Cekunagan West Natuna
CHAPTER 1 EXPLORATION HISTORY
SEJARAH EKSPLORASI DAN PRODUKSI Pendahuluan Wilayah teritorial laut Indonesia yang berada di bagian selatan dari Laut Cina Selatan, dikenal sebagai wilayah Cekungan Laut Natuna terdiri dari dua area cekungan, Cekungan Natuna Barat dan Timur yang dipisahkan oleh Natuna Ridge, merupakan tonjolan keluar dari Sunda Platform. Cekungan Natuna Barat merupakan perluasan sebelah timur dari Cekungan Malay. Terdapat kira-kira ditengah antara Malay Peninsula dan Pulau Kalimantan, dekat dengan Pulau Anambas sebelah selatan dan Pulau Natuna sebelah timur. Cekungan ini memanjang dengan arah baratdaya – timurlaut,
dan meluas melewati garis median sampai wilayah air Malaysia. Cekungan ini menduduki area kurang lebih sekitar 92.000 Km 2 . Karena lokasi Cekungan Natuna Barat ini terisolasi, Conoco Indonesia Inc., Gulf Resources Ind.Ltd. dan Premier Oil hanya memproduksi minyak dari cekungan ini. Tingkat Produksi tertentu sekitar 116.000 BOPD atau kurang dari 9 % dari total produk liquid Indonesia. Produksi Conoco sekitar 9.000 BOPD (Puncak produksi 125.000 BOPD tahun 1994), Gulf sekitar 2.000 BOPD (puncak produksi 46.300 tahun 1997), sedangkan Premier sekitar 6000 BOPD (puncak produksi 16500 BOPD tahun 1991). Asosiasi gas dari produksi ini jumlahnya sampai 150 mmcfd. Wilayah ini juga mengandung penemuan beberapa gas suspensi. Tidak ada gas yang diproduksi di cekungan Natuna Barat ini; namun, eksploitasi komersial dari cadangan gas ini sedang berlangsung untuk proyek pengembangan gas regional. hal ini menunjukan bahwa gas akan menjadi komoditi penting di area ini dalam waktu dekat. Sejarah ekplorasi yang dilakukan oleh berbagai perusahaan minyak pada cekungan ini mulai dari tahun 1968 sampai sekarang menghasilkan lapangan-lapangan minyak yang sangat banyak diantaranya yang terbesar Lapangan South Natuna Sea Blok B PSC, Kakap Blok PSC, Natuna Sea Block A PSC. Disamping itu juga ditemukan Lapangan-lapangan yang Non-producing Acreage diantaranya Lapangan Northwest Natuna Sea Block I, Northwest Sea Block II, Natuna Block B PSC, Cumi-Cumi PSC, dan West Natuna Block PSC.
CHAPTER 2 REGIONAL STRUCTURAL GEOLOGY
Pendahuluan Model tektonik lempeng untuk Asia Tenggara telah dikemukakan oleh beberapa penulis (diantaranya Hall, 1995; Rangin et al 1990; Daly et al 1991; Daines, 1985; Parker & Gealey 1983; Tapponier et al 1982). Kebanyakan penulis ini mengemukakan teorinya berdasarkan data geologi dan paleomagnetik, kebanyakan dari model tersebut masih belum lengkap.
Cenozoic Plate tectonic Setting Lokasi dari Indonesia pada pertemuan antara Lempeng Pasifik, Eurasia, dan Indo-Australia telah menghasilkan beberapa komplek interaksi antara subduction, extension, collision dan extrusion tectonics. Tambahan pergerakan dari Lempeng
Filipina dan Carolina di bagian barat dan beberapa micro plates, mengakibatkan rekontruksi menjadi semakin sulit. Oleh karena itu diskusi ini hanya akan tertuju pada ringkasan dari event utama yang mempengaruhi perkembangan tektonik dari Cekungan Natuna Barat. Pembahasan dari perkembangan tektonik lempeng menitikberatkan pada publikasi terbaru oleh Hall et al (1995 & 1996) dan membagi sejarahnya dari Eosen Awal sampai sekarang dengan interval waktu sampai 10 ma.
End Early Eocene (50 Ma) Terutama untuk Indonesia 50 ma didominasi oleh subduksi busur magma ke selatan sepanjang Trans-Himalayan(kolistan arc) dan ke timur down-going Pasific plate. Posisi relatif dan gerakan lempeng India, Australia,dan Eurasia sungguh dibatasi dengan pergerakan cepat India ke utara, tapi belum colliding dengan Kolistan Island Arc sepanjang bagian selatan batas Lempeng
Eurasia. Bukti awal collision India dan
Eurasia disajikan oleh obduksi ophiolit cretaceus disisi barat Lempeng India yang mana adalah folded dan unconformably diatas carbonat Eocene Tengah. Peristiwa ini mengakibatkan ’docking’ lempeng India dengan Eurasia bersamaan dengan spreeding mengakibatkan Lempeng India berputar berlawanan arah jarum jam. Area dalam cekungan Natuna Barat adalah bagian yang stabil dari Sunda Platform dan mungkin mencakup laut dangkal.
Late Eocene (40 ma)
Pada miocene akhir cekungan merginal marine antara India dan Eurasia telah tertutup dan collision benua-benua dimulai sepanjang batas lempeng India-Eurasia. Bagian barat dari zona collision bergerak ke timur seperti Lempeng India, inisiasi dari blok Indochina bergerak ke tenggara kemungkinan membentuk dextral yang melewati West Natuna, Malay, dan Thailand Basins menghasilkan seluruh daerah cekungan iniasi ekstensional.
Mid Oligocene (30 ma) Kelanjutan ekstrusi blok Indochina akibat peningkatan pemendekan
zona
collision Himalayan, menghasilkan peningkatan aktivitas transtensional sepanjang Thai, Malay, dan West Natuna Basins. Kekuatan transtensional di West Natuna Basins menghasikan graben-graben. Pada bagian selatan dan barat daya West Natuna Basin, Sumatra, Java yang pernah mengalami compresional mayor pada akhir Oligosen Awal yang meginversi cekungan . Ini adalah hasil reverse dari zona subduksi ke selatan menghasilkan penutup marginal basin dan subsequen arc collision. Inversi ini juga membuktikan banyak basin-basin West Natuna dan Malay oleh unconformity yang tersebar luas pada 31 ma dan juga bersamaan waktu dengan akhir rifting utama West Natuna Basin dan floor spreding di Laut China Selatan. Early Miocene (20 ma) Eextrusi indochina berlanjud menghasilkan extension sepnjang West Natuna dan Malay Basins, tetapi banyak tingkat lemah. Kira-kira pada 23 ma tanda pertama inversi West Natuna Basins adalah jelas angular unconformity.akibat rotasi diantaranya Proto South china(searah jarum jam) dan Malay Peninsula, sumatra, dan Borneo(tidak searah
jarum jam),hasil compresi pada bagian timur barat daya dan zona transtensional Indochina dengan bagian barat borneo dan ekstensional Gulf Thailand Menyebabkan collision antara lempeng Australia ,Philipina dan halmahera arcs .
Late Miocene (10 ma) Disini rotasi Borneo sudah lengkap, spreading sudah berhenti di South China Sea dan extension dan spreading dimulai di Laut Andaman. Inversi di Sumatra back-arc basins dimulai sebagai oblique subduction dan subsequent dextral stike-slip motion. Perkembangan Tektonik Natuna Barat Perkembangan tektonik Natuna Barat dapat dibagi dalam empat perbedaan fase:1) crustal extensional 2) post-rift quescence period 3) Syn-inversion 4) Post-inversion Crustal Extensional Crustal extensional dan rifting di West Natuna Basin berlangsung selama Eocen Bawah sampai Oligocene dalam reaksi atas collision dari Indian Subcontinen dengan Eurasia. Faktor pertama rift trend adalah transtensional
di graben baratlaut dan
timurlaut,yang mana diisi oleh lacustrine deposits terjadi secara lateral karena extrusi Indi-china dan rotasi dari Zona Subduksi Sumatra sebagai akibat dari lekukan lempeng India dan Asia. Faktor kedua rift trend yang dominant di tenggara dan baratdaya.
Post-rift Quiescence period Dari Oligosen tengah sampai awal miosen West Natuna Basin memasuki masa pasif. Saat itu akan terjadi pengendapan beberapa formasi.
Syn-Inversion Bukti pertama dari inversi di West Natuna Basin terjadi pada 23 ma dalam bentuk unconformity di Barat Fomasi. Inversi kedua kira-kira 22 ma dan bukti dimulainya phase graben utama. Reaktifasi dan reversal dari patahan sebelumnya mengontrol formasi. Inversi dimulai dengan pataha graben besar dan disusul dengan graben-graben yang lebih kecil. Dasar geometri struktur righ-lateral shear regime.
Post-Inversion Inversi dan
pergerakan sesar hampir berhenti pada Miocene Tengah dan
cekungan regional mengalami fase subsidens tenang selama Formasi Muda mengalami deposisi.
CHAPTER 3 STRATIGRAPHY OF WEST NATUNA BASIN
Sedimen tersier dalam Cekungan Natuna Barat sebagian besar telah diklasifikan berdasarkan penamaan lithostratigrafi,kebanyakan merujuk pada klasifikasi Pupilli (1973). Bagaimanapun klasifikasi sekuen stratigrafi baru-baru ini diaplikasikan dalam suatu percobaan untuk mencari perangkap stratigrafi. Peristiwa utama unconformity seperti batasan-batasan di Cekungan Natuna Barat yang benar-benar terkait dengan sejarah tektonik cekungan,yakni syn-rift, post-rift, syn-inversion dan postinversion. Batasan – batasan sequen ini sisi coin dengan batas –batas unit litostratigrafi. Sediment tersier di Cekungan Natuna Barat, seperti juga dalam Malay Basin dan Penyu (sub) Basin, adalah endapan granitik dan Basement Pre-Tersier metamorphik. Bagian tersier awal ( oligosen awal-miocen tengah) kebanyakan tersusun oleh sediment non-marin, kira-kira lakustrin, fluvio-deltaic dengan hanya transgresi minor marin pada miocen awal. Kondisi utama marin hanya berjalan selama miosen akhir dan berlanjut sampai sekarang. Tabel ilustrasi umum stratigrafi variasi facies regional, kejadian hidrokarbon dan ketidakselarasan penting.
Syn-rift Sequences Formasi Belut (Eosen Tengah- Oligosen Awal) Formasi Belut adalah unit deposisi syn-rift yang mengisi half graben Natuna Barat. Terletak secara tidak selaras di atas granitik dan basement metamorphik PraTersier dan berada di atas lapisan Formasi Gabus Atas. Variasi ketebalan kira-kira 550-2000 feet. Distibusi dan pola deposisi dikontrol oleh kehadiran extensional halfgraben dan rift valley. teroksidasi/paleo
Dengan litologi clastic red bed (batupasir arcosik yang
oksidasi
dan
lithoklastik
metamorf),
subordinate
vulkanik(konglomerat dengan fragmen lithik vulkanik.dan lacustrine shale. Formasi Keras/Sambas (Oligosen Awal-Tengah) Formasi Sambas diendapkan selaras diatas Formasi Gabus Bawah. Dengan ketebalan dari 200 – 100 feet, merupakan sequence serpih yang diinterpretasikan sebagai endapan lacustrine. Deposisinya umumnya dikontrol oleh topografi rift valley.
Post-rift sequences Formasi Gabus Bawah (Oligosen Awal-Tengah) Di atas Serpih Sambas diendapkan Formasi Gabus Bawah yang merupakan batupasir dan serpih berlapis struktur internalnya parallel laminasi, cross bedding,cross-ripple laminasi
. Batupasir tersebut berbutir halus sampai sedang
dengan ciri khas plant debris yang tebal, blocky atau menghalus ke atas (fining upward units) dan biasanya kenampakan massif. Sequence ini diinterpretasikan sebagai endapan asal alluvial. Gajah/Gabus Shale (Oligosen Tengah) Diatas Formasi Gabus Bawah, Formasi Gajah (serpih Keras) yang diendapkan di lingkungan lacustrine hingga fluvial. Formasi Gabus Atas (Oligosen akhir- Miosen awal) Serpih Keras kemudian secara berangsur-angsur berubah menjadi batupasir dan serpih berlapis Formasi Gabus Atas. Batupasir Formasi Gabus Atas berbutir halus hingga sangat halus, blocky atau menghalus ke atas sama dengan Gabus Tengah. Formasi ini diendapkan di lingkungan braid-delta (marginal-marine) atau fluvial.
Syn-inversion Formasi Shale Barat (Oligosen akhir- Miosen awal) Kemudian Formasi Barat diendapkan di atas Formasi Gabus Atas di lingkungan lacustrine dengan pengaruh kondisi marine pada beberapa tempat di Miocene Awal. Formasi ini didominasi serpih tetapi interkelasi batupasir dengan sifat fisik reservoir yang bagus ditemukan setempat dan dinamakan sebagai “Intra Barat Sand”. Top Formasi Barat ditandai oleh suatu Unconformity. Formasi Arang (Miosen Awal –Tengah) Formasi Arang diendapkan selama Miocene Akhir/Tengah sampai Awal dan terdiri dari batupasir berlapis, serpih, terdapat seam dan interkelasi batubara.
Batupasir mendominasi Formasi Gabus Bawah yang mengindikasikan local uplift dan erosi terjadi selama Miocene Awal yang menghasilkan influx coarse clastics dan intrupsi transgresi yang berawal dari pengendapan Formasi Barat. Formasi Arang diendapkan di lingkungan laut dangkal (shallow marine) dengan fluktuasi coalswamp didominasi coastal plain akibat invrsi cekungan dan perubahan muka laut relative.
Formasi Arang Bawah (Miosen Awal) Formasi Arang Bawah mencerminkan awalnya pengaruh marin dengan hadirnya fosil marin nannofosil. Lingkungan marin diasumsikan telah tertransgresi dari northeast sampai pembukaan Natuna Arch. Litologi batupasir.
Formasi Arang Tengah Dicirikan dengan hadirnya batubara dengan ketebalan 3 feet,yang khas marginal marine sampai shelf environment
Post inversion Formasi Muda (Miosen Atas- Recent) Di atas Formasi Arang adalah Formasi Muda, diendapkan secara tidak selaras di lingkungan laut dangkal. The Base Muda Unconformity dikenal/dijumpai luas di Cekungan Natuna Barat. Formasi in terdiri dari batulumpur (mudstone), serpih dan pasir. CHAPTER 4
PETROLEUM SYSTEM
Petroleum system dari Cekungan Natuna Barat termasuk integrasi dari batuan induk, batuan reservoar, batuan tudung, dan proses generasi-migrasi dan akumulasi dari petroleum. Cekungan terdiri dari beberapa graben berumur paleogen yang diiisi dengan klastik pada oligosen sampai miosen awal, dan pada Miosen Tengah deposenter dari cekungan ini diisi oleh Formasi Arng dan Muda yang tebal. Kehadiran dan penyebaran dari sedimen mempunyai peranan yang penting untuk petroleum sistem di cekungan ini.
Batuan reservoar Diketahui batuan reservoar pada Cekungan Natuna Barat ini adalah batupasir yang hadir hampir disemua tingkat stratigrafi, Meliputi Lower Gabus Miosen awal, Upper Gabus akhir oligosen sampai awal miosen, Lower Arang, dan Formasi Arang Tengah. Batupasir ini diendapkan sebagai fluvial channel yang utamanya ada pada Formasi Gabus sampai intertidal estuarine sebagai sand bars pada Formasi Arang.
Early to Middle Oligocene-Lower Gabus Formation Batupasir Lower Gabus adalah blocky atau memperlihatkan sekuen menghalus keatas (fining upward), jenis batupasir berupa quartzose dan subarkosic, pada umumnya butiran halus di bagian atas dan semakin kasar dengan meningkatnya kedalaman. Ketebalan lapisan secara individual bervariasi dari 15 ft sampai tubuh masiv dengan ketebalan 350 ft. Batupasir ini mempunyai porositas fair-excellent
dengan persentase dari 16% sampai 27%, menurun denga bertambahnya kedalaman. Permeabilitas bervariasi dari 15 sampai 2000 mD. Batupasir Lower Gabus ini mewakili reservoar utama di Anoa dan KF Fields. Di Lapangan Anoa terdiri dari 10 batupasir interbedded dengan shales dengan ketebalan 4,400 ft dari penampang stratigrafi.
Late Oligocene-Upper Gabus Reservoars Batupasir Upper Gabus merupakan reservoar utama untuk semua lapangan berdasarkan data di Cekungan Natuna Barat ini. Conoco membagi Upper Gabus Formasi di bagian barat dari SNS Block B menjadi dua formasi, dinamakan Gabus pada bagian bawahnya dan Formasi Udang dibagian atasnya. Batupasir ini berbutir sangat halus sampai menengah, subangular, subarkosic menandakan terbatasnya reworking. Batupasir ini diinterpretasikan diendapkan sebagai distributary channel, channel bar, dan sheet splays. Struktur sedimen internal terdiri dari steep trough dan planar crossbeds, scour surface, ripple marks, dan clay drapes. Bioturbasi jarang sampai intermitten dan merupakan unit confined sampai butiran halus. Kebanyakan bagian atas penampang secara umum lebih ke sand-prone dan terlihat secara areal meluas, tubuh batupasir tubular dengan kualitas reservoar yang lebih baik. Porositas batupasir dibagian bawah bervariasi antara 17-26%, meningkat kearah atas sampai 30 %. Permeabilitas berkisar antara 12 sampai 2500 mD.
Early Miocene- Barat Reservoars Formasi Barat terutama terdiri dari shale di hampir semua bagian dari cekungan ini, kecuali di bagian timur laut, dimana formasi ini lebih berpasir. Tetapi pada beberapa
tempat lokal, interbeds batupasir mungkin berkembang dan berkontribusi sebagai reservoir yang penting. Dikenal sebagai Intra Barat batupasir, reservoir ditemukan di lapangan Sembilang, Hiu, dan Kerisi.
Early Miocene-Lower Arang Reservoirs Batupasir Lower Arang merupakan reservoar penting di Cekungan Natuna Barat, tetapi penyebarannya agak sedikit terbatas di bagian tengah sampai ke barat cekungan ini. Batupasir didalam sekuen Lower Arang mengindikasikan hampir tidak terlihat menghalus keatas atau mengkasar keatas dengan keterdapatan umum pellets glauconite dan beberapa clay drape. Secara umum lebih kasar dan bersih dibandingkan Batupasir Gabus Atas. Persentase batupasir berkisar antara 32-56%. Karakteristik reservoar bagus sampai sempurna dengan porositas bervariasi antara 26% dan 32%, dan permeabilitas berkisar dari 49 sampai 3000 mD. Akumulasi hidrokarbon pada reservoar ini ditemukan di lapangan Belida, Sembilang, Tembang, Bawal, Belut, dan Kakap.
Early to Middle Miocene-Middle Arang reservoar Batupasir Formasi Arang Tengah secara umum berbutir halus sampai kasar, sering menunjukan siklus menghalus keatas diendapkan daerah lingkungan laut marginal. Interbedded batupasir dengan shale dan lapisan tipis batubara terdiri dari perubahan sekuen pengendapan yang secara regional bisa dikorelasikan. Pada umumnya reservoar yang baik dengan porositas sampai 32% dan permeabilitas 906000 mD.
Penampang Middle Arang secara umum tidak matang untuk menghasilkan minyak di Cekungan Natuna Barat; tetapi secara suhu matang lebih lanjut di bagian barat cekungan Malay. Dalam hubungan dengan batupasir middle Arang ini tidak dianggap sebagai reservoar yang penting di wilayah, dan hanya ada pada sedikit lapangan, seperti Sembilang, Bawal, dan Tembang akumulasi hidrokarbon hadir di Batupasir Middle Arang. Semuanya merupakan reservoar pembawa gas.
Seal Rock (Batuan Penutup) Lower Gabus dan Keras/Gajah Shale Seal Interbedded shales dalam Formasi Lower Gabus dan Formasi Keras/Gajah yang melapisi di bagian atas bisa berperan sebagai batuan penutup yanf efektif untuk akumulasi hidrokarbon dibawahnya. Sebagai bagian dari sekuen sedimen syn-rift kehadiran dan penyebaran, secara wilayah terbatas hanya pada wilayah graben paleogene, terutama Anoa, Raja Gajah, Anambas/Bawal Graben yang bervariasi kehadiran dan distribusinya pada setiap Graben. Pada Lapangan Anoa interbedded shales ketebalannya antara 50 ft dan 270 ft, dan berperan sebagai batuan penutup yang efektif untuk akumulasi minyak dan gas sampai 10 sistem acquivers. Formasi Keras/Gajah Shale lebih tebal, sealing capacity semakin tinggi, dan secara wilayah memberikan sealing integrity yang lebih luas. Keras shale diendapkan pada kondisi lingkungan danau, sebagian menunjukan kesamaan lateral dengan sekuen sand-shale pada Formasi Lower gabus. Data sumur menunjukan bahwa ketebalan dari formasi ini bervariasi dari 300 ft di Terubuk-1 dan lebih dari 1500 ft di Raja Gajah-1.
Barat Shale Seals Formasi Barat merupakan sekuen sedimen post-rift terdiri dari dominasi shale. Penyebarannya luas hampir diseluruh Cekungan Natuna Barat yang menutupi Formasi Upper Gabus dan memberikan regional seal yang efektif untuk migrasi hidrokarbon kearah atas. Shale menebal terhadap pusat cekungan, tetapi pada umumya tipis atau tererosi akibat graben yang terinversi. Arang Shale Seals Arang Shales ditemukan menyebar secara luas dalam cekungan kecuali diatas Graben utama yang terinversi. Formasi ini secara umum berasosiasi dengan lignit tipis. Arang Shales merupakan regional seals yang menutupi Reservoir
Formasi Lower
Arang, seperti pada Lapangan Belida, Sembilang, Bawal, Tembang, Belut dan Maraton. Formasi ini juga sebagai seal pada Reservoar potensial Middle Arang.
Source Rock (Batuan Induk) Berdasarkan data identifikasi batuan induk hidrokarbon merupakan masalah untuk seluruh area dari Cekungan Natuna Barat. Tidak adanya kriteria tertentu sebagai prediksi awal sebelum pemboran mengenai volume hidrokarbon dan jenis telah membuat analisis resiko yang sulit. Analisis sampel dari data sumur mengindikasikan bahwa Coals dan Coaly Shale dari Formasi Arang merupakan batuan induk terkaya di area ini. Tetapi pada umunya secara thermal belum matang, kecuali di area cekungan yang lebih dalam pada area yang menjadi matang secara batas.
Untuk mendapatkan data tentang batuan induk ini dilakukan analisis baik langsung maupun tidak langsung. Analisis langsung dilakukan dengan mengukur langsung data geokimia batuan induk sedangkan anlisis secara tidak langsung menggunakan analogi lingkungan pengendapan, seting cekungan dari kualitas batuan induk tertentu dan tipe berdasarkan data geokimia minyak mentah (crude oil). Synrift-Belut and Lower Gabus Lacustrine Source Rock Potensi sumber minyak dari penampang Lower Gabus dan Belut diukur berdasarkan data dari sumur tertentu yang pada umumnya menunjukan potensi yang jelek sampai cukup. Tetapi pada umumnya sampel yang diambil berada pada batas danau atau pada tahap selanjutnya dari penampang synrift yang berkembang ketika sedimentasi bekas dari subsidence. Berdasarkan studi danau purba resen, batas lingkungan danau diketahui didominasi oleh material organik darat yang diendapkan pada kondisi oksidasi. Fasies batas danau purba dan sekarang (kedalaman air < 150 m) mempunyai kandungan karbon total yang berkisar antara 0.1 hingga 2.0 wt.% dan Hidrogen Index kebanyakan dibawah 150 mgHC/gOC. Kisaran kandungan karbon total dan hidrogen indeks merupakan tipikal untuk kebanyakan penampang yang di penetrasi pada sumur. Hasil studi dari synrift diatas Blok B Laut Natuna Selatan yang dilakukan Conoco berdasarkan data geokimia dari 30 sumur, geometri lapisan seismik dan peta isopach synrift menunjukan bahwa penyebaran fasies organik mengindikasikan tipe kerogen yang di dominasi oleh gas prone (type III kerogen) pada Tenggol Arch dan area ke selatan dan utara dari Bawal/Anambas Graben. Tipe ini sangat sedikit menyimpan
pediatrum algae yang memiliki karakteristik pada fasies teroksidasi. Fasies margin danau bergradasi sampai fasies lakustrine yang lebih dangkal yang secara progresif meningkatkan dominasi alga. Coal & Coaly Shale Source Rock Jenis batuan induk ini hadir dominan pada Formasi Arang. Tetapi juga hadir di Formasi Gabus dan Belut pada beberapa sumur. Jumlah ketebalan batubara dari Penampang
Formasi Arang bervariasi dari 13 ft (4m) sampai 77 ft (23m) dengan
ketebalan rata-rata 33 ft (10m). Batubara ini tipis (3m) dan interbedded
dengan
batubara dan shale. Kualitas dan kandungan batuan induk dari batubara Arang ditentukan dari data Rock-Eval Pyrolisis data dari 22 sumur dan 177 analisis. Potensi genetis (S1+S2/TOC*100) dari batubara ditemukan dengan kisaran antara 782 samapi 117 mgHC/gOC dengan P10, P50, dan P90 dari 470, 305, dan 210 mgHC/gOC. Secara menarik, kualitas batuan yang terukur oleh potensi genetis, mengindikasikan bahwa distribusi normal dari log coal dan coaly shales. Hal ini mendukung bahwa tipe dari material organik kontribusinya sama baik coal maupun coaly shale. Potensi batuan induk dari Upper Gabus, Lower Gabus, dan Belut coals memperlihatkan kesamaan dengan Arang Coals berdasarkan hidrogen indeks. Oil Families Pada dasarnya terdapat tiga famili minyak utama. Ketiga famili ini dipercaya berhubungan dengan kitchen batuan induk dari half graben yang berbeda. Tiga Famili
oil ini dipisahkan berdasarkan nilai isotop karbon stabil dan pristane/phytane (Pr/Ph) rasio. Berikut tiga oil famili : Minyak yang dihasilkan dari batuan induk lakustrine segar dan brackhish. Contoh : Ikan Pari Minyak dihasilkan dari
Batuan induk yang didominasi oleh material organik
terrestrial. Contoh : Lapangan Belut, Gajah, Anoa, KF-1, KG-5, Terubuk, dan Belida. Minyak yang berasal dari campuran alga dan material organik terrestrial.
Pematangan (Maturation) Pemodelan pematangan dengan menggunakan BasinMod 1D dan inversi geokimia mendukung bahwa minyak dihasilkan dari batuan induk deep lacustrine synrift yang berada di Bawal/Anambas Graben mulai pada awal antara 30-24 Mya. Fasies lakustrine dalam diinterpretasikan hadir pada kedalaman antara 9,000 ft dan 12,000 ft pada sumur Ikan Emas-1, atau lebih dalam pada basemen yang lebih dalam. Interpretasi tersebut mendukung bahwa perangkap struktur dan stratigrafi
dengan
potensi untuk lateral migration lebih prospektif untuk menghasilkan minyak dari fasies lakustrine dari oil-prone. Pematangan di batas Bawal graben, yang diinterpretasikan masuk kedalam fasies lakustrin dangkal dengan campuran yang terutama batuan induk gas-prone, yang kemudian berlangsung antara 24 sampai 10 Mya. Gas dengan beberapa minyak yang
dihasilkan dari batuan induk ini mampu mengisi struktur late syn-inversion, seperti di Lapangan Cucut, Tembang, dan bawal. Hasil plot antara S1/TOC vs Ro dengan kedalaman untuk Batubara Arang dan Gabus menunjukan bahwa expulsi hidrokarbon mulai sekitar 7,000-7,500’ paling awal, tapi kebanyakan pada kedalaman dibawah 7,500 ft. Jumlah perkiraan hydrocarbon yang terekspulsikan versus level tertentu dari vitrinite reflectance dari data yang diukur menunjukan efisiensi ekspulsi sekitar 20 % dan pergerakan kerogen diperkirakan dari Batubara Arang dari sumur Bandeng. Timing dari ekspulsi diperkirakan terlalu lambat, berasosiasi dengan burial dari Formasi Muda yang mendorong batubara Arang ke kedalaman yang bisa menghasilkan dan mengekspulsikan hidrokarbon. Hal ini akan menghasilkan ekspulsi pada akhir 6 Mya sampai sekarang untuk Arang coal. Waktu ekspulsi di Cekungan Malay kearah barat mulai pada awal 20 mya. Interpretasi tersebut mendukung bahwa Arang Coal memberikan kontribusi sedikit untuk menghasilkan dan akumulasi hidrokarbon. Tetapi
CHAPTER 5 EXPLORATION PLAY CONCEPT
Pada prinsipnya batuan induk pada Cekungan Natuna Barat yang terpikirkan adalah Keras Shale (Corelab, 1995). Walaupun Barat dan batubara dari Upper Gabus dan Arang juga bisa sebagai batuan induk oleh beberapa pekerja. Pengujian dari sejarah burial dari beberapa formasi mendukung bahwa hanya tingkat Keras Shale telah masuk ke top oil window ketika perangkap (trap) mulai terjadi di cekungan ini. Keras terlihat memasuki oil window pada permulaan dari Miosen tengah dan kemungkinan berlanjut menghasilkan minyak sampai sekarang. Seperti yang dilaporkan oleh Michael and Adrian (1995), bagaimanapun, terdapat dua petroleum system yang teridentifikasi pada Block B PSC bagian barat : yaitu Lower Arang dan Gabus Coals dan coaly shale, serta sediment lakustrine syn-rift dari Formasi Belut dan Gabus.
Di bagian utara dari cekungan, terpisah dari Keras shale, Formasi Benua dan Brown Shale anggota dari Formasi Gabus Tengah dipercaya sebagai batuan induk utama. Penyebaran dari batuan induk ini yang utamanya didominasi oleh shale lakustrine, tidak menyebar secara luas, Formasi tersebut secara luas dikontrol oleh dan dibatasi bagian dari pusat pengendapan half graben. Dari titik
mulai terjadi
pematangan, hanya Keras Shale dan Formasi Benua yang bias menghasilkan minyak dan mengalami fase expulsion, ketika Brown Shale tidak mungkin menjadi cukup matang. Beberapa wilayah dari KB grabens dan NB trough dianggap sebagai fasies yang mampu mendukung dan kondisi pengendapan yang memungkinkan pengawetan material organic dengan baik sampai cukup. Fase generasi dan expulsion yang telah berhenti selama periode ini, khususnya di bagian selatan dari KB Graben dimana inversion paling menonjol. Mengambil terhadap anggapan factor-faktor diatas, hasil dari sumur yang dib or di area dan jumlah dari hidrokarbon yang dihasilkan dan dikeluarkan, hanya petroleum system di bagian selatan Cekungan Natuna Barat yang bias bekerja.
STRUCTURAL PLAY Structural play concept di Cekungan Natuna Barat sangat erat hubungannya dengan sejarah structural dari cekungan. Pada akhir dari Eosen, extension dari kerak dihasilkan dalam perkembangan dari komplek rift pada cekungan, Memiliki cirri khas berupa kombinasi dari grabens dan hal grabens dengan pola sesar normal timurlautbaratdaya. Dari akhir oligosen sampai miosen tengah, fase kompresi dan wrenching disebabkan oleh structural inversion pada Cekungan Natuna Barat. Dihasilkan pola
baratlaut – tenggara dengan pola pergerakan lateral pada cekungan Malay-Natuna. Banyak half grabens yang terinversikan membentuk lipatan tersesarkan. Dua jenis perangkap hidrokarbon yang terbukti terdiri dari inversion-related dan sesar mendatar yang berhubungan dengan antiklin. Kebanyakan dari akumulasi hidrokarbon yang luas pada Cekungan Natuna Barat berasosiasi dengan pergerakan inversi terekam pada Lapangan Belida, Kakap, dan Anoa. Variasi dari structural styles dikenali didalam cekungan meliputi normal, reverse dan sesar mendatar, bersamaan dengan inverse dan sesar mendatar yang berhubungan dengan antiklin. Fault Reactivation and Inversion Diasosiasikan dengan berbagai sesar di basement merupakan tipikal dari kompresional, antiklin asimetri, yang lebih kenal sebagai “Lipatan Sunda“. Tipikal dari lipatan ini terletak pada sisi hanging wall dari sesar. Terbentuk dari kombinasi dari proses ekstensi dan kompresi, dan beberapa sesar mendatar hanya mempunyai pengaruh sedikit atau tidak sama sekali berpengaruh. Beberapa contoh lapangan Bintang Laut, Bawal dan Buntal. Pergerakan terbatas dari batuan dasar bisa terlihat pada bagian barat dari Anambas Graben, di Area Kima dan Sembilang. Komplek struktur perangkap inversi merupakan pengembangan pada half-graben dipengaruhi oleh sesar mendatar sebagaimana kompresi seperti pada area Raja Gajah Graben. Wrenching atau Sesar Mendatar Empat sesar mendatar utama (AF, AB, Angsa, dan Cumi-Cumi) merupakan sesar utama yang teramati pada cekungan Natuna Barat. Seluruh sesar ini memiliki karakteristik berupa flower structure simetris, menunjukan kompresional dan tensional
sepanjang strike dan disebabkan marked truncations dan offsets dari pola struktur sebelum tetap. Beberapa sesar mendatar lolos melalui sealing shale dari Lower Arang dan Muda sampai lapisan laut dan oleh karena itu kurang mampu menjadi perangkap hidrokarbon.
STRATIGRAPHIC TRAPS Perangkap stratigrafi tidak terlalu dikenali di Cekungan Natuna Barat. Perangkap ini secara umum dianggap sebagai play yang beresiko tinggi, oleh karena itu pada masa lalu tidak aktif dikejar untuk eksplorasi. Namun seiring berkembangnya konsep seismik stratigrafi yang menggabungkan data seismik dengan data sumur play ini mulai dipelajari. Empat ketidakselarasan utama bisa dikenali pada seismik di Cekungan Natuna Barat, bernama Pink, Yellow, Mauve, dan Red Horison (Corelab,1995). Dengan pengecualian
pada
Mauve
horison,
masing-masing
horison
menunjukan
ketidakselarasan menyudut (angular unconformity).
OTHER STRATIGRAPHIC TRAP Tipe lain dari stratigraphic play adalah incised-valley dan stratigraphic pinch-out. Incised valley mengisi perangkap ditemukan di utara Lapangan Belida dan Timurlaut dari Lapangan Terubuk, perangkap stratigraphic pinch-out bisa diidentifikasi dan diwakilkan oleh Formasi Gabus. Potensi masa depan perangkap stratigrafi memberikan harapan dengan studi sekuen stratigrafi yang lebih lanjut. Yang sangat membutuhkan kemampuan
improvement teknis pada area imaging bawah permukaan bumi, seismik atribut 3D, dan tekhnologi visual yang lebih memuaskan.