Cekungan Jambi 1.
Lokasi Cekungan Cekungan Jambi terletak di propinsi Jambi, bagian Timur dari pulau
Sumatra. Cekungan Jambi merupakan sub cekungan dari cekungan Sumatra Selatan, pada bagian Selatan berbatasan dengan cekungan Palembang Utara, di Barat Daya berbatasan dengan cekungan Palembang Tengah, bagian Utara berbatasan dengan cekungan Sumatra Tengah dan pada bagian Timur berbatasan dengan selat Kalimantan. 2.
Fisiografi Cekungan Secara fisiografis, cekungan Jambi terletak pada Mutus Assemblage.
Mutus Assemblage terdiri atas endapan laut dalam dan batuan vulkanik yang memisahkan antara Malaka dan mikroplate Mergui (Pulonggono, 1983). 3.
Tektonik Secara umum sejarah tektonik cekungan Jambi hampir sama dengan
cekungan Sumatra Selatan. Ada tiga fase tektonik yang berkembang pada cekungan ini, antara lain : 1. Pembentukan Graben karena ada extension selama paleosen akhir hingga miosen awal yang kemudian diisi endapan berumur eosene – miosene awal. 2. Terjadi sesar normal selama miosen awal hingga pliosen awal dengan pengendapan yang konstan. 3. Kompresi pada basement, inversi ( pembalikan ) cekungan , pembalikan dari sesar normal yang terjadi pada pliosen hingga
holosen yang merupakan jebakan minyak utama yang terdapat pada cekungan Sumatra Selatan sehingga membentuk antiklin. Untuk cekungan Jambi sendiri terdapat dua trend struktur utama. Salah satu yang paling tua berarah Timur Laut – Barat Daya yang berkembang pada Formasi Lahat dan Formasi Talang Akar, hal ini ditunjukkan oleh kenampakan Graben pada Formasi tersebut. Contoh dari struktur ini adalah zona patahan tembesi-setiti yang merupakan batas dari basement tinggian Tigapuluh dengan sub cekungan Jambi ada 3 depresi yang dalam yang mana dipisahkkan oleh daerah yang tinggi. Depresi tersebut bergabung menuju arah Barat Daya untuk membentuk depocenter, ortogonal ke arah cekungan Palembang Tengah. Trend yang lebih muda merupakan perbukitan lipatan dengan arah Tenggara - Barat Laut dan ini berhubungan dengan fase kompresional plio-plistosen. 4.
Klasifikasi cekungan Berdasarkan posisi busur pegunungan api maka cekungan ini termasuk
dalam cekungan belakang busur (Back Arch Basin). 5.
Stratrigrafi Umum Stratigrafi umum yang termasuk dalam Cekungan Jambi merupakan
endapan back deep basins. Koesoemadinata (1978), menyatakan sedimentasi dalam cekungan Jambi ini terjadi pada zaman Tersier dan mengalami perlipatan pada Tersier akhir. Ketebalan batuan sedimen yang terdapat pada cekungan ini diperkirakan sekitar 6000 meter, umumnya lebih tipis dan diendapkan secara tidak selaras diatas batuan Pra - Tersier. Jackson, 1961, dalam M. Irlan, 1994, menyatakan siklus pengendapan terbagi dalam dua fase. Fase pertama yaitu fase transgresi, yang terdiri dari : 1. Formasi Lahat, merupakan formasi tertua yang tersingkap di Cekungan Sumatra Selatan terdiri dari sedimen klastik yang berasal dari material
vulkanik, tersusun atas tuffa, agglomerate, batupasir kasar dan piedmont. Dibagian cekungan yang dalam, ukuran butir batuannya sangat halus dan terdiri dari lempung dan serpih dengan interkalasi batupasir tufaan berasosiasi dengan batubara dan glaukonit yang menunjukkan lingkungan antara air tawar sampai payau yang disebut anggota Benakat (De Coster, 1974, dalam M. Irlan, 1994). Formasi ini menipis dan menghilang pada sayap-sayap Antiklin Pendopo. Ketebalan formasi ini di daerah Pendopo kurang lebih 700 meter dan di daerah Limau kurang lebih 200 meter selama Eosen – Oligosen. 2. Formasi Talang Akar, formasi ini terdiri dari anggota Gritsand (Grm) dan anggota Transisi (Trm). Anggota Gritsand batuannya terdiri dari batupasir kasar hingga sangat kasar dengan interkalasi serpih dan lanau yang diendapkan di lingkungan fluviatil – delta. Anggota ini diendapkan tidak selaras di Formasi Lahat selama Oligosen dengan ketebalan mencapai 550 meter. Anggota transisi litologinya terdiri dari serpih interkalasi dengan batupasir - batubara kadang-kadang menjadi serpih marine interkalasi dengan batupasir gampingan. Diendapkan secara selaras diatas anggota Gritsand selama Miosen bawah. 3. Formasi Baturaja, formasi ini terdiri dari batugamping terumbu dan batugamping detritus, kearah cekungan berubah fasies menjadi serpih, napal dengan sisipan tipis batugamping dari Formasi Gumai. Formasi ini terletak selaras diatas batuan Pra – Tersier. Ketebalan Formasi Baturaja pada daerah paparan adalah 60 – 75 meter, tetapi apabila terletak diatas batuan dasarnya variasi akan lebih besar antara 60 – 120 meter bahkan pada singkapan Bukit Gerbah mencapai 520 meter. Formasi ini berumur Miosen Awal. 4. Formasi Gumai, puncak transgresi pada Cekungan Sumatera Selatan dicapai pada waktu pengendapan Formasi Gumai, sehingga formasi ini mempunyai penyebaran yang sangat luas pada Cekungan Sumatera Selatan. Formasi ini diendapkan selaras diatas Formasi Baturaja dan anggota Transisi Talang Akar. Batuan terdiri dari serpih gampingan yang
kaya akan foraminifera dengan sisipan batupasir gampingan pada bagian bawah dan sisipan batugamping pada bagian tengah dan bagian atasnya. Ketebalan formasi ini mencapai 200 – 500 meter kecuali pada depresi Lematang mempunyai ketebalan 1500 meter. Formasi Gumai diendapkan pada lingkungan laut dangkal hingga laut dalam, berdasarkan foraminifera planktonnya formasi ini berumur Miosen Bawah – Miosen Tengah. Lokasi tipenya terletak di pegunungan Gumai (Tobler, 1906, dalam M. Irlan, 1994). Fase ke dua yaitu fase regresi, menghasilkan endapan yang terdiri dari: 1. Formasi Air Benakat, batuan satuan ini adalah serpih gampingan yang kaya akan foraminifera di bagian bawahnya, makin ke atas dijumpai batupasir yang mengalami
glaukonitisasi. Pada puncak satuan ini
kandungan pasirnya meningkat, kadang-kadang dijumpai sisipan tipis batubara atau sisa-sisa tumbuhan. Formasi ini diendapkan pada lingkungan neritik dan berangsur-angsur menjadi laut dangkal dan prodelta. Diendapkan selaras diatas Formasi Gumai pada Miosen Tengah – Miosen Akhir, dengan ketebalan kurang lebih 600 meter. 2. Formasi Muara Enim, terletak selaras di atas Formasi Air Benakat, litologinya terdiri dari batupasir, batulanau, batulempung, dan batubara. Lingkungan pengendapan formasi ini adalah paparan delta – lagoon. Ketebalannya bervariasi antara 200 – 800 meter, berumur Miosen Akhir – Pliosen. 3. Formasi Kasai, Litologi formasi ini terdiri dari interbeded tuffa, batupasir tuffaan, batulanau tuffaan, batulempung tuffaan, diendapkan pada lingkungan Fluviatil, selaras di atas Formasi Muara Enim. Ketebalan Formasi ini antara 500 – 1000 meter dan berumur Miosen Atas – Pliosen. 6.
Penampang Regional
7.
Petroleum System
Source Rock Source rock Hidrokarbon pada cekungan Jambi , berasal dari Formasi Lahat yang berupa endapan danau dan dari Formasi Talang Akar yang berupa terrrestial coal dan coal shale.(Sardjono dan Sardjito, 1989). Source rock lacustrin diendapkan pada half-graben sedangkan subsikuen coal dan coaly shlae diendapkan didalamnya dan melebihi batas dari half-graben. Hidrokarbon mengalami pematangan di Formasi Batu Raja Limestone dan di Formasi Gumai Shale (Sardjono dan Sardjito, 1989). Mulai dari Eosen tengah sampai Eosen akhir, sepanjang Formasi Lahat, termasuk Serpih pada Benakat mengandung kerogen tipe I dan II (oil prone) dan kerogen tipe III (gas prone) bergantung pada daerahlokal pada masing masing tempat (Suseno, 1992). Kelompok Serpih Benakat terdapat pada daerah yang dalam pada cekungan ini, terdiri dari serpih yang berwarna coklat-abu dengan serpih gampingan, batulanau, batupasir dan batubara (Hutchinson, 1996). Lingkungan pengendapannya merupakan air payau (brackish water). Kandungan total organic carbon pada formasi Lahat bervariasi dari 1,7- 8,5 wt% dan pada daerah lokal tertentu 16.0 wt %. Nilai indeks hidrokarbon adalah 130 – 290 mg hidrokarbon/g TOC. Suhu pematangan Formasi Lahat berkisar dari 0.64 – 1.40 % Ro. Formasi Lahat menghasilkan minyak pada banyak lokasi dan minyak dan gas ketika terkubur lebih dalam lagi. Material organik pada Eosen akhir sepanjang Formasi Talang Akar mengandung kerogen oil dan gas prone tipe I, II dan III. Kelompok Gritsand pada Talang Akar diendapkan pada intramontane lacustrine, lacustrine yang dipengaruhi oleh air laut, dan lakustrin yang dipengaruhi oleh fluvial dan lagoon dan mengandung kerogen oil prone tipe I dengan tambahan tipe II, bergantung perubahan fasies lokal. Formasi Talang Akar mempunyai
Source rock yang
bagus sampai sangat bagus dan sangat potensial dengan TOC berkisar 1,5-8 wt % di area subbasin Jambi, pada daerah tertentu mencapai hingga 50 wt% (suseno dkk,1992). HI berkisar dari 150 – 310 mg hydrocarbon/g TOC (Suseno
and others,1992). Suhu pematangan di Formasi Talang Akar atas pada subbasin Jambi berkisar dari 0,54 – 0,60 R o dan dari 0,082 – 1,30 R o pada Talang Akar bawah (suseno and other,1982) Gradien temperatur pada jambi adalah 49C/Km (Hutchinson,1996), Gradien ini lebih rendah daripada pada cekungan Sumatera Tengah dan kosekuensinya oil window-nya lebih dalam (Hutchinson,1996). Pada oligocene sampai miosen Formasi Batu Raja limestone dan Formasi Gumai pada awal proses pematangan terlebih dahulu dimatangkan gas pada kedalaman tertentu dan oleh karena itu di hasilkan gas dalam petroleum sistem ini. (Sardjono dan Sardjito,1989). Gas pada lapangan MBU-1 telah menunjukkan pematangan pada source rock Gumai shale (Sardjono dan Sardjito, 1989) Reservoir Rock Basement Rock Area pengangkatan dan dataran tinggi purba mesozoic dan juga basement granit dan kuarsit berumur eosen yang telah terlapukan merupakan reservoir yang efektif degan porositas sampai 7%.
Formasi Lahat Formasi lahat yang berumur eosin-oligosen tersusun atas endapan synrift setebal 1.070 m. Formasi ini diendapkan pada lingkungan pengendapan darat, danau, dan rawa. Kikim tuff atau yang disebut sebagai old lemat adalah batupasir tuffan, konglomerat, breksi dan lempung yang terendapkan didataran rendah. Kikim ini diperkirakan berumur kapur akhir sampai paleosen dan kebanyakan terdapat di daerah kedalaman bagian selatan. Fasies tertua dari young lemat adalah granit yang tertimpa oleh deposit klastik kasar yang terdiri dari batupasir dan breksi dengan fragmen batuan yang melimpah, batulempung, batubara dan tuff.
Benakat member/benakat gulley adalah serpih berwarna abu-abu sampai dengan coklat dengan serpih tuffan, batulanau, batupasir, batubara, karbonat dan batupasir glauconit yang terjadi di bagian dalam cekungan graben itu, yang terendapkan dilingkungan air tawar-air payau dan selaras menimpa batuan klastik kasar dari formasi lemat bawah. Formasi Talang Akar Formasi talang akar yang berumur oligosen memiliki ketebalan 610 m. Formasi talang akar diendapkan secara tidak selaras diatas formasi lahat. Resevoir ini terdiri dari batupasir kuarsa, batulempung dan serpih yang terendapkan pada lingkungan delta. Secara umum, makin kearah selatan dan barat pengendapannya berubah menjadi batupasir dan serpih transional. Batupasir dari formasi talang akar yang diendapkan selama proses regresi dan transgresi membentuk perangkap straigrafi yang penting. Batupasir yang berarah timur-barat disuplay oleh sedimen paparan sunda dari utara dan sedimen dataran tinggi palembang dari timur, porositas dari bahan reservoir talang akar ini sekitar 15-30%.
Batu Raja Limestone Formasi gamping batu raja yang berumur meosen awal dikenal juga dengan sebutan batugamping basal telisa. Formasi ini terdiri dari endapan karbonat dengan ketebalan 20-75 m dan dengan tambahan endapan terumbu dengan 60-120 m. Formasi ini merupakan serpih yang diendapkan pada laut dalam sementara karbonatnya berkembang pada daerah yang lebih tinggi. Porositas dari reservoir ini berkisar antara 18-38%. Formasi Gumai Formasi ini berumur oligosen-miosen tengah dikenal juga dengan nama formasi telisa. Formasi ini terdiri atas serpih yang kaya akan fosil dengan batugamping glauconit yang tipis yang mencerminkan penyebaran transgresi
maksimum yang cepat dimana transgresi ini berada timur laut dan kedalaman airnya cukup dangkal ditimur laut dan cukup dalam (batial) dibarat daya. Batupasir berbutir
halus dan batulanau muncul di perbatasan cekungannya.
Ketebalan formasi ini bervariasi sekitar 2700 m. Formasi ini merupakan seal rock (batuan perangkap) dari formasi batu raja, well log telah digunakan untuk mengidentifikasi adanya turbidit dimana turbidit ini menunjukkan adanya penurunan muka air laut secara cepat yang terjadi pada akhir pengendapan formasi gumai ini pada kala miosen tengah. Formasi Air Benakat Formasi berumur miosen tengah ini juga dikenal dengan nama formasi palembang bawah. Formasi ini terendapkan selama proses regresi yang mengakhiri proses pengendapan dari formasi gumai.Formasi ini berubah dari lingkungan
pengendapan
laut
dalam
ke
lingkungan
pengendapan
laut
dangkal.Lempung marine glauconit semakin berkurang dan pasir laut ( marine sand ) bertambah. Keteblan formasi ini 1000-1500 m.Lapisan batubara menandai kontak dengan formasi muara enim diatasnya.Porositas dari batupasirnya 25%. Formasi Muara Enim Formasi Muara Enim yang berumur Miosen akhir – Pliosen juga sebagai formasi Palembang tengah dimana terendapkan batupasir, batulumpur, dan batubara yang berasal dari lingkungan laut dangkal – darat.Pengangkatan dari Bukit Barisan berperan sebagai sumber sedimen klastik dari selatan dan barat daya selama proses pengendapan formaSI Muara Enim tersebut. Seal Sepih yang terdapat dalam formasi (intraformational shale) membentuk seal untuk akumulasi dari hidrokarbon pada cekungan ini. Hal tersebut terjadi sebagai caprock yang terbentang secara konkordan, atau kemungkinan fasies dapat berubah secara lateral dari batuan yang berbatasan dengan hidrokarbon
yang sebelumnya dengan batugamping atau serpih (shale). Contoh dari perubahan fasies lateral menjadi seal terjadi pada batuagamping reefal Baturaja dan pada reservoir fluvial batupasir dari Formasi Talangakar. Selain itu pada Formasi Gumai memperlihatkan adanya transgresi maksimum yang terjadi setelah diendapkannya formasi gamping Batu Raja. Batuan serpih dari formasi Gumai ini menyekat reservoir karbonat dari batu raja dan hidrokarbon yang ditemukan diatas dari formasi Gumai ini merupakan hasil migrasi dari formasi yang ada dibawahnya. Migrasi ini disebabkan karena adanya patahan pada formasi Gumai yang disebabkan karena gaya kompresi. Migration Waktu dari terbentuknya minyak kebanyakan diatur oleh pemendaman oleh overburden dan kenaikan aliran panas yang berasosiasi dengan tektonisme pada Miosen. Source rock dari Formasi Lahat dan Talang Akar membutuhkan kedalaman yang cukup (5000 – 7400 kaki) untuk bergenerasi menjadi hidrokarbon. Sarjono dan Sardjito (1989) menyimpulkan bahwa
migrasi
hidrokarbon yang pertama dimulai pada akhir pertengahan Miosen, dengan kemungkinan awal akumulasi hidrokarbon terdistribusi mengikuti orogenitas pada Plio – Plistosen. Migrasi secara vertikal dan lateral terjadi pada saat ini. Trap 1.
Cebakan struktur Dikontrol oleh topografi dari basement dan biasanya bentuk-bentuk umum
dari sesar yang ada diakibatkan oleh adanya sesar normal, seperti pada strukturstruktur Malapari dan Sogo. a. Hubungan antiklin dengan sesar-sesar synsedimentari. Kebanyakan penyebaran
ketebalan
untuk
sedimen
(bagian
dari
Formasi
Talangakar) terjadi di sisi tinggian. b. Antiklin kompresif, berhubungan dengan fase Plio-akhir Plistosen yang kompresion, membungkus bagian-bagian pada tersier.
c. Disharmonic folding. Kejadian antiklin ini terjadi pada bagian atas yang
memanjang
yaitu
lipatan
dimana
basement
atau
seri
kompetent, tidak termasuk dalam deformasi. Struktur-struktur yang terbentuk di cekungan Jambi, dimana Formasi Gumai menekan batulempung Gumai yang homogen, tetapi tidak untuk lapisanlapisan batugamping. d. Structures
related
to
wrench
tectonism.
Wrench
tectonism
pergerakannya pada sisi lateral suatu blok yang konsekuen sampai plate konvergen. Tipe dari struktur untuk deformasi ini dideskripsikan oleh Eubank dan Maliki (1981). 2. Cebakan stratigrafi Cebakan (trap) stratigrafi juga terdapat pada cekungan ini, contohnya pada formasi Gumai. Konsep Eksplorasi Konsep eksplorasi pada cekungan ini umumnya dengan surface mapping untuk
mengidentifikasikan
struktur
–
struktur
yang
cocok/tepat
untuk
pengeboran. Jadi konsep eksplorasi yang dominan atau yang awal dilakukan adalah mencari struktur yang tepat.