik anak dalam hal ini ialah orang tua yang memiliki kewajiban mendidik dan membimbing anak dari buaian sampai liang lahat. Dalam menjalankan bimbingannya orang tua seyogianya memilki dasar atau pengetahuan perihal anak, dari karakteristik anak sampai dengan metode pembelajaran apa yang tepat dan dalam mengupayakan hal ini maka diperlukannya suatu teori-teori sebagai dasar atau landasan dalam pengaplikasiannya.
28
2. Pengembangan teori pendidikan di sekolah
Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan yang formal, dimana dalam lembaga tersebut disusun secara sistemastis dan berlandaskan tata tertib. Mengenyam pendidikan pada institusi pendidikan formal yang diakui ol eh lembagapendidikan Negara adalah sesuatu yang wajib dilakukan di Indo nesia. Mulai dari anak tukang sapu jalan, anak tukang dagang martabak, anak
pejabat
tinggi
Negara,
dan
sebagainya
harus
bersekolah,
minimal 9 tahun lamanya hingga lulus SMP. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah yang lahir dan berkembang secara efektif dan efisien dari pemerintah untuk masyarakat merupakan perangkat
yang
berkewajiban
untuk
memberikan
pelayanan
kepada
masyarakat dalam menjadi warga Negara. Ada beberapa Krateristik proses pendidikan yang berlangsung di sekolah yaitu; a.
Pendidikan diselengarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang memiliki hubungan hierarki
b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen. c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan yang harus diselesaikan. d. Materi atauisi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum. e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban kebutuhan dimasa yang akan datang.
Pedagogik atau ilmu mendidik anak berimplikasi terhadap berbagai pengembangan teori dalam pendidikan di sekolah.
Misalkan dalam suatu
penyususnan kurikulum ketika proses penyusunan tersebut tentunya melalui analisis yang dalam terhadap kondisi tiap satuan pendidikan di suatu daerah. Karena agar sesuai dengan potensi yang dimiliki oleh masing-masing anak dalam suatu daerah tersebut, dengan memperhatikan beberapa komponen. Maka , hal ini membuktikan bahwa implikasi dari pedagogik terhadap teori pendidikan di sekolah telah memiliki hubungan kesalingan yang baik.
29
Sekolah
memang
sebuah
lembaga
formal,
akan
tetapi
dibalik
keformalitasannya tersebut jangan sampai mengurangi makna pendidikan yakni membantu anak menuju kedewasaan. Dan tidak melenceng dari tujuan pendidikan yakni memanusiakan manusia. Kiblat Pendidikan saat ini adalah Finlandia. Teori Pendidikan di Finlandia berbeda dari yang diterapkan di Indonesia. Pemerintah Finlandia sangat menghargai
anak-anak
bermain
bebas
dan
melakukan
hal-hal
lain
dibandingkan hanya duduk di kelas. Bagi mereka bermain bagi anak-anak Finlandia adalah kebutuhan yang harus dipenuhi (Koesmawardhani, 2016). Kurikulum yang diterapkan di negara finlandia sangat fleksibel, tidak mematok pencapaian kompetensi yang justru membebani siswa. Anak-anak sangat menikmati dan nyaman belajar di sekolah. Anak-anak tidak dipaksa harus mendapat nilai 9 atau 10. Mereka bebas menentukan sendiri pencapaian kompetensinya. (Blakasuta, 2016) 3. Pengembangan teori pendidikan di masyarakat
Masyarakat dalam Bahasa Ingggris adalah society yang berasal dari Bahasa latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal dari Bahasa arab Syaraka yang berarti ikut serta dan berpartisipasi. Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, dalam istilah ilmiah adalah saling berinteraksi (Mahmud, 2015) Pada
dasarnya
pengembangan
teori
Pendidikan
di
masyarakat
dilaksanakan oleh masyarakat dan untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Pendidikan di masyarakat memungkinkan masyarakat untuk menjadi tuan atau pemilik di rumahnya sendiri. Pihak lain dalam hal ini pemerintah hanya bisa menjadi mitra atau rekan yang berfungsi untuk memfasilitasi, mendanai atau mendampingi segala kegiatan yang ada. Pendidikan di sini sering dimaksud dengan pendidikan non-formal, Pendidikan non-formal lebih berorientasi pada Pendidikan yang lebih efektif dan efisien agar masyarakat dapat belajar dengan mudah dan mencapai tujuan melalui proses yang hemat waktu dan biaya. ujuan PBM biasanya mengarah pada isu-isu masyarakat seperti pelatihan karir, pe rhatian terhadap lingkungan,
30
pendidikan dasar, pendidikan keagamaan, penangan masalah kesehatan, dan sebagainya
(Zubaedi,
2007).
Tujuan
Pendidikan
masyarakat
adalah
pemberdayaan masyarakat ke arah yang lebih baik demi terwujudnya masyarakat yang unggul dalam segala bidang. Melalui Pendidikan, masyarakat diberdayakan segala potensi dan kemampuan yang dimilikinya. Pemberdayaan dan pendidikan ini berlangsung terus-menerus dan seumur hidup ( long life education) Sementara implikasi Pendidikan masyarakat terhadap masyarakat itu sendiri menurut (Sudira, 2013) adalah a.
Masyarakat diberdayakan,
b.
Masyarakat diberi peluang untuk mengembangkan kemampuan, dan
c.
Masyarakat diberi kebebasan mendesain, merencanakan, membiayai, mengelola, dan menilai diri. Maka dari uraian di atas
tersebut, yang merupakan implikasi dari
pedagogik terhadap perkembangan teori di masyarakat ialah, Teori Pendidikan Interaksional.
B. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Praktek Pendidikan Di Keluarga, Sekolah dan Masyarakat.
Berdasarkan kajian teori sebelumnya perihal konsep dari pedagogi dan pedagogik. Pedagogi merupakan praktek pendidikan anak sedangkan pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah pedagogi menunjukan suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik anak. Sedangkan pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai pendidikan anak. Akan tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa terkadang apa yang telah terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak selalu berbanding lurus dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu teori berhasil diterapkan di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan lainnya akan mendapatkan hasil yang sama. Penerapan di lingkungan sekolah, keluarga, dan masyarakat tentunya akan memiliki dasar atau sistem teori yang berbeda. Karena lingkungan tersebut berbeda, tentunya memiliki karakteristik yang berbeda dan pada aspek lainnya juga berbeda.
31
Maka dari itu pedagogik sangat besar keterlibatannya dalam praktik pendidikan, meskipun terkadang suatu teori tersebut tidak sesuai atau tidak cocok ketika diterapkan di lapangan. Akan tetapi, ensensi dari suatu teori ialah dijadikan suatu landasan atau dasar berpijak dalam pengaplikasian di lapangan, terlepas dari tepat tidaknya suatu teori tersebut. Pada hakikatnya suatu teori tidak terlepas dari praktek, sebab dibalik suatu praktek selalu terdapat pikiran yang teoritis. Teori bersumber dan dibangun atas dasar praktek, begitu sebaliknya bahwa suatu praktek akan lebih sempurna apabila didasari oleh suatu teori. Dalam lingkungan sekolah, keluarga , ataupun di masyarakat, pentingnya kita memahami akan karakteristik lingkungan pendidikan. Hal ini merupakan salah satu kajian daripada pedagodik, dengan memahami berbagai macam karakteristik lingkungan berimplikasi terhadap praktik pendidikan yang selaras, serasi, dan sesuai dengan tujuan pendidikan. Agar kelak manusia yang terdidik akan menjadi manusia yang bermoral dan berakhlakul karimah. Sementara, praktik pendidikan di Indonesia memiliki arah yang berbeda dengan pendidikan dunia. Sistem pendidikan di Indonesia yaitu universal education sedangkan sistem pendidikan dunia yaitu compulsory education. Perbedaannya terletak kepada posisi peserta didik dan orang tua terhadap pelaksanaan pendidikan. Salah satu pembeda antara pendidikan Indonesia dan dunia adalah dalam kurikulum. Pendidikan di Negara maju menggunakan kurikulum berpusat pada peserta didik. Walaupun sekranag kurikulum di Indonesia adalah kurikulum yang berpusat pada peserta didik, namun dalam pelaksanaannya berbeda. Tetap saja guru yang menjadi pemeran utama dalam proses pembelajaran. Hal ini dikarenakan, belum siapnya sumber daya baik itu fasilitas kelas, guru maupun peserta didik.
C. Implikasi
Landasan
Pedagogik
Terhadap
Landasan
Pendidikan
Kependidikan dan Tenaga Kependidikan Nasional dan Internasional
1. Implikasi Bagi Guru Guru merupakan salah satu profesi yang erat sekali hubungannya dengan pekerjaan
mendidik.
Sebagai
seorang
pendidik
sangat
dibutuhkan
profesionalisme. Upaya memprofesionalkan pendidik tersebut sangat erat
32
hubungannya
dengan
filsafat
pendidikan.
Artinya,
sebagai
pekerja
professional, tidaklah cukup bila seorang pendidik hanya menguasai apa yang harus dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya. Kedua penguasaan ini merupakan kompetensi seorang pekerja non pendidik. Selain kedua penguasaan tersebut, seorang pendidik juga harus menguasai alasan dari setiap tahap dan bagian tugasnya. Pada dasarnya alasan tersebut digunakan sebagai pencerminan seorang pendidik dalam mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang mau dicapai, baik tujuan-tujuan operasional maupun abstrak. Oleh karena itu semua keputusan serta perbuatan instruksional serta non-instruksional dalam rangka melaksanaka tugas-tugas seorang pendidik dan tenaga kependidikan harus selalu dapat dipertanggungjawabkan. 2. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan Pada bab 2, kita telah membahas tentang landasan kependidikan. Ada 7 landasan kependidikan yang telah diuraikan di atas. Salah satu landasan kependidikan adalah filsafat pendidikan. Berdasarkan Pidarta (2007) menjelaskan bahwa Indonesia belum membentuk suatu filsafat pendidikan yang cocok dengan alam dan budaya Indonesia, yang ada baru filsafat negara yaitu Pancasila sehingga tidak banyak konsep pendidikan yang dapat diturunkan dari sini. Telah kita ketahui banyak filsafat internasional yang telah ada, namun bukan berarti filsafat tersebut cocok diterapkan di Indonesia. Sangat dibutuhkan sekali filsafat pendidikan Indonesia agar ilmu pendidikan bercorak Indonesia lebih mudah dibentuk. Selain dari segi filsafat, dari segi sosial dan budaya terdapat beberapa hal yang berkaitan dengan pendidikan guru dan tenaga kependidikan. Menurut Pidarta (2007) menyebutkan bahwa pada zaman sekarang, banyak remaja yang berasumsi bahwa semakin tinggi ijasah yang diraih maka semakin cepat mendapat pekerjaan dan semakin besar pula gaji yang diterimanya. Namun, pada kenyataannya banyak sekali lulusan S1 yang belum mendapatkan pekerjaan. Hal ini karena ijasah belum menentukan kemampuan, ketrampilan, dan kepribadian para pencari pekerjaan. Apabila terdapat beberapa calon pendidik yang memiliki pikiran bahwa dengan ijasah yang tinggi dalam dunia
33
pendidikan maka akan mudah mendapatkan pekerjaan dan gaji yang besar, maka hal tersebut akan sangat berdampak pada pendidikan. Selain asumsi di atas, ada sebagian masyarakat yang berhubungan dengan pendidikan menyarankan masa belajar yang panjang atau lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini, ada yang menyarankan perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan, ada yang menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru, dan ada pula yang memusatkan perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan, sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang efektif. Sebaiknya landasan pendidikan pendidik dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan tugas-tugas keguruan di dalam konteks pendidikan (tugas professional, kepribadian, pedagogik, dan sosial). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan bahan yang diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli dan hasil penelitian ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaah dari interpretif, normative dan kritis itu, seperti telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud digunakan sebagai indikator dalam menilai perancang dan implementasi program, maupun didalam mempertahankan program dari penyimpngan penyimpangan pelaksanaan ataupun dari serangan-serangan konseptual.
34
Pada dasarnya pendidikan di tingkat nasional dan internasional memiliki maksud dan tujuan yang sama. Tujuan tersebut adalah untuk memanusiakan manusia, yaitu membimbing manusia menuju kedewasaan tanpa merampas karakteristik seorang individu. Menganalisa tentang implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan kependidikan di internasional pada hakikatnya juga memiliki landasan filosofis, sosiologis, psikologis, kultural, dan lain sebagainya. Sebagian dari masyarakat saat ini telah berpikir tentang pendidikan yang bertaraf internasional yang dirasakan lebih maju dibandingkan dengan pendidikan ditingkat nasional. Berdasarkan dari pemikiran tersebut, maka penulis kembalikan kepada konsep dari pedagogi dan pedagogik. Pedagogi dan pedagogik merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena memiliki hubungan yang saling membutuhkan, yakni ketika melaksanakan suatu praktik pendidikan tentunya kita harus memiliki dasar atau teori yang mendasari. Akan tetapi apabila suatu teori berhasil diterapkan di suatu negara misal Finlandia, maka belum tentu teori tersebut dapat berhasil ketika diterapkan di Indonesia. Hal tersebut bukan karena teorinya yang kurang tepat atau ada kesalahan di dalamnya, alasannya bukan kepada teorinya tetapi pada banyak aspek lainnya. Beberapa aspek tersebut adalah aspek lingkungan, sumber daya manusia, sarana pra sarana, dan lain sebagainya. Pendidikan di suatu negara dapat mengalami kemajuan atau kemundran tentunya dipengaruhi oleh berbagai aspek. Pendidikan itu akan mengalami kemajuan apabila adanya koordinasi yang baik antar berbagai aspek tersebut. Salah satu komponen penting di dalam kemanjuan suatu sistem pendidikan adalah pendidik atau tenaga kependidikan. Seperti contohnya sistem pendidikan di Finlandia untuk pendidik yang akan menjadi guru pada jenjang sekolah dasar harus sudah bersertifikasi S2 (Magister). Sedangkan di Indonesia, dengan kualifikasi S1 dan bahkan ada yang latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan pendidikan di sekolah dasar. Selain Finlandia, negara yang menempati posisi pertama pada survei PISA (Programme for International Student Assessment) adalah negara Singapura.
35
Survei PISA yang sangat bergengsi ini menguji kemampuan siswa usia 15 tahun di bidang sains, matematika, dan membaca yang dilakukan oleh OECD (Organization for Economic Cooperation and Development ), sebuah organisasi yang menaungi perkembangan perekonomian dunia. Jumlah keseluruhan siswa yang mengikuti survei ini mencapai lebih dari setengah juta orang. Berdasarkan OECD meninjau konsep kualitas guru secara komprehensi dan sistematis. Kualitas guru dibagi dalam lima dimensi. Dimensi tersebut adalah pertama pengetahuan kurikulum dan muatan pendidikan. Kedua kemampuan pedagogi termasuk hasil karya pada strategi materi bahan ajar yang berbeda-beda dan kemampuan untuk menggunakannya. Ketiga adaah refleksi diri dan kritik diri yang menjamin profesionalisme guru. Keempat adalah empati dan komitmen yang mengakui martabat orang lain dan yang kelima adalah kemampuan manajemen yang diperlukan untuk mengatur urusan di dalam dan luar kelas. Salah satu kunci Singapura dapat menempati posisi pertama ini karena Singapura banyak melakukan investasi untuk meningkatkan kualitas guru. Hal ini untuk menaikkan prestise dan status sebagai guru. Dengan begitu para lulusan terbaik universitas tak malu untuk menjadi tenaga pengajar. Semua guru di Singapura juga mendapatkan pendidikan dan pelatihan di Institut Nasional Pendidikan, yang dikelola oleh Nanyang Technological University. Ini untuk memastikan kualitas dan menjamin bahwa semua guru mendapatkan standar pendidikan yang sama sebelum menjadi tenaga pengajar. Negara yang menduduki peringkat kedua setelah Singapura adalah negara Jepang. Guru di Jepang sangat melibatkan peserta didik di dalam pembelajaran. Selain itu, pendidikan di Taman Kanak-Kanak dianggap sebagai sesuatu yang paling penting di Jepang. Penelitian mendapati bahwa para siswa yang mengikuti pelajaran di Taman Kanak-Kanak cenderung mampu memberikan sesuatu yang lebih baik di usia 15 tahun dibandingkan dengan teman-teman mereka. Tidak mengherankan jikalau 99 % dari anak-anak Jepang ikut belajar di Taman Kanak-Kanak.
36
Negara selanjutnya yaitu negara Estonia. Negara ini menghabiskan sekira 4% dari GDP untuk pendidikan. Tujuan dari pendidikan ini sendiri adalah untuk menciptakan kondisi yang baik dalam pengembangan personal, keluarga, dan negara Estonia sendiri. Setelah itu negara Taiwan. Di negara Taiwan, guru yang mengajar pada jenjang sekolah dasar mayoritas lulusan magister (S2) dan ada juga yang doctor (S3). Kualitas pendidik tentunya akan mempengaruhi kemajuan pendidikan disuatu negara. Namun, hal terpenting saat ini yang saharusnya dilakukan ialah dengan mengoptimalkan keprofesionalan pendidik dalam mendidik meskipun dengan segala keterbatasan. Insya Alloh dengan usaha yang optimal dengan disertai doa, semoga pendidikan di Indonesia lebih baik lagi.
37
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari berbagai pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka penulis menarik kesimpulan bahwa pedagogi merupakan praktek pendidikan anak sedangkan pedagogik ialah ilmu pendidikan anak. Maknanya ialah pedagogi menunjukan suatu praktek atau merupakan suatu praktek mendidik anak. Sedangkan pedagogik merupakan suatu sistem teori mengenai pendidikan anak. Akan tetapi pada realita di lapangan menunjukan bahwa terkadang apa yang telah terumuskan sebagai sistem teori pendidikan, tidak selalu berbanding lurus dengan penerapannya. Karena terkadang ketika suatu teori berhasil diterapkan di suatu lingkungan, belum tentu dilingkungan lainnya akan mendapatkan hasil yang sama. Praktik pendidikan terjadi dalam 3 ruang lingkup yaitu di lingkungan keluarga, sekolah serta masyarakat. Dimana, ketiga lingkungan tersebut saling mempengaruhi satu sama lain dan pendidikan akan berjalan sesuai dengan tujuan pendidikan maka peserta didik hendaknya belajar pada keti ga lingkunga tersebut. Praktik pendidikan di Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun dan semenjak kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 maka sistem pendidikan Indonesia berubah seluruhnya. Sebagai Negara berkembang, sistem pendidikan di Indonesia masih perlu diperbaiki. Peran pendidikan di Indonesia berbeda dengan di Negara maju. Dimana pendidikan di Indonesia adalah universal education sedangkan di Negara maju adalah universal education. Pada sistem kurikulumnya pun berbeda, jauh sebelum diterapkannya kutrikulum 2013, kurikulum pendidikan di Negara maju menggunakan student center dimana peserta didik merupakan peran utama dalam pendidikan. Sedangkan, walaupun kurikulum di Indonesia telah berubah, sistem pendidikan Indonesia masih belum berubah sepenuhnya. Implikasi pedagogik terhadap landasan pendidikan keguruan ialah ketika seseorang memahami tentang ilmu mendidik anak khususnya pada pendidikan
38
keguruan , maka tepatlah keterlibatan pedagogik. Sedangkan terhadap tenaga kependidikan (guru) sangat tepat ketika seorang guru memahami akan pedagodik sehingga guru akan mampu mendidik sesuai dengan karakteristik anak. Baik secara nasional maupun internasional hakikatnya memiliki landasan yang sama, yang membedakan ialah kondisi dan keprofesionalan pendidik.
B. Saran
1. Salah satu cara untuk meningkatkan profesionalitas guru adalah dengan membuat model pembelajaran yang memberikan keberhasilan luas pada suatu pembelajaran. 2. Dalam mengupayakan pendidikan anak seyogianya ada kerjasama antara guru di sekolah, orang tua di keluarga, dan masyarakat agar pendidikan anak dapat optimal. 3. Kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan makalah di kemudian hari.
39
DAFTAR PUSTAKA
Abu Ahmadi dan Nur Uhbiyati. (1995). Ilmu Pendidikan. Surabaya: Univers itas Sunan Gunung Jati Surabaya. Ahmad, Tafsir. 1992. Ilmu Pendidikan Dalam Perspektif Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Hasbullah. 2008. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Ki Hadjar Dewantara. 1956. Masalah Kebudayaan. Keanang-kenangan promosi doctor honoris causa Ki Hadjar Dewantoro. Yogyakarta : Ya yasan Pembinaan Fakultas Filsafat Universitas Gajah Mada. Kunaryo, Hadi. 1999. Pengantar Pendidikan. Semarang: Ikip Semarang Press . M.I. Soelaeman. 1985. Menjadi Guru: Suatu Pengantar Kepada Dunia Guru. Bandung: Dipenogoro. Mohamad Surya. 2014. Psikologi Guru: Konsep Dan Aplikasinya. Bandung: Alfabeta CV.
Mudyahardjo, Redja. 2002. Pengantar Pendidikan. Jakarta: Rajawali Pers Nazir, 2005, Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia. Ricardo F. Nanuru. 2013. Progresivisme Pendidikan dan Relevansinya di Indonesia. Maluku Utara: Universitas Halmahera. Ruhimat. 2010. Pendidikan Terbaik di Dunia. Tidak diterbitkan. Pidarta, M. 2007. Landasan Kependidikan: Stimulus Ilmu Pendidikan Berc orak Indonesia. Jakarta: Rineka Cipta. Sadulloh, Uyoh. 2007. Filsafat Pendidikan. Bandung : Cipta Utama. Sagala. 2006. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung: Alfabeta Sukmadinata, N.S., 1997, Pengembangan Kurikulum: teori dan praktik. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Suyitno. 2009. Landasan Filosofis Pendidikan. Bandung: Universitas Pendiidkan Indonesia Syaripudin, Tatang dan Kurniasih. 2014. Pedagogik Teoritis Sistematis. Bandung : Percikan Ilmu.
40