Kompas Minggu, 10 Juni 2007 Cinta di Atas Perahu Cadik Cerpen: Seno Gumira Ajidarma
Bersama dengan datangnya pagi maka air laut di tepi pantai itu segera menjadi hijau. Hayati yang biasa memikul air sejak subuh, sambil menuruni tebing bisa melihat bebatuan di dasar pantai yang tampak kabur di bawah permukaan air laut yang hijau itu. Cahaya keemasan matahari pagi menyapu pantai, membuat pasir yang basah berkilat keemasan setiap kali lidah ombak kembali surut ke laut. Onggokan batu karang yang kadang-kadang menyerupai perahu tetap teronggok sejak semalam, sejak bertahun, sejak beribu-ribu tahun yang lalu. Bukankah memang perlu waktu jutaan tahun bagi angin untuk membentuk dinding karang menjadi onggokan batu yang mirip dengan sebuah perahu. Para nelayan memang hanya tahu perahu. Bulan sabit mereka hubungkan dengan perahu, gugusan bintang mereka hubung-hubungkan dengan cadik penyeimbang perahu, seolaholah angkasa raya adalah ruang pelayaran bagi perahu-perahu seperti yang mereka miliki, bahkan atap rumah-rumah mereka dibuat seperti ujung-ujung perahu. Tentu, Tentu, bagaimana mungkin kehidupan para nelayan dilepaskan dari perahu Hayati masih terus menuruni tebing setengah berlari dengan pikulan air pada bahunya. !akinya yang telanjang bagaikan mempunyai alat perekat, melangkah di atas batu-batu hitam berlumut tanpa pernah terpeleset sama sekali, sekaligus bagaikan terlapis karet atau plastik alas sepatu karena seolah tidak berasa sedikit pun juga ketika menapak di atas batu batu karang yang tajam tiada berperi. "#ukab$ Tunggu aku$" %i pantai, tiba-tiba terdengar derum suara mesin. "Cepatlah$" ujar lelaki bernama #ukab itu. Ternyata Hayati tidak langsung menuju ke perahu bermesin tempel tersebut, melainkan berlari dengan pikulan air yang berat di bahunya itu. Hayati berlari begitu cepat, seolaholah beban di bahunya tiada mempunyai arti sama sekali. &a meletakkannya begitu saja di samping gubuknya, lantas berlari kembali ke arah perahu #ukab. "Hayati$ 'au ke mana" #eorang nenek tua muncul di pintu gubuk. Terlihat Hayati mengangkat kainnya dan berlari cepat sekali. (idah-lidah ombak berkecipak dalam laju lari Hayati. )ajahnya )ajahnya begitu cerah menembus angin yang selalu ribut, yang selalu memberi kesan betapa sesuatu sedang terjadi. #eekor anjing bangkit dari lamunannya yang panjang, lantas melangkah ringan sepanjang pantai yang pada pagi itu baru memperlihatkan jejak-jejak kaki #ukab dan Hayati. Perahu #ukab melaju ke tengah laut. #eorang lelaki muncul dari dalam gubuk. "!e mana Hayati, 'ak" *enek tua itu menoleh dengan kesal. "Pergi bersama #ukab tentunya$ !ejar sana ke tengah laut$ (elaki apa kau ini$ #udah tahu
istri dibawa orang, bukannya mengamuk malah merestui$" (elaki itu menggeleng-gelengkan kepala. "Hayati dan #ukab saling mencintai, kami akan bercerai dan biarlah dia bahagia menikahi #ukab, aku juga sudah bicara kepadanya." *enek yang sudah bungkuk itu mengibaskan tangan. "%ullaaaaah$ %ullah$ #uami lain sudah mencabut badik dan mengeluarkan usus #ukab jahanam itu$" (elaki yang agaknya b bernama ernama %ullah itu masuk kembali, masih terdengar suaranya sambil tertawa dari dalam gubuk. "Cabut badik Heheheh. &tu sudah tidak musim lagi 'ak$ (ebih baik cari istri lain$ Tapi Tapi aku lebih suka nonton ti+i$" ngin bertiup kencang, sangat kencang, dan memang selalu kencang di pantai itu. Perahu #ukab yang juga bercadik melaju bersama cinta membara di atasnya. Pada akhir hari setelah senja menggelap, burung-burung camar menghilang, dan perahu perahu lain telah berjajar-jajar kembali di pantai sepanjang kampung nelayan itu, perahu #ukab belum juga kelihatan. 'enjelang tengah malam, nenek tua itu pergi dari satu gubuk ke gubuk lain, menanyakan apakah mereka melihat perahu #ukab yang membawa Hayati di atasnya. awaban mereka bermacam-macam, tetapi membentuk suatu rangkaian. "a, "a, kulihat perahu #ukab menyalipku dengan Hayati di atasnya. a tasnya. !ulihat mereka tertawatawa." "Perahu #ukab menyalipku, kulihat Hayati menyuapi #ukab dengan nasi kuning dan mereka tampaknya sangat bahagia." "Oh, ya, jadi itu perahu #ukab$ !ulihat perahu berlayar kumal itu menuruti angin, mesinnya sudah mati, tetapi tidak tampak seorang pun di atasnya." *enek itu memaki. "&stri orang di perahu suami orang$ !eterlaluan$" *amun ia masih mengetuk pintu gubuk-gubuk yang lain. "ku lihat perahunya, tetapi tidak seorang pun di atasnya. Bukankah memang selalu begitu jika Hayati berada di perahu #ukab" "a, "a, tidakkah selalu begitu !alau Hayati naik perahu #ukab, bukannya b ukannya tambah penumpang, tetapi orangnya malah berkurang" 'elangkah sepanjang pantai sembari menghindari air pasang, nenek tua itu menggerundal sendirian. "Bermain cinta di atas perahu$ Perbuatan yang mengundang kutukan$"
&a menuju gubuk #ukab. #eorang anak perempuan yang rambutnya merah membuka pintu itu, di dalam terlihat istri #ukab terkapar meriang karena malaria. ")aleh$ ")aleh$ pa kau tahu #ukab #uk ab pergi dengan Hayati" Perempuan bernama )aleh )aleh itu menggigil di dalam kain batik b atik yang lusuh, mulutnya bergemeletuk seperti sebuah mesin. )ajahnya )ajahnya pucat, berkeringat, dan di dahinya tertempel sebuah koyo. &a hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala. *enek tua itu melihat ke sekeliling. &sinya sama saja dengan isi semua gubuk nelayan yang lain. %ipan yang buruk, lemari kayu yang buruk, pakaian yang buruk tergantung di sanasini, meja buruk, kursi buruk, dan jala di dinding kayu, berikut pancing dan bubu. da juga pesawat tele+isi, tetapi tampaknya sudah mati. las las kaki yang serba buruk, tentu saja tidak ada sepatu, hanya sandal jepit yang jebol. #ebuah /oto pasangan bintang /ilm &ndia, lelaki dan perempuan yang sedang tertawa dengan mata genit, dari sebuah penanggalan yang sudah bertahun-tahun lewat. &a tidak melihat sesuatu pun yang aneh, tapi mungkin ada juga yang lain. #ebuah /oto Bung !arno yang usang dan tampak terlalu besar untuk rumah gubuk ini, di dalam sebuah bingkai kaca yang juga kotor. *yamuk berterbangan masuk karena pintu dibuka. Pandangan nenek tua itu tertumbuk kepada anak perempuan yang menatapnya. "'ana Bapakmu" nak itu hanya menunjuk ke arah suara laut, ombak yang berdebur dan mengempas dengan ganas. *enek itu lagi-lagi menggelengkan kepala. "nak apa ini 0mur lima tahun belum juga bisa bicara$" )aleh hanya menggigil di balik )aleh b alik kain batik lusuh bergambar kupu-kupu dan burung hong. 1iginya tambah gemeletuk dalam perputaran roda-roda mesin malaria. *enek itu sudah mau melangkah keluar dengan putus asa, ketika terdengar suara lemah dari balik gigi yang gemeletuk itu. "ku sudah tahu" "pa yang kamu k amu sudah tahu, )a )aleh" leh" "Tentang "Tentang mereka" *enek itu mendengus. "a, "a, kamu tahu dan tidak berbuat apa-apa$ %ulu suamiku pergi ke kota dengan )iji, begitu pulang kujambak rambutnya dan kuseret dia sepanjang pantai, dan suamiku masuk rumah sakit karena badik suami )iji. 'asih juga mereka berlayar dan tidak pulang kembali$ #emua orang yang melaut bilang b ilang tidak melihat sesuatu pun di atas perahu ketika melewati mereka, tapi ada yang hanya melihat perempuan jalang itu tidak memakai apa-apa meski suamiku tidak kelihatan di bawahnya$ 'engerti kamu"
)aleh yang menggigil hanya memandangnya, seperti sudah tidak sanggup berpikir lagi. "ku hanya mau bukti bahwa menantuku mati karena pergi dengan lelaki bukan suaminya dan bermain cinta di atas perahu$ lam tidak akan pernah keliru$ Hanya para pendosa akan menjadi korban kutukannya$ Tapi kamu rugi belum menghukum si jalang Hayati$" 'endengar ucapan itu, )aleh tampak berusaha keras melawan malarianya agar bisa berbicara. "ku memang hanya orang kampung, &bu, tetapi aku tidak mau menjadi orang kampungan yang mengumbar amarah menggebu-gebu. !udoakan suamiku pulang dengan selamatdan jika dia bahagia bersama Hayati, melalui perceraian, agama kita telah memberi jalan agar mereka bisa dikukuhkan." )aleh yang seperti telah mengeluarkan segenap daya hidupnya untuk mengeluarkan kata)aleh kata seperti itu, langsung menggigil dan mulutnya bergemeletukan kembali, matanya terpejam tak dibuka-bukanya lagi. *enek tua itu terdiam. Hari pertama, kedua, dan ketiga setelah perahu #ukab tidak juga kembali, orang-orang di kampung nelayan itu masih membayangkan, bahwa jika bukan perahu #ukab muncul kembali di cakrawala, maka tentu mayat #ukab atau Hayati akan tiba-tiba menggelinding dilemparkan ombak ke pantai. *amun karena tidak satu pun dari ketiganya muncul kembali, mereka percaya perahu #ukab terseret ombak ke seberang benua. Hal itu selalu mungkin dan sangat mungkin, karena memang sering terjadi. 'ereka bisa terseret ombak ke sebuah negeri lain dan kembali dengan pesawat terbang, atau memang hilang selamalamanya tanpa kejelasan lagi. "ku orang terakhir yang melihat #ukab dan Hayati di kejauhan, perahu mereka jauh melewati batas pencarian ikan kita," kata seseorang. "#ukab penombak ikan paling ahli di kampung ini, sejak dulu ia selalu berlayar sendiri, mana mau ia mencari ikan bersama kita," sahut yang lain, "apalagi jika di perahunya ada Hayati." "pakah mereka bercinta di atas perahu" "#aat kulihat tentu tidak, banyak lumba-lumba melompat di samping perahu mereka." #egalanya mungkin terjadi. uga mereka percaya bahwa mungkin juga #ukab dan Hayati telah bermain cinta di atas perahu dan seharusnya tahu pasti apa yang akan mereka alami. %i pantai, kadang-kadang tampak )aleh menggandeng anak perempuannya yang bisu, menyusuri pantulan senja yang menguasai langit pada pasir basah. !adang-kadang pula tampak %ullah yang menyusuri pantai saat para nelayan kembali, mereka seperti masih berharap dan menanti siapa tahu perahu cadik yang berisi #ukab dan Hayati itu kembali. *amun setelah hari keempat, tidak seorang pun dari para nelayan di kampung itu mengharapkan #ukab dan Hayati akan kembali. "!ukira mereka tidak akan kembali, mungkin bukan mati, tetapi kawin lari ke sebuah pulau entah di mana. !alian tahu seperti apa orang yang dimabuk cinta" 222
*amun pada suatu malam, pada hari ketujuh, di tengah angin yang selalu ribut terlihat perahu #ukab mendarat juga, Hayati melompat turun begitu lunas perahu menggeser bibir pantai dan mendorong perahu itu sendirian ke atas pasir sebelum membuang jangkar kecilnya. #ukab tampak lemas di atas perahu. %i tubuh perahu itu terikat seekor ikan besar yang lebih besar dari perahu mereka, yang tentu saja sudah mati dan bau amisnya menyengat sekali. Tombak Tombak ikan bertali milik #ukab tampak menancap di punggungnya yang berdarahtentu ikan besar ini yang telah menyeret mereka berdua selama ini, setelah bahan bakar untuk mesinnya habis. Hayati tampak lebih kurus dari biasa dan keadaan mereka berdua memang lusuh sekali. !ulit terbakar, pakaian basah kuyup, dan gigi k eduanya jika terlihat tentu sudah kuning sekalitetapi mata keduanya menyala-nyala karena semangat hidup yang kuat serta api cinta yang membara. !eduanya terdiam saling memandang. !eduanya mengerti, cerita tentang ikan besar ini akan berujung kepada perceraian mereka masing-masing, yang dengan ini tak bisa dihindari lagi. *amun keduanya juga mengerti, betapa bukan urusan siapa pun bahwa mereka telah bercinta di atas perahu cadik ini. #abang, %esember 34456 'erauke, pril 3447.