Blok XIV: Digestif
Laporan Praktikum “
”
Pemeriksaan Feses
Oleh :
Nurfarhati H1A012043
Fakultas KedokteranUniversitas Mataram Nusa Tenggara Barat Barat 2014
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan laporan praktikum ini tepat pada waktunya. Laporan ini kami susun untuk memenuhi tugas akhir dari kegiatan praktikum yang dilakukan pada hari Rabu, 22 Oktober 2014 di Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Mataram. Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan serta dukungan hingga terselesaikannya laporan ini, terutama bagi dosen kami yaitu dr.Muthia Cendradewi dan dr. Prima Belia Fathana, selaku dosen pembimbing praktikum. Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang membangun dari berbagai pihak demi penyempurnaan laporan-laporan kami selanjutnya di masa yang akan datang. Dan kami mengharapkan agar laporan ini dapat berguna bagi para pembaca.
Mataram, 27 Oktober 2014
Penulis
BAB I TINJAUAN PUSTAKA
Penyakit infeksi cacing merupakan salah satu penyakit yang berhubungan dengan lingkungan yang masih menjadi masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit infeksi tersebut di Indonesia masih tinggi terutama yang disebabkan oleh sejumlah cacing perut yang ditularkan melalui tanah atau yang disebut Soil Transmitted Helminths. Cacing yang sering menginfeksi manusia yang ditularkan melalui tanah adalah adalah cacing gelang ( Ascaris lumbricoides), cacing tambang ( Ancylostoma duodenale dan Necator americanus) dan cacing cambuk (Trichuris trichura). Sebagian besar infeksi cacing terjadi di daerah tropis yaitu di negara-negara dengan kelembaban tinggi dan terutama menginfeksi kelompok masyarakat dengan higiene dansanitasi yang kurang. Rendahnya tingkat sanitasi pribadi (perilaku hidup bersih sehat) seperti kebiasaan cuci tangan sebelum makan dan setelah buang air besar (BAB), kebersihan kuku, perilaku jajan di sembarang tempat yang kebersihannya tidak dapat dikontrol, perilaku BAB tidak di WC yang menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh feses yang mengandung telur cacing serta ketersediaan sumber air bersih. Tingginya prevalensi penyakit cacing ini dapat memberikan dampak negatif pada kesehatan masyarakat terutama status gizi anak dalam masa pertumbuhan dan perkembangannya, karena dapat menurunkan produktivitas yang pada akhirnya dapat mempengaruhi kualitas anak di masa yang akandatang. Infeksi parasit usus umumnya tidak memberikan gejala yang jelas sehingga perjalanan penyakit cenderung menjadi kronis; penderita merasa tidak perlu berobat karena gejala hilang timbul dan dapat “sembuh” sendiri hingga suatu hari timbul manifestasi klinis yang berat. Cara mendiagnosa infeksi cacing selain dengan melalui gejala klinis dan dapat juga dilakukan dengan pemeriksaan feses. Pemeriksaan feses parasitologi sangat diperlukan untuk mengetahui jenis cacing, ada tidaknya ko infeksi dengancacing lain atau protozoa, jenis anti parasit serta evaluasi hasil pengobatan. Pemeriksaan tinja dibagi menjadi dua yaitu pemeriksaan makroskopis dan pemeriksaan mikroskopik.
A. Pemeriksaan makroskopik Dalam hal ini kita harus memperhatikan : 1. Volume tinja
Volume tinja yang sangat banyak pada anak-anak dapat dijumpai pada beberapa kelainan congenital, misalnya pada penyakit Hirschprung.
Tinja yang berbentuk seperti pita dapat dijumpai pada keadaan striktur rektum, misalnya akibat lues, cacar, atau karena spasme rectum.
2. Warna
Warna tinja yang normal adalah coklat, yang disebabkan karena adanya urobilinogen dalam tinja
Tinja berwarna hijau dapat dijumpai pada anak-anak yang diare, ini disebabkan adanya biliverdin
Tinja berwarna hitam terjadi akibat adanya perdarahan saluran cerna atas, warna hitam disebabkan adanya hematin. Warna hitam juga dapat dijumpai pada orang-orang yang mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung besi.
Tinja berwarna merah coklat atau merah segar dapat ditemukan pada perdarahan saluran cerna bagian bawah. Darah segar di atas permukaan tinja biasanya disebabkan oleh hemorrhoid atau ulkus rectum (misalnya pada karsinoma rekti, lues, ulcerative colitis).
Tinja berwarna putih seperti dempul dapat ditemukan pada keadaan obstructive jaundice misalnya akibat tersumbatnya ductus choledochus, atau karena gangguan penyerapan lemak ( sprue, idiopathic steatorrhea).
3. Konsistensi
Tinja
yang
normal
konsistensinya
“f ormed ”
(berbentuk)
dengan
konsistensi lunak dan plastis.
Tinja yang keras dan besar biasanya dikarenakan stasis atau atonia kolon.
Tinja yang keras dan kecil-kecil biasanya dikarenakan spasme kolon sehingga terjadi obstipasi yang lama.
Tinja dengan konsistensi yang lembek atau cair disertai dengan lender dan darah dapt dijumpai pada disentri amoeba.
4. Bau
Tinja yang berbau busuk seperti telur busuk dapat dijumpai pada disentri amoeba
Tinja yang berbau asam dapat dijumpai pada anak-anak yang diare yang makanannya terlalu banyak mengandung zat pati sehingga terjadi peragian zat pati dalam usus anak dan mengakibatkan diare
Tinja yang berbau amis seperti daging mentah dapat dijumpai pada beberapa infeksi cacing dan bakteri
Selain itu, pemeriksaan makroskopik perlu pula dikerjakan untuk tinja yang mengandung cacing dewasa. Pemeriksaan ini dikerjakan dengan menggunakan saringan kawat. Saringan yang kasar dapat melewatkan cacing berukuran sedang tetapi dapat menahan cacing berukuran besar, sedangkan saringan yang lebih halus dapat menahan cacing yang lebih kecil dan scolex cacing pita, sehingga cara ini lebih banyak dipakai.
B. Pemeriksaan mikroskopik Pemeriksaan mikroskopik pada tinja dapat dikerjakan dengan cara sebagai berikut : 1. Pemeriksaan tinja segar ( fresh stool examination) Dalam pemeriksaan ini kita menggunakan larutan NaCl faali yang dicampur dengan sedikit tinja di atas gelas obyek. Maksud dari pemeriksaan ini adlaah untuk melihat telur atau larva cacing dalam keadaan natural (sesuai warna dan bentuk alamiahnya). Apabila bila pemeriksaan dilakukan sesegara mungkin, pada pemeriksaan ini kita juga dapat melihat protozoa dalam keadaan motil (bergerak). 2. Pewarnaan dengan iodine atau eosin Dengan perwarnaan ini kita dapat memperjelas gambaran telur cacing yang dalam keadaan alamiahnya memiliki dinding yang tidak berwarna. Dengan pewarnaan ini bagian-bagian tubuh larva cacing juga akan tampak lebih jelas sehingga lebih mudah untuk mengidentifikasi spesies cacingnya. Dengan cat iodine (misalnya lugol) gambaran morfologi kista dari protozoa juga dapat menjadi lebih jelas sehingga lebih mudah diidentifikasi.
Terdapat kelebihan dan kekurangan dari masing-masing pewarnaan : Sediaan eosin :
Parasit mudah ditemukan
Tampak pergerakan bentuk vegetative
Tampak bentuk parasit, ektoplasma, endoplasma, dinding kista, vakuol, benda kromatoid,sisa organel
Inti entamoeba kadang terlihat samar
Sediaan lugol :
Parasit lebih sukar ditemukan
Bentuk vegetatif sukar dikenal karena bentuk vegetatif akan mati dalam sediaan lugol
Inti parasit jelas
Benda kromatoid tidak tampak
Sisa organel jelas
Lebih cocok digunakan untuk diagnosis kista
3. Preparat yang difiksir dan dicat Tujuan dari pembuatan preparat ini adalah agar preparat dapat disimpan lebih lama dan dapat dipelajari lebih mendetail. Ada beberapa macam fiksasi yang sering digunakan untuk preparat telur dan larva cacing serta protozoa, antara lain Merthiolate-Iodine-Formaldehid (MIF) fixation dan Polyvinil Alcohol (PVA) Fixation. Pengecatan yang sering digunakan adalah Iron Hematoxylene dan Trichrome stain. Harus diingat bahwa pengamatan mikroskopik harus dimulai dari pembesaran yang rendah, baru kemudian pembesaran yang kuat. Agar dapat mengidentifikasi telur atau larva cacing serta kista dan protozoa usus, maka kita juga harus mengenali benda-benda yang ada dalam tinja normal :
Sisa-sisa feses yang tidak larut
Sisa-sisa makanan : serat otot, jaringan ikat, serat sayuran, sel-sel lemak, dsb
Sel-sel dari host : adanya leukosit mungkin menandakan adanya inflamasi pada saluran cerna
Gelembung-gelembung udara : terlihat gelembung berbentuk bulat sempurna dengan dinding berwarna hitam
Beberapa kesalahan yang sering timbul pada pembuatan sediaan mikroskopik dari feses :
Sediaan tidak homogen
Sediaan yang terlalu tebal
Banyak rongga udara
Cairan merembes keluar dari kaca tutup
BAB II TUJUAN, WAKTU, DAN LOKASI PRAKTIKUM
2.1 Tujuan Praktikum
1. Mampu melakukan pemeriksaan tinja secara makroskopik dengan benar 2. Mampu membuat sediaan dan melakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap sampel tinja dengan benar 3. Mampu menegakkan diagnosis infeksi helminth dengan tepat
2.2 Waktu dan lokasi pelaksanaan praktikum
Hari dan tanggal
: Selasa, 22 Oktober 2014
Waktu
: 13.30 – 15.30 WITA
Tempat
: Laboratorium Anatomi Fakultas Kedokteran Universitas Mataram
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan
1. Lidi/batang korek api 2. Kaca obyek yang bersih 3. Kaca penutup 4. Larutan NaCl 0.9%/lugol/eosin 2% 5. Mikroskop cahaya
3.2 Cara kerja
1. Persiapkan alat yang dibutuhkan 2. Melakukan cuci tangan rutin sesuai teknik aseptik (prosedural) dan memakai sarung tangan sebelum kontak dengan sampel 3.
Lakukan pemeriksaan makroskopis terhadap sampel pemeriksaan
4. Teteskan satu tetes larutan NaCl 0.9%/lugol/eosin 2% ke atas kaca obyek 5. Dengan lidi ambil sedikit feses (± 1-2 mg) dan campurkan dengan tetesan larutan sampai homogen dan menjadi suspensi yang rata 6. Pada pewarnaan dengan eosin cara pembuatan sediaan sama, hanya saja sediaan harus tipis, sehingga warnanya merah jambu muda. Bila warnanya merah jambu tua atau jingga maka berarti sediaan terlampau tebal. 7. Pada pewarnaan dengan lugol cara pembuatan sediaan sama, namun sediaan tidak perlu terlalu tipis. 8. Buanglah bila ada bagian-bagian atau serat yang kasar 9. Tutuplah dengan kaca penutup ukuran 22 x 22 mm dengan perlahan-lahan, sedemikian rupa sehingga tidak terbentuk gelembung – gelembung udara 10. Periksa secara sistematik dengan menggunakan pembesaran rendah (obyektif 10x). 11. Bila ditemukan obyek yang dicurigai adanya parasit periksalah dengan pembesaran yang lebih kuat (obyektif 40x) 12. Gambarlah temuan
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Pemeriksaan Makroskopik Volume
: Tidak bisa ditentukan karena hanya sedikit yang diperlukan untuk pemeriksaan mikroskop
Warna
: Hitam kecoklatan karena telah memakan makanan yang mengandung banyak besi
Konsistensi
: Konsistensi lunakdan berbentuk ( formed ) yang menunjukkan konsistensi normal feses
Bau
: Bau normal, tidak terlalu menyengat, tidak terlalu asam, dan tidak seperti telur busuk
Pemeriksaan Mikroskopik Praktikum pemeriksaan feses menunjukkan adanya serat dalam feses yang seperti cacing dan gelembung udara pada pewarnaan lugol dan eosin. Gambaran telur, larva, dan cacing dewasa tidak ditemukan pada pemeriksaan. Ini kemungkinan pasien tidak terinfeksi cacing atau hanya false negative. False negative bisa disebabkan infeksi ringan cacing karena pada saat pengambilan sediaan feses yang sedikit didapatkan hasil yang negatif. Selain itu, pembuatan sediaan feses terlalu tebal dan tidak homogen sehingga pada saat pemeriksaan mikroskop gambaran terlalu tebal, menumpuk, terdapat banyak rongga udara, dan tidak terlihat parasit dalam pemeriksaan.
KESIMPULAN
Pemeriksaan feses diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis pasien yang terinfeksi cacing. Setelah dilakukan pemeriksaan telur cacing nematode usus pada sampel tinja, tidak ditemukan adanya telur cacing nematode usus yang menandakan bahwa sampel tidak terinfeksi parasit.Pada pemeriksaan makroskopik didapatkan volume feses normal, warna feses hitam kecoklatan karena telah mengonsumsi makan mengandung besi, konsistensi lunak dan berbentuk ( formed ), dan bau yang tidak busuk dan tidak asam. Pada pemeriksaan mikroskopik tidak ditemukan telur, larva, dan cacing dewasa dalam feses. Jadi, kemungkinan besar pasien tidak terinfeksi cacing namun harus diperhatikan juga faktor penyebab false negative.
DAFTAR PUSTAKA
Kundaian, F., Umboh, JM. & Kepel, BJ.2012. Hubungan Antara Sanitasi Lingkungan dengan Infestasi Cacing pada Murid Sekolah Dasar di Desa Teling Kecamatan Tombariri Kabupaten Minahasa. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado. [internet]. Available at [accessed 27 Oktober 2014]
Kurniawan, A. 2011. Meningkatkan Kewaspadaan Dokter terhadap Infeksi Parasit Intestinal pada Anak . J Indon Med Assoc [internet].Available at [accessed 27 oktober 2014]
Suryastini, KAD., Dwinata, IM. & Damriyasa, IM. (2012) Akurasi metode ritchie dalam mendeteksi infeksi cacing saluran pencernaan pada babi. Indonesia Medicus Veterinus [internet].Available at [accessed 27 oktober 2014]
Winita, R., Mulyati. & Astuty, H. (2012) Upaya pemberantasan cacing di sekolah dasar.Makara kesehatan [internet]. Available at [accessed 27 oktober 2014]