BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN
REFERAT SEPTEMBER 2015
DE LAYE D CORD CORD CLAMPI CLAMPI NG
Disusun Oleh: Eka Parama Adhikresna C111 10 118 Pembimbing: dr. Ahmat Riyanto Supervisor: dr. Nurbani Bangsawan, Sp.OG
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA BAGIAN ILMU OBSTETRI DAN GINEKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2015
LEMBAR PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, menerangkankan bahwa; Nama
: Eka Parama Adhikresna
NIM
: C111 10 118
Judul Referat
: Delayed Cord Clamping
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraan klinik pada Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.
Makassar, September 2015 Konsulen,
Pembimbing,
dr. Nurbani Bangsawan, Sp.OG
dr. Ahmat Riyanto
Mengetahui, Koordinator Pendidikan Mahasiswa Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
dr. Sharvianty Arifuddin, Sp.OG
ii
SURAT KETERANGAN PEMBACAAN REFERAT
Yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa: Nama
: Eka Parama Adhikresna
NIM
: C 111 10 118
Benar telah membacakan referat dengan judul Delayed Cord Clamping pada: “
”
Hari / Tanggal
:
Tempat
: Gedung Pinang, Lt.2, RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
Minggu dibacakan : Nilai
:
Dengan ini dibuat untuk digunakan sebaik-baiknya dan digunakan sebagaimana mestinya.
Makassar, September 2015 Konsulen,
Pembimbing,
dr. Nurbani Bangsawan, Sp.OG
dr. Ahmat Riyanto
iii
DAFTAR HADIR PEMBACAAN REFERAT
Nama
: Eka Parama Adhikresna
NIM
: C111 10 118
Hari/Tanggal
:
Judul Referat
: Delayed Cord Clamping
Tempat
: Gedung Pinang, Lt.2, RS Dr. Wahidin Sudirohusodo
No.
Nama
Minggu
Tanda Tangan
Konsulen,
Pembimbing,
dr. Nurbani Bangsawan, Sp.OG
dr. Ahmat Riyanto
iv
DAFTAR ISI
Halaman Pengesahan .......................................................................................... ii Surat Keterangan Pembacaan Referat ................................................................. iii Daftar Hadir Pembacaan Referat ........................................................................ iv Daftar Isi.............................................................................................................. v 1.
BAB I Pendahuluan ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1 2.
BAB II Tinjauan Pustaka............................................................................. 2
2.1 Umbilical Cord........................................................................................ 2 2.2 Transisi Persalinan .................................................................................. 3 2.3 Pemotongan Tali Pusat (Umbilical Cord Clamping ) & Delayed Cord Clamping ................................................................................................. 4
3.
2.3.1
Keuntungan DCC ........................................................................... 5
2.3.2
Kekurangan DCC ........................................................................... 7
2.3.3
Implementasi DCC ........................................................................ 7
2.3.4
Kontraindikasi DCC ...................................................................... 9
BAB III Penutup.......................................................................................... 10
Daftar Pustaka ..................................................................................................... 12
v
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemotongan tali pusat merupakan salah satu intervensi besar pada proses persalinan. Prosedur ini merupakan tanda bahwa pada saat tersebut seorang bayi menjadi satu individu independen (tanpa asupan dari plasenta).(1) Bersama
dengan
pemberian
uterotonik
profilaksis
dan
peregangan tali pusat terkontrol, pemotongan tali pusat segera pasca persalinan termasuk ke dalam prosedur aktif kala tiga persalinan.(2) Delayed Cord Clamping (DCC) bukan merupakan suatu konsep modern, mengingat budaya primitif dilaporkan menunggu kelahiran plasenta sebelum melakukan pemotongan tali pusat. Erasmus Darwin pada 1801, menyatakan bahwa, “Hal lain yang sangat membahayakan anak -anak, adalah mengikat dan memotong tali pusat terlalu dini; yang seharusnya tidak dilakukan, bukan hanya sampai anak tersebut bernafas spontan tetapi sampai semua pulsasi pada tali pusat tersebut menghilang. Selain itu, maka anak tersebut akan menjadi lebih lemah daripada seharusnya.” (1) Perlu diketahui bahwa dalam beberapa menit awal kelahiran, masih terdapat aliran darah di dalam arteri dan vena umbilikalis. Volume darah tambahan yang mengalir dari plasenta ke tubuh bayi dalam beberapa waktu ini disebut sebagai transfusi plasenta.(2) Dengan implementasi DCC, tranfusi plasenta dapat terjadi secara maksimal sehingga dapat memberikan dampak positif bagi bayi itu sendiri.
1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Umbilical Cord Umbilical cord atau tali pusat merupakan jalur transport darah dari plasenta ke fetus dan sebaliknya. Struktur ini terbentuk pada minggu ke-4 sampai minggu ke-8 kehamilan (dihitung dari hari pertama haid terakhir), sedangkan darah baru mulai mengalir dalam tali pusat pada akhir minggu ke-5 kehamilan.(3)
Gambar 1. Potongan melintang tali pusat post partum. (3)
Tali pusat yang telah matur normalnya memiliki dua arteri umbilikalis, satu vena umbilikalis dan sisa dari allantois, terletak di dalam
Wharton’s
jelly dan dilapisi oleh selaput amnion. Arteri umbilikalis kanan dan kiri merupakan perpanjangan dari arteri iliaka interna, yang pada saat lahir, bagian proksimal arteri umbilikalis intra-abdomen akan berfungsi sebagai arteri iliaka interna dan arteri vesica superior, sedangkan bagian distalnya akan terobliterasi membentuk ligamentum umbilikalis medial. Pada akhir minggu ke-6 kehamilan, vena umbilikalis kanan terobliterasi meninggalkan satu vena umbilikalis fungsional, yang akan terobliterasi menjadi ligamentum teres setelah proses persalinan. Terletak 3 cm di perlekatan tali pusat pada plasenta, terdapat shunt sepanjang 1,5 - 2 cm antara dua arteri 2
umbilikalis yang disebut anastomosis Hyrtl . Struktur ini berfungsi menyamakan tekanan antara kedua arteri dan sebagai pengaman bila terjadi kompresi plasenta atau blokade salah satu arteri umbilikalis.(3) Tidak seperti pembuluh darah yang lain, arteri umbilikalis berfungsi menyalurkan darah dengan kadar oksigen yang rendah menuju plasenta, sedangkan vena umbilikalis berfungsi menyalurkan darah kaya oksigen ke jantung janin.(3) Pada usia kehamilan aterm, tali pusat rata-rata memiliki panjang 50 - 60 cm. Tali pusat yang tertalu panjang berkaitan dengan keadaan seperti prolapsus tali pusat, atau lilitan tali pusat. Sedangkan tali pusat yang terlalu pendek berkaitan dengan lambatnya penurunan bagian terendah bayi atau solusio plasenta.(3) 2.2. Transisi Persalinan
Persalinan dapat dikatakan sebagai tantangan fisiologis bagi janin. Hal ini dikarenakan adanya transisi dari lingkungan dalam rahim yang berisi cairan menuju lingkungan luar rahim. Selama dalam kandungan, paru-paru terisi cairan, dan pertukaran gas terjadi melalui plasenta. Setelah adanya pemisahan bayi dan plasenta saat persalinan, paru-paru harus mengambil alih peran plasenta, dalam hal pertukaran gas. Untuk dapat melakukan ini, jalan nafas harus terbebas dari cairan (utamanya terjadi akibat perubahan gradien tekanan transepitelial yang terjadi akibat usaha bernafas, dalam hal ini, ekspansi cavum thoraks meningkatkan tekanan dalam jalan nafas menjadi lebih tinggi dibandingkan tekanan interstitial jaringan, sehingga cairan berpindah dari jalan nafas ke jaringan), sehingga terjadi penurunan resistensi vaskuler paru (PVR) dan aliran darah paru-paru (PBF) harus meningkat secara drastis, terutama setelah pemotongan tali pusat.(1,2,4) Pada janin, sebagian besar (~90%) darah yang keluar dari ventrikel kanan tidak melewati paru-paru, akibat tingginya PVR, dan melewati duktus arteriosus (DA) menuju aorta desendens. Aliran darah pada arah ini dikatakan sebagai shunt kanan ke kiri. Setelah persalinan, akibat penurunan PVR, distribusi output ventrikel kanan berubah secara cepat sehingga sirkulasi
paru-paru
menjadi
resipien
utamanya.
Bersama
dengan
3
peningkatan resistensi perifer akibat pemotongan tali pusat, output ventrikel kanan dan ventrikel kiri (akibat penurunan PVR), membalikkan gradien tekanan pada DA sehingga menyebabkan aliran darah berbalik menjadi dominan kiri ke kanan beberapa saat setelah persalinan, hingga terjadi obliterasi DA.(1,2,4)
Gambar 2. Sirkulasi janin, saat pemotongan tali pusat, dan setelah terjadi aerasi paru paru.(1)
2.3. Pemotongan Tali Pusat (Umbilical Cord Clamping) & Delayed Cord Clamping Bersama dengan pemberian uterotonik profilaksis dan peregangan tali pusat terkontrol, pemotongan tali pusat segera pasca persalinan termasuk ke dalam prosedur aktif kala tiga persalinan. Hal ini diindikasikan untuk mencegah risiko terjadinya perdarahan pasca persalinan. (2) Pada standarnya, pemotongan tali pusat dilakukan diantara satu klem tali pusat, yang ditempatkan pada 2-3 cm dari insersinya di perut bayi, dan satu klem lain, yang ditempatkan pada 6-8 cm dari perut bayi. (5) Perlu diketahui bahwa dalam beberapa menit awal kelahiran, masih terdapat aliran darah di dalam arteri dan vena umbilikalis. Volume darah tambahan yang mengalir dari plasenta ke tubuh bayi dalam beberapa waktu ini disebut sebagai transfusi plasenta. (2) Farrar et al melaporkan bahwa transfusi plasenta tertinggi terjadi pada satu menit pertama kelahiran, sedikit
4
meningkat pada menit ke-2 hingga menit ke-3, dan plateau pada menitmenit berikutnya.(7)
Gambar 3. Transfusi plasenta pada menit-menit awal kelahiran. (7)
Melihat keuntungan dari adanya transfusi plasenta, melalui guideline yang dikeluarkan, World Health Organization (WHO) dan International Federation of Gynecology and Obstetrics tidak lagi menyarankan dilakukannya pemotongan tali pusat segera setelah persalinan sebagai komponen dari manajemen aktif kala tiga persalinan. (2) Namun demikian, belum terdapat kesepakatan mengenai waktu yang tepat dilakukannya pemotongan tali pusat. Banyak penelitan yang menunjukkan, tidak hanya keuntungan, namun juga kerugian setelah dilakukan penundaan pemotongan tali pusat / delayed cord clamping (DCC).(5) 2.3.1. Keuntungan DCC a.
Menurunkan Insidensi Perdarahan Intraventrikel (IVH)
Setelah aerasi paru, penurunan PVR dan peningkatan resistensi sistemik (akibat pemotongan tali pusat), maka sirkulasi paru menjadi alternatif output bagi ventrikel kanan dan kiri (melalui DA). Akibatnya terjadi penurunan cardiac output (CO) dan tekanan arteri sistemik
5
secara mendadak dan dalam jumlah yang besar, sampai terjadi penutupan DA, sehingga CO dapat kembali normal. (1,2,4) Perlu diketahui bahwa pada titik ini, aliran darah otak (CBF) bersifat pasif terhadap perubahan tekanan, sehingga nilainya akan turun dan naik sesuai dengan perubahan CO dan tekanan arteri sistemik. Perubahan tekanan yang mendadak dan dalam jumlah besar ini dapat menyebabkan terjadinya IVH, terutama pada bayi preterm dengan kapasitas autoregulasi vaskuler yang belum sempurna. (1,2) Dalam hal ini, penundaan pemotongan tali pusat akan memberikan waktu yang cukup untuk meningkatkan PBF tanpa harus kehilangan darah dari plasenta secara dini. Sehingga penurunan CO, tekanan arteri sistemik, dan CBF dapat diminimalisir. (1,2,4,6) Rabe et al, melaporkan bahwa insidensi IVH secara signifikan (p<0,002) lebih rendah pada kelompok bayi dengan DCC [27/165 (16,4%)] dibandingkan kelompok bayi dengan
immediate cord
clamping / ICC [47/164 (27,7%)]. (4) b.
Meningkatkan Cadangan Besi (Fe)
Besi
merupakan
senyawa
esensial
pada
beberapa
aspek
perkembangan otak, termasuk myelinisasi, dendritogenesis, fungsi neurotransmitter,
serta
metabolisme
energi
neuronal
dan
glial.
Defisiensi besi pada anak-anak tentu akan berkaitan degan defisit kognitif dan behavioral.(8) Prevalensi anemia defisiensi besi terbilang tinggi pada wanita usia reproduktif dan anak - anak dibawah 5 tahun pada negara - negara berpenghasilan menengah kebawah. Pada daerah dimana angka ibu dengan anemia defisiensi yang tinggi, dikatakan hingga 30% bayi juga mengalami anemia defisiensi besi.(4) Beberapa sumber menyebutkan bahwa cadangan besi bayi baru lahir berkaitan dengan status zat besi ibu, sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, dan waktu dilakukannya pemotongan tali pusat.(5) Pada
bayi
dengan
usia
kehamilan
aterm,
penundaan
pemotongan tali pusat selama 1-3 menit setelah persalinan memberikan
6
tambahan ± 80 mL darah dari plasenta ke sirkulasi bayi. Tambahan darah ini (plasma dan sel darah merah) meningkatkan jumlah besi pada sirkulasi sebanyak 40-50 mg. Tambahan besi dari transfusi plasenta ini, bersama dengan ± 75 mg/kg zat besi dalam tubuh pada bayi aterm, dapat membantu mencegah terjadinya anemia defisiensi besi selama 3-6 bulan kehidupan pasca persalinan.(2,4,7,8) Andersson et al menambahkan, setelah dilakukan follow up 4 bulan pasca persalinan, prevalensi defisiensi besi lebih rendah terjadi pada kelompok bayi dengan DCC. Mereka menambahkan, konsentrasi ferritin serum lebih tinggi secara signifikan (p<0,001) pada kelompok bayi dengan DCC (117 ug/L) dibandingkan kelompok bayi dengan ICC (81 ug/L).(8) 2.3.2. Kekurangan DCC
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa DCC memberikan efek berupa jaundice (akibat pemecahan sel darah merah yang berlebihan), yang tercatat kejadiannya lebih tinggi dibandingkan dengan Immediate Cord Clamping (ICC), walaupun perbedaannya tidak signifikan. Dikatakan pula bahwa secara signifikan, lebih banyak bayi dengan DCC membutuhkan fototerapi sebagai tatalaksana jaundice (4,36%), dibandingkan bayi dengan ICC (2,74%).(9) Disamping itu, DCC pada keadaan tertentu, akan menunda tatalaksana bagi ibu dengan perdarahan post partum dan atau resusitasi bagi bayi itu sendiri.(10) Untuk menangani hal tersebut, dapat dilakukan Cord Milking (melakukan pemijatan tali pusat ke arah bayi untuk mengalirkan darah dari plasenta ke sirkulasi bayi). Prosedur ini hanya membutuhkan waktu 18 ± 5 detik, sehingga diperoleh transfusi plasenta yang lebih cepat sebelum dilakukan ICC.(1,10) 2.3.3. Implementasi DCC
DCC sebagai tatalaksana awal bayi baru lahir mulai direkomendasikan oleh beberapa badan yang bergerak pada bidang terkait, antara lain: Tabel 1. Rekomendasi pelaksanaan DCC. (11)
7
WHO
Ekstrem Preterm
Preterm
Aterm
(<28 mgg UK)
(28-37 mgg UK)
(>37 mgg UK)
DCC 1-3 menit pasca persalinan direkomendasikan untuk semua persalinan dengan perawatan neonatal esensial secara simultan.
ACOG
Terdapat
bukti
yang
mendukung
dilakukannya DCC pada bayi preterm.
Tidak terdapat cukup bukti yang mendukung atau menolak keuntungan DCC untuk bayi aterm dengan fasilitas yankes yang memadai.
AAP SOGC
Mengulang rekomendasi ACOG. Direkomendasikan
DCC
kurangnya 60 detik.
sekurang
-
Risiko jaundice lebih tinggi dibandingkan
keuntungan
DCC. RCOG
DCC dilakukan kecuali jika terdapat keadaan darurat seperti perdarahan post partum hebat atau bayi memerlukan resusitasi segera.
ILCOR
DCC sekurang - kurangnya 1 menit pada bayi yang tidak memerlukan resusitasi. Bukti yang ada tidak mendukung atau menolak DCC ketika resusitasi dibutuhkan.
Singkatan: mgg UK minggu usia kehamilan, WHO World Health Organization , ACOG
American College of Obstetricians and Gynecologists , AAP American Academy of Pediatrics , SOGC Society of Obstetricians and Gynaecologists of Canada , RCOG Royal College of Obstetricians and Gynaecologists , ILCOR International Liaison Committee on Resuscitation , DCC Delayed Cord Clamping.
Keputusan untuk melakukan DCC atau ICC sebaiknya ditetapkan setelah melakukan penilaian mengenai perlu atau tidaknya dilakukan resusitasi pada bayi.(5) Bayi sebaiknya tidak diangkat lebih tinggi dari introitus vagina pada persalinan pervaginam atau lebih tinggi dari dinding perut ibu pada persalinan seksio cesarean untuk meningkatkan transfusi plasenta. Pada keadaan dimana bayi membutuhkan resusitasi atau pada ibu dengan perdarahan pasca persalinan,
beberapa
penelitian
merekomendasikan
dilakukannya
Cord
Milking .(1,5,10)
8
2.3.4. Kontraindikasi DCC
Sementara belum terdapat rekomendasi medis berdasarkan bukti yang kuat (evidence based medicine) mengenai kontraindikasi absolut, perlu diketahui bahwa pada beberapa keadaan, tidak ideal untuk dilakukan DCC, antara lain:
prolapsus tali pusat, perdarahan antepartum, gawat janin
terutama pada kehamilan multiple, dan adanya kecurigaan aspirasi mekonium.(11)
9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Mengutip guideline yang dikeluarkan WHO, beberapa keuntungan yang diperoleh dari implementasi DCC 1-3 menit pasca persalinan antara lain: Tabel 2. Ringkasan keuntungan implementasi DCC pada ibu dan bayi. (7,12) Keuntungan Langsung
Keuntungan Jangka Panjang
(I mmediate Benefits)
(Long-term Benefi ts)
Bayi Preterm Penurunan risiko:
Bayi Aterm Memberikan
Ibu Tidak terdapat
Bayi Preterm Meningkatkan
Bayi Aterm Meningkatkan
Perdarahan
volume darah &
efek bagi ibu,
hemoglobin
status
intraventrikuler
cadangan besi
terutama
hingga 10
hematologi
Necrotizing
yang adekuat
sebagai
minggu
(Hemoglobin
enterocolitis
pencegahan
kelahiran
dan
Late-onset sepsis
perdarahan
hematokrit)
pasca persalinan
hingga 2-4
Penurunan kebutuhan
bulan
akan:
kelahiran
Transfusi akibat anemia / penurunan
Meningkatkan:
Plasenta yang
Memberikan
Meningkatkan
tek. darah
Hematokrit
kurang terisi
keuntungan
status zat besi
Ventilasi mekanik
Hemoglobin
darah
pada neuro-
hingga 6 bulan
mempercepat
developmental
kelahiran
Meningkatkan:
proses kala tiga
bayi laki-laki
Hematokrit
persalinan dan
Hemoglobin
Oksigenasi otak
Tek. darah
menurunkan risiko rest plasenta
Namun demikian, tingginya konsentrasi hemoglobin meningkatkan risiko hiperbilirubinemia dan memperpanjang masa perawatan untuk pemberian fototerapi. DCC juga menunda dilakukannya resusitasi pada neonatus apabila diperlukan. Secara umum, bila dibandingkan dengan ICC, DCC tidak menyebabkan perburukan skor Apgar, pH tali pusat, atau kemungkinan terjadinya distress nafas akibat polisitemia.(5)
10
The
American
College
of
Obstetricians
and
Gynecologists
menyimpulkan bahwa tidak terdapat cukup bukti yang mendukung atau menolak dilakukannya DCC untuk bayi aterm dengan fasilitas pelayanan kesehatan yang memadai. Namun pada bayi preterm, bukti-bukti medis mendukung dilakukannya DCC. (5) Mengingat hal-hal tersebut, keputusan untuk melakukan DCC atau ICC sebaiknya ditetapkan setelah melakukan penilaian mengenai perlu atau tidaknya dilakukan resusitasi pada bayi dan atau ibu, serta ketersediaan sarana fototerapi.(5,9)
11
DAFTAR PUSTAKA
1.
Bhatt S, Polglase GR, Wallace EM. Ventilation Before Umbilical Cord Clamping Improves the Physiological Transition at Birth. Front Pediatr . 2014;2(113):1-8.
2.
Duley L, Drife J, Soe A, Weeks A. Clamping of the Umbilical Cord and Placental Transfusion. Royal College of Obstetricians and Gynaecologists. 2015;17(3).
3.
Spurway J, Logan P, Pak S. The Development, Structure and Blood Flow Within the Umbilical Cord With Particular Reference To the Venous System. AJUM . 2012;15(3):97-102.
4.
Raju T, Singhal N. Optimal Timing For Clamping the Umbilical Cord After Birth. Clin Perinatol . 2012;39(4):889-900.
5.
Cunningham FG. Vaginal Delivery. In: Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom SL, editors. Williams Obstetrics. Ed 24. New York: McGraw-Hill Education; 2014. p.536.
6.
Mercer JS, Vohr BR, McGrath MM. Delayed Cord Clamping in Very Preterm Infants Reduces the Incidence of Intraventricular Hemorrhage and Late-Onset
Sepsis:
A
Randomized,
Controlled
Trial.
Pediatrics.
2006;117(4):1235-42. 7.
Chaparro C, Lutter C. Beyond Survival: Integrated Delivery Care Practices For Long-Term Maternal and Infant Nutrition, Health and Development. 2013. Washington DC: Pan American Health Organization. 2:1-77.
8.
Andersson O, Hellström-Westas L, Andersson D. Effect of Delayed Versus Early Umbilical Cord Clamping on Neonatal Outcomes and Iron Status at 4 Months: A Randomised Controlled Trial. BMJ . 2011;343:1-12.
9.
McDonald S, Middleton P, Dowswell T. Effect of timing of umbilical cord clamping of term infants on maternal and neonatal outcomes. Cochrane Database of Systematic Reviews. 2013 (7):1-60.
10. Niermeyer S, Velaphi S. Promoting Physiologic Transition at Birth: ReExamining Resuscitation and the Timing of Cord Clamping. Semin Fetal Neonatal Med . 2013;18(6):385-92.
12
11. McAdams RM, Backes CH, Hutchon DJR. Steps For Implementing Delayed Cord Clamping an A Hospital Setting. Maternal Health, Neonatology and Perinatology. 2015;1(1):1-8. 12. WHO. Guideline: Delayed Umbilical Cord Clamping For Improved Maternal and Infant Health and Nutrition Outcomes. Geneva: World Health Organization; 2014.
13