BAB I PENDAHULUAN A; Latar Belakang
Salah satu bentuk kejahatan yang sering terjadi di masyarakat adalah korupsi. Korupsi adalah adalah kejahat kejahataan aan yang yang termas termasuk uk salah salah satu satu kejaha kejahatan tan yang yang dikutu dikutuk k masyar masyarakat akat dan terus terus diperangi oleh pemerintah dengan seluruh aparatnya. Hal ini disebabkan karena akibat serta bahaya yang ditimbulkan oleh perbuatan korupsi sangat merugikan keuangan negara, mengham menghambat bat dan menganc mengancam am progra program m pembang pembanguna unan, n, bahkan bahkan dapat dapat beraki berakibat bat mengur mengurangi angi partisipasi masyarakat dalam tugas pembangunan dan menurunnya kepercayaan rakyat pada jajaran aparatur pemerintah. Korups Korupsii adalah adalah sebuah sebuah kejahat kejahatan an yang menghan menghancur curkan kan lembag lembagaa demokr demokrasi asi,, yang yang menggerogoti tatanan hukum, merusak kepercayaan masyarakat terhadap negara, memperlamban pertumbuhan ekonomi, menghambat mengha mbat upaya-upaya pengentasan kemiskinan, mengganggu alokasi sumberdaya, menurunkan daya saing negara dan melumpuhkan investasi1. Perbuatan korupsi merupakan kejahatan yang luar biasa (extra (extra ordinary ordinary crime). crime).2 Kejahatan korups korupsii ini diident diidentii iikasi kasi sebagai sebagai kejahat kejahatan an transn transnasi asional onal yang yang terorg terorgani anisir sir (Transnational Organized Crimes = TOC) oleh TOC) oleh masyarakat internasional termasuk oleh Perserikatan !angsa!angsa (P!!". Salah satu upaya dari Perserikatan Perserikatan !angsa-!angsa !angsa-!angsa (P!!" untuk memberantas memberantas korupsi korupsi adalah dengan dilangsungkanny dilangsungkannyaa High Level Political Conference For the Pr!ose of signing the "nited #ations Convention against ag ainst Corr!tion $"#C%C), $"#C%C), Konvensi P!! ini telah di tandatangani oleh 1#$ negara per bulan %pril #' termasuk ditandangani oleh ndonesia di )e* +ork %S dan ndonesia telah meratiikasi konvensi P!! "nited P!! "nited #ations Convention %gainst 'eda) , Sinar raika, /akarta, #0, hlm.1. 1 vi Hartanti, Tinda& Pidana 'or!si $(disi 'eda), 2 bid., hlm.&.
1
Corr!tion $"#C%C) mengenai kesepakatan pemberantasan korupsi ini pada tanggal 1 %pril #$ dan ditindak lanjuti dengan dikeluarkannya 2ndang-2ndang )omor 0 3ahun #$ 3entang 4atiikasi "nited #ations Convention %gainst Corr!tion $"#C%C). Korupsi selalu menjadi isu sentral dalam pemberitaan di media massa di ndonesia dan selalu menjadi sorotan masyarakat, bahkan terkadang dalam berbagai ajang termasuk di dalam pilkada dan pemilu legislati seseorang menjadikan isu korupsi untuk menaikkan popularitas dan isu korupsi di jadikan senjata untuk menjatuhkan la*an politiknya. Selain dari itu mencuatnya peristi*a terkait dengan banyaknya oknum yang berkiprah di lembaga eksekuti, legislati dan yudikati yang melakukan korupsi dengan modus penyalahgunaan *e*enang, penggelapan, pemerasan dalam jabatan dan penerimaan suap serta isu terjadinya kriminalisasi terhadap berbagai penanganan perkara tindak pidana termasuk perkara korupsi yang dilakukan oleh oknum aparat penegak hukum, makin meramaikan pemberitaan tentang korupsi di berbagai media cetak dan elektronik serta menambah buramnya *ajah penegakan hukum di negara ini. Salah satu kasus korupsi yang cukup menyita perhatian masyarakat akhir-akhir ini adalah penyuapan yang diduga melibatkan Ketua 5ahkamah Konstitusi, %kil 5ochtar. Kasus ini menjadi begitu menarik karena melibatkan pimpinan sebuah lembaga peradilan tertinggi )egara ini. %palagi kasus ini juga melibatkan Politisi Partai olkar, partai yang membesarkan nama %kil. Kasus ini menguatkan dugaan bah*a seorang hakim konstitusi yang berasal dari partai politik tidak dapat memisahkan dirinya dari kepentingan partai politik asalnya. 3idak berlebihan apabila oleh sebagian kalangan dianggap tindak pidana korupsi sebagai extraordinary crime karena telah dilakukan secara sistematis dan meluas (ides!read " serta telah merasuki keseluruh lini kehidupan (dee!*rooted ". 5eningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan memba*a bencana bagi kehidupan perekonomian dan pembangunan
&
nasional. 6leh karena itu pendekatan pemberantasan korupsi ke depan, jangan hanya sematamata menerapkan instrumen hukum pidana, tetapi juga perlu dilakukan melalui pendekatan di luar hukum pidana, mengingat pemberantasan tindak pidana korupsi dengan mengandalkan instrumen hukum pidana akhir-akhir ini oleh masyarakat dipandang masih belum memenuhi harapan karena belum menunjukkan trend menurunnya perilaku yang korupti tersebut. 6leh sebab itu dalam menilik sebuah tindak pidana korupsi, tidak hanya dilihat dari sudut pandang hukum secara dogma saja, tapi dapat ditilik dari perspekti kajian ilsaat hukum. 7ilsaat hukum sebagai sebuah kajian yang mendasari terbentuknya dogma dan ilmu hukum, dapat menjadi suatu cara untuk melihat sebuah tindak pidana korupsi dari aspek yang berlainan. B;
Rumusan Masalah 1; %pa saja aktor penyebab terjadinya tindak pidana korupsi di tengah aparat penegak
hukum8 2; %pa hubungan antara interaksi partai politik dengan kasus penyuapan terhadap ketua
5ahkamah Konstitusi, %kil 5ochtar8 3; !agaimana upaya pemberantasan korupsi dalam perspekti ilsaat hukum8
BAB II Pembahasan
A; Pengertian Korupsi. Korupsi dalam bahasa 9atin disebut Corr!tio * corr!ts+ dalam !ahasa !elanda disebut corr!tie+ dalam !ahasa nggris disebut corr!tion+ dan dalam !ahasa Sansekerta yang tertuang dalam )askah Kuno )egara Kertagama arti hariah corr!t menunjukkan kepada perbuatan yang rusak, busuk, bejad, tidak jujur yang disangkutpautkan dengan keuangan.:
3 Sudarto, H&m dan H&m Pidana, %lumni !andung, ;etakan Keempat, 1<<$, hlm. 11=. :
Korupsi di dalam Black’s Law Dictionary adalah >suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu keuntungan yang tidak sesuai dengan ke*ajiban resmi dan hak-hak dari pihak-pihak lain, secara salah menggunakan jabatannya atau karakternya untuk mendapatkan suatu keuntungan untuk dirinya sendiri atau untuk orang lain, bersamaan dengan ke*ajibannya dan hak-hak dari pihak lain?.' @alam pengertian lain, korupsi dapat pula dilihat sebagai perilaku tidak mematuhi prinsip, artinya dalam pengambilan keputusan di bidang ekonomi, baik dilakukan oleh perorangan di sektor s*asta maupun pejabat publik, menyimpang dari aturan yang berlaku.= Sedangkan menurut !e" Husen Alatas >corr!tion is the a,se of trst in the interest of !rivate gain?, yaitu penyalahgunaan amanah untuk kepentingan pribadi.$ 5enurut !ank @unia (-orld an& " + korupsi adalah an a,se of !,lic !oer for !rivate gains.0 Pendapat lain juga dikemukakan oleh Robert Klitgaar" yang menyatakan >corr!tion exist hen individally illicitly !ts !ersonal interest a,ove those of the !eo!le and ideals he or she is !ledged to serve?. /adi korupsi ada apabila seseorang secara tidak sah meletakkan kepentingan pribadi di atas kepentingan mesyarakat dan sesuatu yang dipercayakan kepadanya untuk dilaksanakan. Secara yuridis pengertian korupsi menurut jenisnya tercantum di dalam 2ndang 2ndang )omor :1 3ahun 1<<< tentang Pemberantasan 3indak Pidana Korupsi yang telah dirubah dengan 2ndang 2ndang )omor 3ahun #1 memberi batasan bah*a yang dimaksud dengan korupsi adalah setiap orang yang mela*an hukum melakukan perbuatan perbuatan memperkaya diri
4 !lack, Henry ;ampbell, lac&/s La 0ictionary+ disi A, Best Publishing , St. Paul 5inesota, 1<<#. 5 Aito 3anCi, Corr!tion+ 1overnmental %ctivities+ and ar&ets, 57 Borking Paper, %gustus 1<<'. 6 %latas, Syed Hussein, Cor!tion3 4ts #atre+ Cases and Conse5ences+ %ldershot, !rookield +At.D %vebury. 7 5uladi, 'onse! Total (nforcement dalam Pem,erantasan Tinda& Pidana 'or!si, 5akalah dalam Seminar )asional D Korupsi, Pencegahan dan Pemberantasannya, 9emhanas 4 dan %sosiasi @P4@ Kota dan Kabupaten sendonesia, /akarta, @esember #=, hal. 0- . 8 4obert Klitgaard, >Controlling Corr!tion?, 2niversity o ;aliornia Press, !erkeley, 1<, hlm Ei.
'
sendiri atau orang orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian )egara. @alam undang-undang ini pengertian korupsi tidak hanya bersangkut paut dengan perbuatan yang merugikan keuangan negara atau perekonomian saja, tetapi juga menyangkut perbuatan lain, seperti penyuapan, penggelapan, pemalsuan, merusak barang bukti atau pemerasan dalam jabatan, gratiikasi dan lain-lain. #orl" Bank mendeinisikan korupsi sebagai an a,se of !,lic !oer for !rivate
gains, dengan bentuk-bentuk dari korupsi tersebut antara lain sebagai berikut D<
a; Political Corr!tion (1rand Corr!tion", yang terjadi ditingkat tinggi (penguasa, politisi, pengambil
keputusan"
dimana
mereka
memiliki
suatu
ke*enangan
untuk
memormulasikan, membentuk dan melaksanakan undang-undang atas nama rakyat, dengan memanipulasi institusi politik, aturan prosedural dan distorsi lembaga pemerintahan, dengan tujuan meningkatkan kekayaan dan k ekuasaanF
b; reacratic Corr!tion ( Petty Corr!tion", yang biasa terjadi dalam adminstrasi publik seperti di tempat-tempat pelayanan umumF
c; (lectoral Corr!tion (6ote ying " dengan tujuan untuk memenangkan suatu persaingan seperti dalam Pemilu, Pilkada, Keputusan Pengadilan, /abatan Pemerintahan, dan sebagainyaF
d; Private or 4ndividal Corr!tion, korupsi yang bersiat terbatas, terjadi akiat adanya kolusi atau konspirasi antar individu atau teman dekatF
e; Collective or %ggregated Corr!tion, dimana korupsi dinikmati beberapa orang dalam suatu kelompok seperti dalam suatu organisasi atau lembagaF
9 5uladi, 'onse! Total enforcement dalam Pem,erantasan tinda& Pidana 'or!si, 5akalah, Seminar )asional >Korupsi, Pencegahan dan Pemberantasannya, 9emhanas 4 dan %@KS-%@K%S, /akarta, @esember #=, hal. '-$.
=
f; %ctive and Passive Corr!tion dalam bentuk memberi dan menerima suap (,ri,ery" untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu atas dasar tugas dan ke*ajibannyaF
g; Cor!orate Corr!tion baik berupa cor!orate criminal yang dibentuk untuk menampung hasil korupsi ataupun corr!tion for cor!oration dimana seseorang atau beberapa orang yang memiliki kedudukan penting dalam suatu perusahaan melakukan korupsi untuk mencari keuntungan bagi perusahaannya tersebut.
@alam Konvensi P!! tahun #: tentang Convention %gainst Corr!tion, dilaporkan adanya bentuk-bentuk korupsi yang mengalami perkembangan menjadi suatu jenis korupsi yang baru seperti Trading in inflence+illict enrichmnent+ ,ri,ery and em,ezzlement in the !rivate sector+ ,ri,ery terhadap pejabat negara asing atau pejabat organisasi internasional. B. $aktor Pen!ebab %er&a"in!a Korupsi
Korupsi sudah melanda negeri ini sejak lama dan hampir menyentuh semua lini kehidupan masyarakat dan berlangsung terus dalam bentuk yang lebih rumit (com!licated " dan canggih ( so!histicated ". Hal ini, juga menjadi salah satu penyebab sulitnya memberantas tindak pidana korupsi ini. Sepertinya, korupsi sudah sampai pada apa yang disebut oleh 4obert Klitgaard sebagai Gbudaya korupsiG.1# 3entu saja yang dimaksud Klitgaard di sini bukan pada hakikat keberadaan >budaya? atau semua orang ndonesia melakukan korupsi sehingga sulit untuk diperangi dengan cara apapun karena kadangkala situasi kondusi yang menjadikan korupsi itu merasa nyaman keberadaanya di tengah-tengah masyarakat karena korupsi sudah menjadi bagian dari kehidupan masyarakat juga yang dianggap biasa, seperti dalam kehidupan sehari-hari, dimana untuk mempercepat suatu urusan, seseorang biasa memberikan >uang
10 4obert Klitgaard, #=, O!.cit ., hal. &- =. $
pelicin? atau kebiasaan memberikan uang rokok (,a&shish system",11 serta memberikan asilitas dan hadiah, atau juga lebih diarahkan pada keengganan sebagian besar *arga masyarakat melaporkan oknum pejabat negara, birokrat, konglomerat, dan oknum aparat hukum yang melakukan korupsi. %pabila masyarakat mengetahui dan melihat praktik korupsi secara kasat mata namun tidak berdaya mengatasinya, maka hendaknya hal ini dilihat sebagai suatu ?enomena? yang kemungkinan besar tidak disadari oleh mereka dimana seolah-olah akar korupsi sudah sedemikian dalam dan meluas. 2ntuk mengetahui penyebab atau casa dari tindak pidana korupsi perlu dikaji aktor yang menstimulusnya, yang melatarbelakangi terjadinya tindak pidana korupsi. 5isalkan perbuatan korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan negara, maka aspek organisasi adalah yang paling dominan penyebab terjadinya korupsi, selain aktor aturan pijaknya yang ambiguistik dan masalah kesejahteraan yang belum memadai. 7aktor lain adalah karena lemahnya penga*asan dan kurang adanya teladan dari pimpinan. Kelemahan sistem pengendalian manajemen, tidak sekedar memberi peluang, bahkan cenderung telah menjadi kultur di dalam menutupi korupsi pada suatu organisasi. Penyimpangan keuangan negara tersebut seringkali terjadi mulai pada saat persiapan, perencanaan, pembentukan maupun pada saat pelaksanaan suatu anggaran keuangan negara atau pemerintahan daerah yang biasanya termuat dalam suatu %nggaran Pendapatan dan !elanja )egara (%P!)" atau %nggaran Pendapatan dan !elanja @aerah (%P!@". %dapun
sebab-sebab
terjadinya
suatu
tindak
pidana
korupsi
menurut oe"&ono
Dir"&osis'oro adalah sebagai berikut D1&
11 Syed Hussein %latas, Syed Hussein %latas, 7osiologi 'or!si+ 7e,ah Pen8ela8ahan dengan 0ata 'ontem!orer , 9P:S, /akarta, 1<&, hal. 1<. 12 Soedjono @irdjosis*oro, Pngli 3 %nalisa H&m dan 'riminologi, lihat buku !adan Penga*asan Keuangan dan Pembangunan, Strategi Pemberantasan Korupsi )asional, /akarta, 1<<<, hal. 1#$.
0
1; Kurangnya kesadaran dan kepatuhan hukum di berbagai bidang kehidupan. 2; Ketidaktertiban di dalam mekanisme administrasi pemerintahan. 3; Pengaruh samping dari meningkatnya volume pembangunan yang meningkat secara relati cepat.
4; 5asalah kependudukan, kemiskinan, pendidikan dan lapangan kerja, berkaitan dengan akibat dari padanya yakni kurangnya gaji pega*ai dan buruh.
5; 7aktor-aktor sosial budaya yang berpengaruh terhadap psikologi perilaku misalnya kultur malu pada suatu keluarga apabila keluarga tersebut termasuk berkedudukan dan terpandang tetapi tidak mampu menampung dan memberi kesenangan kepada saudara-saudaranya. Keadaan ini akan mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan korupsi hanya karena sebuah gengsi status sosial. Selain dari itu menurut Krisna Harahap penyebab dari munculnya korupsi yang menyengsarakan rakyat itu penyebabnya bisa dari aktor intern atau dari dalam maupun dari aktor e&stern atau dari luar si pelaku1:. Secara internal dorongan untuk melakukan korupsi adalah karena D
a; @orongan kebutuhan Seseorang terpaksa korupsi karena gaji atau kesejahteraan mereka yang jauh dari mencukupi dibanding dengan kebutuhannya
yang sangat besar akibat beban dan
tanggung ja*ab yang sangat berat pula sehingga mereka melakukan segala upaya untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
b; @orongan keserakahan 6rang yang korupsi karena serakah tentu saja tidak didorong oleh kurangnya atau tidak mencukupinya kebutuhan tetapi didorong oleh rasa ingin hidup lebih dan keinginan untuk
13 Krisna Harahap, Pem,erantasan 'or!si 9alan Tiada "8ng+ P3.raitri, !andung, #$, Hlm.0-.
memiliki barang-barang atau sesuatu yang tidak akan terjangkau dengan kemampuan ekonominya. 5ereka tidak puas akan apa yang mereka miliki, jadi sepanjang ada peluang untuk melakukan korupsi maka mereka akan melakukannya dan akan mengulanginya lagi secara terus menerus. Sebaliknya aktor-aktor e&sternal atau dari luar si pelaku adalah D
a; 7aktor lingkungan 3erjadinya korupsi juga sangat dipengaruhi oleh aktor lingkungan tempat individu beraktivitas. 9ingkungan yang suasana dan kondisi yang menjadikan korupsi itu sebagai suatu hal yang dianggap *ajar
b; Peluang 3erjadinya korupsi juga sangat didorong oleh kesempatan atau peluang yang didapat oleh seseorang, hal ini berkembang dan terjadi karena penga*asan yang sangat lemah. 5ereka berangapan bah*a kapan lagi mereka dapat melakukan korupsi ketika kesempatan itu memungkinkan dan beranggapan bah*a semua orang melakukan hal yang sama. Selain dari pendapat di atas aktor yang menjadi penyebab terjadinya perbuatan korupsi menurut An"i Ham(ah adalah1'D
1; Kurangnya gaji atau pendapatan pega*ai negeri dibandingkan dengan kebutuhan yang makin hari semakin meningkat.
2; 9atar belakang kebudayaan atau kultur ndonesia yang cukup !ermisif terhadap perbuatan korupsi.
3; 5anajemen yang kurang baik serta kontrol yang kurang eekti dan eisien.
14 %ndi HamCah, 'or!si di 4ndonesia3 asalah dan Pemecahannya+ ;etakan Ketiga, ramedia, /akarta, 1<<1, hlm.1$-&'.
<
4; Pengaruh adanya modernisasi, karena modernisasi tersebut memba*a perubahan perubahan pada nilai dasar masyarakat, membuka sumber kekayaan dan kekuasaan baru, dan mengakibatkan perubahan dalam sistem politik. @ari aktor-aktor penyebab terjadinya perbuatan korupsi di ndonesia di harapkan dapat menjadi suatu perhatian dalam rangka melakukan upaya pencegahan dan pemberantasan secara &om!rehensif baik dari aspek individual, aspek kelembagaan maupun dari segi aspek peraturan perundang-undangan. @ilihat dari aktor-aktor diatas, penyuapan yang melibatkan seorang hakim konstitusi bisa dilihat dari banyak aspek. @iantaranya aspek siat pribadi dari hakin itu sendiri, yaitu dorongan keserakahan. @engan jumlah pemasukan yang sudah cukup, tidak logis ketika seorang hakim menerima suap akibat dorongan kebutuhan. Perbuatan %kil ini telah mencoreng dan meruntuhkan kepercayaan masyarakat kepada 5ahkamah Konstitusi. @alam hal ini hukum sebagai sosial kontrol seharusnya mampu membersihkan masyarakat dari sampah sampah masyarakat yang tidak dikehendaki sehingga hukum mempunyai suatu ungsi untuk mempertahankan eksistensi kelompok itu1=. D. Hubungan Kasus uap Akil "engan Partai Politik
Sebagaimana diketahui secara luas, %kil 5ochtar merupakan hakim konstitusi yang berlatar belakang sebagai politisi. Sebelum diangkat menjadi hakim konstitusi, %kil merupakan anggota @P4 dari 7raksi Partai olkar. nteraksi social antara %kil dengan partai olkar tentu berjalan sangat intens selama %kil masih akti di Partai olkar. %palagi %kil dikenal sebagai kader yang lu*es dan mudah bergaul.
15 ainuddin %li, Sosiologi Hukum, Sinar raika, /akarta, &, hlm &:. 1#
nteraksi dan kedekatan psikologis %kil dengan partai yang telah membesarkannya tentu tidak mungkin terlepas begitu saja ketika %kil menjabat sebagai hakim konstitusi. Sebagai sebuah partai besar yang telah ikut mengantarkan %kil hingga ke jenjang jabatan tertinggi di 5ahkamah Konstitusi. @alam interaksi normal, tentu ini sah sah saja. 3api dalam konteks akil sebagai seorang hakim konstitusi, %kil secara etik tidak boleh bertemu dengan para pihak yang berperkara termasuk anggota Partai politik yang terkait. Pengertian Hakim Konstitusi dalam Pasal 1 Peraturan 5K 4 nomor #&P5K#: tentang kode etik dan pedoman tingkah laku Hakim Konstitusi, adalah seseorang yang memangku jabatan hakim pada mahkamah konstitusi yang bertugas memeriksa, mengadili, dan memutus perkara yang menjadi ke*enangan dan ke*ajiban 5K sebagaimana diamanatkan oleh 22@ 4 1<'=.1$ Hakim Konstitusi menurut Pasal &'; 22@ 1<'=, berasal dari tiga cabang kekuasaan, yaitu tiga orang dari Presiden, tiga orang dari 5ahkamah %gung dan tiga orang dari @P4. @alam perkembangannya, hakim konstitusi yang diusulkan @P4 kebanyakan merupakan anggota @P4 atau politisi partai politik tertentu. Hal ini menimbulkan persepsi beragam ditengah melorotnya moral politisi di ndonesia. Saat ini 5ahkamah Konstitusi (5K" memperbaruhi kode etik dan perilaku hakim konstitusi ndonesia terhadap kinerja hakim akibat meningkatnya isu penyuapa. 5asyarakat sekarang ini memandang penegakan hukum di ndonesia saat ini sudah sangat buruk. 3iga pilar kekuasaan )egara (legislati, eksekuti dan yudikati" banyak yan g tersangkut korupsi. Kasus besar yang dibongkar KPK yaitu, tertangkapnya %kil 5ochtar sebagai Ketua 5ahkamah Konstitusi. %kil 5ochtar yang dipecat 5ajelis Kehormatan 5K karena ia terlibat kasus suap sengketa pilkada dan adanya dugaan kepemilikan narkoba. Kepercayaan publik
16 Peraturan 5ahkamah Konstitusi 4 nomor #&P5K#: tentang kode etik dan pedoman tingkah laku Hakim Konstitusi
11
terhadap 5K saat ini rendah setelah skandal suap dalam penyelesaian sengketa pilkada yang melibatkan akil mochtar terbongkar. !ahkan banyak pihak meminta semua putusan 5K yang ditangani %kil 5ochtar dianggap tidak sah karena terindikasi korupsi. 3ertangkap tangannya akil dirumah dinasnya diduga terkait perkara sengketa pemilihan kepala daerah di unung 5as Kalimantan 3engah yang juga menyeret politikus Partai olongan Karya (golkar", ;hairunnisa. @alam kasus ini dapat diduga kader golkar tersebut merupakan penghubung antara %kil dan para pihak yang berperkara. @ugaan ini beralasan karena aktor kedekatan politik %kil dengan Partai olkar. %kil diduga kuat menerima suap dalam penanganan sengketa pilkada, yakni Kabupaten unung 5as Kalimantan 3engah dan dihari yang sama %kil pun diduga menerima suap dari perkara pilkada lain yaitu, pilkada di 9ebak, !anten. Partai politik adalah satu-satunya organisasi yang bisa mendapatkan kekuasaan legislati. Partai politik saat ini memiliki kecenderungan untuk memasukan kader partai yang hanya memiliki modal kuat. Karena itulah kemudian orang-orang yang memiliki modal besar bisa menang didalam pertarungan pilkada. Hakim Konstitusi dari partai politik perlu dievaluasi setelah munculnya skandal korupsi yang melibatkan Ketua 5ahkamah Konstitusi (5K" %kil 5ochtar. %kil 5ochtar merupakan hakim dari unsur partai olkar. Keterikatan personal hakim konstitusi dengan partai harus dipertimbangkan lebih mendalam untuk menjaga independensi hakim konstitusi. Peristi*a penangkapan Ketua 5ahkamah Konstitusi %kil 5ochtar jika dilihat dari perspekti sosiologis, perubahan sosial yang terjadi sejak 6rde 4eormasi tidak berbanding lurus dengan kesiapan pemerintah dan masyarakat dalam mengantisipasi berbagai perubahan sosial. Ketidaksiapan ini menimbulkan keterkejutan budaya (culture shock". 3erjadilah benturan benturan antara nilai-nilai lama dengan perubahan sosial yang begitu cepat. Ketika masyarakat 1&
tidak mendapatkan jalan keluar dengan nilai-nilai lama yang dia yakini selama ini, maka mereka akan melakukan tindakan-tindakan yang anomali dan irasional atau perilaku menyimpang sebagai sebuah solusi. %palagi budaya primordialisme dan terlalu mengagungkan kekuatan politik dan kedekatan politik, mengakibatkan setiap jabatan public yang diisi oleh orang-orang berlatar belakang partai politik, menjadi komoditas yang riskan akan konlik kepentingan. Praktik prilaku kotor %kil yang tidak bermoral itu tidak hanya berdampak negati pada individu, melainkan juga merusak citra 5K secara kelembagaan. @imana 5K merupakan nstitusi penegak hukum >bersih? yang dulu disejajarkan dengan KPK. Persoalan yang menimpa 5K memberikan pelajaran bagi kita semua bah*a lembaga >bersih? bisa terjerumus dalam pusaran korupsi. 3ak terkecuali maniestasi *akil 3uhan pun tergoda lembaran uang. Pasca tragedi 5K, maka tinggal KPK penegak hukum bersih di tanah air tercinta. @engan menjadi manusia yang bermoral, benteng-benteng hukum di ndonesia akan menjadi kuat kembali dan tidak mudah untuk disuap berapapun. 5oral yang baik, menjadikan hukum yang kuat. 5oral yang lemah, menjadikan hukum yang lemah. 5oral dan hukum, saling mempengaruhi satu sama lain dan tidak akan bisa dipisahkan. Kekuatan hukum sebuah negara, tergantung seberapa tinggi moral para pelaksana huku m. E. Pemberantasan Korupsi "alam Perspekti) $ilsa)at Hukum
!erbagai upaya telah dilakukan untuk memberantas memberantas korupsi. @iantaranya dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan terkait tindak pidana korupsi seperti 22 )o. :& 3ahun 1<<< sebagaimana diubah 22 )o. 3ahun #1 tentang Pemberantasan 3indak Pidana Korupsi, 22 Pencucian 2ang, dan sebagainya. 22 yang ada ini tentu diharapkan dapat memberi pengaturan dalam hal pencegahan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. !ahkan
1:
)egara membentuk sebuah lembaga khusus pemberantasan tindak pidana korupsi bernama Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK". KPK merupakan lembaga dengan ke*enangan luar biasa dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. )amun, sampai saat ini ndonesia masi harus berjibaku dengan korupsi. Selain dar pandangan teori dan ilmu hukum, pemberantasan tindak pidana korupsi dapat juga dilihat dari perspekti ilsaat hukum.
1; Aliran Positi*isme Hukum !agi aliran ini, hukum hanya ditangkap sebagai aturan yuridis.10 3eori hukum posoti mengajarkan bah*a hukum berasal dari ketentuan positi baik berupa undangundang, putusan hakim, kenyataan-kenyataan social dalam msyarakat, prinsip-prinsip umum dalam hukum dan lain-lain. 1 menurut %ustin, tata hukum itu nyata berlaku bukan karena mempunyai dasar dalam kehidupan social, bukan pula karena hukum itu bersumber pada ji*a bangsa, bukan pula karena cermin keadilan dan logos, tetapi karena hukum itu mendapat bentuk positinya dari institusi yang ber*enang1<.
/adi dapat
disimpulkan bah*a hukum itu akan berlaku dipositikan dalam bentuk undang-undang. @alam kasus %kil ini, salah satu penyebabnya adalah lemahnya penga*asan hakim 5K. Karena dalam aturan hukum positi yang ada, penga*asan hakim 5K hanya dilakukan oleh internal 5K yang majelis kehormatannya bersiat ad hoc. %kibatnya penga*asan 5K tidak berjalan maksimal. Sehingga ketika 5K diguncang skandal suap seperti ini banyak pihak yang menyerukan agar perlu dipositikannya pengaturan
17 !ernard 9. 3anya, dkk, 3eori Hukum, Strategi 3ertib 5anusia 9intas 4uang dan enerasi, ;A. Kita, Surabaya, Hlm. < 18 5unir 7uady, @inamika 3eori Hukum, halia ndonesia, /akarta, #0, hlm. 1# 19 !ernard 9. 3anya, op. cit.
1'
penga*asan hakim 5K. Poin ini pada akhirnya menjadi salah satu poin pengaturan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Pengganti 2ndang-2ndang )omor 1 3ahun : tentang Perubahan atas 2ndang-2ndang 5K. @engan adanya perppu ini diharapkan dapat menjadi sebuah dasar hukum yang tegas dalam penyelematan 5K. Sebagaimana yang dinyatakan %ustin, >la* as command?. !ah*a hukum positi adalah perintah berbuat atau tidak berbuat dari penguasa yang dipatuhi oleh *arga sebagai sebuah kebiasaan (habit". %ustin pun merinci unsur-unsur perintah sebagi berikutD
1; %danya kehendak dari satu pihak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya itu
2; Pihak yang diperintah itu akan mengalami siksaan jika kehendak itu tidak dijalankan atau ditaati dengan baik.
3; Perintah itu merupakan pembedaan ke*ajiban antara yang diperintah yang diperintah dengan memerintah.
4; Ketiga unsur unsur di atas tidak terlaksana jika yang memerintah itu bukan orang yang berdaulat. 3eori ini menggambarkan betapa mengikatnya hukum positi. 6leh sebab itu perppu 5K ataupun 22 yang akan dihasilkan tentang 5K nantinya harus dipatuhi oleh semua pihak, termasuk 5K.
20 %gus Santoso, Hukum, 5oral, dan Keadilan, Sebuah Kajian 7ilsaat Hukum, Kencana 5edia roup, / akarta, &, hlm. ='
1=
2; Aliran Hukum Alam
5enurut 9ily 4asjidi sebagaimana dikutip 5uhammad r*in&1, hukum alam adalah hukum yang sesuai dengan pemba*aan kodrat manusia yang rasional. Keadilan dalam hukum alam dianggap merupakan keadilan tertinggi, sehingga para pembuat hukum harus tunduk pada hukum alam. Karena hukum yang dibentuk tidak boleh bertentangan dengan hukum alam&&. @alam hal pemberantasan tindak pidana korupsi, hukum alam dapat dijadikan sebagai suatu cara untuk memberi eek jera kepada para koruptor. Sebagaimana yang dirumuskan oleh 3homas %Iuino, salah seorang tokoh hukum alam irasional, bah*a salah satu bagian dari hukum itu adalah leE naturalis, yaitu penerapan hukum yang tidak bisa dijangkau oleh pancaindera manusia ke dalam rasio manusia&:. Sehingga hukum yang telah ditentukan manusia dapat diterima secara logis oleh manusia. %liran hukum alam ini selalu mengaitkan dengan agama&'. ;ontohnya, kalau manusia meyakini bah*a dia pasti akan dihukum oleh 3uhan atas perbuatan korupnya, maka dia akan berusaha menghindari perbuatan tersebut. %palagi kalau dia meyakini bah*a dia pasti akan mati, maka seseorang akan selalu me*aspadai akan tindakannya. Sementara dalam aliran hukum alam rasional, rotius berpandangan bah*a rasio manusia bukan rasio 3uhan. 4asio manusialah yang menjadi sumber hukum&=. Secara rasio, manusia tentu bisa membedakan mana yang baik dan buruk. @alam implementasi hukum de*asa ini, nilai-nilai hukum alam ini dapat dielaborasi dengan hukum positi. Hukum alam yang bersumber dari 3uhan, *alaupun sanksinya tidak langsung, namun dapat menjadi eek yang menakutkan bagi para pelakunya.
21 5uhammad r*in, 7ilsaat Hukum, 4eleksi Kritis terhadap Hukum, 4ajagraindo Persada, /akarta, , hlm. 1'' 22 bid. hlm 1'$
23 bid. hlm.1' 24 5. %gus Santoso, Hukum, 5oral dan Keadilan, Sebuah Kajian 7ilsaat Hukum, Kencana Prenada media rup, /akarta, &, hlm =# 255uhammad r*in, op. cit. hlm 1'<
1$
@alam hal ini, kalau %kil menyadari akan kekuatan hukum alam dari 3uhan, %kil tentu akan berusaha menghindari perbuatan suap. 3; Aliran Sociological Jurisprudence
Salah satu tokoh aliran sociological 8ris!rdence, 4oscue Pound menyatakan la is a tool of social engineering (hukum sebagai pranata social atau hukum sebagai alat untuk membangun masyarakat"&$. Pound juga menyatakan bah*a untuk mempelajari hukum sebagai suatu proses. Hukum itu bukanlah kehendak penguasa melainkan merupakan kebiasaan. Hukum itu tidak dibuat tetapi tumbuh dan berkembang bersama masyarakat&0. Sehingga kebiasaan dalam masyarakat merupakan sumber hukum terpenting dan dapat mengalahkan undang-undang. Sementara itu, ungen hrlich menyatakan bah*a )egara merupakan salah satu bentuk dari organisasi social, sehingga pada perkembangan selanjutnya )egara menjadi sumber hukum utama. +ang tentu hukum dalam )egara merupakan hukum positi &. @alam upaya pemberantasan korupsi, perkembangan social dalam msayarakat perlu diamati dengan optimal. @engan kebiasaan yang terus berkembang, upaya pencegahan dan pemberantasan perlu disesuaikan. Seperti kasus suap %kil yang melibatkan pranata social yang lain , yaitu organisasi poltik dan stratiikasi social. Kasus seperti ini perlu dicermati pengaruh hukum terhadap gejala dalam masyarakat. @an hukum dalam kasus suap ini bisa dikatakan hukum, kalau mampu mengurangi tindakan suap yang terjadi dengan paksaan isik maupun psikologis. Sesuai pandangan sociological jurisprudence, kasus suap yang melibatkan hakim, dapat dicegah kalau hukum dapat memberi eek menakutkan bagi yang berniat mengerjakan dan hukum dapat dikatakan hukum, kalau hukum mampu memberi sanksi bagi para koruptor.
BAB I+
26 bid. hlm. 1<$-1<0 27 5. %gus Santoso, op. cit. hlm $' 28 bid. hlm. $= 10
PENU%UP
A; KEIMPULAN
5ahkamah Konstitusi merupakan pilar keadilan yang relative masih dipercayai rakyat. 9embaga ini dianggap masih bersih dan berintegritas disbanding lembaga peradilan lainnya. Hakim-hakim yang mengadili perkara di 5K merupakan tokoh-tokoh yang terpilih apalagi karena salah satu syarat hakim konstitusi adalah seorang negara*an, syarat yang tidak dimiliki oleh pejabat )egara yang lain. )egara*an merupakan sebuah kedudukan dan status yang luar biasa mar*ahnya karena dianggap seorang negara*an merupakan seseorang yang sudah terlepas dari konlik kepentingan, niatnya hanya untuk mengabdi bagi kepentingan bangsa dan )egara. Kasus yang menimpa 5K telah meruntuhkan semua kepercayaan masyarakat terhadap 5ahkamah. Balaupun kasus ini pada prinsipnya hanya melibatkan %kil secara personal, namun masyarakat tidak bisa melepaskan sosok %kil yang dulu sebagai ketua 5ahkamah Konstitusi dengan 5K sebagai sebuah lembaga yang terdiri dari Sembilan orang hakim. Kepentingan partai politik yang masih kental di 5K, merupakan salah satu sebab rapuhnya indepedensi 5K. Setidaknya ada tiga hakim konstitusi yang berlatar belakang politik, yang diusulkan oleh @P4. Konlik kepentingan karena aktor kedekatan politis akan sulit dipisahkan dari lembaga ini. Kasus %kil yang melibatkan salah satu kader partai politik menjadi salah satu bukti bah*a 5K masih bisa dirusak oleh kepentingan politik pragmatis. B; ARAN
%gar
kepercayaan
masyarakat
tidak
semakin
hancur,
langkah-langkah
pengembalian citra 5K harus ter*ujud dengan cara. Pertama,mengeektikan ketentuan yang terdapat dalam Perpu )omor 1 3ahun : tentang Perubahan atas 22 5K yang
1
mengatur tentang pembentukan majelis kehormatan 5ahkamah Konstitusi yang bersiat permanen dan melibatkan K+. Hal ini diharapkan mampu memberi penga*asan yang eekti dalam tubuh 5ahkamah. 'eda, Presiden, @P4 dan 5% dalam mengusulkan hakim 5K, harus melalu proses yang transparan dan aspirati. Sehingga masyarakat bisa ikut memantau calon hakim konstitutusi yang diusulkan. Hal ini untuk mengurangi konlik kepentingan ataupun calon titipan partai politik tertentu. 'etiga, hakim konstitusi pun harus terus harus berusaha membuktikan bah*a 5K sebagai lembaga masih bersih dari kepentingan manapun. Perlu diberikan pencerdasan kepada masyarakat bah*a yang tersangkut kasus adalah personal hakimnya, bukan lembaga 5ahkamah Konstitusi. 'eem!at , perlu adanya evaluasi terhadap ke*enangan 5K terkait dengan penyelesaian sengketa hasil pemilukada. Karena ke*enangan ini rentan terhadap intervensi, penyuapam dan konlik. Karena sengketa pemilukada berkaitan langsung dengan masyarakat di daerah sehingga potensi konliknya lebih besar. @an ini akan dijadikan lahan empuk bagi makelar kasus yang berkeliaran di 5K.
1<