BAB 1 PENDAHULUAN
Aspirasi benda asing di bronkus sering menyebabkan gangguan pernafasan pada anak dan merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas karena dapat mengakibatkan gangguan nafas akut, penyakit paru kronis dan bahkan kematian. Umumnya terjadi pada anak usia antara 6 bulan sampai 4 tahun dengan puncaknya pada umur 1-2 tahun. Diperkirakan aspirasi benda asing bertanggung bertanggun g jawab terhadap 7% kematian mendadak pada anak dibawah usia 4 tahun. Di Amerika Serikat, pada tahun 2006 terdapat 4100 kasus (1.4 per 100.000) kematian anak yang disebabkan 1
aspirasi benda asing di jalan nafas.
Di Departemen THT-KL FKUI RSCM Sub Departemen Bronko-esofagologi dari bulan Januari 2002 sampai Agustus 2004, tercatat 43 kasus aspirasi yang telah dilakukan tindakan bronkoskopi. Penderita terbanyak berusia di bawah 3 tahun, lebih sering pada anak laki-laki, dan kacang merupakan benda asing organik yang terbanyak. Di Bagian THT-KL FKUA RS M. Jamil Padang selama priode Januari 2009 sampai Maret 2010 tercatat 8 kasus aspirasi benda asing yang telah dilakukan tindakan bronkoskopi. Sebanyak 4 kasus adalah aspirasi kacang tanah, 3 pluit mainan 2
dan 1 kasus jarum pentul.
Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masingmasing adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda asing terjadi pada anak usia 1 3 tahun. Rasio laki-laki banding wanita –
3
adalah 1,4 : 1.
Benda asing pada saluran napas dapat terjadi pada semua umur terutama anakanak karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam mulutnya bahkan sering
1
bermain atau menangis pada waktu makan. Benda asing dalam esophagus dapat menyebabkan keadaan yang berbahaya, seperti penyumbatan dan penekanan ke jalan nafas. Gejala sumbatan benda asing di saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan, sifat, bentuk dan ukuran benda asing. Pada prinsipnya benda asing di esofagus dan saluran napas ditangani dengan pengangkatan segera secara 4
endoskopik dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang minimal.
2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 4.1. Anatomi Saluran Pernapasan
Pernapasan atau respirasi merupakan suatu proses pengambilan oksigen dan pengeluaran karbon dioksida di dalam tubuh. Sistem pernapasan p ernapasan terdiri t erdiri dari alat-alat pernapasan yang berfungsi memasukkan udara yang mengandung oksigen dan 5
mengeluarkan udara yang mengandung karbon dioksida dan uap air (gambar 1).
Gambar 1. Sistem Pernapasan Manusia. a. Rongga Hidung (Cavum Nasalis)
Udara dari luar akan masuk lewat rongga hidung (cavum nasalis). Rongga hidung berlapis selaput lendir, di dalamnya terdapat kelenjar minyak (kelenjar sebasea) dan kelenjar keringat (kelenjar sudorifera). Selaput lendir berfungsi menangkap benda asing yang masuk lewat saluran pernapasan. Selain itu, terdapat juga rambut pendek dan tebal yang berfungsi menyaring partikel kotoran yang masuk
3
bersama udara. Juga terdapat konka yang mempunyai banyak kapiler darah yang berfungsi menghangatkan udara yang masuk. Di sebelah belakang rongga hidung terhubung dengan nasofaring melalui dua lubang yang disebut choanae. Pada permukaan rongga hidung terdapat rambut-rambut halus dan selaput lendir yang 5
berfungsi untuk menyaring udara yang masuk ke dalam rongga hidung. b. Faring
Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofarings) pada bagian depan dan saluran pencernaan (orofarings) pada bagian belakang. Pada bagian belakang faring (posterior) terdapat laring (tekak) tempat terletaknya pita suara (pita vocalis). Masuknya udara melalui faring akan menyebabkan pita suara bergetar dan terdengar 5
sebagai suara.
Makan sambil berbicara dapat mengakibatkan makanan masuk ke saluran pernapasan karena saluran pernapasan pada saat tersebut sedang terbuka. Walaupun demikian, saraf kita akan mengatur agar peristiwa menelan, bernapas, dan berbicara 5
tidak terjadi bersamaan sehingga mengakibatkan gangguan kesehatan.
Fungsi utama faring adalah menyediakan saluran bagi udara yang keluar masuk dan juga sebagi jalan makanan dan minuman yang ditelan, faring juga 5
menyediakan ruang dengung (resonansi) untuk suara percakapan. c. Trakea
Trakea berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di rongga dada (torak). Dinding trakea tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi 5
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
4
Trakea terletak di sebelah depan kerongkongan (faring). Di dalam rongga dada, trakea bercabang menjadi dua cabang bronkus. Di dalam paru-paru, bronkus bercabang-cabang lagi menjadi saluran yang sangat kecil disebut bronkiolus. Ujung 5
bronkiolus berupa gelembung kecil yang disebut gelembung paru-paru (alveolus). d. Laring
Laring merupakan suatu saluran yang dikelilingi oleh tulang rawan. Laring berada diantara orofaring dan trakea, didepan lariofaring. Salah satu tulang rawan pada laring disebut epiglotis. Epiglotis terletak di ujung bagian pangkal laring. Laring diselaputi oleh membrane mukosa yang terdiri dari epitel berlapis pipih yang cukup tebal sehingga kuat untuk menahan getaran-getaran suara pada laring. Fungsi utama 5
laring adalah menghasilkan suara dan juga sebagai tempat keluar masuknya udara.
Pangkal tenggorok disusun oleh beberapa tulang rawan yang membentuk jakun. Pangkal tenggorok dapat ditutup oleh katup pangkal tenggorok (epiglotis). Pada waktu menelan makanan, katup tersebut menutup pangkal tenggorok dan pada waktu bernapas katup membuka. Pada pangkal tenggorok terdapat selaput selaput suara yang 5
akan bergetar bila ada udara dari paru-paru, misalnya pada waktu kita bicara. e. Bronkus
Trakea bercabang menjadi dua bagian, yaitu bronkus kanan dan bronkus kiri. Struktur lapisan mukosa bronkus sama dengan trakea, hanya tulang rawan bronkus bentuknya tidak teratur dan pada bagian bronkus yang lebih besar cincin tulang rawannya melingkari lumen dengan sempurna. Bronkus bercabang-cabang lagi 5
menjadi bronkiolus.
Bronkus sebelah kanan(bronkus primer) bercabang menjadi tiga bronkus lobaris (bronkus sekunder), sedangkan bronkus sebelah kiri bercabang menjadi dua bronkiolus. Cabang-cabang yang paling kecil masuk ke dalam gelembung paru-paru
5
atau alveolus. Dinding alveolus mengandung kapiler darah, melalui kapiler-kapiler darah dalam alveolus inilah oksigen dan udara berdifusi ke dalam darah. Fungsi utama bronkus adalah menyediakan jalan bagi udara yang masuk dan keluar paru5
paru.
f.
Paru-paru
Paru-paru terletak di dalam rongga dada bagian atas, di bagian samping dibatasi oleh otot dan rusuk dan di bagian bawah dibatasi oleh diafragma yang berotot kuat. Paru-paru ada dua bagian yaitu paru-paru kanan (pulmo dekster) yang terdiri atas 3 lobus dan paru-paru kiri (pulmo sinister) yang terdiri atas 2 lobus. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput yang tipis, disebut pleura. Selaput bagian dalam yang langsung menyelaputi paru-paru disebut pleura dalam (pleura visceralis) dan selaput yang menyelaputi rongga dada yang bersebelahan dengan tulang rusuk disebut pleura luar (pleura parietalis). Paru-paru tersusun oleh bronkiolus, alveolus, jaringan elastik, dan pembuluh darah. Bronkiolus tidak mempunyai tulang rawan,tetapi ronga bronkus masih bersilia dan dibagian ujungnya mempunyai epitelium berbentuk kubus bersilia. Setiap bronkiolus terminalis bercabang-cabang lagi menjadi bronkiolus respirasi, kemudian menjadi duktus alveolaris. Pada dinding duktus alveolaris mangandung 5
gelembung-gelembung yang disebut alveolus.
4.2. Corpus Alienum (Benda Asing) di Saluran Napas
Benda asing di dalam suatu organ adalah benda yang berasal dari luar tubuh 2,4
atau dari dalam tubuh, yang dalam keadaan normal tidak ada. Benda asing dalam suatu organ dapat terbagi atas benda asing eksogen (dari luar tubuh) dan benda asing 3,6
endogen (dari dalam tubuh) yang dalam keadaan normal benda tersebut tidak ada.
Benda asing di saluran napas (trakeobronkial) dapat merupakan benda asing eksogen atau endogen. Benda asing eksogen terdiri dari zat organik seperti kacang-
6
kacangan, tulang, dan lain-lain; dan zat anorganik seperti peniti, jarum dan lain-lain. 6
Benda asing endogen contohnya krusta, mekonium dan lain-lain.
Benda asing pada saluran napas dapat terjadi pada semua umur terutama anakanak karena anak-anak sering memasukkan benda ke dalam mulutnya, bahkan sering bermain atau menangis pada waktu makan. Aspirasi benda asing adalah suatu hal 5
yang sering ditemukan dan ditangani dalam situasi gawat darurat. Secara statistik, persentase aspirasi benda asing berdasarkan letaknya masing-masing adalah; hipofaring 5%, laring/trakea 12%, dan bronkus sebanyak 83%. Kebanyakan kasus aspirasi benda asing terjadi pada anak usia <15 tahun; sekitar 75% aspirasi benda 3
asing terjadi pada anak usia 1 3 tahun. Rasio laki-laki banding wanita adalah 1,4 : 1. –
Benda asing bronkus paling sering berada di bronkus kanan, karena bronkus utama kanan lebih besar, mempunyai aliran udara lebih besar dan membentuk sudut lebih kecil terhadap trakea dibandingkan dengan bronkus utama kiri. Benda asing di saluran napas dapat menjadi penyebab berbagai penyakit paru, baik akut maupun 6
kronis, dan harus dianggap sebagai diagnosa banding. 4.2.1. Faktor-faktor Predisposisi
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi benda asing ke dalam saluran 3,6
napas, antara lain:
Faktor individual; umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, tempat tinggal.
Kegagalan mekanisme proteksi yang normal, antara lain; keadaan tidur, kesadaran menurun, alkoholisme dan epilepsi.
Faktor fisik; kelainan dan penyakit neurologik.
Proses menelan yang belum sempurna pada anak.
7
Faktor dental, medical dan surgical dan surgical , misalnya misalnya tindakan bedah, ekstraksi gigi, belum tumbuhnya gigi molar pada anak usia kurang dari 4 tahun.
Faktor kejiwaan, antara lain; emosi, gangguan psikis.
Ukuran, bentuk dan sifat benda asing.
Faktor kecerobohan, antara lain; meletakkan benda asing di mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa, makan sambil bermain, memberikan kacang atau permen pada anak yang gigi molarnya belum tumbuh.
4.2.2. Patogenesis
Benda asing masuk ke saluran nafas saat laring terbuka atau pada saat terjadi aspirasi. Benda asing yang masuk ke saluran nafas akan mengakibatkan terjadinya reflek batuk, kemudian akan muncul gejala sesuai dengan lokasi, besarnya sumbatan 2,6
dan lamanya benda asing berada di dalam saluran nafas.
Benda asing yang masuk ke dalam saluran nafas akan menimbulkan reaksi pada jaringan sekitarnya. Reaksi jaringan yang timbul dapat berupa inflamasi lokal, edema, ulserasi, dan terbentuknya jaringan granulasi yang dapat mengakibatkan obstruksi jalan nafas. Akibat obstruksi ini maka bagian distal dari sumbatan akan terjadi air trapping, empisema, atelektasis, abses paru dan bronkiektasi. Reaksi inflamasi akan mengakibatkan terjadinya peningkatan vaskularisasi mukosa, edema, dan bertambahnya secret mukoid. Berkurangnya gerakan silia mengakibatkan menumpuknya lendir atau sekret di ujung bronkiolus sehingga dapat mengakibatkan atelektasis maupun komplikasi lainnya. Bila terdapat infeksi dapat terbentuk pus serta 2
dapat terbentuk jaringan granulasi.
Obstruksi bronkus menurut Jackson&Jackson seperti dikutip Tamin S dkk, dibagi dalam 4 tipe yaitu:
2
8
1. Sumbatan sebagian dari bronkus ( by pass valve obstruction ) 2. Sumbatan pentil dengan ekpirasi yang terhambat (expiratory check valve obstruction ) 3. Sumbatan pentil dengan inspirasi yang terhambat (inspiratory check valve obstruction ) 4. Sumbatan total ( stop valve obstruction ) Kacang tanah merupakan benda asing organik yang bersifat higroskopis, mudah menjadi lunak dan mengembang oleh air serta menyebabkan iritasi pada mukosa. Hal ini dapat menyebabkan peradangan hebat di saluran napas dan dapat membentuk jaringan granulasi. Reaksi ini berlangsung dengan cepat. Kacang tanah dapat mengakibatkan trakeobronkitis yang berat yang disebut dengan arachidic bronchitis. Setelah masa laten kira-kira 24 jam akan timbul gejala batuk dengan 2,6
sputum yang purulen dan disertai demam. 4.2.3. Diagnosa
Diagnosis klinis benda asing di saluran napas ditegakkan berdasarkan anamnesis adanya riwayat tersedak sesuatu, tiba-tiba timbul "choking" (rasa tercekik), gejala, tanda, pemeriksaan fisik dengan auskultasi, palpasi dan pemeriksaan radiologik sebagai pemeriksaan penunjang. Diagnosis pasti benda asing di saluran napas ditegakkan setelah dilakukan tindakan endoskopi atas indikasi diagnostik dan 8
terapi.
4.2.3.1. Anamnesis
Anamnesa yang teliti mengenai riwayat aspirasi dan gejala inisial sangat penting dalam diagnosis aspirasi benda asing. Kecurigaan adanya benda asing dan gejala inisial (choking) adalah dua hal yang signifikan berhubungan dengan kasus
9
2,8
aspirasi benda asing. Pada anak-anak kadang-kadang episode inisial belum dapat diungkapkan dengan baik oleh anak itu sendiri dan tidak disaksikan oleh orang tua atau pengasuhnya sehingga gejalanya mirip dengan penyakit paru yang lain. Gejala yang sering ditemukan pada kasus aspirasi benda asing yang telah berlangsung lama antara lain batuk, sesak nafas, wheezing, demam dan stridor. Perlu ditanyakan juga telah berapa lama, bentuk, ukuran dan jenis benda asing untuk mengetahui 8
simtomatologi dan perencanaan tindakan bronkoskopi. 4.2.3.2. Gejala Klinis
Gejala sumbatan benda asing di dalam saluran napas tergantung pada lokasi benda asing, derajat sumbatan (total atau sebagian), sifat, bentuk dan ukuran benda 2,3,4,6
asing.
Benda asing yang masuk melalui hidung dapat tersangkut di hidung,
nasofaring, laring, trakea dan bronkus. Benda yang masuk melalui mulut dapat tersangkut di orofaring, hipofaring, tonsil, dasar lidah, sinus piriformis, esofagus atau dapat juga tersedak masuk ke dalam laring, trakea dan bronkus. Gejala yang timbul bervariasi, dari tanpa gejala hingga kematian sebelum diberikan pertolongan akibat 3,6
sumbatan total.
Riwayat memasukkan benda asing ke dalam mulut kemudian
tersedak (85%), batuk yang paroksismal (59%), nafas berbunyi (57%) dan sumbatan jalan nafas yang nyata n yata (5%). Gejala lain yang muncul adalah demam, batuk berdarah, pneumotoraks. Seseorang yang mengalami aspirasi benda asing saluran napas akan mengalami 3 stadium. Stadium pertama merupakan gejala permulaan yaitu batuk batuk hebat secara tiba-tiba (violent paroxysms of coughing), coughing), rasa tercekik (choking), (choking), rasa tersumbat di tenggorok (gagging) dan obstruksi jalan napas yang terjadi dengan segera. Pada stadium kedua, gejala stadium permulaan diikuti oleh interval asimtomatis. Hal ini karena benda asing tersebut tersangkut, refleks-refleks akan melemah dan gejala rangsangan akut menghilang. Stadium ini berbahaya, sering menyebabkan keterlambatan diagnosis atau cenderung mengabaikan kemungkinan aspirasi benda
10
asing karena gejala dan tanda yang tidak jelas. Pada stadium ketiga, telah terjadi gejala komplikasi dengan obstruksi, erosi atau infeksi sebagai akibat reaksi terhadap 3,6
benda asing, sehingga timbul batuk-batuk, hemoptisis, pneumonia dan abses paru.
Pada fase pulmonum, benda asing berada di bronkus dan dapat bergerak ke perifer. Pada fase ini udara yang masuk ke segmen paru terganggu secara progresif, dan pada auskultasi terdengar ekspirasi memanjang disertai denagn mengi. Derajat sumbatan bronkus dan gejala yang ditimbulkannya bervariasi, tergantung pada bentuk, ukuran, dan sifat benda asing dan dapat timbul emfisema, atelektasis, 6
drowned lung, serta abses paru. 4.2.3.3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh pada kasus aspirasi benda asing sangat diperlukan. Kegawatan nafas atau sianosis memerlukan penanganan yang segera. Pada jam-jam pertama setelah terjadinya aspirasi benda asing, tanda yang bisa ditemukan di dada penderita adalah akibat perubahan aliran udara di traktus trakeobronkial yang dapat dideteksi dengan stetoskop. Benda asing di saluran nafas akan menyebabkan suara nafas melemah atau timbul suara abnormal seperti 8
wheezing pada satu sisi paru-paru.
Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan tidak adanya kelainan atau asimtomatis (40%), wheezing (40%) penurunan suara nafas pada sisi terdapatnya 2
benda asing (5%).7 Pada sumbatan jalan nafas yang nyata dapat ditemukan sianosis. 4.2.3.4. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus benda asing di saluran napas dapat dilakukan pemeriksaan radiologik dan laboratorium untuk membantu menegakkan diagnosis. Benda asing yang bersifat radioopak dapat dibuat Ro foto segera setelah kejadian, sedangkan benda asing radiolusen (seperti kacang-kacangan) dibuatkan Ro foto setelah 24 jam kejadian,
11
karena sebelum 24 jam kejadian belum menunjukkan gambaran radiolusen yang 3,6,8
berarti. Biasanya setelah 24 jam baru tampak tanda atelektasis atau emfisema.
Pemeriksaan radiologis leher dalam posisi tegak untuk penilaian jaringan
lunak leher dan pemeriksaan toraks postero anterior dan lateral sangat penting pada aspirasi benda asing. Pemeriksaan toraks lateral dilakukan dengan lengan di belakang punggung, leher dalam fleksi dan kepala ekstensi untuk melihat keseluruhan jalan napas dari mulut sampai karina. Karena benda asing di bronkus sering tersumbat di 6,8
orifisium bronkus utama atau lobus, pemeriksaan paru sangat memb antu diagnosis.
Kaur dkk dikutip Fitri dkk melaporkan hasil Rontgen toraks pada aspirasi benda asing didapatkan gambaran paru normal 32%, kolaps paru 32%, pergeseran mediastinum 20%, konsolidasi 20%, empisema 16%, dan benda asing radioopak 6%. Giannoni CM mendapatkan hasil Rontgen toraks normal 10% - 20%, atelektasis 22%, 2
pneumonia 20%, benda asing radioopak 13%, pada kasus aspirasi benda asing.
Video Fluoroskopi merupakan cara terbaik untuk melihat saluran napas
secara keseluruhan, dapat mengevaluasi pada saat ekspirasi dan inspirasi dan adanya obstruksi parsial. Emfisema obstruktif merupakan bukti radiologic pada benda asing di saluran napas setelah 24 jam benda teraspirasi. Gambaran emfisema tampak sebagai pergeseran mediastinum ke sisi paru yang sehat pada saat ekspirasi 3,6,8
(mediastinal shift) dan pelebaran interkostal.
Bronkogram berguna untuk benda asing radiolusen yang berada di perifer
pada pandangan endoskopi, serta perlu untuk menilai bronkiektasis akibat benda 6,8
asing yang lama berada di bronkus.
Pemeriksaan laboratorium darah diperlukan untuk mengetahui adanya 3,6,8
gangguan keseimbangan asam basa ba sa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial.
12
4.2.4. Penatalaksanaan
Prinsip umum penatalaksanaan aspirasi benda asing adalah mengeluarkan benda asing tersebut dengan segera dalam kondisi yang paling aman dan trauma yang 8
minimal. Situasi yang dianggap gawat darurat adalah:
1. Obstruksi jalan nafas akibat sumbatan total benda asing di laring atau traktus trakeobronkial yang harus diatasi pada saat diagnosis aspirasi benda asing ditegakkan. 2. Aspirasi benda asing organik yang cenderung menyebabkan sumbatan traktus trakeobronkial dengan cepat karena bersifat higroskopis. Keterlambatan mengeluarkan benda asing akan menambah kesulitan terutama pada anak. Bronkoskopi adalah suatu tindakan pemeriksaan bagian dalam trakeobronkial secara langsung yang dapat kita gunakan untuk diagnostik maupun terapi, seperti pada pengangkatan benda asing. Bronkoskopi harus dilakukan dalam waktu yang cepat dan tepat untuk mengurangi resiko komplikasi, tetapi tidak harus 8
dilakukan dengan terburu-buru tanpa persiapan yang baik dan hati-hati. Persiapan 8
Persiapan yang adekuat untuk ekstraksi benda asing antara lain: 1. Pendekatan
pada
orang
tua/keluarga,
diantaranya
untuk
memberikan
informasi mengenai resiko tindakan, kemungkinan trauma dan kegagalan ekstraksi. 2. Persiapan pasien:
Foto torak: PA saat inspirasi dan ekspirasi, lateral
Puasa 6 jam sebelum tindakan
Pemberian cairan yang adekuat
13
Pemeriksaan laboratorium (darah lengkap, skrining perdarahan/
pembekuan, elektrolit, gula darah, analisa urin) 3. Persiapan alat: harus tersedia bronkoskop dengan ukuran yang sesuai dengan umur penderita seperti tampak dalam tabel berikut: be rikut: 4. Penilaian duplikat benda asing untuk menentukan pilihan cunam yang akan dipakai, apakah cunam dapat memegang dengan baik saat benda asing ditarik keluar. 5. Analisis masalah: perlu dilakukan diskusi antara ahli THT, paru dan anestesi sebelum dilakukan tindakan ekstraksi mengenai kemungkinan resiko tindakan. Ekstraksi benda asing di traktus trakeobronkial merupakan problem mekanis yang memerlukan perencanaan yan baik. 6. Persiapan tim: kerjasama tim yang lengkap terdiri dari operator, ahli anestesi dan perawat yang yang berpengalaman berpengalaman sangat penting. penting. Tindakan baru dilakukan bila persiapan sudah lengkap dan anggota tim sudah siap. Bronkoskopi dengan bronkoskop kaku merupakan pilihan utama untuk mengeluarkan benda asing di traktus trakeobronkial terlebih-lebih pada anak-anak karena dapat mengontrol pernafasan selama tindakan. Keunggulan bronkoskop kaku diantaranya mempunyai variasi ukuran yang banyak, ujung/bibir skop dapat digunakan untuk melindungi mukosa dari benda asing yang tajam/ runcing pada saat ekstraksi, dapat digunakan untuk merubah posisi dan melepaskan benda asing dari jaringan, dan dapat membantu cunam agar dapat memegang benda asing dengan 8
baik. Bronkoskopi kaku dilaksanakan dalam anastesi umum agar anak dapat 1
dikondisikan dalam keaadaan tidak aktif.
Bronkoskop fleksibel digunakan untuk kasus-kasus untuk kasus-kasus tertentu pada anak yang sudah besar sudah besar atau orang dewasa di mana benda asing tersangkut jauh ke distal dan sulit dicapai dengan bronkoskop kaku, pasien dengan kesulitan ekstensi kepala, gangguan ventilasi mekanis, pasien dengan trauma atau fraktur rahang, leher atau kepala.
14
Kerugian penggunaan Kerugian penggunaan bronkoskop fleksibel adalah kesulitan mengontrol pernafasan secara adekuat, membutuhkan waktu yang lebih lama untuk ekstraksi dan terbatasnya 8
jenis cunam yang sesuai dengan benda asing.
Pemberian steroid dan antibiotika pre operatif dapat mengurangi komplikasi seperti edema jalan nafas dan infeksi. Antibiotik dan steroid tidak rutin diberikan sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus yang terlambat dalam diagnosisnya 2
dan pada benda asing organik. 4.2.5. Komplikasi
Komplikasi dapat disebabkan oleh benda asing itu sendiri atau trauma tindakan bronkoskopi. Komplikasi akut akibat tersangkutnya benda asing antara lain sesak nafas, hipoksia, asfiksia sampai henti jantung. Gangguan ventilasi ditandai dengan adanya sianosis. Komplikasi kronis antara lain pneumonia, dapat berlanjut dengan pembentukan kavitas dan abses paru, bronkiektasis, fistel bronkopleura, pembentukan jaringan granulasi atau polip akibat inflamasi pada mukosa tempat tersangkutnya benda asing. Dapat juga terjadi pneumomediastinum, pneumotoraks. Keterlambatan diagnosis aspirasi benda asing yang berlangsung lebih dari 3 hari akan menambah komplikasi seperti emfisema obstruktif, pergeseran mediastinum, 8
pneumonia dan atelektasis.
Komplikasi tindakan bronkoskopi antara lain aritmia jantung akibat hipoksia, retensi CO22 atau tekanan langsung selama manipulasi bronkus utama kiri. Komplikasi teknis yang paling mungkin terjadi pada operator yang kurang berpengalaman adalah benda asing masuk lebih jauh sampai ke perifer sehingga sulit dicapai oleh skop, laserasi mukosa, perforasi, atau benda asing masuk ke segmen yang tidak tersumbat pada saat dikeluarkan. Bisa juga terjadi edema laring dan reflek vagal. Komplikasi pasca bronkoskopi antara lain demam, infiltrat paru dan 8
pneumotorak, yang memerlukan bantuan ventilasi.
15
2.3. Anestesi Umum TIVA
TIVA merupakan kepanjangan dari total anastesi intravena. Tiva merupakan tekhnik anastesi umum dengan hanya menggunakan obat-obat anastesi yang dimasukkan lewat jalur intravena. TIVA digunakan untuk ketiga trias anastesi yaitu 9
hipnotik, analgetik, dan relaksasi otot.
Kebanyakan obat-obat anastesi intravena hanya mencakup 2 komponen anastesi, akan tetapi ketamin mempunyai ketiga trias anastesi sehingga ketamin 9
dianggap juga sebagai agent anastesi yang lengkap. Kelebihan TIVA adalah :
1. Dapat dikombinasikan atau terpisah dan dapat dititrasi dalam dosis yang lebih akurat dalam pemakaiannya. 2. Tidak mengganggu jalan nafas pada pasien 3. Mudah dilakukan
9
Indikasi Pemberian TIVA dalam prakteknya sehari-hari digunakan seb agai : 1.
Obat induksi anastesi umum
2.
Obat tunggal untuk anastesi pembedahan singkat
3.
Tambahan untuk obat inhalasi yang kurang kuat
4.
Obat tambahan anastesi regional
5.
Menghilangkan keadaan patologis akibat rangsangan SSP
9
Cara pemberian TIVA : 1.
Suntikan tunggal, untuk operasi singkat
2.
Suntikan berulang sesuai dengan kebutuhan
3.
Diteteskan lewat infuse
9
16
BAB 3 LAPORAN KASUS Kasus: Perempuan, 6 tahun datang ke RS HAM dengan keluhan sesak napas.
PRIMARY SURVEY (15.00 WIB) Primary Survey
Gejala
Kesimpulan
Tindakan
Evaluasi
Airway
Look Listen Feel Unclear (+) Snoring:(-) Gargling:(-) Crowing: (-) Stridor (+)
Posisi kepala Unclear miring ganjal bahu
Breathing
RR=30x/menit Hiperkarbia SP=vesikuler ST= Akral: H/M/K Hemodinamik TD:110/60 mmHg stabil HR: 120 x/menit, t/v: kuat/cukup Turgor kembali cepat Temp 37,5
Oksigenasi via nasal canule 2L/menit IV line No: 20 G IVFD RL 20gtt/menit, macro Ambil sampel darah cek Darah Rutin
Circulation
Disability
Alert
Exposure
Tidak ada kelainan
Kesadaran baik
RR=28x/menit
Akral: H/M/K TD : 110/60 mmHg HR : 110x/menit t/v kuat/cukup Turgor kembali cepat Temp 37,5 C Alert Tidak kelainan
ada
17
SECONDARY SURVEY (16.00) B1 : Airway : Unclear, RR=28x/I SP : vesikuler , ST : - , Gargling/Snoring/Crowing :-/-/-, stridor stridor (+), Riwayat sesak/asma/batuk/alergi sesak/asma/batuk/alergi (-/-/-/-), (-/-/-/-), Skor Mallampatti: 1, JMH > 6 cm, Gerak leher : bebas B2 : Akral : H/M/K, H/M/K, TD : 110/60 mmHg, HR : 110 x/i, Reguler, T/V kuat/cukup. B3 : Sens :CM, pupil isokor, isokor, ka=ki, Ø : 3/3mm, RC +/+. B4 : UOP: (Tidak terpasang kateter) B5 : Abdomen soepel, peristaltik pe ristaltik (+), MMT pkl 13.00 WIB (06-06-2013) B6 : Oedem pretibial (-)
3.1. Identitas Pasien
Nama
: SN
Jenis Kelamin
: Perempuan
Usia
: 6 tahun
Suku Bangsa
: Indonesia
Agama
: Islam
Alamat
: Jl. Husni Thamrin No.55 Gading Kec Datuk Bandar
Status
: Belum menikah
Pekerjaan
: Pelajar
Tanggal Masuk
: 7 Juni 2013
18
3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit
Keluhan Utama : sesak napas Telaah
: Hal ini sudah dialami pasien sejak 2 hari SMRS, dimana sebelumnya pasien bermain pulpen, dimana d imana ujungnya terlepas tanpa sengaja dan tertelan pasien dan masuk saluran pernafasan, awalnya keluarga tidak mengetahui kejadain tersebut akan tetapi semakin lama pasien semakin sesak, kemudian pasien dibawa kerumah sakit luar dan dilakukan pemeriksaan radiologis didapati adanya suatu benda asing di saluran nafas pasien. Kemudian pasien dirujuk sejawat THT ke adam malik untuk dilakukan pengangkatan benda asing. Batuk (+), darah (-), demam (+).
Riwayat Penyakit Terdahulu : tidak ada Riwayat Pemakaian Obat : tidak ada 3.3. Pemeriksaan Penunjang Hasil Laboratorium: Jenis Pemeriksaan Hb/Ht/leuko Hb/Ht/leukosit/P sit/Plt lt
PT/ INR/ APTT/TT Ur/Cr KGD Ad Random Na/K/Cl
Hasil 12.20 gr% / 38% / 22.1 x 10 /mm / 3 387.000/mm 16.5 (13.1)/ 1,29/ 31.7 (30.9)/ 13.5 (17.9) 16,8 mg/dl / 0,28 mg/dl 134 mg/dl 139 mEq/L /4,5 mEq/L/ 106 mEq/L
19
Hasil CT Scan Thorax
Diagnosa Fungsional : Corpus Alienum o/t bronchus Terapi
: -
Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam Inj. Dexamethasone ½ amp/ 8 jam
PS ASA
: 2E
Anestesi
: GA-TIVA
Posisi
: Supine
20
Penanganan Emergency di IGD: •
IV line sudah terpasang lancar
•
Pemeriksaan Lab lengkap
•
Informed consent untuk tindakan anestesi
Tindakan anestesi
Oksigenasi 8 lpm
Premedikasi : Midazolam 3 mg IV Fentanyl 50mcg IV Sulfas Atropine 0,25 mg IV
Medikasi : Propofol 60 mg IV Propofol 10 mg IV
Tindakan pembedahan (bronkoskopi):
Th/
Pasien ditidurkan di meja operasi dengan infuse terpasang
Dilakukan desinfeksi lapangan operasi
Dlakukan pemasangan bronkoskopi dengan bantuan laringoskopi
Dievaluasi bronkus dengan endoskopi2
Tampat benda asing di bronkus kanan
Manupulasi posisi benda asing
Evakuasi benda asing berhasil
Perdarahan (-)
KU post operasi baik -
IVFD RL 20 gtt/i
-
Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam
-
Inj. Dexa methasone ½ amp/ 8 jam
-
Inj. Ketorolac ½ amp/ 12 jam
21
3.5.
Follow up
S O
Post Op. H1 8/6/2013 B1:Airway:clear t, SP:Vesikuler, ST: (-) RR:18x /i. S/G/C: -/-/→
B2:Akral: H/M/K TD:120/70, HR:87x/I T/V:Cukup B3:Sens:CM, Pupil:Isokor, RC:+/+ B4:UOP (tidak terpasang kateter). B5:Abdomen soepel, Peristaltik(+)
A P
B6:Oedem (-), fracture (-) Post Bronkoskopi a/i korpus alienum o/t bronkus - IVFD RL 20 gtt/I - Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam - Inj. Dexamethasone ½ amp/ 8 jam - Inj. Ketorolac ½ amp/ 12 jam
S O
Acc pindah anestesi
Post Op. H2 9/6/2013 B1:Airway:clear t, SP:Vesikuler, ST: (-) RR:17x /i. S/G/C: -/-/→
B2:Akral: H/M/K TD:110/70, HR:84x/I T/V:Cukup B3:Sens:CM, Pupil:Isokor, RC:+/+ B4:UOP (tidak terpasang kateter). B5:Abdomen soepel, Peristaltik(+) B6:Oedem (-), fracture (-)
22
A P
Post Bronkoskopi a/i korpus alienum o/t bronkus - IVFD RL 20 gtt/I - Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam - Inj. Dexamethasone ½ amp/ 8 jam - Inj. Ketorolac ½ amp/ 12 jam
S O
Post Op. H3 10/6/2013 B1:Airway:clear t, SP:Vesikuler, ST: (-) RR:20x /i. S/G/C: -/-/→
B2:Akral: H/M/K TD:120/70, HR:80x/I T/V:Cukup B3:Sens:CM, Pupil:Isokor, RC:+/+ B4:UOP (tidak terpasang kateter). B5:Abdomen soepel, Peristaltik(+)
A P
B6:Oedem (-), fracture (-) Post Bronkoskopi a/i korpus alienum o/t bronkus - IVFD RL 20 gtt/I - Inj. Cefotaxim 1 gr/ 12 jam - Inj. Dexamethasone ½ amp/ 8 jam - Inj. Ketorolac ½ amp/ 12 jam
PBJ
23
BAB 4 PEMBAHASAN Kasus
Teori
Perempuan, 6 tahun, datang dengan Umumnya terjadi pada anak usia antara 6 keluhan sesak napas dan diduga karena bulan sampai 4 tahun dengan puncaknya aspirasi benda asing.
pada umur 1-2 tahun. Rasio laki-laki banding wanita adalah 1,4 : 1.
Pasien datang dengan keluhan sesak Riwayat memasukkan benda asing ke napas dan dijumpai adanya batuk dan dalam mulut kemudian tersedak (85%), stridor serta adanya riwayat bermain batuk yang paroksismal (59%), nafas dengan
menggunakan
pulpen
dan berbunyi (57%) dan sumbatan jalan nafas na fas
ujungnya terlepas.
yang nyata (5%). Gejala lain yang muncul adalah demam, batuk berdarah, pneumotoraks.
Hasil laboratorium menunjukkan adanya Pemeriksaan leukositosis dan pada CT Scan tampak diperlukan adanya benda asing pada bronkus kanan.
laboratorium untuk
darah
mengetahui
adanya
gangguan keseimbangan asam basa serta tanda infeksi traktus trakeobronkial/ Hasil Rontgen toraks pada aspirasi benda asing didapatkan gambaran paru normal 32%,
kolaps
mediastinum empisema
paru 20%,
16%,
32%,
pergeseran
konsolidasi dan
benda
20%, asing
radioopak 6%. Pasien
kemudian
Corpus
alienum
didiagnosa o/t
dengan Prinsip umum penatalaksanaan aspirasi
bronchus
dan benda asing adalah mengeluarkan benda
24
direndanakan untuk dilakukan tindakan asing tersebut dengan segera dalam bronkoskopi untuk mengevakuasi benda kondisi yang paling aman dan trauma asing tersebut
yang minimal. Bronkoskopi
adalah
suatu
tindakan
pemeriksaan bagian dalam trakeobronkial secara langsung yang dapat kita gunakan untuk diagnostik maupun terapi, seperti pada pengangkatan benda asing. Pada pasien oleh dokter THT diberikan Pemberian steroid dan antibiotika pre injeksi
cefotaxime
dan
injeksi operatif dapat mengurangi komplikasi
dexamethaxone.
seperti edema jalan nafas dan infeksi. Antibiotik
dan
steroid
tidak
rutin
diberikan sebelum tindakan bronkoskopi, hanya pada kasus yang terlambat dalam diagnosisnya
dan
pada
benda
asing
organik. Pada
pasien
anestesi TIVA.
direncanakan
dengan
tindakan Bronkoskopi kaku dilaksanakan dalam
menggunakan
GA- anastesi
umum
agar
anak
dapat
dikondisikan dalam keaadaan tidak aktif.
25
DAFTAR PUSTAKA
Fitri, F., Novialdi dan Roza, Y., Keterlambatan Tindakan Bronkoskopi Pada Suspek Benda Asing di Bronkus. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas Padang
–
–
Indonesia. Fitri, F., dan Pulungan, M.R., Ekstraksi Benda Asing (Kacang Tanah) di Bronkus dengan Bronkoskop Kaku. Bagian Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Bedah Kepala Leher. Fakultas Kedokteran. Universitas Andalas –
Padang Indonesia. Indonesia. –
Perkasa, M.F., 2009. Ekstraksi Benda Asing Laring (Rotan) dengan Neuroleptic Anesthesia. Medicinus Anesthesia. Medicinus,, 22(2): 58-60. Asroel, H,A,. 2007. Ekstraksi Benda Asing di Bronkus dan Esofagus. Majalah Kedokteran Nusantara, Nusantara, 40(2): 156-160. Sugito, Tarigan,H.M.M., Soeroso, L.S., 1992. Benda 1992. Benda Asing di Saluran Napas. Napas. Bagian Ilmu Penyakit Paru FK USU/RS Dr. Pringadi. Medan. Junizaf, M.H., 2001. Benda asing di saluran napas. Dalam: Soepardi, E.A., dan Iskandar, N., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher, edisi kelima, Balai penerbit FK UI, Jakarta, 218-23. Kurnaidi W.G., dan Purwanto T.B., 1999. Benda Asing pada Bronkus. Kumpulan Bronkus. Kumpulan naskah ilmiah KONAS PERHATI XII : 426-33. Saragih, A.R., dan Aliandri, 2007. Benda Asing Kacang di Trakea. Majalah Kedokteran Nusantara, 40(1): 74-80.
26