BAB I PENDAHULUAN
Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian dari rumah sakit yang terpisah, dengan staf dan perlengkapan khusus yang ditujukan untuk observasi, perawatan, dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit yang mengancam jiwa atau potensial mengancam jiwa dengan prognosis dubia. ICU merupakan ruang perawatan dengan tingkat risiko kematian pasien yang tinggi. ICU menyediakan kemampuan dan sarana prasarana serta peralatan khusus untuk menunjang fungsi-fungsi vital dengan menggunakan berpengalaman
keterampilan dalam
staf
mengelola
medic,
perawat
dan
keadaan-keadaan
staf
tersebut.
lain
yang
Tindakan
keperawatan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan untuk menyelamatkan pasien. Pengambilan keputusan cepat ditunjang data yang merupakan hasil observasi dan monitoring yang berkelanjutan oleh perawat. Kematian pasien yang mengalami pembedahan terbanyak timbul pada saat pasca bedah. Pada sekitar tahun 1860, Florence Nightingale mengusulkan mengusulkan untuk melanjutkan pengawasan pasien yang ketat selama intraoperatif oleh anestesis sampai ke masa pasca bedah. Dimulai sekitar tahun 1942, Mayo Clinic membuat suatu ruangan khusus dimana pasien-pasien pasca bedah dikumpulkan dan diawasi sampai sadar dan stabil fungsi-fungsi vitalnya, serta bebas dari pengaruh sisa obat anestesi. Keberhasilan unit pulih sadar merupakan awal dipandang perlunya untuk melanjutkan pelayanan serupa tidak pada masa pulih sadar saja, namun juga pada masa pasca bedah.
1
Tingkat kesibukan dan standar perawatan yang tinggi membutuhkan peralatan teknologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang ditemukan di ICU antara lain bed side monitor, oksimeter, ventilator, dan lain-lain yang jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh teknologi tinggi. Inovasi teknologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode
remote
telemedicine pada telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terdapat pada 100 bed di RS. Proyek tersebut menunjukan bahwa konsultasi televisi memberikan pengaruh lebih besar pada tataran klinik dan pendidikan daripada konsultasi via telepon. Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan bahwa tele-ICU consultation consultation memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat, meningkatkan pengelolaan dan transfer pasien trauma, dan meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis. Pada tahun 2000, Sentara Health Care mengimplementasikan multiside telemedia programe. programe . Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas sebanyak 27 %. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program tele-ICU telah mendukung beberapa ICU. Tema tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep yang sama yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis dengan menggunakan networking pada tim bedside ICU dan pasien baik melalui audiovisual
maupun
sistem
komputer.
Tim
tele-ICU
dapat
mendukung
kelangsungan hidup dan mendukung sebagian besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai RS. Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut Needham (2010) terdiri dari isu
2
Tingkat kesibukan dan standar perawatan yang tinggi membutuhkan peralatan teknologi tinggi yang menunjang. Peralatan yang ditemukan di ICU antara lain bed side monitor, oksimeter, ventilator, dan lain-lain yang jarang ditemukan di ruangan lain dan peralatan tersebut ditunjang oleh teknologi tinggi. Inovasi teknologi tetap dibutuhkan dengan tujuan meningkatkan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan di ICU seiring dengan bertambahnya kompleksitas masalah di ICU. Tele-ICU sudah digunakan 25 tahun yang lalu dengan metode
remote
telemedicine pada telemedicine pada 395 pasien di ICU yang terdapat pada 100 bed di RS. Proyek tersebut menunjukan bahwa konsultasi televisi memberikan pengaruh lebih besar pada tataran klinik dan pendidikan daripada konsultasi via telepon. Secara historis demonstrasi tersebut menunjukan bahwa tele-ICU consultation consultation memiliki keuntungan klinis yang lebih besar seperti mengurangi lama hari rawat, meningkatkan pengelolaan dan transfer pasien trauma, dan meningkatkan konsultasi untuk pasien kritis. Pada tahun 2000, Sentara Health Care mengimplementasikan multiside telemedia programe. programe . Saat 1 tahun setelah implementasi dilaporkan bahwa terjadi penurunan mortalitas sebanyak 27 %. Saat ini diestimasikan bahwa 45 sampai 50 program tele-ICU telah mendukung beberapa ICU. Tema tele-ICU, virtual ICU, remote ICU, dan eICU semuanya mengacu pada konsep yang sama yaitu merupakan sentralisasi atau pengendalian berdasarkan tim perawatan kritis dengan menggunakan networking pada tim bedside ICU dan pasien baik melalui audiovisual
maupun
sistem
komputer.
Tim
tele-ICU
dapat
mendukung
kelangsungan hidup dan mendukung sebagian besar pasien di ICU walaupun dipisahkan secara geografis dari berbagai RS. Penggunaan tele-ICU merupakan aplikasi dari solusi 4 topik ICU, yang menurut Needham (2010) terdiri dari isu
2
alamiah mengenai medis dan lebih spesifik berkaitan dengan perawatan kritis, menggunakan pengetahuan sebagai usaha meningkatkan patient savety , berfokus pada proyek perpindahan pengetahuan dan model perpindahan pengetahuan praktik klinik. Pada saat ini ICU modern tidak terbatas menangani pasien pasca bedah atau ventilasi mekanik saja, namun telat menjadi cabang ilmu sendiri yaitu intensive care medicine. Ruang lingkup pelayanannya meliputi pemberian dukungan fungsi organ-organ vital seperti pernapasan, kardiosirkulasi, susunan saraf pusat, renal dan lainnya baik pada pasien dewasa maupun pada pasien anak.
3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi ICU Intensive Care Unit (ICU) merupakan suatu bagian dalam rumah sakit dimana pasien-pasien dengan penyakit yang serius dirawat oleh staf-staf yang sudah dilatih secara khus dan peralatan khusus. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1778/MENKES/SK/XII/2010 tentang pedoman penyelenggaraan ICU di Rumah Sakit, ICU adalah suatu bagian dari rumah sakit yang mandiri (instalasi di bawah direktur pelayanan), dengan staf yang khusus dan perlengkapan yang khusus yang ditunjukan untuk observasi, perawatan dan terapi pasien-pasien yang menderita penyakit, cedera atau penyulit-penyulit yang mengancam nyawa atau potensial mengancam nyawa dengan prognosis dubia.
2.2 Ruang Lingkup I n t e n s i v e
(ICU) Care Unit
Ruang lingkup pelayanan ICU diantaranya adalah: 1
Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit-penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
2. Memberi bantuan dan mengambil alih fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar. 3. Pemantauan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik.
4
4. Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat tergantung pada alat/mesin dan orang lain. Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit, pendidikan dan penelitian. Kebutuhan dari masing-masing bidang akan tergantung dari tingkat pelayanan tiap unit. 1. Pengelolaan pasien -
Dilakukan secara primer oleh dokter intensivis
-
Melakukan pendekatan pengelolaan total pada pasien sakit kritis
-
Menjadi ketua tim dari berbagai pendapat konsultan atau dokter yang ikut
merawat pasien 2. Administrasi Unit - Pelayanan
dimaksudkan untuk memastikan suatu suatu lingkungan yang
menjamin pelayanan yang aman, tepat waktu dan efektif Diperlukan partisipasi dokter intensivis dalam aktivitas manajemen
-
3. Pendidikan, Pelatihan, dan Penelitian -
Pelatihan pemantauan (monitoring)
-
Pelatihan ventilasi mekanis
-
Pelatihan terapi cairan, elektrolit, dan asam basa
- Pelatihan
penatalaksanaan infeksi
- Pelatihan
manajemen ICU
2.3 Indikasi masuk ICU Pasien yang dirawat di ICU adalah: Pasien yang memerlukan intervensi medis segera oleh tim intensive care.
5
Pasien yang memerlukan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara terkoordinasi dan berkelanjutan sehingga dapat melakukan pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi.
Pasien yang memerlukan mesin-mesin artifisial untuk menunjang satu sistem vital tubuhnya ( ventilator, dialisa ginjal, face masker ).
Pasien yang memerlukan dipertahankannya jalan napas yang adekuat.
Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantauan kontinu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
Pasien yang integritas kardiovaskulernya ditunjang (perdarahan atau syok)
Pasien dengan multiple injury
Pasien yang memerlukan kontrol toksemia metabolik atau infeksi.
Pasien setelah transplantasi organ tubuh. Intensive Care Unit (ICU) mampu menggabungkan teknologi tinggi dan
keahlian khusus dalam bidang kedokteran dan pengawasan gawat darurat. Pelayanan ICU diperuntukkan dan ditentukan oleh kebutuhan pasien yang sakit kritis. Tujuan dari pelayanan adalah memberikan pelayanan medik tertitrasi dan berkelanjutan serta mencegah fragmentasi pengelolaan. Pasien sakit kritis meliputi:
Pasien-pasien yang secara fisiologis tidak stabil dan memerlukan dokter,
perawat, dan profesi lain yang terkait secara terkoordinasi dan berkelanjutan, serta memerlukan perhatian yang teliti agar dapat melakukan pengawasan yang ketat dan terus menerus serta terapi titrasi.
Pasien-pasien yang dalam bahaya mengalami dekompensasi fisiologis
sehingga memerlukan pemantauan ketat dan terus menerus serta melakukan intervensi segera untuk mencegah timbulnya penyulit yang merugikan.
6
Sebelum pasien dimasukkan ICU, pasien dan/ atau keluarganya harus diberikan penjelasan secara lengkap mengenai dasar pertimbangan mengapa pasien tersebut harus mendapatkan perawatan di ICU, serta tindakan kedokteran yang mungkin akan dilakukan selama pasien dirawat di ICU. Setelah diberikan penjelasan, pasien dan/ atau keluarga dapat menerima atau menyatakan persetujuan untuk dirawat di ICU. Pernyataan persetujuan dinyatakan dengan menandatangani formulir informed consent . Pada keadaan sarana dan prasarana ICU yang terbatas pada suatu rumah sakit, diperlukan mekanisme untuk membuat prioritas apabila kebutuhan atau permintaan akan pelayanan ICU lebih tinggi daripada kemampuan pelayanan yang dapat diberikan. Bila kebutuhan masuk ICU melebihi tempat tidur yang tersedia, kepala ICU menentukan berdasarkan prioritas kondisi medik, pasien mana yang akan dirawat di ICU. Prosedur untuk melaksanakan kebijakan ini harus dijelaskan secara terperinci untuk setiap ICU. 2.3.1 Kriteria masuk ICU memberikan pelayanan antara lain pemantauan yang canggih dan terapi yang intensif. Dalam penggunaan tempat tidur yang tinggi, pasien yang memerlukan terapi intensif (prioritas 1) didahulukan dibandingkan dengan pasien yang memerlukan pemantauan intensif (prioritas 3). Penilaian objektif atas beratnya penyakit dan prognosis hendaknya digunakan untuk menentukan prioritas masuk ke ICU. Penentuan prioritas pasien adalah sebagai berikut:
Pasien prioritas 1
Kelompok ini merupakan pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif dan tertitrasi, seperti dukungan atau bantuan ventilasi dan alat
7
bantu suportif organ atau sistem yang lain, infus obat-obat vasoaktif k ontinu, obat anti aritmia kontinu, pengobatan kontinu yang tertitrasi, dan lain-lain. Contoh pasien-pasien yang termasuk dalam prioritas 1 antara lain: -
Pasca bedah kardiotorasik
- Pasien -
sepsis berat
Gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit yang mengancam nyawa Institusi setempat dapat membuat kriteria spesifik untuk masuk ICU,
seperti derajat hipoksemia, hipotensi dibawah tekanan darah tertentu. Terapi pada pasien prioritas 1 umumnya tidak mempunyai batas.
Pasien prioritas 2
Pasien ini memerlukan pelayanan pemantauan canggih di ICU, sebab sangat berisiko bila tidak mendapatkan terapi intensif segera, misalnya pemantauan intensif menggunakan pulmonary arterial catheter . Contoh pasienpasien yang termasuk dalam prioritas 2 antara lain: - Pasien - Gagal
yang menderita penyakit dasar jantung paru
ginjal akut dan berat
- Pasien
yang telah mengalami pembedahan mayor
Terapi pada pasien prioritas 2 tidak mempunyai batas, karena kondisi mediknya senantiasa berubah.
Pasien prioritas 3
Pasien golongan ini adalah pasien sakit kritis, yang tidak stabil status kesehatan sebelumnya, penyakit yang mendasarinya atau penyakit akutnya, secara sendirian atau kombinasi. Kemungkinan sembuh dan/ atau manfaat terapi
8
di ICU pada golongan ini sangat kecil. Contoh pasien-pasien yang termasuk dalam prioritas 3 antara lain: Pasien dengan keganasan metastatik disertai penyulit infeksi, perikardial
-
tamponade, dan sumbatan jalan nafas. Pasien penyakit jantung, penyakit paru terminal disertai komplikasi
-
penyakit akut berat. Pengelolaan pada pasien golongan ini hanya untuk mengawasi kegawatan akutnya saja, dan usaha terapi mungkin tidak sampai melakukan intubasi atau resusitasi jantung paru.
Pengecualian
Dengan pertimbangan luar biasa dan atas persetujuan kepala ICU, indikasi masuk pada beberapa golongan pasien bisa dikecualikan, dengan catatan bahwa pasien-pasien golongan demikian sewaktu-waktu harus bisa dikeluarkan dari ICU agar fasilitas ICU yang terbatas dapat digunakan untuk pasien prioritas 1, pasien dengan prioritas 2 dan pasien dengan prioritas 3. Contoh pasien-pasien yang termasuk dalam golongan ini antara lain: -
Pasien yang memenuhi kriteria masuk tetapi menolak terapi tunjangan
hidup yang agresif dan hanya demi “perawatan yang aman” saja. Pasien -pasien ini mungkin mendapatkan manfaat dari tunjangan canggih yang tersedia di ICU untuk meningkatkan kemungkinan survivalnya. -
Pasien dalam keadaan vegetatif permanen.
- Pasien
yang telah dipastikan mati batang otak. Pasien-pasien seperti ini
dapat dimasukkan ke ICU untuk menunjang fungsi organ hanya untuk kepentingan donor organ.
9
2.3.2 Indikasi keluar Intensive Care Unit (ICU) Beberapa kriteria untuk mengeluarkan pasien dari ICU antara lain: -
Pasien tidak memerlukan terapi intensif lagi karena telah membaik atau karena tidak ada perbaikan.
-
Keadaan pasien sudah
terkendali, kemungkinan memburuk sudah
berkurang atau tidak ada. -
Pasien yang walaupun dengan perawatan terapi intensif tidak menjadi lebih baik.
Prioritas pasien dipindahkan dari ICU dilakukan bedasarkan pertimbangan medis oleh kepala ICU dan tim yang merawat pasien.
2.4 Klasifikasi pelayanan ICU dirumah sakit Dalam menyelenggarakan pelayanan, pelayanan ICU di rumah sakit dibagi dalam 3 klasifikasi pelayanan yaitu: 1. Pelayanan ICU primer (pada rumah sakit Kelas C) 2. Pelayanan ICU sekunder (pada rumah Sakit Kelas B) 3. Pelayanan ICU tersier (Pada rumah sakit Kelas A). Klasifikasi ditentukan oleh ketenagaan, sarana dan prasarana, peralatan dan kemampuanpelayanan. 1. Ketenagaan Pasien sakit kritismembutuhkan pemantauan dan tunjangan hidup khusus yang harus dilakukan oleh suatu tim, termasuk diantaranya dokter yang mempunyai dasar pengetahuan, keterampilan teknis, komitmen waktu, dan secara fisik selalu berada ditempat untuk
melakukan perawatan titrasi dan
berkelanjutan . Perawatan ini harus berkelanjutan dan bersifat proaktif, yang
10
menjamin pasien dikelola dengan cara aman, manusiawi, dan efektif dengan menggunakan sumber daya yang ada, sedemikian rupa sehingga memberikan kualitas pelayananyang tinggi dan hasil optimal. Kualifikasi tenaga kesehatan yang bekerja di ICU harus mempunyai pengetahuan yang mwmadai, mempunyai keterampilan yang sesuai dan mempunyai komitmen tehadap waktu. Uraian kualifikasi ketenagaan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICUseperti terlihat pada tabel 1 di bawah ini.
No
Jenis
Strata
/klasifikasi
tenaga
pelayanan Primer
1.
spesialis
sekunder
Tersier
Dokter intensivis
Dokter Intensivis
Kepala
-Dokter
ICU
anestesiologi
Dokter spesialis
- dokter spesialis lain
anestesiologi (jika
yang terlatih ICU (jika
belum ada dokter
belum
intensivis)
ada
dokter
spesialis anestesiologi) 2.
Tim medis
-
Dokter
sebagai
spesialis konsultan
-Dokter spesialis (yang
Dokter spesialis
dapat
(yang
memberikan
(yang dapat dihubungi
pelayanan
setiap diperlukan)
diperlukan)
pelayanan
-dokter jaga 24 jam
-dokter jaga 24 jam
diperlukan)
dengan
dengan
-dokter jaga 24
kemampuan
resusitasi
setiap
dapat
kemampuan
jantung ALS/ACLS, dan
paru yang bersertifikat
memberikan
jam
FCCS
dengan
kemampuan
bantuan hidup dasar
ALS/ACLS,
dan
danFCCS
bantuan
setiap
hidup
lanjut 3.
Perawat
Perawat terlatih yang
Minimal
50%
dari
Minimal 75% dari
11
bersertifikat hidup
bantuan jumlah seluruh perawat jumlah
dasar
dan
bantuan hidup lanjut
di
ICU
perawat
merupakan terlatih
dan
bersertifikat ICU
seluruh
perawat
di
ICU
merupakan perawat terlatih
dan
bersertifikat ICU 4.
Tenaga
Tenaga
non
di
kesehatan
administrasi
Tenaga administrasi di
Tenaga
ICU harus mempunyai
administrasi di ICU
mempunyai
kemampuan
harus
kemampuan
mengoperasikan
kemampuan
mengoperasikan
komputer
ICU
komputer
harus
yang
berhubungan
yang dengan
mempunyai
mengoperasikan komputer yang
berhubungan dengan
masalah administrasi.
masalah administrasi.
Tenaga pekarya
dengan masalah
Tenaga kebersihan
administrasi.
Tenaga pekarya Tenaga kebersihan
Berhubungan
Tenaga laboratorium Tenaga kefarmasian Tenaga pekarya Tenaga kebersihan Tenaga rekam medik Tenaga untuk Kepentingan ilmiah dan penelitian
12
Seorang dokter intensivis adalah seorang dokter yang memenuhi standar kompetensi sebagai berikut: a. Terdidik dan bersertifikat sebagai seorang spesialis intensive care medicine (KIC, Konsultan Intensive Care) melalui program pelatihan dan pendidikan yang diakui oleh perhimpunan profesi yang terkait. b. Menunjang kualitas pelayanan di ICU dan menggunakan sumber daya ICU secara efisien. c. Mendarmabaktikan lebih dari 50% waktu profesinya dalam pelayanan ICU. d. Bersedia berpartisipasi dalam suatu unit yang memberikan pelayanan 24 jam/hari, 7 hari/seminggu. e. Mampu melakukan prosedur critical care, antara lain : 1) sampel darah arteri. 2) Memasang Mempertahankan jalan napas termasuk intubasi tracheal, tracheostomy perkutan, dan ventilasi mekanis. 3) Mengambil kateter intravaskuler untuk monitoring invasif m aupun terapi invasif (misalnya; Continuous Renal Replacement Therapy (CRRT) ) dan peralatan monitoring, termasuk: - Kateter arteri. - Kateter vena perifer. - Kateter vena sentral (CVP). - Kateter arteri pulmonalis. 4) Pemasangan kabel pacu jantung transvenous temporer . 5) Melakukan diagnostik non-invasif fungsi kardiovaskuler dengan echokardiografi .
13
6) Resusitasi jantung paru. 7) Pipa thoracostomy. f. Melaksanakan dua peran utama: 1) Pengelolaan pasien Mampu berperan sebagai pemimpin tim dalam memberikan pelayan di ICU, menggabungkan dan melakukan titrasi layanan pada pasien berpenyakit kompleks atau cedera termasuk gagal organ multi-sistem. Dalam mengelola pasien, dokter intensivis dapat mengelola sendiri atau berkolaborasi dengan dokter lain. Seorang dokter intensivis mampu mengelola pasien sakit kritis dalam kondisi seperti : a) Hemodinamik tidak stabil. b) Gangguan atau gagal napas, dengan atau tanpa memerlukan tunjangan ventilasi mekanis. c) Gangguan neurologis akut termasuk mengatasi hipertensi intrakranial. d) Gangguan atau gagal ginjal akut. e) Gangguan endokrin dan/atau metabolik akut yang mengancam nyawa. f) Kelebihan dosis obat, reaksi obat atau keracunan obat. g) Gangguan koagulasi. h) Infeksi serius yang mengancam nyawa. i) Gangguan nutrisi yang memerlukan tunjangan nutrisi. 2) Manajemen Unit Dokter intensivis berpartisipasi aktif dalam aktivitas-aktivitas manajemen unit yang diperlukan untuk memberi pelayanan-pelayanan ICU yang efisien, tepat waktu dan konsisiten. Aktivitas-aktivitas tersebut meliputi antara lain : a) Triage, alokasi tempat tidur dan rencana pengeluaran pasien
14
b) Supervisi terhadap pelaksanaan kebijakan-kebijakan unit. c) Partisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas yang berkelanjutan termasuk supervisi koleksi data d) Berinteraksi seperlunya dengan bagian-bagian lain untuk menjamin kelancaran pelayanan di ICU Untuk keperluan ini, dokter intensivis secara fisik harus berada di ICU atau rumah sakit dan bebas dari tugas-tugas lainnya. g. Mempertahankan pendidikan yang berkelanjutan tentang critical care medicine: 1) selalu mengikuti perkembangan mutakhir dengan membaca literatur kedokteran. 2)
berpartisipasi
dalam
program-program
pendidikan
kedokteran
berkelanjutan. 3) menguasai standar-standar untuk unit critical care dan standard of care di critical care. h. Ada dan bersedia untuk berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan perbaikan kualitas interdisipliner. ICU harus memiliki jumlah perawat yang cukup dan sebagian besar terlatih. (diganti) menjadi : Jumlah perawat pada ICU ditentukan berdasarkan jumlah tempat tidur dan ketersediaan ventilasi mekanik. Perbandingan perawat : pasien yang menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:1, sedangkan perbandingan perawat : pasien yang tidak menggunakan ventilasi mekanik adalah 1:2.
15
2. Sarana dan Prasarana a. Lokasi Dianjurkan satu komplek dengan kamar bedah dan kamar pulih, berdekatan atau mempunyai akses yang mudah ke Unit Gawat Darurat, laboratorium dan radiologi. b. Desain Pelayanan ICU yang memadai ditentukan berdasarkan disain yang baik dan pengaturan ruang yang adekuat. Disain berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU dapat dilihat pada tabel 2. Ketentuan bangunan ICU adalah sebagai berikut : 1) Terisolasi 2) Mempunyai standar tertentu terhadap : a) Bahaya api b) Ventilasi c) AC d) Exhaust fan e) Pipa air f) Komunikasi g) Bakteriologis h) Kabel monitor 3) Lantai mudah dibersihkan, keras dan rata. Ruangan ICU dibagi menjadi beberapa area yang terdiri dari : 1) Area pasien : a) Unit terbuka 12 – 16 m2 / tempat tidur. b) Unit tertutup 16 – 20 m2 / tempat tidur.
16
c) Jarak antara tempat tidur : 2 m. d) Unit terbuka mempunyai 1 tempat cuci tangan setiap 2 tempat tidur. e) Unit tertutup 1 ruangan 1 tempat tidur cuci tangan. f) Harus ada sejumlah outlet yang cukup sesuai dengan level ICU. ICUtersier paling sedikit 3 outlet udara-tekan, dan 3 pompa isap dan minimal 16 stop kontak untuk tiap tempat tidur. g) Pencahayaan cukup dan adekuat untuk observasi klinis dengan lampu TL day light 10 watt/m2. Jendela dan akses tempat tidur menjamin kenyamanan pasien dan personil. Desain dari unit juga memperhatikan privasi pasien. 2) Area kerja meliputi : a) Ruang yang cukup untuk staf dan dapat menjaga kontak visual perawat dengan pasien. b) Ruang yang cukup untuk memonitor pasien, peralatan resusitasi dan penyimpanan obat dan alat (termasuk lemari pendingin). c) Ruang yang cukup untuk mesin X-Ray mobile dan dilengkapi dengan viewer . d) Ruang untuk telepon dan sistem komunikasi lain, komputer dan koleksi data, juga tempat untuk penyimpanan alat tulis dan terdapat ruang yang cukup resepsionis dan petugas administrasi. 3) Lingkungan Mempunyai pendingin ruangan/AC yang dapat mengontrol suhu dan kelembaban sesuai dengan luas ruangan. Suhu 22-- 25oC kelembaban 50 – 70%. 4) Ruang Isolasi
17
Dilengkapi dengan tempat cuci tangan dan tempat ganti pakaian sendiri.
5) Ruang penyimpanan peralatan dan barang bersih Untuk menyimpan monitor, ventilasi mekanik, pompa infus dan pompa syringe, peralatan dialisis, alat-alat sekali pakai, cairan, penggantung infus, troli, penghangat darah, alat isap, linen dan tempat penyimpanan barang dan alat bersih. 6) Ruang tempat pembuangan alat / bahan kotor Ruang untuk membersihkan alat-alat, pemeriksaan urine, pengosongan dan pembersihan pispot dan botol urine. Desain unit menjamin tidak ada kontaminasi. 7) Ruang perawat Terdapat ruang terpisah yang dapat digunakan oleh perawat yang bertugas dan pimpinannya. 8) Ruang staf dokter Tempat kegiatan organisasi dan administrasi termasuk kantor Kepala bagian dan staf, dan kepustakaan. 9) Ruang tunggu keluarga pasien 10) Laboratorium Harus dipertimbangkan pada unit yang tidak mengandalkan pelayanan terpusat.
18
3. Peralatan Peralatan yang memadai baik dari segi kualitas maupun kuantitas sangat membantu kelanjaran pelayanan ICU. Peralatan ICU memiliki beberapa ketentuan antara lain:
Jumlah dan macam peralatan bervariasi tergantung tipe, ukuran dan fungsi ICU, serta harus sesuai dengan beban kerja ICU, disesuaikan denga standar yang berlaku.
-
Terdapat prosedur pemeriksaan berkala untuk keamanan alat
Peralatan dasar meliputi:
Ventilasi mekanik
- alat
ventilasi manual dan alat penunjang jalan nafas
-
suction
-
Peralatan akses vaskular
-
Peralatan motor invasif dan non invasif
-
Defibrilator dan alat pacu jantung
- Alat -
pengukur suhu pasien
Peralatan drain thorak
- Pompa
infus dan pompa syringe
-
Peralatan portable untuk transportasi
-
Tempat tidur khusus
-
Lampu untuk tindakan
-
Continous renal replacement therapy
a.
Peralatan lainnya (contoh : alat hemodialisa) untuk prosedur
diagnostik dan atau terapi.
19
b.
Protokol dan pelatihan kerja untuk staf medik dan paramedik perlu
tersedia untuk penggunaan alat alat termasuk langkah langkah untuk mengatasi apabila terjadi malfungsi. Tabel 2.1 Peralatan berdasarkan klasifikasi pelayanan ICU Peralatan
ICU Primer
ICU Sekunder
ICU Tersier
Sederhana
Canggih
Canggih
Suction
+
+
+
Alat ventilasi manual & alat
+
+
+
+
+
+
Ventilasi Mekanik
penunjang jalan nafas Peralatan akses vaskuler
Peralatan monitor: Invasif: - Tekanan
darah invasif
-
+
+
- Tekanan
vena sentral
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
Suhu
+
+
+
EEG
-
+
+
Defibrilator dan alat pacu
+
+
+
jantung
+
+
+
Alat pengukur suhu pasien
+
+
+
Peralatan drain thoraks
-
+
+
Pompa infus dan pompa
-
+
+
syringe
+
+
+
Bronkoskopi
+
+
+
Echokardiografi
+
+
+
-
Tekanan
baji
a.
Pulmonalis Non invasif: - Tekanan - EKG
darah
dan laju jantung
- Saturasi
oksigen
- kapnograf
20
Peralatan
portable
untuk
+
+
+
transportasi
-
+
+
Tempat tidur khusus
-
+
+
Lampu untuk tindakan Alat hemodialisisis CRRT
4. Kemampuan Pelayanan
No 1 2
3 4
Primer Resusuitasi jantung paru Pengelolaan jaan napas , termasuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanik Terapi oksigen Pemasangan kateter vena sentral
Kemampuan Pelayanan Sekunder Resusuitasi jantung paru Pengelolaan jaan napas , termasuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanik Terapi oksigen Pemasangan kateter vena sentral dan arteri
5
Pemeriksaan EKG, Pulsoksimetri dan tekanan darah noninvasif
Pemeriksaan EKG, Pulsoksimetri dan tekanan darah noninvasif
6
Pelaksanaan terapi secara titrasi Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
Pelaksanaan terapi secara titrasi Pemberian nutrisi enteral dan parenteral
Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh Memberikan tunjangan ungsi vitaldengan alatalat portable selama transportasi pasien gawat
Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh Memberikan tunjangan ungsi vitaldengan alatalat portable selama transportasi pasien gawat
7
8
9
Tertier Resusuitasi jantung paru Pengelolaan jaan napas , termasuk intubasi trakeal dan ventilasi mekanik Terapi oksigen Pemasangan kateter vena sentral dan arteri swan ganz, dan ICP monitor Pemeriksaan EKG, Pulsoksimetri dan tekanan darah noninvasif dan invasif, swan ganz, dan ICP serta Echo monitor Pelaksanaan terapi secara titrasi Pemberian nutrisi enteral dan parenteral Pemeriksaan laboratorium khusus dengan cepat dan menyeluruh Memberikan tunjangan ungsi vitaldengan alat-alat portable selama transportasi pasien gawat
21
11
Kemempuan melakukan fisioterapi dada -
12
-
10
melakukan fisioterapi dada
melakukan fisioterapi dada
Melakukan prosedur isolasi Melakukan hemodialisis Intermitten dan continue
Melakukan prosedur isolasi Melakukan hemodialisis Intermitten dan continue
2.5 Pencatatan dan Pelaporan Catatan ICU diverivikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan pelayanan di ICU dan bertanggung jawab atas semua hal yang tercatat. Pencatatan menggunakan status khusus ICU yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan pasien dirawat di ICU, dan tanda vital, pemantauan fungsi organ vital (otak, jantung, paru-paru, ginjal) secara berkala, jenis dan jumlah asupan nutrisi dan cairan, catatan pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. Pelaporan pelayanan ICU terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta jumlahnya, sistem skoring prognosis, penggunaan alat bantu (ventilasi mekanis, hemodialisis, dll), lama perawatan pasien, dan keluaran ( hidup atau meninggal) dari ICU.
2.6 Monitoring dan Evaluasi ICU Monitoring dan Evaluasi dilaksanakan secara teratur untuk mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi bertujuan untuk menentukan faktor yang berpengaruh sehingga dapat diupayakan peyelesaian yang efektif.
22
Indikator pelayanan ICU yang digunakan adalah sistem skoring prognosis dan keluaran dari ICU. Sistem skoring prognosis dibuat dalam 24 jam setelah pasien masuk ke ICU. Contoh sistem skoring prognosis yang dapat digunakan adalah APACHE II ( Acute Physiologis and Chronic Health Evaluation), SAPS II ( Simplified Acute Physiologis Score), dan MODS (Multiple Organ Dysfunction Score). Rata-rata nilai skoring prognosis dalam periode tertentu
diandingkan
dengan keluaran aktualnya. Pencapaian yang diharapkan adalah angka mortalitas yang sama atau lebih rendah dari angka mortalitas terhadap rata-rata nilai skpring prognosis. APACHE II merupakan suatu metode untuk menentukan keparahan penyakit dan memprediksi mortalitas. Parameter yang digunakan antaralain suu tubuh, rerata tekanan darah arteri, laju nadi, laju pernapasan, oksigenasi, pH darah arteri, kadar natrium serum, kadar kalium serum, kadar keratinin, hematokrit, leukosit, GCS, umur, dan keadaan penyakit kronis. Skor APACHE II dinilai pada masing-masing pasien dengan rentang skor antara 0-71. Apabila skor semakin tinggi maka berisiko tinggi mengalami penyakit yang berat ataupun kematian.
2.7 Pembinaan dan Pengawasan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap Rumah Sakit dengan melibatkan organisasi profesi dan masyarakat yang dilakukan secara berjenjang melalui standardisai, sertifikat, lisensi, akreditasi, dan penegakan hukum. Pembinaan dan pengawasan tersebut bertujuan untuk:
23
1.
Pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan yang terjangkau
oleh masyarakat 2.
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan
3.
Keselamatan pasien
4.
Pengembangan jangkauan pelayanan
5.
Peningkatan kemampuan kemandirian Rumah Sakit
Pengawasan penyelenggaraan pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara eksternal maupun internal. Pengawasan internal Rumah sakit terdiri dari: a.
Pengawasan teknis medis
Upaya evaluasi secara profesional terhadap mutu pelayanan medis yang diberikan
kepada
pasien
dengan
menggunakan
rekam
medisnya
yang
dilaksanakan oleh profesi medis melalui komite medik Rumah Sakit. b.
Pengawasan teknis Rumah Sakit
Pengukuran kinerja berkala yang meliputi kinerja pelayanan dan kinerja keuangan dilakukan oleh satuan pemeriksaan internal. Apabila ditemukan suatu bentuk pelanggaran dalam pelayanan kesehatan sehingga menyebabkan kerugian kepada pihak lain, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat memberikan sanksi hukum dan administrasi berupa teguran, teguran tertulis, denda, atau pencabutan izin sebagaimana diatur dalam undang-undang yang berlaku.
24
2.8 Contoh Kasus di ICU Pasien X, wanita 50 tahun, BB 60 kg datang ke rumah sakit dengan keadaan umum terdapat jejas di daerah perut kanan atas. Pasien gelisah, pucat, anemis dengan TD 60 (palpasi), HR 150x/menit, kesadaran menurun, RR 50x/menit yang di diagnosis awal sebagai syok hipovolemik e.c. perdarahan intraabdominal suspek ruptur hepar. Pasien dirawat di ICU dengan diagnosis post laparotomi e.c. suspek ruptur hepar dengan general anestesi. Pada kasus ini diperlukan pengelolaan post operatif yang intensif dengan monitoring ICU karena operasi laparotomi memiliki komplikasi, antara lain terjadinya ventilasi paru
yang
tidak
adekuat,
gangguan
kardiovaskuler,
dan
gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Berdasarkan kriteria masuk ICU, pasien ini termasuk pasien prioritas 1, yaitu kelompok pasien sakit kritis, tidak stabil yang memerlukan terapi intensif. Pengelolaan pasien di ICU meliputi tindakan resusitasi yang meliputi dukungan hidup untuk fungsi-fungsi vital, seperti airway (fungsi jalan nafas), breathing (fungsi pernafasan), circulation (fungsi sirkulasi), brain (fungsi otak), dan fungsi organ lain, dilanjutkan dengan diagnosis dan terapi definitif. Pada kasus ini airway paten, breathing spontan, fungsi ini dimonitor memakai alat. Pada pasien ini fungsi sirkulasi harus mendapatkan perhatian yang paling khusus sesuai dengan komplikasi laparotomi yang telah diterangkan di atas. Brain pada pasien ini mengalami gangguan dilihat dari kesadaran pasien yang menurun (somnolen). Pada hari ke-1 sampai ke-5 di ICU harus diperhatikan balance cairan pasien. Berdasarkan literatur perbedaan intake dan output tidak lebih dari 400ml/hari. Hal ini dapat diakibatkan karena pengelolaan cairan pasien yang
25
kurang tepat dan fungsi organ yang belum sempurna setelah operasi dapat menyebabkan perbedaan intake dan output > 400ml. Berdasarkan literatur, pemberian cairan 1-3 hari pasca operasi adalah sebagai berikut:
Pemberian cairan dextrose 5% dan NaCl (4:1) di mana total intake
disesuaikan dengan berat badan pasien (40ml/KgBB). Pada kasus ini BB pasien 60 kg, sehingga intake pasien harus dibatasi sebanyak 2400ml/24 jam. Bila ada larutan tiofusin yang mengandung cukup elektrolit dan sorbitol
sebagai sumber karbohidrat, dapat diberikan 40ml/kgBB/hari untuk 1-3 hari pertama pasca bedah.
Bila diperlukan lebih lama pemberian cairan untuk nutrisi, maka dapat
ditambahkan asam amino berupa aminofusin yang kebutuhannya disesuaikan dengan berat badan, rata-rata 1gr/kgBB/hari. Pada pasien ini tiofusin mulai diberikan pada hari ke-2 pasca operasi, sedangkan pemberian tiofusin diberikan pada hari ke-3 pasca operasi. Pada pasien ini dianjurkan puasa sampai hari ke-3 karena menurut teori pada kasuskasus bedah digestif butuh waktu 3 hari untuk penyembuhan luka. Pada hari ke-6 sampai ke-8 harus diperhatikan juga balance cairan pasien. Pada hari ke-6 sampai ke-8 ini intake pada pasien tetap seperti hari sebelumnya, sedangkan produksi urine meningkat. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan urine setelah hari ke-3 akan lebih banyak diproduksi. Pada hari ke-7 didapatkan hasil pemeriksaan elektrolit dalam batas normal, untuk airway dan breathing baik dilihat dari nilai saturasi oksigen dan tanda vital. Keadaan ini menunjukkan pasien sudah mulai stabil, sehingga dapat keluar dari ICU.
26
27
BAB III KESIMPULAN
1.
Intensive Care Unit ( ICU) atau Unit Pelayanan Intensif (UPI) merupakan
suatu tempat tersendiri dengan staf dan perlengkapan khusus dalam sebuah rumah sakit yang bertugas khusus untuk merawat dan mengobati pasien yang terancam jiwa oleh karena kegagalan suatu organ atau ganda akibat penyakit, bencana, atau komplikasi yang masih ada harapan hidup reversibel. 2.
Ruang Lingkup Pelayanan ICU meliputi Diagnosis dan penatalaksanaan spesifik penyakit – penyakit akut yang mengancam nyawa dan dapat menimbulkan kematian dalam beberapa menit sampai beberapa hari.
Memberi bantuan dan mengambil fungsi vital tubuh sekaligus melakukan pelaksanaan spesifik problema dasar.
Pemantuan fungsi vital tubuh dan penatalaksanaan terhadap komplikasi yang ditimbulkan oleh penyakit atau iatrogenik.
Memberikan bantuan psikologis pada pasien yang kehidupannya sangat bergantung pada alat/mesin dan orang lain
3.
Bidang kerja ICU meliputi pengelolaan pasien, administrasi unit,
pendidikan, dan penelitian bidang kesehatan. 4.
Pasien yang dapat dimasukkan ke dalam perawatan ICU berdasarkan skala prioritas. Pasien-pasien yang dirawat di ICU antara lain
Pasien yang memerlukan intervwensi medis segera oleh tim intensive care.
28
Pasien yang memebutuhkan pengelolaan fungsi sistem organ tubuh secara
terkoordinasi
dan
berkelanjutan
sehingga
dapat
dilakukan
pengawasan yang konstan dan metode terapi titrasi.
Pasien sakit kritis yang memerlukan pemantuan kontinyu dan tindakan segera untuk mencegah timbulnya dekompensasi fisiologis.
5.
Klasifikasi pelayanan ICU ditentukan oleh ketenagaan, saranam dan
prasarana, peralatan, serta kemampuan pelayanan. 6.
Catatan ICU diverifikasi dan ditandatangani oleh dokter yang melakukan
pelayanan di ICU dan bertanggung jawab atas semua yang dicatat tersebut. Pencacatan menggunakan status khusus ICU yang meliputi pencatatan lengkap terhadap diagnosis yang menyebabkan dirawat di ICUm data tanda vital, pemantauan fungsi organ khusus (jantung, paru, ginjal, dan sebagainya) secara berkala, jenis, dan jumlah asupan nutrisi, dan cairan, catatan pemberian obat, serta jumlah cairan tubuh yang keluar dari pasien. 7.
Pelaporan pelayanan Icu terdiri dari jenis indikasi pasien masuk serta
jumlahnya, sistem skoring prognosis, penggunaan alat bantu ( ventilasi mekanis, hemodialisis, dan sebagainya), lama rawat, dan keluaran ( hidup atau meninggal) dari ICU. 8.
Monitoring dan evaluasi dilaksanakan secara berkesinambungan guna
mewujudkan pelayanan ICU yang aman, bermutu dan mengutamakan keselamatan pasien. Monitoring dan evaluasi dimaksud harus ditindaklanjuti untuk menentukan faktor- faktor potensial yang berpengaruh agar dapat diupayakan penyelesaian yang efektif
29