MAKALAH EKONOMI ISLAM “Konsep Ekonomi Islam 1” Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ekonomi Islam Diampuh Oleh : Arista Fauzi Kartika Sari, S.Pd., M.SA.
Disusun Oleh Kelompok 14: CHAIRUNIESA (21401082030) JANUAR ROMADHONA (21501082129)
UNIVERSITAS ISLAM MALANG FAKULTAS EKONOMI PROGRAM STUDI AKUNTANSI TAHUN AJARAN 2016/2017
KATA PENGANTAR Alhamdulillah, segala puji bagi Allah swt. yang telah melimpahkan rahmat, taufiq, serta hidayahNya kepada kami, sehingga kami dapat mengerjakan tugas kelompok Makalah Mata Kuliah Ekonomi Islam yang berjudul “Konsep Ekonomi Islam I, yang sangat di butuhkan sebagai penambah wawasan khususnya bagi mahasiswa jurusan Akuntansi, semoga persembahan kami dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya. Sholawat serta salam marilah selalu kita hadiahkan keharibaan Rasulullah Muhammad SAW sebagai hambah Allah yang paling sempurna, sebagai pendakwah syari’at Islam, sebagai Uswatun Hasanah umat Islam, Allahumma sholli‘alaa sayyidina Muhammad wa‘alaa alihi wa shohbihi ajma’in.. Tidak lupa kami sampaikan banyak terima kasih kepada Ibu Arista Fauzi Kartika Sari, S.Pd., M.SA. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Ekonomi Islam, untuk ridho dan bimbingan dari beliau sangat kami harapkan menuju jalan ilmu yang manfaat. Terima kasih juga atas semua pihak yang telah membantu menyelesaikan penulisan makalah ini dengan ucapan, Jazaakumulloh ahsanal jaza’. Akhir kata, kami sangat mengharap kritik dan saran dari pembaca sehingga makalah ini bisa lebih sempurna dan bermanfaat. Malang, 20 Maret 2017
Penyusun
i
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . i DAFTAR ISI . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . ii BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 1.2 Rumusan Masalah . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 1 BAB II : PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 2 2.2 Dasar dan Tujuan Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 4 2.3 Anatomi dan Karakteristik Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 10 2.4 Sumber dan Dasar Hukum Ekonomi Islam . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 13 BAB III : PENUTUP 3.1 Kesimpulan . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 19 DAFTAR PUSTAKA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 20
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Ekonomi Islam telah lahir sejak Rasulullah Saw menyebarkan ajaran
Agama Islam, kemudian dilanjutkan oleh para sahabat hingga memiliki kemajuan yang begitu pesat pada masa Dinasti Abbasiyah dan pada akhirnya masih juga dilakukan sampai zaman sekarang, walaupun saat ini masih banyak campur aduk ekonomi Barat dalam aktifitas perekonomian masyarakat khususnyaUmat Islam. Kemunculan ekonomi Islam bukan karena ekonomi ortodok, melainkan karena sejarah membuktikan bahwa kemunculan ekonomi Islam sejak Rasulullah Saw hidup. Ekonomi Islam merupakan bagian integral ajaran Islam, bukan dampak dari sebuah keadaan yang memaksa kemunculannya, jadi bukan karena ekonomi ortodok yang memaksa kehadiran ekonomi Islam. Ekonomi Islam juga memiliki tujuan yang sangat penting
yaitu menciptakan
kesejahteraan
umat
manusia
khususny
terpenuhinya kebutuhan setiap individu dengan cara yang disahkan oleh Undang-Undang Pemerintah maupun hokum syariat (Agama).
1.2
Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan dibahas, sebagai berikut : 1. Pengertian Ekonomi Islam ? 2. Dasar dan Tujuan Ekonomi Islam ? 3. Anatomi dan Karakteristik Ekonomi Islam ? 4. Sumber dan Dasar Hukum Ekonomi Islam ?
1
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Ekonomi Islam Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan
menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan kharismanya. Menurut Para Ahli ; 1. Umer Chapra, Menjelaskan secara mendalam bahwa ekonomi Islam merupakan cabang ilmu pengetahuan yang membantu manusia dalam mewujudkan kesejahteraannya melalui suatu alokasi dan distribusi sumber-sumber daya langka yang sesuai dengan al–‘iqtisad al–syariah atau tujuan yang ditetapkan berdasarkan syariah, tanpa mengekang kebebasan individu secara berlebihan, menciptakan ketidakseimbngan makroekonomi dan ekologi, atau melemahkan solidaritas keluarga dan sosial serta jalinan moral dari masyarakat. 2. Yusuf Qardhawi, Ekonomi Islam adalah ekonomi yang didasarkan pada ketuhanan. Sistem ini bertitik tolak dari Allah, bertujuan akhir kepada Allah, dan menggunakan sarana yang tidak lepas dari syari’at Allah. 3. S.M. Hasanuzzaman,
Ekonomi islam adalah pengetahuan dan
aplikasi ajaran-ajaran dan aturan-aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam pencarian dan pengeluaran sumber-sumber daya, guna memberikan kepuasan bagi manusia dan memungkinkan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban mereka terhadap Allah dan masyarakat.
2
4. Muhammad Abdul Mannan, Dalam bukunya Islamic Economics, Theory and Practice, Mengatakan, “Islamic Economics is Social science which studies the economics problems of a people imbued with the value of Islam”.“Ilmu ekonomi islam adalah ilmu pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi masyarakat yang diilhami oleh nilai-nilai Islam.” 5. Khursid Ahmad, Ekonomi Islam adalah suatu upaya sistematis yang mencoba untuk memahami permasalahan dalam ekonomi serta perilaku manusia dalam hubungannya dengan permasalahan tersebut dari perspektif Islam. 6. Muhammad Nejatullah ash-Shiddiqi, Ekonomi Islam adalah respons atau tanggapan dari para pemikir Muslim terhadap berbagai tantangan ekonomi pada masa tertentu. Dalam hal ini mereka dibantu oleh Al-Qur’an dan sunnah serta akal (ijtihad dan pengalaman). 7. Akram Khan, Ekonomi islam tepatnya ilmu ekonomi Islam bertujuan untuk melakukan kajian (studi) terhada kebahagiaan hidup manusia (falah) yang dicapai dengan mengorganisasikan sumber daya alam atas dasar kerjasama dan partisipasi. 8. M.M. Metwally, Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku muslim (yang beriman) dalam suatu masyarakat Islam yang mengikuti al Qur’an, Hadis, Ijma dan Qiyas. 9. Ziauddin Ahmad, Ekonom Pakistan ini merumuskan bahwa ekonomi Islam pada hakikatnya adalah upaya pengalokasian sumber-sumber daya untuk memproduksi barang dan jasa sesuai petunjuk Allah SWT untuk memperoleh ridha-Nya. 10. M. Syauqi Al-Faujani, Ekonomi Islam merupakan segala aktivitas perekonomian beserta aturan-aturannya yang didasarkan kepada pokok-pokok ajaran Islam tentang ekonomi.
3
2.2
Dasar dan Tujuan Ekonomi Islam Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi,
pertama nilai-nilai keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika). 1. Pondasi nilai-nilai keimanan Fungsi dan wilayah keimanan dalam islam adalah pembenahan dan pembinaan hati atau jiwa manusia. Dengan nilai-nilai keimanan jiwa manusia dibentuk menjadi jiwa yang memiliki sandaran vertikal yang kokoh kepada Sang Khalik untuk tunduk kepada aturan main-Nya dengan penuh kesadaran dan kerelaan. Pada kondisi demikian, jiwa manusia akan mampu mempertahankan serta menggali fitrah yang diamanahkan pada dirinya dan menempatkan dirinya sebagai hamba Allah. Maka hadapkanlah wajahmu dengan Lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuui. QS. Ar Ruum [30]: 30. Ketika seluruh kegiatan ekonomi dibangun atas dasar nilai-nilai keimanan maka akan berdampak positif terhadap mental dan pemikiran pelaku ekonomi. Adapun efek positif itu antara lain; Pertama; memiliki niat yang lurus dan visi misi yang besar Dengan nilai keimanan, apapun bentuk ekonomi yang dilakukan akan dipandang sebagai bentuk kegiatan ibadah, artinya aktivitas yang diperintahkan dan diridhoi oleh Allah SWT. Pelaku ekonomi akan menempatkan dirinya sebagai ‘abid (hamba) dihadapan Allah, sebagaimana diinformasikan dalam Al Quran bahwa setiap manusia pada awal kejadiannya dibangun sebagai ‘abid Sang Khalik. Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku. Q S Adz – Dzariyaat, [51]: 56.
4
Niat yang lurus dan kuat yang disandarkan kepada Allah SWT dalam bekerja, akan menjadi motivasi dan ruh kekuatan dalam setiap bentuk tindakan dan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan tidak akan disikapi dengan emosional, akan tetapi disikapi secara rasional dan diputuskan secara spiritual. Kedua; proses kegiatan usaha yang terukur dan terarah Nilai-nilai keimanan yang bersemayam dalam setiap pribadi, akan berdampak positif dalam setiap ruang gerak pemikiran dan aktivitas. kegiatan usaha bukan semata-mata diarahkan kepada hasil (profit oriented), akan tetapi lebih memperhatikan cara atau proses. Ia akan berusaha menitik beratkan seluruh proses usaha sesuai dengan ketentuan-ketentuan Allah yang dicontohkan oleh rasul-Nya. Sebagaimana yang termaktub dalam Q.S al-Hasyr, [59]: 7. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa yang dilarangnya bagimu, Maka tinggalkanlah. dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Amat keras hukumannya. Ketiga, dalam menilai hasil usaha menggunakan dua sudut pandang yaitu syari’at (dunia) dan hakikat (ukhrawi) Bagi pelaku ekonomi yang menggunakan dua sudut pandang dalam menilai hasil sangat penting, karena dalam dunia usaha untung dan rugidalam kaca mata materi pasti terjadi, sehingga ketika hasil usaha dianggap rugi sekalipun ia masih punya harapan besar dan panjang karena masih ada keuntungan yang bersifat ukhrawi, sebagaimana diisyaratkan oleh Allah SWT dalam Q.S Faathiir, [35]: 29. Sesungguhnya orang-orang yang selalu membaca kitab Allah dan mendirikan shalat dan menafkahkan sebahagian dari rezki yang Kami anuge- rahkan kepada mereka dengan diam-diam dan terang-terangan, mereka itu mengharapkan perniagaan yang tidak akan merugi.
5
2. Pondasi Syariah Fungsi syariah dalam agama untuk mengatur dan memelihara asfekasfek lahiriyah umat manusia khusunya, baik yang berkaitan dengan individu, sosial dan lingkungan alam, sehingga terwujud keselarasan dan keharmonisan. Bagian kehidupan manusia yang diatur oleh syariat adalah asfek ekonomi. Al-quran dan as-sunah sebagai sumber dalam ajaran islam banyak
memuat prinsif-prinsif mendasar dalam melakukan tindakan
ekonomi baik secara eksplisit maupun inplisit. Diantara prinsif itu adalah sebagai berikut; 1) Ta'awun (saling membantu) Manusia adalah makhluk social, dalam segala aktivitasnya tidak bisa menapikan orang lain termasul dalam berbagai bentuk kegiatan ekonomi. Dalam pandangan islam kegiatan ekonomi termasuk bagian al-bar (kebaikan) dan ibadah, sehingga dalam pelaksanaannya diperintahkan untuk bertaawun (saling menolong). Sebagaimana firman Allah SWT Q S Al-Maidah [5]: 2 dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. dan bertakwalah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah Amat berat siksa-Nya. Ketika taawun dijadikan landasan dalam berekonomi pelaku bisnis akan terhindar dari sikap – sikap yang merugikan orang lain termasuk sikap monopoli. Seorang produsen ia akan menjaga kualitas produksinya untuk membantu orang lain yang tidak mampu berproduksi, seorang pedagang punya tujuan membantu pembeli yang membutuhkan barang tertentu. Sehingga penjual tadi akan memberikan hak-hak bagi pembeli, penjual jasa bertujuan membantu orang yang membutuhkan jasanya, sehingga ia akan meningkatkan pelayanannya dan sebagainya.
6
2) Keadilan Adil dalam pandangan islam tidak diartikan sama rata, akan tetapi pengertiannya adalah menempatkan sesuatu sesuai dengan proporsinya atau hak-haknya. Sikap adil sangat diperlukan dalam setiap tindakan termasuk dalam tindakan berekonomi. dengan sikap adil setiap orang yang
terlibat
dalam
kegiatan
ekonomi
akan
memberikan
dan
mendapatkan hak-haknya dengan benar. Dalam menentukan honor, harga, porsentase, ukuran, timbangan dan kerugian akan tepat dan terhindar dari sifat dzulmun (aniaya). Al-Quran memerintahkan setiap tindakan harus didasari dengan sikap adil, karena bentuk keadilan akan mendekatkan kepada ketaqwaan sebagaimana firman Allah SWT dalam Q S. al-Maidah, [5]: 8 Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu Jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk Berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Mengetahui apa yang kamu kerjakan. 3) Logis dan rasional tidak emosional Islam adalah ajaran rasional dan senantiasa mengajak kepada umat manusia untuk memberdayakan potensi akal dalam mempelajari ayatayat Allah, baik ayat quraniyah maupun kauniyah. Dalam konteks ushul fikh syariat diturunkan oleh al-Hakim hanya bagi makhluk yang berakal. Dalam beberapa ayat sering disindir orang yang tidak memproduktifkan akal sehatnya, termasuk dalam tindakan ekonomi, setiap kegiatan ekonomi harus bersipat logis dan rasional tidak berdasarkan emosinal semata. sebagai contoh, ketika ingin membangun lembaga keuangan islam di sebuah daerah jangan dilihat hanya penduduknya yang mayoritas muslim akan tetapi harus diperhatikan bagaimana kegiatan usaha, apa
7
saja transaksi-transaksi yang terjadi, dan bagaimana mekanisme pasar yang ada. 4) Professional Seorang muslim diperintahkan oleh Allah untuk bertindak dan berprilaku sebagaimana berprilakunya Allah, sebagaimana Rasulullah menyeru kepada umatnya, “berakhlaklah kalian sebagaimana akhlak Alah”. Ada beberapa tindakan Allah yang perlu dicontoh, seperti, memanagemen jagat raya dengan planning yang tepat, ketelitian dan perhitungan yang akurat. Bagi muslim dalam berekonomi tentu harus punya managemen yang kokoh, planning yang terarah, tindakan dan perhitungan ekonomi yang cermat dan akurat yang semua itu menjadi indicator pada propesionalime ekonomi
3. Pondasi Ihsan Etika Islam Fungsi ihsan dalam agama sebagai alat control dan evaluasi terhadap bentuk-bentuk kegiatan ibadah, sehingga aktivitas manusia akan lebih terarah dan maju. Fungsi tersebut selaras dengan definisinya sendiri yaitu, ketika engkau beribadah kepada Allah seolah-olah engkau melihat-Nya, apabila engkau tidak mampu melihat-Nya maka sesungguhnya Allah melihat (mengontrol) engkau. Ketika tindakan ekonomi didasari dengan ihsan maka akan melahirkan sifat-sifat positif dan produktif sebagai berikut; 1) Amanah (jujur) Amanah dalam bahasa arab berdekatan dengan makna iman (percaya) dan berasal dari akar kata yang sama yaitu aman. Sifat ini muncul dari penghayatan ihsan. Bagi pelaku ekonomi yang memiliki sifat amanah akan mengakui dengan penuh kesadaran bahwa seluruh komponen ekonomi; pikiran, tenaga, harta, dan segalanya adalah milik dan titipan Allah, sehingga dalam menjalani aktivitas usaha akan berhati-hati dan
8
waspada serta terhindar dari sipat ceroboh dan sombong karena pemilik perusahaan itu adalah Allah SWT. 2) Sabar Sabar diartikan sebagai sikap tangguh dalam menghadapi seluruh persoalan kehidupan termasuk dalam berekonomi. Sifat ini muncul dari proses panjang aktivitas ibadah yang senantiasa diawasi dan dievaluasi oleh Allah. Dalam seluruh proses tindakan usaha tidak akan lepas dari kendala dan problem, maka kesabaran mutlak dibutuhkan. Dengan sifat ini sebesar apapun problem usaha akan disikapi dengan pikiran-pikiran positif dan hati yang jernih. 3) Tawakal Tawakal berasal dari bahasa arab yang akar katanya berasal dari wakala yang mengandung arti wakil. Maka tawakal diartikan sikap mewakilkan atau menyerahkan penuh segala hasil usaha kepada Allah SWT. Sikap tersebut muncul dari nilai-nilai ihsan. Islam tidak melarang pelaku bisnis mendapatkan keuntungan dalam usahanya. Akan tetapi hasil usaha yang dilakukan oleh seseorang masih bersifat relative, bisa untung atau rugi. Bagi pelaku usaha yang menyerahkan segala hasil kepada Allah tidak punya beban mental yang berlebihan dan ketika hasilnya untung tidak akan lupa diri dan apaila rugi tidak akan pesimis dan putus asa. Maka bersabarlah kamu dengan sabar yang baik. Q.S al – Ma’arij [70]: 5 4) Qanaah Qanaah dalam berekonomi diartikan sebagai sikap efesiensi dan sederhana dalam tindakan usaha. Sikap ini terbentuk dari interaksi yang kuat antara hamba dengan sang khalik. Efisiensi dalam seluruh tindakan ekonomi sangat penting untuk mengurangi dan menekan beban pembiyayaan usaha, sehingga kalau Usaha yang dilakukan itu bidang
9
produksi maka akan menghasilkan prodak yang murah. Demikian pula sikap qanaah terhadap hasil berupa keuntungan ia akan membelanjakan harta yang dimilikinya sesuai dengan kebutuhan pokok terhindar dari sikap boros dan mubadzir. Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Q.S al – Israa’ [17]: 26 5) Wara Wara dalam berekonomi diartikan sikap berhati-hati dalam seluruh tindakan ekonomi. Sikap ini tumbuh dari kesadaran penuh terhadap pengawasan Allah yang sangat ketat dan teliti. Kehati-hatian sangat dibutuhkan oleh para pelaku usaha, mulai dari membuat planning, operasional dan mengontrol usaha dan akan menjauhkan pelaku bisnis dari sikap ceroboh. Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi. Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif.
2.3
Anatomi dan Karakteristik Ekonomi Islam Anatomi menurut KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti ilmu
yang melukiskan letak dan hubungan bagian-bagian tubuh manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan. Atau Anatomi merupakan uraian yang mendalam tentang sesuatu. Jadi, dapat disimpulkan bahwa Anatomi Konsep Ekonomi Islam adalah Uraian secara mendalam yang membicarakan mengenai Ekonomi Islam. Dalam makalah ini dibahas mulai dari
10
pengertian, sejarah, karakteristik, konsep, tujuan, dan perbedaan sistem ekonomi islam dengan sistem ekonomi konvensional. Sumber karakteristik ekonomi Islam adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Ada beberapa karakteristik ekonomi Islam, antara lain: 1. Harta kepunyaan Allah dan manusia khalifah harta, karakteristik pertama ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu: a. Semua harta, baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah. Firman Allah pada surat Al-Baqarah ayat 284. b. Manusia adalah khalifah atas harta miliknya. Firman Allah pada surat Al-Hadid ayat 7. 2. Ekonomi terkait dengan akidah, syariah (hukum) dan moral. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah Islam tampak jelas dalam banyak hal, seperti pandangan Islam terhadap alam semesta yang ditundukkan (disediakan) untuk kepentingan manusia. Hubungan ekonomi Islam dengan akidah dan syariah tersebut memungkinkan aktivitas ekonomi dalam islam menjadi ibadah. Sedangkan diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam islam, adalah: a. Larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkan kerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat. Nabi Muhammad SAW, bersabda: Tidak boleh merugikan diri sendiri dan juga orang lain. (HR.Ahmad). b. Larangan melakukan penipuan dalam transaksi. Nabi SAW, bersabda:Orang-orang yang menipu kita bukan termasuk golongan kita. c. Larangan menimbun (menyimpan) emas dan perak atau sarana-sarana moneter lainnya, sehingga mencegah peredaran uang, karena uang sangat diperlukan untuk mewujudkan kemakmuran perkonomian dalam masyarakat. Menimbun (menyimpan) uang berarti menghambat 11
fungsinya dalam memperluas lapangan produksi dan penyiapan lapangan kerja buat para buruh. Firman Allah dalam surat at-Taubah ayat 34. d. Larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat. 3. Keseimbangan antara keruhanian dan kebendaan Beberapa ahli Barat menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjada diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu, para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur kegamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia). 4. Keadilan dan keseimbangan dalam melindungi kepentingan individu dan masyarakat. Arti keseimbangan dalam sistem sosial islam adalah tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan-batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan-batasan yang ditetapkan dalam sistem islam untuk kepemilikan individu dan umum. 5. Bimbingan konsumsi Islam tidak membolehkan mengkonsumsi segala sesuatu secara berlebihan (QS. Al-Araf ayat 31), hidup mewah dan bersikap angkuh (QS. Al-Isra ayat 16). 6. Petunjuk investasi Tentang kriteria dalam menilai proyek investasi, al-mawsu’ah alilmiyah wa al-amaliyah al-islamiyah memandang ada 5 kriteria yang sesuai dengan islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu: a. Proyek yang baik menurut Islam. b. Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat. c. Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan dan kekayaan.
12
d. Memelihara dan menumbuh kembangkan harta. e. Melindungi kepentingan anggota masyarakat. 7. Zakat Zakat adalah salah satu karakteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak dimiliki dalam bentuk perekonomian lain, karena sistem perekonomian diluar Ilsam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki dan dendam. 8. Larangan riba Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal, yaitu fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba).
2.4
Sumber dan Dasar Hukum Ekonomi Islam Keseluruhan dari dasar dan sumber hukum ekonomi merupakan suatu
mukjizat yang tetap adanya dalam artian hukum islam tidak dapat disamakan dengan hukum pasang surut maupun hukum – hukum yang lainnya. Empat sumber hukum islam diantaranya, Al Qur’an, Sunnah dan hadist, Ijma’, Qiyas dan ijtihad. Selanjutnya akan dijelaskan dibawah ini sesuai dengan kegunaannya masing – masing. 1.
Kitab suci AL Qur’an Al Qur’an merupakan sumber hukum yang abadi dan asli karena
merupakan amanat yang sesungguhnya yang disampaikan oleh Allah melalui ucapan Nabi Muhammad untuk membimbing umat manusia dimasa depan yang bersifat universal dan fundamental. Berdasarkan hal tersebut sempat terjadi kesalah pahaman antar pelajar tentang keberadaan Al Qur’an, dimana terdapat pertentangan apakah Al Qur’an ini diciptakan atau tidak diciptakan. Sedangkan dari aliran Muktazilah dan ahli pikir non muslim 13
mempercayai bahwa Al Qur’an diciptakn dan bukanlah firman Allah. Kepercayaan ini dinyatakan bahwa kitab suci ini dikirimkan kedalam hati Nabi SAW, dengan demikian dituliskan dengan gaya bahasa Nabi SAW dari waktu ke waktu. Tetapi lain halnya dengan sumber yang didapat dari Waliyullah dan iqbal bahwasannya kitab suci itu tidak diciptakan melainkan amanah dari Allah kepada Nabi SAW. Tanpa adanya keraguan bahwa wahyu tersebut memanglah mengalir melalui hati Nabi SAW yang berjangka waktu selam dua puluh tahun tetapi kata – kata serta gaya bahasanya memiliki ide – ide yang tanpa kendali sadar Nabi SAW tanpa adanya pikiran dari perantara. Kenyataannya bahwa kitab suci ini adalah catatan wahyu universal yang disampaikan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW yang tidak berdaya untuk mengendalikan proses tersebut dengan sadar. Dengan demikian Al Qur’an bukanlah diciptakan melainkan memang digunakan sebagai petunjuk oleh umat manusia sepanjang zaman. Al Qur’an berbicara pada semua tingkatan dan berusaha mencapai semua jenis pengertian, melalui perumpamaan, persamaan, argumentasi, penelitian, pandangan, dan penelitian mengenai fenomena alam dan hukum – hukum alam, moral dan spiritual. (Q.S, A Kahfi, 18,54-55). (Q.S, Az Zumar, 39 : 27), (Q.S, Al Hasyr, 59 : 22). Apabila setiap pemikiran beranggapan bahwa wahyu Al Qur’an ini bersifat kausal, maka sekian banyak orang akan dituntun dengan berbagai motif untuk memperoleh perangkat norma dan nilai yang berbeda – beda sesuai dengan kebutuhannya. Dengan demikian akan berpengaruh terhadap kerusakan dari wahyu Al Qur’an yang bersifat universal tersebut. Dengan adanya hukum undang – undang yang telah diciptaka oleh manusia yang perlakuannya banyak ketidakadilannya, lain halnya dengan Al Qur’an yang memberikan penjelasan dengan kaidah – kaidah hukum, sehingga membenarkan bahwa Al Qur’an bukan kitab undang – undang dalam arti modern. Bukan juga merupakan ringkasan etika, selain mengemukakan hal sepele juga membahas mengenai prinsip – prinsip pokok dan memiliki perhatian bersifat ilahi dan cara agar umat manusia memperoleh pengetahuan tentang itu. 14
Pokok dari peningkatan kesejahteraan manusia di segala bidang telah disusun dalam Al Qur’an (An Nahl, 16 : 90) yang diingatkan seperti : “ Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhan-mu dan penyembuh bagi penyakit – penyakit dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi orang – orang yang beriman. “ (Q. S, Yunus, 10 : 57) Anggapan dari N.J Coulson membuat ulasan bahwa “ tujuan utama Al Qur’an adalah bukan untuk mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, melainkan hubungan dengan penciptanya.” Ini merupakan setengah dari kebenaran yang ada, dimana ditunjukkan ketidakpahaman dari pengarangnya mengenai keseimbangan kebutuhan spiritual maupun material. Semua wahyu yang diturunkan memberikan perintah untuk mempercayai bahwa pada hari kebangkitan nantinya terjadinya kiamat dan ganjaran, aturan perkawinan dan perceraian, persoalan perang dan damai, hukuman terhadap pencurian, perzinahan, pembunuhan manusia, dan lainnya. Dengan demikian dalam Al Qur’an bukan sekedar mengatur antara hubungan manusia dengan Tuhannya tetapi juga terkait hubungan sosial dan lainnya. Nabi yang telah diutus dengan segala tujuannya untuk meneladani ajaran dari Al Qur’an serta memberikan contoh kepada dunia dengan teladan kehidupan praktik yang ideal. Begitu pula dengan sunnah yang memiliki sifat sesungguhnya yaitu tidak pernah bertentangan dengan Al Qur’an, demikian dengan Al Qur’an tidak bertentangan dengan sunnah karena merupakan sumber kedua hukum islam. 2.
Hadist dan Sunnah Sunnah secara harfiah diartikan sebagai cara, kebiasaan, maupun adat
istiadat. Hal ini diambil dari perilaku Nabi SAW dengan menjadikannya sebuah teladan dan biasanya didasarkan atas praktek normatif masyarakat di zaman tertentunya. Tetapi sunnah perlu dibedakan dengan hadist yang biasa diambil dari cerita singkat mengenai informasi apa yang telah dikatakan, dan yang lainnya ataupun tidak disetujui oleh Nabi SAW begitu pula dengan
15
informasi terkait sahabat – sahabatnya. Dengan demikian hadist biasanya bersifat teoritik, sementara sunnah merupakan pemberitahuan yang sesungguhnya. Hadist biasanya bukan sekedar norma – norma hukum melainkan kepercayaan dan asas – asas keagamaan. Sedangkan sunnah merupakan praktik dengan norma – norma perilaku kesehariannya. Dicontohkan semisal dalam Al Qur’an menyebut mengenai shalat dan zakat, setelah itu Nabi SAW yang melanjutkan dengan menulis rincian – rinciannya yang dijelaskan
kepada
pengikutnya
secara
praktis.
Meskipun
banyak
pertentangan yang terjadi tetapi pengertian sunnah itu bisa merupakan bahan baru yang perlu dipertimbangkan dan dicerna karena proses penafsiran yang dilakukan secara perlahan oleh para sahabat – sahabat sendiri, dan berbagai ketentuan dasar dari kitab suci Al Qur’an. Penafsiran dari hadist dan sunnah perlu memperhatikan perspektif dari sejarah dan arti penting fungsionalnya dalam konteks sejarah. 3.
Ijma’ Ijma’ merupakan sumber ketiga dari hukum islam. Dilihat dari
perbedaan antara sunnah dengan ijma’ yaitu dari konseptual yang terletak pada kenyataanya bahwa sunnah terkait ajaran – ajaran Nabi SAW kemudian diperluas para sahabat karena mereka sumber panyampaiannya. Ijma’ merupakan prinsip isi hukum baru yang timbul karena akibat perlakuan penalaran dan logika untuk mengahadapi masyarakat yang menyebar luas. Ijma’ bukan dimaksudkan untuk melihat kebenaran yang terjadi dimasa kini maupun di masa depan melainkan juga membina adanya kebenaran dimasa lampau. Ijma’ pula yang menetukan bahwa sunnah itu bagaimana cara penafsirannya dalam Al Qur’an. Sedangkan untuk analisis terkahir dari Al Qur’an dan sunnah keasilannya dibuktikan melalui ijma’. Oleh karena itu ijma’ dianggap sebagai hal yang ampuh untuk memecahkan kepercayaan maupun kerumitan yang terjadi pada umat islam. Adakalanya ijma’ merupakan kesahihan tertinggi, dimana keputusannya hanya dalam arti nisbi
16
menolak sesuai dengan kehidupan modern. Meskipun sifat ijma’ ini mempersatukan, tetapi masih banyak perbedaan. Dengan demikian adanya perbedaan ini menandakan bahwa adanya rahmat Tuhan didalamnya. Ijma’ juga didasarkan hadist yang diungkapkan oleh Nabi SAW : “ perbedaan pendapat umatku, adalah pertanda adanya rahmat yang datang dari Tuhan. “ ijma’ juga bersifat suatu keharusan yang biasa disebut dengan ijma’ masyarakat. Sedangkan ijma’ yang disepakati oleh para ulama yang idgunakan untuk menciptakan perpaduan perbedaan pendapat para ulama yang timbul akibat kegiatan individunya tersebut. Dalam kepemilikan ijma’ tidak perlu melakukan penekanan pembenaran yang sifatnya otoriter. 4.
Ijtihad dan Qiyas Dalam tekhnik ijtihad bisa diartikan meneruskan setiap usaha untujk
menentukan sedikit banyaknya kemungkinan persoalan sesuai syariat. Memiliki pengaruh hukum yang berpendapat benar meski mungkin saja ada kekeliruan. Sedangkan untuk ruang lingkup ijtihad dihitung dari wafatnya Nabi dengan delapan judul yang terpisah. Tujuh diantaranya yaitu dari penafsiran terhadap ayat – ayat yang diwahyukan dengan metode analogi, untuk yang kedelapan adlah kesimpulan yang memiliki arti lain yaitu penafsiran ayat – ayat yang diwahyukan dengan penalaran. Di zaman islam terkini dengan adanya ra’y (pendapat pribadi) dijadikan alat pokok ijtihad. Tetapi asas hukum ditetapkan secara sistematik dan digantikan dengan adanya Qiyas. Kehidupan manusia, persoalan hidup, dengan hukum yang dapat berubah sesuai keadaan maka diperlukan ijtihad. Untuk peranan dari Qiyas adalah memperluas hukum ayat kepada soal yang tidak termasuk dalam bidang syaratnya dengan alasan sebab efektif yang dianggap biasa bagi kedua hal tersebut sehingga tidak dapat dipahami dengan pernyataan mengenai yang asli. Pada abad pertengahan dinyatakan bahwa pintu ijtihad ditutup dan orang harus mengikuti suatu mazhab yang telah terbentuk, kare na kecenderungan taqlid yang berarti penerimaan sebuah pendapat lain dengan sepenuhnya tanpa adanya bukti. Hal ini dapat mempengaruhi masyarakat 17
dan orang mulai mengikuti suatu mazhab hukum. Karena dari pendiri mazhab tersebut memiliki kemampuan besar dan ketelitian mendalam mengusahakan berbagai pilihan logik dalam batas dengan ayat yang diwahyukan. Menurut sunnah Nabi meskipun seseorang berbuat kesalahan dalam melakukan ijtihad maka dai akan tetap memperoleh pahala. Tetapi jika perbuatannya tersebut sampai menuju kepada kebenaran, maka pahalanya akan berlipat ganda. Syarat untuk melakuakn ijtihad adalah memiliki pengetahuan yang baik tentang perintah Al Qur’an maupun sunnah. Disiplin dalam etikanya, dengan kewajiban yang telah ditetapkan.
18
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan . Mursyid Al-Idrisiyyah mendefinisikan ekonomi islam dengan
menggunakan kalimat-kalimat sederhana, yaitu seluruh bentuk kegiatan ekonomi yang berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang bersumber kepada Al Quran dan As Sunah yang diijtihadi oleh mursyid. Kedudukan mursyid memiliki perananan yang cukup urgen termasuk dalam memberikan curah pemikiran mengenai konteks ekonomi islam, sesuai dengan tuntutan dan perkembangan zaman juga mampu mensosialisasikan dan memobilisasi umat untuk berekonomi Islami dengan uswah (teladan) dan kharismanya. Seluruh bentuk kegiatan ekonomi harus dibangun diatas tiga pondasi, pertama nilai-nilai keimanan (tauhid) kedua, nilai-nilai islam (syariah) ketiga nilai-nilai ihsan (etika). Ketiga prinsip dasar ekonomi ini tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya; akan tetapi harus terintegrasi pada setiap diri pelaku ekonomi. Ketika hal ini terwujud maka akan tercipta pelaku bisnis profesianal yang shaleh dan tatanan ekonomi yang mapan, sehat, kondusif dan produktif. Anatomi Konsep Ekonomi Islam adalah Uraian secara mendalam yang membicarakan mengenai Ekonomi Islam. Sumber karakteristik ekonomi Islam
adalah Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam islam, yaitu asas akidah, akhlak dan asas hukum (muamalah). Keseluruhan dari dasar dan sumber hukum ekonomi merupakan suatu mukjizat yang tetap adanya dalam artian hukum islam tidak dapat disamakan dengan hukum pasang surut maupun hukum – hukum yang lainnya. Empat sumber hukum islam diantaranya, Al Qur’an, Sunnah dan hadist, Ijma’, Qiyas dan ijtihad.
19
DAFTAR PUSTAKA
https://www.academia.edu/15354975/Pengertian_Ekonomi_Islam http://contohkumpulanartikelmakalah.blogspot.co.id/2016/10/konsep-dasarekonomi-islam.html https://www.academia.edu/30316547/Konsep_Ekonomi_Islam http://edit69.blogspot.co.id/2016/06/anatomi-sistem-ekonomi-islam.html https://id.scribd.com/document/194367256/Konsep-Ekonomi-Islam https://id.scribd.com/doc/175644263/E-BOOK-Pengantar-Ekonomi-Islampdf https://www.academia.edu/8363194/Hakikat_Hukum_Ekonomi_dan_Sumb er_Hukum_Ekonomi_Islam
20