BAB 1 PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Makalah ini dibuat untuk menambah nilai pada UTS praktikum pengukuran listrik yang dimana beda fase ini adalah materi berikutnya untuk praktikum pengukuran listrik. Fase adalah penjelasan mengenai suatu tahap yang telah dicapai oleh suatu gerak berkala, biasanya dengan membandingkan dengan gerak lain yang sejenis dengan frekuensi sama. Beda fase adalah pengukuran yang relatif yang terukur antar dua gelombang. Tidak ada gelombang yang memiliki beda fase yang absolut karena tidak ada referensi yuniversal dalam pengukuran fase.
1.2
Rumusan Masalah 1. 2. 3. 4. 5.
1.3
Bagaimana cara mengetahui beda fasa? Bagaimana cara mengetahui beda fasa antar dua gelombang ac? Bagaimana cara mengetahui sistem 3 fasa? Bagaimana cara mengukur beda fasa? Apa persamaan dan perbedaan beda fasa gelombang (sinus dan cosinus)?
Tujuan Penulisan Makalah ini ditulis dengan tujuan, yaitu : 1. Sebagai tugas remidial sekaloigus penambah nilai hasil UTS praktikum pengukuran listrik. 2. Untuk mengetahui tentang beda fasa 3. Untuk mengetahui beda fasa antar dua gelombang ac 4. Untuk mengetrahui sistem 3 fasa 5. Untuk mengetahui cara mengukur beda fasa 6. Untuk mengetahui persamaan dan perbedaan beda fasa gelombang
1
BAB 2 ISI 2.1 Beda fasa
Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut tidak mempunyai nilai harga yang sama walau pada waktu (saat) yang sama. Dengan kata lain kedua gelombang tersebut tidak memiliki nilai nol atau nilai maksimum pada waktu yang bersamaan, walaupun periode ataupun frekuensi kedua gelombang tersebut sama. Dari gambar kedua gelombang tersebut terlihat bahwa gelombang flux Ф = Фm cos ωt bergeser ke kiri sejauh π / 2 radian (90 o) atau seperempat perioda terhadap gelombang tegangan e = Em sin ωt . Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90o. Bila flux (Ф) dan tegangan (E) tersebut dilukiskan sebagai vektor-vektor yang berputar, maka vektor flux (Ф) akan selalu mendahului (leading) terhadap vektor tegangan (E) sejauh 90 o. Atau dengan kata lain vektor tegangan (E) tertinggal (lagging) terhadap vektor flux (Ф) sejauh 90 o seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Geseran fasa atau beda fasa ini tidak selamanya 90o, tetapi dapat bervariasi.
2
Misalnya antara dua tegangan bolak-balik yang mempunyai geseran fasa sebesar 30 seperti pada Gambar 3. Persamaan kedua gelombang tegangan tersebut adalah : e1 = Em sin ωt . . . . . (1) o e2 = Em sin (ωt – 30 ) . . . . . (2) o
Vektor kedua gelombang tersebut dilukiskan seperti Gambar 4 dengan panjang yang sama karena harga maksimumnya sama sehingga harga efektifnya juga sama.
Pada gambar 5 gelombang tegangan e = Em sin ωt dan gelombang arus i = Im sin ωt mencapai harga nol dan harga maksimum dalam waktu yang bersamaan. Sehingga dikatakan kedua gelombang tersebut mempunyai fasa yang sama atau sefasa .
Vektor gelombang arus dan tegangan tersebut dilukiskan seperti pada Gambar 6.
3
2.2 Beda Fasa Antar Dua Gelombang AC Hal yang memulai kompleksitas pada rangkaian AC adalah saat kita menemui dua atau lebih nilai tegangan atau arus AC dimana antara nilai-nilai tersebut ada satu nilai yang “mendahului” nilai lainnya. Istilah “mendahului”, berarti kedua bentuk gelombangnya tidaklah sinkron: titik puncak dan nol dari kedua gelombang tidak terjadi dalam waktu yang bersamaan. Gambar berikut ini dapat mengilutrasikan kondisi tersebut.
Kedua gelombang tersebut (A dengan B) memiliki amplitudo dan frekuensi yang sama, tetapi gelombang yang satu mendahului gelombang yang lainnya. Dalam istilah teknisnya, ini disebut beda fase (phase shift). Pada pembahasan sebelumnya kita dapat mengeplot gelombang sinus dengan cara melakukan perhitungan fungsi trigonometri sinus dari 0 derajat hingga 360 derajat, lingkaran penuh. Titik awal dari gelombang sinus itu dimulai dengan amplitudo nol pada saat nol derajat, bergerak naik pada suatu nilai amplitudo maksimum yang bernilai positif pada 90 derajat, kemudian nol lagi saat 180 derajat, amplitudo maksimum negatif saat 270 derajat, dan kembali ke titik nol awal pada 360 derajat. Kita dapat menggunakan skala sudut ini sepanjang sumbu horisontal dari plot bentuk gelombang untuk menunjukkan seberapa jauh suatu gelombang “meninggalkan” gelombang yang lain.
4
Beda fase antara kedua gelombang di atas adalah sekitar 45 derajat, yang “A” mendahului gelombang yang “B”. Contoh-contoh lain untuk gelombang-gelombang yang memiliki beda fase ditunjukkan pada gambar ini.
5
Karena gelombang-gelombang ini memiliki frekuensi yang sama, mereka akan saling mendahului dalam derajat sudut yang sama pada semua titik-titik pada kedua gelombang itu dalam fungsi waktu. Karena alasan ini, kita dapat menyatakan beda fase antara dua atau lebih gelombang yang memiliki frekuensi yang sama dalam nilai yang konstan sepanjang kedua gelombang tersebut. Jadi,bukanlah suatu kesalahan apabila kita mendengar pernyataan ini : tegangan “A” beda fase sebesar 45 derajat dengan tegangan “B”. Gelombang yang mendahului proses putarannya dikatakan leading (mendahului) sedangkan yang terbelakang disebut lagging (didahului/terbelakang). Beda fase adalah pengukuran yang relatif yang terukur antara dua gelombang. Tidak ada gelombang yang memiliki nilai fase yang absolut karena tidak ada referensi universal dalam pengukuran fase . Jadi, pengukuran beda fase tidak mungkin ada apabila kita hanya punya satu gelombang karena beda fase adalah hasil pengukuran antara dua gelombang. Tetapi umumnya dalam analisa rangkaian AC, gelombang tegangan dari sumber dayanya digunakan sebagai referensi fasen ya, biasanya nilai sumber tegangannya dinyatakan sebagai “xxx volt pada 0 derajat”. Tegangan atau arus lainnya dalam rangkaian itu akan memiliki beda fase yang diukur relatif terhadap fase sumber tegangan tersebut. Inilah yang membuat analisa rangkaian AC lebih kompleks dibandingkan DC. Ketika kita meggunakan hukum Ohm dan hukum Kirchhoff pada suatu rangkaian AC, nilai arus dan tegangan pada rangkaian AC itu haruslah ditunjukkan nilai amplitudo dan beda fasenya. Perhitungan matematis seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, pembagian haruslah meliputi perhitungan amplitudo dan juga perhitungan beda fasenya. Untungnya, ada suatu sistem nilai matematis yang disebut bilangan kompleks (complex number) yang bisa digunakan untuk melaksanakan tugas ini. Karena sistem bilangan kompleks sudah merepresentasikan baik itu amplitudo dan juga beda fasenya. Jadi, bilangan kompleks sangatlah penting untuk dipejari dalam analisa rangkaian AC. Apabila diketahui nilai tegangan dan arus pada suatu komponen memiliki persamaan v = 20 sin (ωt + 30o) dan i = 18 sin(ωt - 40o) , gambarkan diagram fasornya, hitung beda fasenya, dan gambar bentuk gelombangnya. Bentuk fasornya ditunjukkan pada gambar 1. Dari sini anda dapat melihat bahwa v mendahului i sebesar 70o. Bentuk gelombangnya ditunjukkan pada gambar 1b.
Gambar 1 Gambar 2 menunjukkan sepasang gelombang v 1 dan v2 pada suatu osiloskop. Masing-masing volt per div (skala vertikal) menunjukkan nilai 20 V dan masing-masing time per div (skala horisontal/waktu) menunjukkan 20 μs. Tegangan v 1 mendahului v 2. Gambarkan diagram fasornya dengan v 1 sebagai referensinya. Tentukan persamaan kedua tegangan tersebut. 6
Gambar 2 Dari foto di atas, magnitudo dari v 1 adalah Vm1 = 3 div × 20 V/div = 60 V, V m2 = 40 V. Panjang satu periode adalah T = 6 × 20 μs = 120 μs, dan beda fase antara dua gelombang tersebut adalah satu kotak atau 1 div yang bernilai 20 μs (1/6 dari periodenya = 60o). Dengan memilih v 1 sebagai referensinya dan v2 tertinggal, maka diagram fasornya ditunjukkan pada gambar b. Frekuensi sudutnya adalah ω = 2π/T = 2π/(120×10 6 s)= 52.36×103 rad/s. Oleh karena itu, persamaan kedua tegangan tersebut adalah v 1 = Vm1 sin ωt = 60 sin (52.36×10 3 t) V dan v 2 = 40 sin (52.36×103 t – 60o) V.
2.3 Sistem 3 Fasa Pada sistem tenaga listrik 3 fase, idealnya daya listrik yang dibangkitkan, disalurkan dan diserap oleh beban semuanya seimbang, P pembangkitan = P pemakain, dan juga pada tegangan yang seimbang. Pada tegangan yang seimbang terdiri dari tegangan 1 fase yang mempunyai magnitude dan frekuensi yang sama tetapi antara 1 fase dengan yang lainnya mempunyai beda fase sebesar 120°listrik, sedangkan secara fisik mempunyai perbedaan sebesar 60°, dan dapat dihubungkan secara bintang (Y, wye) atau segitiga (del ta, Δ, D).
Gambar 1. sistem 3 fase. Gambar 1 menunjukkan fasor diagram dari tegangan fase. Bila fasor-f asor tegangan tersebut berputar dengan kecepatan sudut dan dengan arah berlawanan jarum jam (arah positif), maka nilai maksimum positif dari fase terjadi berturut-turut untuk fase V1, V2 7
dan V3. sistem 3 fase ini dikenal sebagai sistem yang mempunyai urutan fasa a – b – c . sistem tegangan 3 fase dibangkitkan oleh generator sinkron 3 fase. Hubungan Bintang (Y, wye)
Pada hubungan bintang (Y, wye), ujung-ujung tiap fase dihubungkan menjadi satu dan menjadi titik netral atau titik bintang. Tegangan antara dua terminal dari tiga terminal a – b – c mempunyai besar magnitude dan beda fasa yang berbeda dengan tegangan tiap terminal terhadapa titik netral. Tegangan Va, Vb dan Vc disebut tegangan “fase” atau Vf.
Gambar 2. Hubungan Bintang (Y, wye). Dengan adanya saluran / titik netral maka besaran tegangan fase dihitung terhadap saluran / titik netralnya, juga membentuk sistem tegangan 3 fase yang seimbang dengan magnitudenya (akar 3 dikali magnitude dari tegangan fase). Vline = akar 3 Vfase = 1,73Vfase Sedangkan untuk arus yang mengalir pada semua fase mempunyai nilai yang sama, ILine = Ifase Ia = Ib = Ic Hubungan Segitiga
Pada hubungan segitiga (delta, Δ, D) ketiga fase saling dihubungkan sehingga membentuk hubungan segitiga 3 fase.
8
Gambar 3. Hubungan Segitiga (delta, Δ, D). Dengan tidak adanya titik netral, maka besarnya tegangan saluran dihitung antar fase, karena tegangan saluran dan tegangan fasa mempunyai besar magnitude yang sama, maka: Vline = Vfase Tetapi arus saluran dan arus fasa tidak sama dan hubungan antara kedua arus tersebut dapat diperoleh dengan menggunakan hukum kirchoff, sehingga: Iline = akar 3 Ifase = 1,73Ifase Daya pada Sistem 3 Fase 1. Daya sistem 3 fase Pada Beban yang Seimbang
Jumlah daya yang diberikan oleh suatu generator 3 fase atau daya yang diserap oleh beban 3 fase, diperoleh dengan menjumlahkan daya dari tiap-tiap fase. Pada sistem yang seimbang, daya total tersebut sama dengan tiga kali daya fase, karena daya pada tiap-tiap fasenya sama.
Gambar 4. Hubungan Bintang dan Segitiga yang seimbang. Jika sudut antara arus dan tegangan adalah sebesar θ, maka besarnya daya perfasa adalah Pfase = Vfase.Ifase.cos θ sedangkan besarnya total daya adalah penjumlahan dari besarnya daya tiap fase, dan dapat dituliskan dengan, 9
PT = 3.Vf.If.cos θ • Pada hubungan bintang, karena besarnya tegangan sal uran adalah 1,73Vfase maka tegangan perfasanya menjadi Vline/1,73, dengan nilai arus saluran sama dengan arus fase, IL = If, maka daya total (PTotal) pada rangkaian hubung bintang (Y) adalah: PT = 3.VL/1,73.IL.cos θ = 1,73.VL.IL.cos θ • Dan pada hubung segitiga, dengan besaran tegangan line yang sama dengan tegangan fasanya, VL = Vfasa, dan besaran arusnya Iline = 1,73Ifase, sehingga arus perfasanya menjadi IL/1,73, maka daya total (Ptotal) pada rangkaian segitiga adalah: PT = 3.IL/1,73.VL.cos θ = 1,73.VL.IL.cos θ Dari persamaan total daya pada kedua jenis hubungan terlihat bahwa besa rnya daya pada kedua jenis hubungan adalah sama, yang membedakan hanya pada tegangan kerja dan arus yang mengalirinya saja, dan berlaku pada kondisi beban yang seimbang. 2. Daya sistem 3 fase pada beban yang tidak seimbang
Sifat terpenting dari pembebanan yang seimbang adalah jumlah phasor dari ketiga tegangan adalah sama dengan nol, begitupula dengan jumlah phasor dari arus pada ketiga fase juga sama dengan nol. Jika impedansi beban dari ketiga fase tidak sama, maka jumlah phasor dan arus netralnya (In) tidak sama dengan nol dan beban dikatakan tidak seimbang. Ketidakseimbangan beban ini dapat saja terjadi karena hubung singkat atau hubung terbuka pada beban. Dalam sistem 3 fase ada 2 jenis ketidakseimbangan, yaitu: 1. Ketidakseimbangan pada beban. 2. ketidakseimbangan pada sumber listrik (sumber daya). Kombinasi dari kedua ketidakseimbangan sangatlah rumit untuk mencari pemecahan permasalahannya, oleh karena itu kami hanya akan membahas mengenai ketidakseimbangan beban dengan sumber listrik yang seimbang.
Gambar 5. Ketidakseimbangan beban pada sistem 3 fase. Pada saat terjadi gangguan, saluran netral pada hubungan bintang akan teraliri arus 10
listrik. Ketidakseimbangan beban pada sistem 3 fase dapat diketahui dengan indikasi naiknya arus pada salahsatu fase dengan tidak wajar, arus pada tiap fase mempunyai perbedaan yang cukup signifikan, hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada peralatan.
2.4 Pengukuran Beda Fasa Pengukuran beda fasa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secar a langsung dan dengan model lissajous. A. Pengukuran Beda Fasa Secara Langsung Pengukuran beda secara langsung dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut : 1. Lakukan setting-up dan kalibrasi CRO seperti yang telah dijelaskan pada pertemuan sebelumnya 2. Siapkan function generator (AFG) dan pilih pada bentuk sinus 3. Kedua sinyal dihubungkan pada masukan kanal X dan kanal Y
Gambar 1. Pengukuran beda fasa secara langsung B. Pengukuran Beda Fasa Dengan Model Lissajous Pengukuran beda fasa dengan model lissajous dapat dilakukan dengan langkahlangkah sebagai berikut : 1. Lakukan setting-up dan kalibrasi CRO 2. Siapkan function generator (AFG), pilih pada bentuk sinus 3. Kedua sinyal dihubungkan pada kedua terminal masukan CRO 4. Dengan saklar pemilih channel ke DUAL lihatlah beda fasa pada layar CRO 5. Untuk melihat pola lissajous atur saklar SWEEP time/divisi pada posisi XY. Tampilan peraga berdasarkan perbandingan dan perbedaan fasa ditunjukkan pada gambar berikut.
11
Gambar 2. Perbandingan frekuensi 1 : 3 beda fasa 90 derajat
Gambar 3. Pola lissajous menampilkan beda fasa sinyal input-output Rumus yang dipakai untuk mencari sudut beda fasa ( Δ φ ) adalah :
Φ = arc sin Vo / Vin
Dimana , Vo = Xc / (Rpot + Xc) Vin Xc = 1 / ( 6,28 f C )
2.5 Perbedaan Fase
12
Gelombang sinusoidal dapat dipresentasikan ke dalam grafik menggunakan parameter waktu pada sumbu horizontal dan memiliki nilai positif maksimum pada waktu π/2, dan nilai negatif maksimum pada π/3, serta nilai 0 tepat pada sumbu horizontal, π dan 2π. Namun pada kenyataannya tidak semua gelombang sinusoidal akan tepat melalui titik nol axis dalam waktu yang sama, namun dapat tergeser ke kiri atau ke kanan titik 0o oleh nilai tertentu jika dibandingkan dengan gelombang sinus yang lain. Misalnya ketika membandingkan gelombang tegangan dan gelombang arus. Hasil perbandingan ini akan menghasilkan pergeseran sudut atau perbedaan fasa di antara kedua gelombang sinusoidal. Semua gelombang yang tidak melewati titik 0 o pada t = 0 memiliki pergeseran fase. Perbedaan atau pergeseran fase juga disebut sebagai sudut Φ (huruf yunani phi) gekombang dalam satuan derajat atau radian yang tergeser dari titik tujuan tertentu pada sumbu 0 horizontal. Dengan kata lain pergeseran fase adalah perbedaan antara dua atau lebih gelombang berfrekuensi sama pada sumbu horizontal yang dapat mengakibatkan perbedaan fase. Perbedaan fase gelombang bolak-balik dapat bervariasi diantara 0 hingga nilai maksimum periode gelombang pada satu putaran penuh dan perbedaan ini bisa terletak disepanjang sumbu horizontal di antara Φ = 0 to 2π (radian) atau Φ = 0 to 360o tergantung satuan sudut yang digunakan. Perbedaan fasa juga dapat dinyatakan sebagai pergeseran waktu atau t dalam detik yang menunjukkan pergesekan waktu periode, T misalnya +10ms or - 50us akan tetapi perbedaan fase lebih umum dinyatakan ke dalam pengukuran sudut.
2.6 Persamaan Beda Fase Gelombang (Sinus dan Cosinus)
Keterangan : Am - amplitudo gelombang ωt - frekuensi sudut gelombang dalam satuan radian/detik Φ (phi) - pergeseran sudut fase (ke kiri atau ke kanan sesuai titik acuan) dalam satuan derajat atau radian Jika pendakian positif gelombang melewati sumbu horizontal sebelum t=0 maka gelombang tersebut bergeser ke kiri atau Φ>0, sehingga fase sudut akan positif. Sebaliknya, jika pendakian positif gelombang melewati sumbu horizontal setelah t=0 maka gelombang telah bergeser ke kanan sehingga Φ<0, dan sudut fase akan negatif seperti pada gambar di bawah: Hubungan Fase Gelombang Sinusoidal
13
Pertama, kita anggap bahwa dua parameter arus bolak-balik, yakni tegangan (V) dan arus (I) memiliki frekuensi ( f ) yang sama dalam satuan Hertz. Maka pada setiap titik waktu kita dapat mengatakan bahwa fase tegangan akan sama dengan fase yang dimiliki arus. Selanjutnya sudut perputaran dalam suatu periode tertentu akan selalu sama dan perbedaan fase antara dua parameter (tegangan dan arus) akan selalu sama dengan nol atau Φ=0. Karena memiliki frekuensi yang sama, maka tegangan dan arus akan mencapai nilai puncak maksimum dan minimum, serta titik nol dalam satu putaran pada waktu yang sama meskipun dengan amplitudo yang berbeda. Maka kedua parameter tersebut dikatakan "sefase".
Dua Gelombang Sinusoidal yang Sefase
Sekarang kita anggap bahwa tegangan dan arus memiliki perbedaan fase 30 o (Φ = 30o atau π/6 radian). Karena kedua parameter tersebut berputar dengan kecepatan yang sama dengan kata lain memiliki frekuensi yang sama, maka perbedaan fase di antara keduanya tidak akan berubah atau konstan pada setiap titik waktu, sehingga perbedaan fase 30o ini dinyatakan sebagai phi (Φ) sebagaimana petunjuk di bawah.
14
Perbedaan Fase Gelombang Sinusoidal
Gelombang tegangan menyentuh titik 0 tepat pada sumbu horizontal, akan tetapi pada titik waktu yang sama gelombang arus masih bernilai negatif dan tidak melewati sumbu horizontal hingga t=30 o. Sehingga ada Perbedaan Fase di antara kedua gelombang karena gelombang arus melalui sumbu horizontal dan mencapai nilai maksimum setelah tegangan. Karena kedua gelombang tidak lagi "sefase", maka keduanya telah berbeda fase dengan nilai yang dinyatakan oleh phi (Φ), dan pada contoh yang kita gunakan adalah 30o. Jadi dapat dikatakan bahwa kedua gelombang saat ini berbeda fase 30 o. Gelombang arus tertinggal di belakang gelombang tegangan sebesar sudut fase Φ. Sehingga pada contoh di atas gelombang arus memiliki Fase Ketertinggalan yang dinyatakan ke dalam persamaan:
dengan I tertinggal oleh V dengan sudut Φ Sebaliknya, jika arus memiliki nilai positif dan melalui sumbu horizontal serta mencapai nilai maksimum beberapa saat sebelum tegangan maka arus dikatakan "mendahului" tegangan sebesar fase sudut tertentu. Maka gelombang arus memiliki Fase Mendahului yang dinyatakan sebagai :
dengan I mendahului V dengan sudut Φ Sudut fase gelombang sinus dapat digunakan untuk menggambarkan hubungan antara sebuah gelombang dengan gelombang lainnya dengan istilah "mendahului" dan "tertinggal" untuk menunjukkan hubungan antara dua gelombang berfrekuensi sama, dengan menggambarkan keduanya ke dalam sumbu acuan yang sama. Pada contoh sebelumnya, kedua gelombang berbeda fase 30 o. 15
Hubungan antara kedua gelombang dan sudut fase yang dihasilkan dapat diukur pada semua titik di sepanjang sumbu horizontal di mana setiap gelombang melewati pendakian yang sama pada arah positif dan negatif. Kemampuan untuk menggambarkan hubungan antara gelombang sinus tegangan dan arus sangatlah penting dan merupakan bagian dasar dari analisis rangkaian AC. Gelombang Cosinus
Jadi saat ini kita telah mengetahui bahwa jika sebuah gelombang bergeser ke kanan atau ke kiri dari titik 0o ketika dibandingkan dengan gelombang sinus yang lain maka persamaan gelombangnya menjadi A m sin(ωt ± Φ). Tetapi jika gelombang melalui sumbu horizontal dengan nilai positif pada pendakian menuju 90 o atau π/2 radian sebelum garis acuan atau sumbu horizontal, maka gelombang tersebut adalah gelombang Cosinus dan persamaannya adalah: Persamaan Cosinus
Gelombang Cosinus, yang disingkat cos sama pentingnya dengan gelombang sinus dalam ilmu kelistrikan. Gelombang Cosinus memiliki bentuk yang sama dengan gelombang sinus, tetapi bergeser +90o atau seperempat putaran. Beda Fase Gelombang Sinus dan Cosinus
Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa gelombang sinus adalah gelombang cosinus yang telah bergeser sebesar -90o. Pada kasus yang melibatkan gelombang sinus atau cosinus dengan sebuah sudut selalu menggunakan peraturan berikut : Hubungan Antara Gelombang Sinus dan Cosinus
Untuk membandingkan dua gelombang sinusoidal lebih umum untuk menyatakan hubungan antara keduanya sebagai gelombang sinus atau cosinus dengan menuju amplitudo positif dengan menggunakan rumus identitas berikut:
16
Dengan menggunakan rumus relasi di atas, kita bisa mengonversi berbagai gelombang sinusoidal dengan atau tanpa perbedaan fase dari gelombang sinus maupun cosinus atau sebaliknya.
17
BAB 3 PENUTUP 3.1 Simpulan Bila dua buah gelombang dengan persamaan Ф = Фm cos ωt dan e = Em sin ωt dilukiskan secara bersama dalam satu susunan sumbu Cartesius seperti pada Gambar 1, maka terlihat bahwa kedua gelombang tersebut tidak mempunyai nilai harga yang sama walau pada waktu (saat) yang sama. Dengan kata lain kedua gelombang tersebut tidak memiliki nilai nol atau nilai maksimum pada waktu yang bersamaan, walaupun periode ataupun frekuensi kedua gelombang tersebut sama. Dari gambar kedua gelombang tersebut terlihat bahwa gelombang flux Ф = Фm cos ωt bergeser ke kiri sejauh π / 2 radian (90 o) atau seperempat perioda terhadap gelombang tegangan e = Em sin ωt . Kondisi seperti tersebut dapat dikatakan bahwa antara flux (Ф) dan tegangan (e) terdapat geseran fasa sebesar π / 2 radian atau 90o. Pengukuran beda fasa dapat dilakukan dengan dua cara yaitu secara langsung dan dengan model lissajous. Rumus yang dipakai untuk mencari sudut beda fasa ( Δ φ ) adalah : Φ = arc sin Vo / Vin Dimana , Vo = Xc / (Rpot + Xc) Vin Xc = 1 / ( 6,28 f C )
3.2 Daftar Rujukan http://ferdymp.blogspot.com/2012/12/makalah-osiloskop.html http://ab11ae.wordpress.com/2010/08/09/geseran-beda-fasa-gelombang-sinus/ http://dunia-listrik.blogspot.com/2009/01/sistem-3-fasa.html http://elkaasik.com/beda-fase-antara-dua-gelombang-ac/ http://kaydier.wordpress.com/2013/02/01/sistem-listrik-3-phase/ http://margionoabdil.blogspot.com/2013/10/pengukuran-beda-fasa-menggunakancro.html
18