Hal 1 FISIKA 2 / FI- 1123 _____________________________ _____________________________________________ _______________________________ ______________________________ ______________________________ ______________________________ __________________ ___
BAB I BESARAN VEKTOR 1.1 PANJAN PANJANG G DAN DAN ARAH ARAH VEKT VEKTOR OR
Besaran vektor adalah besaran yang mempunyai arah. Jadi sebuah besaran vektor dicirikan oleh adanya besar dan arah, adapun posisi koordinatnya tidak ‘diperd ‘diperdulika ulikan’ n’ . Pada kuliah kuliah Fisika ini pengertia pengertian n arah adalah arah arah di dalam ruang (3-dimensi). Contoh besaran vektor misalnya: kecepatan, gaya, luas permukaan, permukaan, perpindahan. perpindahan. Sedangkan besaran yang tidak mempunyai arah disebut besaran skalar. Sebuah besaran vektor V dalam notasi matematik dituliskan: (1.1) Sedangkan Sedangkan dalam dalam gambar gambar dilukisk dilukiskan an sebagai sebagai sebuah sebuah anak panah panah dimana dimana besar vektornya digambarkan sebagai panjang anak panah, Z dan dan arah arahny nya a diny dinyat atak akan an deng dengan an ujun ujung g runcingnya. V
x i
=
y j
+
z k
+
V
Pada Pada persa persaman man 1.1, 1.1, x, y, z dinamakan komponen komponen vektor vektor V , sedangkan sedangkan i , j , k disebut disebut basis basis yang yang membent membentang ang ruang ruang 3i , j , k dime dimens nsi. i. Basi Basis s masing-masing merupakan vektor yang besarnya satu dan arahya berturut-turut dalam arah sumbu +X, +Y, +Z.
Y 0 X
Gambar 1.1
Dua buah vektor vektor disebut disebut sama bila keduanya keduanya mempunyai mempunyai besar besar dan arah yang sama. Sedangkan dua buah vektor disebut berlawanan bila keduanya mempunyai besar sama tetapi arahnya berlawanan Dengan .
demikian vektor V pada gambar 1.1 di atas dapat juga di lukiskan menjadi seperti pada Gambar 1.2 di bawah. Pada Pada gambar gambar 1.2 di bawah bawah terlih terlihat at titik titik tangka tangkap p anak anak panah panah vektor vektor V sekarang di titik O, hal ini tak mengapa karena vektor tersebut tetap sama asalkan besar dan arahnya arahnya tetap sama, jangan perdulikan perdulikan posisinya. Terlihat dalam Gambar 1.2 U =V ( sama) dan V = −W (berlawanan ) . Seka Sekara rang ng perh perhat atik ikan an,, vekt vektor or V ters terseb ebut ut sela selalu lu dapa dapatt diur diurai aika kan n (diproyeksikan) ke dalam arah sumbu +X, +Y, dan +Z yaitu ˆ z V x = iˆ x ; V y = jˆ y ; V z = k sehingga vektor V merupakan ‘kombinasi’ dari V x ,V y ,V z
atau V
=
V x
V y
+
V
+ z
.
_____________________________ _____________________________________________ _______________________________ ______________________________ ______________________________ ______________________________ __________________ ___ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 2 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
Z
z
V
U
^k ^i
^j
y
0
W Y
x
X
Gambar 1.2 Jelaslah panjang vektor V dapat dihitung dengan dalil Phitagoras, sehingga panjang (besar) vektor V : V = x + y + z (1.2) Seringkali penulisan V cukup ditulis V (tanpa tanda panah). 2
2
2
1.2 VEKTOR SATUAN
Vektor satuan adalah vektor yang besarnya ‘satu’. Contoh vektor satuan adalah: vektor basis i , j , k yang masing-masing arahnya (searah) sumbu +X, +Y, +Z. Bagaimanakah menyatakan sebuah vektor satuan dalam arah selain arah-arah diatas ? misalnya vektor satuan yang searah vektor V (di ˆ ). Dapatlah dibuktikan bahwa vektor satuan yang serah vektor tulis V V adalah: ˆ V
=
ˆ z iˆ x + jˆ y + k x
2
=
+ y + z 2
2
Silahkan periksa bahwa
V
(1.3)
V ˆ V
1
=
1.3 PENJUMLAHAN VEKTOR Misalnya tiga buah vektor A, B, C masing-masing dinyatakan: jˆ A y
+
ˆA ┐ k z
jˆ B y
+
ˆB k z
A = iˆ A x
+
iˆ B x
+
│ ├ ˆC C iˆC jˆC k │ dalam gambar, pemisalan ┘ tersebut misalnya dilukiskan: B
=
=
x +
y +
(1.4)
z
A
B
Gambar 1.3 Maka penjumlahan dua buah vektor ( A + B = D ) secara gambar dapat dilukiskan
____________________________________________________________________________________________________________ A
D
ITTELKOM
B
A
B
D
SUPRAYOGI
Hal 3 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
atau Gambar 1.3 Sehingga penjumlahan tiga buah vektor
A + B
+ C = E
dilukiskan seperti pada gambar 1.4. Sedangkan dalam penjumlahan dua B dinyatakan
A + B = ( A x
E
sekarang dapat
notasi vektor
matematik A dan B
+ B x )iˆ + ( A y + B y ) jˆ + ( A z + B z )k ˆ (1.5)
Gambar 1.4 Cara menjumlahkan vektor baik dengan cara gambar atau cara notasi masing-masing memiliki kelebihan. Dengan cara gambar kita dapat melihat ‘visualisasi’ tentang besar dan arah semua vektor, sedangkan dalam cara notasi kita dapat melakukan analisa secara analitik. 1.4 PENGURANGAN VEKTOR
Dengan pemisalan seperti pada persamaan 1.4 maka pengurangan vektor A − B = F dengan cara gambar dapat dilukiskan
F
A
− B
F
atau
F
A
B
B Gambar 1.5
Dalam notasi matematik pengurangan dua vektor A dan B dinyatakan A − B
= ( A x − B x )iˆ + ( A y − B y ) jˆ + ( A z − B z )k ˆ
(1.6)
1.5 PERKALIAN VEKTOR
Dalam ‘dunia’ vektor operasi perkalian antara dua vektor mempunyai ‘bentuk’ yang lain, ada dua jenis perkalian vektor yaitu perkalian titik dan perkalian silang.
•
PERKALIAN TITIK
Dengan pemisalan seperti pada persamaan 1.4 maka dalam matematik perkalian titik anatara dua vektor A dan B dinyatakan
notasi
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 4 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
A • B
= ( A x B x ) + ( A y B y ) + ( A z B z )
A • B
=
(1.7)
atau A
B
(1.8)
cos
dari persamaan 1.6 dan 1.7 didapatkan A x B x
cosθ =
A y B y
+
A z B z
+
(1.9)
A B
Secara gambar perkalian titik antara vektor A dan B sebagai berikut.
Dengan melihat persamaan 1.7, gambar 1.6 dapat dijelaskan bahwa perkalian titik antara dua vektor A dan B adalah perkalian antara proyeksi A pada arah B dan B , dimana proyeksi A pada arah B adalah A cos .
A
θ
dapat dilukiskan
B
A cos θ
Gambar 1.6 Contoh aplikasi dari perkalian titik ini misalnya ketika menghitung usaha oleh gaya F yang menghasilkan pergeseran sejauh x seperti diperlihatkan pada gambar dibawah ini
F θ
x
Gambar 1.7 Usaha oleh gaya F adalah U = F x cos θ . Dengan melihat persamaan 1.7 usaha oleh F dapat juga ditulis U = F • x ; ingatlah seperti ditulis diawal, gaya dan pergeseran masing-masing adalah besaran vektor. Perhatikan juga hasil dari perkalian titik adalah sebuah besaran skalar, dalam contoh diatas usaha adalah skalar. Catatan: sering kali penulisan besarnya suatu vektor misalnya F cukup ditulis F . •
PERKALIAN SILANG
Dengan pemisalan seperti pada persamaan 1.4 maka dalam notasi matematik, hasil perkalian silang antara dua vektor A dan B adalah determinan matriks berikut
iˆ A × B = det A x B x
jˆ
A y B y
A z B z ˆ k
(1.10)
atau A × B
=
( A y B z
A z B y )iˆ + ( A z B x
−
A x B z ) jˆ + ( A x B y
−
ˆ A y B x ) k
−
(1.11) ____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 5 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
Terlihat hasil dari perkalian silang adalah sebuah vektor baru. Kemanakah arah vektor baru itu? - Lihatlah deskripsi perkalian silang A × B dalam gambar 1.8 di bawah.
Arah hasil kali silang A × B dapat ditentukan dengan cara membayangkan arah sekrup. Jika vektor A dan B membentuk bidang maka arah A × B adalah tegak lurus terhadap bidang tersebut dan searah dengan arah sekrup jika sekrup diputar dalam arah A B (dalam contoh ini searah jarum jam, sehingga sekrup bergerak ke bawah). Adapun besar vektor A × B dapat diperoleh dengan dalil Phitagoras
A
θ
B
arah A × B
Gambar 1.8 A × B
={
( A y B z − A z B y )
2
+ ( A z B x − A x B z ) 2 + ( A x B y − A y B x ) 2 }1 / 2
(1.12)
atau A × B
= A B
sin
(1.13) 1.6 INTEGRAL GARIS
F θ
x
Pada gambar di samping, sebuah gaya F menghasilkan pergeseran sejauh x sehingga usaha yang dilakukan oleh gaya F adalah U = F • x , Persamaan ini berlaku untuk lintasan x yang lurus. Bagaimanakah menghitung usaha oleh gaya F yang menghasilkan lintasan melengkung dari A ke B seperti terlihat pada gambar 1.10
Gambar 1.9
B
A
Gambar 1.10
Menghitung usaha oleh gaya F dapat didekati dengan membagi lintasan A B menjadi beberapa segmen lintasan lurus seperti diperlihatkan oleh gambar 1.11. Usaha total oleh F adalah jumlah setiap usaha pada masing-masing segmen tersebut: U ≅ U 1 + U 2 + ... + U n Dimana,
B
r 1
A
U i
=
F i
r
• i
sehingga,
n
r 2
U
≅ ∑ F i • r i
i =1
Gambar 1.11
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 6 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
Terlihat, pendekatan dengan mengambil segmen-segmen lintasan lurus akan menghasilkan bentuk lintasan yang ‘kasar’ karena pengambilan panjang segmen-segmen r i cukup besar, sehingga bentuk lintasan tidak mirip seperti aslinya. Agar pendekatan yang diambil dapat lebih bagus maka segmen-segmen lintasan r i harus diambil sekecil mungkin dengan resiko banyaknya segmen (n) bertambah bayak. Tentu saja paling sempurna adalah dengan mengambil segmen-segmen yang kecilnya mendekati nol sehingga n= ∞, secara matematis hal ini dapat ditulis: n
U
= lim ∑ F i • r i r →0
atau
i =1
B
= ∫ F • d r
U
(1.14)
A
Inilah yang disebut integral lintasan, secara matematis vektor F adalah sembarang vektor dan d r adalah elemen diferensial(segmen) lintasan. 1.7 INTEGRAL PERMUKAAN
Gambar 1.12
Gambar disamping melukiskan lintasan partikel-partikel air pada suatu penampang pipa air. Didefinisikan bahwa fluks (φ ) adalah banyaknya lintasan partikel yang menembus permukaan (penampang) yang luasnya A secara tegak-lurus, dan kerapatan fluk ( D ) adalah banyaknya lintasan partikel persatuan luas atau D =φ / A ,
Sehingga φ = D A . Gambar 1.13 di bawah melukiskan lintasan dengan kerapatan D menembus permukaan secara tidak tegak-lurus terhadap luas penampang A . Sehingga fluks total yang menembus permukaan adalah A φ = ( D cos θ ) ( A) atau φ = DA cos θ atau (1.15) φ = D • A (1.16) θ ˆ n Pada persamaan di atas, karena komponen kerapatan D fluks D harus tegak-lurus terhadap penampang luas maka komponen kerapatan fluks D diproyeksikan ˆ dahulu pada arah normal n
Gambar 1.13
permukaan A , kemudian dikalikan dengan A . Jelas, kerapatan fluks D dan luas permukaan A merupakan besaran vektor, jelas pula persamaan (1.16) hanya berlaku untuk penampang A yang datar. Bagaimanakah menghitung fluks pada permukaan yang tidak datar atau melengkung ? Gambar 1.14 di bawah melukiskan permukaan lengkung yang ditembus oleh listasan-lintasan partikel.
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 7 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
A1
Untuk menghitung fluks yang total pada permukaan lengkung dapat dilakukan dengan cara membagi-bagi luas menjadi beberapa segmen luas yang hampir datar, kemudian jumlahkan semua fluks pada masing-masing segmen:
D1
φ = φ 1 + φ 2 + ... + φ n
dimana, φ i = Di • Ai
Gambar 1.14 Sehingga, n
φ ≅ ∑ Di • Ai
(1.17)
i =1
Terlihat pembagian segmen luas menjadi beberapa luas A ternyata masih belum memenuhi persyaratan (bahwa A harus merupakan bidang datar), kecuali bila A sangat kecil sekali (mendekati nol). Sehingga perhitungan fluks akan menjadi nilai yang sesungguhnya bila A mendekati nol: n
φ
lim r A
0
r
Di
r
Ai
i 1
Atau φ
D dA
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 8 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 9 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 10 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 11 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 12 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI
Hal 13 FISIKA 2 / FI- 1123 ____________________________________________________________________________________________________________
____________________________________________________________________________________________________________ ITTELKOM
SUPRAYOGI