MENGAPA PESAWAT PADA SAAT LANDING SERING TERGELINCIR ? Ir. H. Wardhani Sartono, M.Sc.*)
A. Pengantar
Sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2008, pertumbuhan penumpang domestik pesawat udara meningkat sangat pesat, rata-rata lebih 15% per tahun. Lebih dari 35 juta orang menggunakan pesawat udara pada tahun 2007. Hal tersebut disebabkan oleh demand yang tinggi serta diberlakukannya penerbangan dengan tarif rendah (low fare carrier). Akibat dari naiknya pertumbuhan pengguna jasa transportasi udara, jumlah
kecelakaan pesawat udara juga bertambah. Sebagai indikator keamanan transportasi udara ialah angka kecelakaan pesawat udara per satu juta keberangkatan. Sebagai pembanding angka kecelakaan pesawat udara dunia ialah 1,10 per satu juta keberangkatan, di Eropa dengan angka 0,7, di Amerika Serikat dan Kanada dengan angka 0,5, sedangkan di Indonesia dengan angka 3,0. Sebagai akibat dari besarnya angka kecelakaan pesawat udara tersebut, Jean Breteche, kepala perwakilan Uni Eropa untuk Indonesia, Brunei Darussalam dan Timor Leste menyatakan bahwa standar keselamatan penerbangan Indonesia tidak terpenuhi, sehingga komisi Uni Eropa mencekal 51 maskapai penerbangan penerbangan nasional terhitung mulai tanggal 6 Juli 2007 berlaku efektif selama 3 (tiga) bulan. Pada tanggal 24 Juli 2008, Duta
Uni Eropa telah mengadakan mengadakan sidang pada bulan Maret 2009 di Brussel, Brussel, Belgia yang dihadiri dihadiri oleh 27 27 negara di kawasan tersebut serta mempertimbangan mempertimbangan
bahwa
pemerintah RI telah memberlakukan Undang-Undang Tentang Penerbangan yang baru, cara pemerintah melakukan pengawasan serta meningkatnya keselamatan penerbangan di Indonesia, maka pada tahun 2009 Uni Eropa telah mencabut larangan terbang bagi pesawat-pesawat pesawat-pesawat Indonesia untuk terbang menuju Eropa. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan 2,027 juta km
2
dan
luas lautan 3,166 juta km 2 dan jumlah penduduk lebih dari 230 juta, merupakan salah satu negara yang mempunyai bandar udara terbanyak di dunia. Tetapi karena terbatasnya anggaran untuk pemeliharaan, maka sebagian besar bandar udara di Indonesia merasa kurang nyaman dalam melayani pesawat udara. Di dalam menganalisa penyebab terjadinya kecelakaan pesawat udara, khususnya pada saat landing dan take off, seringkali kondisi permukaan landasan kurang mendapat perhatian. Menurut beberapa sumber bahwa lebih dari 50% kecelakaan pesawat udara terjadi pada saat landing. Pada tulisan ini akan dibahas secara ringkas mengenai kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh kondisi permukaan runway yang kurang baik.
B. Peristiwa yang pernah terjadi.
Hari Senin, 14 Februari dan Selasa 15 Februari 2011, dua pesawat Lion Air jenis
tergelincir di bandara Rendani, Manokwari, Papua Barat pada saat landing dari Sorong. Pesawat terperosok sejauh 300 meter keluar landasan dan terbelah menjadi 3 (tiga) bagian. Pada saat kejadian, di bandara terjadi hujan deras. Akibat peristiwa tersebut 70 penumpang luka-luka dan kondisi pesawat dinyatakan total loss (tidak dapat digunakan lagi) Hari Senin, 9 Maret 2009, pesawat Lion Air jenis MD-90 dengan nomor penerbangan JT-793 dari Jakarta yang mengangkut 166 penumpang dan 6 awak pesawat tergelincir pada saat landing di runaway selatan bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, seluruh penumpang dan awak pesawat selamat. Pada saat kejadian, di bandara SoekarnoHatta diguyur hujan deras, pesawat berhenti di luar landasan dan posisi pesawat berputar 90 , akibat dari peristiwa tersebut runaway selatan di tutup selama 6 jam. ˚
Hari Jum’at, 7 Nopember 2008, pesawat Lion Air jenis MD-90 dengan nomor penerbangan LNI 793 yang mengangkut 111 penumpang tergelincir di bandara Jalaluddin Gorontalo pada saat akan take-off menuju Makassar dan Jakarta. Roda depannya tergelincir dan keluar landasan hingga menyentuh tanah. Insiden tersebut membuat panik seluruh penumpang, akibatnya penerbangan ditunda sampai 18 jam. Ada versi yang menyebutkan bahwa insiden tersebut terkait dengan permukaan runway yang bergelombang, walaupun dibantah oleh kepala bandar udara. Hari Rabu, 27 Agustus 2008 pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing B-737-200
Hari Jum’at, 18 April 2008, pesawat Sriwijaya Air jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan SJ-06 rute Jakarta-Pangkal Pinang tergelincir di bandara Dipati Amir, Pangkal Pinang, sebanyak 144 penumpang selamat. Pesawat baru berhenti diluar ujung runway dengan jarak 25 m, dan pada saat berhenti mesin pesawat masih hidup. Diperkirakan pesawat menyentuh permukaan runway diluar touch down area. Hari Senin, 10 Maret 2008, pesawat Adam Air jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan KI-292 jurusan Jakarta-Batam tergelincir di Bandara Internasional Hang Nadin, Batam, sebanyak 171 orang penumpang dan 6 awak pesawat selamat, tetapi 4 orang penumpang mengalami luka-luka. Setelah landing pesawat terseret hingga 50 m, mengakibatkan posisi pesawat berada 70 m sebelah kanan as runway 04, roda pendaratan dan sayap sebelah kanan patah, roda depan menggantung diatas permukaan tanah. Pada saat kejadian, cuaca di bandara buruk dan hujan lebat, kecepatan angin 18 knot dan jarak pandang 400-800 meter. Akibat dari peristiwa tersebut, bandara di tutup selama 2,5 jam dan mengakibatkan 7 (tujuh) penerbangan ditunda kedatangan/keberangkatannya. Hari Rabu, 1 Nopember 2007, pesawat Mandala, jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan RI-260 di bandara Lanud Abdurrahman Saleh, Malang setelah roda depan patah sehingga hidung pesawat menyentuh permukaan runway, sebanyak 89 orang penumpang selamat tetapi 5 orang diantaranya mengalami luka-luka ringan. Pada saat kejadian, permukaan runway dalam kondisi basah karena gerimis.
penerbangan tertunda sekitar satu jam karena pesawat berhenti di runway kemudian ditarik menuju apron. Hari Selasa, 2 Januari 2007, pesawat Lion Air jenis MD-82 dengan nomor penerbangan JT-790 tergelincir di bandara Pattimura Ambon pada saat mendarat. Pesawat keluar sejauh 8 meter dari ujung landasan. Sebanyak 115 penumpang dan 4 awak pesawat selamat. Pada saat kejadian di bandara terjadi hujan deras dan angin kencang, sedangkan pesawat hanya mengalami kerusakan ringan pada roda depan. Tidak ada gangguan jadwal penerbangan akibat dari kejadian tersebut. Hari Minggu, 24 Desember 2006, pesawat Lion Air jenis Boeing B-737-400 dengan nomor penerbangan JT-792 tergelincir di bandara Hasanuddin, Makasar, setelah mengalami pecah ban roda pendaratan saat mendarat. Pesawat tersebut terseret keluar ujung runway 31, sayap pesawat retak, roda depan patah, roda pendaratan sebelah kanan lepas, dan diperkirakan kondisi pesawat mengalami total loss artinya tidak dapat dioperasikan kembali. Sebanyak 157 penumpang dan 6 awak pesawat selamat dalam peristiwa itu. Peristiwa tersebut mengakibatkan bandara ditutup selama 4 jam sehingga 22 jadwal penerbangan tertunda. Hari Jum’at, 10 Nopember 2006 pesawat pengebom air BE-200 Rusia tergelincir di Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin. Kedua belas awak pesawat selamat tetapi pesawat mengalami kerusakan. Pada saat mendarat di bandara sedang diguyur hujan dan
Hari Minggu, 19 Februari 2006, pesawat Batavia Air jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan 7P-262 tergelincir di bandara Sepinggan, Balikpapan, sebanyak 121 penumpang dan awak pesawat selamat. Roda pendaratan sebelah kiri dan kanan terperosok di stopway (berbatasan dengan ujung runway) dan mengakibatkan 4 (empat) penerbangan tertunda keberangkatannya dan 3 (tiga) kedatangan dialihkan ke bandara Ngurah Rai Denpasar. Pada saat kejadian, di bandara cuaca buruk dan hujan deras disertai angin kencang. Hari Kamis, 9 Februari 2006, pesawat Mandala jenis Boeing B-737-400 tergelincir di Bandara Adisucipto, Yogyakarta, sebanyak 109 penumpang dan seluruh awak pesawat selamat. Rodanya sempat mendarat di shoulder sejauh 450 m dan dapat kembali lagi ke landasan pacu, mengakibatkan 4 (empat) lampu landasan mati dan kondisi pesawat mengalami kerusakan di beberapa bagian bodi. Saat kejadian cuaca buruk dan hujan deras. Akibat dari peristiwa tersebut 4 (empat) pesawat tertunda keberangkatannya karena di permukaan runway terdapat ceceran tanah dan kerikil yang dapat membahayakan keselamatan penerbangan. Hari Rabu, 18 Januari 2006, pesawat Lion Air Jenis MD-82 dengan nomor penerbangan JT-778 tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar, sebanyak 114 penumpang dan 7 awak pesawat selamat dan menyebabkan badan pesawat sampai batas sayap menyentuh tanah dan ban depan pecah. Saat kejadian cuaca buruk dan hujan lebat
buruk disertai hujan lebat, sedangkan roda depan pesawat lepas setelah pesawat tersebut terjerembab. Hari Jum’at, 11 Februari 2005 terjadi dua peristiwa pesawat tergelincir di bandara pada saat landing. Pesawat pertama adalah Mandala Jenis Boeing B-737-200 dengan nomor penerbangan RI-296 yang membawa 92 penumpang dan 6 awak pesawat tergelincir di runway Bandara Ahmad Yani Semarang, sedangkan yang kedua adalah Lion Air jenis pesawat MD-82 tergelincir di Bandara Selaparang Mataram, seluruh penumpang dan awak pesawat dari dua pesawat tersebut selamat. Hari Kamis tanggal 3 Pebruari 2005, pesawat Lion Air jenis MD-82 dengan nomor Penerbangan JT-791 yang membawa 146 penumpang dan 7 awak pesawat dari Ambon tergelincir di Bandara Hasanuddin Makassar pada saat landing akibat cuaca buruk dan hujan. Pada kejadian tersebut pesawat keluar runway sejauh 3 meter, tetapi semua penumpang dan awak pesawat selamat sedangkan pesawat mengalami sedikit kerusakan. Akibat peristiwa tersebut di atas, 8 penerbangan terpaksa ditunda keberangkatan maupun kedatangannya selama lebih kurang 40 menit. Hari Selasa, tanggal 30 Nopember 2004 terjadi dua musibah kecelakaan pesawat udara, yang pertama dialami oleh Bouraq Airline dengan jenis pesawat B-737-200 No.Penerbangan BO 402 tergelincir di Bandara Hasanuddin, Makassar, 118 penumpang selamat, akibatnya 300 penumpang tertunda keberangkatannya sampai lebih dari 3
2. Merpati, jenis pesawat F-28 tergelincir di Semarang (1 Desember 1994), DC-9 di Yogyakarta (9 Desember 1994), dan B-737-200 di Makassar (14 April 2005). 3. Mandala, jenis pesawat B-737 tergelincir di Makassar (5 April 1999), B-727 di Cengkareng (6 Maret 2004), B-737-200 di Semarang (11 Februari 2005), B-737400 di Yogyakarta (9 Februari 2006), B-737-200 di Tarakan (3 Oktober 2006), dan B-737-200 di Malang (18 Desember 2006 dan 1 Nopember 2007) 4. Lion Air, jenis pesawat B-737-200 tergelincir di Pekanbaru (14 Januari 2002), MD-82 di Makassar (31 Oktober 2003), MD-82 di Makassar (Pebruari 2004), MD-82 di Palembang (3 Juli 2004), MD-82 di Solo (30 Nopember 2004), MD-82 di Makassar (3 Pebruari 2005), MD-82 di Mataram (11 Februari 2005), MD-82 di Makassar (18 Januari 2006), MD-82 di Surabaya (4 Maret 2006), B-737-400 di Makasar (24 Desember 2006) dan MD-82 di Ambon (2 Januari 2007), dan MD-90 di Gorontalo (7 Nopember 2008). 5. Pelita Air Service, jenis pesawat Fokker-28 tergelincir di Makassar (8 Pebruari 2002). 6. Bouraq, jenis pesawat B-737-200 tergelincir di Makassar (30 Nopember 2004). 7. Adam Air, jenis pesawat B-737 tergelincir di Bandara Soekarno-Hatta (31 Mei 2005) Boeing 737-300 di Surabaya (21 Pebruari 2007), dan di Batam (10 Maret 2008).
maskapai yang sama jenis Fokker F-100 juga tergelincir ditengah hujan deras di bandar udara yang sama, yang mengakibatkan 99 penumpang meninggal. Pada hari Minggu, 16 September 2007, pesawat One-Two-Go milik maskapai Thailand jenis MD-82 dengan nomor penerbangan OG-269 tergelincir di bandara Phuket, Thailand Selatan pada saat landing ditengah hujan deras. Pesawat membawa 123 penumpang dan 7 awak pesawat, dengan korban meninggal 87 orang termasuk pilotnya orang Indonesia, serta korban luka-luka 43 orang. Pada tanggal 31 Mei 2008, pesawat Airbus A-320 milik maskapai TACA Amerika Tengah tergelincir pada saat mendarat di bandara Tegucigalpa, Honduras dalam kondisi cuaca buruk dan hujan deras. Pesawat tersebut mengangkut 124 penumpang dan 11 awak. Pesawat melaju ke jalan raya yang berjarak 300 m dari runway, kemudian menabrak sejumlah mobil dan bangunan mengakibatkan 7 penumpang tewas dan lebih dari 80 orang terluka, sedangkan pesawat terbelah menjadi 3 (tiga) bagian. Pada hari Rabu, 11 Juni 2008 pesawat Airbus A-310 milik Sudan Airways tergelincir kemudian terbakar saat mendarat di bandara Khartoum, Sudan, mengakibatkan 30 orang penumpang tewas, sedangkan 171 orang penumpang lainnya mengalami lukaluka. Salah satu penumpang yang selamat mengatakan bahwa pada saat mendarat cuaca buruk dan terjadi badai pasir kemudian hujan lebat. Pada hari Jum’at, 26 September 2008 pesawat Airbus A-321 milik perusahaan Air
Prasarana yang dimaksud disini ialah prasarana sisi udara (air side) termasuk fasilitas pendukungnya. Didalam tulisan ini hanya akan ditinjau mengenai kecelakaan pesawat yang disebabkan oleh kondisi permukaan landasan yang merupakan bagian penting dari fasilitas prasarana sisi udara. Perlu diketahui bahwa landasan bandara harus memenuhi dua syarat, yaitu structural performance dan functional performance. Structural performance artinya landasan tersebut harus mampu melayani semua jenis pesawat di bandara tersebut sampai jumlah lintasan tertentu tanpa mengalami kerusakan. Functional performance artinya landasan tersebut harus mampu melayani pesawat dengan aman dan nyaman walaupun dalam kondisi basah/hujan. Ada 3 (tiga) parameter yang harus dipenuhi dalam hal functional performance yaitu : skid resistance (kekesatan), roughness (kekasaran) dan evenness (kerataan). Skid resistance, artinya permukaan landasan harus cukup kesat sehingga pesawat yang sedang take off maupun landing tidak tergelincir walaupun kondisinya basah/hujan. Skid resistance ini dapat mengalami penurunan akibat dari gesekan antara permukaan landasan dengan roda pesawat sehingga permukaan landasan menjadi licin/aus serta terjadinya rubber deposit. Roughness, artinya permukaan landasan menjadi kasar sehingga menimbulkan getaran
Dengan memperhatikan uraian singkat tersebut diatas, maka untuk landasan dengan permukaan licin (skid resistance rendah) dan tidak rata (mudah terjadi genangan air hujan), kemungkinan tergelincirnya pesawat pada saat take off maupun landing sangat besar.
D. Bagaimana cara mengatasi agar supaya peristiwa tersebut tidak sering terjadi ?
1. Edward L.Gervais, Senior Principal Engineer Airport Technology, Boeing Commercial Airplane Group pada tanggal 17 Pebruari 1995, pernah mengirim surat kepada penulis, guna mengurangi terjadinya hydroplaning sebaiknya permukaan runway dibuat alur melintang (transverse grooving) guna menambah surface run off, dan diperlukan kondisi permukaan runway yang baik. 2. Federal Aviation Administration merekomendasikan perlu dilakukan survei berkala meliputi : skid resistance dan menghilangkan rubber deposit yang jumlahnya per tahun disesuaikan dengan aircraft movement di bandar udara masing-masing, sebagai contoh bandar udara yang melayani pesawat jet lebih dari 90 landing perhari, pembersihan rubber deposit dilakukan setiap 4 bulan dan pengujian friction dilakukan setiap bulan. 3. Membentuk slope memanjang dan melintang permukaan runway sesuai dengan yang direkomendasikan
oleh
ICAO,
Aerodromes
Annex
14
tahun
1999
serta
permukaan runway tidak perlu ditinjau, tetapi apabila terjadinya kecelakaan setelah pesawat melakukan touch down maka sebaiknya kondisi permukaan runway perlu ditinjau sebagai salah satu kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan pesawat tersebut. Khusus mengenai peristiwa terbakarnya pesawat Garuda GA-200 tanggal 7 Maret 2007 setelah landing penyebabnya bukan oleh cuaca maupun kondisi permukaan yang tidak rata serta runway yang kurang panjang tetapi disebabkan oleh human error sesuai dengan hasil investigasi dari KNKT. Tulisan di atas sebenarnya pernah penulis sampaikan kepada Departemen Perhubungan pada bulan Januari 1995 tetapi rupanya kurang mendapat tanggapan, kemudian pada tanggal 1 Desember 2004 penulis sampaikan kembali kepada Departemen Perhubungan rupanya cukup mendapat tanggapan, dan penulis berharap peristiwa tersebut tidak terjadi lagi di bandara di Indonesia, karena dapat mengurangi kepercayaan pengguna jasa transportasi udara terhadap keselamatan penerbangan, apalagi peristiwa tersebut terjadi di bandar udara Internasional. Ternyata peristiwa tergelincirnya pesawat Lion Air tanggal 30 November 2004 bukan merupakan peristiwa terakhir tergelincirnya pesawat di bandara di Indonesia, dan sampai sekarang peristiwa tersebut masih terjadi sehingga menambah keyakinan kepada penulis yang merupakan salah satu pengguna jasa transportasi udara, bahwa naik pesawat
Lampiran
Lain-lain/kecelakaan pesawat
1
Lain-lain/kecelakaan pesawat
2
Lain-lain/kecelakaan pesawat
3
Lain-lain/kecelakaan pesawat
4
Lain-lain/kecelakaan pesawat
5
Lain-lain/kecelakaan pesawat
6
Lain-lain/kecelakaan pesawat
7
Lain-lain/kecelakaan pesawat
8